You are on page 1of 17

HUKUM KONTRAK

PERJANJIAN WARALABA

DISUSUN OLEH:

MUH. NUR UDPA (B111 07 173)

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS HASANUDDIN

2010

1
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Waralaba atau Franchising (dari bahasa Prancis untuk kejujuran atau kebebasan)
adalah hak-hak untuk menjual suatu produk atau jasa maupun layanan. Sedangkan
menurut versi pemerintah Indonesia, yang dimaksud dengan waralaba adalah perikatan
dimana salah satu pihak diberikan hak memanfaatkan dan atau menggunakan hak dari
kekayaan intelektual (HAKI) atau pertemuan dari ciri khas usaha yang dimiliki pihak lain
dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan oleh pihak lain
tersebut dalam rangka penyediaan dan atau penjualan barang dan jasa.1

Sedangkan menurut Asosiasi Franchise Indonesia, yang dimaksud dengan Waralaba


ialah Suatu sistem pendistribusian barang atau jasa kepada pelanggan akhir, dimana
pemilik merek (franchisor) memberikan hak kepada individu atau perusahaan untuk
melaksanakan bisnis dengan merek, nama, sistem, prosedur dan cara-cara yang telah
ditetapkan sebelumnya dalam jangka waktu tertentu meliputi area tertentu.

Waralaba diperkenalkan pertama kali pada tahun 1850-an oleh Isaac Singer, pembuat
mesin jahit Singer, ketika ingin meningkatkan distribusi penjualan mesin jahitnya.
Walaupun usahanya tersebut gagal, namun dialah yang pertama kali memperkenalkan
format bisnis waralaba ini di AS. Kemudian, caranya ini diikuti oleh pewaralaba lain
yang lebih sukses, John S Pemberton, pendiri Coca Cola. Namun, menurut sumber
lain, yang mengikuti Singer kemudian bukanlah Coca Cola, melainkan sebuah industri
otomotif AS, General Motors Industry ditahun 1898. Contoh lain di AS ialah sebuah
sistem telegraf, yang telah dioperasikan oleh berbagai perusahaan jalan kereta api,
tetapi dikendalikan oleh Western Union serta persetujuan eksklusif antar pabrikan mobil
dengan dealer.

Di Indonesia, sistem waralaba mulai dikenal pada tahun 1950-an, yaitu dengan
munculnya dealer kendaraan bermotor melalui pembelian lisensi. Perkembangan kedua
1
http://id.wikipedia.org/wiki/Waralaba

2
dimulai pada tahun 1970-an, yaitu dengan dimulainya sistem pembelian lisensi plus,
yaitu franchisee tidak sekedar menjadi penyalur, namun juga memiliki hak untuk
memproduksi produknya[11] . Agar waralaba dapat berkembang dengan pesat, maka
persyaratan utama yang harus dimiliki satu teritori adalah kepastian hukum yang
mengikat baik bagi franchisor maupun franchisee. Karenanya, kita dapat melihat bahwa
di negara yang memiliki kepastian hukum yang jelas, waralaba berkembang pesat,
misalnya di AS dan Jepang. Tonggak kepastian hukum akan format waralaba di
Indonesia dimulai pada tanggal 18 Juni 1997, yaitu dengan dikeluarkannya Peraturan
Pemerintah (PP) RI No. 16 Tahun 1997 tentang Waralaba. PP No. 16 tahun 1997
tentang waralaba ini telah dicabut dan diganti dengan PP no 42 tahun 2007 tentang
Waralaba. Selanjutnya ketentuan-ketentuan lain yang mendukung kepastian hukum
dalam format bisnis waralaba adalah sebagai berikut:

 Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No. 259/MPP/KEP/7/1997


Tanggal 30 Juli 1997 tentang Ketentuan Tata Cara Pelaksanaan Pendaftaran
Usaha Waralaba.
 Peraturan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No. 31/M-
DAG/PER/8/2008 tentang Penyelenggaraan Waralaba
 Undang-undang No. 14 Tahun 2001 tentang Paten.
 Undang-undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek.
 Undang-undang No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang.

