You are on page 1of 21

Soekarno, Mahasiswa dan Nasionalisme

Jangan tanya apa yang Negara berikan padamu,


Tetapi Tanya apa yang kamu berikan pada Negara.
Jhon F. Kennedy

Ketika Soekarno dilahirkan, masyarakat Jawa sedang mengalami perubahan


ekonomi sosial dan politik sebagai dampak modernisasi. Selama seperempat abad
sebelumnya, bersama negeri-negeri lain di Asia dan Afrika, Indonesia mulai merasakan
dampak kuat tenaga ekspansif industri Eropa. Daerah jajahan Hindia Belanda justru
secara mantap diciptakan selama periode ini. Mitos tentang nasionalisme nosionalisme
adalah, kepulauan itu dijajah selama 350 tahun dibawah kekeuasaan Belanda sejak tahun
1602, ketika VOC mulai beroperasi, sampai Perang Dunia kedua. Dalam kenyataannya
hanya menjelang akhir abad ke-19 kekuasaan Belanda berlaku atas kepulauan itu.
Kegiatan-kegiatan Belanda selama 200 tahun sebelumnya hanyalah meletakkan dasar-
dasar bagi kekuasaannya.
Ekspansi besar-besaran ekonomi ekspor Hindia sebagai akibat penanaman modal
Belanda secara langsung ini telah disertai perluasan penguasaan territorial yang cepat.
Sesudah 1870 sengaja dilakukan tindakan untuk membulatkan kekuasaan Belanda atas
seluruh kepulauan Indonesia. Ekspansi territorial yang terjadi dengan tiba-tiba merupakan
bagian dari gelombang persaingan imprealisme Eropa Barat yang pada akhir abad ke-19
membagi-bagi sebagian besar daerah-daerah yang terbelakang ini, sehingga terpecah-
pecah menjadi jajahan Inggris, Perancis, Jerman, Belanda dan Belgia. Meskipun
Belandasudah ada di Indonesia sejak tiga abad, baru sesudah 1870 mereka bergerak
mendirikan apa yang kemudian bisa di katakana sebagai kekuatan imperium baru.
Perkembangan ini mendapat reaksi dari golongan elite pribumi. Ada yang berhasil
menyesuaikan dirinya dalam kekuasaan kolonial Belanda dengan menjadi ambtenar tanpa
hasrat untuk mengubahnya. Ada yang berkeinginan memperoleh jaminan otonomi bagi
bangsanya di masa depan, yang harus dicapai melaui kerjasama dengan penguasa dan
melalui konsesi-konsesi yang diperoleh berangsur-angsur dari pemerintah Hindia
Belanda. Ada juga yang melihat pada evolusi persekutuan Indonesia dengan Belanda.
Tetapi bagi yang lain lagi, kehinaan dibawah telapak kaki penjajah merupakan kenyataan
yang menyolok. Satu-satunya jalan yang dapat ditempuh, menurut mereka, adalah
perjuangan tanpa kompromi, bahkan mungkin dengan kekerasan untuk memperoleh
kemerdekaan yang sempurna. Soekarno berada di dalam kategori terakhir ini, semenjak
masa muda di dalam hasilnya membara rasa jijik terhadap diskriminasi yang dilakukan
kekuasaan kolonial.
Nasionalisme Indonesia pada hakekatnya adalah suatu gejala baru yang berada
dari gerakan-gerakan perlawanan sebelumnya terhadap kekuasaan Belanda. Perang Jawa
1825 – 1830 misalnya, merupakan suatu gerakn setempat yang mencerminkan
ketidakpuasan lokal dan sangat berbeda sifatnya dari arus perlawanan yang baru muncul
pada awal abad ke – 20 Nasionalisme baru itu adalah hasil imprealisme baru. Ia harus
dipandang sebagai bagian dari suatu gerakan lebih besar yang melibatkan banyak bagian

1
Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com, peterkasenda@rocketmail.com
tanah jajahan baru yang diciptakan Eropa di Asia dan Afrika pada penghujung abad ke-
19. Dan gerakan itu hanya menentang kekuasaan colonial, tetapi juga memikirkan dan
mengembangkan pandangan baru, yang sadar akan kepribadian nasional. Tentu kedua
aspek itu berjalan sejajar, rasa kebangsaan ditempa kedalam pengalaman bersama
melawan penindasan colonial, namun, gagasan-gagasan tentang kebangsaan kemudian
penciptaan suatu negara modern.
Soekarno memang turut memberikan bentuk pada rasa kesadaran-diri yang baru,
namun bukan Soekarno yang menciptakannya. Dasar-dasar pokok kesadaran baru itu
terletak dalam proses perubahan sosial yang digerakkan oleh ekspansi politik dan
kekuasaan colonial Belanda pad atahun-tahun kemudian. Pada abad ke-1, wakil-wakil
VOC memang mengumpulkan hasil bumi, tetapi pengaruhnya hanya terbatas pada
tatanan-tatanan politik dan sosial yang mereka temukan di sana, dan mereka bahkan
menaruh sekedar rasa hormat terhadap kekuasaan pribumi yang ada. Namun, pada akhir
abad ke – 19 pemerintah dan modal Belanda telah merombak Indonesia dilancarkannya
kegiatan-kegiatan ekonomi baru telah mengganggu keseimbangan masyarakat-
masyarakat agraris tradisonal. Kekuasaan-kekuasaan ekonomi bari itu mendorong
munculnya kelas-kelas baru, mengikis kedudukan golongan elite tradisional dan
mengendorkan banyak ikatan komunal yang telah memberikan lingkungan mantap bagi
massa-rakyat itu, keadaan itu menciptakan kesatuaan politik untuk pertama kalinya pada
kepulauaan itu, dan dengan demikian membuka situasi yang mungkin orang Indonesia
melihat jauh ke luar melampaui penghotak-kotakan etnis kearah kemungkinan kesatuaan
nasional. Perubahan-perubahan ini bukan saja turut menciptakan keresahan yang makin
besar dikalangan penduduk sebagai suatu keseluruhan, tetapi juga, dalam arti yang lebih
positif, menciptakan kesadaran baru tentang suatu dunia yang sedang mengalami
perubahan, dan kepemimpinan politik yang dapat dijadikan saluran pengungkapan
kesadaran baru itu.
Pada bulan Januari 1901 Ratu Wihelmina mengumumkan di depan parlemen
program Pemerintah Belanda yang baru saja terpilih. Pemerintah mengakui bahwa
sementara di msa lalu banyak perusahan dari orang-orang Belanda telah memperoleh
keuntungan yang berlipat dari Hindia Belanda, penduduk di tanah jajahan itu sendiri
menjadi miskin. Tujuan utama pemerintah jajahan di masa mendatang ialah memperbaiki
kesejahtraan rakyat. Ratu Wilhelmina menambahkan bahwa bangsa Belanda “telah
berhutang budi” kepada rakyat Hindia Belanda, perlahan-lahan memperluas kesempatan
bagi anak-anak Indonesia dari golongan atas untuk mengikuti pendidikan berbahasa
Belanda.
Pemberian pendidikan Barat kepada anggota-anggota kalangan elite pibumi tak
disertai dengan program yang jelas apa pun untuk memanfaatkan lulusan pendidikan itu,
meskipun mereka hanya sedikit jumlahnya. Kebijaksanaan mengizinkan sejumlah orang
Indonesia memasuki sekolah rendah dan menengah, ternyata tidak membuka lebar-lebar,
karena pendidikan semacam itu bahkan berada diluar jangkauan sebagian besar kaum
priyayi. Meskipun demikian permintaa di tempat-tempat di sekolah itu jauh lebih besar
daripada yang tersedia, dan lapangan kerja pun tidak cukup tersedia bagi beberapa ratus
orang Indonesia yang setiap tahunnya tamat. Hanya sedikit yang diterima dan mendapat
status dalam jabatan rendah dalam pemerintah atau dalam perusahaan Belanda, meskipun
orang Indonesia yang melamar menemukan dirinya menjadi korban kebijaksanaan
diskriminatif yang mendahulukan bangsa Belanda atau Indo dari pada orang Indonesia.

