You are on page 1of 8

1Disusun oleh: Arif Widianto, A.

Md (Alumni D3 THP UNS Angkatan 2007)

KONDISI PASAR SAAT INI/


JALUR TATA NIAGA MINYAK NILAM

Indonesia merupakan salah satu negara penghasil minyak atsiri yang cukup
penting di dunia, bahkan untuk beberapa komoditas menguasai pangsa pasar dunia.
Pentingnya komoditi ini bagi Indonesia, kendatipun menyumbang devisa relatif kecil
dibandingkan dengan total nilai ekspor, karena peranannya dalam meningkatkan
pendapatan masyarakat cukup besar. Bahkan akhir-akhir ini harga jual minyak atsiri
meningkat tajam yang diiringi dengan meningkatnya penerimaan petani produsen
minyak atsiri tersebut. Minyak atsiri dapat dihasilkan dari berbagai bagian tanaman
seperti akar, batang, ranting, daun, bunga atau buah. Jenis tanaman yang dapat
menghasilkan minyak atsiri sekitar 150 - 200 species.
Minyak atsiri yang beredar di pasaran dunia sekitar 70 macam. Di Indonesia
terdapat sekitar 40 species tanaman yang dapat menghasilkan minyak atsiri, namun
telah dikembangkan sekitar 12 macam dan yang ekspornya telah mantap baru 9 macam.
Di antara minyak atsiri yang cukup terkenal adalah minyak nilam. Di pasaran minyak
atsiri dunia, mutu minyak nilam Indonesia dikenal paling baik dan menguasai pangsa
pasar 80 - 90%. Minyak nilam (patchouli oil) merupakan salah satu minyak atsiri yang
banyak diperlukan untuk bahan industri parfum dan kosmetik, yang dihasilkan dari
destilasi daun tanaman nilam (Pogostemon patchouli). Bahkan minyak nilam dapat pula
dibuat menjadi minyak rambut dan saus tembakau. Parfum yang dicampuri minyak
yang komponen utamanya patchouli alcohol (C15H26) ini, aroma harumnya akan
bertahan lebih lama.
Sentra produksi minyak nilam di Indonesia adalah Daerah Istimewa Aceh,
Sumatera Utara, dan Sumatera Barat. Daerah lain yang sedang mengembangkan
komoditi ini di antaranya adalah Bengkulu, Lampung dan beberapa daerah di Jawa.
Lebih dari 80% minyak nilam Indonesia dihasilkan dari Daerah Istemewa Aceh,
Sumatera Utara dan Sumatera Barat, yang sebagian besar produksinya diekspor ke
negara-negara industri.

1
2Disusun oleh: Arif Widianto, A.Md (Alumni D3 THP UNS Angkatan 2007)

I. KONDISI PASAR MINYAK NILAM SAAT INI


Kendati kontribusi ekspor minyak nilam relatif kecil terhadap devisa total
Indonesia, namun perkembangan volume dan nilai ekspor komoditi ini meningkat
cukup tajam setiap tahunnya. Bahkan akhir-akhir ini harga jual ekspor di pasaran
dunia mencapai US $ 1.000 per kg. Prospek ekspor komoditi ini pada masa yang
akan datang juga masih cukup besar, seiring dengan semakin tingginya permintaan
terhadap parfum/kosmetika, trend mode dan belum berkembangnya barang subsitusi
essential oil yang bersifat pengikat (fiksasi) dalam industri parfum/kosmetika.
Prospek ekspor yang cukup besar ini seharusnya mampu diiringi oleh
pengembangan budidaya dan industri minyak nilam di dalam negeri. Usaha
pengembangan ini akan lebih berdaya guna bila usaha kecil yang selama ini dikelola
secara tradisional bermitra dengan usaha besar yang pada umumnya lebih mengusai
pasar ekspor dan telah memiliki kemampuan teknologi budidaya dan industri
minyak nilam. Kemitraan yang saling membutuhkan dan saling menguntungkan
merupakan landasan utama bagi pengembangan komoditi ini.
Volume ekspor minyak nilam periode 1995 - 1998 mencapai 800 - 1.500 ton,
dengan nilai devisa AS $ 18 - 53 juta. Sementara data terbaru menyebutkan, nilai
devisa dari ekspor minyak nilam sebesar AS $ 33 juta, 50% dari total devisa ekspor
minyak atsiri Indonesia. Secara keseluruhan Indonesia memasok lebih dari 90%
kebutuhan minyak nilam dunia (Nuryani Y., 2001). Berdasarkan laporan Marlet
Study Essential Oils and Oleoresin (ITC), produksi nilam dunia mencapai 500 - 550
ton per tahun. Produksi Indonesia sekitar 450 ton per tahun, kemudian disusul Cina
(50 - 80 ton per tahun). Produk atsiri dunia yang didominasi Indonesia, antara lain
nilam, serai wangi, minyak daun cengkih, dan kenanga. Sebelum diekspor, minyak
nilam biasanya ditampung oleh agen eksportir. Harga minyak nilam di pasaran lokal
(di tingkat agen eksportir) berkisar Rp 200.000,- - Rp 250.000,- per kg (di New
York, AS $ 14 - 23,5). Negara tujuan ekspornya meliputi Singapura, India, AS,
Inggris, Belanda, Prancis. Juga Jerman, Swiss, dan Spanyol. Adakalanya petani
(terutama yang tidak punya alat penyuling) menjual daun nilam dengan harga Rp
2.000,- per kg (kering) atau Rp 400,- per kg (basah).
Menurut Data Badan Pengembangan Ekspor Nasional pada tahun 2002 rata-
rata ekspor minyak atsiri untuk 5 (lima) tahun terakhir mencapai US$ 51,9 juta

