You are on page 1of 68

KIMIA ORGANIK DAN POLIMER

1. Senyawa Hidrokarbon

Komponen utama minyak bumi dan gas alam, yaitu sumber daya yang
sekarang memasok sebagian besar sumber energi kita, ialah hidrokarbon, yakni
senyawa yang hanya mengandung karbon dan hidrogen. Ada tiga golongan
hidrokarbon berdasarkan jenis ikatan karbon-karbonnya, yaitu hidrokarbon jenuh
(saturated hydrocarbon), hidrokarbon tak jenuh (unsaturated hydrocarbon), dan
aromatik. Hidrokarbon jenuh hanya mengandung ikatan tunggal karbon-karbon,
hidrokarbon tak jenuh mengandung ikatan majemuk karbon-karbon, baik ikatan
rangkap, ikatan rangkap tiga, atau keduanya, sedangkan hidrokarbon aromatik
ialah golongan senyawa siklik tak jenuh namun sifatnya berbeda dengan alkena.
Sifat dari kelompok senyawa ini secara umum dicirikan oleh benzena.
1.1 Hidrokarbon Jenuh
Hidrokarbon jenuh terdiri dari dua kelompok utama, yakni alkana dan
sikloalkana. Pada bagian ini pembahasan khusus tentang senyawa alkana (alkana
rantai lurus). Senyawa alkana juga dikenal sebagai paraffin, yang berasal dari
bahasa latin “parum afinis” yang berarti afinitasnya kecil. Jadi paraffin berarti
suatu senyawa yang afinitasnya kecil. Jadi paraffin merupakan senyawa yang
sukar bereaksi, atau suatu senyawa yang stabil.
Hidrokarbon, selain terdapat di alam dapat juga disintesis dilaboratorium.
Berikut kita lihat struktur dan sifat dari hidrokarbon jenuh.
1.1.2 Sifat dan Struktur Turunan Alkana
Rumus umum dari homolog alkana adalah CnH2n+2 dimana n menyatakan
jumlah atom karbon. Alkana yang paling sederhana adalah metana dengan
formula CH4, sedangkan struktur tiga dimensi dari metana akan dibahas
kemudian. Metana dapat dihasilkan dan ditemukan pada berbagai tempat seperti:
1. Sebagai hasil dekomposisi (perubahan struktur)dari bahan organic seperti
daun-daun busuk didasar rawa, sehingga gas metana dikenal pula sebagai
gas rawa.
2. Di dalam arang batu bara, gas metana ini sering menimbulkan ledakan-
ledakan pada daerah tambang, oleh karena itu gas metana juga dikenal
sebagai gas tambang.
3. Sebagai hasil tambang, yang bercampur dengan sedikit etana, propana dan
butana juga termasuk sebagai gas alam. Atau bercampur dengan minyak
bumi pada pertambangan minyak bumi.
4. Pada proses pencernaan dalam tubuh manusia juga memungkinkan
terbentuk gas metana.
5. Pada atmosfer yupiter juga mengandung banyak metana.
1.1.3 Sifat Fisika Metana
Metana merupakan gas yang tidak berwarna dan tidak berbau, sangat sukar
larut dalam air, mudah larut dalam alcohol. Titik didih dan titik leburnya rendah,
dibawah 0oC.
1.1.4 Sifat Kimia dan Struktur Molekul Metana
Metana berupa senyawa yang amat stabil tidak dapat bereaksi dengan
asam, basa dan pereaksi-pereaksi yang umum terdapat dilaboratorium, pereaksi
mana dengan mudah dapat bereaksi dengan senyawa hidrokarbon tak jenuh.
Reaksi oksidasi terhadap metana dapat berlangsung dengan jalan pembakaran
yang akan menampakkan nyala warna kuning. Bila dicampur dengan udara pada
konsentrasi tertentu (5,3-13,9%) dapat menimbulkan ledakan. Ledakan dapat juga
terjadi jika gas metana dicampur dengan gas klorida dalam perbandingan 1:2 dan
diberi sinar matahari, akan tetapi jika penambahan klorida sedikit demi sedikit
akan terjadi reaksi klorinasi berantai. Apabila dipanaskan pada uap temperature
1000oC dengan katalisator Nitrogen, akan membentuk karbon monoksida
hydrogen.
Reaksi antara gas metana dengan klor cukup menarik untuk dikaji lebih
lanjut, karena reaksi tersebut merupakan metode kimiawi yang cukup akurat untuk
menjelaskan mengapa struktur metana adalah tetrahedron bukan struktur planar
atau datar, dan dapat pula menggambarkan kesetaraan derajat dari tiap-tiap atom
hidrogen dalam metana.

CH4 HCl
CH3Cl CHCl2 CHCl3 CCl4 HCl
Sinar matahari Metil metilen kloroform karbon
klorida klorida tetra klorida
Gambar 1.1 Reaksi metana dengan klor menggunakan katalis sinar matahari
membentuk campuran senyawa monokloro, dikloro, trikloro dan
tetraklorometana.
Campuran hasil reaksi yang diperoleh dari klorinasi metana diatas dapat
dipisahkan antara satu dengan yang lainnya dan dapat diidentifikasi, karena
kesemuanya mempunyai titik didih yang berbeda. Sebagaimana yang terlihat pada
metana yang telah mengalami klorinasi, menunjukkan bahwa 1,2,3 dan 4 atom
hidrogen dari metana diganti oleh ato klor secara beruntun dan menghasilkan
senyawa klorometana (metilklorida), diklorometana (metilen klorida),
triklorometana (kloroform) dan tetraklorometan (karbon tetra klorida). Masing-
masing senyawa dapat dibuat dari berbagai cara dengan menggunakan beberapa
reaksi yang lain. Kenyataan menarik adalah bahwa bagaimanapun cara yang
dipakai dalam pembentukannya, ternyata hanya ada satu jenis senyawa yang
sesuai bagi masing-masing rumus.
Mari kita tinjau CH3Cl, molekul ini diperoleh dari hasil pertukaran salah
satu dari keempat atom hydrogen metana dengan satu atom klor akan
menghasilkan hanya satu macam klorometana, dengan kata lain atom hidrogen
manapun yang diganti oleh klor tetap akan menghasilkan klorometana yang sama.
Dari kenyataan tersebut maka disampaikan bahwa : keempat atom hidrogen dalam
metana mempunyai derajat yang sama (ekuivalen). Walaupun kesamaan derajat
dari keempat atom hidrogen dalam metana dapat diungkapkan lewat pengamatan
molekul klorometana, namun tidak dapat digunakan untuk melacak keadaan
struktur stereokimia metana. Hal ini dapat ditunjukkan pada (Gambar 1.2) kedua
struktur tersebut baik bujursangkar maupun tetrahedron masing-masing
menunjukkan bahwa keempat atom hidrogen ekivalen. Keadaan tersebut tidak
menunjukkan kepastian tentang struktur metana yang lebih tepat.

H H
H H
C C
Bujur sangkar H Cl
H H

metana klorometana
H
H

C
Tetrahedron H C
H Cl
H H
H
metana klorometana
Gambar 1.2 Dua kemungkinan struktur metana dapat menggambarkan kesaaan
derajat dari atom-atom hydrogen dalam metana.

Dualisme tentang struktur metana tersebut diatas dapat dipecahkan dengan


menggunakan diklorometana (CH2Cl2) dapat ditunjukkan oleh dua bentuk struktur
yang mungkin, yakni struktur bujursangkar dan struktur tetrahedron. Jika
digambarkan sebagai struktur bujursangkar maka dapat meramalkan adanya dua
rumus yang berbeda dari diklorometana (CH2Cl), (lihat Gambar 1.3). Perhatikan
bahwa penggambaran dengan struktur bujur sangkar (1.3 A) menunjukkan bahwa
posisi atom-atom klor dari kedua rumus yang dituliskan berbeda yakni, satu
diantaranya menunjukkan letak atom-atom klornya berdampingan satu dengan
yang lain (1), dan yang satu lagi menunjukkan posisi kedua atom-atom klor
berlawanan arah (2). Namun bila struktur diklorometana dipandang sebagai
tetrahedron (1.3 B) maka hanya ada satu rumus untuk itu, meskipun dapat
dituliskan dengan 3 bentuk (a), (b), (c), namun ketiganya adalah identik.
Pembuktian tersebut di atas melahirkan kesimpulan bahwa stereokimia molekul
metana adalah tetrahedron. Selanjutnya ditetapkan suatu postulat bahwa semua
aspek stereokimia dari molekul-molekul senyawa hidrokarbon hanya dapat
dijelaskan jika kita berpegang pada asumsi bahwa kapan saja bila suatu atom
karbon berikatan dengan empat atom, maka kelima atom itu tersusun dalam
bentuk tetrahedron.
H H Cl
H
C C
Bujur sangkar
(A) H H Cl H

metana klorometana

Cl Cl Cl

C C C
Tetrahedron H H Cl
Cl H H
(B)
H Cl H

(a) (b) (c)


Gambar 1.3. Struktur bujur sangkar nmenunjukkan ada dua jenis diklorometana
(1) dan (2). Struktur tetrahedron menggambarkan bahwa semua
struktur (a), (b), (c) adalah identik dan menunjukka satu wujud
senyawa CH2Cl2.
1.2 Ikatan karbon Hidrogen dalam Metana
Atom karbon mempunyai empat electron valensi membentuk empat ikatan
kovalen karbon hidrogen dengan empat atom hidrogen yang masing-masing
memiliki satu electron valensi.
H

C 4H+ H C H

atom atom H
karbon hidrogen
molekul
metana
Karena atom karbon mempunyai empat electron valensi, maka dalam
pembentukan senyawa selalu ada empat ikatan kovalen. Prinsip ini memudahkan
anda menulis struktur molekul organic dengan lengkap dan benar, bagaimanapun
rumitnya molekul tersebut.
Teori tolakan pasangan electron meramalkan bentuk tetrahedron untuk
molekul metana. Keadaan ini sesuai dengan pengamatan terhadap hasil klorinasi
metana sebagaimana telah dibahas sebelumnya. Sesungguhnya mengandalkan
asumsi tatanan electron atom karbon dalam keadaan dasar (ground state), karena
atom karbon hanya mempunyai dua elektron tak berpasangan, pada orbital 2p,
sebagaimana dapat dituliskan C:1s2 2s2 2px1 2py1 2pz1. Sehingga setiap usaha untuk
membuat pertumpangtindihan orbital p dari karbon dengan orbital s1 dari
hidrogen, akan menghasilkan molekul dengan rumus CH2. Berkat perkembangan
mekanika kuantum maka kesulitan ini kemudian dapat diatasi. Melalui dua tahap
hipotesis dapat dijelaskan mekanisme pembentukan metana, sebagai berikut:
tahap pertama, adalah penghibridian yang lebih dikenal dengan istilah hibridisasi
yaitu pencampuran dua atau lebih orbital yang berbeda. Terhadap struktur metana,
orbital 2s dan 3 orbital 2p dari atom karbon berhibrida membentuk empat orbital
atom hibrida sp3 yang berbentuk balon mengarah ke sudut-sudut tetrahedron.
Sudut tetrahedron diantara dua orbital hibrida meminimumkan interaksi yang
tidak diinginkan diantara sesama orbital. Tahap kedua, adalah pembentukan empat
buah orbital molekul ikatan σ (sigma) melalui tumpang tindih empat buah orbital
sp3 dari karbon dengan empat orbital 1s dari empat atom hydrogen.
Dengan selesainya kerangka orbital molekul metana, maka delapan
electron valensi diperlukan untuk mengisi orbital molekul ikatan agar terbentuk
empat ikatan sigma C-H yang setara, jumlah ini bertepatan dengan electron yang
tersedia, yakni empat dari karbon masing-masing satu dari empat hidrogen.
Struktur molekul metana yang dihasilkan seuai dengan hasil penelitian empat
ikatan C-H yang setara, dan tetrahedron.
Karena orbital sp3 lebih menjorok keluar jika dibandingkan dengan orbital
p dari karbon dan orbital 1s dari hydrogen lebih dimungkinkan dan lebih besar,
ini mengakibatkan ikatan kovalen yang amat kuat.
1.2.1 Ikatan karbon-Karbon
Kemampuan karbon yang unik dalam membentuk ikatan kerbon-karbon
yang mantap serta membentuk rantai adalah alasan utama melimpahnya senyawa
organik. Etana adalah alkana yang paling sederhana setelah metana, juga berupa
gas dalam suhu dan tekanan baku.

