Professional Documents
Culture Documents
PENGERTIAN PERJANJIAN
adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan
mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak
yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu.2 Meskipun bukan yang
paling dominan, namun pada umumnya perikatan yang lahir dari perjanjian
merupakan yang paling banyak terjadi dalam kehidupan manusia sehari-hari, dan
yang juga ternyata banyak dipelajari oleh ahli hukum, serta dikembangkan secara
luas oleh legislator, para praktisi hukum, serta juga pada cendekiawan hukum,
doktrin hukum yang dapat kita temui dari waktu ke waktu.3 Perjanjian atau
kontrak merupakan salah satu cara yang dapat ditempuh orang untuk
1
2
dan sebagainya yang merupakan istilah yang dalam hukum kita dikenal sebagai
untuk pengertian yang sama. Hal ini dapat dilihat jelas dari judul Bab II Buku III
BW. Judul dari Bab II Buku III BW adalah “Tentang Perikatan-Perikatan yang
Dilahirkan dari Kontrak atau Perjanjian”. Dari judul tersebut dapat diberikan
pengertian yang terakhir inilah yang jamak diterima dalam pergaulan hidup
memiliki otoritas.5 Dalam hal ini yaitu pendapat Subekti, sebagai seorang penulis
4
F. X. Suhardana, Contract Drafting : Kerangka Dasar dan Teknik Penyusunan Kontrak,
Universitas Atma Jaya, Yogyakarta, 2008, h. 8
5
Paulus J. Soepratignja, Teknik Pembuatan Akta Kontrak, Universitas Atma Jaya, Yoogyakarta,
2007, h. 5
3
dari berbagai buku hukum dan juga seorang mantan Ketua Mahkamah Agung
Republik Indonesia.
arti yang lebih luas daripada kontrak. Kontrak merujuk pada suatu pemikiran akan
perjanjian dapat saja berarti social agreement yang belum tentu menguntungkan
kedua belah pihak secara komersil.6 Dengan demikian pembedaan dua istilah ini
bukan pada bentuknya. Tidak tepat jika kontrak diartikan sebagai perjanjian yang
dibuat secara tertulis, sebab kontrak pun dapat dibuat secara lisan.7 Mengutip apa
yang terdapat dalam Black’s Law Dictionary disebutkan bahwa kontrak adalah
perjanjian antara 2 (dua) orang atau lebih yang menciptakan kewajiban untuk
berbuat atau tidak berbuat sesuatu hal khusus (Contract is agreement betwen two
persetujuan dari dua pihak untuk melaksanakan kewajiban, baik melakukan atau
recognised by law.”9 Lebih lanjut dikemukakan oleh Treitel bahwa : “The first
6
H. R. Daeng Naja, Contract Drafting : Seri Keterampilan Merancang Kontrak Bisnis, Citra
Aditya Bakti, Bandung, 2006, h. 2
7
Y. Sogar Simamora, Prinsip Hukum Kontrak Dalam Pengadaan Barang dan Jasa oleh
Pemerintah, Disertasi Fakultas Hukum Universitas Airlangga, 2005, h. 25
8
F. X. Suhardana, op. cit., h. 11
9
G. H. Treitel, The Law of Contract, Sweet & Maxwell, London, 2003, h. 1
4
Dalam hal ini, pengertian yang diutarakan oleh Treitel menekankan pada
kesepakatan para pihak dan tidak menyebutkan bahwa kontrak adalah perjanjian
mengenai contract:
convention (pacte) yaitu perjanjian dimana dua orang atau lebih menciptakan,
atau persetujuan (overeenkomst) dengan istilah kontrak. Selain itu dalam praktik
10
Ibid., h. 8
11
Ronald A. Anderson dan Walter A. Kumpf, Business Law, South-Western Publishing,
Cincinnati, 1973, h. 79
12
Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian: Azas Proporsionalitas Dalam Kontrak Komersial,
Laksbang Mediatama, Yogyakarta, 2008, h. 12
13
Ibid., h. 13
5
yaitu “Suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya
terhadap satu orang lain atau lebih”. Perbuatan yang disebutkan dalam ketentuan
pasal 1313 BW hendak menjelaskan bahwa perjanjian hanya mungkin terjadi jika
ada suatu perbuatan nyata, baik dalam bentuk ucapan, maupun tindakan secara
fisik, dan tidak hanya dalam bentuk pikiran semata-mata.14 Para sarjana Hukum
dalam ketentuan pasal 1313 BW adalah tidak lengkap, dan pula terlalu luas.15
Tidak lengkap karena yang dirumuskan itu hanya mengenai perjanjian sepihak
saja. Definisi itu dikatakan terlalu luas karena dapat mencakup perbuatan di dalam
lapangan hukum keluarga, seperti janji kawin, yang merupakan perjanjian juga,
tetapi sifatnya berbeda dengan perjanjian yang diatur dalam Buku III BW.
