You are on page 1of 22

MANAJEMEN KONFLIK DALAM ORGANISASI

Dalam setiap organisasi, terjadinya konflik merupakan sesuatu hal yang tidak dapat
dihindarkan. Hal ini terjadi karena di satu sisi pihak-pihak yang terlibat dalam organisasi
mempunyai karakter, tujuan, visi, maupun gaya yang berbeda-beda. Di sisi lain adanya
saling ketergantungan antara satu dengan yang lain yang menjadi karakter setiap
organisasi. Tidak semua konflik merugikan organisasi. Konflik yang ditata dan
dikendalikan dengan baik dapat menguntungkan organisasi sebagai suatu kesatuan.
Dalam menata konflik dalam organisasi diperlukan keterbukaan, kesabaran serta
kesadaran semua fihak yang terlibat maupun yang berkepentingan dengan konflik yang
terjadi dalam organisasi.

A.     Pengertian Konflik


Konflik dapat diartikan sebagai ketidak setujuan antara dua atau lebih anggota
organisasi atau kelompok-kelompok dalam organisasi yang timbul karena mereka harus
menggunakan sumber daya yang langka secara bersama-sama atau menjalankan
kegiatan bersama-sama dan atau karena mereka mempunyai status, tujuan, nilai-nilai
dan persepsi yang berbeda. Anggota-anggota organisasi yang mengalami
ketidaksepakatan tersebut biasanya mencoba menjelaskan duduk persoalannya dari
pandangan mereka

B.                Macam-macam Konflik


Konflik yang terjadi dalam suatu organisasi dapat dibedakan menjadi beberapa macam,
yaitu :
 
1.      Dari segi fihak yang terlibat dalam konflik
Dari segi ini konflik dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu :
a.      Konflik individu dengan individu
Konflik semacam ini dapat terjadi antara individu pimpinan dengan individu pimpinan
dari berbagai tingkatan. Individu pimpinan dengan individu karyawan maupun antara
inbdividu karyawan dengan individu karyawan lainnya.

b.      Konflik individu dengan kelompok

Konflik semacam ini dapat terjadi antara individu pimpinan dengan kelompok ataupun
antara individu karyawan dengan kempok pimpinan.

c.       Konflik kelompok dengan kelompok


Ini bisa terjadi antara kelompok pimpinan dengan kelompok karyawan, kelompok
pimpinan dengan kelompok pimpinan yang lain dalam berbagai tingkatan maupun
antara kelompok karyawan dengan kelompok karyawan yang lain.

C.     Sebab-sebab Timbulnya Konflik


Faktor-faktor  yang dapat menimbulkan adanya konflik  dalam suatu organisasi antara
lain adalah :

1.      Berbagai sumber daya yang langka


Karena sumber daya yang dimiliki organisasi terbatas / langka maka perlu dialokasikan.
Dalam alokasi sumber daya tersebut suatu kelompok mungkin menerima kurang dari
kelompok yang lain. Hal ini dapat menjadi sumber konflik.

2.      Perbedaan dalam tujuan


Dalam suatu organisasi biasanya terdiri dari atas berbagai macam bagian yang bisa
mempunyai tujuan yang berbeda-beda. Perbedaan tujuan dari berbagai bagian ini kalau
kurang adanya koordinasi dapat menimbulkan adanya konflik. Sebagai contoh : bagian
penjualan mungkin ingin meningkatkan valume penjualan dengan memberikan
persyaratan-persyaratan pembelian yang lunak, seperti kredit dengan bunga rendah,
jangka waktu yang lebih lama, seleksi calon pembeli yang tidak terlalu ketat dan
sebagainya. Upaya yang dilakukan oleh bagian penjualan semacam ini mungkin akan
mengakibatkan peningkatan jumlah piutang dalam tingkat yang cukup tinggi. Apabila
hal ini dipandang dari sudut keuangan, mungkin tidak dikehendaki karena akan
memerlukan tambahan dana yang cukup besar.

3.      Saling ketergantungan dalam menjalankan pekerjaan


Organisasi merupakan gabungan dari berbagai bagian yang saling berinteraksi.
Akibatnya kegiatan satu pihak mungkin dapat merugikan pihak lain. Dan ini merupakan
sumber konflik pula. Sebagai contoh : bagian akademik telah membuat jadwal ujian
beserta pengawanya, setapi bagian tata usaha terlambat menyampaikan surat
pemberitahuan kepada para pengawas dan penguji sehingga mengakibatkan
terganggunya pelaksanaan ujian.

4.      Perbedaan dalam nilai atau persepsi


Perbedaan dalam tujuan biasanya dibarengi dengan perbedaan dalam sikap, nilai dan
persepsi yang bisa mengarah ke timbulnya konflik. Sebagai contoh : seorang pimpinan
muda mungkin merasa tidak senang sewaktu diberi tugas-tugas rutin karena dianggap
kurang menantang kreativitasnya untuk berkembang, sementara pimpinan yang lebih
senior merasa bahwa tugas-tugas rutin tersebut merupakan bagian dari pelatihan.

5.      Sebab-sebab lain


Selain sebab-sebab di atas, sebab-sebab lain yang mungkin dapat menimbulkan konflik
dalam organisasi misalnya gaya seseorang dalam bekerja, ketidak jelasan organisasi
dan masalah-masalah komunikasi.
D.    Penanganan Konflik
1.      Metode Untuk Menangani Konflik
Metode yang sering digunakan untuk menangani konflik adalah pertama dengan
mengurangi konflik; kedua dengan menyelesaikan konflik. Untuk metode pengurangan
konflik salah satu cara yang sering efektif adalah dengan mendinginkan persoalan
terlebih dahulu (cooling thing down). Meskipun demikian cara semacam ini sebenarnya
belum menyentuh persoalan yang sebenarnya. Cara lain adalah dengan membuat
“musuh bersama”, sehingga para anggota di dalam kelompok tersebut bersatu untuk
menghadapi “musuh” tersebut. Cara semacam ini sebenarnya juga hanya mengalihkan
perhatian para anggota kelompok yang sedang mengalami konflik.

