You are on page 1of 46

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dewasa ini pembangunan di Indonesia antara lain diarahkan untuk
meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Sumber Daya Manusia (SDM) yang
berkualitas sangat diperlukan dalam pembangunan bangsa khususnya
pembangunan di bidang pendidikan. Dalam era globalisasi ini, SDM yang
berkualitas akan menjadi tumpuan utama agar suatu bangsa dapat berkompetisi.
Sehubungan dengan hal tersebut, pendidikan formal merupakan salah satu wahana
dalam membangun SDM yang berkualitas. Pendidikan IPS sebagai bagian dari
pendidikan formal seharusnya ikut memberi kontribusi dalam membangun SDM
yang berkualitas tinggi.
Tujuan pendidikan dapat dicapai jika guru mampu memilih metode
mengajar yang sesuai, efektif dan efisien sehingga siswa dapat menguasai materi
yang diberikan dengan baik. Metode mengajar yang diterapkan dalam suatu
pengajaran dikatakan efektif jika tujuan pembelajaran tercapai. Semakin tinggi
tingkatannya untuk mencapai tujuan pembelajaran, semakin efektif metode itu.
Sedangkan suatu metode dikatakan efisien apabila penerapannya dalam mencapai
tujuan yang diharapkan itu relatif menggunakan tenaga, usaha, pengeluaran biaya
dan waktu minimum. Oleh sebab itu untuk mencapai pembelajaran yang
diinginkan seorang guru harus memilih metode mengajar yang tepat atau sesuai
dengan materi dan baik.
Metode mengajar ialah suatu pengetahuan tentang cara-cara mengajar
yang digunakan oleh seorang guru untuk mengajar atau menyajikan bahan
pelajaran kepada siswa di dalam kelas, baik secara individual atau secara klasikal
agar pelajaran itu dapat diserap, dipahami dan dimanfaatkan oleh siswa dengan
baik. Pendapat lain menyatakan bahwa metode mengajar adalah cara yang
dipergunakan guru dalam mengadakan hubungan dengan siswa pada saat
berlangsungnya pengajaran. Berdasarkan pendapat diatas maka dapat diuraikan
bahwa metode mengajar adalah cara mengajar yang digunakan oleh guru untuk

1
menyampaikan materi pelajaran kepada siswa pada saat berlangsungnya proses
belajar-mengajar.
Secara universal IPS adalah ilmu yang mendasari pengetahuan sosial
manusia, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan
pengetahuan dan pola pikir manusia. Perkembangan pesat di bidang teknologi,
informasi dan komunikasi dewasa ini tidak akan berkembang tanpa didukung dan
dilandasi oleh pengetahuan sosial. Untuk menguasai dan mengendalikan dunia,
negara-negara maju tidak hanya menciptakan teknologi tetapi juga menguasai dan
memahami IPS yang bermanfaat dalam mengembangkan teknologi. Oleh karena
itu untuk menjadi bangsa yang besar dan maju, tidak hanya diperlukan
pemahaman terhadap IPA atau SAINS saja tetapi juga pemahaman IPS secara
dini tehadap anak bangsa.
Mata pelajaran IPS perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari
Sekolah Dasar untuk memberikan pengetahuan kepada peserta didik agar dapat
menghayati suatu kejadian nasional dan internasional, mengetahui kekayaan alam
dunia, mengetahui kondisi politik dan ekonomi dunia. Sehingga siswa dapat
mencerna, berfikir, menanggapi permasalahan, dan mampu memberikan solusi
secara afektif dan psikomotor yang dapat membentuk pola pikir dan perilaku
manusia.
Dengan metode yang lama banyak siswa beranggapan bahwa
pembelajaran IPS sangat membosankan karena metode pembelajaran yang
digunakan yaitu metode konvensional dimana pembelajaran berpusat pada guru
dan tidak memberikan kesempatan kepada siswa untuk berfikir dan
mengemukakan pendapatnya. Padahal dalam tujuan pembelajaran diharapkan
siswa memahami terhadap apa yang dipelajari, sehingga dibutuhkan penerapan
dan pengembangan model secara optimal agar mencapai hasil belajar yang
diharapkan. Untuk itu perlu pembaharuan dalam metode pembelajaran khususnya
pembelajaran IPS.
Pada saat ini ada beberapa model pembelajaran yang berorientasi pada
pandangan konstruksivistik yang berkembang, antara lain cooperative learning
(pembelajaran kooperatif). Cooperative learning merupakan sistem pengajaran
yang memberikan kesempatan kepada anak didik untuk bekerja sama dengan

2
sesama siswa dalam menyelesaikan tugas-tugas yang terstruktur (Lie, 2002:12).
Beberapa ahli menyatakan bahwa model pembelajaran kooperatif tidak hanya
unggul dalam membantu siswa untuk memahami konsep-konsep, tetapi juga
membantu siswa menumbuhkan kemampuan kerja sama, bertanggung jawab
terhadap sesama teman kelompok untuk mencapai tujuan kelompok, berpikir
kritis dan mengembangkan sikap sosial siswa.
Menurut Lie (2002:53-72), Cooperative learning memiliki banyak teknik
antara lain : mencari pasangan (make a match), bertukar pasangan, berpikir-
berpasangan-berempat (think-pair-share and think-pair-square), berkirim salam
dan soal, kepala bernomor (number heads), dan lain-lain. Salah satu teknik yang
disebutkan di atas adalah peggunaan media televisi murid-murid dalam suatu
kelas bisa juga disebut satu kelompok / kesatuan tersendiri dipandang dari
kesatuan sekolah, atau murid dalam suatu kelas dibagi dalam beberapa kelompok
kecil. Dengan demikian kerja kelompok / gotong royong sebagai model, dapat
dipakai mengajar untuk mencapai bermacam-macam tujuan. Yang paling penting
di dalam kelompok / gotong royong harus terdapat hubungan timbal balik antara
individu saling mempercayai. Penggunaan media televis tepat digunakan dalam
kegiatan belajar mengajar sebagai berikut :
a). Apabila kelas memiliki alat / sarana pendidikan yang terbatas misalnya
kelas hanya memiliki beberapa buah buku yang diinginkan sedangkan
jumlah murid cukup besar. Karena itu agar dapat melaksanakan tugas
tersebut para murid harus dibagi dalam beberapa kelompok sesuai
dengan jumlah buku yang tersedia untuk dipelajari bersama.
b). Apabila terdapat perbedaan kemampuan individual anak-anak dalam
belajar. Dalam hal ini anak yang kurang pandai dapat bekerja sama
dengan yang lebih pandai, dapat juga bekerjasama dengan anak-anak
yang setaraf dengannya.
c). Apabila terdapat perbedaan kemampuan individual anak-anak dalam
minat belajar misalnya dalam bidang kesenian, ada yang gemar seni
suara, seni tari, seni lukis dan sebagainya. Adapun pengelompokan
diharapkan akan lebih banyak memberikan kesempatan untuk
mengembangkan minat masing-masing anak.

3
d). Apabila unit pekerjaan perlu diselesaikan dalam waktu bersamaan, atau
bila suatu pekerjaan lebih tepat untuk diperinci sehingga kelas dapat
dibagi menjadi beberapa kelompok / secara gotong royong. Menurut
jenis kebutuhan masing-masing yang kemudian masing-masing
kelompok bertanggung jawab terhadap tugas khusus tersebut.
Kualitas kehidupan bangsa ditentukan oleh faktor pendidikan. Peranan
pendidikan sangat penting untuk menciptakan kehidupan yang cerdas, damai, dan
demokratis, sehingga pembaharuan pendidikan harus dilaksanakan untuk
meningkatkan kualitas pendidikan nasional. Upaya peningkatan mutu pendidikan
itu diharapkan dapat menaikkan harkat dan martabat manusia Indonesia. Untuk
mencapai tujuan tersebut pendidikan harus adaptasi terhadap perubahan zaman
dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui
kegiatan bimbingan pengajaran atau latihan bagi peranannya di masa yang akan
datang (Soeparman, 1995:2 ). Peranan pendidikan sangat penting untuk
menciptakan kehidupan yang cerdas, damai, dan demokratis, sehingga
pembaharuan pendidikan, harus dilaksanakan untuk meningkatkan kualitas
pendidikan nasional. Upaya peningkatan mutu pendidikan itu diharapkan dapat
menaikkan harkat dan martabat manusia Indonesia. Untuk mencapai tujuan
tersebut pendidikan harus adaptasi terhadap perubahan zaman dan perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi (Nurhadi: 1). Masalah pendidikan merupakan hal
yang sangat kompleks. Ini berarti dalam pencapaian tujuan terdapat berbagai
faktor yang mempengaruhi proses pendidikan, salah satunya proses belajar
mengajar.
Ada beberapa faktor yang berperan dalam keberhasilan kegiatan belajar
mengajar khususnya, matematika. Proses kegiatan pembelajaran, dengan model
cooperative learning membutuhkan perhatian demi tercapainya peningkatan hasil
belajar. Salah satu faktor tersebut adalah proses kegiatan pembelajaran yang
melibatkan guru dan siswa. Dalam proses pembelajaran, intinya adalah kegiatan
belajar para peserta didik (Sudjana,1990: 153 ).
Pemerintah Indonesia melalui Deperteman Pendidikan Nasional telah
melaksanakan berbagai cara untuk mengembangkan sistem Pendidikan yaitu