2 C C C

atom ikatan adalah


karbon pasangan elektron
Dua atom karbon dapat membentuk ikatan kovalen melalui sepasang electron
patungan. Sisa dari electron valensi masing-masing atom karbon dapat
berpasangan dengan enam electron dari enam atom hydrogen untuk membentuk
molekul etana.
H H

C C 6H H C H

H H

etana
1.2.2 Homolog –homolog Alkana
Penambahan satu unit CH3 terhadap senyawa hidrokarbon semula
mengakibatkan terjadinya perpanjangan rantai karbon. Hal ini dapat terjadi secara
tak terhingga menghasilkan suatu makromolekul. Setiap perpanjangan atom
karbon selalu berakibat pada kecenderungan perubahan, sifat-sifat terutama sifat
fisika dari senyawa karbon tersebut.
Etana adalah homolog berikut setelah metana, terbentuk dengan jalan
penggantian salah satu atom hidrogen dari metana dengan gugus metil. Tiap-tiap
atom karbon dalam molekul etana memiliki tiga ikatan sigma (σ) antara atom
karbon dengan atom karbon tetangganya. Homolog berikutnya setelah etana
adalah propane, berbeda satu unit metilen dan berat molekulnya lebih besar
daripada metana. Demikian seterusnya anggota-anggota berikutnya selalu
bertambah dengan unit -CH2- .
Jika senyawa alkana kehilangan suatu atom hydrogen maka akan terbentuk
suatau radikal yang dikenal sebagai gugus alkil. Penamaan dari gugus alkil
tersebut disesuaikan dengan nama alkana asalnya, dimana akhiran ana dari alkana
bersangkutan diganti il. –CH3- dinamakan sebagai gugus metil karena merupakan
turunan dari metana oleh pelepasan satu atom hydrogen, propane dapat diperoleh
dari dua gugus alkil yang berbeda sesuai dengan posisi atom hidrogen yang
dilepaskan, yakni pada atom pertama atau pada atom kedua yang akan
menghasilkan gugus alkil berturut-turut disebut n-butil dan isobutyl.
Penggantian satu atau lebih atom hydrogen alkana dengan halogen akan
menghasilkan senyawa organohalida, salah satu senyawa organic yang cukup
fungsional dan banyak ditemukan dalam senyawa anorganik alam.
1.2.3 Tata Nama Senyawa Alkana
Dengan semakin banyaknya senyawa alkana yang ditemukan maka sangat
diperlukan cara-cara penamaan yang sistematik dan mudah dipahami system
penamaan yang demikian itu kemudian dirintis oleh International Union of
Chemistry di Geneva 1982, yang kemudian dikembangkan oleh International
Union of Pure and Applied Chemistry (IUPAC).
Aturan IUPAC untuk penamaan senyawa alkana meliputi tahap-tahap
berikut ini:
 tentukan rantai yang paling panjang sebagai rantai pokok
 alkana tanpa cabang diberi nama berdasarkan jumlah atom karbonnya
dengan akar kata met-, prop-, pent dst. Menunjukkan panjang rantai
 berikan angka pada rantai pokok, dimulai dari ujung yang dekat dengan
rantai cabang
 gugus yang menempel pada rantai utama disebut subtituen. Setiap
subtituen harus diberi nama dan nomor sekalipun dua subtituen yang
identik menempel pada atom karbon yang sama.
 Nama ditulis dalam satu baris, nomor-nomor dipisahkan satu sama lain
dengan tanda baca koma.
CH3

H2C C CH3
H
H2 HCl H2
H3 C C C C C CH3

CH3

4-etil-5-kloro-2,4-dimetil heptana
Penggantian atom-atom hydrogen suatu senyawa alkana dengan gugus
alkil akan menyebabkan terbentuknya kedudukan baru (tipe-tipe) atom karbon
sesuai dengan jumlah atom karbon lain yang terikat padanya. Berdasarkan hal
diatas maka kedudukan atom karbon dapat dibedakan sebagai berikut:
 atom C primer yaitu atom karbon yang mengikat satu atom karbon lain
 atom C sekunder yaitu atom karbon yang mengikat dua atom karbon lain
 atom C tersier yaitu atom karbon yang mengikat tiga atom karbon lain
 atom C kuartener yaitu atom karbon yang mengikat empat atom karbon
lainnya.
1.2.4 Konformasi Alkana

1.2.5 Reaksi-reaksi Alkana


a. Oksidasi
Hasil oksidasi sempurna dari alkana adalah gas karbon dioksida dan
sejumlah air dan sejumlah energy. Alkana terbakar dalam keadaan oksigen
berlebihan reaksi ini menghasilkan sejumlah kalor (misalnya eksoterm).
CH4 + 2O2 CO2 + 2H2 + 212,8 kkal
C4H10 + 13/2O2 4CO2 + 5H2 + 688,0 kkal
Reaksi pembakaran ini merupakan dasar penggunaan hidrokarbon sebagai
penghasil kalor (gas alam dan minyak pemanas) dabn tenaga (bensin), jika
oksigen tidak mencukupi untuk berlangsungnya reaksi yang sempurna, maka
pembakaran tidak sempurna terjadi. Dalam hal ini, karbon pada hidrokarbon
teroksidasi hanya sampai pada tingkat karbon monoksida atau bahkan hanya
sampai pada karbon saja.
b. Subtitusi
Jika campuran alkana dan gas klor disimpan pada suhu rendah dalam
keadaan gelap, reaksi tidak berlangsung. Jika campuran tersebut dalam kondisi
suhu tinggi atau dibawah sinar, maka terjadi reaksi yang eksoterm. Dalam reaksi
klorinasi, satu atau lebih atom hidrogen diganti oleh atom klor.
Reaksi umum R-H + Cl-Cl R-Cl + HCl
Reaksi metana CH4 + Cl-Cl CH3Cl + HCl
Reaksi subtitusi di atas dikenal dengan klorinasi, berlangsungnya dengan
mekanisme subtitusi, karena atom klor menggantikan atom hydrogen. Reaksi
yang serupa dapat juga berlangsung terhadap Brom, Iodium.
Jika halogen berlebihan, reaksi berlanjut dan memberikan hasil-hasil yang
mengandung banyak halogen berupa diklorometana, triklorometana, dan
tetraklorometana. Keadaan reaksi dan perbandingan antara klor dan metana dapat
diatur untuk mendapatkan hasil yang diinginkan.

c. pirolisis
Proses pirolisis atau cracking adalah proses pemecahan alkana dengan
jalan pemanasan pada temperature tinggi, sekitar 1000oC tanpa oksigen, akan
dihasilkan alkana dengan rantai karbon lebih pendek.
Proses pirolisis dari metana secara industry dipergunakan dalam pembuatan
karbon-black. Proses pirolisasi juga digunakan untuk memperbaiki struktur bahan
bakar minyak, yaitu berfungsi untuk menaikkan bilangan oktannya dan
mendapatkan senyawa alkena yang dipergunakan sebagai bahan pembuatan
plastik.

1.3 Hidrokarbon tidak Jenuh


Alkena adalah suatu hidrokarbon yang mengandung satu atau lebih ikatan
rangkap dua karbon-karbon. Alkena dikenal pula sebagai olefin dari kata olivine.
Dari olifiant gas (gas yang membentuk minyak).
Suatu alkuna adalah hidrokarbon yang mengandung ikatan rangkap tiga
karbon-karbon. Kedua kelompok senyawa ini disebut hidrokarbon tidak jenuh
karena memiliki atom hydrogen per-karbon lebih sedikit disbanding alkana.
Dengan demikian alkana sesungguhnya dapat diperoleh dengan jalan penambahan
sejumlah hydrogen terhadap alkena maupun alkuna.
Seringpula ditemukan suatu hidrokarbon memiliki dua ikatan rangkap dua,
senyawa hidrokarbon yang demikian itu dikenal sebagai alkadiena atau diena.
Dikenal pula adanya triena, tetraena dan seterusnya hingga poliena. Demikian
juga halnya dengan senyawa hidrokarbon yang mengandung satu atau lebih ikatan
rangkap tiga, atau kombinasi antara rangkap dua dengan rangkap tiga cukup
banyak ditemukan.
a. Alkena
 Tata nama alkena
Pemberian nama terhadap alkena serupa dengan yang berlaku terhadap alkana,
kecuali ada tiga ketentuan tambahan untuk senyawa alkena sebagai berikut:
1. Ikatan rangkap dua karbon-karbon diberi akhiran ena, dan bila terdapat
lebih dari satu ikatan ganda dua dalam satu senyawa, maka nama
senyawa alkena tersebut diberi akhiran –diena, -triena, dan seterusnya.
2. Ikatan rangkap menjadi patokan dalam menentukan rantai utama, dan
penomorannya sedemikian rupa sehingga karbon yang terikat pada
ikatan rangkap mendapatkan nomor yang terendah.
3. Kedudukan ikatan rangkap dinyatakan menurut nomor atom karbon
yang paling rendah dari setiap ikatan ganda. Nomor-nomor tersebut
dituliskan di depan nama senyawa. Ketentuan ini berlaku jika rantai
utama alkena bersangkutan memiliki empat atau lebih atom karbon.
 Struktur dan Sifat Alkena
Sebagaimana halnya alkana alkena pun memiliki struktur stereokimia
tersendiri. Akibatnya senyawa-senyawa alkena tersebut mempunyai sifat maupun
sifat fisika yang berbeda dengan golongan hidrokarbon lainnya.
Pada etena, orbital 2s dari karbon bercampur dengan dua orbital p
membentuk tiga orbital sp2 hibrida. Masing-masing orbital saling dipisahkan
dengan sudut 120o, tumpang tindih satu orbital hibrida sp2 dari sebuah karbon
dengan karbon yang lainnya membentuk orbital molekul ikatan σ (sigma) karbon-
karbon, demikian pula antara orbital 1s dari hydrogen dengan orbital sp 2 sisa milik
masing-masing karbon menghasilkan empat orbital molekul ikatan sigma karbon-
hidrogen. Berarti setiap karbon mempunyai satu orbital p yang berisi electron
tidak berpasangan. Jika diasumsikan orbital tersebut adalah orbital px yang sejajar
antara satu dengan yang lainnya, maka memungkinkan kedua orbital tersebut
bertumpangtindih melalui sisi-sisi kedua orbital px membentuk orbital molekul
ikatan π (pi). Jadi ada lima orbital molekul ikatan sigma dan satu orbital molekul
ikatan π pada etena. Berarti dibutuhkan dua belas electron, hal ini sesuai dengan
jumlah electron yang tersedia, yakni empat dari masing-masing atom karbon dan
empat dari hydrogen. Maka dari sudut pandang orbital molekul etena adalah
molekul yang terdiri dari lima molekul ikatan σ (sigma) dan satu ikatan π (pi).
Sebagaimana halnya ikatan σ, ikatan π juga merupakan ikatan kovalen dari dua
electron, digambarkan dengan garis seperti ikatan kovalen yang lain. Namun
ikatan π lebih lemah dibandingkan ikatan σ, sehingga dalam reaksi kimia ikatan π
lebih mudah putus dibandingkan ikatan σ.

 Sifat Fisika Alkena


1. Pada suhu kamar, tiga suku yang pertama adalah gas, suku-suku
berikutnya adalah cair dan suku-suku tinggi berbentuk padat. Jika cairan
alkena dicampur dengan air maka kedua cairan itu akan membentuk
lapisan yang saling tidak bercampur. Karena kerpatan cairan alkena lebih
kecil dari 1 maka cairan alkena berada di atas lapisan air.
2. Dapat terbakar dengan nyala yang berjelaga karena kadar karbon alkena
lebih tinggi daripada alkana yang jumlah atom karbonnya sama.
 Sifat kimia
Sifat khas dari alkena adalah terdapatnya ikatan rangkap dua antara dua
buah atom karbon. Ikatan rangkap dua ini merupakan gugus fungsional dari
alkena sehingga menentukan adanya reaksi-reaksi yang khusus bagi alkena, yaitu
adisi, polimerisasi dan pembakaran.
1. Alkena dapat mengalami adisi Adisi adalah pengubahan ikatan rangkap
(tak jenuh) menjadi ikatan tunggal (jenuh) dengan cara menangkap
atom/gugus lain. Pada adisi alkena 2 atom/gugus atom ditambahkan pada
ikatan rangkap C=C sehingga diperoleh ikatan tunggal C-C. Beberapa
contoh reaksi adisi pada alkena:
a. Reaksi alkena dengan halogen (halogenisasi)
b. Reaksi alkena dengan hidrogen halida (hidrohalogenasi) Hasil reaksi
antara alkena dengan hidrogen halida dipengaruhi oleh struktur alkena,
apakah alkena simetris atau alkena asimetris.
 alkena simetris : akan menghasilkan satu haloalkana.

 alkena asimetris akan menghasilkan dua haloalkana. Produk utana reaksi


dapat diramalkan menggunakan aturan Markonikov, yaitu: Jika suatu HX
bereaksi dengan ikatan rangkap asimetris, maka produk utama reaksi
adalah molekul dengan atom H yang ditambahkan ke atom C dalam
ikatan rangkap yang terikat dengan lebih banyak atom H.

c. Reaksi alkena dengan hidrogen (hidrogenasi)


1. Reaksi ini akan menghasilkan alkana.

2. Alkena dapat mengalami polimerisasi. Polimerisasi adalah penggabungan


molekul-molekul sejenis menjadi molekul-molekul raksasa sehingga rantai
karbon sangat panjang. Molekul yang bergabung disebut monomer,
sedangkan molekul raksasa yang terbentuk disebut polimer.

3. pembakaran alkena Pembakaran alkena (reaksi alkena dengan oksigen)


akan menghasilkan CO2 dan H2O.
CH2=CH2 + 2 O2 2CO2 + 2H2O
b. Alkuna
Senyawa alkuna adalah kelompok hidrokarbon yang memiliki satu atau
lebih ikatan ganda tiga yang terjadi antara karbon-karbon, ikatan ganda tiga
berhubungan dengan dua atom lain, dengan sudut ikatan 180o. jadi keadaan
stereokimia asetilen adalah linier, panjang ikatan rangkap dua (1,21 A) dan jauh
lebih pendek dari ikatan tunggal (1,54A). kenyataan ini menggambarkan bahwa
kedua atom karbon yang terikat dalam ikatan rangkap tersebut ditarik lebih kuat
oelh tiga pasang electron sehingga lebih mendekat, disbanding hanya dua pasang
electron pada ikatan rangkap dua, lebih lemah lagi tarikan oleh hanya sepasang
electron yang terjadi pada alkana. Oleh sebab itu ikatan pada alkana lebih panjang
dari alkena dan lebih panjang dari alkena dan lebih panjang dari alkuna.
Tata nama alkena
Tata nama alkuna menurut IUPAC sama dengan tatanama alkena, lang-kah-
langkah untuk memberi nama alkuna adalah sebagai berikut:
1. Tentukan rantai induk, yaitu rantai karbon terpanjang dari ujung satu ke
ujung yang lain yang melewati ikatan rangkap, berilah nama alkuna sesuai
jumlah atom C pada rantai induk.
2. Penomoran.           
Penomoran dimulai dari ujung rantai induk yang terdekat dengan rangkap.
3. Jika terdapat cabang berilah nama cabang dengan alkil sesuai jumlah atom
C cabang tersebut. Jika terdapat lebih dari satu cabang, aturan penamaan
sesuai dengan aturan pada tatanama alkana.
4. Urutan penamaan: nomor cabang-nama cabang-nomor rangkap-rantai
induk.
Contoh:

Penentuan rantai induk salah Meskipun mempunyai rantai terpanjang, tetapi


tidak melewati rangkap.

ISOMER ALKUNA
Etuna (C2H2), propena (C3H4) tidak mempunyai isomeri katena hanya ada
satu struktur.