Cara kedua dengan metode penyelesaian konflik. Cara yang ditempuh adalah dengan
mendominasi atau menekan, berkompromi dan penyelesaian masalah secara integratif.

a.      Dominasi (Penekanan)


Dominasi dan penekanan mempunyai persamaan makna, yaitu keduanya menekan
konflik, dan bukan memecahkannya, dengan memaksanya “tenggelam” ke bawah
permukaan dan mereka menciptakan situasi yang menang dan yang kalah. Pihak yang
kalah biasanya terpaksa memberikan jalan kepada yang lebih tinggi kekuasaannya,
menjadi kecewa dan dendam. Penekanan dan dominasi bisa dinyatakan dalam bentuk
pemaksaan sampai dengan pengambilan keputusan dengan suara terbanyak (voting).

b.      Kompromi
Melalui kompromi mencoba menyelesaikan konflik dengan menemukan dasar yang di
tengah dari dua pihak yang berkonflik ( win-win solution ). Cara ini lebih memperkecil
kemungkinan untuk munculnya permusuhan yang terpendam dari dua belah pihak yang
berkonflik, karena tidak ada yang merasa menang maupun kalah. Meskipun demikian,
dipandang dari pertimbangan organisasi pemecahan ini bukanlah cara yang terbaik,
karena tidak membuat penyelesaian yang terbaik pula bagi organisasi, hanya untuk
menyenangkan kedua belah pihak yang saling bertentangan atau berkonflik
c.       Penyelesaian secara integratif
Dengan menyelesaikan konflik secara integratif, konflik antar kelompok diubah menjadi
situasi pemecahan persoalan bersama yang bisa dipecahkan dengan bantuan tehnik-
tehnik pemecahan masalah (problem solving). Pihak-pihak yang bertentangan
bersama-sama mencoba memecahkan masalahnya,dan bukan hanya mencoba
menekan konflik atau berkompromi. Meskipun hal ini merupakan cara yang terbaik bagi
organisasi, dalam prakteknya sering sulit tercapai secara memuaskan karena kurang
adanya kemauan yang sunguh-sungguh dan jujur untuk memecahkan persoalan yang
menimbulkan persoalan.

2.      Konflik Antara Karyawan dengan Pimpinan


Konflik jenis ini relatif sulit karena sering tidak dinyatakan secara terbuka. Umumnya
karyawan pihak karyawan lebih cenderung untuk diam, meskipun mengalami
pertentangan dengan pihak atasan. Yang penting bagi suatu organisasi adalah agar
setiap konflik hendaknya bisa diselesaikan dengan baik. Kebanyakan suatu konflik
menjadi makin berat karena lama terpendam. Karena itulah penting bagi suatu
organisasi “menemukan” konflik atau sumbernya sedini mungkin. Cara yang ditempuh
adalah dengan menggalakkan saluran komunikasi ke atas ( up ward channel of
communication ).

3.      Langkah-langkah Manajemen Untuk Menangani Konflik


a.       Menerima dan mendefinisikan pokok masalah yang menimbulkan ketidak
puasan.
Langkah ini sangat penting karena kekeliruan dalam mengetahui masalah yang
sebenarnya akan menimbulkan kekeliruan pula dalam merumuskan cara
pemecahannya.

b.      Mengumpulkan keterangan/fakta


Fakta yang dikumpulkan haruslah lengkap dan akurat, tetapi juga harus dihindari
tercampurnya dengan opini atau pendapat. Opini atau pendapat sudah dimasuki unsur
subyektif. Oleh karena itu pengumpulan fakta haruslah dilakukan denganm hati-hati

c.       Menganalisis dan memutuskan


Dengan diketahuinya masalah dan terkumpulnya data, manajemen haruslah mulai
melakukan evaluasi terhadap keadaan.  Sering kali dari hasil analisa bisa mendapatkan
berbagai alternatif pemecahan.

d.      Memberikan jawaban


Meskipun manajemen kemudian sudah memutuskan, keputusan ini haruslah
dibertahukan kepada pihak karyawan.

e.      Tindak lanjut


Langkah ini diperlukan untuk mengawasi akibat dari keputusan yang telah diperbuat.

E.     Pendisiplinan
Konflik dalam organisasi apabila tidak ditangani dengan baik bisa menimbulkan
tindakan pelecehan terhadap aturan main yang telah disepakati bersama. Oleh karena
itu pelecehan ataupun pelanggaran terhadap peraturan permainan (peraturan
organisasi) haruslah dikenai tindakan pendisiplinan agar peraturan tersebut memiliki
wibawa.

 
KESIMPULAN

Kehadiran konflik dalam suatu organisasi tidak dapat dihindarkan tetapi hanya dapat
dieliminir. Konflik dalam organisasi dapat terjadi antara individu dengan individu, baik
individu pimpinan maupun individu karyawan, konflik individu dengan kelompok maupun
konflik antara kelompok  tertentu dengan kelompok yang lain. Tidak semua konflik 
merugikan organisasi. Konflik yang ditata dan dikendalikan dengan baik dapat berujung
pada keuntungan organisasi sebagai suatu kesatuan, sebaliknya apabila konflik tidak
ditangani dengan baik serta mengalami eskalasi secara terbuka dapat merugikan
kepentingan organisasi.
Pendahuluan
Organisasi terdiri dari berbagai macam komponen yang berbeda dan saling memiliki
ketergantungan dalam proses kerjasama untuk mencapai tujuan tertentu. Perbedaan yang terdapat
dalam organisasi seringkali menyebabkan terjadinya ketidakcocokan yang akhirnya
menimbulkan konflik. Hal ini disebabkan karena pada dasarnya ketika terjadi suatu organisasi,
maka sesungguhnya terdapat banyak kemungkinan timbulnya konflik .
Konflik dapat menjadi masalah yang serius dalam setiap organisasi, tanpa peduli apapun bentuk
dan tingkat kompleksitas organisasi tersebut, jika konflik tersebut dibiarkan berlarut-larut tanpa
penyelesaian. Karena itu keahlian untuk mengelola konflik sangat diperlukan bagi setiap
pimpinan atau manajer organisasi.
Makalah ini mencoba menyajikan apa yang sebenarnya didefinisikan sebagai konflik dalam
suatu organisasi, pandangan mengenai konflik, sumber dan jenis konflik, serta bagaimana
melaksanakan manajemen konflik dalam organisasi.