4
dengan mengeluarkan Undang-undang No 20 Tahun 2003 tentang sistem
pendidikan Nasional. Undang-undang No 20 tahun 2003 ayat 1 menyebutkan
bahwa Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara (Depdiknas,2003:1)
Masalah pendidikan merupakan hal yang sangat komplek, ini berarti
dalam pencapaian tujuan terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi proses
pendidikan, salah satunya adalah proses belajar mengajar yang melibatkan guru
dan siswa. Sudjana (2002:153) berpendapat bahwa inti dari proses pengajaran
adalah kegiatan belajar peserta didik. Tinggi rendahnya kadar kegiatan belajar
banyak dipengaruhi oleh pendekatan mengajar yang digunakan oleh sebab itu
pendekatan belajar yang baik hendaknya melibatkan peserta didik untuk aktif
dalam kegiatan belajar mengajar.
Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis tertarik untuk meneliti
secara lebih mendalam mengenai pengaruh media televisi terhadap hasil belajar
yang dapat diperoleh siswa pada mata pelajaran IPS, yang dirumuskan dalam
kalimat judul :
PENERAPAN COOPERATIVE LEARNING DENGAN MEMANFAATKAN
MEDIA TELEVISI PADA BIDANG STUDI IPS MATERI” PERISTIWA
ALAM DI INDONESIA DAN DI NEGARA TETANGGA ” UNTUK
MENINGKATKAN KEAKTIFAN DAN HASIL BELAJAR SISWA
KELAS VI SDN WALIDONO 03 PRAJEKAN BONDOWOSO
SEMESTER GENAP TAHUN AJARAN 2008/2009

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini yaitu :
1. Bagaimana pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial melalui penggunaan media
televisi untuk meningkatkan keaktifan dan hasil belajar pada siswa kelas VI

5
SDN Walidono 03 Prajekan Bondowoso semester genap tahun pelajaran
2008/2009?
2. Apakah pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial melalui penggunaan media
televisi dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar pada siswa kelas VI
SDN Walidono 03 Prajekan Bondowoso semester genap tahun pelajaran
2008/2009?
3. Bagaimana efektivitas penerapan metode cooperative learning dengan
penerapan media televisi dalam bidang studi IPS di kelas VI SDN Walidono
03 Prajekan Bondowoso semester genap tahun pelajaran 2008/2009?

1.3 Tujuan Penelitian


Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :
1. Mengkaji sejauhmana pembelajaran Ilmu
Pengetahuan Sosial melalui penggunaan media televisi untuk meningkatkan
keaktifan dan hasil belajar pada siswa kelas VI SDN Walidono 03 Prajekan
Bondowoso semester genap tahun pelajaran 2008/2009.
2. Mengkaji lebih jauh pembelajaran Ilmu
Pengetahuan Sosial melalui penggunaan media televisi dapat meningkatkan
keaktifan dan hasil belajar pada siswa kelas VI SDN Walidono 03 Prajekan
Bondowoso semester genap tahun pelajaran 2008/2009.
3. Untuk mengkaji ada tidaknya peningkatan aktifitas
dan hasil belajar bidang studi IPS melalui penerapan model cooperative
learning dengan teknik penerapan media televisi.
4. Meningkatkan kemampuan guru dalam penerapan
metode cooperative learning dengan penerapan media televisi pada
pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial.
5. Untuk membantu siswa dalam memecahkan
masalah-masalah yang timbul pada pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial
yang ada di kelas VI.

6
6. Untuk meningkatkan kualitas pembelajaran IPS
melalui model pembelajaran cooperative learning dengan penerapan media
televisi.
7. Agar guru dapat meningkatkan strategi
pembelajaran IPS dengan model yang tepat guna untuk mencapai tujuan
dalam pembelajaran.

1.4 Hipotesis Penelitian


Dalam penelitian, hipotesis berfungsi sebagai jawaban sementara terhadap
masalah yang akan diteliti atau merupakan dugaan yang belum diteliti
kebenarannya. Dari latar belakang di atas, maka hipotesis alternatifnya yaitu :
 Penerapan model Cooperative Learning dengan teknik penerapan media
televisi dalam bidang studi IPS di kelas VI SDN Walidono 03 Prajekan
Bondowoso semester genap tahun pelajaran 2008/2009 dapat meningkatkan
keaktifan belajar dan hasil belajar siswa.

1.5 Definisi Operasional


Agar tidak terjadi kesalahan penafsiran yang akan digunakan dalam penelitian
ini maka penting untuk menentukan definisi operasional. Adapun hal yang
perlu didefinisikan secara operasional sebagai berikut :

1. Media pembelajaran adalah alat atau teknik yang digunakan dalam rangka
lebih mengaktifkan komunikasi dan interaksi antara guru dan siswa dalam
proses pendidikan dan pengajaran di sekolah agar tidak terjadi kesesatan
dalam proses komunikasi, maka kita membutuhkan suatu alat yang disebut
media. Media yang dapat digunakan untuk proses belajar mengajar ada
beberapa macam seperti media gambar, peta, media peraga dan lain-lain.
Audio visual televisi termasuk media yang lahir dari revolusi teknologi
komunikasi yang dapat digunakan untuk tujuan-tujuan pendidikan. Maksud
dari penggunaan televisi adalah penggunaan media pembelajaran yang dapat
dimanfaatkan dan digunakan secara optimal sehingga pesan atau informasi
pelajaran dapat di serap dan dipahami oleh siswa, sehingga dapat
meningkatkan hasil belajar siswa.

7
2. Aktivitas belajar merupakan proses kegiatan belajar mengajar yang
melibatkan interaksi antara siswa dengan sesamanya, antara siswa dengan
guru sehingga dapat terjadi komunikasi yang baik di dalam kelas. Dengan
adanya komunikasi yang baik di kelas diharapkan dapat memberikan dampak
yang positif bagi siswa berupa peningkatan hasil belajar.
3. Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki oleh siswa setelah dia
menerima pengalaman belajar. Hasil belajar berupa perubahan tingkah laku
yang menyangkut bidang kognitif, afektif dan psikomotorik (Sudjana, 1990).
Hasil belajar yang diperoleh oleh siswa setelah mengikuti proses pembelajaran
tidak terbatas dari segi pengetahuan dan pemahaman saja, tetapi juga meliputi
sikap dan ketrampilannya. Fungsi utama di prestasi belajar yang merupakan
hasil belajar siswa antara lain adalah :
1. sebagai indikator kualitas dan kuantitas pengetahuan yang dikuasai siswa;
2. sebagai pemuasan hasrat ingin tahu;
3. sebagai bahan informasi dalam inovasi pendidikan dengan asumsi dapat
dijadikan pendorong bagi peserta didik dalam meningkatkan ilmu
pengetahuan dan teknologi dan berperan sebagai umpan balik dalam
meningkatkan mutu pendidikan;
4. sebagai indikator intern dan ekstern dari institusi pendidikan;
5. dapat dijadikan indikator terhadap daya serap peserta didik (Arifin, 1991).
Hasil yang diperoleh dari pengetahuan dan keterampilan, perubahan sikap dan
perilaku dapat terjadi karena interaksi antara pengalaman baru dengan
pengalaman yang dialami sebelumnya.

1.6 Manfaat Penelitian


Pelaksanaan penelitian ini diharapkan akan memberikan beberapa
manfaat, yaitu :
1. Bagi peningkatan kualitas pembelajaran, penelitian ini diharapkan
memberikan sumbangan bagi peningkatan kualitas pembelajaran IPS di
sekolah.

8
2. Bagi tenaga pendidikan, sebagai kontribusi untuk mengembangkan
pendidikan khususnya di sekolah ini pada umumnya di lembaga
pendidikan lainnya.
3. Bagi guru, penggunaan media televisi dapat membantu guru dalam
menjelaskan materi dalam ruang luas.
4. Bagi siswa dapat memberikan motivasi untuk lebih tertarik mempelajari
IPS, sehingga dalam proses belajar mengajar siswa bersemangat dalam
menerima materi.
5. Bagi penulis, sebagai pengalaman yang sangat berharga dalam
mengembangkan strategi pembelajaran serta menambah wawasan
penelitian pendidikan.
6. Bagi peneliti lain, dapat dijadikan referensi untuk penelitian yang
selanjutnya atau penelitian yang sejenis.

9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pembelajaran IPS


Pembelajaran merupakan suatu proses belajar mengajar untuk memperoleh
pengetahuan, keterampilan dan perubahan sikap antara siswa dengan guru yang
direncanakan untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Pembelajaran adalah suatu
kombinasi yang meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan
dan prosedur yang saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan pembelajaran
(Oemar Hamalik, 1999:57). Menurut Dimyati, dkk (1999:159) pembelajaran pada
hakekatnya bertujuan untuk meningkatkan kemampuan kognitif, afektif dan
psikomotorik siswa yang dikembangkan melalui pengalaman belajar. Sehingga
dapat dikatakan bahwa pembelajaran merupakan kegiatan memberi bantuan atau
pertolongan kepada siswa agar siswa memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan
perubahan sikap atau tingkah laku setelah pembelajaran selesai.
IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial) adalah merupakan salah satu mata
pelajaran yang diberikan mulai SD sampai SMP yang mengkaji seperangkat
peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan sosial. IPS
memuat materi geografi, sejarah, sosiologi dan ekonomi (Dinas Pendidikan
Nasional, 2006: 125).
Pembelajaran IPS merupakan suatu proses kegiatan belajar mengajar
antara siswa dengan guru tentang teori yang mengkaji seperangkat peristiwa,
fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan sosial untuk mencapai
tujuan pembelajaran. Tujuan itu antara lain meningkatkan kemampuan kognitif,
afektif, dan psikomotor yang dikembangkan melalui pengalaman belajar. Jadi
pembelajaran IPS tidak hanya menuntut siswa untuk menghafal dan memahami

10
peristiwa, fakta dan konsep saja tetapi siswa juga harus mampu mengaplikasikan
suatu makna materi IPS ke dalam kehidupan sehari-hari.