2
Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com, peterkasenda@rocketmail.com
Dalam banyak lapangan kerja terdapat perbedaan dalam nilai upah yang diberikan kepada
orang Indonesia dan tenaga kerja Belanda ; bagi banyak lulusan sekolah tidak tersedia
lapangan kerja. Dua hal tampak menonjol : Kalangan atas yang menerima pendidikan
secara Barat hanya menjadi kelompok kecil dalam masyarakat : meskipun ini suatu
kenyataan, tetapi mereka adalah kalangan atas yang digaji rendah, menderita furtasi,
dirundung kepenatan karena ketiadaan kesempatan, dan lekas tersinggung oleh
pandangan yang meremehkan dan menghina, yang disebabkan statusnya yang rendha dan
sikap Belanda yang secara sembarangan memamerkan keunggulannya.
Sebab-sebab nasionalisme abad ke-20 harus di cari pada terganggunya
keseimbangan masyarakat–masyarakat tradisonal sebagai akibat dai dampak penuh
indisutri modern Eropa. Dengan munculnya kaum cendikiwan baru, rasa tidak puas
massa dapat disalurkan dan organisasi ke dalam gerakan-gerakan kekuatan politik yang
menentang rwzim colonial, memandang ke depan secara positif untuk membangun
sebuah Negara merdeka yang didasarkan pada nilai-nilai persepsi baru tentang
kepribadiaan nasional dan merombak tatanan lama tradisional.
Namun ini pun bukan kisah selengkapnya Nasioanlisme bukan hanya produk dari
suatu rasa kebersamaan –rasa tidak puas massa ditambah kepemimpinan yang mengalami
frustasi. Bagi para pemimpin dan pengikut-pengikutnya kemelut yang menjerat mereka
dalam beberapa hal bersifat psiokologis, suatu kemelut identitas individual dan kelektif
sebagai suatu tatanan tetap yang ditundukkan pada tekanan-tekanan baru dan larutnya
nilai-nilai yang telah mantap. Dalam suatu hal, ini adalah masalah untuk mengetahui
siapa dirinya dan apa golongannya. Adapt kebiasaan telah memberi jawaban kepada
pertanyaan-pertanyaan ini, namum perubahan sosial dan pergeseran sistem status
membuka kembali masalah-masalah itu. Pendidikan Barat telah mengasingkan sejumlah
kaum terpelajar dari masyarakatnya sendiri dan pandangan-pandangan yang berlaku
sebelumnya, menjadikan mereka putra-putra zaman pencerahan Eropa, tetapi tanpa
menjadikannya orang Eropa. Untuk sebagian dari mereka itu, nasionalisme merupakan
suatu penyelesaian dari ketegangan gagasan ini.
Dibukanya sekolah rendah oleh Belanda bagi orang Indonesia , memungkinkan
sebagian dari mereka, dalam waktu yang sudah ditetapkan, meneruskan pelajarannya di
sekolah menengah Belanda, meskipun kesempatan semacam itu sangat terbatas.
Keluarga-keluarga Indonesia harus mampu membayarnya, jumlah tempat yang tersedia
jauh dibawah permintaan. Untuk menjamin penerimaannya, diperlukan kecenderungan
sosial dan pengaruh. Dalam prakteknya ada kecenderungan hanya putra-putra priyayi
yang mendapat kemudahan itu.
Semula Soekarno belajar di HIS, Tulung Agung. Ayahnya bermaksud
memberikan pendidikan yang baik kepadanya dan memasukkan ke Europere Lagere
School de Mojokerto dengan harapan Soekarno nantinya bisa memasuki HBS yang lalu
memberi peluang untuk memasuki perguruan tinggi Belanda. Mereka berdua, ayah dan
anak beranggapan bahwa Soekarno dapat melanjutkan pelajarannya di ELS itu kelas yang
sama seperti di HIS. Namun, tes sekolah yang diambil oleh kepala sekolah menunjukkan
bahwa Soekarno kurang menguasasi bahasa Belanda, bahasa pengantar yang dipakai di
ELS sehingga ia harus diturunkan satu kelas. Oleh karena itu, ayahnya menggaji
seoranng wanita Belanda untuk mengajarnya.
Hanya segelintir anak-anak pribumi yang diperbolehkan masuk ELS. Para calaon
pribumi selain harus memiliki tingkat kecerdasan yang melebihi rata-rata, orang tua

3
Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com, peterkasenda@rocketmail.com
mereka harus berasal dari tingkat masyarakat terpandnag, bahwa Soekarno , diambil oleh
kepela sekolah ELS, walaupun bahasa Belandanya tidak mencikupi lagi pula ayahnya
sebagai kepala sekolah. Para orang tua murid ELS membayar uang sekolah menurut
kemampuan. Tentu saja Raden Soekemi denngan gaji yang lumayan mempu membayar
uang sekolah Soekarno.
Di waktu itu masih belum lazim bagi seorang pribumi untuk masuk sekolah
eropa. Karena itu, maka mereka yang berhasil memasuki sekolah tersebut dan duduk
ditenagh-tengah anak-anak para tuan kulit putih dan anak-anak Indo (yang tidak kurang
sombongnya terhadap orang-orang dibawah mereka), masih sering menjadi korban
prasangka rasial. Seperti dikenang kembali oleh Soekarno, setiap kali terjadi
pertengkaran, ia selalu membela kehormatan bangsanya. Di sini apa yang di tuliskan
dalam dunia perwayangan mengenai hubungan antara penguasa dan yang di kuasai, atau
mengenai keadilan dan ketidakadilan, tentulah telah menjadi jelas dengan cara
menyakitkan bagi Soekarno.
Setelah tamat ELS, Soekarno memperoleh kesempatan untuk melanjutkan
studinya di Surabaya. Soekarno menggambarkan kota kelahirnya tempat ia kembali
sebagai pemuda berumur lima belas tahun sebagai suatu ‘kota pelabuhan yang ramai dan
bising, menyerupai New York. Di sini Soekarno menjumpai tidak hanya fasilitas-fasilitas
pelabuhan bagi kapal-kapal dari seluruh dunia, tetapi juga suatu jaringan hubungan kereta
api yang luas kesegala jurusan, jalan-jalan beraspal hitam, daerah-daerah perdagangan,
dan banyak hal lainnya – yang sangat berbeda dengan keadaan lingkungan hidupnya
selama itu. Walaupun di daerah-daerah pedalaman juga terdapat kekayaan dan
kemewahan, namun kedua hal itu terbatas pada lingkungan-lingkungan Eropa dan
bangsawan tingkat atas. Tetapi di Surabaya, sistem kasta kolonial itu sudah teratasi, dan
orang-orang dari dunia usaha, tak peduli apa kebangsaannya semenjak dibukanya
perdagangan bebas dalam 1870.
Di Hogere Bunger School di Surabaya, dimana Soekarno belajar selama lima
tahun, garis pemisah rasial tidak begitu tajam seperti di daerah pedalaman. Tetapi
persentase murid-murid sekolah menengah diseluruh Hindia Belanda, yang disusun
menurut golongan-golongan penduduk, masih mencerminkan suatu ketimpangan yang
sangat mencolok antara orang-orang Eropa, orang-orang asing keturunan Asia dan orang-
orang pribumi.
Sejarah Hindia Belanda merupakan salah satu mata pelajaran di HBS. Bisa jadi
pelajaran inilah yang amat merangsang rasa nasionalisme yang mulai bersemi di hati
pelajar bumiputra ini. Sejarah tanah JAwa, sebelum Jan Preterszoon Coen di tulis hanya
15 halaman buku pelajaran dengan judul yang sama. Sesudah itu, para pelajar diberitahu
bagaimana Pangeran Dipenogoro yang ‘tak berbudi’ di tundukkan oelh pemerintah
kolonial , mereka membaca kepahlawanan KNIL, dalam operasi militer mengkumkum
penduduk Lombok dan Bali, dan diceritakan bahwa perang akan peristiwa-peristiwa
kepahlawanan yang gemilang dari Vanheutz tentunya, bukan dari snag pejuang, Tengku
Umar.
Sebagai siswa HBS, Soekarno termasuk kutu buku. Melalui buku bacaannya ia
bisa membayangkan bagaimana kehidupan bapak bangsa Thomas Jefferson dan George
Washington; menghayati perjalanan hari Paul Revere ke Lexington dan membaca dengan
lahap kisah kehidupan Abraham Lincoln idola Amerikanya. Jua, sejumlah besar
negarawan dan pemikir-pemikir Eropa yang tergolong teman-teman sejiwa yang