Isomer dari butuna (C4H6):

Isomer pentuna (C5H8)


- Sifat Alkuna
a. Sifat fisis
Sifat fisis alkuna, yakni titik didih mirip dengan alkana dan alkena.
Semakin tinggi suku alkena, titik didih semakin besar. Pada suhu kamar, tiga suku
pertama berwujud gas, suku berikutnya berwujud cair sedangkan pada suku yang
tinggi berwujud padat.
b. Sifat Kimia
Adanya ikatan rangkap tiga yang dimiliki alkuna memungkinkan
terjadinya reaksi adisi, polimerisasi, substitusi dan pembakaran.
1. reaksi adisi pada alkuna
 Reaksi alkuna dengan halogen (halogenisasi)

Perhatikan reaksi di atas, reaksi pada tahap 2 berlaku aturan markonikov.


 Reaksi alkuna dengan hidrogen halida

Reaksi di atas mengikuti aturan markonikov, tetapi jika pada reaksi alkena dan
alkuna ditambahkan peroksida maka akan berlaku aturan antimarkonikov.
Perhatikan reaksi berikut:

 Reaksi alkuna dengan hidrogen


2. Polimerisasi alkuna

3. Substitusi alkuna Substitusi (pengantian) pada alkuna dilakukan dengan


menggantikan satu atom H yang terikat pada C=C di ujung rantai dengan atom
lain.

4. Pembakaran alkuna Pembakaran alkuna (reaksi alkuna dengan oksigen) akan


menghasilkan CO2 dan H2O.
2CH=CH + 5 O2 4CO2 + 2H2O
1.4 Hidrokarbon Siklik
Senyawa hidrokarbon siklik banyak dijumpai sebagai komponen kimia
bahan alam, seperti senyawa terpen siklik, steroid, dan lain-lain. Ujung-ujung
rantai suatu hidrokarbon rantai lurus dapat terhubungkan membentuk suatu rantai
karbon yang tertutup atau cincin. Jika atom-atom pembentuk cincin semua terdiri
dari karbon maka dikenal sebagai alisiklik, namun jika terdapat satu atau lebih
atom lain (selain karbon) sebagai penyusun rantai utama dari cincin tersebut maka
disebut dengan heterosiklik. Selanjutnya apabila rantai karbon siklik yang
bersangkutan berupa hidrokarbon jenuh maka disebut sikloalkana, dan jika
terdapat ikatan rangkap maka disebut dengan sikloalkena.
Jika dibandingkan dengan alkana rantai terbuka dengan jumlah atom
karbon yang sama, maka sikloalkana memiliki atom hidrogen lebih sedikit(kurang
dua), dengan formula CnH2n, menyerupai formula alkena.
a. Tatanama Senyawa Hidrokarbon Siklik
Di bawah ini disajikan beberapa senyawa siklik yang sederhana dan tata
cara penamaannya. Penulisan senyawa hidrokarbon siklik yang lazim adalah
menggambarkan satu system siklik tanpa menuliskan atom karbon dan
hidrogennya, kecuali terdapat heteroatom.
H2C CH2
H2C CH2
H2C CH2
H2C CH2 C
H2

standar lazim standar lazim


Penamaan hidrokarbon siklik didasarkan pada jumlah atom karbon sebagaimana
hidrokarbon rantai lurus dan ditambah awalan siklo. Penumoran diperlukan jika
terdapat lebih dari satu substituent terikat pada cincin.
CH3
CH3 H3C H3C Br
CH3

CH3 H3C CH3


1,1-Dimethyl-cyclohexane 1,2-Dimethyl-cyclohexane 1,2,4-Trimethyl-cyclohexene 1-Bromo-3-methyl-cyclohexane

Penomoran didasarkan pada subtituen, sedemikian rupa sehingga berada pada


nomer-nomer terendah, demikian juga ikatan rangkap selalu menjadi patokan
awal penomoran. Subtituen disebutkan lebih awal mendahului nama induk, dan
jika terdapat dua atau lebih subtituen yang berbeda masing-masing subtituen
disebutkan berturut-turut berdasarkan abjad dilihat dari huruf awal subtituen
tersebut.

b. Tarikan dan Kestabilan Cincin


Adolf Von Baeyer, seorang kimiawan jerman, mengemukakan teori bahwa
senyawa siklik membentuk cincin-cincin datar, kecuali siklo heksana. Maka
semua senyawa siklik menderita tarikan(tegangan). Karena sudut-sudut ikatannya
menyimpang dari sudut tetrahedral 109,50 kimiawan tersebut meyatakan bahwa
karena sudut cincin luar biasa kecilnya maka siklopropana lebih reaktif daripada
alkana rantai terbuka.

Cyclopropane Cyclobutane Cyclopentane Cyclohexane Cycloheptane Cyclooctane


Sekarang telah diketahui bahwa sikloheksana bukanlah suatu cincin datar dengan
sudut ikatan 120o, melainkan suatu cincin yang dapat tertekuk sehingga sudut
ikatan mencapai sudut ikatan tetrahedron normal.
Sikloalkana memiliki kereaktifan yang sangat mirip dengan alkana,
kecuali untuk sikloalkana yang sangat kecil – khususnya siklopropana.
Siklopropana jauh lebih reaktif dibanding yang mungkin anda kira.
Alasannya karena sudut-sudut ikatan dalam cincin. Normalnya, apabila karbon
membentuk empat ikatan tunggal, maka sudut-sudut ikatannya adalah sekitar
109,5°. Pada siklopropana sudut ini sebesar 60°.

Dengan pasangan-pasangan elektron yang saling berdekatan, terjadi tolak


menolak antara pasangan-pasangan elektron yang menghubungkan atom-atom
karbon. Ini membuat ikatan-ikatan lebih mudah terputus.
Pengaruh dari tolak-menolak ini akan dibahas lebih lanjut pada halaman tentang
reaksi-reaksi dari senyawa-senyawa ini dengan halogen.
a. Siklopropana
Pada senyawa siklik dengan cincin yang lebih kecil memang terjadi
tarikan cincin. Siklopropana adalah senyawa siklik yang paling reaktif, tegangan
dalam dari molekul sangat besar. Ketiga atom karbon siklopropana berada dalam
satu bidang datar, koplanar dengan sudut ikatan C-C-C adalah 60o jauh lebih kecil
jika dibandingkan dengan sudut ideal tetrahedron normal.109 o, keenan atom
hidrongen terletak di atas dan di bawah bidang, tiga atom hidrongen tersebut
berorientasi di atas bidang dan tiga yang lainnya ke bawah bidang datar molekul.
Atom-atom hidrongen yang terikat pada karbon yang bersebelahan terletak secara
eklipsed

Gambar 2.3. siklopropana, dengan Model Bola-Bola Tongkat

Tegangan cincin yang ditimbulkan oleh sudut molekul yang kecil


mengakibatkan siklopropana dalam reaksinya cendrung untuk memutuskan
cincinya. Kenyataan tersebut dapat dilihat pada reaksi di bawah ini
H2
C
H2C katalis
CH 2 + H2 tidak ada reaksi
H2C CH 2

siklopentana

H2
C katalis
+ H2 CH3-CH2-CH3
H2C CH 2 propana
siklopropana
Reaksi tersebut menunjukkan betapa siklopropana tidak stabil sehingga
mudah putus (mengalami pembukaan cincin) membentuk rantai terbuka yang
lebih stabil. Siklopropana juga lebih reaktif pada n-propan.Jika siklopropana
diolah dengan hidrogenbromida akan menghasilkan bromopropana, tipe reaksi ini
tidak terjadi pada propana
H2
C katalis
+ HBr CH3-CH2-CH2Br
H2C CH 2 bromopropana
siklopropana

CH3-CH2-CH3 + HBr tidak bereaksi

Setidaknya ada dua faktor yang mengakibatkan ketidakstabilan


siklopropana, yakni:
1) Terjadinya tegangan sudut molekul, akibatnya adanya deviasi sudut
dibandingkan dengan sudut tetrahedron. Sudut siklopropana 60o
menyimpang jauh dari sudut 109-o,28.
2) Karena atom-atom yang terikat pada cincin siklopropana terletak secara
eklips satu terhadap yang lain

b. Siklobutana
Siklobutana dengan sudut 90o, juga mengalami ketegangan akibat
deviasinya dari sudut tetrahedron. Siklobutana tidaklah datar, sedikit mengalami
tekukan, akibatnya sudut C-C-C lebih kecil jika dibandingkan dengan apabila
molekulnya dalam keadaan datar.

Gambar 2.4. Siklobutana, dengan Model Bola dan Tongkat

Tekukan molekul dimaksudkan agar proyeksi atom-atom hidrongen yang


terikat pada karbon yang bertetangga menghindari perhimpitan (konformasi
eklipased) dan mendekati konfromasi staggered.
Sebagaimana halnya siklopropana, siklobutanapun dapat bereaksi dengan
hidrongen membentuk butana, dan membentuk bromobutana jika direaksikan
dengan hidrongen bromida, reaksi semacam itu tidak dapat terjadi pada n-butana.
Hal itupun menunjukkan bahwa siklobutana lebih reaktif jika dibandingkan
dengan n-butana
Meskipun siklobutana juga stabil karena memiliki tegangan molekul,
namun siklobutana masih lebih stabil dibanding siklopropana

c. Siklopentana
Siklopentana merupakan senyawa alisiklik yang paling kecil tegangannya
jika atom-atom karbon dari molekul ini ditempatkan pada bidang datar, maka
akan membentuk suatu segi lima yang beraturan secara sempurna dengan sudut C-
C-C sebesar 108o. Sebagaimana halnya siklobutana maka siklopentanapun
mengalami sedikit tekukan mengikuti kecendrungan atom-atom hidrongennya
untuk mencapai kedudukan staggered antara satu dengan yang lainnya. Akibat
dari tekukan cincin tersebut sehingga sudut molekulnya mengecil, menjadi 105o.

Gambar 2.5. Siklopentana, dengan Model Bola-dan-Tongkat

Siklopentana memiliki sifat yang hampir sama dengan n-pentana, kecuali


bahwa n-pentana memiliki atom hidrongan lebih banyak (lebih dua) dibanding
siklopentana. Meskipun secara kimiawi kedua senyawa ini kurang reakltif, namun
dengan bantuan sinar keduanya dapat bereaksi dengan halogen melalui reaksi
substitusi terhadap satu atom hidrongen atau lebih.
CH2Cl-CH2-CH2-CH2-CH3
kloropentana
+ Cl2
CH3-CH2-CH2-CH2-CH3 CH3-CHCl-CH2-CH2-CH3
hv 2-kloropentana

CH3-CH2-CHCl-CH2-CH3
3-kloropentana

H2
C H2
C
H2C CH 2 Cl2
H2C CHCl
H2C CH 2 hv
H2C CH 2
siklopentana klorosiklopentana
Karena struktur siklik memiliki derajat kesimetrisan yang tinggi terhadap
molekul, maka hanya ada satu jenis monoklorosiklopentana yang diperoleh dari
reaksi tersebut di atas. Disinilah perbedaan yang menjolok antara siklopentana
dengan n-pentana, dimana pada klorinasi n-pentana dapat menghasilkan tiga
macam kloropentana.

d. Sikloheksana
Seandainya cincin sikloheksana datar, maka sudut dalam C-C-C adalah
120o dan semua atom hidrongen pada karbon-karbon cincin akan tereklipskan.
Tapi pada kenyataannya bahwa adanya tarikan cincin yang mengakibatkan adanya
tekukan cincin membentukl konformer, sehingga hidrongen pada sikloheksana
dalam posisi stagger. Energi konfermer hasil tekukan dari sikloheksana lebih
rendah daripada energi sikloheksana datar, karena sudut-sudut sp3 pada
konfermer lebih pantas (ditinjau dari sudut 109o,28). Apalagi tolak-menolak antar
hydrogen lebih kecil dalm konformer, sebab setiap hidrogen berkedudukan
stagger (goyang)

Gambar 2.6 . Sikloheksana Dalam Struktur Data dan Tertekuk

Sesungguhnya cincin sikloheksana dapat memiliki banyak bentuk akibat


pelipatan cincin, sebagai berikut
kursi setengah kursi biduk-belit biduk

Gambar 2. 7. Bentuk-Bentuk Pelipatan Cincin Skloheksana

Pembahasan selanjutnya dalam modul ini mengenai bentuk sikloheksana,


dibatasi hanya pada dua bentuk konformasi yang ekstrim yakni : Konformasi
kursi (chair conformation). dan konformasi perahu (boat conformation).

Gambar 2.8. Konformasi Kursi dan Perahu Sikloheksana, Dalam Model


Bola-dan-Tongkat dan Proyeksi Newman
Dari kedua konformasi tersebut, yang paling disukai (lebih stabil) adalah
konformasi kursi. Karena semua sudut C-C-C dalam keadaan normal 109o,28 dan
semua proyeksi, posisi atom-atom hidrogennya dalam keadaan stagger terhadap
hidrogen tetangganya secara sempurna.
Konformasi perahu tidak mantap (tidak stabil), karena mengalami
tegangan dalam molekul sehingga energinya lebih tinggi. Tegangan dalam
molekul tersebut dikenal sebagai efek sterik (tegangan ruang) yang ditimbulkan
oleh karena adanya penetrasi interaksi elektronik antara dua atom hidrogen
puncak yang dikenal dengan istilah hidrogen tiang bendera, yang masing-masing
terikat sebagai –CH2 pada dua –CH2- puncak cincin yang berposisi cis. Selain itu,
tegangan dalam molekul sikloheksana dalam konformasi perahu juga disebabkan
oleh karena adanya hidrogen yang berkedudukan eklips antara satu terhadap yang
lainnya. Hal tersebut dapat ditunjukkan dengan model bola-dan-tongkat dan
proyeksi Newman.
Konformasi kursi dapat menunjukkan derajat tiap-tiap atom hidrogen pada
sikloheksana. Enam atom hidrogen lainnya dalam derajat ekuatorial, keenam
hidrogen tersebut terletak searah dengan arah bidang cincin sikloheksana.