Adapun ruang lingkup dalam pembelajaran IPS tersebut diatas adalah


sebagai berikut :

“Peristiwa Alam di Indonesia dan di Negara Tetangga”

 Peristiwa alam di Indonesia


• Keadaan alam wilayah Indonesia
• Peristiwa alam yang menguntungkan dan merugikan
• Peristiwa alam yang terjadi di Indonesia
• Daerah rawan bencana di Indonesia
 Daerah rawan gempa
 Daerah pertemuan antarlempeng
 Daerah patahan
 Daerah titik-titik gunung berapi
 Daerah rawan kebakaran hutan dan banjir
 Peristiwa alam di negara-negara tetangga
• Peristiwa alam negara-negara tetangga
 Malaysia
 Singapura
 Filipina
 Thailand
 Brunei Darussalam
• Bencana alam yang terjadi di negara-negara
tetangga
• Sikap peduli terhadap bencana alam

11
Gejala Alam di Indonesia
Dan Negara Tetangga

terjadi di

Darat Laut

Terdapat berbagai
peristiwa alam

antara lain banjir,


ombak besar, gempa

Memengaruhi kondisi alam dan


kondisi sosial penduduk

Adapun tujuan dari pembelajaran IPS dengan materi “Peristiwa Alam di


Indonesia dan di Negara Tetangga” adalah siswa diharapkan dapat :

12
1. Menemutunjukkan pada peta letak dan nama negara-negara tetangga
Indonesia
2. Menguraikan gejala (peristiwa) alam yang terjadi di Indonesia
3. Menguraikan gejala (peristiwa) alam yang terjadi di negara-negara
tetangga
4. Membandingkan ciri-ciri gejala alam Indonesia dengan negara-negara
tetangga
5. Menemutunjukkan jenis bencana alam di Indonesia dan faktor
penyebabnya
6. Mendeskripsikan kondisi akibat dari adanya bencana alam
7. Menjelaskan cara-cara menghadapi bencana alam

2.2 Model Pembelajaran


Media diartikan sebagai alat bantu atau media komunikasi, yaitu segala
sesuatu yang membawa informasi (pesan-pesan) dari sumber informasi
kepenerimanya (Hamalik, 1994:22-23).
Pendapat lain menyebutkan media adalah bagian yang tidak terpisahkan
dari proses pembelajaran demi terciptanya tujuan pendidikan (Arsyad, 1997:2).
Media pendidikan juga merupakan seperangkat alat bantu atau pelengkap yang
digunakan oleh guru atau pendidik dalam rangka berkomunikasi dengan siswa
atau peserta didik (Danim, 1994:12).
Berdasarkan pengertian media diatas dapat disimpulkan bahwa media
adalah segala sesuatu yang memberikan pesan kepada penerima dalam proses
pembelajaran guna tercapainya tujuan pendidikan.
Jenis media pembelajaran meliputi :
a. Papan tulis;
b. Bulletin board dan display;
c. Gambar dan ilustrasi fotografi;
d. Slide dan filmstrip;
e. VCD;
f. Rekaman pendidikan;

13
g. Radio;
h. Televisi;
i. Peta dan globe;
j. Buku pelajaran;
k. Overhead projector;
l. Tape recorder.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan perlunya media pendidikan dalam
kegiatan pembelajaran seperti tersebut dibawah ini :
1. Terlalu, benda yang terlalu besar tentu tidak mungkin dihadirkan secara
langsung didalam kelas;
1 Beberapa obyek organisme atau benda yang terlalu kecil seperti protozoa dan
bakteri tidak mungkin diamati tanpa menggunakan media tertentu, misalnya
mikroskop;
2 Gejala-gejala yang terlalu lambat gerakan atau perubahannya tidak mudah
dilihat. Dengan media pendidikan, misal fotografi, maka gejala tersebut dapat
dipelajari, diamati atau terekam;
3 Benda-benda dan hal-hal yang proses terjadinya terlalu cepat, sukar diamati.
Dengan menggunakan media pendidikan, maka akan dapat diperlambat;
4 Hal-hal yang terlalu kompleks dapat disederhanakan;
5 Bunyi suara yang terlalu halus yang tidak mungkin didengar, dengan media
pendidikan dapat didengar
6 Hal-hal lain seperti iklim, terbentuknya sebuah lembah, tiupan angin,
pergantian musim dan hal-hal lain dapat dilihat proses terjadinya
menggunakan media pendidikan tertentu (Hamalik,2004).
Mengingat IPS merupakan salah satu mata pelajaran yang penting untuk
diajarkan dan merupakan mata pelajaran yang kurang diperhatikan oleh siswa,
maka guru yang profesional akan berusaha untuk menarik siswa dengan berbagai
cara, yaitu dengan penggunaan alat bantu. Media pendidikan merupakan alat
untuk membantu pengajar atau siswa dalam proses kegiatan belajar mengajar.
Pengajar atau guru sangat dominan peranannya atau memegang kendali
dalam kegiatan belajar mengajar yang dilaksanakan. Pandangan bahwa media
pendidikan merupakan salah satu sumber belajar karena mampu menyampaikan

14
pesan-pesan instruksional kepada siswa adalah salah satu prinsip yang penting
dalam teknologi pendidikan (Endang Sunaryo, 1996:4).

2.3 Pengaruh Penggunaan Media Televisi Terhadap Hasil Belajar


Metodologi pengajaran adalah metode dan teknik yang digunakan guru
dalam melakukan interaksinya dengan siswa agar bahan pengajaran sampai
kepada siswa, sehingga siswa menguasai tujuan pengajaran.
Dalam metodologi pengajaran ada dua aspek yang paling menonjol yakni
metode mengajar dan media pengajaran sebagai alat bantu mengajar. Sedangkan
penilaian adalah alat untuk mengukur atau menentukan taraf tercapai – tidaknya
tujuan pengajaran (Sudjana dkk, 2002:1).
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kedudukan media pengajaran
sebagai alat bantu mengajar ada dalam komponen metodologi, sebagai salah satu
lingkungan belajar yang diatur oleh guru.
Teknologi pendidikan mempunyai karakteristik tertentu yang sangat
relevan bagi kepentingan pendidikan. Teknologi pendidikan memungkinkan
adanya :
1. Penyebaran informasi secara luas, merata, cepat, seragam dan terintegrasi,
sehingga dengan demikian pesan dapat disampaikan sesuai dengan isi
yang dimaksud.
2. Teknologi pendidikan dapat menyajikan materi secara logis, ilmiah dan
sistematis serta mampu melengkapi, menunjang, memperjelas konsep-
konsep, prinsip-prinsip atau proposisi materi pelajaran.
3. Teknologi pendidikan menjadi partner guru dalam rangka mewujudkan
proses belajar mengajar yang efektif, efisien dan produktif sesuai dengan
kebutuhan dan tuntutan anak didik.
4. Teknologi pendidikan dapat dimanfaatkan sebagai sumber belajar, dapat
menyajikan materi secara lebih menarik, lebih-lebih jika disertai dengan
kemampuan pemanfaatannya (Danim, 1994:3-4).

Sungguh pun demikian media sebagai alat dan sumber pengajaran tidak
bisa menggantikan guru sepenuhnya, artinya media tanpa guru suatu hal yang

15
mustahil dapat meningkatkan kualitas pengajaran. Peranan guru masih tetap
diperlukan sekalipun media telah merangkum semua bahan yang telah diperlukan
oleh siswa.
Media televisi ataupun media audio visual lainnya yang digunakan dalam
proses pembelajaran memiliki kelebihan atau kebaikan. Kelebihan dari media ini
adalah :

1. Menarik minat atau perhatian siswa untuk belajar;


2. Demonstrasi yang sulit untuk diperagakan bisa direkam sebelumnya;
3. Menghemat waktu karena bisa diputar ulang;
4. Bisa mengamati gambar yang bergerak;
5. Keras lemahnya bisa diatur;
6. Gambar yang belum jelas bisa dihentikan sejenak;
7. Ruangan tidak perlu digelapkan (Sardiman, 1996).

IPS di Sekolah Dasar merupakan mata pelajaran yang membutuhkan


penanaman konsep dasar dengan melibatkan peristiwa nyata di sekeliling kita
sebagai sumber belajar. Oleh karena itu media televisi sangatlah tepat untuk
membantu minat siswa menghadirkan peristiwa nyata ke lingkungan belajar /
kelas sehingga siswa merasa senang dan aktif dalam belajar. Dukungan terhadap
isi bahan pelajaran yang artinya bahan pelajaran yang sifatnya fakta, prinsip,
konsep dan generalisasi sangat memerlukan bantuan media agar lebih mudah
dipahami siswa, sangat jelas sekali bahwa penggunaan media televisi sangatlah
berpengaruh terhadap hasil belajar siswa.
Dari pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa penggunaan media
televisi sangat efektif dalam proses pembelajaran. Hal ini dikarenakan
penggunaan media ini tidak memerlukan waktu yang lama dan penggunaannya
dapat dikontrol oleh guru. Bukan hanya itu saja, media televisi ini dapat
meningkatkan kreatifitas berpikir siswa sehingga dapat meningkatkan hasil belajar
siswa.
Dari uraian diatas dapat diketahui bahwa pemilihan metode dan media
yang digunakan dalam proses belajar mengajar dapat mempengaruhi hasil belajar
siswa. Walaupun pengajaran menggunakan metode diskusi, namun jika dibantu

16
dengan menggunakan media akan berpengaruh terhadap hasil belajar siswa.
Menjalankan metode pengajaran untuk memperbaiki mutu pelajaran harus
didukung berbagai fasilitas, sumber dan tenaga pembantu. Belajar dengan
menggunakan televisi membuat siswa menjadi ikut berpikir sehingga muncul
berbagai pertanyaan, berangkat dari situ siswa menjadi aktif dan tidak bosan
untuk mengikuti pelajaran IPS, sehingga IPS bukan lagi dianggap sebagai
pelajaran yang membosankan.