4
Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com, peterkasenda@rocketmail.com
dikumpulkan oleh si pelajar di kamar yang sempit di bawah sinar api lilin. Selain itu ia
juga banyak belajar dari ahlifilsafat Perancis seperti Roltaine dan Rousseau, suami istri
Fabian Webb, kelompok pejuang kemerdekaan MAzzini dan Garibalde dan orang sosialis
Alder dan Jean Jaures, orator yang paling ia kagumi. Sudah tentu Karl Marx dan Lenin
termasuk yang dibaca dan di kagumi oleh si pelajar. Hayan beberapa orang Asia
mempunyai kumpulan orang bernama tenar ini, seperti Sut Yat Send an filusuf India
Swansi Nrekanda.
Di Surabaya Soekarno menumpang di rumah HOS Tjokroaminoto, pemimpin dari
Sarekat Islam. Rupa-rupanya Tjokroaminoto mengunakan dana-dana dari SI, untuk
menampung ornag-orang tidak mampu, oleh karena Soekarno bukan satu-satunya tamu
dirumahnya itu. Dalam 1921, sekitar 30 orang menumpang di rumahnya dengan
membayar uang pemondokan sekedarnya, di samping itu, banyak tamu menginap di sana
selama kunjungan mereka di Surabaya.
Daftar tamu Tjokroaminoto seperti Who’s who untuk nasionalisme Indonesia.
Termasuk diantara mereka, Hendrik Sheevliet, Adolf Baars, Douwes Dekker, Haji Agus
Salim, Tan Malaka, Semaun, Alimin, dan Ki Hajar Dewantara. Dari mereka inilah yang
memberi kesadaran politiknya. Pada waktu itu tokoh-tokoh ini mewakili berbagai aliran
utama dalam nasionalisme Indonesia.
Soekarno diterima oleh Tjokroaminoto pada waktu orang yang disebut
belakangan itu belum kehilangan sedikitpun dari respek universal dari penduduk seluruh
pulau Jawa terhadap dirinya. Dalam Kongres Nasional Pertama Sarekat Islam pada bulan
Juni 1916, ia masih dapat berkata tentang dirinya sendiri, dengan sangat beralasan, “Saya
sendirilah orang yang menentukan arah pergerakan kita.” Sikap percaya pada diri sendiri
itu juga, diperlihatkannya dalam kongres, di mana pengaruhnya yang menguasai jalannya
sidang-sidang dan efek hipnotis dari pidato-pidatonya.
Soekarno tidak pernah merasa puas hanya sekedar duduk didepan kaki sang guru,
mendengarkan diskusi-diskusi mereka tentang keadaan Indonesia yang gelisah, tentang
gerakan-gerakan revolusioner di mana pun, tentang strategi dan taktik dalam situasi
setempat. Ia segera memainkan peranannya dalam perdebatan mereka, dan dari diskusi
berangsur-angsur bergerak menjadi partisipan yang lebih langsung dalam kegiatan-
kegiatan kelompok, meskipun masih dalam peran yang kurang penting. Langkah
pertamanya yang positif sebagai nasionalis aktif di lakukannya dnegan organisasi pemuda
‘ Trikoro Dharmo ‘ cabang Surabaya yang dibentuk tahun 1915 (mengganti namanya
pada tahun 1918 menjadi Jong Java) sebagai anak organisasi Boedi Oetomo.
Dengan kegiatan-kegiatan seperti ini, Soekarno berangsur-angsur menjadi sadar
akan kemampuan politik. Meskipun sudah memperoleh beberapa pengalaman dalam
profesi aktivis politik. Soekarno masih belum lagi tergugah olah keperluan mendesak
adanya suatu ideologi yang dirumuskan dengan jelas. Dari gagasan-gagasan hasil bacaan
dan mendengarkan mereka yang berkunjung kerumah Tjokroaminoto.
Baru mulai tersusun pola yang jelas dan ini belum menariknya untuk
merencanakan suatu program tindakan bagi dirinya. Untuk sementara partisipasinya
dalam kegiatan nasional semata-mata terdorong oleh semangat berbuat yang mendekati
tujuan itu sendiri. Pada waktu itu ia masih sangat tergantung pada orang lain, dan dalam
pegertiaan ini memadailah untuk menyatakan periode itu sebagai masa persiapan diri.
Bagi Soekarno, Tjokroaminoto tidak hanya menjadi bapak kost dan guru, tetapi
juga mertua. Tahun 1919 Soeharseken, istri Tjokroaminoto, meninggal kejadiaan itu

5
Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com, peterkasenda@rocketmail.com
memukul hatinya. Tjokroaminoto meminta Soeakrno untuk menikahi putrinya Siti Oetari
yang nasipnya sangat dikhawatirkan oleh sang duda. Soekarno tak mungkin menampik
permintaan sang guru yang begitu berarti baginya. Perkawinan pemuda berumur delapan
belas tahun dengan pemudi empat belas tahun adalah suatu perkawinan gantung.
Perkawinan itu jelas bukan berdasarkan saling cinta. Itu lebih merupakan lambing
hubungan yang erat Soekarno dengan pelindungnya. Dan perkawinan itu di putus dalam
beberapa tahu, setelah hubungan itu makin lemah.
Untuk mengatasi kesedihan karena kehilangan Soeharsikin, Tjokroaminoto
pindah rumah kejalan Plamjitan dan disana mereka mendapat kabar yang besar. Mertua
dan menantu menjadi akrab akibatnya mulai saat itu Soekarno harus membagi waktu
antara Sarekat Islam dan pelarana sekolah. Dengan teratur ia diminta tampil
menggantikan pimpinan SI ini dan ia juga mulai menulis untuk majalah Sarekat Islam,
Oetoesan Hindia. Soekarno terbilang aktif menulis di majalah Sarekat Islam ini.
Waktu sSoekarno duduk di kelas terakhir HBS, Soekarno mestinya menjadi agak
terasing di sekolah. Pada umur sembilan belas, dua puluh tahun, ia sudah menikah dan
aktif pula dalam dunia politik. Ia seharusnya makin lama makin merasa jauh dari teman-
teman sekelasnya yang umurnya rata-rata dua tahun lebih muda dari Soekarno, masih
belum memikirkan apa-apa. Satu-satunya tujuan Soekarno adalah meraih ijasah HBS
Tanggal 10 Juni 1921 ia maju ujian akhir dan lulus. Dimulai dengan ujian tertulis pada
bulan April dan ujian lisan di bulan Mei, seharusnya yang diujiankan liam belas mata
pelajaran kenyataannya bahwa ia berhasil menyelesaikan HBS dalam waktu lima tahun
dengan semua kegiatan sampingannya membuktikan bahwa ia murid cerdas.
Sebagai siswa HBS yang begitu sadar politk ternyata Soekarno memilih kuliah di
Sekolah Teknik Tinggi (THS) di Bandung. Ada tahun 1921, Sekolah Tinggi Teknik
hanya satu-satunya perguruaan tinggi di Hindia Belanda. Alternatif yang lain adalah pergi
berlayar ke negeri Belanda seperti yang dilakukan oleh Mohhamad Hatta dan Sutan
Sjahrir. Ibunya kurnag berkenan putra pergi berlayar ke negeri si penjajah yang mat ia
benci. Ayah Soekarno mungkin saja bangga sekali andai kata putranya berhasil meraih
gelar pada Universitas ternama di Leiden, bukankah disana banyak priyai tinggi mengejar
ilmu. Bisa jadi, Raden Soekemi yang hebat itu memandang kurnag perlu mengeluarkan
unag begitu banyak sehingga studi ke laur negeri ia anggap terlampau memberatkan.
Berdirinya Sekolah Teknik Tinggi Bandung merupakan sedikit proyek di Hindia
Belanda yang ditangani secara bersemangat sehingga sukses. J.W. Ijzerman, J.Th.
Geerling, dan H. Loudon yang menyadari betap kurang tenaga Teknik di Hindia Belanda
di Negeri Belanda, yang bertujuan mendirikan Sekolah Tinggi Teknik di Indonesia.
Untuk mempercepat prosesnya di Hindia Belanda, didirikan dewan pengurus di bawah
pimpinan Ijzerman (ketua/dan R.A van Sandich sebagai sekretaris. Tahun 1919 berkat
sumbangan para sponsor dikalanagn industriawan dan dunia usaha, terkumpul uang
sebanyak tiga setengah juta gulden. Rencana bangunan Sekolah Tinggi Teknik itu bisa
langsung dimulai dan pemerintah kotamadya Bandung menyediakan areal tanah seluas
tiga puluh hektar di sebelah utara kota untuk proyek ini. Arsitek terkenal H. Machie Pont
setuju untuk merealisir gambar paviliyun dan dua aula dengan gaya bangunan
Minangkabau. Sebagai pengganti acara peletakan batu pertama, pada 4 Juli 1919 mereka
menanam empat pohon asam yang menjadi permulaan taman Ijzerman. Satu tahun
kemudia, pada 5 Juli 1920, dua tahun lebih cepat dari yang direncanakan, Sekolah Tinggi
Teknik Bandung dibuka oleh Gubernur Jendral van Lumburg Strirum.

6
Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com, peterkasenda@rocketmail.com
Para pengambil inisiatif berdirinya Sekolah Tinggi Teknik Bandung ini tidak
semata-mata digerakkan keinginan untuk membela kepentingan dunia usaha Hindia
Belanda, tetapi juga oleh idealisme. Van Sandick memberi kesaksiaan tentang hal ini
dalam pidato pembukaannya, dengan mengatakan bahwa Sekolah Tinggi Teknik sebagai
Satu langkah di jalan menuju kedewasaan Hindia Belanda dan ia mengutarakan
harapannya agar ‘terutama juga anak-anak pribumi berbakat mau mempersaipkan diri
untuk melanjutkan studi di Sekolah Tinggi Teknik ini. K.A.R Boscha yang menjadi
motor penggerak di belakang usaha-usaha mencari sponsor yang yang kemudian menajdi
kurator presiden adalah pengusaha kebun the yang terkenal dan atas jasanya para bangsa
dan rakyat Indonesia – patung Boseha masih terpampang di ruanng kuliah Institus
Tehnologi Bandung. J. Klopper yang bertubuh ramping dan bersifat halus ini menetukan
sebagian besar suasana di Sekolah Tinggi Teknik yang baru ini.
Bandungyang dijuluki Paris van Java adalah suatu kota yang menyenangkan dan
indah. Dengan ketinggian tujuh ratus meter di atas permukaan laut ia mempunyai iklim
yang mirip iklim Laut Tengah. Lebih dari separuh areal kota terdiri dari perumahan villa,
menanjak dilereng-lereng bukit disebelah utara jalur kereta api kea rah Lembang. Daerah
perumahan villa ini kebanyakan di huni oleh orang-orang Belanda yang besar jumlahnya
di Bandung. Di sebelah selatan jalur kereta api terletak pusat kota dengan hotel-hotel leks
seperti Savoy Homan, alun-alun yang teduh dan jalan-jalan penuh toko, restoran dan
bioskop. Lebih jauh keselatan kampong-kampung penduduk pribumi. Walau dibangun
lebih padat dari pada daerah villa, kampong-kampung pada waktu itu masih tampak
hijau.
Ibu kota daerah Priagan ini masih memiliki daya tarik lain : wanita-wanita Sunda
untuk berkulit bersih dan berbadan ramping. Si calon mahasiswa Soekarno juag tertarik
pada wanita-wanita Sunda. H.O.S Tjokroaminoto menitipkan surat pada sang menantu
sepucuk surat untuk kenalannya dari Sarekat Islam yang bernama Haji Sanusi, yang
menjadi pemilik toko bangunan yang berhasil di Jalan Kebon Jati di pusat kota Bandung.
Di dalam surat ini Tjokroaminoto meminta bantua Sanusi untuk mencarikan kamar bagi
menantu dan putrinya. Selagi Sanusi membaca surat itu Soekarno melayangkan
pandangannya kedalam kamar dan di dalam cahaya remang-remang tampak sosok wanita
yang dikelilingi oleh terang cahaya. Bertubuh langsing kecil dengan kembang merah di
rambutnya dan senyumnya yang menyilaukan mata. Inilah Inggit Garnasih, istri Sanusi.
Haji Sanusi spontan ia menawarkan kamar depan di dalam rumahnya yang besar kepada
si mahasiswa yang menikah dengan putri temannya di Surabaya Soekarno setuju.
Perkenalannya dengan Inggit Garnasih mempunyai arti penting tersendiri dalam
kehidupan Soekarno kemudiaan. Istri Sanusi, adalah wanita yang lebih muda dari pada
suaminya. Ketika itu Inggit sekitar 30 tahun, seorang wanita yang sungguh menarik, yang
tentunya sangat menggetarkan jantung seorang muda yang sedang dirumdung frustasi,
terikat oleh kawin gantung.
Setelah satu bulan studi, Soekarno memperoleh kabar yang agaknya menggalkan
semuanya : studi, cinta bagi Inggit yang baru mulai bersemi, serta kehidupan yang
nyaman dari Paris van Java. Dalam bulan Agustus 1921 atas tuduhan sumpah palsu
Tjokroaminoto dimasukkan dalam tahanan sementara oleh polisi Surabaya. Ia dituduh
berbohong dengan keterangannya bahwa Sarekat Islam tidak terlihat dalam
pemberontakan berdarah dua tahu itu di Garut. Tidak bisa diperkirakan untuk berapa
lama sang mertua akan di tahan dan apakah ia mendapat hukuman penjara. Soekarno

