You are on page 1of 28

BAB I

PENDDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Bekerja dengan tubuh dan lingkungan yang sehat, aman serta nyaman merupakan

hal yang di inginkan oleh semua pekerja termasuk pekerja di Negara kita Indonesia.

Lingkungan fisik tempat kerja dan lingkungan organisasi merupakan hal yang sangat

penting dalam mempengaruhi social, mental dan phisik dalam kehidupan pekerja.

Kesehatan suatu lingkungan tempat kerja dapat memberikan pengaruh yang positif

terhadap kesehatan pekerja, seperti peningkatan moral pekerja, penurunan absensi dan

peningkatan produktifitas. Sebaliknya tempat kerja yang kurang sehat atau tidak sehat

(sering terpapar zat yang bahaya mempengaruhi kesehatan) dapat meningkatkan angka

kesakitan dan kecelakaan, rendahnya kualitas kesehatan pekerja, meningkatnya biaya

kesehatan dan banyak lagi dampak negatif lainnya

Pada umumnya kesehatan tenaga pekerja sangat mempengaruhi perkembangan ekonomi

dan pembangunan nasional. Hal ini dapat dilihat pada negara-negara yang sudah maju.

Secara umum bahwa kesehatan dan lingkungan dapat mempengaruhi pembangunan

ekonomi. Dimana industrilisasi banyak memberikan dampak positif terhadap kesehatan,

seperti meningkatnya penghasilan pekerja, kondisi tempat tinggal yang lebih baik dan

meningkatkan pelayanan, tetapi kegiatan industrilisasi juga memberikan dampak yang

.tidak baik juga terhadap kesehatan di tempat kerja dan masyarakat pada umumnya
Dengan makin meningkatnya perkembangan industri dan perubahan secara global

dibidang pembangunan secara umum di dunia, Indonesia juga melakukan perubahan-

perubahan dalam pembangunan baik dalam bidang tehnologi maupun industri. Dengan

adanya perubahan tersebut maka konsekuensinya terjadi perubahan pola penyakit / kasus-

kasus penyakit karena hubungan dengan pekerjaan. Seperti faktor mekanik (proses kerja,

peralatan) , faktor fisik (panas , Bising, radiasi) dan faktor kimia. Masalah gizi pekerja

juga merupakan hal yang sangat penting yang perlu diperhatikan, stress, penyakit

Jantung, tekanan darah tinggi dan lain-lainnya. Perubahan ini banyak tidak disadari oleh

pengelola tempat kerja atau diremehkan. Atau walaupun mengetahui pendekatan

pemecahan masalahnya hanya dari segi kuratif dan rehabilitatif saja tanpa memperhatikan

akan pentingnya promosi dan pencegahan.

Promosi kesehatan ini dikembangkan dengan adanya Deklarasi Jakarta hasil dari

konferensi Internasional Promosi Kesehatan di Jakarta bulan juli 1997. Dengan

komitmen yang tinggi Indonesia ikut berperan dalam melakukan kegiatan tersebut

terutama melalui program perilaku hidup bersih yang dilakukan di beberapa tatanan

diantaranya adalah tatanan tempat kerja.

Masih sangat sedikit sekali pekerja dari perusahaan mendapatkan pelayanan

kesehatan keselamatan kerja yang memuaskan, karena banyak para pimpinan perusahaan

kurang menghubungkan antara tempat kerja, kesehatan dan pembangunan. Padahal kita

ketahui bahwa pekerja yang sehat akan menjadikan pekerja yang produktif, yang mana

sangat penting untuk keberhasilan bisnis perusahaan dan pembangunan nasional. Untuk
itu promosi kesehatan di tempat kerja merupakan bagian yang sangat penting di

tempat kerja.

B. Perumusan Masalah

~*Pengertian Keselamatan dan Kesehatan kerja

~*Apa yang di maksud Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja

~*Apa pentingnya Keselamatan dan Kesehatan Kerja

* Konsep Dasar Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Terlihat bahwa pembangunan Sumber Daya Manusia Indonesia melalui Departemen


Pendidikan Nasional hingga saat masih memprioritaskan pada pendidikan dasar dan
menengah, misalnya kebijakan dana Bantuan Operasional Sekolah “BOS”, Sekolah
Gratis dan Pendidikan Dasar Wajib 9 tahun.

Pada pendidikan tinggi justru dirasakan semakin mahal dan mengarah pada
komersialisasi pendidikan, baik pendidikan tinggi negeri maupun swasta. Misalnya
dengan kebijakan perubahan status beberapa perguruan tinggi negeri, seperti UI, UGM,
ITB dan lain-lain menjadi Badan Hukum Milik Negara (BHMN). Sementara secara
kualitas, di bandingkan dengan negara-negara lain mutu pendidikan tinggi di Indonesia
relatif masih di urutan bawah. Terlepas dari masalah tersebut, terdapat fenomena menarik
dalam kurun waktu dasawarsa terakhir ini, yaitu mengenai pendidikan tinggi, khususnya
di bidang kesehatan. Sejarah perkembangan pendidikan di dunia kesehatan memang sejak
awal didominasi oleh upaya pengobatan sehingga banyak dikenal umumnya di bidang
medis (kedokteran) dengan profesi-profesi medis dan paramedis, seperti dokter, perawat
dan bidan. Sejalan dengan itu, banyak muncul pendidikan yang melahirkan profesi
tersebut. Di Indonesia cukup banyak di buka fakultas kedokteran di beberapa perguruan
tinggi, akademi-akademi keperawatan dan kebidanan. Bidang kesehatan lain yang
kemudian berkembang sangat pesat saat ini adalah bidang kesehatan masyarakat. Pada
tahun 1996 hanya terdapat 5 perguruan tinggi negeri yang membuka fakultas kesehatan
masyarakat, yakni UI, UNAIR, UNDIP, USU dan UNHAS ditambah 2 perguruan tinggi
swasta, yaitu perguruan tinggi Muhammadiyah di Aceh dan Jakarta. Dengan
digencarkannya paradigma baru pembangunan bidang kesehatan, yaitu paradigma sehat
selanjutnya pada tahun 1997 hingga sekarang banyak sekali pendidikan tinggi kesehatan
masyarakat dalam bentuk fakultas di bawah universitas maupun program studi di bawah
fakultas ilmu-ilmu kesehatan, fakultas kesehatan masyarakat, fakultas kedokteran dan
ilmu kesehatan maupun sekolah-sekolah tinggi. Sejak tahun 2003 berdiri Asosiasi
Institusi Pendidikan Tinggi Kesehatan Masyarakat Indonesia (AIPTKMI) yang
menghimpun berbagai pendidikan tinggi yang membuka program kesehatan masyarakat
dengan lulusan bergelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM). Data AIPTKMI (2005)
memperlihatkan jumlah Institusi Pendidikan Tinggi Kesehatan Masyarakat Indonesia
sampai tahun 2005 melebihi 50 buah.