2.4 Hasil Belajar (Prestasi Belajar )


Prestasi belajar adalah keberhasilan yang dicapai dalam belajar dapat
ditunjukkan dengan adanya perubahan tingkah laku yang mengarah penguasaan
pengetahuan, kecakapan dan kebiasaan serta sikap, berkat adanya pengalaman
latihan. Prestasi belajar atau hasil yang telah dicapai sebagai akibat dari kegiatan
belajar dapat dilihat dari perubahan tingkah laku siswa. Perubahan itu terjadi
melalui proses dari belum tahu menjadi tahu. Jadi seseorang yang telah banyak
mengalami perubahan berarti dia sudah banyak belajar. Akan tetapi bukan berarti
bahwa setiap perubahan merupakan hasil dari belajar. Perubahan-perubahan hasil
tersebut adalah perubahan dalam bidang pemahaman, kebiasaan dan sikap.
Sebagaimana dikemukakan oleh Roestiyah (1982 : 140) bahwa, “hasil belajar
adalah perubahan individu dalam hal kebiasaan, pengetahuan dan sikap”.
Disamping itu menurut Winkel (1986:102) “perubahan hasil belajar adalah
terjadinya perubahan yang dapat diketahui dalam prestasi belajar yang dihasilkan
oleh siswa terhadap pertanyaan atau soal atau tugas-tugas yang diberikan oleh
guru”. Sumartono (1991:18) juga berpendapat bahwa “prestasi belajar adalah
suatu nilai yang menunjukkan hasil belajar yang dicapai sesuai dengan
kemampuan siswa dalam mengerjakan sesuatu pada saat tertentu”.
Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar mata
pelajaran IPS adalah suatu bukti keberhasilan yang dicapai sebagai hasil belajar
atau pengalaman latihan pada program IPS. Sedangkan prestasi belajar yang
digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini meliputi nilai harian.

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRESTASI BELAJAR

17
Prestasi belajar merupakan hasil dari perbuatan individu sendiri yang
belajar. Sebab pada dasarnya prestasi merupakan hasil belajar siswa yang dicapai
dari kegiatan belajar mata pelajaran IPS di sekolah. Dalam kegiatan sudah barang
tentu akan ada faktor penghambat atau penunjang, maka seberapa jauh faktor-
faktor tersebut saling mempengaruhi tergantung dari jenis kegiatan yang
dilakukan.
Dengan mempengaruhi faktor-faktor penghambat dalam belajar, maka
guru siswa hendaknya mampu mengatasi hambatan-hambatan itu untuk mencapai
tujuan pengajaran atau tujuan pendidikan. Sumadi Suryabrata (1982 : 6-13)
mengatakan bahwa, “faktor-faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar
adalah faktor dari dalam diri siswa dan faktor dari luar siswa”.

Secara rinci faktor-faktor tersebut diuraikan sebagai berikut :


1. Faktor dari dalam diri siswa
Faktor dari dalam diri siswa meliputi faktor fisiologis dan faktor psikologis.
Faktor fisiologis adalah faktor yang berhubungan dengan jasmaniah siswa,
sedangkan faktor psikologis adalah faktor yang berhubungan dengan rohaniah
siswa.
• Faktor fisiologis
Hal ini sangat berpengaruh pada umumnya adalah faktor kesegaran
jasmaniah, misalnya kelelahan, kekurangan gizi dan tidak kalah
pentingnya adalah kondisi panca indra. Seseorang yang belajar dalam
keadaan lelah akan berbeda dengan orang yang belajar dengan kondisi
segar. Demikian juga anak yang kekurangan gizi akan lekas lelah dan
mudah mengantuk pada waktu menerima pelajaran jika dibanding dengan
anak yang tidak kekurangan gizi. Pendengaran dan penglihatan juga sangat
berpengaruh, karena dalam belajar kita memfungsikan kedua alat indera
tersebut untuk membaca, melihat contoh atau metode, mendengarkan
penjelasan guru, mendengarkan ceramah dan lain sebagainya.
• Faktor psikologis

18
Hal yang utama berpengaruh dalam belajar adalah minat, kecerdasan,
bakat, motivasi dan kemampuan berpikir kognitif. Secara singkat faktor-
faktor tersebut diuraikan sebagai berikut :
• Minat
Seseorang yang tidak berminat untuk mempelajari sesuatu tidak dapat
diharapkan bahwa dia akan berhasil dengan baik dalam mempelajari
hal tersebut.
• Kecerdasan
Kecerdasan besar peranannya dalam berhasil tidaknya seseorang
mempelajari sesuatu atau mengikuti program pendidikan. Orang cerdas
cenderung lebih mampu belajar daripada yang tidak.
• Bakat
Selain kecerdasan faktor lain yang menunjang adalah bakat, seseorang
yang belajar sesuai dengan bakatnya lebih besar kemungkinan ia akan
berhasil.
• Motivasi
Motivasi adalah kondisi psikologis yag mendorong seseorang
melakukan sesuatu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil belajar
akan meningkat jika motivasi belajar bertambah. Ada dua motif yaitu :
motif intrinsik yang ditimbulkan dari dalam diri orang yang
bersangkutan, sedangkan motif ekstrinsik adalah motif yang berasal
dari luar diri orang bersangkutan.
• Kemampuan kognitif
Hal yang utama dalam hal ini adalah persepsi, ingatan dan berpikir.
Karena kemampuan seseorang dalam melakukan persepsi, dalam
mengingat dan dalam berpikir besar pengaruhnya terhadap hasil
belajar.
2. Faktor dari luar diri siswa
Sumadi Suryabrata (1989 : 8-10) mengatakan bahwa “faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi prestasi belajar dari luar diri siswa terdiri dari faktor
lingkungan dan instrumental”. Secara singkat faktor-faktor tersebut adalah
sebagai berikut :

19
• Faktor lingkungan
Faktor lingkungan dibedakan menjadi dua yaitu lingkungan alami dan
sosial. Lingkungan alami meliputi keadaan suhu dan kelembaban, karena
seseorang yang belajar dalam keadaan suhu yang segar akan mendapatkan
hasil yang lebih baik. Di Indonesia orang cenderung berpendapat bahwa
belajar pada pagi hari akan lebih baik hasilnya daripada belajar pada sore
hari. Sedangkan lingkungan sosial yang mempengaruhi belajar seperti
suara pabrik, hiruk-pikuk lalu lintas dan orang mondar-mandir di sekitar
orang yang sedang belajar. Oleh karena itu dalam belajar hendaknya
diusahakan untuk memperhatikan kondisi lingkungan sosial ini.
• Faktor instrument
Faktor instrument dibedakan menjadi dua bagian yaitu faktor yang
berwujud keras seperti gedung, perlengkapan belajar, dan alat-alat
praktikum dan sebagainya. Sedangkan kedua faktor lunak seperti
kurikulum program, pedoman-pedoman belajar dan sebagainya. Pada
faktor ini hendaknya penggunaannya disesuaikan dengan hasil belajar
yang diharapkan.
Kualitas pembelajaran adalah kualitas proses pembelajaran dan hasil
belajar. Kualitas proses dapat diketahui dari keaktifan siswa dalam proses belajar
mengajar, kualitas hasil dapat diketahui dari tes hasil belajar atau ketuntasan hasil
belajar.
Ketuntasan hasil belajar adalah penguasaan penuh dari peserta didik
terhadap bahan yang telah diajarkan. Untuk mengetahui sampai sejauh mana
proses belajar mengajar mencapai ketuntasan hasil belajar maka perlu dilakukan
tes hasil belajar (Arikunto, 1989: 228).
Tes hasil belajar adalah salah satu alat ukur yang paling banyak digunakan
untuk menentukan efektivitas dalam proses pembelajaran. Menurut Winataputra
dan Rosita adalah sebagai berikut :
a. Tes hasil belajar harus dapat mengukur apa-apa yang dipelajari dalam
proses pembelajaran sesuai dengan tujuan institusional yang tercantum
dalam kurikulum yang berlaku.

20
b. Tes hasil belajar disusun sedemikian rupa sehingga benar-benar
mewakili bahan yang telah dipelajari.
c. Bentuk pertanyaan tes hasil belajar hendaknya disesuaikan dengan
aspek-aspek tingkat belajar yang diharapkan.
d. Tes hasil belajar hendaknya dapat digunakan untuk memperbaiki
proses belajar mengajar berikutnya.
Menurut Rosyada (2004 :60-73) bahwa tujuan pendidikan yang ingin
dicapai dalam suatu pembelajaran terdiri dari 3 aspek yaitu : bidang kognitif,
afektif dan psikomotorik. Ketiga aspek tersebut merupakan satu kesatuan yang
tidak terpisahkan yang harus nampak sebagai hasil belajar. Adapun unsur-unsur
yang terdapat dalam ketiga aspek tersebut adalah sebagai berikut :
1. Kompetensi kognitif
a. Pengetahuan hafalan (knowledge) yaitu pengetahuan yang sifatnya
faktual, merupakan jembatan untuk menguasai tipe hasil belajar lainnya.
b. Pemahaman (comprehention) yaitu kemampuan menangkap makna
atau arti dari suatu konsep.
c. Penerapan (application), kesanggupan menerapkan dan
mengabtraksikan suatu konsep, ide, rumus, hukum, dalam situasi yang
baru, misalnya memecahkan persoalan dengan menggunakan rumus
tertentu.
d. Analisa, yaitu kesanggupan memecahkan, menguasai, suatu
integritas (kesatuan yang utuh) menjadi unsur atau bagian yang
mempunyai arti
e. Sintesis, yaitu kesanggupan menyatukan unsur atau bagian menjadi
satu integritas
f. Evaluasi, yaitu kesanggupan memberikan keputusan tentang nilai
sesuatu berdasarkan pendapat yang dimilikinya dan kriteria yang
dipakainya.
2. Kompetensi afektif
Perilaku atau kecakapan afektif terbagi lima level, yang secara graduatif level
yang lebih tinggi dipengaruhi level-level di bawahnya. Adapun kelima level
tersebut antara lain :