Gambar 2.9.`Konformasi kursi pada sikloheksana yang menunjukkan


posisi atom-atom hidrogen aksial dan ekuatorial

Konformasi kursi dapat berubah menjadi konformasi kursi yang lain, jika
ini terjadi maka atom-atom hidrogennya juga mengalami perubahan (pertukaran)
derajat. Semua hidrogen aksial pada satu konformasi berobah menjadi hidrogen
ekuatorial pada konformasi yang lain. Begitupun sebaliknya hydrogen ekuatorial
pada konformasi kursi yang baru. Kejadian tersebut menunjukkan bahwa: keenam
atom hydrogen pada sikloheksana mengalami keadaan aksial pada separuh
waktu dan mengalami keadaan ekuatoril pada seperuh waktu yang lain, dengan
kata lain masing-masing atom hidrongen dalam sikloheksana separuh waktu
aksial dan separuh waktu ekuatorial
Perubahan konformasi kursi menuju konformsi kursi yang lain melalui
konformasi perahu sebagai intermediate. Tentu saja intermediate itu tidak stabil,
ini dikarenakan adanya sterik efek yang besar terutama karena gugus-gugus –CH2-
terletak dalam posisi cis (sebidang), akibatnya konformasi perahu ini tidak
disukai.

aksial H ekuatorial
H

ujung ini
bergerak ke atas
ujung ini
bergerak ke bawah
Gambar 2.10. Peralihan antara dua konformasi kursi yang stabil
dari sikloheksana disertai oleh perubahan atom-atom
hydrogen aksial ke ekuatorial, begitupun sebaliknya
ekuatorial ke aksial, peralihan tersebut melalui
konformasi perahu yang tidak stabil sebagai bentuk
antara.

Sebuah gugus metil jauh lebih meruah daripada hidrogen. Bila gugus metil
dalam metil sikloheksana berada dalam posisi aksial, maka gugus metil tersebut
akan saling berinteraksi atau tolak-menolak dengan dua atom hidrogen yang
berkedudukan aksial, yang terikat pada atom-atom karbon ketiga terhadap posisi
gugus metil tersebut. Interaksi antara gugus-gugus yang berkedudukan aksial,
disebut antaraksi aksial-aksial atau dikenal juga sebagai antaraksi 1,3, interaksi
tersebut akan menaikkan energi, dan mengurangi kemantapan molekul. Tolak
menolak ini akan hilang atau menjadi minimal jika gugus metil tersebut terhindar
dari antaraksi 1,3. jadi konformer dengan gugus metil pada posisi ekuatorial
memiliki energi lebih rendah, lebih stabil.
Pada suhu kamar, 95% molekul metilsikloheksana berada dalam
konformsi dimana gugus metil berkedudukan ekuatorial.

Gambar 2.11. Gugus metil dalam derajat ekuatorial dan aksial yang
menunjukkan adanya antaraksi 1,3 diaksial pada molekul
metilsikloheksana

Makin meruah gugus yang terikat makin besar selisih energi antara
konformasi aksial dengan ekuatorial. Posisi ekuatorial lebih stabil dan lebih
disukai, sehingga setiap substituen besar pada cincin sikloheksana selalu
mengambil posisi ekuatorial.

C. Isomer Geometrik Pada Sikloalkana


Steroisomer berkenan dengan molekul-molekul yang memiliki ikatan-ikatan
atom yang sama, tetapi berbeda dalam penyusunan ruang. Isomer geometrik di
kenal juga sebagai isomer cis-trans. Isomer geometrik ini lazim terdapat pada
senyawa alkena dan senyawa siklik. Hal ini dimungkinkan karena kedua
golongan tersebut, ikatan-ikatannya tidak dapat berotasi bebas, lain halnya dengan
senyawa alkana yang ikatannya dapat berputar membentuk konformasi-
konformasi sehingga padanya ditemukan isomer geometrik.
Antara isomer cis dan trans berbeda satu dengan yang lain, baik secara fisik
maupun secara kimiawi, sehingga keduanya dapat dipisahkan.
Sebagai contoh, kita tinjau semua isomer yang dapat dihasilkan oleh
dimetilsiklopentana. Dalam senyawa ini ditemukan dua macam isomer, yaitu
isomer struktur dan isomer geometrik. Kedua atom klor pada diklorosiklopentana
dapat terikat pada atom karbon yang sama menghasilkan 1,1-diklorosiklopentana,
maupun terikat pada atom karbon yang berbeda yakni 1,2-dikloropentana atau
1,3-diklorosiklopentana. Antara ketiganya satu dengan yang lain merupakan
isomer struktur. Perhatikan bahwa 1,2-diklorosiklopentana dan 1,3-
diklorosiklopentana masing-masing memiliki dua isomer. Cis-1,2-dikloropentana
jika kedua klor terletak pada bidang, arah yang sama, sedangkan trans-1,2-
diklorosiklopentana jika kedua atom klor terletak pada arah bidang yang
berlawanan. Hal yang serupa juga terjadi pada cis dan trans 1,3-
diklorosiklopentana, isomer trans lebih stabil dari pada isomer cis, karena pada
isomer cis.

1. Sikloheksana tersubtitusi
Jika dua gugus metil terikat pada satu cincin sikloheksana dapat
berkedudukan cis ataupun Trans. Cincin-cincin disubtituen cis dan trans
adalah isomer-isomer geometric yang tak dapat dirubah dari salah satu
menjadi yang lain pada temperatur kamar. Akan tetapi masing-masing isomer
dapat memiliki beberapa konformasi. Sebagai contoh adalah dua bentuk
konformasi kursi dari cis-1,2- dimetilsiklokheksana. Dalam setiap konformasi
kursi yang dapat digambarkan, selalu terdapat satu metil berkedudukan aksial
dan metil berkedudukan ekuatorial.

Keduanya “Ke bawah” keduanya “ke bawah) keduanya “ ke atas “

Gambar 2.13. Beberapa persentase berlainan dari senyawa


cis 1,2dimetil sikloheksana
Perhatikan gambar 12 bahwa gugus metil terikat pada kerbon-1 dan karbon-2
menunjukkan bahwa gugus-gugus metil pada kedua struktur adalah cis.
Perhatikan konformasi sebelah kiri gugus metil pada C-1 adalah h ekuatorial dan
gugus metil pada C-2 adalah aksial (konformasi a.e). bila cincin membalik maka
metil pada C-1 menjadi aksial dan metil pada C-2 menjadi ekuatorial (konformasi
e.a). terlihat pada kedua konformasi bahwa masing-masing memiliki satu gugus
metil ekuatorial dan satu aksial, sehingga keduanya mempunyai derajat kestabilan
yang sama. Kesetimbangan yang berlaku pada kedua konformer tersebut 50 : 50

Gambar 2.14. Konformer Cis 1.2-dimetilsikloheksana dalam


kesetimbangan 50 : 50 ekuatorial-aksial dan aksial-
ekuatorial.

Dalam trans 1.2-dimetilsikloheksana kedua gugus metil berada pada sisi yang
berlawanan satu dengan yang lain terhadap bidang cincin. Dalam bentuk kursi
dari trans isomer, satu gugus terikat dengan arah ke atas dan gugus yang lain
terikat dengan arah ke bawah bidang cincin.

Gambar 2.15. Representase Beberapa Konformasi Yang Berlainadari


trans 1.2-dimetilsikloheksana.

Bagaimanapun gugus-gugus trans itu diperagakan, keduanya selalu


berkedudukan aksial (a.a) atau keduanya ekuatorial (e,e).

Gambar 2.16. Konformer trans 1.2-dimetilsikloheksan


Pada kedua konformasi gugus metil berada pada kedudukan trans. Pada
kedua konformasi sebelah kiri kedua metil adalah aksil (a.a), sedangkan pada
konformasi sebelah kanan kedua metil berkedudukan ekuatorial (e.e), konformasi
sebelah kanan (e.e) adalah struktur yang lebih disukai, senyawa trans 1.2-
dimetilsikloheksana sehingga keseimbangan pada keduanya lebih cenderung
berlangsung ke arah kanan.

D. Hidrokarbon Siklik Dengan Cincin Besar.


Telah diketahui banyak senyawa hidrokarbon siklik dengan cincin yang
lebih besar dari pada sikloheksana. Senyawa-senyawa tersebut terjadi secara alami
dan banyak diantaranya mempunyai manfaat besar dan nilai ekonomi tinggi.
Salah satu contoh yang menarik adalah moscon dengan cincin yang terdiri dari
atas 15 atom karbon. Senyawa ini diperoleh dari kelenjar kecil muskdeer (sejenis
musang) jantan yang merupakan suatu attractant (zat penarik) bagi betinanya.
Senyawa ini kemudian banyak digunakan sebagai bahan dasar wangi-wangian
yang mahal.

Gambar 2.17. Beberapa Hodrokarbon Siklik Cincin Besar.

Civetone juga merupakan senyawa siklik dengan cincin besar, dalam


jumlah yang banyak berbau tajam dan tidak menyegarkan, akan tetapi jika
diencerkan secukupnya akan mempunyai efek attractant bagi laki-laki
terhadap wanita, sama halnya dengan musang betina terhadap musang jantan.
Karena nilai ekonomi senyawa siklik tersebut semakin tinggi, maka kimiawan
mencoba mempelajari sifat-sifatnya dan mencoba mensintesanya.

E. Senyawa Hidrokarbon Siklik Dengan Cincin Terpadu.


Kadangkala dua cincin menyatu melalui/terikat pada dua atom karbon
yang sama, cincin semacam itu dikenal sebagai cincin-cincin terpadu.
Hidrokarbonsiklik semacam ini banyak terdapat di alam, dikenal sebagai senyawa
bahan alam. Beberapa contoh senyawa bahan alam dengan cincin terpadu, antara
lain terpena, steroida, alkaloida dan lain-lain.
Gambar 2.18. Beberapa Hidrokarbon Siklik Dengan Cincin Terpadu

a. Konformasi Cincin-cincin Terpadu.


Mengacu pada azas kestabilan struktur molekul, sebagaimana telah
dibahas pada struktur konformasi sikloheksan. Cincin-cincin terpadupun dapat
mengalami tekukan untuk mencapai keadaan yang lebih mantap. Dekalin
mengandung dua cincin sikloheksana yang terpadu, dapat berada dalam bentuk cis
dan trans. Tiga buah cincin sikloheksana yang terpadu, dapat berada dalam bentuk
cis dan trans. Tiga buah cincin sikloheksana dan sebuah cincin siklopentana dapat
terpadu membentuk 1,2-siklopentanoperhidro penantrene yang merupakan
kerangka dasar dari senyawa steroid dan berbagai hormon (akan dibahas pada bab
berikutnya)

Gambar 2.19. Dekalin dan 1,2-siklopentanoperhidropenantren


Dalam Bentuk Datar dan Konformasi cis dan trans.

Cincin dengan enam atom karbon dengan konformasi kursi dapat terpadu
secara sempurna dan terjalin tanpa tegangan. Senyawa congressane yang
berbentuk sangkar telah disintesis oleh seorang kimiawan yang kemudian
mendapat penghargaan dari IUPAC pada tahun 1963. Kalau senyawa tersebut
dimodifikasi lebih lanjut dengan memadukan cincin dengan enam atom ke segala
arah sehingga semua atom hidrogennya terganti oleh karbon dari cincin tersebut
sehingga diperoleh karbon murni, intan. Kekerasan yang tinggi dan kestabilan
intan disebabkan oleh peleburan atom –atom ke dalam cincin sikloheksana dalam
jumlah tak terhingga dan semuanya dalam bentuk kursi yang stabil.
1.5 Hidrokarbon Aromatik
Terdapat satu kelas senyawa hidrokarbon yang unik jika dibandingkan
dengan dua kelas senyawa hidrokarbon yang disebutkan diatas. Yaitu hidrokarbon
aromatic. Umumnya senyawa ini mempunyai bau yang harum namun demikian
tidak berarti bahwa nama aromatic ini semata-mata didasarkan pada baunya yang
harum. Pengelompokan senyawa ini berdasarkan pada sifat-sifat kimia maupun
fisiknya akan tetapi dari :
- Ikatan rangkap (electron π) terkonyugasi secara sempurna dalam cincin
- Memenuhi hokum Huckle, bahwa electron π = 4n + 2 dimana n=1,2,3
(bilangan bulat).
Senyawa aromatic adalah senyawa yang menyerupai senyawa benzene yang
merupakan hidrokarbon induk dari kelompok senyawa aromatik. Benzene berupa
cairan dalam suhu normal, banyak digunakan sebagai pelarut organic. Sifatnya
non-polar, tidak bercampur dengan air namun dapat bercampur dengan pelarut
organic lainnya seperti dietil eter, karbon tetraklorida atau heksan. Benzene dan
turunannya banyak diperoleh dari batu bara dan minyak bumi. Molekul benzene
banyak mempunyai cincin karbon beranggotakan enam dimana tiap-tiap karbon
mengikat satu hydrogen. Dengan rumus empiris C6H6, sikloheksana C6H12,
walaupun benzene memiliki ketidakjenuhan, namun sifat benzene lebih mendekati
hidrokarbon jenuh dibandingkan dengan alkena dan alkuna.
Sejarah Benzena
Nama “benzena” memiliki perjalanan sejarah yang panjang yang dimulai
dari tanah air kita. Saat zaman Sriwijaya para pedagang Arab mendatangi
Kepulauan Nusantara untuk mencari bahan-bahan alami. Salah satunya adalah
kemenyan Sumatera (Styrax sumatrana L) yang harganya tinggi di kalangan
masyarakat sekitar Laut Tengah. Orang Arab menyebutnya luban jawi
(“kemenyan nusantara”), dan lidah Eropa menjadi benjui atau benjoin, sampai
akhirnya menjadi benzoe atau benzoin dalam bahasa Latin.
Pada abad ke-17 para ilmuan berhasil mengisolasi suatu asam dari
kemenyan tersebut, yang diberi nama acidium benzoicum (asam benzoat).
Kemudian pada tahun 1834 Eilhart Mitscherlich dari Jerman mengeluarkan
atom-atom oksigen dari molekul asam benzoat sehingga ia memperoleh senyawa
baru berwujud cair yang hanya mengandung atom-atom C dan H. Mitscherlich
menamai senyawa itu benzol.
Ternyata senyawa “benzol” itu sama dengan senyawa yang disintesis oleh
Michael Faraday dari Inggris pada tahun 1825. Faraday membuat senyawa
tersebut dari gas asetilena yang saat itu dipakai untuk lampu penerangan. Setelah
diketahui bahwa senyawa ini memiliki rumus molekul C6H6 dan mengandung
ikatan tak jenuh, maka sejak tahun 1845 nama benzol diubah menjadi benzena,
sebab akhiran –ena lebih tepat untuk senyawa-senyawa tak jenuh, sedangkan
akhiran –ol hanya lazim untuk alkohol-alkohol.
Berdasarkan rumus molekulnya, C6H6, para pakar kimia saat itu
berpendapat bahwa senyawa ini memiliki ikatan tak jenuh yang lebih banyak dari
alkena atau alkuna. Oleh karena itu, diusulkanlah beberapa rumus struktur
benzena seperti:

Akan tetapi alangkah kagetnya para ilmuan saat itu ketika mengamati bahwa
benzena tidak dapat mengalami adisi dan justru reaksi-reaksi benzena umumnya
reaksi substitusi.
Akhirnya pada tahun 1865, Friedich August Kekule dari Jerman berhasil
menerangkan struktur benzena. Keenam atom karbon pada benzena tersebut
melingkar berupa segi enam beraturan dengan sudut ikatan 120 derajat.