Banyak orang masih skeptis dengan kepastian hukum terutama dalam bidang waralaba
di Indonesia. Namun saat ini kepastian hukum untuk berusaha dengan format bisnis
waralaba jauh lebih baik dari sebelum tahun 1997. Hal ini terlihat dari semakin
banyaknya payung hukum yang dapat melindungi bisnis waralaba tersebut.
Perkembangan waralaba di Indonesia, khususnya di bidang rumah makan siap saji
sangat pesat. Hal ini ini dimungkinkan karena para pengusaha kita yang berkedudukan
sebagai penerima waralaba (franchisee) diwajibkan mengembangkan bisnisnya melalui
master franchise yang diterimanya dengan cara mencari atau menunjuk penerima
waralaba lanjutan.

3
Dengan mempergunakan sistem piramida atau sistem sel, suatu jaringan format bisnis
waralaba akan terus berekspansi. Ada beberapa asosiasi waralaba di Indonesia antara
lain APWINDO (Asosiasi Pengusaha Waralaba Indonesia), WALI (Waralaba & License
Indonesia), AFI (Asosiasi Franchise Indonesia). Ada beberapa konsultan waralaba di
Indonesia antara lain IFBM, The Bridge, Hans Consulting, FT Consulting, Ben WarG
Consulting, JSI dan lain-lain. Ada beberapa pameran Waralaba di Indonesia yang
secara berkala mengadakan roadshow diberbagai daerah dan jangkauannya nasional
antara lain International Franchise and Business Concept Expo (Dyandra),Franchise
License Expo Indonesia ( Panorama convex), Info Franchise Expo ( Neo dan Majalah
Franchise Indonesia).

BAB 2

4
PEMBAHASAN

2.1 Waralaba

Pihak-pihak yang terkait dalam waralaba yaitu:

 Franchisor atau pemberi waralaba, adalah badan usaha atau perorangan yang
memberikan hak kepada pihak lain untuk memanfaatkan dan atau menggunakan
hak atas kekayaanintelektual atau penemuan atau ciri khas usaha yang
dimilikinya.
 Franchisee atau penerima waralaba, adalah badan usaha atau perorangan yang
diberikan hak untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas kekayaan
intelektual atau penemuan atau ciri khas yang dimiliki pemberi waralaba.

Berdasarkan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI Nomor:


259/MPP/Kep/7/1997 Tanggal 30 Juli 1997 tentang Ketentuan dan Tata Cara
Pelaksanaan Pendaftaran Usaha Waralaba, Franchisee atau penerima waralaba
terbagi atas dua jenis yaitu:

- Penerima Waralaba Utama adalah Penerima Waralaba yang melaksanakan hak


membuat Perjanjian Waralaba Lanjutan yang diperoleh dari Pemberi Waralaba.
- Penerima Waralaba Lanjutan adalah badan usaha atau perorangan yang
menerima hak untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas kekayaan
intelektual atau penemuan atau ciri khas usaha yang dimiliki Pemberi Waralaba
melalui Penerima Waralaba Utama.

Waralaba dapat dibagi menjadi dua:

 Waralaba luar negeri, cenderung lebih disukai karena sistemnya lebih jelas,
merek sudah diterima diberbagai dunia, dan dirasakan lebih bergengsi.
 Waralaba dalam negeri, juga menjadi salah satu pilihan investasi untuk orang-
orang yang ingin cepat menjadi pengusaha tetapi tidak memiliki pengetahuan
cukup piranti awal dan kelanjutan usaha ini yang disediakan oleh pemilik
waralaba.