21
a. Receiving (attending) yaitu kepekaan dalam menerima rangsangan
dari luar yang datang pada siswa, baik dalam bentuk masalah, situasi dan
gejala.
b. Responding yaitu reaksi yang diberikan seseorang terhadap
stimulus dari luar.
c. Valuing yaitu berhubungan dengan nilai dan kepercayaan terhadap
stimulus.
d. Organisasi yaitu pengembangan nilai kedalam satu system
organisasi, termasuk menentukan hubungan satu nilai dengan nilai lainnya
dan kemantapan prioritas yang dimilikinya.
e. Karakteristik nilai yaitu keterpaduan dari semua nilai yang telah
dimiliki seseorang yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah laku.
3. Kompetensi psikomotorik
Hasil belajar bidang psikomotorik tampak dalam bentuk ketrampilan dan
kemampuan bertindak individu. Psikomotorik lebih pada implementasi nilai
dalam bentuk tindakan dan perilaku yang dimulai dari pengamatan, peniruan,
pembiasaan dan penyesuaian. Kompetensi psikomotorik terbagi empat level
dan secara graduatif yang lebih tinggi dipengaruhi oleh level-level di
bawahnya. Adapun empat level psikomotorik yaitu sebagai berikut :
a. Abserving; yakni mengamati proses, memberikan perhatian
terhadap step-step dan teknik-teknik yang dilalui dan yang digunakan
dalam menyelesaikan sebuah pekerjaan atau mengartikulasikan sebuah
perilaku.
b. Imitating, yakni mengikuti semua arahan, tahap-tahap dan teknik-
teknik yang diamatinya dalam menyelesaikan sesuatu, dengan penuh
kesadaran dan dengan usaha yang sungguh-sungguh untuk level ini perlu
dukungan yang sungguh-sungguh.
c. Practicising, mengulang tahap-tahap dan teknik-teknik yang dicoba
diikutinya itu, sahingga menjadi kebiasaan.
d. Adapting , yakni melakukan penyesuaian individual terhadap
tahap-tahap dan teknik-teknik yang telah dibiasakan, agar sesuai dengan
kondisi dan situasi pelaku sendiri.

22
Berkenaan dengan uraian di atas, Hariyono mengatakan (1945:6-14)
bahwa hasil belajar yang sangat serius dapat bermanfaat dalam mengantisipasi
kehidupan sehari-hari dan dimasa mendatang. Belajar yang berhasil mendorong
kita melatih semua aspek intelektual yaitu rasa ingin tahu dan semangat meneliti,
memiliki seperangkat logika, ekspresi diri dan komunikasi serta kebiasaan
skeptisme dan kritisme.

Hasil Belajar Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial


Keberhasilan seseorang setelah ia mengalami proses belajar selama satu
periode tertentu disebut hasil belajar ( Nurkancana dan Sumartana 1992:11 ).
Pendapat lain menyatakan bahwa hasil peserta didik setelah ia menerima
pengalaman belajarnya atau pada hakekatnya belajar adalah perubahan tingkah
laku peserta didik setelah melakukan belajar yang biasanya ditunjukkan dengan
angka atau nilai ( sudjana, 2002: 22 )
Jadi hasil belajar Ilmu Pengetahuan Sosial adalah keberhasilan setelah
mengalami proses belajar berupa materi pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial.
Peserta didik dinyatakan berhasil dalam proses perkembangan apabila
tujuan pembelajarannya tercapai sebagai kegiatan yang berupaya untuk
mengetahui tingkat keberhasilan peserta didik dalam mencapai tujuan yang
ditetapkan, dalam mencapai tujuan yang ditetapkan maka evaluasi hasil belajar
peserta didik secara umum dapat diklasifikasikan menjadi tiga yaitu kognitif,
afektif, psikomotorik.
Hasil belajar yang akan diukur dalam penelitian ini , adalah ranah kognitif.
Hal ini dilakukan karena ranah kognitif yang paling cocok dengan materi yang
diterapkan. Menurut Bloom ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar
intelektual yang terdiri dari 6 aspek, yaitu pengetahuan atau ingatan, pemahaman,
analisis, penilaian dan aplikasi. Sedangkan menurut Depdiknas ( 2004 : 2 )
menyebutkan bahwa kemampuan kognitif adalah kemampuan berpikir secara
hirarkis terdiri dari pengetahuan, pemahaman aplikasi, analisis, sintesis dan
evaluasi.
Hasil belajar Ilmu Pengetahuan Sosial adalah keberhasilan siswa setelah
mengalami proses belajar berupa materi pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial. Siswa

23
dinyatakan berhasil dalam proses pembelajaran apabila tujuan pembelajarannya
tercapai. Sebagai kegiatan yang berupaya untuk mengetahui tingkat keberhasilan
siswa dalam mencapai tujuan yang ditetapkan, maka evaluasi hasil belajar
memiliki sasaran berupa ranah-ranah yang terkandung dalam tujuan. Ranah tujuan
pendidikan berdasarkan hasil belajar siswa secara umum dapat diklasifikasikan
menjadi tiga yaitu : ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik
(Dimyati dan Moedjiono, 2002: 201).
Menurut Bloom ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar, intelektual
yang terdiri dari enam aspek, yaitu pengetahuan dan ingatan, pemahaman,
analisis, sintesis, penilaian, dan aplikasi. Ranah afektif terdiri dari lima aspek,
yaitu sikap menerima, memberikan respon, penilaian, organisasi dan internalisasi.
Sedangkan untuk ranah psikomotorik berkenaan dengan hasil balajar ketrampilan
atau kemampuan bertindak. Ranah ini terdiri dari enam aspek, yaitu gerakan
reflek, ketrampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual, keharmonisan, atau
ketepatan gerakan, ketrampilan komplek, dan gerakan ekpresif dan interaktif
(Sardirman, 2000: 23-24).

2.5 Aktivitas Belajar


Proses kegiatan belajar mengajar yang baik salah satunya ditandai dengan
adanya interaksi antara siswa dengan sesamanya, antara siswa dengan guru
sehingga dapat terjadi komunikasi yang baik di dalam kelas. Dengan adanya
komunikasi yang baik di kelas diharapkan dapat memberikan dampak yang positif
bagi siswa. Dampak positif yang diharapkan dari komunikasi yang baik ini antara
lain :
1. siswa berani untuk mengajukan pertanyaan.
2. siswa dapat mengemukakan dan mempertahankan pendapatnya dengan
alasan-alasan yang kuat.
3. siswa berani menjawab pertanyaan, baik pertanyaan dari guru ataupun
pertanyaan dari siswa lain.
4. siswa teliti dalam menganalisis dan mengkaji suatu masalah.
5. siswa dapat mengambil keputusan.
6. siswa dapat menarik suatu kesimpulan dari suatu masalah.

24
Menurut Paul B. Dierich dalam Sardiman, (Sardiman, 2000:17)
mengklasifikasikan jenis-jenis aktivitas siswa menjadi 8 golongan antara lain :
1. Visual activities yang meliputi kegiatan membaca dan memperhatikan.
2. Oral activities yang meliputi kegiatan bertanya, mengemukakan
pendapat, berdiskusi, dan memberi saran.
3. Listening activities yang meliputi kegiatan mendengarkan.
4. Writing activities yang meliputi kegiatan menyalin, dan menulis laporan.
5. Drawing activities yaitu kegiatan menggambar.
6. Motor activities yaitu kegiatan melakukan percobaan.
7. mental activities yang meliputi kegiatan menanggapi, mengingat,
memecahkan soal, dan menganalisa.
8. Emotional activities yaitu kegiatan menaruh minat.
Aktivitas siswa yang dapat diamati dalam pembelajaran ini adalah
aktivitas bertanya dan menjawab pertanyaan (oral activities) dan aktivitas
memperhatikan kegiatan pembelajaran (visual activities). Oleh karena itu, dalam
pelaksanaan pembelajaran, guru harus menentukan terlebih dahulu media yang
cocok untuk diterapkan dalam materi yang disampaikan.
Penggunaan media televisi dimungkinkan dapat diterapkan dalam
pembelajaran IPS, karena dalam penggunaan media televisi ini memuat semua
komponen yang dapat mendukung aktivitas siswa di kelas secara maksimal,
sehingga dampak positif yang diharapkan berupa keaktifan dan hasil belajar yang
baik dapat terwujud.

25
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian


Penelitian ini dirancang sebagai penelitian tindakan kelas (PTK). Untuk itu
desain penelitian lebih bersifat deskriptif. Penelitian tentang pembelajaran Model
Cooperative Learning dengan Teknik Penerapan Media Televisi pada bidang
studi IPS ini disamping mengkaji perubahan hasil belajar juga mengkaji aktivitas
Ide eksperimen
dan keefektifan model pembelajaran tersebut. Rancangan penelitian yang
digunakan untuk mengkaji model pembelajaran Model Cooperative Learning
dengan Teknik PenerapanAplikasi
Media dan
Televisi pada Hasil dan
pembelajaran IPS yaitu rancangan
perencanaan refleksi
pengambilan data analisa data
penelitian research and development dengan model siklus yang dilakukan secara
berulang dan berkelanjutan meliputi perencanaan, tindakan, observasi, dan
Perbaikan
refleksi I
yang direncanakan selama 3 siklus.