7
Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com, peterkasenda@rocketmail.com
memutuskan untuk kembali ke Surabaya. Sebagai menantu, ia ingin memelihara keluarga
ynag kehilangan ayahnya itu. Waktu ia memberitahukan niaatnya itu kepada rektor –
magniticus, Klepper mendesaknya agar ia tidak memutuskan studi sebelum waktunya.
Inggit juga berusaha untuk menahannya. Akan tetapi Soekarno berpendiriaan bahwa ia
tidak bisa mengabdikan apa yang ia anggap sebagai tugas keluarga sehingga ia tetap
mempertahankan keputusannya.
Sekembalinya Soekarno di Surabaya. Soekarno memperoleh pekerjaan sebagai
kepala bagian personalia di staaf Spoor en teamwegen (Perusahaan Kereta Api dan Trem
Negara). Dari gaji bulanannya sebesar 165 gulden, ia berikan 120 gulden kepada istri
Tjokroaminoto yang baru dan sisanya ia simpan sebagai uang saku. Kepada keluarga
pengganti ini tidak segan-segan menghukum adik-adik iparnya dengan pukulan sandal.
Tetapi ia juga menyelenggarakan acara Sunatan Anwar, pakaian bekasnya ia berikan
kepada Harsono dan kadang-kadang ia mentraktir seluruh keluarga nonton bioskop.

Sementara Tjokroaminoto di tahan dan Soekarno menggambil tugasnya sebagai


kepala keluarga, pertentangan yang Anti dan pro Komunis di dalam tubuh Sarekat Islam
akhirnya meletus. Pada suatu kongres luar biasa di bulan Oktober 1921, pejabat ketua
Agus Salim, yang biasanya lebih tegas dalam menghadapi inflitrasi kaum komunis
ketimbang Tjokroaminoto, memaksa diadakan pemungutan suara tentang disiplin partai.
Resolusi ini, melarang keanggotaan ganda Sarekat Islam dan ISDV yang sementara itu
sudah bernama PKI, diterima, walau di perotes keras oleh Semaun dan pimpinan baru
PKI yang masih muda, Tan Malaka. Ini berarti bahwa para komunis ramai-ramai
meninggalkan Sarekat Islam. Mestinya Soekarno menghadiri kongres luar biasa itu
mewakili Tjokroaminoto.
Bulan April 1922, HOS Tjokroaminoto dibebaskan, menanti naik bandingnya
(dan akhirnya dibebaskan dari tuduhan). Soekarno tetap di Surabaya sampai tahun kuliah
yang baru, mempertahankan pekerjaan yang menghasilkan gaji bagus itu. Bulan Juni
1922 bersama Utari, Soekarno kembali kekeluarga Sanusi di Bandung. Dan akhirnya ia
bisa kuliah. Tjokroaminoto membayar uang kost putri dan menantunya. Disamping itu ia
masih harus menanggung uang kuliah sebesar 200 gulden pertahun, uang ujian, uang
buku, dan uang baju sang mahasiswa yang tidak sedikit karena ia hanya mau membeli
kualitas nomor satu. Raden Soekeni, sang ayah, menunjang putranya.
Studi di Sekolah Tinggi Teknik Bandung berlangsung selama 4 tahun, seleksinya
ketat. Sesudah tahun pertama dan kedua si mahasiswa harus menempuh ujian tingkat
persiapan I dan II, sudah tahun III ujian kandidat dan ke-IV ujian insinyur. Kuliah dan
praktikum diberikan mulai pukul tujuh pagi sampai pukul satu siang dan enam hari
seminggu. Tahun Soekarno masuk baru ada 37 orang mahasiswa, diantaranya enam
pribumi dan dua orang keturunan Cina. Oleh karena jumlah mahasiswa yang terbatas
sedangkan korps dosen hanya terdiri dari lima belas maha guru maka tercipta suasana
intim.

Sekembalinya dari Surabaya, ada perubahan yang berarti dalam dirinya.


Pemondokan dan induk semangnya, makin lama makin mesra, sedangkan di lain pihak
menurut pengakuan Soekarno sendiri, antara dia dan istrinya yang masih belia itu terjadi
hubungan seksual. Soekarno menandaskan bahwa perkawinan gantungnya dengan Utari
tidak pernah menjadi hubungan suami-istri dan bahwa mereka bergaul seperti kakak-

8
Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com, peterkasenda@rocketmail.com
adik. Memoar Inggit Garnasih menyatakan bahwa bersama-sama mereka memutuskan
untuk menyuruh Utari tidur bersama kemenakan Inggit yang tinggal di rumah keluarga
Sanusi dan yang menjadi teman bermain Utari. Hampir setiap malam Sanusi yang pergi
main billiar dengan Utari atau – begitu perkiraan Inggit - mengejar perempuan. Biasanya
Soekarno dan Inggit sendirian di rumah dan pada suatu malam hubungan mencapai
klimaksnya – sebagai mana pengakuan Soekarno.
Permulaan 1923 Soekarno memutuskan untuk menceraikan istrinya yang masih
gadis, yang dalam hukum Islam, cukup dengan mengucapkan Talak dan
memulangkannya kepada ayahnya. Tidak lama kemudian Sanusi setuju menceraikan
istrinya Inggit Garnasih dan Soekarno menikah pada tanggal 24 Maret 1923 dan dihadiri
oleh ibunda Inggit yang bernama Asmi. Pada waktu itu Soekarno belum berumur 22
tahun dan Inggit Garnasih yang sudah berumur 36 tahun. Untuk sementara waktu kedua
suami – istri ini menyewa rumah di gang Jaksa. Sesudah itu, mereka mendapat
pemondokan sementara di gang Delapan.

Soekarno dan Inggit Garnasih untuk waktu yang lama merupakan pasangan yang
rukun Inggit sering mendampinginya dalam rapat-rapat dan diskusi-diskusi dengan
mahasiswa-mahasiswa lain atau dengan tokoh-tokoh politik Bandung. Ia ialah wanita
sederhana, lincah dan sampai batas-batas tertentu hidup dalam kepercayaan yang magis.
Salah satu minatnya adalah membuat jamu, ramuan yang dibuat sebagai kosmetika yang
memiliki daya menyembuhkan. Pasti Inggit mendukung Soekarno secara emosional,
dalam ingatan rekan-rekan yang mengenal Soekarno pada waktu itu, dukungan Inggit
sangat penting baginya.
Soekarno muda menentang kolonialisme dan imprialisme. Keduanya melahirkan
struktur masyarakat yang eksploitatif. Tiada pilihan lain baginya selain berjuang untuk
menentang keduanya. Kritiknya terhadap kolonialisme dan imprialisme dihadapan
kerumunan orang banyak di alun-alun diberitakan surat kabar dan sampai keruangan
Sekolah Tinggi Teknik. Sesuai tugas yang ditetapkan dalam tata tertib Universitas,
Klopper memangil Soekarno. Rektor – Magnificus bertubuh kecil dengan raut muka
serius itu memang benar figur kebapakan. Dengan rasa yang mendekati kesedihan
ketimbang kemarahan, Klopper menyatakan bahwa ia tidak mau melarang mahasiswanya
untuk mempunyai keyakinan politik, tetapi di atas segala-galanya mereka harus
memikirkan studi. “Tuan”, jawab Soekarno. “Saya tidak akan mengabaikan kuliah-kuliah
yang Tuan berikan di sekolah”. Bukan itu yang saya minta, “Sanggah si professor”.
“Tetapi hanya itu yang dapat saya janjikan, professor”, jawab Soekarno lagi.
Tekat belajar memang diperlukan di Sekolah Tinggi Teknik Bandung. Untuk
ujian persiapan I dan II mahasiswa harus menempuk 13 Sentamen, untuk ujian kandidat
sembilan dan untuk ujian insiyur, enam mata kuliah yang besar dan di tambah satu kertas
kerja. Ujian persiapan I yang dimaksud untuk membedakan mereka yang mampu dan
yang tidak, menggugurkan banyak calon. Tahun 1923, setelah absen setahun karena harus
ke Surabaya sekali lagi Soekarno maju ujian persiapan, empat belas dari empat puluh
gagal. Dalam masa libur sekalipun para mahasiswa tidak libur, para mahasiswa harus
mencari pengalaman praktek di proyek PU sebagai mandor istimewa. Jelas Soekarno tak
mempunyai waktu untuk melakukan agitasi politik, andaikatapun pimpinannya
mengijinkan. Suatu masih sekolah di HBS, Soekarno membaca apa saja yang bisa
peroleh. Barang kali di Bandung Soekarno bisa memilih-milih pengetahuan yang ia