KIA, pemberantasan penyakit menular dan pencukupan obat esensial). Khusus di


tempat kerja atau industri muncul masalah-masalah kesehatan, diantaranya adalah
sebagai dampak dari pemakaian bahan-bahan material berbahaya, proses produksi,
limbah dan sistem kerja atau lingkungan kerja yang tidak ergonomis selalu ada dalam
bentuk gangguan kesehatan atau penyakit akibat kerja. Kita menghadapi tantangan
pembangunan kesehatan berupa transisi demografi & epidemiologi, kecenderungan
meningkatnya penyakit degeneratif, penyakit pembuluh darah, penyakit jantung, penyakit
akibat gizi yang kurang seimbang, masih kurangnya perilaku hidup sehat sebagian
masyarakat, serta tuntutan masyarakat akan pelayanan kesehatan yang bermutu, ancaman
penyakit menular, HIV/AIDS serta dalam bentuk penyakit akibat kerja dan penyakit yang
berhubungan dengan kerja/pekrjaan. Departemen Kesehatan telah menetapkan sasaran
pembangunan kesehatan yang mencakup lingkungan sehat, perilaku sehat, pemberdayaan
masyarakat, peningkatan upaya kesehatan, perbaikan gizi masyarakat, meningkatkan
sumber daya kesehatan, pengawasan obat, makanan & bahan berbahaya, peningkatan
kebijakan & manajemen pembangunan kesehatan. Selain itu, Departemen Kesehatan
secara khusus juga telah menetapkan upaya kesehatan di tempat kerja yang tercantum
dalam Undang-undang No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan.

Berdasarkan uraian di atas, tergambar adanya masalah-masalah kesehatan yang


ada saat ini dan upaya atau program pembangunan bidang kesehatan, khususnya di
tempat kerja yang sedang dilakukan dan adanya kecenderungan pengembangan dengan
pesat tenaga kesehatan, yaitu Sarjana Kesehatan Masyarakat. Dalam tulisan ini diuraikan
mengenai pentingnya pemberdayaan dan peran Sarjana Kesehatan Masyarakat dalam
upaya kesehatan, khususnya upaya kesehatan kerja

D. Tujuan

Tujuan dalam penulisan makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan dan

diharapkan bermanfaat bagi kita semua


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Keselamatan dan kesehatan kerja dewasa ini merupakan istilah yang sangat populer.

Bahkan didalam dunia industri istilah tersebut lebih dikenal dengan singkatan K3L yang

artinya keselamatan, kesehatan kerja dan lingkungan. Aspek lingkungan dalam kaitannya

dengan kesehatan dan keselamatan juga merupakan hal yang penting, namun dalam

pembahasan berikut yang akan menjadi fokus utamanya adalah Keselamatan dan

Kesehatan Kerja.

Keselamatan berasal dari bahasa Inggris yaitu kata “safet” dan biasanya selalu

dikaitkan dengan keadaan terbebasnya seseorang dari peristiwa celaka (accident) atau

nyaris celaka (near-miss). Jadi pada hakekatnya keselamatan sebagai suatu pendekatan

keilmuan maupun sebagai suatu pendekatan praktis mempelajari faktor-faktor yang dapat

menyebabkan terjadinya kecelakaan dan berupaya mengembangkan berbagai cara dan

pendekatan untuk memperkecil resiko terjadinya kecelakaan. Dalam memepelajari faktor

faktor yang dapat menyebabkan manusia mengalami kecelakan inilah berkembang

berbagai konsep dan teori tentang kecelakaan (accident theories). Teori tersebut

umumnya ada yang memusatkan perhatiannya pada faktor penyebab yang ada pada

pekerjaan atau cara kerja, ada yang lebih memperhatikan faktor penyebab pada peralatan

kerja bahkan ada pula yang memusatkan perhatiannya pada faktor penyebab pada

perilaku manusianya.
Kesehatan berasal dari bahasa Inggris ‘health’, yang dewasa ini tidak hanya

berarti terbebasnya seseorang dari penyakit, tetapi pengertian sehat mempunyai makna

sehat secara fisik, mental dan juga sehat secara sosial. Dengan demikian pengertian sehat

secara utuh menunjukkan pengertian sejahtera (well-being). Kesehatan sebagai suatu

pendekatan keilmuan maupun pendekatan praktis juga berupaya mempelajari faktor-

faktor yang dapat menyebabkan manusia menderita sakit dan sekaligus berupaya untuk

mengembangkan berbagai cara atau pendekatan untuk mencegah agar manusia tidak

menderita sakit, bahkan menjadi lebih sehat.

Sebagaimana kita ketahui bahwa umumnya manusia selalu mempunyai pekerjaan

(work, occupation) dan sebagian besar waktunya berada dalam situasi bekerja sehingga

dapat terjadi manusia akan menderita penyakit yang mungkin disebabkan oleh

pekerjaannya atau menderita penyakit yang berhubungan dengan pekerjaannya. Karena

alasan tersebut berkembang ilmu yang dikenal dengan kesehatan kerja (occupational

health). Kesehatan kerja disamping mempelajari faktor-faktor pada pekerjaan yang dapat

mengakibatkan manusia menderita penyakit akibat kerja (occupational disease) maupun

penyakit yang berhubungan dengan pekerjaannya (work-related disease) juga berupaya

untuk mengembangkan berbagai cara atau pendekatan untuk pencegahannya, bahkan

berupaya juga dalam meningkatkan kesehatan (health promotion) pada manusia pekerja

tersebut.

Istilah ‘keselamatan dan kesehatan kerja’, dapat dipandang mempunyai dua sisi

pengertian. Pengertian yang pertama mengandung arti sebagai suatu pendekatan ilmiah

(scientific approach) dan disisi lain mempunyai pengertian sebagai suatu terapan atau
suatu program yang mempunyai tujuan tertentu. Karena itu keselamatan dan kesehatan

kerja dapat digolongkan sebagai suatu ilmu terapan (applied science). Pandangan yang

melihat Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam kerangka sebagai suatu pendekatan

ilmiah tampak seperti misalnya pada definisi berikut:

Occupational Health and Safety concern the application of scientific principles

in understanding the nature of risk to the safety of people and property in both

industrial & non industrial environments. It is multi disciplinary profession based upon

physics, chemistry, biology and behavioral sciences with applications in manufacturing,

transport, storage and handling of hazardous material and domestic and recreational

activities. (OSHA, USA)

Dari definisi tersebut dapat diamati adanya uraian yang menekankan prinsip

ilmiah yang mendasari Keselamatan dan Kesehatan Kerja serta keilmuan dasar yang

menjadi pendukungnya.

