Professional Documents
Culture Documents
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
Melalui Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan kebijakan
pemerintah untuk mengelola pelayanan publik, telah dibuka kesempatan
bagi Pemerintah Daerah untuk melakukan kerjasama dengan Pihak Ketiga
yaitu lembaga yang berbadan hukum, baik yang berada di dalam negeri
maupun di luar negeri. Lembaga di luar negeri adalah Pemerintah Negara
Bagian, badan khusus PBB, lembaga internasional, perguruan tinggi,
organisasi swasta di luar negeri.
B. Manfaat Kerjasama
2
1. Optimalisasi pemanfaatan sumber daya daerah dan perlu peluang
dalam menggunakan berbagai potensi daerah, baik sumber daya
manusia, sumber daya alam maupun sumber daya buatan yang dimiliki
daerah untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosial
masyarakat.
3
BAB II
PRINSIP KERJASAMA
A. Transparansi
B. Akuntabilitas
4
1. Akuntabilitas keuangan, aparatur pemerintah atau organisasi
pemerintah yang dimaksud disini adalah bahwa aparatur pemerintah
(Pemerintah Daerah) wajib mempertanggungjawabkan setiap
keuangan dalam anggaran belanjanya yang bersumber dari APBD.
Jadi setiap bentuk kerjasama yang dikembangkan dengan pihak ketiga
harus merupakan suatu tindakan yang dapat dipertanggungjawabkan
kemanfaatan dan efektifitasnya kepada masyarakat.
C. Partisipatif
D. Efisiensi
5
bagaimana menekan biaya untuk memperoleh suatu hasil tertentu, atau
bagaimana menggunakan biaya yang sama tetapi dapat mencapai hasil
yang masksimal.
E. Efektif
F. Konsensus
Selain enam prinsip utama di atas, beberapa prinsip lain yang perlu
dipergunakan sebagai acuan Pemerintah Daerah dalam melaksanakan
kerjasama dengan pihak ketiga adalah :
6
6. Kerjasama dilakukan bukan karena suatu upaya politik akan tetapi suatu
pertimbangan untuk mencapai suatu tujuan yang saling mendorong, saling
mengormati dan menguntungkan kedua belah pihak.
7
BAB III
1. Air Bersih
8
2. Perumahan
3. Irigasi,
4. Jaringan telepon
9
BAB IV
BENTUK KERJASAMA
10
Keuntungan tidak langsung adalah :
11
masalah pembebasan tanah untuk mendirikan fasilitas yang
diperlukan dalam kerjasama.
a. Bila resiko yang dihadapi pihak ketiga terlalu besar, maka pihak
ketiga cenderung untuk menaikkan harga.
12
a. Pembangunan proyek-proyek infrastruktur yang telah
direncanakan dapat direalisasikan dengan lebih cepat, sehingga
tidak lagi harus bergantung kepada anggaran dana dari Pemerintah
Daerah.
c. Bila resiko yang dihadapi pihak ketiga terlalu besar, maka pihak
ketiga cenderung untuk menaikkan harga mereka .
13
d. Terdapat kemungkinan setelah masa penyerahan hak milik,
pengelolaan sarana dan prasarana yang sebelumnya dioperasikan
dan dikelola oleh pihak ketiga sudah tidak menguntungkan.
14
b. Kerugian Kontrak Pelayanan.
15
b. Dapat mengurangi beban Pemerintah Daerah,
mendistribusikan resiko pembangunan kepada pihak ketiga.
b. Bila resiko yang dihadapi pihak ketiga terlalu besar, maka pihak
ketiga cenderung untuk menaikkan harga mereka.
16
pengoperasian dan pemeliharaan termasuk penggantian bagian - bagian
tertentu.
17
2. Kerugian Kontrak Sewa
18
b. Terpenuhinya target untuk melaksanakan pemerataan
pembangunan dan upaya mengembangkan serta memenuhi
kebutuhan infrastruktur dengan teknologi baru di daerah-daerah
yang membutuhkan.
19
b. Terdapat kemungkinan setelah masa penyerahan hak
milik, proyek yang semula dikelola oleh Pihak Ketiga sudah tidak
menguntungkan.
1) Keuntungan langsung :
20
d) Dapat mengurangi beban Pemerintah Daerah
mendistribusikan resiko pembangunan kepada Pihak Ketiga.