Perjanjian yang diatur dalam Buku III BW kriterianya dapat dinilai secara
masing-masing bisa terdiri atas orang dengan orang atau orang dengan
14
Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, op. cit., h. 7
15
Mariam Darus Badrulzaman et al., op. cit., h. 65
6
badan hukum atau badan hukum dengan badan hukum. Dengan demikian
disampaikan oleh para pihak yang kemudian bertemu pada satu titik.
3. Ada objek yang berupa benda. Objek perjanjian adalah harta benda
dibuat secara lisan sehingga dikenal sebagai kontrak lisan, bisa pula
berikut:
lebih;
7. Akibat hukum untuk kepentingan yang satu atas beban yang lain
perundang-undangan.16
terbuka (open system), atau juga disebut sebagai aanvullend recht.17 Artinya
bahwa setiap orang bebas untuk mengadakan perjanjian, baik yang sudah diatur
maupun yang belum diatur di dalam undang-undang.18 Hal ini dapat disimpulkan
16
Salim H. S., Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta,
2008 (selanjutnya disingkat Salim H. S. II), h. 15
17
Namun perlu diperhatikan bahwa dalam Buku III BW terdapat pula ketentuan yang
keberadaannya tidak boleh disimpangi. Dengan kata lain, terdapat ketentuan-ketentuan yang
bersifat dwingend recht atau imperative law. Lihat ketentuan pasal 1319 BW
18
Salim H. S. I, op. cit., h. 7
8
dari ketentuan yang tercantum dalam pasal 1338 ayat (1) BW, yang berbunyi:
“Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi
belakang pada paham individualisme yang secara embrional lahir dalam zaman
Yunani, diteruskan oleh kaum Epicuristen dan berkembang pesat dalam zaman
Azas kebebasan berkontrak merupakan salah satu azas utama dan sangat
kebebasan kepada seseorang untuk secara bebas dalam beberapa hal yang
tidak;
19
R. Subekti, op. cit., h. 14
20
Mariam Darus Badrulzaman et al., op. cit., h. 83
21
Ibid., h. 84
9
peraturan perundang-undangan.22
berkontrak, para pihaklah yang paling berhak menentukan hukum yang hendak
mereka pilih untuk mengatur perjanjian mereka, hukum yang berlaku sebagai
suatu sengketa dari perjanjian yang mereka buat. Azas kebebasan berkontrak
merupakan prinsip yang telah secara umum dan tertulis diakui sebagian besar
pasal 1319 BW, yang memuat: “semua perjanjian, baik yang mempunyai suatu
nama khusus, maupun yang tidak terkenal dengan suatu nama tertentu, tunduk
pada peraturan-peraturan umum, yang termuat dalam bab ini dan bab yang lalu.”