5
Waralaba dapat dibagi menjadi dua:

 Waralaba luar negeri, cenderung lebih disukai karena sistemnya lebih jelas,
merek sudah diterima diberbagai dunia, dan dirasakan lebih bergengsi.
 Waralaba dalam negeri, juga menjadi salah satu pilihan investasi untuk orang-
orang yang ingin cepat menjadi pengusaha tetapi tidak memiliki pengetahuan
cukup piranti awal dan kelanjutan usaha ini yang disediakan oleh pemilik
waralaba.
Pada dasarnya waralaba merupakan salah satu bentuk pemberian lisensi, hanya saja
agak berbeda dengan pengertian lisensi pada umumnya, waralaba menekankan pada
kewajiban untuk menggunakan system, metode, tata cara, prosedur, metode
pemasaran dan penjualan maupun hal-hal lain yang ditentukan oleh pemberi waralaba
secara eksklusif, serta tidak boleh dilanggar maupun diabaikan oleh penerima lisensi.
Hal ini mengakibatkan bahwa waralaba cenderung bersifat eksklusif. Seorang atau
suatu pihak yang menerima waralaba tidaklah dimungkinkan untuk melakukan kegiatan
lain yang sejenis atau yang berada dalam suatu lingkungan yang mungkin
menimbulkan persaingan dengan kegiatan usaha waralaba yang diperoleh olehnya dari
2
pemberi waralaba ( Gunawan Widjaya, 2002 : 20 ).

Berdasarkan pengertian yang dikemukakan oleh Gunawan Widjaya tersebut di atas,


maka dalam pembuatan perjanjian atau kontrak harus dibuat secara terang dan sejelas-
jelasnya, hal ini disebabkan saling memberi kepercayaan dan mempunyai harapan
keuntungan bagi kedua pihak akan diperoleh secara cepat. Karena itu kontrak waralaba
merupakan suatu dokumen yang di dalamnya berisi suatu transaksi yang dijabarkan
secara terperinci. 

Sebelum membuat perjanjian, Pemberi Waralaba wajib menyampaikan keterangan


tertulis dan benar kepada Penerima Waralaba yang sekurang-kurangnya mengenai:

a. Identitas Pemberi Waralaba, berikut keterangan mengenai kegiatan usahanya


termasuk neraca dan daftar rugi laba selama 2 (dua) tahun terakhir;
2
http://forum.meremmelek.net/showthread.php?75766-%26%239733;%26%239733;-Perjanjian-Waralaba-dan-
Pengawasan-oleh-Pemerintah-%26%239733;%26%239733;

6
b. Hak Atas Kekayaan Intelektual atau penemuan atau ciri khas usaha yang
menjadi obyek Waralaba;
c. Persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi Penerima Waralaba;
d. Bantuan atau fasilitas yang ditawarkan Pemberi Waralaba kepada Penerima
Waralaba;
e. Hak dan kewajiban Pemberi Waralaba dan Penerima Waralaba;
f. Cara-cara dan syarat pengakhiran, pemutusan dan perpanjangan Perjanjian
Waralaba;
g. Hal-hal lain yang perlu diketahui Penerima Waralaba dalam rangka pelaksanaan
Perjanjian Waralaba.

Berdasarkan Pasal 7 Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No.


259/MPP/KEP/7/1997 Tanggal 30 Juli 1997 tentang Ketentuan Tata Cara Pelaksanaan
Pendaftaran Usaha Waralaba, Perjanjian Waralaba antara Pemberi Waralaba dengan
Penerima Waralaba sekurang-kurangnya memuat klausula mengenai:

a. Nama, alamat dan tempat kedudukan perusahaan masing-masing pihak;


b. Nama dan jabatan masing-masing pihak yang berwenang menandatangani
perjanjian;
c. Nama dan jenis Hak Atas Kekayaan Intelektual, penemuan atau ciri khas usaha
misalnya sistem manajemen, cara penjualan atau penataan atau cara distribusi
yang merupakan karakteristik khusus yang menjadi obyek Waralaba;
d. Hak dan kewajiban masing-masing pihak serta bantuan dan fasilitas yang
diberikan kepada Penerima Waralaba;
e. Wilayah Pemasaran;
f. Jangka waktu perjanjian dan tata cara perpanjangan perjanjian serta syarat-
syarat perpanjangan perjanjian;
g. Cara penyelesaian perselisihan;
h. Ketentuan-ketentuan pokok yang disepakati yang dapat mengakibatkan
pemutusan perjanjian atau berakhirnya perjanjian;
i. Ganti rugi dalam hal terjadi pemutusan perjanjian;
j. Tata cara pembayaran imbalan;