Sedangkan pandangan melihat Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam kerangka

sebagai suatu pendekatan praktis atau suatu program dapat dilihat dari definisi

Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai:

The promotion and maintenance of the highest degree of physical, mental and

social well being of workers in all occupations; the prevention among workers of

departures from health caused by their working conditions; the protection of workers in

their employment from risks resulting from factors adverse to health; the placing and

maintenance of the worker in an occupational environment adapted to his physiological


equipment; to summarize: the adaptation of work to man and each man to his job.

(Joint committee: ILO & WHO)

Dengan demikian menjadi semakin jelas bahwa Keselamatan dan Kesehatan

Kerja pada hakekatnya merupakan suatu pendekatan ilmiah dan sekaligus merupakan

suatu program.

Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai suatu program didasari pendekatan

ilmiah dalam upaya mencegah atau memperkecil terjadinya bahaya (hazard) dan risiko

(risk) terjadinya penyakit dan kecelakaan, maupun kerugian-kerugian lainya yang

mungkin terjadi. Jadi dapat dikatakan bahwa Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah

suatu pendekatan ilmiah dan praktis dalam mengatasi potensi bahaya dan risiko

kesehatan dan keselamatan yang mungkin terjadi. Dengan kata lain hakekat dari

Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah tidak berbeda dengan pengertian bagaimana

kita mengendalikan risiko (risk management) agar tidak terjadi hal yang tidak

diinginkan.

Pendekatan-pendekatan ilmiah yang ada dalam lingkup Keselamatan dan

Kesehatan Kerja tidak saja terbatas pada ilmu keselamatan (safety sciences) dan ilmu

kesehatan (health sciences) seperti ilmu kesehatan kerja (occupational health science),

tetapi juga keilmuan lainnya seperti: higiene industri (industrial hygiene), ergonomi,

human factors, epidemiologi, statistik, kedokteran, rekayasa (engineering), kimia, health

promotion, toksikologi, manajemen, hukum, sosial dan perilaku dan lain-lain sebagainya.

Dengan demikian Keselamatan dan Kesehatan Kerja dapat dipandang sebagai ilmu

terapan yang bersifat multidisiplin, yang kaya dengan keragaman berbagai pendekatan
menurut bidang keilmuan masing-masing dalam upaya mengendalikan resiko sakit dan

celaka.

B. Pentingnya Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai ilmu terapan, yang bersifat

multidisiplin didalam era global dewasa hadir dan berkembang dalam aspek keilmuannya

(di bidang pendidikan maupun riset) maupun dalam bentuk program-program yang

dilaksanakan di berbagai sektor yang tentunya penerapannya didasari oleh berbagai

macam alasan .

Menurut catatan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), 45% penduduk dunia dan

58% penduduk yang berusia diatas sepuluh tahun tergolong tenaga kerja. Diperkirakan

dari jumlah tenaga kerja diatas, sebesar 35% sampai 50% pekerja di dunia terpajan

bahaya fisik, kimia, biologi dan juga bekerja dalam beban kerja fisik dan ergonomi yang

melebihi kapasitasnya, termasuk pula beban psikologis serta stress. Dikatakan juga

bahwa hampir sebagain besar pekerja didunia, sepertiga masa hidupnya terpajan oleh

bahaya yang ada di masing-masing pekerjaanya. Dan yang sangat memperihatinkan

adalah bahwa hanya 5% hingga 10% dari tenaga kerja tadi yang mendapat layanan

kesehatan kerja di Negara yang sedang berkembang. Sedangkan di negara industri tenaga

kerja yang memperoleh layanan kesehatan kerja diperkirakan baru mencapai 50%.

Kenyataan diatas jelas menggambarkan bahwa sebenarnya hak azasi pekerja untuk hidup

sehat dan selamat dewasa ini belum dapat terpenuhi dengan baik. Masih banyak manusia

demi untuk dapat bertahan hidup justru mengorbankan kesehatan dan keselamatannya

dengan bekerja ditempat yang penuh dengan berbagai macam bahaya yang mempunyai
risiko langsung maupun yang baru diketahui risikonya setelah waktu yang cukup lama.

Dari uraian diatas akan dapat dipahami bahwa Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai

ilmu maupun sebagai program memang sangat diperlukan untuk menegakkan hak azasi

manusia (khususnya pekerja) untuk hidup sehat dan selamat.

Di sisi lain, kajian mengenai aspek biaya atau aspek ekonomi yang harus

ditanggung oleh negara-negara didunia sehubungan dengan penyakit-penyakit akibat

kerja maupun yang berhubungan dengan pekerjaan, biaya-biaya kompensasi yang harus

ditanggung akibat cidera, kecacatan akibat terjadinya kecelakaan merupakan beban yang

harus dipikul. Belum lagi kerugian kerugian lain karena hilangnya hari kerja, kerusakan

properti, tertundanya produksi akibat terjadinya kecelakaan. Tentunya kerugian (loss)

yang diakibatkan masalah kesehatan maupun masalah keselamatan bila tidak

dikendalikan dengan baik akan menjadi beban saat ini maupun dikemudian hari. Karena

itulah Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai ilmu terapan maupun dalam berbagai

bentuk programnya sangat diperlukan agar kerugian yang kelak dapat terjadi bisa

diperkecil atau ditiadakan kalau memang memungkinkan.

Tentunya dalam rangka menegakkan hak azasi manusia untuk hidup sehat dan

selamat, serta tidak terjadinya berbagai kerugian dan beban ekonomi seperti yang

diuraikan, dikembangkan perangkat hukum (legal) pada tingkat internasional, regional

naupun nasional. Kita ketahui ada berbagai konvensi yang berhubungan dengan masalah

kesehatan dan keselamatan pada tingkat internasional maupun regional yang perlu

dipatuhi. Adapula dalam berbagai bentuk regulasi atau standar-standar tertentu yang

berkaitan dengan masalah kesehatan dan keselamatan. Dalam hubungan inilah


Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai keilmuan maupun sebagai program berfungsi

membantu pelaksanaan penerapan aspek legal. Bahkan dengan pendekatan ilmiahnya

melalui penelitian atau riset yang dilakukan Keselamatan dan Kesehatan Kerja ikut

membantu pula memberi masukan pada penyusunan kebijakan dalam menentukan

standar-standar tertentu dalam bidang kesehatan dan keselamatan.