Definisi Konflik
Terdapat banyak definisi mengenai konflik yang bisa jadi disebabkan oleh perbedaan pandangan
dan setting dimana konflik terjadi. Dibawah ini bisa terlihat perbedaan definisi tersebut:
Conflict is a process in which one party perceives that its interests are being opposed ora
negatively affected by another party . Konflik merupakan suatu bentuk interaksi diantara
beberapa pihak yang berbeda dalam kepentingan, persepsi dan tujuan .
Konflik adalah perbedaan pendapat antara dua atau lebih banyak anggota organisasi atau
kelompok, karena harus membagi sumber daya yang langka, atau aktivitas kerja dan atau karena
mereka mempunyai status, tujuan, penelitian, atau pandangan yang berbeda. Para anggota
organisasi atau sub-unit yang sedang berselisih akan berusaha agar kepentingan atau pandangan
mereka mengungguli yang lainnya .
Konflik merupakan sebuah situasi dimana dua orang atau lebih menginginkan tujuan-tujuan yang
menurut persepsi mereka dapat dicapai oleh salah seorang diantara mereka, tetapi hal itu tidak
mungkin dicapai oleh kedua belah pihak .
Konflik adalah perilaku anggota organisasi yang dicurahkan untuk beroposisi terhadap anggota
yang lain, prosesnya dimulai jika satu pihak merasa bahwa pihak lain telah menghalangi atau
akan menghalangi sesuatu yang ada kaitan dengan dirinya atau hanya jika ada kegiatan yang
tidak cocok .
Di antara definisi yang berbeda itu nampak ada suatu kesepakatan, bahwa konflik
dilatarbelakangi oleh adanya ketidakcocokan atau perbedaan dalam hal nilai, tujuan, status, dan
lain sebagainya. Terlepas dari faktor yang melatarbelakangi terjadinya suatu konflik, gejala yang
mengemuka dalam suatu organisasi saat terjadi konflik adalah saat individu atau kelompok
menunjukkan sikap “bermusuhan” dengan individu atau kelompok lain yang berpengaruh
terhadap kinerja dalam melakukan aktivitas organisasi.

Pandangan Mengenai Konflik


Terdapat tiga pandangan mengenai konflik. Hal ini disebabkan karena adanya pandangan yang
berbeda mengenai apakah konflik merugikan, hal yang wajar atau justru harus diciptakan untuk
memberikan stimulus bagi pihak-pihak yang terlibat untuk saling berkompetisi dan menemukan
solusi yang terbaik. Pandangan itu adalah sebagai berikut :
Pandangan Tradisional (The Traditional View). Pandangan ini menyatakan bahwa semua
konflik itu buruk. Konflik dilihat sebagai sesuatu yang negatif, merugikan dan harus dihindari.
Untuk memperkuat konotasi negatif ini, konflik disinonimkan dengan istilah violence,
destruction, dan irrationality.
Pandangan Hubungan Manusia (The Human Relations View). Pandangan ini berargumen
bahwa konflik merupakan peristiwa yang wajar terjadi dalam semua kelompok dan organisasi.
Konflik merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari, karena itu keberadaan konflik harus
diterima dan dirasionalisasikan sedemikian rupa sehingga bermanfaat bagi peningkatan kinerja
organisasi.
Pandangan Interaksionis (The Interactionist View). Pandangan ini cenderung mendorong
terjadinya konflik, atas dasar suatu asumsi bahwa kelompok yang koperatif, tenang, damai, dan
serasi, cenderung menjadi statis, apatis, tidak aspiratif, dan tidak inovatif. Oleh karena itu,
menurut aliran pemikiran ini, konflik perlu dipertahankan pada tingkat minimun secara
berkelanjutan, sehingga kelompok tetap bersemangat (viable), kritis-diri (self-critical), dan
kreatif.

Sumber Konflik
Terdapat beberapa hal yang melatarbelakangi terjadinya konflik. Agus M. Hardjana
mengemukakan sepuluh penyebab munculnya konflik , yaitu:
a. Salah pengertian atau salah paham karena kegagalan komunikasi
b. Perbedaan tujuan kerja karena perbedaan nilai hidup yang dipegang
c. Rebutan dan persaingan dalam hal yang terbatas seperti fasilitas kerja dan jabatan
d. Masalah wewenang dan tanggung jawab
e. Penafsiran yang berbeda atas satu hal, perkara dan peristiwa yang sama
f. Kurangnya kerja sama
g. Tidak mentaati tata tertib dan peraturan kerja yang ada
h. Ada usaha untuk menguasai dan merugikan
i. Pelecehan pribadi dan kedudukan
j. Perubahan dalam sasaran dan prosedur kerja sehingga orang menjadi merasa tidak jelas tentang
apa yang diharapkan darinya
Stoner sendiri menyatakan bahwa penyebab yang menimbulkan terjadinya konflik adalah :
a. Pembagian sumber daya (shared resources)
b. Perbedaan dalam tujuan (differences in goals)
c. Ketergantungan aktivitas kerja (interdependence of work activities)
d. Perbedaan dalam pandangan (differences in values or perceptions)
e. Gaya individu dan ambiguitas organisasi (individual style and organizational ambiguities)
Robbins sendiri membedakan sumber konflik yang berasal dari karakteristik perseorangan dalam
organisasi dan konflik yang disebabkan oleh masalah struktural. Dari sini kemudian Robbins
menarik kesimpulan bahwa ada orang yang mempunyai kesulitan untuk bekerja sama dengan
orang lain dan kesulitan tersebut tidak ada kaitannya dengan kemampuan kerja atau interaksinya
yang formal. Konflik perseorangan ini disebut Robbins dengan konflik psikologis .
Untuk itulah Robbins kemudian memusatkan perhatian pada sumber konflik organisasi yang
bersifat struktural. Sumber-sumber konflik yang dimaksudkan Robbins, yaitu:
a. Saling ketergantungan pekerjaan
b. Ketergantungan pekerjaan satu arah
c. Diferensiasi horizontal yang tinggi
d. Formalisasi yang rendah
e. Ketergantungan pada sumber bersama yang langka
f. Perbedaan dalam kriteria evaluasi dan sistem imbalan
g. Pengambilan keputusan partisipatif
h. Keanekaragaman anggota
i. Ketidaksesuaian status
j. Ketakpuasan peran
k. Distorsi komunikasi