Aplikasi dan Hasil dan


perencanaan refleksi
pengambilan data analisa data

Perbaikan II

Aplikasi dan 26 Hasil dan


perencanaan refleksi
pengambilan data analisa data
Gambar: Rancangan penelitian dengan research and development (Kasbolah
1998:117)

Dengan berpedoman pada refleksi awal, maka prosedur pelaksanaan


penelitian tindakan kelas ini meliputi : perencanaan, pelaksanaan tindakan,
observasi dan refleksi dalam setiap siklus.
1. Perencanaan
Kegiatan ini meliputi :
a. Peneliti dan guru pengajar menetapkan alternative upaya peningkatan
kualitas pembelajaran
b. Secara bersama-sama tim peneliti dan guru pengajar mata pelajaran
membuat perencanaan pembelajaran
c. Melakukan latihan bersama guru pengajar dan tim peneliti, serta
mendiskusikan tentang pembelajaran
d. Membuat dan melengkapi alat media pembelajaran, seperangkat alat
evaluasi (authentic assessment) seperti membuat lembar observasi,
merencanakan bentuk tugas, dll.
e. Menyiapkan segala perangkat observasi demi kesuksesan kegiatan
penelitian yang dilengkapi pula dengan membuat lembar observasi,
lembar wawancara dan catatan bebas.
2. Pelaksanaan Tindakan

27
Kegiatan yang dilaksanakan pada tahap ini adalah melaksanakan kegiatan
pembelajaran sebagaimana yang telah direncanakan, yakni melaksanakan
pembelajaran berikut proses evaluasinya dengan menggunakan berbagai
alat evaluasi yang telah dipersiapkan sebelumnya. Kegiatan ini juga
memberikan kesempatan pada siswa untuk berpartisipasi dalam
melakukan penilaian proses terhadap kinerja temannya selama
pembelajaran berlangsung.
3. Observasi
Dalam tahap ini dilaksanakan observasi terhadap pelaksanaan tindakan
pembelajaran dengan menggunakan lembar observasi yang telah
dipersiapkan oleh tim peneliti dan pemegang mata pelajaran. Observasi ini
dilaksanakan pada saat maupun setelah proses pembelajaran berlangsung.
Pada kegiatan ini digunakan lembar observasi yang dilengkapi dengan
angket pedoman wawancara dan catatan bebas.
4. Refleksi
Data-data yang diperoleh melalui observasi dianalisis pada tahap ini.
Berdasarkan hasil observasi tersebut, peneliti bersama guru Pembina mata
pelajaran dapat merefleksikan diri tentang kegiatan pembelajaran yang
telah dilakukan. Berdasarkan hasil refleksi ini akan dapat diketahui
kelemahan kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan, sehingga dapat
digunakan untuk menentukan tindakan kelas pada siklus berikutnya.
Setelah semua aspek dipertimbangkan secara seksama dipersiapkan siklus
berikutnya, demikian seterusnya hingga tercapai target dan dikatakan
efektif atau terjadi peningkatan yang signifikan sebagaimana yang telah
ditargetkan. Penelitian ini akan dilaksanakan 3 siklus sehingga
pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini benar-benar bermanfaat dan
meningkatkan hasil belajar siswa. Apabila dalam siklus III tidak diperoleh
hasil belajar yang diinginkan maka akan diteruskan pada siklus
selanjutnya.

3.2 Tempat Penelitian

28
Tempat penelitian disini merupakan lokasi dimana penelitian itu dilakukan
dan tempat penelitian ditetapkan di SDN Walidono Kecamatan Prajekan
Kabupaten Bondowoso dengan alasan kurangnya aktifitas dan hasil belajar
khususnya dalam pelajaran IPS, sehingga dengan diterapkannya metode
cooperative learning dengan teknik penerapan media televisi diharapkan dapat
meningkatkan aktifitas dan hasil belajar siswa dan dapat menghasilkan siswa yang
berkualitas.

3.3 Subjek Penelitian


Subjek penelitian ditujukan pada seluruh siswa kelas VI SDN Walidono
Kecamatan Prajekan Kabupaten Bondowoso. Metode yang digunakan guru
sebelumnya yaitu ceramah yang membuat siswa menjadi bosan dan jenuh di
kelas. Hal ini berakibat siswa kurang maksimal dalam menerima atau memahami
materi yang diberikan oleh guru. Dengan menerapkan metode cooperative
learning dengan teknik penerepan media televisi ini diharapkan dapat
mengefektifkan pembelajaran khususnya untuk pembelajaran IPS.
Metode cooperative learning dengan teknik media televisi ini berguna
untuk meningkatkan aktifitas belajar siswa. Di samping itu alasan pemilihan
subjek ini karena melihat siswa di sekolah tersebut kurang merespon terhadap
pembelajaran yang telah disampaikan oleh guru khususnya terhadap mata
pelajaran IPS. Maka dari itu guru disini mencoba menerapkan metode cooperative
learning dengan teknik penerapan media televisi, dengan harapan nantinya akan
menghasilkan peserta didik yang berkualitas.

3.4 Metode Pengumpulan Data


Pengumpulan data bermaksud untuk mendapatkan bahan-bahan yang
relevan, akurat dan sesuai dengan tujuan penelitian. Metode yang digunakan
untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah tes, observasi, wawancara,
dan dokumentasi.

Tes

29
Tes hasil belajar yang digunakan adalah tes buatan guru, dalam hal ini tes
yang disusun oleh peneliti di sesuaikan dengan tujuan-tujuan pembelajaran. Tes
tersebut di bagi dua yaitu:
1. Pre-tes, untuk mengetahui kemampuan awal siswa tentang materi yang akan
dipelajari yang dilakukan sebelum PBM.
2. Post-tes, tes yang dilakukan setelah PBM berlangsung.

Observasi
Observasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pengamatan yang
dilakukan untuk melihat aktifitas selama proses pembelajaran IPS dengan
pembelajaran Model Cooperative Learning dengan teknik penerepan media
televisi berlangsung. Peneliti menggunakan observer sehingga peneliti dapat
memperoleh data aktifitas siswa dengan ikut berpartisipasi dalam kelas yaitu
sebagai fasilitator sehingga dapat mengendalikan situasi sesuai dengan keinginan
peneliti. Komponen aktifitas siswa selama proses pembelajaran IPS dengan model
pembelajaran cooperative learning teknik penerepan media televisi ini adalah :
1. kesiapan siswa dalam mengikuti PBM
2. keaktifan siswa dalam memperkatikan penjelasan dari guru
3. keaktifan siswa dengan teman selama diskusi kelompok
4. keaktifan siswa dalam diskusi kelas
Observasi dilakukan untuk mengkaji bagaimanakah aktifitas siswa selama
proses pembelajaran IPS dengan dengan pembelajaran model Cooperative
Learning dengan teknik penerepan media televisi pada materi ”Peristiwa Alam di
Indonesia dan di Negara Tetangga”.

Wawancara
Arikunto (2002:132) menyatakan informasi yang dibutuhkan dalam
penelitian dapat diperoleh melalui dialog antara pewawancara dan terwawancara.
Adapun pelaksanaan wawancara dapat dibedakan atas : (1) Wawancara bebas; (2)
Wawancara terpimpin; (3) Wawancara bebas terpimpin.
Wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara bebas,
yaitu wawancara dimana responden mempunyai kebebasan dalam mengutarakan

30
pendapatnya, tetapi telah dibatasi oleh patokan-patokan yang telah dibuat oleh
subjek evaluasi. Wawancara bebas ini berisi pertanyaan tentang tanggapan siswa
mengenai pembelajaran model Cooperative Learning dengan teknik penerepan
media televisi pada materi ”Peristiwa Alam di Indonesia dan di Negara Tetangga”.
Wawancara diarahkan untuk memperoleh data tentang model pembelajaran yang
diterapkan.

Dokumentasi
Arikunto (2002:135) berpendapat bahwa metode dokumentasi adalah
metode untuk mencari data mengenai hal-hal atau variable dari benda tertulis
yang berupa dokumen, transkrip, buku-buku, majalah, prasasti, catatan harian,
notulen rapat dan sebagainya. Sedangkan menurut Ali (1997:41-42), dokumentasi
adalah segala macam bentuk sumber informasi yang berhubungan dengan
dokumen baik yang resmi maupun yang tidak resmi, dalam bentuk laporan
statistik, surar-surat resmi, buku harian, dan semacamnya baik yang diterbitkan
maupun yang tidak diterbitkan.

3.5 Metode Analisis Data


Dijelaskan oleh Molpeng (1993 : 103) bahwa analisis data merupakan
proses mengorganisasikan dan mengurutkan data yang telah diperoleh dari
informan kedalam pola, kategori dan satuan uraian dasar. Penelitian ini
menggunakan analisis secara deskriptif kualitatif yaitu menggambarkan keadaan
dilapangan secara deskripsi guna mengetahui kualitas dan efektifitas penggunaan
pembelajaran model Cooperative Learning dengan teknik penerepan media
televisi dalam pembelajran IPS. Dimana dalam memperoleh data kualitatif peneliti
dapat menggunakan beberapa cara seperti observasi, wawancara, dokumentasi dan
tes yaitu dengan mengumpulkan data tersebut diatas, sehingga dapat diketahui
efektif atau tidak model pembelajaran model Cooperative Learning dengan teknik
penerepan media televisi dalam untuk meningkatkan hasil belajar siswa
khususnya mata pelajaran IPS.