7
k. Penggunaan barang atau bahan hasil produksi dalam negeri yang dihasilkan dan
dipasok oleh pengusaha kecil;
l. Pembinaan, bimbingan dan pelatihan kepada Penerima Waralaba.

Berdasarkan Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba,


Perjanjian Waralaba memuat klausula paling sedikit:

a) Nama dan alamat para pihak;


b) Jenis Hak Kekayaan Intelektual;
c) Kegiatan usaha;
d) Hak dan kewajiban para pihak;
e) Bantuan, fasilitas, bimbingan operasional, pelatihan dan pemasaran yang
diberikan Pemberi Waralaba kepada Penerima Waralaba;
f) Wilayah usaha;
g) Jangka waktu perjanjian;
h) Tata cara pembayaran imbalan;
i) Kepemilikan, perubahan kepemilikan dan hak ahli waris;
j) Penyelesaian sengketa; dan
k) Tata cara perpanjangan, pengakhiran dan pemutusan perjanjian.

2.2 Contoh Perjanjian Waralaba

CONTOH PERJANJIAN WARALABA3

3
http://mustafit.wordpress.com/contoh-contoh-kontrak-perjanjian/contoh-perjanjian-franchise-restoran/

8
Yang bertandatangan di bawah ini:
1. Drs. M. Adung Darmadung, Direktur Restoran Serba Wenak beralamat di Jl. Raja
Panjang No. 221 Kebun Jeruk, Jakarta Barat, dalam hal ini bertindak untuk dan atas
nama Restoran Serba Wenak dalam perjanjian ini selanjutnya disebut Franchisor.
2. Leni Marleni, swasta beralamat di Jl. Van Java No. 32 Radio Dalam Jakarta Selatan,
dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama pribadi selaku penerima Franchise yang
selanjutnya disebut Franchisee.

Pada hari ini Kamis, tanggal duabelas bulan enam tahun duaribu delapan (12-06-2008)
bertempat di kantor Restoran Serba Wenak di alamat tersebut di atas Franchisor dan
Franchisee sepakat untuk mengikatkan diri dalam perjanjian kerja sama Franchise
dengan menerangkan terlebih dahulu hal-hal sebagai berikut:

 Bahwa Franchisor adalah restoran yang menyajikan makanan siap saji yang dikenal
dengan nama Restoran Serba Wenak.
 Bahwa Franchisor setuju memberikan izin dan membantu Franchise menjual dan
menyajikan makanan Serba Wenak untuk wilayah Jakarta Selatan.
 Bahwa Franchisee berjanji akan mengawasi, menjaga dan mengendalikan mutu
makanan Serba Wenak serta memberikan pelayanan terbaik bagi setiap konsumen
sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh Franchisor.
 Bahwa Franchisor memberikan hak ekslusif kepada Franchisee untuk membuka
restoran yang menyediakan dan menyajikan makanan siap saji yang ditetapkan
Franchisor di seluruh wilayah Jakarta Selatan.
 Franchisor memberikan izin kepada Franchisee dengan nama Restoran Serba
Wenak untuk itu Franchisee dapat menggunakan merek dan sistem secara bersamaan
dengan Franchisee lainnya yang sudah diizinkan oleh Franchisor sebelumnya.
 Franchisee setuju membeli dan menjalankan serta mematuhi semua ketetapan dan
persyaratan-persyaratan yang ditetapkan oleh Franchisor.