Jenis Konflik
Terdapat berbagai macam jenis konflik, tergantung pada dasar yang digunakan untuk membuat
klasifikasi. Ada yang membagi konflik berdasarkan pihak-pihak yang terlibat di dalamnya, ada
yang membagi konflik dilihat dari fungsi dan ada juga yang membagi konflik dilihat dari posisi
seseorang dalam suatu organisasi.
a. Konflik Dilihat dari Posisi Seseorang dalam Struktur Organisasi
Jenis konflik ini disebut juga konflik intra keorganisasian. Dilihat dari posisi seseorang dalam
struktur organisasi, Winardi membagi konflik menjadi empat macam. Keempat jenis konflik
tersebut adalah sebagai berikut :
1) Konflik vertikal, yaitu konflik yang terjadi antara karyawan yang memiliki kedudukan yang
tidak sama dalam organisasi. Misalnya, antara atasan dan bawahan.
2) Konflik horizontal, yaitu konflik yang terjandi antara mereka yang memiliki kedudukan yang
sama atau setingkat dalam organisasi. Misalnya, konflik antar karyawan, atau antar departemen
yang setingkat.
3) Konflik garis-staf, yaitu konflik yang terjadi antara karyawan lini yang biasanya memegang
posisi komando, dengan pejabat staf yang biasanya berfungsi sebagai penasehat dalam
organisasi.
4) Konflik peranan, yaitu konflik yang terjadi karena seseorang mengemban lebih dari satu peran
yang saling bertentangan.
b. Konflik Dilihat dari Pihak yang Terlibat di Dalamnya
Berdasarkan pihak-pihak yang terlibat di dalam konflik, Stoner membagi konflik menjadi lima
macam , yaitu:
1) Konflik dalam diri individu (conflict within the individual). Konflik ini terjadi jika seseorang
harus memilih tujuan yang saling bertentangan, atau karena tuntutan tugas yang melebihi batas
kemampuannya. Termasuk dalam konflik individual ini, menurut Altman, adalah frustasi,
konflik tujuan dan konflik peranan .
2) Konflik antar-individu (conflict between individuals). Terjadi karena perbedaan kepribadian
antara individu yang satu dengan individu yang lain.
3) Konflik antara individu dan kelompok (conflict between individuals and groups). Terjadi jika
individu gagal menyesuaikan diri dengan norma-norma kelompok tempat ia bekerja.
4) Konflik antar kelompok dalam organisasi yang sama (conflict among groups in the same
organization). Konflik ini terjadi karena masing-masing kelompok memiliki tujuan yang berbeda
dan masing-masing berupaya untuk mencapainya.
Masalah ini terjadi karena pada saat kelompok-kelompok makin terikat dengan tujuan atau
norma mereka sendiri, mereka makin kompetitif satu sama lain dan berusaha mengacau aktivitas
pesaing mereka, dan karenanya hal ini mempengaruhi organisasi secara keseluruhan .
5) Konflik antar organisasi (conflict among organizations). Konflik ini terjadi jika tindakan yang
dilakukan oleh organisasi menimbulkan dampak negatif bagi organisasi lainnya. Misalnya,
dalam perebutan sumberdaya yang sama.
c. Konflik Dilihat dari Fungsi
Dilihat dari fungsi, Robbins membagi konflik menjadi dua macam, yaitu:
1) konflik fungsional (Functional Conflict)
Konflik fungsional adalah konflik yang mendukung pencapaian tujuan kelompok, dan
memperbaiki kinerja kelompok.
2) konflik disfungsional (Dysfunctional Conflict).
Konflik disfungsional adalah konflik yang merintangi pencapaian tujuan kelompok.
Menurut Robbins, batas yang menentukan apakah suatu konflik fungsional atau disfungsional
sering tidak tegas (kabur). Suatu konflik mungkin fungsional bagi suatu kelompok, tetapi tidak
fungsional bagi kelompok yang lain. Begitu pula, konflik dapat fungsional pada waktu tertentu,
tetapi tidak fungsional di waktu yang lain. Kriteria yang membedakan apakah suatu konflik
fungsional atau disfungsional adalah dampak konflik tersebut terhadap kinerja kelompok, bukan
pada kinerja individu. Jika konflik tersebut dapat meningkatkan kinerja kelompok, walaupun
kurang memuaskan bagi individu, maka konflik tersebut dikatakan fungsional. Demikian
sebaliknya, jika konflik tersebut hanya memuaskan individu saja, tetapi menurunkan kinerja
kelompok maka konflik tersebut disfungsional .
Manajemen Konflik
Upaya penanganan konflik sangat penting dilakukan, hal ini disebabkan karena setiap jenis
perubahan dalam suatu organisasi cenderung mendatangkan konflik. Perubahan institusional
yang terjadi, baik direncanakan atau tidak, tidak hanya berdampak pada perubahan struktur dan
personalia, tetapi juga berdampak pada terciptanya hubungan pribadi dan organisasional yang
berpotensi menimbulkan konflik. Di samping itu, jika konflik tidak ditangani secara baik dan
tuntas, maka akan mengganggu keseimbangan sumberdaya, dan menegangkan hubungan antara
orang-orang yang terlibat.
Untuk itulah diperlukan upaya untuk mengelola konflik secara serius agar keberlangsungan suatu
organisasi tidak terganggu. Stoner mengemukakan tiga cara dalam pengelolaan konflik, yaitu:
a. merangsang konflik di dalam unit atau organisasi yang prestasi kerjanya rendah karena tingkat
konflik yang terlalu kecil. Termasuk dalam cara ini adalah:
1) minta bantuan orang luar
2) menyimpang dari peraturan (going against the book)
3) menata kembali struktur organisasi
4) menggalakkan kompetisi
5) memilih manajer yang cocok
b. meredakan atau menumpas konflik jika tingkatnya terlalu tinggi atau kontra-produktif
c. menyelesaikan konflik
metode penyelesaian konflik yang disampaikan Stoner adalah:
1) dominasi dan penguasaan, hal ini dilakukan dengan cara paksaan, perlunakan, penghindaran,
dan penentuan melalui suara terbanyak.
2) kompromi
3) pemecahan masalah secara menyeluruh
Konflik yang sudah terjadi juga bisa diselesaikan lewat perundingan. Cara ini dilakukan dengan
melakukan dialog terus menerus antar kelompok untuk menemukan suatu penyelesaian
maksimum yang menguntungkan kedua belah pihak. Melalui perundingan, kepentingan bersama
dipenuhi dan ditentukan penyelesaian yang paling memuaskan. Gaya perundingan untuk
mengelola konflik dapat dilakukan dengan cara :
a. pencairan, yaitu dengan melakukan dialog untuk mendapat suatu pengertian
b. keterbukaan, pihak-pihak yang terlibat bisa jadi tidak terbuka apalagi jika konflik terjadi
dalam hal-hal sensitif dan dalam suasana yang emosional
c. belajar empati, yaitu dengan melihat kondisi dan kecemasan orang lain sehingga didapatkan
pengertian baru mengenai orang lain
d. mencari tema bersama, pihak-pihak yang terlibat dapat dibantu dengan cara mencari tujuan-
tujuan bersama
e. Menghasilkan alternatif, hal ini dilakukan dengan jalan mencari alternatif untuk
menyelesaikan persoalan yang diperselisihkan.
f. Menanggapi berbagai alternatif, setelah ditemukan alternatif-alternatif penyelesaian hendaknya
pihak-pihak yang terlibat dalam konflik mempelajari dan memberikan tanggapan
g. Mencari penyelesaian, sejumlah alternatif yang sudah dipelajari secara mendalam dapat
diperoleh suatu konsensus untuk menetapkan suatu penyelesaian
h. Membuka jalan buntu, kadangkala ditemukan jalan buntu sehingga pihak ketiga yang obyektif
dan berpengalaman dapat diikutsertakan untuk menyelesaikan masalah
i. Mengikat diri kepada penyelesaian di dalam kelompok, setelah dihasilkan penyelesaian yang
disepakati, pihak-pihak yang terlibat dapat memperdebatkan dan mempertimbangkan
penyelesaian dan mengikatkan diri pada penyelesaian itu
j. Mengikat seluruh kelompok, tahap terakhir dari langkah penyelesaian konflik adalah dengan
penerimaan atas suatu penyelesaian dari pihak-pihak yang terlibat konflik.
Model penanganan konflik yang lain juga disampaikan oleh Sondang, yaitu dengan cara tidak
menghilangkan konflik, namun dikelola dengan cara :
a. bersaing
b. kolaborasi
c. mengelak
d. akomodatif
e. kompromi
Cara lain juga dikemukakan Theo Riyanto, yaitu dengan secara dini melakukan tindakan yang
sifatnya preventif, yaitu dengan cara :
a. menghindari konflik
b. mengaburkan konflik
c. Mengatasi konflik dengan cara:
1). Dengan kekuatan (win lose solution)
2). Dengan perundingan