Dengan demikian kehadiran Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai suatu

pendekatan ilmiah maupun dalam berbagai bentuk programnya di berbagai sektor bukan

tanpa alasan. Alasan yang pertama adalah karena hak azasi manusia untuk hidup sehat

dan selamat, dan alasan yang kedua adalah alasan ekonomi agar tidak terjadi kerugian

dan beban ekonomi akibat masalah keselamatan dan kesehatan, serta alasan yang ketiga

adalah alasan hukum.

C. Konsep Dasar Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Keselamatan dan Kesehatan Kerja bagi sebagai ilmu terapan yang bersifat

multidisiplin maupun sebagai suatu program yang didasarkan oleh suatu dan alasan

tetentu perlu dipahami dan dipelajari secara umum maupun secara khusus. Secara umum

adalah memahami prinsip dasarnya sedangkan secara khusus adalah memahami

pendekatan masing keilmuan yang terlibat didalam Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

Sebagai ilmu yang bersifat multidisiplin, pada hakekatnya Keselamatan dan

Kesehatan Kerja mempunyai tujuan untuk memperkecil atau menghilangkan potensi

bahaya atau risiko yang dapat mengakibatkan kesakitan dan kecelakaan dan kerugian

yang mungkin terjadi. Kerangka konsep berpikir Keselamatan dan Kesehatan Kerja
adalah menghindari resiko sakit dan celaka dengan pendekatan ilmiah dan praktis secara

sistimatis (systematic), dan dalam kerangka pikir kesistiman (system oriented).

Untuk memahami penyebab dan terjadinya sakit dan celaka, terlebih dahulu perlu

dipahami potensi bahaya (hazard) yang ada, kemudian perlu mengenali (identify) potensi

bahaya tadi, keberadaannya, jenisnya, pola interaksinya dan seterusnya. Setelah itu perlu

dilakukan penilaian (asess, evaluate) bagaimana bahaya tadi dapat menyebabkan risiko

(risk) sakit dan celaka dan dilanjutkan dengan menentukan berbagai cara (control,

manage) untuk mengendalikan atau mengatasinya.

Langkah langkah sistimatis tersebut tidak berbeda dengan langkah-langkah

sistimatis dalam pengendalian resiko (risk management). Oleh karena itu pola pikir dasar

dalam Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada hakekatnya adalah bagaimana

mengendalikan resiko dan tentunya didalam upaya mengendalikan risiko tersebut

masing-masing bidang keilmuan akan mempunyai pendekatan-pendekatan tersendiri

yang sifatnya sangat khusus.

Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang mempunyai kerangka pikir yang bersifat

sistimatis dan berorientasi kesistiman tadi, tentunya tidak secara sembarangan penerapan

praktisnya di berbagai sektor didalam kehidupan atau di suatu organisasi. Karena itu

dalam rangka menerapkan keselamatan dan kesehatan kerja ini diperlukan juga

pengorganisasian secara baik dan benar. Dalam hubungan inilah diperlukan Sistim

Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang Terintegrasi (Integrated

Occupational Health and Safety Management System) yang perlu dimiliki oleh setiap

organisasi. Melalui sistim manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja inilah pola pikir
dan berbagai pendekatan yang ada diintegrasikan kedalam seluruh kegiatan operasional

organisasi agar organisasi dapat berproduksi dengan cara yang sehat dan aman, efisien

serta menghasilkan produk yang sehat dan aman pula serta tidak menimbulkan dampak

lingkungan yang tidak diinginkan.

Perlunya organisasi memiliki sistim manajemen Keselamatan dan Kesehatan kerja

yang terintegrasi ini, dewasa ini sudah merupakan suatu keharusan dan telah menjadi

peraturan. Organisasi Buruh Sedunia (ILO) menerbitkan panduan Sistim Manajemen

Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Di Indonesia panduan yang serupa dikenal dengan

istilah SMK3, sedang di Amerika OSHAS 1800-1, 1800-2 dan di Inggris BS 8800 serta

di Australia disebut AS/NZ 480-1. Secara lebih rinci lagi asosiasi di setiap sektor industri

di dunia juga menerbitkan panduan yang serupa seperti misalnya khusus dibidang

transportasi udara, industri minyak dan gas, serta instalasi nuklir dan lain-lain sebagainya.

Bahkan dewasa ini organisasi tidak hanya dituntut untuk memiliki sistim manajemen

keselamatan dan kesehatan kerja yang terintegrasi, lebih dari itu organisasi diharapkan

memiliki budaya sehat dan selamat (safety and health culture) dimana setiap anggotanya

menampilkan perilaku aman dan sehat

Perkembangan Dan Kompetensi SKM Melihat perkembangan bidang keilmuan

kesehatan masyarakat di Indonesia tidak terlepaskan dari sejarah berdirinya Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI). Jurusan bagian kesehatan

masyarakat Fakultas Kedokteran UI merupakan cikal bakal lahirnya FKM UI. Pada

tanggal 1 juli 1965 di UI dibuka program pascasarjana berupa Master of Public Health

dengan lulusan bergelar Sarjana Kesehatan Masyarakat. Jadi, SKM pada saat itu
merupakan lulusan program pascasarjana atau setara dengan MPH (Master of Public

Health) di luar negeri. Baru pada tahun 1972 berdiri FKM UI. Tahun 1985 dan tahun

1990 diselenggarakan pertemuan antara UI, UNAIR, UNDIP, UNHAS dan USU

membahas pengembangan fakultas/keilmuan kesehatan masyarakat. Seperti digambarkan

di awal bahwa semenjak tahun 1996 sampai dengan tahun 2006 pendidikan tinggi yang

mengelola bidang kesehatan masyarakat sehingga meluluskan SKM mengalami

pertumbuhan yang sangat pesat. Kita bisa melihat begitu marak bediri Sekolah Tinggi

Ilmu Kesehatan (STIKes) di berbagai daerah.