Bahwa berdasarkan hal-hal yang telah ditetapkan di atas dengan ini Franchisor dan
Franchisee sepakat untuk melaksanakan Perjanjian ini dalam bentuk kerjasama yang

9
untuk selanjutnya disebut sebagai Perjanjian dengan syarat-syarat dan ketentuan
sebagai berikut:

Pasal 1: Syarat-Syarat
Franchisee menyatakan bahwa untuk memenuhi seluruh persyaratan yang ditetapkan
oleh Franchisor antara lain:
1. memiliki tempat usaha baik miliki sendiri atau hak sewa minimal 5 (lima) tahun
seluas 400 meter persegi dengan desain sebagaimana terlampir.
2. menyediakan fasilitas parkir yang memadai minimal untuk 15 kendaraan roda 4
(empat) dan 50 (limapuluh) kendaraan roda 2 (dua) dan minimal satu toilet untuk
konsumen.
3. menyediakan modal awal usaha sebesar Rp. 300.000.000 (tigaratus juta rupiah) dan
uang jaminan sebesar Rp. 35.000.000 (tigapuluh lima juta rupiah) yang harus disetor ke
rekening Franchisor.
4. tidak akan menyediakan dan menyajikan makanan lain dan atas usaha lain selain
makanan Serba Wenak yang ditetapkan oleh Franchisor.

Pasal 2: Franchisee Fee dan Royalti

1. Franchisee setuju membayar Franchisee Fee sebesar Rp. 50.000.000 (lima puluh
juta rupiah), pembayaran mana dilakukan pada saat perjanjian ini ditandatangani.
2. Franchisor berhak mendapatkan royalty sebesar 2% (dua persen) dari omzet
penjualan setiap restoran yang dibayarkan pada setiap tanggal 25 setiap bulannya
untuk penjualan bulan sebelumnya.
3. untuk keperluan promosi secara nasional produk Serba Wenak, Franchisee bersedia
membayar marketing fee sebesar 1% (satu persen) dari omzet penjualan kepada
Franchisor.
4. marketin fee sebagaimana diatur dalam ayat 3 pasal ini semata-mata hanya
dieprgunakan oleh Franchisor untuk mempromosikan prpoduk Serba Wenak secara
nasional yang dibayarkan bersamaan dengan pembayaran royalti.

Pasal 3: Sengketa dengan Pihak Ketiga

10
Franchisee tidak akan melibatkan baik secara langsung maupun tidak langsung
Franchisor bila Franchisee terlibat tuntutan hukum dan/atau non hukum yang dilakukan
oleh pihak lain berkaitan dengan usaha restoran yang dikelolanya.

Pasal 4: Jam Buka Restoran

1. Pada tiga bulan pertama sejak perjanjian ini ditandatangani Franchisee akan
membuka dan mengoperasikan restoran di Jl. Kutuloncat No. 33 Radio Dalam, Jakarta
Selatan dan selanjutnya secara bertahap akan membuka 2 (dua cabang) antara lain:
a. cabang ciputat tepat di depan kampus UIN Syarif HIdayatullah Jakarta Selatan
b. cabang lebak bulus tepat di samping Perpustakaan Iman Jamak Lebak bulus Jakarta
Selatan
2. Franchisee tidak diperkenankan memindahkan alamat restoran ke tempat lain tanpa
persetujuan tertulis dari Franchisor.
3. dalam hal Franchisor memberikan izin pemindahan lokasi restoran, maka Franchisee
wajib membayar biaya administrasi sebesar Rp. 4.000.000 (empat juta rupiah). Atas
seluruh biaya baik renovasi, izin, pajak dan biaya apapun yang timbul akibat
perpindahan lokasi ditanggung oleh Franchisee sendiri.

Pasal 5: Kewajiban Franchisor

Selama perjanjian ini berlangsung Franchisor berkewajiban untuk:


1. memberikan panduan operasional pengelolaan restoran kepada franchisee dan
menyediakan secara Cuma-Cuma pengetahuan tentang manajemen pengelolaan dan
teknik penyajian menu Serba Wenak.
2. menyediakan desain interior, peleatih dan materi pelatihan untuk para pekerja
restoran franchisee atas biaya franchisor sendiri.
3. menyelenggarakan program pelatihan untuk franchisee secara berkesinambungan
dan berkala paling sedikit 2 (dua) kali dalam setahun.
4. memberikan konsultasi gratis kepada franchisee apabila restoran franchisee berada
dalam keadaan krisis yang dapat menyebabkan tutupnya atau berhentinya bisnis
restoran franchisee.