Penutup
Konflik dapat terjadi dalam organisasi apapun. Untuk itulah manajer atau pimpinan dalam
organisasi harus mampu mengelola konflik yang terdapat dalam organisasi secara baik agar
tujuan organisasi dapat tercapai tanpa hambatan-hambatan yang menciptakan terjadinya konflik.
Terdapat banyak cara dalam penanganan suatu konflik. Manajer atau pimpinan harus mampu
mendiagnosis sumber konflik serta memilih strategi pengelolaan konflik yang sesuai sehingga
diperoleh solusi tepat atas konflik tersebut. Dengan pola pengelolaan konflik yang baik maka akn
diperoleh pengalaman dalam menangani berbagai macam konflik yang akan selalu terus terjadi
dalam organisasi.
Setiap kelompok dalam satu organisasi, dimana  didalamnya  terjadi interaksi antara 
satu dengan  lainnya, memiliki kecenderungan  timbulnya konflik. Dalam institusi
layanan kesehatan terjadi kelompok interaksi, baik antara kelompok staf dengan staf,
staf dengan pasen, staf dengan keluarga dan pengunjung, staf dengan dokter, maupun
dengan lainnya yang mana situasi tersebut seringkali  dapat  memicu terjadinya konflik.
Konflik sangat erat kaitannya dengan perasaan manusia, termasuk perasaan diabaikan,
disepelekan,  tidak dihargai, ditinggalkan, dan juga perasaan jengkel karena kelebihan
beban kerja. Perasaan-perasaan tersebut sewaktu-waktu dapat memicu timbulnya 
kemarahan. Keadaan tersebut akan mempengaruhi seseorang dalam melaksanakan
kegiatannya secara langsung, dan dapat menurunkan produktivitas kerja organisasi
secara tidak langsung dengan melakukan banyak kesalahan yang disengaja maupun
tidak disengaja.  Dalam suatu organisasi,  kecenderungan terjadinya  konflik, dapat
disebabkan  oleh suatu perubahan  secara tiba-tiba, antara lain: kemajuan teknologi
baru, persaingan ketat, perbedaan kebudayaan dan sistem nilai, serta berbagai macam 
kepribadian  individu.