9
Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com, peterkasenda@rocketmail.com
peroleh dari bacaannya di Surabaya. Orang yang membantunya dalam hal ini adalah D.
M. G. Koch. Marcel Koch tumbuh dalam keluarga Marxis tetapi lambat beralih menganut
aliran sosialisme yang demokratis dan menjadi anggota ISDV. Tahun 1923 Koch
mendapat pekerjaan sebagai pegawai perusahaan Departemen Perusahaan Negara.
Sesudah berkenalan dengan Koch, Soekarno sering mengunjunginya dirumahnya di jalan
Pepandaian yang tidak jauh dari Regentsweg, Soekarno suka mendengarkan lagu Negro
spritual dan Koch punya koleksi besar piringan hitam dengan lagu-lagu jenis ini. Dengan
teratur ia meminjam buku yang kebanyakan karangan tentang Sosialisme dan politik.
Perceraian dengan putrinya dan keberadaannya di Bandung merupakan pertanda
Soekarno menjauhkan diri dari sang guru. Tidak diragukan nasib Tjokroaminoto itu
sendiri. Ia baru saja kehilangan pengaruhnya atas Sarekat Islam ketika memunjaknya
perpecahan antara sayap kanan dan sayap kiri partai, dan karena pusat grafitasi partai
pindah dari Surabaya ke Yogyakarta, tetapi kekuatan gerakan itu sendiri dengan tajam
telah merosot sesudah Afdeling B Affair. Perpecahan dengan PKI mempervepat
keruntuhan ini dan dalam tahun-tahun berikutnya telah terjadi persaingan yang kekaras
antara kedua partai itu untuk menguasai cabang-cabang setempat. Menjelang tahun 1923
untuk selama-lamanya Sarekat Islam kehilangan kepemimpinan dalam gerakan
nasionalisme dan Tjokroaminoto sendiri bukan lagi tokoh sentral gerakan itu. Sekarang
Tjokroaminoto sudah tidak lagi dan tidak mungkin lagi menjadi tokoh sentral dalam
pemikiran Soekarno, baik politis maupun pengaruh pribadinya. Soekarno sudah berada
dalam suatu lingkungan baru dan di kelilingi aktifitas-aktifitas baru. Perencanaan
pernikahannya kembali, perubahan dalam situasi politik dan peluang-peluang yang
terbuka baginya dalam kehidupan di Bandung, semuanya memupuk untuk
memudahkannya melangkah lebih maju di sepanjang jalan kebebasan kepribadiaannya
sendiri.
Di Bandung berlaku semangat yang lain, Soekarno dapat merasakan hal ini,
umpanya, dalam suatu ceramah malam hari dalam bulan Maret 1923, di mana, di mana ia
apsti hadir, dan dimana berbicara, atas undangan seluruh organisasi mahasiswa TAO
(TerAlgemeene Ontwikkeling), J.E Stokvis, seorang Sosial demokrat dan kawah separtai
dari C. Hartogh, dan pembela yang tak dikenal lelah dari kepentingan-kepentingan
Indonesia dalam voksraad. Stokvis berbicara tentang hubungan-hubungan kolonial,
terutama aspek psikologisnya. Ia memberikan suatu gambaran yang objektif mengenai
perbedaan yang ada – keangkuhan di satu pihak, dan sikap budak di pihak lainnya – yang
tidak mengecualikan siapa pun. Orang-orang Eropa didorong ke kedudukan sebagai tuan
begitu mereka tiba, dan terserah kepada mereka untuk menghapuskan rintangan itu
melalui segala bentuk bantuan yang mungkin. Selain itu, setiap orang Eropa “harus
berusaha sedemikian rupa, sehingga ia tidak akan diperlukan lagi dalam waktu yang
secepat mungkin”, harus bersuhan sedemikian rupa, sehingga ia tidak akan diperlukan
lagi dalam waktu yang secepat mungkin”, karena hubungan kolonial itu tidak adil, baik
dalam teori maupun dalam prakteknya. Bagi Soekarno, nada yang sama telah
diperdengarkan sebelumnya oleh Hartogh, dan dalam anti tertentu juga oleh
Tjokroaminoto, dan orang yang sama-sama menyerukan pemberiaan bimbingan oleh
orang-orang.
Tetapi pada malam hari itu, di Bandung, ceramah Stokvis itu dilanjutkan dengan
kritik. Salah seorang yang hadir menyatakan sama sekali tidak setuju dengan bimbingan
orang-orang Eropa, karena Eropa sudah merupakan tahanan kapitalisme, dan kapitalisme

10
Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com, peterkasenda@rocketmail.com
tidak mampu memberikan kehidupan yang bagaimana pun. Sambil berpaling pada para
mahasiswa yang hadir, Dauwes Dekter pada akhirnya berseru kepada mereka agar tidak
terlalu tenggelam dalam studi mereka dan memberikan perhatian yang lebih besar kepada
usaha kepada kepada usaha membebaskan negeri mereka. Douwes Dekter adalah pendiri
Indische Partij yang revolusioner, dan yang untuk pertama kalinya, lebih dari sepuluh
tahun sebelum itu, telah membuat slogan “Merdeka dari Belanda” menjadi program
partai. Tidak lama setelah itu ia di buang, bersama-sama denngan Tjipto
Mangungkusumo dan Suwardi Surjaningrat, karena telah mengumumkan tujuaan itu
kepada publik.
Soekarno yang hadir pada kongres PKI di Bandung 1923 dan berpidato membela
Tjokroaminoto terhadap serangan Haji Misbach alias Haji Merah yang dikenal sebagai
tokoh bersemangat. Ia pernah menjadi anggota partai “Insulinde” yang sebagiaan besar
anggotanya terdiri dari Indo-eropa dan seorang penganjur perlawanan kekerasan terhadap
perlakukaan-perlakuaan yang bersifat feodal. Ia terutama terkenal oleh usaha-usahanya
untuk menunjukkan kaum Marxis dan Islam. Pada kesempatan ini semangatnya yang
berkobar-kobar itu menemukan tandingan pada diri Soekarno dan pembelaan Soekarno
atas Tjokroaminoto menyebabkan Haji Misbach akhirnya minta maaf. Melalui kegiatan
seperti ini berangsur-angsur Soekarno memperluas hubungannya dengan tokoh-tokoh
gerakan nasional di Bandung. Di sisni berbeda dari dunia yang di jumpainya di Surabaya.
Di sekitar tahun 1920-an itu Bandung cepat berkembang menjadi pusat pemikiran
dan gerakan nasionalis. Gagasan-gagasan yang lahir di kota ini berwatak radikal, tetapi
kurang bersifat ideologis dari yang disajikan Sarekat Islam maupun PKI. Gagasan-gagsan
itu menekankan kemerdekaan penempaan suatu bangsa Indonesia, tetapi kurang
memeberi perhatiaan pada bentuk masyarakat atau sifat negara merdeka yang akhirnya
akan muncul itu. Suasana inteltual Bandung dengan demikian berbeda secara menyolok
dari suasana Surabaya yang di tinggalkan Soekarno sesungguhnya sangat menarik untuk
diketahui, seberapa jauh kegiatan politik Indonesia. Sepanjang seluruh periode ini
bergeser menjadi persaingan antara pusat-pusat kota utamanya. Dari tahun 1916 sampai
1921, persaingan ini terjadi antara Surabaya markas besar Sarekat Islam dan Semarang
sebagai pusat alam pikiran Marxis. Dari tahun 1921 sampai 1923 sayap moderat Sarekat
Islam di Yogyakarta semakin bertambah penting dan suatu perimbangan hubungan
segitiga telah tercipta antara Yogyakarta, Surabaya dan Semarang. Tetapi di Bandung
memantapkan peranannya menjadi suatu pusat alam pikiran nasionalisme sekuler, dan
ditengah-tengah inilah Soekarno bergerak, di lingkungan suatu kelompok kecil yang aktif
mengambil bagian dalam pelbagai diskusi tentang hakekat situasi kolonial, landasan
kekuasaan Belanda dan pilihan cara yang dpat digunakan untuk mengerahkan tantangan
terhadap kekuatan itu.
Ia jug abersahabat dengan Dauwes Dekker, Tjipto Mangunkusumo,dan Ki Hajar
Dewantara. Mereka bertiga inilah yang membentuk Indische Party yang berusaha
meletakkan dasar kerjasama antara Indo-Eropa dengan penduduk asli Indonesia.
Kehidupan dan pemikiran tokoh-tokoh ini berpengaruh penting terhadap seluruh situasi
Hindia, dan cara yang mungkin dapat di tempuh untuk mengubahnya, yang secara
fundamental jauh berbeda dari pemikiran para pemimpin yang sejauh itu sudah dikenal
Soekarno. Meskipun Dauwes Dekker mempunyai hubungan rapat dengan Sarekat Islam
dan para pemimpin Komunis, ia menolak dasar Islam dan doktrin Sosialisme yang ketat.
Dasar pemikirannya adalah suatu bangsa merdeka, multi-rasial dalam komposisinya