Secara keilmuan, bidang keilmuan kesehatan masyarakat merupakan bagian dari


bidang ilmu kesehatan disamping kedokteran, kedokteran gigi dan keperawatan. Profesi
dokter, dokter gigi ataupun perawat sudah cukup lama dikenal oleh masyarakat luas.
Sedangkan Sarjana Kesehatan Masyarakat sebagian besar masyarakat umum belum
mengenal peran dan kedudukannya dala upaya pembangunan bidang kesehatan. Sebagian
masyarakat beranggapan bahwa seorang SKM mempunyai keterampilan medis (dalam
pengobatan) seperti tenaga medis/paramedis lain, misalnya bisa menyuntik atau
mengobati. Sebagian lain SKM hanya diidentikkan dengan tenaga penyuluh. Termasuk
bagi para pengelola fasilitas kesehatan juga belum terlalu memberi tempat pada SKM
sehingga rumah sakit-rumah sakit misalnya masih jarang merekrut tenaga SKM. Sejalan
dengan upaya pemerintah dalam pembangunan kesehatan yang menekankan upaya-upaya
promotif, protektif dan preventif di samping kuratif dan rehabilitatif, maka tenaga SKM
semakin banyak menempati berbagai institusi baik negeri maupun swasta dalam bidang
yang berkaitan dengan kesehatan, seperti Departemen Kesehatan, Dinas Kesehatan,
Rumah Sakit, Puskesmas, LSM Kesehatan,

industri dan lain-lain. Struktur pendidikan bidang ilmu kesehatan masyarakat dapat
dikategorikan menjadi 4, yaitu program doktor, program magister, program pendidikan
sarjana kesehatan masyarakat dan program diploma (Husin, 2003). Konsep Program
Pendidikan SKM telah memiliki arah pengembangan dan landasan akademik profesional
yang mencakup paradigma kesehatan masyarakat, misi kesehatan masyarakat, tujuan
pendidikan SKM, orientasi pendidikan tinggi kesehatan masyarakat dan kelompok ilmu
dalam program SKM. SKM memiliki kemampuan profesional dan spesifik bidang
kesehatan masyarakat, yaitu:

1) Menetapkan diagnosis kesehatan masyarakat/komunikasi yang intinya mengenali,


merumuskan, dan menyusun prioritas masalah kesehatan masyarakat.

2) Mengembangkan program penanganan masalah kesehatan masyarakat yang


bersifat promotif dan preventif.
3) Bertindak sebagai manajer madya yang dapat berfungsi sebagai pelaksana,

pengelola, pendidik dan peneliti.

4) Melakukan pendekatan masyarakat.

5) Bekerja dalam tim multidisipliner (Konsorsium ilmu Kesehatan, 1998).

Di samping kemampuan di atas, SKM memiliki kompetensi/kedudukan berupa


wawasan pembangunan yang luas, kemampuan kemitraan, kerja sama lintas sektor,
advokasi promosi kesehatan dan pencegahan penyakit, kepribadian kepemimpinan

sistematika berfikir baik, pemahaman paradigma sehat dengan segala


implikasinya, “community base” oriented, kemampuan menunjang
otonomi/desentralisasi, kemampuan menjadi gelandang upaya kesehatan, berdiri sama
tinggi/duduk sama rendah dengan dokter, dokter gigi, perawat di Puskesmas dan
kemampuan membawa program kesehatan yang dapat mengantar setiap penduduk ke
sehat produktif. Seorang SKM juga diharapkan aktif dalam gerakan menyehatkan
masyarakat/bangsa, memberdayakan
masyarakat/bangsa, membangun,menyebarluaskan serta memanfaatkan ilmu kesehatan

masyarakat (“agent of formal knowledge”), membangun berbagai model, upaya atau

gerakan pemberdayaan masyarakat/pembangunan kesehatan masyarakat, menjadi pakar

dalam bidang ilmu kesehatan masyarakat dan tempat berbagai pihak/masyarakat

bertanya/berkonsultasi (AIPTKMI, 2003). Masjkuri (2003

mengelompokkan peran SKM menjadi 4, yaitu leader (baik dalam organisasi formal
maupun nonformal), ilmuwan (berfikir logis, curious, analits), agen pembaharu (cepat
tanggap dan proaktif terhadap permasalahan) dan sebagai pengelola program tingkat
menengah (middle level manager). Ditambahkan mengenai kompetensi SKM yang
dibutuhkann adalah kemampuan untuk memantau status kesehatan untuk
mengidentifikasi masalah yang ada di masyarakat, kemampuan untuk menetukan
diagnosis dan menyelidiki health hazard dan health risk di masyarakat, kemampuan untuk
menyampaikan isu kesehatan, mendidik dan memberdayakan masyarakat untuk
mengatasinya, kemampuan untuk membangun kemitraan dan menggerakkan masyarakat
untuk mengatasi masalah kesehatan, kemampuan untuk mengembangkan kebijakan dan
rencana yang mendukung upaya kesehatan dan kemampuan untuk menjaga
diberlakukannya peraturan dan perundangan yang melindungi kesehatan.

Selain kompetensi yang bersifat generalis, SKM sesuai dengan tuntutan


pengguna atau pasar juga berkembang kearah adanya sebuah khususan atau peminatan.
sesuai dengan fragmentasi ilmu kesehatan masyarakat yang meliputi 7 bidang (Husin,
2003), maka umumnya dapat dikembangkan pula 7 peminatan di bidang kesehatan
masyarakat, yaitu epidemiologi, biostatistika, pendidikan kesehatan, kesehatan
lingkungan, gizi kesehatan masyarakat, administrasi dan kebijakan kesehatan, kesehatan
kerja. Dari 7 bidang peminatan yang ada, peminatan kesehatan kerja (biasanya
ditambahkan dengan keselamatan karena sangat terkait sehingga menjadi kesehatan dan
keselamatan kerja, disingkat K3) saat ini dirasakan mengalami perkembangan pesat
dikarenakan K3 merupakan salah satu aspek penting dalam mendukung keberlangsungan
proses produksi, sebagai tuntutan pasar dan berkembangnya industrialisasi. Peluang pasar
kerja da peminat K3 juga cenderung lebih banyak. Kondisi ini sangat strategis untuk
melihat peran SKM dalam upaya kesehatan kerja. SKM peminatan K3 memiliki
kemampuan profesional untuk mengidentifkasi dan memecahkan masalah kesehatan
masyarakat, khususnya kesehatan dan keselamatan kerja, menganalisa permasalahan K3,
melakukan fasilitasi dan mengembangkan program-program K3. Kompetensi SKM
peminatan K3 yang diharapkan adalah memiliki pola pikir integratif, dapat menguasai
dan mengembangkan konsep-konsep dasar serta pengetahuan praktis bidang K3 dan
dapat mengembangkan budaya K3 di tempat kerja dengan pendekatan nilai budaya,
humanisme dan psikososial serta diarahkan untuk menuju berbagai profesi, misalnya
sebagai safety/health specialist,

konsultan, auditor dan profesi lain di bidang K3. Dilihat dari isi mata ajaran,

kompetensi SKM peminatan K3 mencakup:

1. Mampu memahami konsep umum, peran, fungsi, strategi sistem manajemen

keselamatan dan kesehatan kerja secara integrative.