Seperti kita ketahui bahwa sehubungan dengan sumber daya manusia ini dapat
diidentifikasi pula berbagai kompleksitas seperti kompleksitas jabatan, kompleksitas
tugas, kompleksitas kedudukan dan status, kompleksitas hak dan wewenang dan lain-
lain. Kompleksitas ini dapat merupakan sumber potensial untuk timbulnya konflik dalam
organisasi, terutama konflik yang berasal dari sumber daya manusia, dimana dengan
berbagai latar belakang yang berbeda tentu mempunyai tujuan yang berbeda pula
dalam tujuan dan motivasi mereka dalam bekerja. Seorang pimpinan yang ingin
memajukan organisasinya, harus memahami faktor-faktor apa saja yang menyebabkan
timbulnya konflik, baik konflik di dalam individu maupun konflik antar perorangan dan
konflik di dalam kelompok dan konflik antar kelompok. Pemahaman faktor-faktor
tersebut akan lebih memudahkan tugasnya dalam hal menyelesaikan konflik-konflik
yang terjadi dan menyalurkannya ke arah perkembangan yang positif.

Menurut Daniel Webster yang ditulis di buku Peg Pickering


(2000),mendefinisikan konflik sebagai persaingan pertentangan antara pihak-pihak
yang tidak cocok satu sama lain, atau keadaan perilaku yang bertentangan, atau
perselisihan akibat kebutuhan, dorongan, keinginan, atau tuntutan yang bertentangan.
Sedangkan menurut Robbins (1996) dalam “Organization Behavior” menjelaskan
bahwa konflik adalah suatu proses interaksi yang terjadi akibat adanya ketidaksesuaian
antara dua pendapat (sudut pandang) yang berpengaruh atas pihak-pihak yang terlibat
baik pengaruh positif maupun pengaruh negatif. Sedangkan menurut Luthans (1981)
konflik adalah kondisi yang ditimbulkan oleh adanya kekuatan yang saling
bertentengan. Kekuatan-kekuatan ini bersumber pada keinginan manusia. Istilah konflik
sendiri diterjemahkan dalam beberapa istilah yaitu perbedaan pendapat, persaingan
dan permusuhan.

Perbedaan pendapat tidak selalu berarti perbedaan keinginan. Oleh karena konflik
bersumber pada keinginan, maka perbedaan pendapat tidak selalu berarti konflik.
Persaingan sangat erat hubungannya denga konflik karena dalam persaingan

beberapa pihak menginginkan hal yang sama tetapi hanya satu yang mungkin
mendapatkannya. Persaingan tidak sama dengan konflik namun mudah menjurus
kearah konflik, terutuma bila ada persaingan yang menggunakan cara-cara yang
bertentengan dengan aturan yang disepakati. Permusuhan bukanlah konflik karena
orang yang terlibat konflik bisa saja tidak memiliki rasa permusuhan. Sebaliknya orang
yang saling bermusuhan bisa saja tidak berada dalam keadaan konflik. Konflik sendiri
tidak selalu harus dihindari karena tidak selalu negatif akibatnya.

Berbagai konflik yang ringan dan dapat dikendalikan (dikenal dan ditanggulangi) dapat
berakibat positif bagi mereka yang terlibat maupun bagi organisasi.

Jenis-jenis Konflik

Menurut James A.F. Stoner dan Charles Wankel dikenal ada lima jenis konflik yaitu
konflik intrapersonal, konflik interpersonal, konflik antar individu dan kelompok, konflik
antar kelompok dan konflik antar organisasi.

1. Konflik Intrapersonal
Konflik intrapersonal adalah konflikseseorang dengan dirinya sendiri. Konflik terjadi bila
pada waktu yang sama seseorang memiliki dua keinginan yang tidak mungkin dipenuhi
sekaligus. Sebagaimana diketahui bahwa dalam diri seseorang itu biasanya terdapat
hal-hal sebagai berikut:

 Sejumlah kebutuhan-kebutuhan dan peranan-peranan yang bersaing


 Beraneka macam cara yang berbeda yang mendorong peranan-peranan dan
kebutuhan-kebutuhan itu terlahirkan.
 Banyaknya bentuk halangan-halangan yang bisa terjadi di antara dorongan dan
tujuan.
 Terdapatnya baik aspek yang positif maupun negatif yang menghalangi tujuan-
tujuan yang diinginkan.

Hal-hal di atas dalam proses adaptasi seseorang terhadap lingkungannya acapkali


menimbulkan konflik. Kalau konflik dibiarkan maka akan menimbulkan keadaan yang
tidak menyenangkan.

Ada  tiga macam bentuk konflik intrapersonal yaitu :

1. Konflik pendekatan-pendekatan, contohnya orang yang dihadapkan pada  dua


pilihan yang sama-sama menarik.
2. Konflik pendekatan – penghindaran, contohnya orang yang dihadapkan pada
dua pilihan yang sama menyulitkan.
3. Konflik penghindaran-penghindaran, contohnya orang yang dihadapkan pada
satu hal yang mempunyai nilai positif dan negatif sekaligus.

2. Konflik Interpersonal

Konflik Interpersonal adalah pertentangan antar seseorang dengan orang lain karena
pertentengan kepentingan atau keinginan. Hal ini sering terjadi antara duaorang yang
berbeda status, jabatan, bidang kerja dan lain-lain. Konflik interpersonal ini merupakan
suatu dinamika yang amat penting dalam  perilaku organisasi.

Karena konflik semacam ini akan melibatkan beberapa peranan  dari beberapa
anggota organisasi yang tidak bisa tidak akan mempngaruhi proses pencapaian tujuan
organisasi tersebut.

3. Konflik antar individu-individu dan kelompok-kelompok


Hal ini seringkali berhubungan dengan cara individu menghadapi tekanan-tekanan
untuk mencapai konformitas, yang ditekankan kepada mereka oleh kelompok kerja
mereka. Sebagai contoh dapat dikatakan bahwa seseorang individu dapat dihukum
oleh kelompok kerjanya karena ia tidak dapat mencapai norma-norma produktivitas
kelompok dimana ia berada.