 
Kekule adalah orang pertama yang mengemukakan struktur benzene yang dapat
diterima. Karbon tersusun dalam bentuk hexagon (segienam) dan ia
mengemukakan ikatan tunggal dan rangkap yang bergantian diantara karbon
karbon tersebut. Setiap karbon terikat pada sebuah hydrogen. Diagram berikut ini
merupakan penyederhanaan dengan menghilangkan karbon dan hydrogen.
Meskipun Struktur Kekule merupakan struktur benzena yang dapat diterima,
namun ternyata terdapat beberapa kelemahan dalam struktur tersebut. Kelemahan
itu diantaranya:
1. Pada struktur Kekule, benzena digambarkan memiliki 3 ikatan
rangkap yang seharusnya mudah mengalami adisi seperti etena,
hekesena dan senyawa dengan ikatan karbonrangkap dua lainnya. Tetapi
pada kenyataanya Benzena sukar diadisi dan lebih mudah disubstitusi.
2. Bentuk benzene adalah molekul planar (semua atom berada pada satu
bidang datar), dan hal itu sesuai dengan struktur Kekule. Yang menjadi
masalah adalah ikatan tunggal dan rangkap dari karbon memiliki panjang
yang berbeda.
C-C 0.154 nm
C=C 0.134 nm
3. Artinya bentuk heksagon akan menjadi tidak beraturan jika
menggunakan struktur Kekule, dengan sisi yang panjang dan pendek
secara bergantian. Pada benzene yang sebenarnya semua ikatan memiliki
panjang yang sama yaitu diantara panjang C-C and C=C disekitar 0.139
nm. Benzen yang sebenarnya berbentuk segienam sama sisi.
4. Benzena yang sebenarnya lebih stabil dari benzena dengan struktur
yang diperkirakan Kekule. Kestabilan ini dapat dijelaskan berdasarkan
perubahan entalpi pada hidrogenasi.
Hidrogenasi adalah penambahan hidrogen pada sesuatu. Untuk
mendapatkan perbandingan yang baik dengan benzene, maka benzena
akan dibandingkan dengan sikloheksen C6H10. Sikloheksen adalah
senyawa siklik heksena yang mengadung satu ikatan rangkap 2.

Saat hirogen ditambahkan pada siklohesena mana akan terbentuk


sikloheksana, C6H12. Bagian "CH" menjadi CH2 dan ikatan rangkap
menjadi ikatan tunggal.
Persamaan hidrogenasi dari siklohesen dapat ditulis sebagai berikut:

Perubahan entalpi pada reaksi ini -120 kJ/mol. Dengan kata lain setiap 1
mol sikloheksen bereaksi, energi sebesar 120 kJ dilepaskan.
Jika cincin memiliki dua ikatan rangkap (Cyclohexa-1,3-diene), dua kali
lipat ikatan yang harus diputuskan dan dibentuk. Dengan kata lain
Perubahan entalpi pada hidrogenasi cyclohexa-1,3-diene akan menjadi 2
kali lipat dari perubahan entalpi pada sikloheksen yaitu, -240 kJ/mol.
Namun perubahan entalpi ternyata sebesar -232 kJ/mol yang jauh berbeda
dari yang diprediksikan.
Bila hal yang sama diterapkan pada struktur Kekule dari benzen (yang
juga disebut Cyclohexa-1,3,5-triene), perubahan entalpi dapat diprediksi
sebesar -360 kJ/mol, karena 3 kali lipat ikatan pada kasus sikloheksen
yang diputuskan dan dibentuk.

Namun ternyata hasil yang benar adalah sekitar -208 kJ/mol, sangat jauh
dari prediksi.
Hal ini akan lebih mudah untuk dimengerti dengan membaca diagram
enthalpi di bawah ini:

Garis, panah dan tulisan yang di cetak tebal melambangkan perubahan


yang sebenarnya. Sedangkan garis titik-titik melambangkan perubahan
yang diprediksikan.
Hal yang penting dari diagram ini adalah, bahwa benzena yang sebenarnya
memiliki struktur yang lebih stabil dari prediksi yang dibentuk oleh
struktur Kekule, sehingga perubahan entalpi hidrogenasinya lebih rendah
dibanding dari perubahan entalpi dari hidrogenasi struktur kekule.
Diagram perubahan entalpi diatas menunjukkan bahwa benzene yang
sebenarnya lebih stabil sekitar150 kJ/ mol dibandingkan dengan perkiraan
perubahan entalpi dari struktur benzena yang diperkirakan Kekule.
Peningkatan stabilisasi ini disebut juga sebagai delokalisasi energi atau
resonansi energi dari benzene.

Gambaran orbital benzena


Orbital p setiap atom karbon bertumpang tindih dengan orbital-orbital p kedua
atom tetangganya, membentuk ikatan π. Semua tumpang tindih antara orbital-
orbital p dari keenam atom karbon terjadi dalam derajat yang sama. Keadaan
menghasilkan suatu kesinambungan awan electron π diatas dan dibawah bidang
heksagonal. Electron-elektron π tidak terlokalisasi diantara pasangan atom karbon
tertentu sebagaimana ikatan rangkap dua pada senyawa alkena. Elekron-elektron π
tersebut terdelokalisasi (tersebar merata) dalam orbital molekul π mencakup
seluruh cincin, semua ikatan C-C identik mengandung satu pasangan electron
dalam ikatan π yang terbentuk cincin dan juga mengandung seperenam bagian
dari keenam electron-elektron π dari molekul, ini menunjukkan bahwa tiap-tiap
ikatan merupakan ikatan rangkap satu setengah. Ikatan dalam benzene berbeda
dengan ikatan rangkap dalam senyawa alkena dan alkuna. Untuk menggambarkan
delokalisasi dalam benzene maka rumus benzene kadang kadang digambarkan
sebagai segienam beraturan dengan lingkaran ditengahnya.
Penamaan senyawa Aromatis
Penamaan senyawa aromatis tidak secara langsung seperti pada rantai
karbon. Seringkali lebih dari satunama dapat diterima dan tidak langka jika nama
lama masih digunakan.

Cincin Benzene
Semua senyawa aromatis berdasarkan benzen, C 6H6, yang memiliki enam karbon
dan simbol sebagai berikut:
Setiap sudut dari segienam memiliki atom karbon yang terikat dengan hidrogen.
Fenil
Ingat bahwa anda mendapatkan metil , CH3, dengan mengingkkirkan sebuah
hidrogen pada metan, CH4.
Dan anda mendapatkan Fenil , C6H5, dengan menghilangkan sebuah hidrogen dari
benzen, C6H6. Seperti metil atau etil , Fenil selalu terikat pada yang lain.
Golongan aromatik dengan suatu golongan terikat pada cincin benzen.
Kasus dimana penamaan didasarkan pada benzen
Klorobenzen
Ini merupakan contoh sederhana dimana sebuah halogen terikat pada cincin
benzen. Penamaan sudah sangat jelas.

Penyederhanaannya menjadi C6H5Cl. Sehingga anda dapat (walau mungkin 


tidak!) menamainya fenilklorida. Setiap kalo anda menggambar cincin benzen
dengan sesuatu terikat padanya sebenarnya anda menggambar fenil. Untuk
mengikat sesuatu anda harus membuang sebuah hidrogen sehingga menghasilkan
fenil.
Nitrobenzen
Golongan nitro, NO2, terikat pada rantai benzen.

Formula sederhananya C6H5NO2.


Metilbenzen
Satu lagi nama yang jelas. Benzen dengan metil terikat padanya. Golongan alkil
yang lain juga mengikuti cara penamaan yang sama.Contoh, etilbenzen. Nama
lama dari metilbenzen adalah toluen, anda mungkin masih akan menemui itu.

Formula sederhananya C6H5CH3.


(Klorometil)benzen
Variasi dari metilbensen dimana satu atom hidrogen digantikan dengan atom
klorida. Perhatikan tanda dalam kurung,(klorometil) . Ini agar anda dapat mengerti
bahwa klorin adalah bagian dari metil dan bukan berikatan dengan  cincin.
Jika lebih dari satu hidrogen digantikan dengan klorin, penamaan akan menjadi
(diklorometil)benzene atau (triklorometil) benzen. Sekali lagi perhatikan
pentingnya tanda kurung.
asam benzoik (benzenecarboxylic acid)
Asam benzoik merupakan nama lama, namun masih umum digunakan -lebih
mudah diucapkan dan ditulis. Apapun sebutannya terdapat asam karboksilik,
-COOH, terikat pada cincin benzen.

Kasus dimana penamaan berdasarkan Fenil

Ingat bahwa golongan fenil adalah cincin benzen yang kehilangan satu atom
karbon – C6H5.
fenilamine
Fenilamin adalah amin primer yang mengandung  -NH2 terikat pada benzen.

Nama lama dari fenilamin adalah anilin, dan anda juga dapat menamakanya 
aminobenzene.
fenileten
Molekul eten dengan fenil berikatan padanya. Eten adalah rantai dengan  dua
karbon dengan ikatan rangap. Karena itu fenileten berupa:

Nama lamanya Stiren -monomer dari polystyren.


feniletanon
Mengandung rantai dengan dua karbon  tanpa ikatan rangkap. Merupakan
golongan  adalah keton sehingga ada C=O pada bagian tengah. Terikat pada rantai
karbon adalah fenil.

feniletanoat
Ester dengan dasar asam etanoik. Atom hidrogen pada  -COOH digantikan dengan
golongan fenil.
fenol
Fenol memiliki  -OH terikat pada benzen sehingga formulanya menjadi  C6H5OH.

Senyawa Aromatik dengan lebih dari suatu golongan terikat pada cincin
benzen.
Menomori cincin
Salah satu golongan yang terikat pada cincin diberi nomor satu.
Posisi yang lain diberi nomor 2 sampai 6. Anda dapat menomorinya searah atau
berlawanan arah dengan jarum jam. Sehingga menghasilkan nomor yang terkecil.
Lihat contoh untuk lebih jelas
Contoh:
Menambah atom klorin pada cincin
Lihat pada senyawa berikut:

Semuanya berdasar pada metilbenzen dan dengan itu metil menjadi nomor 1 pada
cincin.
Mengapa  2-Klorometilbenzen dan bukan 6-klorometil benzen? Cincin dinamai
searah jarum jamdalam kasus ini karena angka 2 lebih kcil dari angka 6.
asam 2-hidrobenzoik
Juga disebut sebagai asam 2-hidroksibenzenkarbolik. Ada  -COOH terikat pada
cincin dan karena penamaan berdasarkan benzoik maka golongan benzoik
menjadi nomor satu. Pada posisi disampingnya terdapat hidroksi -OH dengan
nomor 2.

asam benzene-1,4-dikarboksilik
 “di” menunjukkan adanya dua asam karboksilik dan salah satunya berada
diposidi 1 sedangkan yang lainnya berada pada posisi nomor 4.
2,4,6-trikloofenol
Berdasarkan dengan fenol dengan -OH terikat pada nomor 1 dari rantai karbon
dan klorin pada posisi nomor 2,4 dan 6 dari cincin karbon.

2,4,6-triklorofenol adalah antiseptik terkenal  TCP.


metil 3-nitrobenzoat
Nama ini merupakan nama yang akan anda temui pada soal-soal latihan me-nitrat-
kan cincin benzen.
Dari namanya ditunjukkan bahwa metil 3-nitrobenzoat merupakan golongan ester
(akhiran oat). Dan metil tertulis terpisah.
Ester ini berdasarkan asam T, asam 3-nitrobenzoik   -dan kita mulai dari sana.
Akan ada cincin benzen dengan  -COOH pada nomor satu dari cincin dan nitro
pada nomor 3. untuk menghasilkan ester sebuah hidrogen pada  -COOH 
degantikan dengan metil.