2. Memiliki wawasan dan pemahaman mengenai pendekatan perilaku organisasi

dalam konteks keselamatan dan kesehatan kerja.

3. Mampu memahami peran sentral promosi kesehatan pekerja dalam pelayanan kesehatan
kerja untuk optimalisasi kesehatan pekerja, kapasitas kerja dan kualitas kehidupan.

4. Memahami prinsip dasar pengukuran kinerja keselamatan dan kesehatan kerja.

5. Memahami esensi dasar keilmuan keselamatan dan kesehatan kerja guna

pengembangan secara aplikatif.


6. Mampu memahami sumber-sumber, bentuk dan sifat hasil dari lingkungan kerja, metoda-
metoda sampling, nilai ambang batas, manajemen industri dan toksikologi pengendalian
di lingkungan kerja.

7. Mampu memahami tentang prinsip-prinsip, teknik dan penerapan unsur-unsur manajemen


risiko dan pencegahan kerugian di industri, identifikasi bahaya, analisis probabilitas,
penakaran risiko, kriteria risiko, pengendalian risiko dan manajemen risiko.

8. Mampu memahami tentang keterkaitan antara psikologi dengan kesehatan pekerja, dasar-
dasar psikologi industri, dan teknik dasar perubahan perilaku pekerja di dalam industri
(tempat kerja).

9. Mampu memahami definisi, teori terjadinya kebakaran, (fire chearn, fire chenitry, ignition,
flame spread, fire hazard. Pemodelan ledakan dan kebakaran untuk ruang terbuka dan
tertutup, metoda identifikasi kebakaran, rekayasa pengendalian kebakaran analisis risiko.

10. Mampu memahami mengenai ruang lingkup sistem pengelolaan keselamatan dan
kesehatan kerja, elemen-elemen pengelolaan kesehatan dan keselamatan kerja, metoda
implementasi audit.
11. Mampu memahami mengenai ruang lingkup sistem manajemen kesehatan dan
keselamatan kerja. Dibahas elemen-elemen manajemen kesehatan dan keselamatan kerja,
juga metoda implementasi audit.

12. Mampu memahami mengenai upaya penyerasian pekerjaan/kondisi kerja terhadap


pekerja, prinsip-prinsip dasar ergonomi dan aplikasinya bagi keselamatan dan keseahatan
kerja.

13. Mampu memahami mengenai pengertian hukum dan perundang-undangan, proses


pembuatan dan penerapan. Dibahas juga latar belakang serta berbagai hambatan
penerapan hukum dan perundang-undangan kesehatan kerja.
14. Mampu memahami mengenai prinsip-prinsip dan metoda penelitian masalah kesehatan
kerja dengan pendekatan epidemiologi. Hubungan pekerjaan dan kesehatan, persyaratan,
pengukuran, disain studi serta berbagai persyaratanmetodologi. Mampu memahami
tentang konsep, metoda dan program analisis risiko keselamatan kerja, analisis
pemaparan yang merupakan bagian dari analisis risiko kesehatan kerja.

15. Mampu memahami dan melakukan studi di industri/institusi/rumah sakit dan LSM, untuk
mendapatkan gambaran/implementasi program keselamatan dam kesehatan kerja di
industri/institusi, baik dalam aspek organisasi manajemen maupun dalam perencanaan,
implementasi, evaluasi dan monitoring.

. Upaya Kesehatan Kerja

ILO dan WHO (1995) menyatakan Kesehatan Kerja bertujuan untuk peningkatan

dan pemeliharaan derajat kesehatan fisik, mental dan sosial yang setinggi- tingginya bagi

pekerja disemua jenis pekerjaan, pencegahan terhadap gangguan kesehatan pekerja yang

disebabkan oleh kondisi pekerjaan; perlindungan bagi pekerja dalam pekerjaannya dari

risiko akibat faktor yang merugikan kesehatan; dan penempatan serta pemeliharaan

pekerja dalam suatu lingkungan kerja yang disesuaikan dengan kondisi fisiologi dan

psikologisnya. Secara ringkas merupakan penyesuaian pekerjaan kepada manusia dan

setiap manusia kepada pekerjaan atau jabatannya. Selanjutnya dinyatakan bahwa fokus

utama Kesehatan Kerja, yaitu :

1) Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan pekerja dan kapasitas kerja.

2) Perbaikan lingkungan kerja dan pekerjaan yang mendukung keselamatan dan

kesehatan.
3) Pengembangan organisasi kerja dan budaya kerja kearah yang mendukung kesehatan dan
keselamatan di tempat kerja, juga meningkatkan suasana sosial yang positif dan operasi
yang lancar serta meningkatkan produktivitas perusahaan.

Departemen Kesehatan telah menetapkan upaya khusus kesehatan kerja sebagai


bagian dari pembangunan bidang kesehatan yang sejak tahun 1998 dicanangkan dengan
paradigma sehat. Pencanangan paradigma sehat ini sejalan dengan pembangunan
berwawasan lingkungan serta pengembangan tenaga kesehatan Sarjana Kesehatan
Masyarakat. Bidang kesehatan kerja mempunyai implikasi luas baik secara mikro
maupun makro. Potensi munculnya berbagai penyakit akibat kerja yang daiami pekerja
akan merugikan perusahaan dari segi biaya kesehatan, absen kerja yang pada ujungnya
mengganggu produktivitas kerja. Perhatian yang baik pada kesehatan kerja dan
perlindungan risiko bahaya di tempat kerja menjadikan pekerja dapat lebih nyaman
dalam bekerja. Dalam Undang-undang No. 23 tahun 1992 pasal 23 dinyatakan bahwa
kesehatan kerja diselenggarakan agar setiap pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa
membahayakan diri sendiri dan masyarakat sekelilingnya, agar diperoleh produktivitas
kerja yang optimal sejalan dengan program perlindungan tenaga kerja. Dalam
Permenaker No. 3 tahun 1982 disebutkan tugas pokok kesehatan kerja antara lain :

1. Pembinaan dan pengawasan atau penyesuaian pekerjaan terhadap

tenaga kerja.