31
3.6 Indikator Hasil Kerja
Indikator keberhasilan dalam penelitian ini adalah apabila :
1. Penerapan pembelajaran yang dilakukan oleh Pembina mata pelajaran
mampu meningkatkan keaktifan dan hasil belajar.
2. Proses pembelajaran dapat berjalan efektif dan produktif, yang dapat
diukur dari peningkatan keaktifan peserta didik dalam PBM, prestasi
belajar meningkat memenuhi standart ketuntasan yang ditentukan.
Ketuntasan secara klasikal sebesar 94 %, secara individual nilainya diatas
> 65.

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian


Pelaksanaan Pre Tes dan Pos Tes
Pre tes adalah tes yang dilakukan pada kondisi awal (sebelum belajar
dengan menggunakan pembelajaran model Cooperative Learning dengan teknik
penerepan media televisi pada pembelajaran IPS materi ”Peristiwa Alam di
Indonesia dan di Negara Tetangga”). Sedangkan pos tes diberikan pada siswa
setiap selesai pembelajaran dengan tujuan untuk mengetahui hasil belajar siswa.
Data skor pre tes siswa yang dilakukan sebelum pembelajaran menggunakan
pembelajaran model Cooperative Learning dengan teknik penerepan media
televisi dan pos tes (setelah pembelajaran dengan model pembelajaran ini) dapat
dilihat pada tabel berikut :
Tabel Hasil Belajar Siswa dalam PBM
Nilai Siswa 76-100 65-75 <65
Kondisi awal (Pre tes) 4 (16 %) 7 (28 %) 14 (56 %)
I 8 (32 %) 11 (44 %) 6 (24 %)
Siklus (pos tes)
II 18 (72 %) 5 (20 % ) 2 (8 % )

32
Sumber: Data penelitian (hasil pre tes dan pos tes) yang diolah.

18
16
14
12
10 Awal
Siklus I
8
Siklus II
6
4
2
0
< 65 65-75 76-100

Grafik: Perbandingan kondisi awal siswa dengan hasil belajar siswa setelah diberi
perlakuan.
Dari tabel diatas menunjukkan hasil belajar IPS siswa. Pada kondisi awal
hasil belajar siswa rendah, siswa yang mendapat nilai <65 sebanyak 14 (56 %)
siswa; Siswa yang mendapat nilai 65-75 sebanyak 7 (28 %) siswa; Siswa yang
mendapat nilai 76-100 sebanyak 4 (16 %) siswa.
Setelah menggunakan pembelajaran model Cooperative Learning dengan
teknik penerepan media televisi, hasil belajar dan aktivitas siswa meningkat tiap
siklusnya. Pada siklus I, Siswa yang mendapat nilai <65 sebanyak 6 (24 % )
siswa; Siswa yang mendapat nilai 65-75 sebanyak 11 (44 %) siswa; Siswa yang
mendapat nilai 76-100 sebanyak 8 (32 %) siswa. Ketuntasan hasil belajar pada
siklus ini 19 (76%) siswa dengan kenaikan hasil belajar 32 % dari kondisi awal.
Melihat dari ketuntasan hasil belajar pada siklus ini, perlu adanya refleksi untuk
meningkatkan hasil belajar pada pembelajaran atau siklus selanjutnya.
Pada siklus II, Siswa yang mendapat nilai <65 sebanyak 2 (8 %) siswa;
Siswa yang mendapat nilai 65-75 sebanyak 5 (20 %) siswa; Siswa yang mendapat
nilai 76-100 sebanyak 18 (72 %) siswa. Ketuntasan hasil belajar pada siklus ini 23
(92 %) siswa dengan kenaikan hasil belajar 48 % dari kondisi awal. Melihat dari
ketuntasan hasil belajar pada siklus ini sangat tinggi maka siklus dihentikan atau
tidak dilanjutkan pada siklus selanjutnya. Adanya peningkatan hasil belajar siswa

33
tiap siklusnya, maka dapat dikatakan bahwa pembelajaran model Cooperative
Learning dengan teknik penerepan media televisi dapat meningkatkan hasil
belajar siswa dalam mata pelajaran IPS.
Dari hasil observasi, diperoleh data keaktifan siswa pada kondisi awal
sebelum pembelajaran menggunakan pembelajaran model Cooperative Learning
dengan teknik penerepan media televisi dan setelah pembelajaran dengan model
pembelajaran ini, dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel Keaktifan Siswa dalam PBM
Aktifitas siswa Kurang
Sangat Aktif Aktif Tidak Aktif
Aktif
Kondisi Awal 3 (12 %) 5 (20 %) 7 (28 %) 10 (40 %)
Siklus I 8 (32 %) 9 (36 %) 4 (16 %) 4 (16 %)

Siklus II 20 (80 %) 3 (12 %) 2 (8 %) 0 (0 %)


Sumber: Data penelitian (hasil observasi) yang diolah.

20
18
16
14
12
Awal
10
Siklus I
8 Siklus II
6
4
2
0
sangat aktif aktif kurang aktif tidak aktif

Grafik : Perbandingan keaktifan pada kondisi awal siswa dengan keaktifan siswa pada
saat diberi perlakuan.

Dari tabel diatas, menginformasikan bahwa pada proses pembelajaran


yang diamati pada kondisi awal sebelum pembelajaran model Cooperative
Learning dengan teknik penerepan media televisi: sangat aktif 3 (12 %) siswa,
aktif 5 (20%) siswa, kurang aktif 7 (28 %) siswa, yang tidak aktif sebanyak 10 (40

34
%) siswa. Kondisi tersebut berubah pada proses pembelajaran model Cooperative
Learning dengan teknik penerepan media televisi. Pada siklus I, sangat aktif 8 (32
%) siswa; kategori aktif 9 (36 %) siswa; kurang aktif 4 (16 %) siswa; tidak aktif 4
(16 %) siswa. Sehingga keaktifan siswa secara keseluruhan pada siklus I yaitu 17
(68 %) siswa, yang dirasakan masih kurang aktif.
Pada siklus II, sangat aktif 20 (80 %) siswa; kategori aktif 3 (12 %) siswa;
kurang aktif 2 (8 %) siswa; tidak aktif 0 (0 %) siswa. Jadi keaktifan siswa secara
keseluruhan pada siklus ini yaitu 23 (92 %). Keaktifan siswa pada siklus ini sudah
cukup tinggi atau siswa hampir keseluruhannya telah aktif dalam PBM.
Dapat disimpulkan bahwa pembelajaran model Cooperative Learning
dengan teknik penerepan media televisi dari setiap siklusnya mengalami
peningkatan hasil belajar dan aktivitas siswa. Kondisi sebelumnya mayoritas
minat, aktifitas dan hasil belajar siswa untuk belajar IPS rendah, setelah
diterapkan pembelajaran model Cooperative Learning dengan teknik penerepan
media televisi, maka telah terjadi peningkatan secara signifikan.

4.2 Pembahasan
Adanya perbedaan hasil belajar yang signifikan ini disebabkan oleh
adanya perbedaan yang menonjol dalam hal interaksi belajar mengajar dan
motivasi yang dimiliki antara sesudah pembelajaran model Cooperative Learning
dengan teknik penerepan media televisi siswa dan sebelum pembelajaran. Hal ini
dapat diketahui dengan melihat data hasil pre tes dan pos tes siswa.
Dari data hasil observasi, yaitu dengan menggunakan 3 orang sebagai
observer ditunjukkan bahwa selama proses belajar mengajar berlangsung,
pembelajaran model Cooperative Learning dengan teknik penerepan media
televisi lebih aktif dari pada siswa sebelum pembelajaran dengan model ini. Pada
pembelajaran dengan model pembelajaran ini, siswa aktif mempelajari materi dan
mengerjakan soal latihan secara mandiri, aktif berdiskusi dengan anggota
kelompoknya, aktif bertanya, dan siswa bersemangat dalam mempresentasikan
hasil kerja kelompoknya di depan kelas. Sedangkan pada pembelajaran
sebelumnya, siswa cenderung lebih banyak menyimak dan mendengarkan

35
penjelasan dari guru, mencatat materi, dan siswa kurang bersemangat dalam
mengerjakan latihan soal yang diberikan oleh guru.
Dari data hasil wawancara, didapatkan bahwa siswa merasa senang
mengikuti pembelajaran IPS karena melalui pembelajaran model Cooperative
Learning dengan teknik penerepan media televisi mereka dapat belajar sendiri,
berdiskusi dan dapat bekerja sama dengan siswa yang lain. Sedangkan pada
pembelajaran sebelum menggunakan model pembelajaran ini menunjukkan
bahwa mereka kurang senang dan mereka merasa cepat bosan dalam mengikuti
pembelajaran, karena menurut mereka guru lebih banyak menjelaskan materi
pelajaran sedangkan siswa menyimak penjelasan dari guru, mencatat dan
mengerjakan latihan soal. Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran model
Cooperative Learning dengan teknik penerepan media televisi dapat membuat
siswa termotivasi mengikuti pembelajaran IPS, sedangkan model pembelajaran
konvensional kurang dapat membangkitkan motivasi siswa untuk mengikuti
pembelajaran IPS.
Dari masing-masing siklus menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar
dari kondisi awalnya. Bahkan pada siklus II, ketuntasan hasil belajar mencapai
95%, hal ini menunjukkan bahwa penggunaan pembelajaran model Cooperative
Learning dengan teknik penerepan media televisi mampu membuat hasil belajar
siswa lebih baik dari pada menggunakan model konvensional.
Keberhasilan penggunaan pembelajaran model Cooperative Learning
dengan teknik penerepan media televisi ini sangat tergantung pada keaktifan
siswa dalam mengembangkan potensi dan kreativitasnya pada saat kegiatan. Oleh
karena itu peran guru juga penting, yaitu untuk dapat menumbuhkan dan
memberikan motivasi agar siswa melakukan aktivitas belajar dengan baik. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Usman (dalam Dianawati, 2005:18) bahwa untuk
mencapai kondisi belajar yang efektif terdapat lima jenis variabel, yaitu : 1).
Melibatkan siswa secara aktif; 2). Menarik minat dan perhatian siswa; 3).
Membangkitkan motivasi siswa; 4). Prinsip individualitas; dan 5). Peragaan dalam
pembelajaran.
Berdasarkan pada pembahasan diatas dapat diketahui bahwa pembelajaran
model Cooperative Learning dengan teknik penerepan media televisi ini dapat