Metil 3-nitrobenzoat menjadi:

Reaksi reaksi pada benzene


Brominasi
Br

FeBr3
Br2 HBr

Bromobenzena

Sulfonasi
SO3H

SO3 H2O
H2SO4

Benzelsulfonat

Nitrasi
NO2

HNO3 H2SO4 H2O

Nitrobenzena

Alkilasi
CH3

AlCl3 HCl
CHCl3

Toluena

A. Senyawa heterosiklis non aromatik


Senyawa-senyawa yang dalam lingkar heterosiklisnya mengandung atom selain
karbon, namun sifat-sifatnya sama dengan senyawa-senyawa rantai terbuka
(alifatik)
Contohnya :
O O O

C C C

O O NH NH O
R
R CH C C CC C
O R
OO O O O
O O
anhidrida asam suksinat phtal-imida suksin-imida dioxan
gamma-lakton asetal lingkar turunan epoksida
B. Senyawa heterosiklis aromatik
Senyawa-senyawa yang dalam lingkar heterosiklisnya mengandung atom selain
karbon, namun sifat-sifatnya sama dengan senyawa-senyawa aromatik lainnya.
Agar suatu sistem cincin bersifat aromatik, terdapat tiga kriteria yang harus
dipenuhi :
1. Sistem cincin mengandung elektron p (pi) yang terdelokalisasi
(terkonyugasi).
2. Sistem cincin harus datar (planar), berhibridisasi sp2.
3. Harus terdapat (4n + 2) elektron p dalam sistem cincin (aturan Huckel).
Contohnya :

N O S
H Furan Tiofen
Pirol
5 4 5 4
N 3
6 6 3

7
N
2 7 N2
8 1 8 1
N N
piridine pirazine Kuinolin Isokuinolin

Tata Nama Senyawa Heterosiklik Aromatik


Sistem cincin senyawa aromatik heterosiklik juga mempunyai tata nama
tersendiri. Berbeda dengan senyawa lainnya, penomoran pada cincin heterosiklik
ditetapkan berdasarkan perjanjian dan tidak berubah bagaimanapun posisi
substituennya. Penomoran beberapa senyawa heterosiklik adalah sbb :

4 N3
4 5 4 5 4
4 N3 3
5 3 5 2 6 6 3

6 5 2 N1 2 N2
2 7 7
N S N
1 1
H 8 1 8 1

Piridin Tiazol Imidazol Kuinolin Isokuinolin

Bila suatu senyawa heterosiklik, hanya mengandung satu heteroatom, maka huruf
Yunani dapat juga digunakan untuk menandai posisi cincin
  
   
N
 N  H
Piridin Pirol

Struktur Senyawa Heterosiklik Lingkar Lima


Agar suatu heterosiklik dengan cincin lima anggota bersifat aromatik,
heteroatom itu harus memiliki dua elektron untuk disumbangkan ke awan pi
aromatik. Pirol, furan dan tiofen semuanya memenuhi persyaratan ini, sehingga
dapat bersifat aromatik.

N O S
H Furan Tiofen
Pirol

Penjelasan Struktur berdasarkan Teori Ikatan Valensi


A. Senyawa Pirol
Konfigurasi elektron
keadaan dasar : keadaan tereksitasi :
2 2s2 2p 2 1s2 2s1 2p 3
6 C : 1s
11 11 1 1 111
1 111 1 11 1

sp 2

satu elektron pi
+ +
dari karbon
dua elektron pi
H H dari nitrogen
+
_ _ +
H
+ N H
_
_
H
_

B. Senyawa Furan

Konfigurasi elektron
keadaan dasar : keadaan tereksitasi :
2 2s2 2p 3 1s2 2s1 2p 4
7 N : 1s
11 11 1 1 1 111
1 111 1 11 11

sp 3
satu elektron pi
+ +
dari karbon
dua elektron pi
H H dari oksigen
+
_ _ +
dua elektron mandiri
H
+ O dari oksigen
_
_
H
_

C. Senyawa Tiofen

Konfigurasi elektron
keadaan dasar : keadaan tereksitasi :
2 2s2 2p 4 1s2 2s1 2p 5
8 O : 1s
11 11 11 1 1 111
1 11 1 1 1 11

sp 3

satu elektron pi
+ +
dari karbon
dua elektron pi
H H dari sulfur
+
_ _ +
dua elektron mandiri
H
+ S dari sulfur
_
_
H
_

Struktur Hibrid Senyawa Heterosiklik Lingkar Lima

Pirol Furan
_ _ _ _
+ + + +
N N N O O O
H H H
_ _
_ _

+ + +
+
N N O O
H H
Tiofen
_ _
+ +
S S S

_
_

+ +
S S

Makin besar jarak pemisahan muatan positif dengan negatif pada struktur hibrid
menyebabkan keadaan semakin kurang stabil. Kerapatan elektron pada atom C
nomor 2 dan nomor 5 lebih besar dari kerapatan elektron pada atom C nomor 3
dan 4. Kemungkinan terjadinya substitusi elektrofilik yang paling besar berada
pada atom C nomor 2 dan 5.

Sifat Karakteristik Senyawa Heterosiklik Lingkar Lima

A. Senyawa Pirol
Karena atom nitrogen dalam pirol menyumbangkan dua elektron ke awan pi
aromatik, maka atom nitrogen bersifat tuna elektron.

N
H
Pirol

Hal ini berdampak, cincin menjadi kaya elektron (bermuatan negatif parsial)



N +
H
Tidak seperti piridin dan amina, pirol (pKb = ~14) tidak bersifat basa.

N + H+ tidak ada kation stabil


H
Pirol

B. Senyawa Furan
Karena atom oksigen dalam furan menyumbangkan dua elektron (sepasang
elektron) ke awan pi aromatik, maka atom oksigen bersifat tuna elektron.

Hal ini berdampak, cincin menjadi kaya elektron (bermuatan negatif parsial)



O+

Berbeda dengan pirol, puran menunjukkan sifat basa yang amat lemah.

C. Senyawa Tiofen
Karena atom sulfur dalam tiofen menyumbangkan dua elektron (sepasang
elektron) ke awan pi aromatik, maka atom sulfur bersifat tuna elektron.

Hal ini berdampak, cincin menjadi kaya elektron (bermuatan negatif parsial)


S +

Berbeda dengan pirol, tiofen juga menunjukkan sifat basa yang amat lemah.

Reaksi-reaksi pada Senyawa Heterosiklik Lingkar Lima


Reaksi-reaksi pada pirol
Walaupun mempunyai sepasang elektron bebas, tetapi karena adanya delokalisasi
elektron dalam cincin aromatis, maka pirol tidak dapat bersifat basa, malahan
bersifat asam yang sangat lemah, sehingga dapat bereaksi dengan NaNH2 ataupun
KOH

KOH
+ H2 O
_
N N
+
H K
+
CH3 I N

CH3

Dapat pula bereaksi dengan reagen grignard dengan membebaskan alkana.

+ CH3 MgBr + CH4


_
N N
H +
• Mengalami reaksi substitusi elektrofilik MgBr

1. Nitrasi
O
CH3 C
ONO2 O
2. Sulfonasi + CH3 C
O
CH3 C NO2 OH
N N
O 5oC
H H
CH3 C
O
N SO3

sulfopiridin
SO3
N 90 o N

H H
asam-2-pirolsulfonat

3. Reaksi coupling diazo

_ +
+ Cl N N NO2
N N N N NO2 + HCl

H H
2-piroldiazonium klorida

4. Pembentukan 2-pirol karbokaldehida

1. HCN, HCl
2. H2 O O
N N CH NH N C
H
H H H
2-pirol karbokaldehida

5. Asilasi Friedel-Craft
O
CH3 C
O
CH3 C
O O
O + CH3 C
N AlCl 3 , 250 o C N C OH
CH3
H H

• Mengalami reaksi halogenasi (brominasi)

Br Br
Br2
C2 H5 OH
N Br Br
N
H H
2,3,4,5-tetrabromopirol
• Mengalami reaksi reduksi
• Sifat kearomatikan dari pada pirol dapat dihilangkan dengan mereduksinya
dengan hidrogen, pada temperatur tinggi.

H2 , Ni / Pt

200 - 250 o
N N
H H
pirol pirolidin
Kb = 2,5 x 10 -14 Kb = 10 -3

Zn , HCl
N

H
3-pirolin

Reaksi-reaksi Furan
1. Reaksi reduksi
Sifat aromatis furan dapat dihilangkan dengan mereduksi furan menjadi tetra
hidro furan

H2 , Ni / Pd

50 o C 90 -93 %
O O
furan tetra hidro furan
td 31 o td 65 o

Makin berkurang sifat aromatisnya makin tinggi titik didihnya, karena makin
banyak dapat membentuk ikatan hidrogen.

_H O
2
CH2 CH CH CH2
O 1,3-butadiena

tetra hidro furan

+ NH3

O N
tetra hidro furan H
pirolidin
+ HCl Cl CH2 CH2 CH2 CH2 OH
O
tetra metilen klorohidrin
tetra hidro furan

2. Reaksi halogenasi
Senyawa turunan furan (asam furoat) dapat bereaksi dengan halogen, dan setelah
dipanaskan terbentuklah 2-bromo furan.

O Br2 O
+ CO2
O C Br O C Br O
OH OH
asam furoat bromo furan

Senyawa halo-furan juga dapat diperoleh dengan reaksi sebagai berikut :

HgCl 2 X2
O
O CH3 C O HgCl O X
ONa
furan halo-furan

Dari reaksi ini, juga dapat diturunkan senyawa furan yang tersubstitusi dengan
gugus asetil.

O O
O HgCl R C O C
Cl R
2-asetil furan

Tetapi umumnya, 2-asetil furan dibuat dengan larutan asam asetat anhidrid yang
diri garam boron triflourida eterat.
O BF3
CH3 C C2 H5 O C2 H5
+ O
O
O HgCl CH3 C O C
O CH3
2-asetil furan
 Reaksi substitusi elektrofilik
1. Reaksi Nitrasi

O
O + CH3 C
O CH3 C O NO2 OH
ONO2
furan 2-nitro furan

2. Reaksi Sulfonasi

+ NSO3
O O SO3 H
furan
2-furan sulfonat

Kesimpulan
• Substitusi elektrofilik berlangsung terutama pada posisi 2.
• Posisi 2 (disukai).
+ +
NO
2 +
H H H -H
NO + +
N N 2 N NO2 NO NO2
N 2 N
H H H H H

• Posisi 3 (tidak disukai).


H H
+
NO
NO2
2 NO2 NO2 +
-H
+ +
N N N N
H H H H
Piridin
Piridin mempunyai struktur yang serupa dengan benzena

atau
N N
Piridin Piridin

Masing-masing atom penyusun cincin, terhibridisasi sp2 dan mempunyai satu


elektron dalam orbital p yang disumbangkan ke awan elektron p aromatik.

+ +
_ _ +
+
_ N
+ + _
_ _
Perhatikan perbedaan antara benzena dan piridin
Benzena bersifat simetris dan nonpolar, tetapi piridin mengandung satu nitrogen
yang bersifat elektronegatif, sehingga bersifat polar.

+
N
-

Pembentukan kation menyebabkan cincin semakin bersifat tuna elektron

+
N+
_
FeBr3
Cincin piridin mempunyai kereaktivan rendah terhadap substitusi elektrofilik
dibandingkan dengan benzena. Piridin tidak mengalami alkilasi atau asilasi
Friedel-Crafts maupun kopling garam diazonium. Brominasi berlangsung hanya
pada temperatur tinggi dalam fase uap dan agaknya berlangsung dengan jalan
radikal bebas. Bila terjadi substitusi, akan berlangsung pada posisi 3.

Br Br Br
Br2
300o +
N N N
3-bromopiridin 3,5-dibromopiridin

Perbedaan lainnya, nitrogen dalam piridin mengandung sepasang elektron mandiri


dalam orbital sp2. Pasangan elektron ini dapat disumbangkan ke suatu ion
hidrogen, sehingga piridin bersifat basa. Kebasaan piridin (pKb = 8,75) jauh dari
kebasaan amina alifatik (pKb = 4), tetapi piridin menjalani banyak reaksi khas
amina

+
HC l
N H Cl-

piridinium klorida
N
CH 3 I
+
piridin NCH3 I-

N-metilpiridinium iodida
Seperti benzena, cincin aromatik piridin bertahan terhadap oksidasi, tetapi rantai
samping dapat dioksidasi menjadi gugus karboksil.

KMnO4, H2O, H+
CH3 COOH

toluena asam benzoat

CH3 COOH
KMnO4, H2O, H+

N N
3-metilpiridin asam 3-piridinakarboksilat
(asam nikotinat)
Substitusi Nukleofilik pada Cincin Piridin
Bila suatu cincin benzena disubstitusi dengan gugus penarik elektron, seperti –
NO2 maka substitusi nukleofilik aromatik sangat dimungkinkan.

NO2 NO2
NH3
O2N Cl O2N NH2

Nitrogen dalam piridin menarik rapatan elektron dari bagian lain cincin itu,
sehingga piridin juga mengalami substitusi nukleofilik. Substitusi berlangsung
paling mudah pada posisi 2, diikuti oleh posisi 4, tetapi tidak pada posisi 3.

NH3

N Br kalor
N NH 2
2-bromopiridin 2-aminopiridin

Cl NH2

NH3

N kalor
N
4-kloropiridin 4-aminopiridin

Posisi 2 (disukai)

NH3
N Br penyumbang utama
N NH2

_ _
-H+ - Br-
NH2 NH2 NH2
N Br N Br N Br
_
struktur-struktur resonansi untuk zat antara

Zat antara pada substitusi C-2, terstabilkan oleh sumbangan struktur resonansi
dalam mana nitrogen mengemban muatan negatif.
Posisi 3 (tidak disukai)
NH2
Br
NH2
N
N
NH2 NH 2 _ NH2
-H + Br -
_ _
Br Br - Br
N N N
struktur-struktur resonansi untuk zat antara

Substitusi pada posisi C-3 berlangsung lewat zat antara dalam mana nitrogen tak
dapat membantu menstabilkan muatan negatif, sehingga memiliki energi yang
lebih tinggi yang menyebabkan laju reaksi lebih lambat.
 Benzena tanpa subtituen, tidak mengalami substitusi nukleofilik.

_
100o
+ NH2 tidak ada reaksi

 Piridin mengalami substitusi nukleofilik, jika digunakan basa yang sangat


kuat, seperti reagensia litium atau ion amida.