11
Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com, peterkasenda@rocketmail.com
tetapi terikat pada kesetiaan terhadap tanah airnya dan bersedia berjuang demi
kemerdekaannya. Mendirikan suatu bangsa seperti itu dalam pandangannya lebih penting
daripada perinciaan struktur sosialnya. Pedek kata, Douwes Dekker adalah seorang
nasionalis sekuler menjadi pemikiran utama dalam pemikiran nasionalisme Indonesia.
Meskipun impiannya tentang persekutuaan Indo-Eropa dan Indonesia mengalami
kegagalan; pantulan gagsannya tercermin dalam kegiatan politik Soekarno dalam tahun-
tahun 1920-an akhir.
Berkaitan dengan persoalan Nasionalisme, Soekarno tentu saja tidak melupakan
perdebatan antara Tjipto Mangunkusumo dan Sutamto Suryukusumo, yang menyertai
pembukaan sidang pertama Volksraad pada bulan Maret 1918. Barangkali inilah
perdebatan pertama kali yang paling dalam pada masa itu di antara para pemimpin dan
cendikiawan Indonesia mengenai cita-cita dan lingkup nasionalisme yang akan
diwujudkan bagi Indonesia dimasa sesudahnya. Perdebatan terjadi ketika pergerakan
yang sedang berada pada suatu titik yang menentukan.
Dalam debat itu Sutamto mengajukan argumen untuk mendukung pilihan dirinya
dan kaum priyayi Jawa umumnya terhadap apa yang mereka namakan ‘Nasionalisme
Jawa’ Menurut pandangannya, suatu bangsa seharusnya dapat dan dibangun atas
landasan bahasa serta kebudayaan. Nasionalisme Jawa mempunyai landasan kebudayaan,
bahasa serta sejarah yang sama dari suku Jawa. Karena itu hanya nasionalisme Jawa yang
memiliki landasan yang kuat, tempat orang Jawa dapat membangun masyarakat
politiknya di masa depan.
Dengan pemikiran seperti, Sutamto mencela gagasan Tjipto Mangunkusumo
tentang ‘nasionalisme Hindia’ karena dianggap tak mempunyai landasan kebudayaan,
atau paling-paling merupakan produk pemerintah kolonial Belanda. Sutamto
menganngap nasionalisme Jawa merupakan alat ekspresi dari orang Jawa, sednagkan
nasionalisme Hindia pada Indische Party dan Islamisme pada Sarekat Islam hanyalah
merupakan reaksi tehadap penajahan Belanda atas Hindia.
Para priyayi Jawa waktu itu memang mencoba menghidupkan kembali kbesaran
kerajaan-kerajaan Jawa masa lampau dengan memproyeksikan dalam pengertiaan
nasionalisme modern. Para nasionalis Jawa ini, bukan saja menentang gagasan tentang
nasionalisme Hindia yang dianjurkan Tjipto, mereka juga menetang suatu nasionalisme
yang coba dibangun atas landasan penggabungan berbagai suku lainnya di Indonesia.
Sutamto menyatakan hal tersebut.

Dan tinggallah kaliaan di Sumatra. Dam kalian di Ambon sana. Hanya dengan
cara ini persahaban kita akan dilestarikan. Apabila kita tinggal dalam rumah
tangga kita besama dan menyelenggarakan urusan rumah tangga kita bersama-
sama, tidak ada yang bagus yang bisa diharapkan dari sana. Selera kita masing-
masing berbeda, kebudayaan kita sama sekali berbeda.

Pemikiran tentang nasionalisme Jawa yang didasarkan pada kebudayaan serta


sejarah masa lampau itu tentu saja mendapat reaksi yang cukup keras dari berbagai pihak.
Reaksi ini bukan saja datang dari Tjipto Mangungkusumo, melainkan juga dari kelompok
cendikiawan diluar pulau Jawa.
Reaksi itu dapat dilihat misalnya sekelompok mahasiswa STOVIA asal sumatra
(terutama Minagkabau). Pada tahun 1917 mendirikan Jong Sumtiaten Bond, untuk

12
Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com, peterkasenda@rocketmail.com
mempersatukan semua mahasiswa asal Sumatra, senyebar luaskan bahasa-bahasa
Sumatra dan kebudayaannya, serta untuk menampilkan sikap terhadap tuntutan yang tak
bisa di ingkari kepada semua anggota, agar ia sadar sebagai orang Sumatra. Organisasi
ini tidak mengklaim, seperti banyak kaum nasionalis Jaw, bahwa Sumatra sudah menjadi
suatu bangsa atau bahwa kepentingan-kepentingan mereka bertabrakan dengan
nasionalisme Hindia. Slogam yang utama organisasi ini sederhana saja yaitu bahwa
persatuaan adalah kekuatan : “Hanya Samatra yang dpat menjadi-menjadi kebesaran
Sumatra”. Bagaimanapun seperti nasionalisme Jawa, ia juga beranggapan bahwa identitas
kultural merupakan hal penting sebagai isi dari segala bentuk pergerakan nasional”.
Aktivitas pertama dari banyak aktivitas yang didaftarkan dalam anggaran dasarnya adalah
‘Belajar dan berlatih sejarah, bahasa, kebudayaan, serta seni Sumatra”.
Kembali kepada debat Tjipto – Sutamto, Tjipto mengajukan pemikirannya
mengenai nasionalisme Hindia ynag dianggap lebih masuk akal untuk diperjuangkannya
perwujudannya dibandingkan nasionalisme Jawa. Dalam pandangan Tjipto, suku Jawa
telah kehilangan kedaulatannya dan hanya merupakan bagian dari Hindia yang di jajah
Belanda. Sekarang tanah air orang Jawa bukanlah Pulau Jawa semata tetapi seluruh
Hindia Belanda dan tugas yang dipikul oleh para pemimpin sekarang adalah bekerja
untuk nasionalisme Jawa. Lagi pula kebudayaan Jawa sudah berada didalam situasa yang
mandek, tidak dinamis. Kebudayaan Hindia adalah kebudayaan baru yan memiliki
dinamika, nasionalisme yang seperti itulah yang diperlukan oleh warga Hindia.
Evolusi dari nasionalisme Sumatra dan Jawa berkembang kearah yang hampir
sama. Mereka menolak nasionalisme Hindia selama tahun-tahun Perang Dunia I, sebagai
keinginan asing yang dialami oleh Belanda masing-masing mencari suatu pola identitas
dalam bentuk yang berada dalam batas-batas yang sudah dikenal sebagai warga dari
sekolah-sekolah serta kota-kota besar yang terdiri atas banyak golongan suku, mereka
masing-masing merasa berkewajiban keluar lebih jauh dari kelompok bahasa suku
tertentu, kepada batas-batas baru yang lebih rasional dari semua pulau yang ada. Sekali
langkah ini diambil, tak ada jalan lagi untuk kembali. Upaya-upaya baru pada tingkat
kultural ternyata tidak mungkin, sementara minat para pemikir yang lebih muda baik di
kelompok Sumatra maupun Jawa semakin terarah kepada masalah-masalah ekonomi dan
politik. Ini adalah dasar yang mempersatukan mereka, karena peralihan perhatian yang
terjadi pada pertengahan tahun dua puluhan pada gerakan untuk mempersatukan
kelompok-kelompok pemuda daerah dalam satu federasi Indonesia, perhatiaan kepada
persoalan yang lebih besar bersifat memecah belah mengenai identitas sejarah cenderung
tersingkir ke belakang.
Perkembangan di Hindia Belanda menjadi perhatian di kalangan mahasiswa.-
mahasiswa Indonesia di negeri kincir angin yang sedikit jumlahnya dan yang bergabung
dalam Perhimpunan Indonesia. Ia semula dibentuk pada tahun 1908, sebagai bentuk
federasi yang longgar untuk memperkuat segolongan dan beberapa tahun kemudiaan ia
menjadi suatu pencerminan yang sesungguhnya dari pergerakan kaum bumiputra. Ia
memisahkan diri dari pendukung-pendukung kerjasama yang lebih erat dengan
pemerintah kolonial, dan dengan memilih bagi dirinya sendiri nama Perhimpunan
Indonesia. Ia pertama kalinya memperkenalkan istilah Indonesia, yang selama itu
digunakan dalam pengertiaan geografis, dan yang kemudiaan digunakan dalam anrti
politis untuk menunjuk kepada pulau-pulau di dalamnya.