11
5. memberikan rekomendasi kepada pihak perbankan/lembaga keuangan guna
membentu franchisee memeproleh pinjaman untuk pengembangan restorannya.

Pasal 6: Kewajiban Franchisee

1. seluruh biaya untuk pengadaan perabotan untuk keperluan restoran serta bahan-
bahan baku pembuat menu Serba Wenak yang sesuai dengan standar franchisor serta
biaya-biaya lain seperti pengurusan perizinan atas pembukaan dan pengoperasian
restoran menjadi tanggungan franchisee sendiri.
2. franchisee setuju bahwa pengadaan brosur, kartu nama, formulir, kwitansi, seragam,
bahan/atau alat promosi dan benda-benda lain yang diperlukan untuk menunjang
usaha restoran, franchisee sepakat untuk membeli dari franchisor atas biaya
franchisee.
3. franchisee atau pekerja yang dipekerjakan oleh franchisee pada restoran yang
dimaksudkan dalam perjanjian ini wajib mengikuti program pelatihan dna kerja praktek
yang diselenggarakan franchisor atas biaya franchisee.

Pasal 7: Biaya-Biaya

1. Franchisee sestuju membayar kepada franchisor semua biaya dan iuran sesuai
dengan perjanjian ini termasuk biaya atau tagihan tambahan atas semua produk atau
jasa-jasa yang diberikan atau akan diberikan kepada franchisor. Setiap pembayaran
yang terlambat akan dikenakan denda keterlambatan sebesar 1% per hari untuk paling
lama satu bulan.
2. Franchisee setuju untuk biaya penyelenggaraan seminar, workshop/pelatihan dan
pertemuan bulanan dan/atau tahunan yang diselenggarakan franchisor bersama-sama
dengan franchisee lainnya.

Pasal 8: Pajak

12
Setiap pembayaran yang dilakukan oleh franchisee kepada franchisor yang atas
pembayaran tersebut franchisor dibebani pajak sesusai dengan kegtentuan peraturan
perundang-undangan, maka beban pajak tersebut ditanggung oleh franchisee.

Pasal 9: Perubahan Sistem

Franchisor berhak untuk mengubah dan menyesuaikan system marketing, termasuk


penentuan adanya pemakaian nama dagang, tanda dagang, tanda pelayanan baru,
identifikasi baru, produk dan menu-menu baru yang dilakukan dengan itikad baik demi
usaha franchisee.

Pasal 10: Jangka Waktu

Perjanjian ini berlaku selama 5 (lima) tahun sejak perjanjian ini ditandatangani yakni
tanggal 12 juni 2008 dan berakhir pada tanggal 11 Juni 2013 dan atas kesepakatan
kedua belah pihak dapat diperpanjang dngan syarat dan jangka waktu yang akan
ditetapkan kemudian.

Pasal 11: Kuasa

1. Franchisee dengan ini memberikan kuasa kepada franchisor untuk sewaktu-waktu


seuai dengan keinginan franchisor untuk memeriksa dan atau mengaudit segala
catatan dan pembukuan franchisee tanpa pengecualian apapun juga.
2. seluruh biaya audit dan biaya lain termasuk biaya pengacara dibayar dalam proses
pemeriksaan dan atau audit sebagaimana dimaksud pada ayat 1 sepenuhnya
ditanggung oleh franchisee.

Pasal 12: Laporan

1. Franchisee setuju memberikan laporan penjualan secara periodic setiap bulan yang
diserahkan paling lambat tanggal 5 setiap bulannya untuk laporan penjualan bulan
sebelumnya.