2
3Disusun oleh: Arif Widianto, A.Md (Alumni D3 THP UNS Angkatan 2007)

dengan 77 negara tujuan ekspor. Singapura dan Amerika Serikat adalah penyerap
terbesar dengan nilai US$ 20 dan US$ 10 juta per tahun. Dari ekspor tersebut
minyak nilam mempunyai permintaan sebesar 60 %. Berdasarkan data yang
diberikan oleh seorang eksportir minyak nilam, kebutuhan minyak nilam dunia
berkisar antara 1.100-1.200 ton/ tahun, (Amik Krismawati, Tabloid Sinar Tani, 26
Januari-1 Februari 2005).

II. JALUR TATA NIAGA MINYAK NILAM INDONESIA


Jalur tata niaga yang diterapkan di Indonesia adalah seperti digambarkan
flowchart di bawah ini:
1. Jalur tata niaga wilayah Sumatra

Petani

Petani-Penyuling
Pa
sa
r

Pengumpul

Agen

Pembersihan/
Eksportir
distilasi ulang

Pembeli luar
negeri

3
4Disusun oleh: Arif Widianto, A.Md (Alumni D3 THP UNS Angkatan 2007)

2. jalur tata niaga wilayah Jawa

Petani

Petani-Penyuling

Agen Pengumpul

Pembersihan Eksportir
/distilasi ulang

Pembeli luar
negeri

Sumber: Dewan Minyak Atsiri Indonesia


Sistem tata niaga antara wilayah Jawa dan Sumatra yang merupakan sentra
produksi nilam agak berbeda. Di wilayah Sumatra umumnya perjalanan pemasaran
nilam diawali dari petani sebagai produsen nilam kering, kemudian masuk ke
wilayah petani-penyuling. Di sini nilam kering didistilasi sehingga dihasilkan
minyak nilam yang kemudian dipasarkan ke pasar lokal maupun langsung
didistribusikan ke pengumpul. Pengumpul bisa terdiri dari beberapa lapis (2-5 lapis)
tergantung kemampuan keuangan. Selanjutnya, minyak nilam dialihkan ke agen,
beberapa pengumpul ada pula yang berani langsung memberikan produk minyak
nilam kepada eksportir. Di wilayah eksportir ini minyak nilam didistilasi ulang
untuk meningkatkan kualitas minyak agar diterima oleh negara-negara tujuan ekspor
nilam. Selanjutnya minyak hasil distilasi ulang ini baru didistribusikan eksportir ke
Negara yang bersangkutan. Tata niaga di wilayah Jawa sedikit berbeda dengan
sistem yang berlaku di Sumatra. Di Jawa tidak perlu melewati pasar, sehingga

4
5Disusun oleh: Arif Widianto, A.Md (Alumni D3 THP UNS Angkatan 2007)

petani-penyuling bisa langsung mendistribusi minyak nilam ke pengumpul ataupun


kepada Agen.
Secara garis besar kegiatan distribusi pemasaran nilam dapat dibagi menjadi 3
tingkatan:
1. Pemasaran pada tingkat petani ke pengumpul atau pengusaha pemilik kilang
minyak nilam.
Para petani menjual produknya dalam bentuk 2 produk.
• Penjualan daun kering dari petani kepada para pemilik kilang dengan harga
penjualan sekitar Rp. 3.000,00 std Rp. 3.500/kg dan selanjutnya pemasaran
minyak dilakukan oleh pemilik kilang;
• Penjualan minyak nilam oleh petani setelah diolah di kilang kepada para
pengumpul lokal.
2. Pemasaran minyak nilam dari pengumpul lokal atau pemilik kilang ke
pengumpul besar/ekspor.
3. Pemasaran minyak nilam oleh eksportir ke importir/konsumen di luar negeri.
Harga jual pada masing-masing tingkatan tersebut satu sama lain berbeda,
namun harga pada masing-masing tingkatan ditentukan oleh harga pada tingkatan
ke-3 yaitu harga penjualan ekspor. Para pengumpul/lokal biasanya memperoleh
informasi harga dengan mengadakan penawaran kepada beberapa eksportir dan
menjual kepada penawaran yang tertinggi. Pola pemasaran yang terbuka ini akan
menguntungkan para pemasok lokal namun belum tentu menguntungkan bagi petani
karena informasi harga ekspor ke petani tidak sampai kepada mereka. Dan bahkan
yang paling merugikan petani adalah adanya tengkulak nakal yang seringkali
mempermainkan harga daun nilam, sehingga sampai saat ini petani menjadi tidak
tertarik untuk membudidayakan nilam.