13
Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com, peterkasenda@rocketmail.com
Kebanyakan mahasisiwa tersebut sewaktu tiba dinegeri Belanda, berumur 20
tahun, di mana kesepiaan dan keterasingan budaya merupakan masalah utama yang harus
mereka atasi. Untuk mengalau masalah ini mereka salig membina persaudaraan dan
saling membantu dan sedikit sekali bergaul dengan mahasiswa Belanda. Para mahasiswa
yang membawa serta istri dan anak-anaknya sering mengundang mahasiswa –mahasiswa
bujangan untuk makan bersama terhadap tanah airnya sendiri. Perbedaan kedaerahan,
kesukuaan dan kekhasan masing-masing mereka yang semula di besar-besarkan untuk
keuntungan orang Eropa kini ditempatkan dalam persfekrif baru.
Pada permulaan 1925, Perhimpunan Indonesia memperkenalkan ideologi
nasionalis yang mencakup Kesatuaan Nasional, Solideritas, Non-kooperasi dan Swadaya
(1) Kesatuaan Nasional berarti mengesampingkan perbedaan-perbedaan sempit dan
perbedaan berdasarkan daerah dan perlu di bentuk suatu kesatuaan aksi melawan Belanda
untuk menciptakan Kebangsaan Indonesia yang merdeka da bersatu; (2) Solideritas :
tanpa mempersoalkan perbedaan yang ada antara sesama orang Indonesia, maka perlu
disadari adanya pertentangan kepentingan yang mendasar antara penjajah dan yang
dijajah dan kaum nasionalis haruslah mempertanyakan konflik antara orang kulit putih
dan kulit sawo matang ; (3) Non-Koaperasi. Keharusan untuk menyadari bahwa
kemerdekaan bukannya hadiah suka rela dari Belanda tetapi harus direbut oleh bangsa
Indonesia dengan menggandalkan kekuatan dan kemapuan sendiri dan culswadaya,
dengan mengandalkan kekuatan sendiri perlu dikembangkan suatu struktur alternatif
dalam kehidupan nasional, politik, sossial, ekonomi dan hukum, yang berakar kuat dalam
masyarakat pribumi dan sejarah dengan administrasi kolonial.
Sebenarnya tidak ada dasar pikiran baru dalam ideologi PI ini. Unsur-unsur
tersebut dapat ditelusuri kembali dalam organisasi, baik politik maupun hukum, yanh
sudah ada pada tahun-tahun sebelumnya, Indische Party misalnya, telah menekankan
kesatuaan nasional ; Sarekat Islam telah menekankan perlunya swadaya dan PKI adalah
kemampuaan gigih dalam prinsip non-kooperasi dan kemerdekaan. Tetapi PI
menggabungkan semua unsur tersebut sebagai satu kebulatan yang padu seperti yang
belum pernah dikembangkan oleh organisasi-organisasi sebelumnya.
Mahasiswa Indonesia di sini sangat terpengaruh oleh berbagai aliran pikiran yang
sednag berkembang di Eropa pada permulaan tahun 1920-an dan terutama kuatnya
pikiran-pikiran Marxis-Leninis dan Sosialis. Hanya sedikit sekali yang punya komitmen
di Eropah. Mereka yang tertarik pada ajaran Marxis-Leninis tersebut, karena
penjelasnnya tentang situasi penjajahan dan filsafat determinis historisnya. Bagi suatu
gerakan mahasiswa yang masih goyah identitas pribadi dan identitas nasionalnya maka
ideologi Marx-Leninis tersebut dapat menjadi tempat berlabuh akan ideologi pengikat
yang memungkinkan mereka untuk berlindung, walapun untuk sementara, dari
goncangan spiritual dan intelektual yang sedang mereka alami.
Sebagai mahasiswa Sekolah Tinggi Teknik Bandung, pemikiran politik Soekarno
mulai tersusun secara teratur. Bacaannya mengenai sejarah sosialisme Eropa dan
pengalamannya di Surabaya telah memberi kepadanya pengertiaan-pengertiaan teoritis
dan praktis terhadap bahaya perpecahan. Karnea itu pemikirannya dipusatkan pada
masalah terjaminnya persatuaan dan perumusan secara tepat unsur-unsur perjuangan
yang dibutuhkan persatuan itu. Dari Tjokroaminoto ia belajar ia belajar tentang
pelaksanaan kerukunan dan dari Ki Hajar Dewantara ia meminta gagasan sintesis aliran
pikiran Barat dan tradisional. Meskipun Soekarno tidak menerima teori Marxis secara

14
Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com, peterkasenda@rocketmail.com
keseluruhannya, Marxisme dan Alimin dan Semaun telah memberinya sekurang-
kurangnya beberapa persepsi tentang imprealisme sebagai sistem kekuasaan, suatu
tanggapan yang tidak mengandung kemungkinan untuk mendapatkan konsesi-konsesi
otonom murni dari Belanda untuk Hindia, dan menuntut keharusan perlunya perjuangan.
Marxisme juga memberikan teknik analisis perkembangan masyarakat. Dari Tan Malaka
ia menghayati suatu romantika dan barangkali juga sifat keserba-kemungkinan suatu
revolusi. Dari Dauwes Dekker, ia memtik pelajaran revolusi nasional, dengan
menyingkirkan semua pertimbangan kemungkinan konflik dalam masyarakat, dan
mempersatukan rakyat Hindia ke dalam suatu keseluruhan.
Kehidupan politik yang dialami oleh Soekarno selama masa kemahasiswaannya
di Bandung sebagiaan terdiri dari pertemuan-pertemuan dan rapat-rapat sejenis yang
dislenggarakan oleh kosentrasi radikal, sebagiaan lagi lewat hubungan lewat berbagai
organisasi dengan Sarekat Islam, dengan Jong Java (yang diketuainya untuk Bandung)
dan organisasi lainnya, tetapi lebih khusus ialah diskusi politik dalam kelompok-
kelompok kecil yang tertutup. Dalam lingkungan seperti inilah Soekarno dipengaruhi
oleh Tjipto dan Duewes Dekker. Berangsur-angsur rumahnya menjadi pusat pertemuaan
dan perdebatan di anatara aktivis politik terkemuka di Bandung. Ia berkenalan dengan
mahasiswa-mahasiswa yang baru pulang dari luar negeri, dan yang sudah tidak sabar
untuk memainkan peranan dalam pergerakan politik di tanah airnya. Dalam lingkungan
ini gagasan-gagasan yang mulanya bersifat umum mulai memperoleh bentuknya sendiri.
Dan Soekarno mulai merasakan jalannya sendiri ke arah perumusannya sendiri tentang
gagasan-gagsan itu.
Kerterlambatan Soekarno mencapai kedewasaan politik sebagiaan disebabkan
oleh keadaan. Ketika Soekarno menjadi mahasiswa, gerakan nasionalis terutama di wakili
oleh golongan Marxis dan golongan Islam. Lingkungan ini mempunyai arti penting
dalam tempramen politik Soekarno dan memberikan kepadanya suatu wawasan tentang
hakekat kehidupan politik, tetapi ini bukanlah lingkungan yang dapat menjadi tempat
baginya untuk bisa memainkan suatu peran sentral. Sebagian daripada kelembagaannya
ini disebabkan ketidak pastiaannya tentang ambisi-ambisinya – pendidikan Insinyur
membukakan pintu bagi suatu karir dalam dinas pemerintahanan, dan mungkin ia ingin
menangguhkan pilihan karirnya. Ia masih harus melibatkan diri ke dalam karir politik.
Sesungguhnya sebelum tahun 1926 ia telah berhasil menghayati suatu arti
kepemimpinan dan rasa tanggung jawab bersama dalam perjuangan nasional
keseluruhannya. “Hasrat yang bernyala untuk membebaskan rakyatku bukanlah hanya
ambisi perseorangan. Jiwaku penuh dengan itu. Ia menyelusuri sekujur badanku. Ia
mingisi padat lubang hidungku. Untuk itulah orang mempersembahkan seluruh hidupnya.
Ia lebih daripada panggilan jiwa. Bagiku ia adalah satu keyakinan “Jelas sekali segi
retorikanya, tetapi suatu penilaiaan yang lebih terang akan menunjukkan gaya dan cara
yang menjadi kemahirannya serta suatu bidnag pegabdiaan untuk mencapai cita-cita.
Gambaran tentang Soekarno muda yang tertarik sebagai peserta muda di pinggir kegiatan
nasional yang kemudian dibakar oleh semangatnya dan tertarik oleh romantika revolusi,
adalah lebih benar dan tidak kurang harganya dibandingkan dengan gambarannya sebagai
seorang nabi yang di ilhami oleh penderitaan rakyatnya yang hanya mengabdikan untuk
membebaskan mereka dari penindasan Belanda yang terkutuk itu. Dari campuran
berbagai motivasi ini, setelah selesai masa mempersiapkan diri di tahun 1926, akhirnya ia
tertarik ke dalam karir politik.