13
2. dalam sekali setahun franchisee wajib melaporkan semua transaksi keuangan
secara tertulis termasuk neraca dan daftar laba rugi secara terus-menerus selama
masa perjanjian ini.
3. laporan tahunan sebagaimana tersebut di atas disiapkan sesuai dengan prinsip-
prinsip akuntansi paling lambat 30 hari setelah berakhirnya tahun yang bersangkutan.
Laporan tersebut harus ditandatangani oleh penanggungjawab restoran bersama
akuntan publik yang ditunjuk oleh franchisor.

Pasal 13: Rahasia Dagang

Franchisee diwajibkan untuk merahasiakan sistem, manajemen dan cara-cara


pengelolaan restoran yang didapat dari franchisor.

Pasal 14: Pembatalan

Franchisor dapat membatalkan secara sepihak perjanjian ini karena hal-hal berikut:
1. apabila franchisee lalai dan atau tidak melakukan kewajibannya yang diatur dalam
eprjanjian ini padahal sudah diberikan peringatan ketiga oleh franchisor namun masih
melakukan pelanggaran baik berbeda maupun yang sama, pelanggaran mana yang
dianggap serius sebagaimana tertulis dalam surat peringatan/teguran yang menurut
ukuran franchisor.
2. apabila franchisee bangkrut atau dinyatakan pailit kecuali jika franchisee dengan
segera memenuhi kembali semua kewajiban-kewajiban yang ditetapkan dalam
perjanjian ini.
3. dalam hal perjanjian ini diakhiri atau dibatalkan, franchisee berkewajiban untuk:
a. membayar kepada franchisor dengan segera seluruh jumlah hutang-hutangnya
sekaligus dan lunas dalam waktu selambat-lambatnya 30 hari setelah tanggal
perjanjian ini berakhir.
b. Tidak menuntut dan meminta kembali franchise fee dan biaya-biaya lain yang sudah
dikeluarkan beserta bunganya.
c. Dengan segera dan secara tetap menghentikan penggunaan semua tanda milik/label
franchisor.
d. Franchisee tidak diperkenankan mempromosikan atau menngiklankan restorannya

14
dengan menggunakan nama dan merek franchisor.
e. Franchisee dengan segera mengembalikan kepada franchisor semua buku manual
penuntun, video, kaset, formulir atau peralatan dan barang-barang cetakan yang berisi
tanda-tanda paroduk makanan milik franchisor paling lambat 14 hari setelah perjanjian
ini berakhir.
f. Franchisee memberikan kausa penuh kepada franchisor melakukan
pemeriksaan/inspeksi dan memasuki restoran franchisee serta mengambil tanda-tanda
yang bercirikan merek franchisor.

Pasal 16: Penyelesaian Perselisihan

Apabila timbul sengketa diantara kedua belah pihak akibat dari perjanjian ini akan
diselesaikan secara musyawarah dan mufakat. Apabila dalam musyawarah untuk
mufakat tersebut tidak berhasil mencapai kesepakatan maka kedua belah pihak akan
menyelesaikan secara hukum dan karenanya kedua belah pihak memilih domisili
hukum yang tetap di kantor Kepaniteraan Pengalidan Negeri Jakarta Barat.

Pasal 17: Penutup

Demikianlah perjanjian ini dibuat dan ditandatangani oleh para pihak dalam keadaan
sehat jasmani dan rohani tanpa adanya paksaan dari pihak manapun serta dibuat 2
(dua) rangkap masing-masing mempunyai kekuatan hukum yang sama. Dibuat
danditandatangani di Jakarta pada tanggal 12 Juni tahun 2008.