5
6Disusun oleh: Arif Widianto, A.Md (Alumni D3 THP UNS Angkatan 2007)

Artikel mengenai sistem perdagangan minyak nilam.

SISTEM PERDAGANGAN MINYAK NILAM BELUM EFEKTIF

BANDUNG (Suara Karya):


Sistem perdagangan bahan baku minyak nilam belum efektif, sehingga membuat petani
enggan membudidayakannya. Padahal, nilam adalah salah satu primadona kelompok
minyak atsiri.
Menteri Negasra (Meneg) Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM), Drs H
Suryadharma Ali MSi mengungkapkan hal itu dalam sambutannya yang dibacakan oleh
Deputi Bidang Produksi Menngeg UKM Muzni AH Muslih Djalil dalam Seminar
Nasional Agribisnis Nilam di Bandung, kemarin. Disebutkan bahwa komoditi nilam
sebagai salah satu bahan pengikat aroma, telah menunjukkan perkembangan yang
signifikan sebagai komoditi ekspor.
Menurut Meneg Koperasi dan UKM, kebutuhan dunia akan minyak atsiri saat ini
diperkirakan mencapai 1.400 ton per tahun. Dari jumlah itu, sekitar 1.200 ton atau 90
persen dipasok dari Indonesia.
Kendati memiliki peluang ekspor dan nilai ekspor dengan harga yang tinggi,
namun Meneg Koperasi dan UKM mengakui, petani belum bisa menikmatinya.
Pasalnya, harga jual minyak nilam masih tergantung kepada pedagang, baik
pengumpul maupun eksportir. Selain itu, sistem tata niaga atau pemasaran minyak
nilam belum sepenuhnya efektif.
Ditambah lagi, terdapat pengolahan produk yang tidak standar. Akibatnya mutu
menjadi kurang baik serta akses terhadap sumber daya produktif menjadi rendah.
Semua persoalan itu, ujar Meneg Koperasi dan UKM, menimbulkan rendahnya
posisi tawar petani, baik yang bergerak di sisi budidaya maupun pelaku usaha
penyulingan minyak nilam.
Untuk itu, pemerintah selayaknya meningkatkan komitmen guna memberi
dukungan terhadap pemberdayaan Koperasi, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
(KUMKM).
Berdasarkan data BPS tahun 2005, besaran PDB yang diciptakan UKM senilai Rp
1.480 triliun mencapai 54,22 persen dari total PDB nasional. Sementara unit UKM

6
7Disusun oleh: Arif Widianto, A.Md (Alumni D3 THP UNS Angkatan 2007)

sebanyak 44,69 juta atau 99,99 persen dari total unit usaha nasional. Sedangkan
penyerapan tenaga kerja pada UKM mencapai 77,68 persen atau 96,77 persen dari total
penyerapan tenaga kerja nasional.
Pada bagian lain, Ketua Panitia Penyelenggara Seminar Nasional Agribisnis
Nilamm Ezy Tarmizi SE mengemukakan, dari sisi peserta penyelenggaraan pameran
masih kurang memuaskan. Meski, dari segi materi seminar sudah cukup memadai.
Menurut Ezy, budidaya nilam dan ekspor minyak nilam ini patut ditingkatkan,
karena masih bisa bertahan kendati dalam suasana krisis perekonomian. Hanya saja,
diakui Ezy, minyak nilam sebagai komoditas ekspor yang mempunyai potensi tinggi ini,
masih digarap secara eksklusif.
Untuk waktu mendatang, Ezy mengatakan, berniat mengadakan seminar yang
berkaitan dengan mekanisme tata niaga minyak nilam. "Agar petani pembudidaya
mengetahui dengan pasti, mengenai aturan dan tata cara pemasaran, sekaligus dalam
upaya menstabilkan harga," jelas Ezy yang juga Komisaris PT Pemalang Agro Wangi,
salah satu perusahaan pengekspor minyak nilam.
Saat ini, sangat sedikit petani yang tertarik untuk berbudidaya nilam. Pasalnya,
banyak tengkulak yang mempermainkan harga beli daun nilam. Padahal, harga daun
nilam basah Rp 500 per kg, sementara untuk daun nilam kering Rp 800 per kg. Harga
itu kerap 'dirusak' tengkulak hingga hanya Rp 300 per kg untuk daun basah. (Budi Seno)

7
8Disusun oleh: Arif Widianto, A.Md (Alumni D3 THP UNS Angkatan 2007)

DAFTAR PUSTAKA

http://pengawasbenihtanaman.blogspot.com. Sekilas Tentang Tata Niaga Nilam.


http://www.pakkatnews.com
http://x-jungle.blogspot.com
http://www.its.ac.id
http://www.republika.co.id
www.suarakarya-online.com
(Situs tersebut di atas diakses pada hari Selasa, 12 Mei 2009, pada pukul 01.00WIB.)

You might also like