21
1) Pihak Ketiga cenderung hanya mau bekerjasama
untuk membangun proyekdi lokasi-lokasi dan kegiatan yang
menguntungkan.
22
5) Dapat mengurangi beban Pemerintah Daerah ,
mendistribusikan resiko pembangunan kepada pihak ketiga,
meningkatkan kompetisi dan meningkatkan kegiatan operasi
sektor infrastruktur yang bersangkutan.
23
3. Kontrak Bangun Alih Milik dan Kelola (Build Transfer &
Operate (BTO))
24
7) Peningkatan kualitas infrastruktur melalui penggunaan
peralatan dan teknologi yang canggih dalam rangka efisiensi
dan efektifitas.
25
Otomatis hak untuk memperoleh keuntungan dari obyek kontrak
tersebut hanya terbatas sampai akhir masa kontrak saja.
26
4) Menghindari pinjaman yang berbunga tinggi sebab
pembiayaan metoda Kontrak Bangun Kelola Milik ini tidak
dianggap sebagai suatu hutang.
27
2) Harus melakukan studi kelayakan yang mendalam
yang memakan biaya yang sangat besar sebab metode Kontrak
Bangun Kelola Milik ini banyak mengandung resiko dan bersifat
spekulatif.
28
infrastruktur berarti fasilitas infrastruktur lebih cepat pula
tersedia bagi pemakai karena tidak lagi harus bergantung
kepada pemerintah.
29
kegagalan proyek, berada jauh di atas standar, sehingga
mengakibatkan harga produk dan jasa menjadi tinggi.
30
2) Terpenuhinya target untuk melaksanakan pemerataan
pembangunan dan upaya mengembangkan serta memenuhi
kebutuhan infrastruktur dengan teknologi baru di daerah-daerah
yang membutuhkan.
31
c. Kelemahan Kontrak Rehabilitasi Alih Milik Kelola
32
b. Kerugian Kontrak Bangun Rehabilitasi Kelola Alih Milik
33
4) Memperoleh efisiensi biaya dalam pembangunan dan
operasi jasa infrastrukturnya.
34
9. Kontrak Bangun Tambah Kelola dan Alih Milik (Add Operate
& Transfer (AOT))
35
6) Mengikutsertakan masyarakat dalam pengembangan
fasilitas prasarana atau sarana sehingga menciptakan lapangan
kerja baru.
36
Kontrak Konsesi adalah bentuk kerjasama di mana Pihak
Ketiga diberi tanggungjawab untuk menyediakan jasa pengelolaan atas
sebagian atau seluruh sistem infrastruktur tertentu, termasuk
pengoperasian dan pemeliharaan fasilitas serta pemberian layanan
kepada masyarakat dan penyediaan modal kerja.
37
menilai kewajaran dari perhitungan-perhitungan yang mendasari
harga yang diajukan dalam usulan proyek tersebut.
BAB V
A. Persyaratan Kerjasama
38
1. Kegiatan yang akan dikerjasamakan harus mendukung
penyelenggaraan pemerintah nasional dan daerah serta mendukung
pemberdayaan masyarakat.
39
Untuk Kerjasama Pemerintah Daerah dengan Pihak Ketiga Luar
Negeri harus memperhatikan ketentuan sebagai berikut :
40
mengarah kepada campur tangan urusan dalam negeri masing-masing
negara.
a. Pembentukan Tim
b. Indentifikasi
41
kondisi fisik sosial ekonomi, sistem dan fasilitas pelayanan publik
yang sudah ada, penelitian dampak lingkungan, evaluasi
perancangan dan konstruksi, rencana operasi dan pemeliharaan,
prakiraan biaya operasional dan pendapatan yang dihasilkan serta
analisa keuangan dan ekonomi.
42
5) Potensi/Spesifikasi bidang yang akan menjadi obyek
kerjasama
6) Sumber pembiayaan kerjasama
7) Tatacara pengelolaan kerjasama
8) Jangka waktu pelaksanaan kerjasama
9) Kelanjutan dan pemeliharaan hasil pasca kerjasama.
10) Konsultasi dengan DPRD untuk memperoleh masukan dan
persetujuan.