Franchisee Franchisor

Leni Marleni Drs. Adung Darmadung

2.3 Kelebihan dan Kekurangan Contoh Perjanjian Waralaba

15
Kelebihan dari contoh perjanjian waralaba diatas yaitu telah memuat mengenai Nama,
alamat dan tempat kedudukan perusahaan masing-masing pihak; Nama dan jabatan
masing-masing pihak yang berwenang menandatangani perjanjian; Nama dan jenis
Hak Atas Kekayaan Intelektual, penemuan atau ciri khas usaha misalnya sistem
manajemen, cara penjualan atau penataan atau cara distribusi yang merupakan
karakteristik khusus yang menjadi obyek Waralaba; Hak dan kewajiban masing-masing
pihak serta bantuan dan fasilitas yang diberikan kepada Penerima Waralaba; Wilayah
Pemasaran; Jangka waktu perjanjian dan tata cara perpanjangan perjanjian serta
syarat-syarat perpanjangan perjanjian; Cara penyelesaian perselisihan; Ketentuan-
ketentuan pokok yang disepakati yang dapat mengakibatkan pemutusan perjanjian atau
berakhirnya perjanjian; Ganti rugi dalam hal terjadi pemutusan perjanjian; Tata cara
pembayaran imbalan; Penggunaan barang atau bahan hasil produksi dalam negeri
yang dihasilkan dan dipasok oleh pengusaha kecil; Pembinaan, bimbingan dan
pelatihan kepada Penerima Waralaba.

Berdasarkan Pasal 7 Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No.


259/MPP/KEP/7/1997 Tanggal 30 Juli 1997 tentang Ketentuan Tata Cara Pelaksanaan
Pendaftaran Usaha Waralaba mengenai klausula yang seharusnya tercantum dalam
perjanjian waralaba, maka contoh perjanjian waralaba diatas sudah memenuhi secara
keseluruhan dalam tiap pasal-pasal yang disetujui oleh kedua belah pihak. Namun jika
contoh perjanjian waralaba tersebut dikaitkan dengan Pasal 5 Peraturan Pemerintah
Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba mengenai klausula yang dicantumkan dalam
perjanjian Waralaba maka terdapat kelemahan dalam hal tidak dicantumkannya
mengenai klausula Kepemilikan, perubahan kepemilikan, dan hak ahli waris. Selain itu
pula kelemahan dalam perjanjian waralaba ini hanya menyebutkan rahasia dagang
dalam hal hak kekayaan intelektual yang perlu dijaga oleh franchisee dan franchisor,
padahal dalam perjanjian waralaba tersebut tidak hanya rahasia dagang yang perlu
dilindungi tapi paten, merek dagang, hak cipta merupakan hak kekayaan intelektual
yang mencakup pula dalam perjanjian waralaba tersebut.

BAB 3

16
PENUTUP

3.1 Simpulan

Sebelum membuat perjanjian, Pemberi Waralaba wajib menyampaikan keterangan


tertulis dan benar kepada Penerima Waralaba yang sekurang-kurangnya mengenai:

a. Identitas Pemberi Waralaba, berikut keterangan mengenai kegiatan usahanya


termasuk neraca dan daftar rugi laba selama 2 (dua) tahun terakhir;
b. Hak Atas Kekayaan Intelektual atau penemuan atau ciri khas usaha yang
menjadi obyek Waralaba;
c. Persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi Penerima Waralaba;
d. Bantuan atau fasilitas yang ditawarkan Pemberi Waralaba kepada Penerima
Waralaba;
e. Hak dan kewajiban Pemberi Waralaba dan Penerima Waralaba;
f. Cara-cara dan syarat pengakhiran, pemutusan dan perpanjangan Perjanjian
Waralaba;
g. Hal-hal lain yang perlu diketahui Penerima Waralaba dalam rangka pelaksanaan
Perjanjian Waralaba.

Pada dasarnya waralaba merupakan salah satu bentuk pemberian lisensi, hanya saja
agak berbeda dengan pengertian lisensi pada umumnya, waralaba menekankan pada
kewajiban untuk menggunakan system, metode, tata cara, prosedur, metode
pemasaran dan penjualan maupun hal-hal lain yang ditentukan oleh pemberi waralaba
secara eksklusif, serta tidak boleh dilanggar maupun diabaikan oleh penerima lisensi.

17

You might also like