4. Konflik antara kelompok dalam organisasi yang sama

Konflik ini merupakan tipe konflik yang banyak terjadi di dalam organisasi-organisasi.
Konflik antar lini dan staf, pekerja dan pekerja – manajemen merupakan dua macam
bidang konflik antar kelompok.

5. Konflik antara organisasi

Contoh seperti di bidang ekonomi dimana Amerika Serikat dan negara-negara lain
dianggap sebagai bentuk konflik, dan konflik ini biasanya disebut dengan
persaingan.Konflik ini berdasarkan pengalaman ternyata telah menyebabkan timbulnya
pengembangan produk-produk baru, teknologi baru dan servis baru, harga lebih rendah
dan pemanfaatan sumber daya secara lebih efisien.

Peranan Konflik

Ada berbagai pandangan mengenai konflik dalam organisasi. Pandangan tradisional


mengatakan bahwa konflik hanyalah merupakan gejala abnormal yang mempunyai
akibat-akibat negatif sehingga perlu dilenyapkan. Pendapat tradisional ini dapat
diuraikan sebagai berikut :

 Konflik hanya merugikan organisasi, karena itu harus dihindarkan dan


ditiadakan.
 Konflik ditimbulka karena perbedaan kepribadian dan karena kegagalan dalam
kepemimpinan.
 Konflik diselesaikan melalui pemisahan fisik atau dengan intervensi manajemen
tingkat yang lebih tinggi.

Sedangkan pandangan yang lebih maju menganggap bahwa konflik dapat berakibat
baik maupun buruk. Usaha penanganannya harus berupaya untuk menarik hal-hal yang
baik dan mengurangi hal-hal yang buruk. Pandangan ini dapat diuraikan sebagai berikut
:

 Konflik adalah suatu akibat yang tidak dapat dihindarkan dari interaksi
organisasional dan dapat diatasi dengan mengenali sumber-sumber konflik.
 Konflik pada umumnya adalah hasil dari kemajemukan sistem organisasi
 Konflik diselesaikan dengan cara pengenalan sebab dan pemecahan masalah.
Konflik dapat merupakan kekuatan untuk pengubahan positif di dalam suatu
organisasi.

Aspek positif konflik

Konflik bisa jadi merupakan sumber energi dan kreativitas yang positif apabila
dikelola dengan baik. Misalnya, konflik dapat menggerakan suatu perubahan :

 Membantu setiap orang untuk saling memahami tentang perbedaan pekerjaan


dan tanggung jawab mereka.
 Memberikan saluran baru untuk komunikasi.
 Menumbuhkan semangat baru pada staf.
 Memberikan kesempatan untuk menyalurkan emosi.
 Menghasilkan distribusi sumber tenaga  yang lebih merata  dalam organisasi.

Dalam padangan modern ini konflik sebenarnya dapat memberikan manfaat yang
banyak bagi organisasi. Sebagai contoh pengembangan konflik yang positif dapat
digunakan sebagai ajang adu pendapat, sehingga organisasi bisa memperoleh
pendapat-pendapat yang sudah tersaring.

Seorang pimpinan suatu organisasi pernah menerapkan apa yang disebutnya dengan
“mitra tinju” Pada saat ada suatu kebijakan yang hendak diterapkannya di organisasi
yang dipimpinnya ia mencoba untuk mencari “mitra yang beroposisi dengannya”.

Kadang konflik pun terjadi. Apakah itu menjadi persoalan bagi dirinya ? “Bagi saya hal
itu menjadi hal yang positif, karena saya dapat melihat kebijakan yang dibuat tersebut
dari sisi lain. Saya dapat mengidentifikasi kemungkinan kelemahan yang ada dari situ.
Selama kita masih bisa mentolerir dan dapat mengendalikan konflik tersebut ke arah
yang baik, hal itu tidak menjadi masalah”, ujarnya.
Kesimpulannya konflik  tidak selalu merugikan organisasi selama bisa ditangani dengan
baik sehingga dapat :

 mengarah ke inovasi dan perubahan


 memberi tenaga kepada orang bertindak
 menyumbangkan perlindungan untuk hal-hal dalam organisasi
 merupakan unsur penting dalam analisis sistem organisasi

Apabila konflik mengarah pada kondisi destruktif, maka hal ini dapat berdampak pada
penurunan efektivitas kerja dalam  organisasi  baik secara perorangan maupun
kelompok, berupa penolakan, resistensi terhadap perubahan, apatis, acuh tak acuh,
bahkan mungkin muncul luapan emosi destruktif, berupa demonstrasi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi konflik

Dapat dikelompokkan ke dalam dua kelompok besar yaitu faktor intern dan faktor
ekstern. Dalam faktor intern dapat disebutkan beberapa hal :

1. Kemantapan  organisasi

Organisasi yang telah mantap lebih mampu menyesuaikan diri sehingga tidak mudah
terlibat konflik dan mampu menyelesaikannya. Analoginya dalah seseorang yang
matang mempunyai pandangan hidup luas, mengenal dan menghargai perbedaan nilai
dan lain-lain.

2. Sistem  nilai

Sistem nilai suatu organisasi ialah sekumpulan batasan yang meliputi landasan maksud
dan cara berinteraksi suatu organisasi, apakah sesuatu itu baik, buruk, salah atau
benar.

3. Tujuan

Tujuan suatu organisasi dapat menjadi dasar tingkah laku organisasi itu serta para
anggotanya.

4.  Sistem lain dalam organisasi


Seperti sistem komunikasi, sistem kepemimpinan, sistem pengambilan keputusan,
sisitem imbalan dan lain-lain. Dlam hal sistem komunikasi misalnya ternyata persepsi
dan penyampaian pesan bukanlah soal yang mudah. Sedangkan faktor ekstern meliputi
:

1.  Keterbatasan sumber daya

Kelangkaan suatu hal yang dapat menumbuhkan persaingan dan seterusnya dapat
berakhir menjadi konflik.

2.  Kekaburan aturan/norma di masyarakat

Hal ini memperbesar peluang perbedaan persepsi dan pola bertindak.