Dengan kata lain, ketentuan pasal 1319 BW mengakui akan adanya perjanjian-
terdapat dalam Buku III BW ini dinamakan perjanjian tak bernama atau kontrak
innominaat.24
22
Ahmadi Miru, op. cit., h. 4
23
F.X Suhardana, op. cit., h. 20
24
Salim H. S. II, op. cit., h. 1
10
perjanjian bisa memiliki kekuatan untuk memaksa para pihak. Adapun syarat sah
pernyataan salah satu pihak “cocok” dengan pernyataan pihak yang lain.26
melahirkan sebuah perjanjian, para pihak harus berada pada kondisi mutual
salah satu pihak melakukan penawaran dan penerimaan oleh pihak lainnya. 27
hanya dengan kata-kata yang tegas dinyatakan, tetapi juga kelakuan yang
pihak lawan.30
29
J. H. Nieuwenhuis, op. cit., h. 2
30
Salim H. S. et al., op. cit., h. 9
31
J. H. Nieuwenhuis, op. cit., h. 20
12
4) Mempunyai pengurus;
32
Chidir Ali, Badan Hukum, Alumni, Bandung, 2005, h. 21
13
Suatu badan hukum dikatakan cakap melakukan perjanjian harus diukur dari
salah satu syarat yang menentukan keabsahan kontrak yang dibuat oleh
badan hukum, baik badan hukum privat maupun badan hukum publik.33 Hal
ini terkait kedudukan badan hukum yang merupakan artificial person, yaitu
melakukan perjanjian apabila dilakukan oleh direksi atau oleh organ yang
secara struktural berada dibawah direksi telah diberi kuasa oleh direksi
benda yang sekarang ada dan nanti akan ada.36 Pernyataan-pernyataan yang
sifat dan luasnya sama sekali tidak dapat ditentukan, tidak mempunyai daya
33
Y. Sogar Simamora, op. cit., h. 210
34
Gunawan Widjaja, Risiko Hukum sebagai Direksi, Komisaris, dan Pemilik PT, Forum Sahabat,
Jakarta, 2008, h. 1
35
Undang-Undang No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, LN tahun 2007 No. 106, ps. 1
angka 5
36
Mariam Darus Badrulzaman et al., op. cit., h. 79
14
perjanjian, prestasi yang wajib dipenuhi. Jika pokok perjanjian, atau objek
perjanjian, atau prestasi itu kabur, tidak jelas, sulit bahkan tidak mungkin
berpendapat bahwa hal tertentu dalam sebuah kontrak disebut prestasi yang
dapat berwujud barang, keahlian atau tenaga, dan tidak berbuat sesuatu. 39
perikatan untuk berbuat sesuatu dan juga perikatan untuk tidak berbuat
sesuatu.40
37
J. H. Nieuwenhuis, op. cit., h. 25
38
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bamdung, 1990
(selanjutnya disingkat Abdulkadir Muhammad II), h. 231
39
Ahmadi Miru, op. cit., h. 30
40
Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, op. cit., h. 158
15
pemandangan.
Sementara itu, untuk menentukan jasa, harus ditentukan apa yang harus
dilakukan oleh para pihak. Untuk menentukan tentang hal tertentu yang
melainkan sebab dalam arti “isi perjanjian itu sendiri” yang menggambarkan
itu, yang menggambarkan tujuan yang hendak dicapai para pihak, apakah
41
Abdulkadir Muhammad II, op. cit., h. 232
42
Dalam pasal 1337 BW disebutkan: “suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh undang-
undang, atau apabila berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum.”
16
yaitu:
akta otentik
Selain itu, perjanjian adalah batal jika perjanjian tersebut tanpa causa.
Perjanjian adalah tanpa tanpa causa, jika tujuan yang dimaksud oleh para
pihak pada waktu dibuat perjanjian tidak akan tercapai.44 Misalnya, para
Syarat pertama dan kedua pasal 1320 BW disebut syarat subjektif, karena
melekat pada diri orang yang menjadi subjek perjanjian. Jika syarat ini tidak
Syarat ketiga dan keempat pasal 1320 BW disebut syarat objektif, karena
mengenai sesuatu yang menjadi objek perjanjian. Jika syarat ini tidak dipenuhi,
perjanjian batal. Kebatalan ini dapat diketahui apabila perjanjian tidak mencapai