36
dijadikan alternatif untuk digunakan dalam pembelajaran IPS, khususnya materi
“Peristiwa Alam di Indonesia dan di Negara Tetangga”.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas ini, maka dapat disimpulkan
sebagai berikut :
1. Perubahan hasil belajar IPS pada materi ”Peristiwa Alam di
Indonesia dan di Negara Tetangga” dengan model pembelajaran
Cooperative Learning dengan teknik penerepan media televisi
menunjukkan peningkatan yang baik. Hal ini menunjukkan bahwa model
pembelajaran Cooperative Learning dengan teknik penerepan media
televisi dalam pembelajaran IPS baik diterapkan di Sekolah Dasar.
2. Dengan model pembelajaran Cooperative Learning dengan teknik
penerepan media televisi dalam pembelajaran IPS ini dapat meningkatkan
keaktifan, minat dan motivasi siswa dalam belajar karena siswa terlibat
langsung dalam proses penanaman konsep secara mandiri dengan
bimbingan guru.
3. Model pembelajaran Cooperative Learning dengan teknik penerepan
media televisi lebih efektif dalam pencapaian hasil belajar siswa daripada

37
menggunakan model pembelajaran konvensional karena metode
konvensional pembelajaran hanya terpusat pada guru.

5.2 Saran
Berdasarkan pemaparan dalam laporan hasil penelitian ini, ada beberapa
saran yang perlu diperhatikan, antara lain :
1. Dalam pembagian kelompok, hendaknya guru memilih anggota kelompok
yang heterogen agar siswa dapat saling berinteraksi dan saling membantu
kesulitan belajar.
2. Hendaknya guru memperhatikan kekurangan dan kelebihan dalam
pembelajaran Cooperative sehingga dapat memaksimalkan,
mengefektifkan, dan mengefisensi pembelajaran.
3. Untuk guru, karena metode ini cocok untuk siswa Sekolah Dasar maka
perlu dicobakan untuk mata pelajaran yang berbeda untuk meningkatkan
hasil belajar secara efektif dan efisien.
4. Hendaknya guru dalam menyampaikan materi menggunakan metode yang
bisa menciptakan peserta didik tidak tegang dan tidak bosan dalam
mengikuti pembelajaran.
5. Dengan memantau hasil pembelajaran ini metode Cooperative Learning
dengan teknik penerepan media televisi bisa diterapkan pada pembelajaran
selain bidang studi Ilmu Pengetahuan Sosial.
6. Guru hendaknya memperhatikan dan aktif menerapkan model
pembelajaran yang aktual sehingga menjadikan siswa aktif dan produktif.
7. Untuk guru/peneliti lain, perlu adanya penelitian lebih lanjut untuk
mengkaji yang belum dibahas pada penelitian ini atau untuk mata
pelajaran yang lain.
8. Untuk guru, melihat adanya peningkatan hasil belajar siswa setelah
menggunakan model pembelajaran yang berbeda dari model pembelajaran
yang biasanya (konvensional), maka perlu adanya inisiatif guru untuk
meningkatkan hasil belajar siswa dengan metode/model pembelajaran
yang berbeda.

38
DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : PT


Rineka Cipta

__________. 2002. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara.

Dimyati dan Moedjiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Bumi Aksara.

Hakim, T. 2001. Belajar Secara Efektif. Jakarta : Puspa Swara.

Hasibuan dan Moedjiono, 1992. Proses Belajar Mengajar. Bandung : PT Remaja


Rosdakarya.

Ibrahim, dkk 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya : UNESA-University


Press.

Lie, A. 2002. Mempraktekkan Cooperative Learning di Ruang-Ruang kelas.


Jakarta : Gramedia.

Slavin, R. E. 1995. Cooperatif Learning Theory, Research, and Practice. Second


edition. Massachusets : Allyn & Bacon.

Sriyono. 2002. Teknik Belajar Mengajar dalam CBSA. Jakarta : Rineka Cipta.

39
Sudjana, N. 1989. Cara Belajar Siswa Aktif dan Proses Belajar Mengajar.
Bandung : Sinar baru Argesindo.

Mastur, Widiarso Wiyono, dan Slamet. 2007. Ilmu Pengetahuan Sosial untuk
SD/MI Kelas VI. Semarang: Aneka Ilmu.

. 1990. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung : Sinar Baru


Argesindo.

Winataputra, U.S. 1996. Model-Model Pembelajaran. Jakarta: Universitas


Terbuka

. 1994. Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar. Jakarta :


Rineka Cipta.

Lampiran
Data Siswa SDN Walidono 03 Prajekan Bondowoso
Kelas V Tahun 2008/2009

Nomor Nama L/P


1 URIP L
2 ROSIYADI L
3 HOLIFA P
4 CANDRA L
5 MARWATI P
6 FEBRIYANTO L
7 RUDI HARTONO L
8 SENIWATI P
9 NUR FADILA P
10 SLAMET L
11 SUGIRI L
12 KUSYONO L
13 WIYONO L

40
14 ISNAINI P
15 WULANDARI P
16 SAMSUL ARIFIN L
17 MOH. HASAN L
18 FATHOR ROSI L
19 HASAN BASRI L
20 SANTUSO L
21 HENGKI L
22 YATI OKTAVIA P
23 BUSI YANTI P
24 NUR HASANAH P
25 SUKANTI P

41
Lampiran
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
(RPP)
PADA SIKLUS 3

SD : SDN Walidono 03
Pembelajaran : IPS
Kelas / Semester : VI / II
Standart Kompetensi : Memahami gejala alam yang terjadi di Indonesia
dan sekitarnya
Kompetensi Dasar : 1. Mendeskripsikan gejala (peristiwa) alam yang
terjadi di Indonesia dan Negara tetangga
2. Mengenal cara-cara menghadapi bencana alam
Indikator : Siswa mampu :
• Menemutunjukkan pada peta letak dan nama
negara-negara tetangga Indonesia
• Menguraikan gejala (peristiwa) alam yang
terjadi di Indonesia
• Menguraikan gejala (peristiwa) alam yang
terjadi di negara-negara tetangga
• Membandingkan ciri-ciri gejala alam
Indonesia dengan negara-negara tetangga
• Menemutunjukkan jenis bencana alam di
Indonesia dan faktor penyebabnya
• Mendeskripsikan kondisi akibat dari adanya
bencana alam

42
• Menjelaskan cara-cara menghadapi bencana
alam
Alokasi Waktu : 13 kali pertemuan

• Tujuan Pembelajaran
Dengan menggunakan media VCD guru dapat meningkatkan aktivitas dan
hasil belajar siswa pada bidang studi IPS dengan materi “Peristiwa Alam
di Indonesia dan di Negara Tetangga”.
• Materi Pembelajaran
 Peristiwa alam di Indonesia
• Keadaan alam wilayah Indonesia
• Peristiwa alam yang menguntungkan dan merugikan
• Peristiwa alam yang terjadi di Indonesia
• Daerah rawan bencana di Indonesia
 Daerah rawan gempa
 Daerah pertemuan antarlempeng
 Daerah patahan
 Daerah titik-titik gunung berapi
 Daerah rawan kebakaran hutan dan banjir
 Peristiwa alam di negara-negara tetangga
• Peristiwa alam negara-negara tetangga
 Malaysia
 Singapura
 Filipina
 Thailand
 Brunei Darussalam
• Bencana alam yang terjadi di negara-negara
tetangga
• Sikap peduli terhadap bencana alam

43
• Metode Pembelajaran
Media VCD
• Langkah Kegiatan
a. Kegiatan Pendahuluan
 Guru menjelaskan tentang penggunaan media VCD
 Guru menjelaskan pokok materi yang akan diajarkan
b. Kegiatan Inti
 Guru memberikan motivasi pada siswa
 Guru dan siswa melaksanakan kegiatan belajar tentang materi
“Peristiwa Alam di Indonesia dan di Negara Tetangga”.
 Guru lebih mendekatkan diri pada siswa dan lebih membimbing
siswa
 Guru lebih membimbing siswa dan memfokuskan pada
permasalahan yang diberikan
c. Kegiatan Penutup
 Guru dan siswa bersama-sama menyimpulkan pelajaran
d. Refleksi
 Guru memberikan pertanyaan pada siswa

44
Lampiran : instrument penelitian

FORMAT OBSERVASI AKTIVITAS BELAJAR SISWA

Nama :
No. Absen :
No Aspek yang diamati Skor Keterangan
1 Minat dan perhatian siswa 1 2 3 4
terhadap bidang studi IPS
materi ”Peristiwa Alam di
Indonesia dan di Negara
Tetangga”.
2 Semangat siswa dalam 1 2 3 4
melaksanakan tugas-tugas
belajarnya.
3 Tanggung jawab siswa dalam 1 2 3 4
melaksanakan tugas-tugas
belajarnya.
4 Respon yang timbul dari siswa 1 2 3 4
terhadap stimulus yang
diberikan guru.
5 Kegembiraan dalam 1 2 3 4
mengerjakan tugas yang
diberikan.

45
Keterangan :
1. Sangat rendah
2. rendah
3. tinggi
4. sangat tinggi

46

You might also like