11) Apabila diperlukan sebelum menyusun proposal kerjasama
dapat melakukan studi banding.
e. Penawaran Kerjasama
f. Penilaian Proposal
43
Proposal yang diajukan harus dilampiri :
1) Akte Pendirian
2) Kedudukan / alamat perusahaan / LSM / Yayasan
3) Copy anggaran dasar (AD) perusahaan / LSM / Yayasan
4) Referensi Bank
5) Laporan rugi-laba 3 (tiga) tahun terakhir (bila perusahaan)
6) Susunan pimpinan (Direksi, Komisaris, dsb)
7) Pengalaman kerja/rekomendasi
8) Copy NPWP
9) Informasi lain yang menunjang
44
8) Rencana Pembiayaan dan sumberdananya
h. Perjanjian Kerjasama
45
12) Perlindungan pekerjaan, yang memuat ketentuan tentang
kewajiban para pihak dalam pelaksanaan keselamatan dan
kesehatan kerja serta jaminan sosial.
13) Aspek lingkungan, yang memuat kewajiban para pihak dalam
pemenuhan ketentuan tentang lingkungan.
14) Ketentuan-ketentuan lain yang disepakati.
b. Pembentukan Tim .
46
c. Penyusun Kerangka Acuan
47
Dan dilampiri Proposal yang isinya antara lain mencakup :
1) Latar belakang
2) Maksud dan tujuan.
3) Objek (jenis usaha) kerjasamakan yang diusulkan
4) Bentuk dan mekanisme kerjasama yang diusulkan
5) Rencana Biaya dan pola bagi hasil yang diusulkan.
e. Penilaian Proposal
48
Dalam penyusunan MoU agar memuat aspek-aspek sebagai
berikut :
1) Identitas masing-masing pihak
2) Maksud dan tujuan kerjasama
3) Subyek dan obyek kerjasama
4) Ruang lingkup kerjasama
5) Cara pelaksanaan kerjasama
6) Jangka waktu
7) Penyelesaian perselisihan
8) Rencana Pembiayaan dan sumberdananya
g. Perjanjian Kerjasama
49
9) Pemutusan perjanjian kerjasama / kontrak yang memuat
tentang pemutusan perjanjian kerjasama / kontrak yang timbul
akibat tidak dapat dipenuhi kewajiban salah satu pihak
10) Keadaan memaksa, yang memuat ketentuan tentang
kewajiban penyedia jasa dan atau pengguna jasa atas
kegagalan penyelesaian pekerjaan
11) Kegagalan penyelesaian pekerjaan, yang memuat ketentuan
tentang kewajiban penyedia jasa dan atau pengguna jasa atas
kegagalan penyelesaian pekerjaan
12) Perlindungan pekerjaan, yang memuat ketentuan tentang
kewajiban para pihak dalam pelaksanaan keselamatan dan
kesehatan kerja serta jaminan sosial
13) Aspek lingkungan, yang memuat kewajiban para pihak dalam
pemenuhan ketentuan tentang lingkungan
14) Ketentuan – ketentuan lain yang disepakati.
50
BAB VI
Jika hal ini terjadi maka penyelesaiannya dilakukan sesuai dengan ketentuan
yang tertuang dalam MoU dan dapat dilakukan dengan :
Dalam hal ini kedua belah pihak saling bermusyawarah untuk mencapai
kata mufakat terhadap persolan yang dipersengketakan, sehingga
keduanya merasa puas atas hasil musyawarah tersebut
3. Arbitrase
Para pelaku ekonomi dalam kontrak bisnis yang bersifat nasional maupun
internasional lebih menyukai lembaga arbitrase dalam penyelesaian
sengketa, karena dilihat dari sifat kerahasiaan, prosedur sederhana dan
putusan arbitrer yang mengikat para pihak yang menyebabkan putusan
tersebut bersifat final. Di Indonesia, sebagai upaya hukum dalam
perkembangan dunia usaha baik nasional maupun internasional,
51
a. Arbitrase Ad hoc atau Arbitrase Volunter
b. Arbitrase Institusional
4. Peradilan Umum
52
BAB VII
53
BAB VIII
EVALUASI KERJASAMA
Evaluasi ini dilakukan oleh kedua belah pihak untuk menilai kinerja
dari kemitraan, hak, dan kewajiban masing-masing pihak. Evaluasi yang
dilakukan oleh Pemerintah Daerah berguna untuk melihat kecocokan
(manfaat) hasil kerjasama (kinerja) dengan perjanjian yang telah disepakati /
kewajiban yang bekerjasama.
54
BAB IX
PENUTUP
55