3.  Derajat ketergantungan dengan pihak lain

Semakin tergantung satu pihak dengan pihak lain semakin mudah konflik terjadi.

4.  Pola interaksi dengan pihak lain

Pola yang bebas memudahkan pemamparan dengan nilai-nilai ain sedangkan pola
tertutup menimbulkan sikap kabur dan kesulitan penyesuaian diri.

Penanganan konflik

Untuk menangani konflik dengan efektif, kita harus mengetahui kemampuan diri sendiri
dan juga pihak-pihak yang mempunyai konflik. Ada beberapa cara untuk menangani
konflik antara lain :

1. Introspeksi  diri

Bagaiman kita biasanya menghadapi konflik ? Gaya pa yang biasanya digunakan? Apa
saja yang menjadi dasar dan persepsi kita. Hal ini penting untuk dilakukan sehingga kita
dapat mengukur kekuatan kita.

2. Mengevaluasi pihak-pihak yang terlibat


Sangat penting bagi kita untuk mengetahui pihak-pihak yang terlibat. Kita dapat
mengidentifikasi kepentingan apa saja yang mereka miliki, bagaimana nilai dan sikap
mereka atas konflik tersebut dan apa perasaan mereka atas terjadinya konflik.
Kesempatan kita untuk sukses dalam menangani konflik semakin besar jika kita meliha
konflik yang terjadi dari semua sudut pandang.

3.  Identifikasi sumber konflik

Seperti dituliskan di atas, konflik tidak muncul begitu saja. Sumber konflik sebaiknya
dapat teridentifikasi sehingga sasaran penanganannya lebih terarah kepada sebab
konflik.

4. Mengetahui pilihan penyelesaian atau penanganan konflik yang ada dan


memilih yang tepat.

Spiegel (1994) menjelaskan ada lima tindakan yang dapat kita lakukan dalam
penanganan konflik :

a. Berkompetisi

Tindakan ini dilakukan jika kita mencoba memaksakan kepentingan sendiri di atas
kepentingan pihak lain. Pilihan tindakan ini bisa sukses dilakukan jika situasi saat itu
membutuhkan keputusan yang cepat, kepentingan salah satu pihak lebih utama dan
pilihan kita sangat vital. Hanya perlu diperhatikan situasi menang – kalah (win-win
solution) akan terjadi disini. Pihak yang  kalah akan merasa dirugikan dan dapat
menjadi konflik yang berkepanjangan. Tindakan ini bisa dilakukan dalam hubungan
atasan –bawahan, dimana atasan menempatkan kepentingannya (kepentingan
organisasi) di atas kepentingan bawahan.

b.  Menghindari konflik

Tindakan  ini  dilakukan  jika  salah  satu  pihak  menghindari  dari  situsasi tersebut
secara  fisik ataupun psikologis. Sifat tindakan ini  hanyalah menunda konflik yang
terjadi. Situasi menag kalah terjadi lagi disini.
Menghindari konflik bisa dilakukan jika masing-masing pihak mencoba untuk
mendinginkan suasana, mebekukan konflik untuk sementara. Dampak kurang baik bisa
terjadi jika pada saat yang kurang tepat konflik meletus kembali,ditambah lagi jika salah
satu pihak menjadi stres karena merasa masih memiliki hutang menyelesaikan
persoalan tersebut.

c. Akomodasi

Yaitu jika kita mengalah dan mengorbankan beberapa kepentingan sendiri agar pihak
lain mendapat keuntungan dari situasi konflik itu. Disebut juga sebagai self sacrifying
behaviour. Hal ini dilakukan jika kita merasa bahwa kepentingan pihak lain lebih utama
atau kita ingin tetap menjaga hubungan baik dengan pihak tersebut. Pertimbangan
antara kepentingan pribadi dan hubungan baik menjadi hal yang utama di sini.

d. Kompromi

Tindakan ini dapat dilakukan jika ke dua belah pihak merasa bahwa kedua hal tersebut
sama –sama penting dan hubungan baik menjadi yang uatama. Masing-masing pihak
akan mengorbankan sebagian kepentingannya untuk mendapatkan situasi menang-
menang (win-win solution)

e. Berkolaborasi

Menciptakan situasi menang-menang dengan saling bekerja sama. Pemecahan sama-


sama   menang  dimana individu yang terlibat mempunyai tujuan kerja yang sama.
Perlu adanya satu komitmen dari semua pihak yang terlibat untuk saling mendukung
dan  saling memperhatikan satu sama lainnya.

Pendekatan situasi konflik:

 Diawali  melalui penilaian diri sendiri


 Analisa  isu-isu seputar konflik
 Tinjau kembali  dan sesuaikan dengan  hasil eksplorasi diri sendiri.
 Atur dan rencanakan  pertemuan antara individu-individu yang terlibat konflik
 Memantau sudut pandang dari semua individu yang terlibat
 Mengembangkan dan  menguraikan solusi
 Memilih solusi dan melakukan tindakan
 Merencanakan pelaksanaannya

Pilihan tindakan ada pada diri kita sendiri dengan konsekuensi dari masing-masing
tindakan. Jika terjadi konflik pada lingkungan kerja, kepentingan dan hubungan antar
pribadi menjadai hal yang harus kita pertimbangkan.

Kemampuan menangani konflik tentang terutama yang menduduki jabatan pimpinan.


Yang terpenting adalah mengembangkan pengetahuan yang cukup dan sikap yang
positif terhadap konflik, karena peran konflik yang tidak selalu negatif terhadap
organisasi.

Dengan pengembalian yang cukup senang, pimpinan dapat cepat mengenal,


mengidentifikasi dan mengukur besarnya konflik serta akibatnya dengan sikap positif
dan kemampuan kepemimpianannya, seorang pimpinan  akan dapat mengendalikan
konflik yang akan selalu ada, dan bila mungkin menggunakannya untuk keterbukaan
organisasi dan anggota organisasi yang dipimpinnya. Tentu manfaatnya pun dapat
dirasakan oleh dirinya sendiri

You might also like