_
100o
+ NH2 - H2 _ H2O + OH-
N N NH N NH2

o 2-aminopiridin
+ Li 100 + LiH
N N

2-fenilpiridin

Dalam reaksi antara piridin dengan ion amida (NH2-), produk awal terbentuk
adalah anion dari 2-aminopiridin, yang kemudian diolah dengan air, sehingga
menghasilkan amina bebas.
Tahap 1 (serangan NH2-)

N _
NH2

_ _
H H - H-
H
N
_ N N
NH2 NH2 NH2
struktur-struktur resonansi untuk zat antara

_
+ H
_ + H2
N N H N NH
H anion dari 2-aminopiridin

Tahap 2 (pengolahan dengan air)

_
_ + H 2O + OH
N NH N NH2
2-aminopiridin
Kuinolin dan Isokuinolin
Kuinolin dan isokuinolin, keduanya merupakan basa lemah (pKb masing-masing
9,1 dan 8,6). Kuinolin dan isokuinolin, keduanya menjalani substitusi elektrofilik
dengan lebih mudah dari piridin, tetapi dalam posisi 5 dan 8 (pada cincin
benzenoid, bukan pada cincin ntrogen)

NO2
]
HNO3
H2SO4 +
N N N
0o

Isokuinolin 5-nitroisokuinolin
NO2
(90% )
8-nitroisokuinolin
(10% )

NO2

HNO3
H2 SO4 +
N 0o N N
Kuinolin 5-nitrokuinolin NO2
(52% )
8-nitrokuinolin
(48% )
Seperti piridin, cincin kuinolin dan isokuinolin yang mengandung nitrogen dapat
menjalani substitusi nukleofilik.

(1) NH2 -

(2) H2 O
N N NH2
Kuinolin 2-aminokuinolin

(1) CH3 Li

N (2) H2 O N
Isokuinolin
CH3
1-metilisokuinolin

Posisi serangan adalah a terhadap nitrogen dalam kedua sistem cincin itu, tepat
sama seperti di dalam piridin.
Porfirin
Sistem cincin porfirin terdiri dari empat cincin pirol yang dihubungkan oleh gugus
=C-.
Sistem cincin keseluruhan bersifat aromatik.

N
H
N N
H
N

Porfirin

Sistem cincin porfirin merupakan satuan yang secara biologis sangat penting
khususnya dalam : heme, komponen hemoglobin yang mengangkut oksigen.

HO2CCH2CH2 CH3

HO2CCH2CH2 N CH
3
N Fe N

CH3 N CH=CH2

CH2=CH CH
3

Heme
Klorofil, suatu pigmen tumbuhan.

CH 3 CH=CH2

CH3 N CH3

N Mg N

C20H39O2CCH 2CH 2 N CH2-CH3

CH 3O2C
CH 3
O
Klorofil-a
Sitokrom, senyawa yang terlibat dalam pemanfaatan O2 oleh hewan.
CH
3
HO CCH CH
2 2 2
HO2CCH2CH2 N CH
3
N Fe N
CO

CH3 N CHSCH2CH

CO CH NH
3
CHCH S CH
2 3
NH
Sitokrom c

Hidrogen-hidrogen pirol dalam cincin porfirin dapat digantikan oleh aneka ragam
ion logam (kelat)
- Fenol
Fenol atau asam karbolat atau benzenol adalah zat kristal tak berwarna yang
memiliki bau khas. Rumus kimianya adalah C6H5OH dan strukturnya memiliki
gugus hidroksil (-OH) yang berikatan dengan cincin fenil.
Fenol didapatkan melalui oksidasi sebagian pada benzena atau asam benzoat
dengan proses Raschig, Fenol juga dapat diperoleh sebagai hasil dari oksidasi batu
bara.
Pembuatan fenol
1. Pertama tama benzene diubah menjadi asam benzene sulfonat, kemudian
direaksikan dengan NaOH pada temperature tinggi.
SO3H
HOSO2OH
H2O

asam benzen sulfonat


SO3H

2NaOH ONa Na2SO3 H 2O

Kemudian natrium fenolat direaksikan dengan asam.

ONa H OH Na

Keasaman Fenol
Keasaman dari fenol dapat dilihat dari resonansi molekul fenol. Electron bebas
dari atom oksigen tertarik ke dalam inti benzene dan terdistribusi merata ke
seluruh molekul akibatnya atom oksigen bermuatan positif dan melepaskan
proton.
Fenol memiliki -OH terikat pada rantai benzennya.

Saat ikatan hidrogen-oksigen pada fenol terputus, anda mendapatkan ion


fenoksida , C6H5O-.
Delokalisai juga terjadi pada ion ini. Pada saat ini, salah satu dari antara elektron
bebas dari atom oksigen overlap dengan elektron dari rantai benzen.

Overlap ini mengakibatkan dislokalisasi. Dan sebagai hasil muatan negatif tidak
hanya berada pada oksigen tetapi tersebar ke seluruh molekul.
Lalu mengapa fenol lebih lemah daripada asam etanoik? Pada ion etanoat,
delokalisasi terpusat pada daerah antara 2 atom oksigen.Sistem yang
terdelokalisasi membagi muatan negatif diantara kedua atom oksigen. Tidak ada
oksigen yang lebih kuat menarik hidrogen ion.

Pada ion fenoksida, atom oksigen tunggal masih merupakan yang paling
elektronegatif dan sistem yang terdelokalisasi terpusat pada daerah oksigen
tersebut. Sehingga atom oksigen memiliki muatan yang paling negatif, walaupun
sebenarnya tidak memiliki muatan sebanyak itu apabila delokalisasi tidak terjadi.
Delokalisasi membuat ion fenoksida lebih stabil dari seharusnya sehingga fenol
menjadi asam. Namun delokalisasi belum membagi muatan dengan efektif.
Muatan negatif disekitar oksigen akan tertarik pada ion hidrogen dam membuat
lebih mudah terbentuknya fenol kembali. Sehingga itu fenol merupakan asam
yang sangat lemah.
Aldehid dan Keton
Aldehida dan keton adalah senyawa-senyawa yang mengandung salah satu
dari gugus-gugus penting dalam kimia organic, yaitu gugus karbonil C=O. Semua
senyawa yang mengandung gugus ini disebut senyawa karbonil.
Gugus karbonil adalah gugus yang paling menentukan sifat kimia aldehida
dan keton. Oleh karena itu tidaklah mengherankan jika kebanyakan sifat-sifat dari
senyawa-senyawaini adalah mirip satu sama lain.
Contoh-contoh aldehid
Pada aldehid, gugus karbonil memiliki satu atom hidrogen yang terikat padanya
bersama dengan salah satu dari gugus berikut:
 atom hidrogen lain
 atau, yang lebih umum, sebuah gugus hidrokarbon yang bisa berupa gugus
alkil atau gugus yang mengandung sebuah cincin benzen.
Pada pembahasan kali ini, kita tidak akan menyinggung tentang aldehid yang
mengandung cincin benzen.

Pada gambar di atas kita bisa melihat bahwa keduanya memiliki ujung molekul
yang sama persis. Yang membedakan hanya kompleksitas gugus lain yang terikat.
Jika kita menuliskan rumus molekul untuk molekul-molekul di atas, maka gugus
aldehid (gugus karbonil yang mengikat atom hidrogen) selalunya dituliskan
sebagai -CHO – dan tidak pernah dituliskan sebagai COH. Oleh karena itu,
penulisan rumus molekul aldehid terkadang sulit dibedakan dengan alkohol.
Misalnya etanal dituliskan sebagai CH3CHO dan metanal sebagai HCHO.
Penamaan aldehid didasarkan pada jumlah total atom karbon yang terdapat dalam
rantai terpanjang – termasuk atom karbon yang terdapat pada gugus karbonil. Jika
ada gugus samping yang terikat pada rantai terpanjang tersebut, maka atom
karbon pada gugus karbonil harus selalu dianggap sebagai atom karbon nomor 1.
Contoh-contoh keton
Pada keton, gugus karbonil memiliki dua gugus hidrokarbon yang terikat
padanya. Sekali lagi, gugus tersebut bisa berupa gugus alkil atau gugus yang
mengandung cincin benzen. Disini kita hanya akan berfokus pada keton yang
mengandung gugus alkil untuk menyederhanakan pembahasan.
Perlu diperhatikan bahwa pada keton tidak pernah ada atom hidrogen yang terikat
pada gugus karbonil.

Propanon biasanya dituliskan sebagai CH3COCH3. Diperlukannya penomoran


atom karbon pada keton-keton yang lebih panjang harus selalu diperhatikan. Pada
pentanon, gugus karbonil bisa terletak di tengah rantai atau di samping karbon
ujung – menghasilkan pentan-3-ena atau pentan-2-on.
Ikatan dan Kereaktifan
Ikatan pada gugus karbonil

Atom oksigen jauh lebih elektronegatif dibanding karbon sehingga memiliki


kecenderungan kuat untuk menarik elektron-elektron yang terdapat dalam ikatan
C=O kearahnya sendiri. Salah satu dari dua pasang elektron yang membentuk
ikatan rangkap C=O bahkan lebih mudah tertarik ke arah oksigen. Ini
menyebabkan ikatan rangkap C=O sangat polar.
Reaksi-reaksi penting dari gugus karbonil
Atom karbon yang sedikit bermuatan positif pada gugus karbonil bisa diserang
oleh nukleofil. Nukleofil merupakan sebuah ion bermuatan negatif (misalnya, ion
sianida, CN-), atau bagian yang bermuatan negatif dari sebuah molekul (misalnya,
pasangan elektron bebas pada sebuah atom nitrogen dalam molekul amonia NH3).
Selama reaksi berlangsung, ikatan rangkap C=O terputus. Efek murni dari
pemutusan ikatan ini adalah bahwa gugus karbonil akan mengalami reaksi adisi,
seringkali diikuti dengan hilangnya sebuah molekul air. Ini menghasilkan reaksi
yang dikenal sebagai adisi-eliminasi atau kondensasi. Dalam pembahasan tentang
aldehid dan keton anda akan menemukan banyak contoh reaksi adisi sederhana
dan reaksi adisi-eliminasi.
Aldehid dan keton mengandung sebuah gugus karbonil. Ini berarti bahwa reaksi
keduanya sangat mirip jika ditinjau berdasarkan gugus karbonilnya.
Perbedaan aldehid dan keton
Aldehid berbeda dengan keton karena memiliki sebuah atom hidrogen yang
terikat pada gugus karbonilnya. Ini menyebabkan aldehid sangat mudah
teroksidasi.
Sebagai contoh, etanal, CH3CHO, sangat mudah dioksiasi baik menjadi asam
etanoat, CH3COOH, atau ion etanoat, CH3COO-.
Keton tidak memiliki atom hidrogen tersebut sehingga tidak mudah dioksidasi.
Keton hanya bisa dioksidasi dengan menggunakan agen pengoksidasi kuat yang
memiliki kemampuan untuk memutus ikatan karbon-karbon.
Oksidasi aldehid dan keton juga dibahas dalam modul belajar online ini pada
sebuah halaman khusus di topik aldehid dan keton.
Sifat-sifat fisik
Titik didih
Aldehid sederhana seperti metanal memiliki wujud gas (titik didih -21°C), dan
etanal memiliki titik didih +21°C. Ini berarti bahwa etanal akan mendidih pada
suhu yang mendekati suhu kamar.
Aladehid dan keton lainnya berwujud cair, dengan titik didih yang semakin
meningkat apabila molekul semakin besar.
Besarnya titik didih dikendalikan oleh kekuatan gaya-gaya antar-molekul.
Gaya dispersi van der Waals
Gaya tarik ini menjadi lebih kuat apabila molekul menjadi lebih panjang dan
memiliki lebih banyak elektron. Peningkatan gaya tarik ini akan meningkatkan
ukuran dipol-dipol temporer yang terbentuk. Inilah sebabnya mengapa titik didih
meningkat apabila jumlah atom karbon dalam rantai juga meningkat – baik pada
aldehid maupun pada keton.
Gaya tarik dipol-dipol van der Waals
Aldehid dan keton adalah molekul polar karena adanya ikatan rangkap C=O.
Seperti halnya gaya-gaya dispersi, juga akan ada gaya tarik antara dipol-dipol
permanen pada molekul-molekul yang berdekatan.
Ini berarti bahwa titik didih akan menjadi lebih tinggi dibanding titik didih
hidrokarbon yang berukuran sama – yang mana hanya memiliki gaya dispersi.
Mari kita membandingkan titik didih dari tiga senyawa hidrokarbon yang
memiliki besar molekul yang mirip. Ketiga senyawa ini memiliki panjang rantai
yang sama, dan jumlah elektronnya juga mirip (walaupun tidak identik).

molekul tipe titik didih (°C)


CH3CH2CH3 alkana -42

CH3CHO aldehid +21

CH3CH2OH alkohol +78


Pada tabel di atas kita bisa melihat bahwa aldehid (yang memiliki gaya tarik
dipol-dipol dan gaya tarik dispersi) memiliki titik didih yang lebih tinggi dari
alkana berukuran sebanding yang hanya memiliki gaya dispersi.
Akan tetapi, titik didih aldehid lebih rendah dari titik didih alkohol. Pada alkohol,
terdapat ikatan hidrogen ditambah dengan dua jenis gaya-tarik antar molekul
lainnya (gaya-tarik dipol-dipol dan gaya-tarik dispersi).
Walaupun aldehid dan keton merupakan molekul yang sangat polar, namun
keduanya tidak memiliki atom hidrogen yang terikat langsung pada oksigen,
sehingga tidak bisa membentuk ikatan hidrogen sesamanya.
Kelarutan dalam air
Aldehid dan keton yang kecil dapat larut secara bebas dalam air tetapi
kelarutannya berkurang seiring dengan pertambahan panjang rantai. Sebagai
contoh, metanal, etanal dan propanon – yang merupakan aldehid dan keton
berukuran kecil – dapat bercampur dengan air pada semua perbandingan volume.
Alasan mengapa aldehid dan keton yang kecil dapat larut dalam air adalah bahwa
walaupun aldehid dan keton tidak bisa saling berikatan hidrogen sesamanya,
namun keduanya bisa berikatan hidrogen dengan molekul air.
Salah satu dari atom hidrogen yang sedikit bermuatan positif dalam sebuah
molekul air bisa tertarik dengan baik ke salah satu pasangan elektron bebas pada
atom oksigen dari sebuah aldehid atau keton untuk membentuk sebuah ikatan
hidrogen.