2. Pembinaan dan pengawasan terhadap lingkungan kerja.

3. Pembinaan dan pengawasan perlengkapan sanitasi.

4. Pembinaan dan pengawasan perlengkapan kesehatan kerja.

5. Memberikan nasehat mengenai perencanaan dan pembuatan tempat kerja, pemilihan alat
pelindung diri yang diperlukan dan gizi serta penyelenggaraan makanan di tempat kerja.
6. Memberikan laporan berkala tentang pelayanan kesehatan kerja kepada
pengurus.

7. Memberikan saran dan masukan kepada manajemen dan fungsi terkait terhadap
permasalahan yang berhubungan dengan aspek kesehatan kerja.

8. Pembinaan dan pengawasan atau penyesuaian pekerjaan terhadap

tenaga kerja.

9. Pembinaan dan pengawasan terhadap lingkungan kerja.

10. Pembinaan dan pengawasan perlengkapan sanitasi.

11. Pembinaan dan pengawasan perlengkapan kesehatan kerja.

12. Memberikan nasehat mengenai perencanaan dan pembuatan tempat kerja, pemilihan alat
pelindung diri yang diperlukan dan gizi serta penyelenggaraan makanan ditempat kerja.

13. Memberikan laporan berkala tentang pelayanan kesehatan kerja kepada


pengurus.

14. Memberikan saran dan masukan kepada manajemen dan fungsi terkait terhadap
permasalahan yang berhubungan dengan aspek kesehatan kerja.

Pada beberapa sektor industri formal berskala menengah dan besar pada
umumnya pelaksanaan kesehatan kerja sudah cukup baik yang dilakukan secara
terintegrasi dalam suatu kesisteman yang dikenal dengan Sistem Manajemen Kesehatan
dan Keselamatan Kerja (SMK3). Untuk usaha-usaha informal dan indsutri-industri kecil,
Departemen Kesehatan maupun Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi sudah
melakukan upaya kesehatan kerja, misalnya dalam bentuk pembinaan dan pelatihan-
pelatihan serta penyusunan berbagai pedoman pelaksanaan kesehatan kerja. Namun,
diakui upaya yang telah dilakukan belum bisa menyentuh/menjangkau seluruh usaha
informal dan industri kecil yang jumlahnya cukup besar. Selain adanya persoalan
keterbatasan sumber daya manusia atau petugas dan kesadaran para pengelola usaha
dalam memperhatikan kesehatan kerja.

*Peran SKM Dalam Kesehatan Kerja

Peran SKM dalam berbagai bentuk upaya kesehatan masyarakat, diantaranya


adalah sebagai pelaksana lapangan, pendidikan, penyuluhan kesehatan masyarakat,
pembangunan model, pengelolaan kesehatan masyarakat, pengelola dan pengendali
upaya kesehatan masyarakat. Upaya kesehatan kerja sebagai bagian dari upaya kesehatan
masyarakat seperti diuraikan di atas dapat dilakukan melalui berbagai upaya atau
program-program. Untuk melaksanakan upaya tersebut dibutuhkan sejumlah profesi,
seperti dokter, perawat, ahli higiene kerja, ahli toksikologi, ahli ergonomi, ahli
epidemiologi dan ahli keselamatan (Harrington & Gill, 2005). SKM peminatan K3
khususnya dapat diberdayakan dan dikembangkan untuk menempati profesi seperti ahli
higiene kerja, ergonomi dan ahli keselamatan. Dilihat dari tugas pokok kesehatan kerja
dan bentuk pengendalian bahaya kesehatan, tenaga SKM mempunyai kompetensi yang
sangat sesuai karena tenaga SKM dirancang untuk melakukan tugas pokok atau upaya-
upaya yang bersifat promosi, perlindungan dan pencegahan. Selain itu kemampuan
sebagai leader, pengelola program diharapkan akan lebih mengoptimalkan upaya
kesehatan kerja.

Jumlah institusi pendidikan tinggi yang menghasilkan SKM saat ini sangat banyak.

Potensi ini akan sangat berarti ketika kita melihat kenyataan bahwa di Indonesia jumlah

angkatan kerja adalah terbesar nomor 4 di dunia, yaitu berjumlah sekitar 152 juta jiwa

(Survey BPS 2003, untuk penduduk di atas 15 tahun) dan jumlah industri yang cukup

besar sekitar 102.000 perusahaan. Selain di perusahaan, SKM dengan kompetensi bidang

K3 juga diperlukan di instansi pemerintah baik pusat maupun daerah dalam menjalankan
fungsinya membuat regulasi, melakukan supervisi, bimbingan dan evaluasi. Dalam

rangka pemberdayaan masyarakat bidang K3, SKM juga dapat memainkan peran di

LSM-LSM bidang kesehatan yang tentunya dapat membuat program intervensi kesehatan

di tempat kerja. Hal penting untuk dicatat adalah pentingnya pemberdayaan potensi

tenaga SKM sesuai kompetensinya untuk dapat menjadi pelaksana upaya kesehatan kerja

baik bekerja langsung di perusahaan, ditempatkan di instansi pemerintah maupun

bergerak melaui LSM-LSM. Kebijakan kesehatan kerja yang telah dikeluarkan

pemerintah harus didukung oleh jejaring terkait. Disamping pemerintah itu sendiri, juga