Tentunya juga terdapat gaya dispersi dan gaya tarik dipol-dipol antara aldehid
atau keton dengan molekul air.
Pembentukan gaya-gaya tarik ini melepaskan energi yang membantu menyuplai
energi yang diperlukan untuk memisahkan molekul air dan aldehid atau keton satu
sama lain sebelum bisa bercampur.
Apabila panjang rantai meningkat, maka "ekor-ekor" hidrokarbon dari molekul-
molekul (semua hidrokarbon sedikit menjauh dari gugus karbonil) mulai
mengalami proses di atas.
Dengan menekan diri diantara molekul-molekul air, ekor-ekor hidrokarbon
tersebut memutus ikatan hidrogen yang relatif kuat antara molekul-molekul air
tanpa menggantinya dengan ikatan yang serupa. Ini menjadi proses yang tidak
bermanfaat dari segi energi, sehingga kelarutan berkurang.
Mengapa aldehid dan keton memiliki sifat yang berbeda?
Anda akan mengingat dari pembahasan lain di topik aldehid keton bahwa
perbedaan antara aldehid dan keton adalah keberadaan sebuah atom hidrogen
yang terikat pada ikatan rangkap C=O dalam aldehid, sedangkan pada keton tidak
ditemukan hidrogen seperti ini.

Keberadaan atom hidrogen tersebut menjadikan aldehid sangat mudah teroksidasi.


Atau dengan kata lain, aldehid adalah agen pereduksi yang kuat.
Karena keton tidak memiliki atom hidrogen istimewa ini, maka keton sangat sulit
dioksidasi. Hanya agen pengoksidasi sangat kuat seperti larutan kalium
manganat(VII) (larutan kalium permanganat) yang bisa mengoksidasi keton –
itupun dengan mekanisme yang tidak rapi, dengan memutus ikatan-ikatan C-C.
Dengan tidak memperhitungkan agen pengoksidasi yang kuat ini, anda bisa
dengan mudah menjelaskan perbedaan antara sebuah aldehid dengan sebuah
keton. Aldehid dapat dioksidasi dengan mudah menggunakan semua jenis agen
pengoksidasi; sedangkan keton tidak.
Rincian reaksi-reaksi ini akan dibahas lebih lanjut pada bagian-bagian bawah
halaman ini.
Apa yang terbentuk apabila aldehid dioksidasi?
Hasil yang terbentuk tergantung pada apakah reaksi dilakukan pada kondisi asam
atau basa. Pada kondisi asam, aldehid dioksidasi menjadi sebuah asam
karboksilat. Pada kondisi basa, asam karboksilat tidak bisa terbentuk karena dapat
bereaksi dengan logam alkali. Olehnya itu yang terbentuk adalah garam dari asam
karboksilat.

Menuliskan persamaan reaksi untuk reaksi-reaksi oksidasi


Jika anda ingin mengetahui persamaan untuk reaksi-reaksi oksidasi ini, maka satu-
satunya cara yang tepat digunakan untuk menuliskannya adalah dengan
menggunakan persamaan setengah reaksi.
Persamaan setengah reaksi untuk oksidasi aldehid berbeda-beda tergantung pada
kondisi reaksi (apakah asam atau basa).
Pada kondisi asam, persamaan setengah reaksinya adalah:
dan pada kondisi basa:

Persamaan-persamaan setengah reaksi ini selanjutnya digabungkan dengan


persamaan setengah reaksi dari agen pengoksidasi yang digunakan. Contohnya
dijelaskan secara rinci berikut ini.
Contoh-contoh spesifik
Pada masing-masing contoh berikut, kami berasumsi bahwa anda telah
mengetahui apakah yang terbentuk adalah aldehid atau keton. Ada banyak hal lain
yang juga dapat memberikan hasil positif.
Dengan mengasumsikan bahwa anda mengetahui apa yang harus terbentuk
(aldehid atau keton), pada masing-masing contoh, keton tidak memberikan hasil
positif. Hanya aldehid yang memberikan hasil positif.
Penggunaan larutan kalium dikromat(VI) asam
Sedikit larutan kalium dikromat(VI) diasamkan dengan asam sulfat encer dan
beberapa tetes aldehid atau keton ditambahkan. Jika tidak ada yang terjadi pada
suhu biasa, campuran dipanaskan secara perlahan selama beberapa menit –
misalnya, dalam sebuah labu kimia berisi air panas.

keton Tidak ada perubahan warna pada larutan oranye.

aldehid Larutan oranye berubah menjadi biru.


Ion-ion dikromat (VI) telah direduksi menjadi ion-ion kromium(III) yang
berwarna hijau oleh aldehid. Selanjutnya aldehid dioksidasi menjadi asam
karboksilat yang sesuai.
Persamaan setengah reaksi untuk reduksi ion-ion dikromat(VI) adalah:

Menggabungkan persamaan di atas dengan persamaan setengah reaksi dari


oksidasi sebuah aldehid pada kondisi asam, yakni

akan menghasilkan persamaan lengkap sebagai berikut:

Penggunaan pereaksi Tollens (uji cermin perak)


Pereaksi Tollens mengandung ion diamminperak(I), [Ag(NH3)2]+.
Ion ini dibuat dari larutan perak(I) nitrat. Caranya dengan memasukkan setetes
larutan natrium hidroksida ke dalam larutan perak(I) nitrat yang menghasilkan
sebuah endapan perak(I) oksida, dan selanjutnya tambahkan larutan amonia encer
secukupnya untuk melarutkan ulang endapan tersebut.
Untuk melakukan uji dengan pereaksi Tollens, beberapa tetes aldehid atau keton
dimasukkan ke dalam pereaksi Tollens yang baru dibuat, dan dipanaskan secara
perlahan dalam sebuah penangas air panas selama beberapa menit.

keton Tidak ada perubahan pada larutan yang tidak berwarna.

Larutan tidak berwarna menghasilkan sebuah endapan perak berwarna


aldehid
abu-abu, atau sebuah cermin perak pada tabung uji.
Aldehid mereduksi ion diamminperak(I) menjadi logam perak. Karena larutan
bersifat basa, maka aldehid dengan sendirinya dioksidasi menjadi sebuah garam
dari asam karboksilat yang sesuai.
Persamaan setengah reaksi untuk reduksi ion diamminperak(I) menjadi perak
adalah sebagai berikut:

Menggabungkan persamaan di atas dengan persamaan setengah reaksi dari


oksidasi sebuah aldehid pada kondisi basa, yakni

akan menghasilkan persamaan reaksi lengkap:

Penggunaan larutan Fehling atau larutan Benedict


Larutan Fehling dan larutan Benedict adalah varian dari larutan yang secara
ensensial sama. Keduanya mengandung ion-ion tembaga(II) yang dikompleks
dalam sebuah larutan basa.
Larutan Fehling mengandung ion tembaga(II) yang dikompleks dengan ion tartrat
dalam larutan natrium hidroksida. Pengompleksan ion tembaga(II) dengan ion
tartrat dapat mencegah terjadinya endapan tembaga(II) hidroksida.
Larutan Benedict mengandung ion-ion tembaga(II) yang membentuk kompleks
dengan ion-ion sitrat dalam larutan natrium karbonat. Lagi-lagi, pengompleksan
ion-ion tembaga(II) dapat mencegah terbentuknya sebuah endapan – kali ini
endapan tembaga(II) karbonat.
Larutan Fehling dan larutan Benedict digunakan dengan cara yang sama.
Beberapa tetes aldehid atau keton ditambahkan ke dalam reagen, dan
campurannya dipanaskan secara perlahan dalam sebuah penangas air panas
selama beberapa menit.

keton Tidak ada perubahan warna pada larutan biru.

Larutan biru menghasilkan sebuah endapan merah gelap dari


aldehid
tembaga(I) oksida.
Aldehid mereduksi ion tembaga(II) menjadi tembaga(I) oksida. Karena larutan
bersifat basa, maka aldehid dengan sendirinya teroksidasi menjadi sebuah garam
dari asam karboksilat yang sesuai.
Persamaan untuk reaksi-reaksi ini selalu disederhanakan untuk menghindari
keharusan menuliskan ion tartrat atau sitrat pada kompleks tembaga dalam rumus
struktur. Persamaan setengah-reaksi untuk larutan Fehling dan larutan Benedict
bisa dituliskan sebagai:

Menggabungkan persamaan di atas dengan persamaan setengah reaksi untuk


oksidasi aldehid pada kondisi basa yakni

akan menghasilkan persamaan lengkap:

Reaksi Adisi-Eliminasi Aldehid dan Keton


Reaksi dengan 2,4-dinitrofenilhidrazin

2,4-dinitrofenilhidrazin sering disingkat menjadi 2,4-DNP atau 2,4-DNPH.


Larutan 2,4-dinitrofenilhidrazin dalam sebuah campuran metanol dan asam sulfat
dikenal sebagai pereaksi Brady.

Pengertian 2,4-dinitrofenilhidrazin

Walaupun namanya kedengaran rumit, dan strukturnya terlihat agak kompleks,


namun sebenarnya sangat mudah untuk dibuat.

Pertama-tama gambarkan rumus molekul dari hidrazin, yaitu sebagai berikut:

Pada fenilhidrazin, salah satu atom hidrogen dalam hidrazin digantikan oleh
sebuah gugus fenil, C6H5. Ini didasarkan pada sebuah cincin benzen.

Pada 2,4-dinitrofenilhidrazin, ada dua gugus nitro, NO2, yang terikat pada gugus
fenil di posisi karbon 2 dan 4. Sudut yang padanya terikat nitrogen dianggap
sebagai atom karbon nomor 1, dan perhitungan dilakukan searah arah jarum jam.

Melangsugkan reaksi

Rincian reaksi antara aldehid atau keton dengan 2,4-dinitrofenilhidrazin sedikit


bervariasi tergantung pada sifat-sifat aldehid atau keton yang terlibat, dan pelarut
yang didalamnya dilarutkan 2,4-dinitrofenilhidrazin. Pada prosedur berikut,
anggap kita menggunakan 2,4-dinitrofenilhidrazin dalam bentuk pereaksi Brady
(sebuah larutan 2,4-dinitrofenilhidrazin dalam metanol dan asam sulfat):

Masukkan beberapa tetes aldehid atau keton, atau bisa juga larutan aldehid atau
keton dalam metanol, ke dalam pereaksi Brady. Terbentuknya endapan kuning
atau oranye terang mengindikasikan adanya ikatan rangkap C=O dalam sebuah
aldehid atau keton.
Reaksi uji ini adalah yang paling sederhana untuk sebuah aldehid atau keton.

Sifat kimiawi reaksi

Reaksi keseluruhan dituliskan dengan persamaan berikut:

R dan R’ bisa berupa kombinasi dari gugus-gugus hidrogen atau hidrokarbon


(seperti gugus alkil). Jika sekurang-kurangnya satu dari kedua gugus tersebut
adalah hidrogen, maka senyawa asalnya adalah aldehid. Jika kedua gugus tersebut
adalah gugus hidrokarbon, maka senyawa asalnya adalah keton.

Perhatikan secara seksama mekanisme yang terjadi.

Jika kedua molekul pereaksi digambarkan berderet, maka struktur produk reaksi
dapat ditentukan dengan mudah.

Produk reaksi dikenal sebagai "2,4-dinitrofenilhidrazon". Perlu diperhatikan


bahwa yang berubah hanya akhiran saja, dari akhiran "-in" menjadi "-on". Ini
kemungkinan membingungkan.

Produk dari reaksi dengan etanal disebut sebagai etanal 2,4-dinitrofenilhidrazon;


produk dari reaksi dengan propanon disebut propanon 2,4-dinitrofenilhidrazon –
dan seterusnya. Ini tidak terlalu sulit.

Reaksi ini dikenal sebagai reaksi kondensasi. Reaksi kondensasi merupakan


reaksi dimana dua molekul bergabung bersama disertai dengan hilangnya sebuah
molekul kecil dalam proses tersebut. Dalam hal ini, molekul kecil tersebut adalah
air.

Dari segi mekanisme, reaksi ini adalah reaksi adisi-eliminasi nukleofilik. 2,4-
dinitrofenilhidrazin pertama-pertama memasuki ikatan rangkap C=O (tahap adisi)
menghasilkan sebuah senyawa intermediet yang selanjutnya kehilangan sebuah
molekul air (tahap eliminasi).

Kegunaan reaksi

Reaksi adisi-eliminasi aldehid dan keton memiliki dua kegunaan dalam pengujian
aldehid dan keton.

 Pertama, reaksi ini bisa digunakan untuk menguji keberadaan ikatan


rangkap C=O. Ikatan rangkap C=O dalam sebuah aldehid atau keton hanya
memiliki endapan berwarna oranye atau kuning.

 Kedua, reaksi ini bisa digunakan untuk membantu mengidentifikasi


aldehid atau keton tertentu.

Endapan disaring dan dicuci dengan, misalnya, metanol dan selanjutnya


direkristalisasi dari sebuah pelarut yang cocok, dimana pelarut ini bisa
bereda-beda tergantung pada sifat aldehid dan keton. Sebagai contoh, kita
bisa merekristalisasi produk-produk aldehid dan keton kecil dari sebuah
campuran etanol dan air.

Kristal-kristal yang terbentuk dilarutkan dalam pelarut panas dengan


jumlah yang minimum. Jika larutan telah dingin, kristal-kristal diendapkan
ulang dan bisa disaring, dicuci dengan sedikit pelarut dan dikeringkan.
Kristal-kristal ini akan menjadi murni.

Jika anda mengetahui titik lebur kristal-kristal, maka anda bisa


membandingkannya dengan tabel-tabel titik lebur 2,4-dinitrofenilhidrazon
dari semua aldehid dan keton umum untuk mencari aldehid atau keton
mana yang diperoleh.

Beberapa reaksi mirip lainnya

Jika anda melihat kembali persamaan-persamaan reaksi yang telah disebutkan di


atas, tidak ada yang berubah pada 2,4-dinitrofenilhidrazin selama reaksi kecuali
gugus -NH2. Reaksi yang serupa bisa dihasilkan jika gugus -NH2 terikat pada
sesuatu yang lain.

Pada masing-masing kasus, reaksi akan terlihat sebagai berikut:


Dengan pereaksi berikut, yang berubah hanyalah sifat "X".

dengan hidrazin

Produk di atas adalah "hidrazon". Jika anda menggunakan propanon, maka produk
itu adalah propanon hidrazon.

dengan fenilhidrazin

Produk di atas adalah sebuah "fenilhidrazon".

dengan hidroksilamin

Produk di atas adalah sebuah"oksim" – misalnya, etanal oksim.

You might also like