oleh para pengusaha atau pelaku usaha dan para. Peran SKM Dalam Kesehatan Kerja

Peran SKM dalam berbagai bentuk upaya kesehatan masyarakat, diantaranya


adalah sebagai pelaksana lapangan, pendidikan, penyuluhan kesehatan masyarakat,
pembangunan model, pengelolaan kesehatan masyarakat, pengelola dan pengendali
upaya kesehatan masyarakat. Upaya kesehatan kerja sebagai bagian dari upaya kesehatan
masyarakat seperti diuraikan di atas dapat dilakukan melalui berbagai upaya atau
program-program. Untuk melaksanakan upaya tersebut dibutuhkan sejumlah profesi,
seperti dokter, perawat, ahli higiene kerja, ahli toksikologi, ahli ergonomi, ahli
epidemiologi dan ahli keselamatan (Harrington & Gill, 2005). SKM peminatan K3
khususnya dapat diberdayakan dan dikembangkan untuk menempati profesi seperti ahli
higiene kerja, ergonomi dan ahli keselamatan. Dilihat dari tugas pokok kesehatan kerja
dan bentuk pengendalian bahaya kesehatan, tenaga SKM mempunyai kompetensi yang
sangat sesuai karena tenaga SKM dirancang untuk melakukan tugas pokok atau upaya-
upaya yang bersifat promosi, perlindungan dan pencegahan. Selain itu kemampuan
sebagai leader, pengelola program diharapkan akan lebih mengoptimalkan upaya
kesehatan kerja.
Jumlah institusi pendidikan tinggi yang menghasilkan SKM saat ini sangat
banyak. Potensi ini akan sangat berarti ketika kita melihat kenyataan bahwa di Indonesia
jumlah angkatan kerja adalah terbesar nomor 4 di dunia, yaitu berjumlah sekitar 152 juta
jiwa (Survey BPS 2003, untuk penduduk di atas 15 tahun) dan jumlah industri yang
cukup besar sekitar 102.000 perusahaan. Selain di perusahaan, SKM dengan kompetensi
bidang K3 juga diperlukan di instansi pemerintah baik pusat maupun daerah dalam
menjalankan fungsinya membuat regulasi, melakukan supervisi, bimbingan dan evaluasi.
Dalam rangka pemberdayaan masyarakat bidang K3, SKM juga dapat memainkan peran
di LSM-LSM bidang kesehatan yang tentunya dapat membuat program intervensi
kesehatan di tempat kerja. Hal penting untuk dicatat adalah pentingnya pemberdayaan
potensi tenaga SKM sesuai kompetensinya untuk dapat menjadi pelaksana upaya
kesehatan kerja baik bekerja langsung di perusahaan, ditempatkan di instansi pemerintah
maupun bergerak melaui LSM-LSM. Kebijakan kesehatan kerja yang telah dikeluarkan
pemerintah harus didukung oleh jejaring terkait. Disamping pemerintah itu sendiri, juga
oleh para pengusaha atau pelaku usaha dan para

Peran SKM Dalam Kesehatan Kerja

Peran SKM dalam berbagai bentuk upaya kesehatan masyarakat, diantaranya


adalah sebagai pelaksana lapangan, pendidikan, penyuluhan kesehatan masyarakat,
pembangunan model, pengelolaan kesehatan masyarakat, pengelola dan pengendali
upaya kesehatan masyarakat. Upaya kesehatan kerja sebagai bagian dari upaya kesehatan
masyarakat seperti diuraikan di atas dapat dilakukan melalui berbagai upaya atau
program-program. Untuk melaksanakan upaya tersebut dibutuhkan sejumlah profesi,
seperti dokter, perawat, ahli higiene kerja, ahli toksikologi, ahli ergonomi, ahli
epidemiologi dan ahli keselamatan (Harrington & Gill, 2005). SKM peminatan K3
khususnya dapat diberdayakan dan dikembangkan untuk menempati profesi seperti ahli
higiene kerja, ergonomi dan ahli keselamatan. Dilihat dari tugas pokok kesehatan kerja
dan bentuk pengendalian bahaya kesehatan, tenaga SKM mempunyai kompetensi yang
sangat sesuai karena tenaga SKM dirancang untuk melakukan tugas pokok atau upaya-
upaya yang bersifat promosi, perlindungan dan pencegahan. Selain itu kemampuan
sebagai leader, pengelola program diharapkan akan lebih mengoptimalkan upaya
kesehatan kerja.

Jumlah institusi pendidikan tinggi yang menghasilkan SKM saat ini sangat
banyak. Potensi ini akan sangat berarti ketika kita melihat kenyataan bahwa di Indonesia
jumlah angkatan kerja adalah terbesar nomor 4 di dunia, yaitu berjumlah sekitar 152 juta
jiwa (Survey BPS 2003, untuk penduduk di atas 15 tahun) dan jumlah industri yang
cukup besar sekitar 102.000 perusahaan. Selain di perusahaan, SKM dengan kompetensi
bidang K3 juga diperlukan di instansi pemerintah baik pusat maupun daerah dalam
menjalankan fungsinya membuat regulasi, melakukan supervisi, bimbingan dan evaluasi.
Dalam rangka pemberdayaan masyarakat bidang K3, SKM juga dapat memainkan peran
di LSM-LSM bidang kesehatan yang tentunya dapat membuat program intervensi
kesehatan di tempat kerja. Hal penting untuk dicatat adalah pentingnya pemberdayaan
potensi tenaga SKM sesuai kompetensinya untuk dapat menjadi pelaksana upaya
kesehatan kerja baik bekerja langsung di perusahaan, ditempatkan di instansi pemerintah
maupun bergerak melaui LSM-LSM. Kebijakan kesehatan kerja yang telah dikeluarkan
pemerintah harus didukung oleh jejaring terkait. Disamping pemerintah itu sendiri, juga
oleh para pengusaha atau pelaku usaha dan para

A. KESIMPULAN

Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan akan arti pentinya tenaga SKM sesuai

dengan kompetensinya sebagai sember daya handal dalam upaya kesehatan kerja Tidak

jarang para karyawan dihadapkan pada persoalan di keluarga dan perusahaan. Tekanan
persoalan dapat berupa aspek emosional dan fisik, terbatasnya biaya pemeliharaan

kesehatan, dan berlanjut tyerjadinya penurunan produktivitas karyawan.

Pihak manajemen seharusnya mampu mengakomodasi persoalan karyawan sejauh

terkait dengan kepentingan perusahaan. Pertimbangannya adalah bahwa unsur kesehatan

dan karyawan memegang peranan penting dalam peningkatan mutu kerja karyawan.

Semakin cukup jumlah dan kualitas fasilitas kesehatan dan keamanan kerja maka

semakin tinggi pula mutu kerja karyawan.

Dengan demikian perusahaan akan semakin diuntungkan dalam upaya

pengembangan bisnisnya.

B.SARAN

1. Pihak Perusahaan agar selalu dapat memperhatikan kesehatan para karyawannya


2. Untuk meningkatkan efektitas sangat di perlukan K3 dalam sebuah perusahaan

Untuk itu diperlukan koordinasi dan kerja sama lintas sektoral, khususnya dunia
pendidikan, pelaku usaha, pemerintah dan para pekerja. Dengan demikian upaya
kesehatan kerja menjadi penting sehingga produktivitas kerja meningkat, kesehatan
pekerja terlindungi dan pada gilirannya kesejahteraan masyarakat meningkat dan bangsa
Indonesia dapat bangkit dari keterpurukan.
BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

1. Keselamatan” on the wikipedia website

2. Himpunan Perundang-undangan Ketenagakerjaan I, Departemen Tenaga Kerja

Transkop, Jakarta, 1977

3. Suma’mur, Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan, Haji MasaAgung,

Jakarta, 1989

You might also like