15
Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com, peterkasenda@rocketmail.com
Batu loncatan yang dijadikan pangkal tolak melontarkan dirinya kedalam
kepemimpinan nasional ialah Algemeene Studie Club (Kelompok Studi Umum) yang
turut didirikannya pada awal tahun 1926, tidak lama sebulan ia lulus. Soekarno menjadi
sekertaris kelompok studi ini dan menjadi salah seorang penggerak utamanya. Gagasan
kelompok studi itu sendiri merupakan bagian dari gejolak yang laus lagi dalam dunia
pemikiran politik.
Suatu contoh dari perbedaan antara Algenmene Studieclub Bandung dan
Indonesiche Studieclub Surabaya tampak dalam sikap mereka terhadap masalah non
koperasi. Kelompok Studi pimpinan Sutomo menganggap non koperasi sebagai senjata
taktis utuk sesekali digunakan sehingga akhirnya Belanda akan terpaksa memenuhi
tambahan orang-orang Indonesia untuk ikut memikiul tanggung jawab, dan dengan
demikiaan memajukan prinsip kerjasama yang sejati. Tetapi kaum radikal di Bandung
mengambil sikap yang berbeda sekali. Berbicara dihadpan pemuda-pemuda Indonesia
pada awal April 1926, Mr. Iskag sebagai ketua Algemeene Studie Bandung,
menerangkan bahwa sekarang bukan saatnya lagi untuk minta-minta kepada pemerintah :
hal itu sudah berlangsung cukup lama. Satu-satunya senjata yang masih ada pada orang-
orang Indonesia adalah non koperasi, dengan mengandalkan kekuatan dan kemampuaan
mereka sendiri.
Pada bulan Juli 1926 Soekarno maju ujiaan Insiyur. Soekarno bisa menyelesaikan
studi yang berat ini dalam lima tahun. Hasinya di umumkan di aula besar universitas.
Mereka yang lulus sebagai Insiyur sipil di arak keged perkumpulan korps di mana
minuman keras mengalir bebas. Soekarno tidak pernah minum setets alkohol. Agaknya ia
melanjutkan berpesta sendiri di rymah, dengan teman-teman pribuminya dari kelompok
studi umum.
Mereka merayakan dengan mengadakan selamatan dengan nasi kuning. Pada saat
itu dengan bangga Soekarno menyebut dirinya Raden. Ir. Soekarno. Dengan gelar Isiyur
ini dunia lebih terbuka bagi Soekarno, baik di Indonesia maupun di negeri Belanda,
sebagai pegawai pemerintah atau dalam dunia usaha. Ia ternyata akan memilih jalan lain.

Mahaguru Schoemaker, yang menganggap Soekarno sebagai murid pandai,


menawarkan Soekarno sebagai asisten dosen di alma maternya. Tawara arisetek papan
atas di kota kembang tentu saja merupakan suatu kehormatan bagi seorang muda yang
baru lulus, tetapi untuk sementara waktu kegiatan itu akan menghasilkan uang, Soekarno
menolak. Schoemaker juga membantu mencari pekerjaan di Pekerjaan Umum. Soekarno
sadar bahawa sebagai pegawai baru diperusahaan negara, ia harus mulai dari bawah dan
bekerja di bawah atasan-atasan Belanda yang menurutnya belum tentu mempunyai
kemampuaan yang diperlukan. Justru Soekarno bersama Anwar teman-temannya yang
juga baru lulus mendirikan Biro sendiri pada 26 Juli 1926. kantor itu terletak di Bandung
Selatan, yaitu di jalan Regentsweg nomor 22. Soekarno dan Anwar membuka biro itu di
tingkat bawah, Soekarno dan Inggit menempati tingkat atas. Biro teknik itu tidak
berlangsung lama sebab mereka berdua lebih mencurahkan waktu dan tenaga ke dalam
aspirasi-aspirasi politik mereka ketimbang kegiatan-kegiatan yang menyangkut biro
mereka.
Untuk mencari uang tambahan, Soekarno menjadi guru sejarah dan ilmu pasti di
Institut Kesatuaan milik Douwes Dekker di jalan Kebon Jati Bandung. Karirnya sebagai
guru hanya bisa dipertahankan beberapa bulan. Soekarno bercerita bagaimana suatu

16
Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com, peterkasenda@rocketmail.com
ketika, waktu ia sedang mengajar sejarah, seorang inspektur pendidikan ikut duduk
didalam kelanya dan memperhatikannya selama dua jam Soekarno sedang menerangkan
konsep imprealisme kepada anak didiknya diantaranya putra Tjokro yang bernawa Anwar
– dan dalam pada titik itu memberikan gambaran yang mengerikan tentang kolonialisme
Belanda. Waktu pelajaran usai inspektur tadi menerangkan kepadanya bahwa ia salah
pilih pekerjaan. Itulah akhir kariernya dalam dunia pendidkan”. Demikiaan cerita
Soekarno.
Mereka yang aktif di kelompok Studi Umum, berpendidikan Barat. Mereka
bukanlah orang-orang yang takut akan jaminan sosial ekonomi dirinya di bawah
pemerintahan kolonial, karena mereka dapat saja memegang jabatan pemerinatahan
apabila mau. Pada umumnya mereka berasal dari golongan priyai rendahan, anak orang-
orang yang bekerja di pemerintahan Hindia Belanda. Banyak diantara keluarga mereka
berkorban untuk pendidikan mereka, dan terkejut dengan sikap non koperasi tersebut.
Harapan orang tua mereka agar anak-anaknya, melalui pendidikan akan mendapatkan
posisi yang terhormat, tak dapat mereka percayai, bahwa anak-anaknya akan
membelakangi hal ini, demi untuk cita-cita. Mereka hanya sedikit sekali mengerti tentang
arah pribadi yang telah dipilih oleh anak-anaknya. Arah ini yang memisahkan mereka
dari keluarga, anak yang terumuskan lewat ide-ide dan prinsip-prinsip Barat ; dalam
kehidupan Indonesia beberapa generasi sebelumnya.
Mereka ini secara sadar telah memilih kehendak menentang pemerintah kolonial
dan memperjuangkan masa depan Indonesia yang bebas, dan mereka bisa merealisasikan
gagasan dan kesanggupan yang ditanamkan Barat di dalam diri mereka. Mereka terutama
prihatin dengan adanya dualisme rasial dalam kehidupan Hindia Belanda, merasa hal ini
sebagai penghinaan kepada mereka, dan kepada bangsa Indonesia umunya. Lebih jauh
mereka sanggup melakukan apa saja yang sekarang di lakukan oleh orang Eropa untuk
mereka. Mereka tak lagi memerlukan tuntutan, mereka mau memimpin. Nereka
membenci dualitas kehidupan Indonesia selama mereka tidak bisa menghancurkan
dualitas ini dan ikatan kolonial tempatnya berpijak, sekurang-kurangnya, mereka hendak
memperhatikan kehormatan dan menolak segala bentuk hubungan dengan pemerintah
yang ada.
Dalam membantu melancarkan pekerjaan Kelompok studi Umum, Soekarno
berusaha untuk memimpinnya dari suatu titik tolak baru dalam perlawanan Indonesia
melawan kekuasaan kolonial. Ia melihat gerakan kemerdekaan terpecah-pecah
disekitarnya. Bentrokan antara PKI dan Sarekat Islam adalah satu contoh dari sifat
perpecahan itu. Di luar Sarekat Islam masih ada kelompok yang lebih kecil dan
berdasarkan pada kesatuaan suku – Jong Java, Pasundan, Jong Sumatra, dan terbelah-
belahnya organisasi ke agamaan Islam dan Kristen. Soekarno menyesali perpecahan-
perpecahan ini. Ia melihat keharusan untuk bersatu dan mulai menitis jalan kearah
pembentukan suatu organisasi massa yang mencakup keseluruhannya, sebagai sarana
untuk mengembangkan kekuatan yang mampu menantang kekuatan rezim kolonial. Cara
tepat melakukan hal ini masih harus digarap secara terperinci. Soekarno sudah dapat
menanggapi gagasan sentral bahwa suatu konsep nasionalisme yang diolah kembali dan
dipertajam mungkin dapat digunakan untuk menarik semua lapisan masyarakat Indonesia
yang sadar politik.
Nasionalisme adalah suatu istilah yang mempunyai makna berbeda-beda bagi
berbagai bangsa. Dalam pikiran Eropa, nasionalisme mempunyai kaitan dengan

17
Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com, peterkasenda@rocketmail.com
kedaulatan rakyat dari pikiran revolusi Prancis. Di Asia dan Afrika, nasionalisme adalah
hati dari masyarakat yang bergejolak. Bagi mereka nasionalisme itu muncul sebagai suatu
gagasan yang mempersatukan, yang berangsur-angsur menjadi penting, sedangkan nilai-
nilai yang lazim tampaknya kehilangan kekuatan pengikatnya. Pandangan demikiaan itu
bukan hanya mengenai kemerdekaan, tetapi juga mengenai suatau tatanan palitik baru
yang berdasarkan kepribadiaan nasional , betapapun nasionalisme itu ditanggapi dengan
samar-samar, ia telah menjadikan sautu rasa kesetiaan yang mungkin dapat ,
menyampingkan ikatan-ikatan rasa kesukuaan atau ikatan tradisional lainnya. Tanggapan
ini mencapai bentuknya sendiri secara sedikit demi sedikit. Dengan di bentuknya
Aggemeene Studie Club di Bandung, istilah ini memperoleh pengakuaan yang lebih
terbatas, dan mungkin lebih jelas.
Kuartal keempat 1926 – sekitar tiga bulan setelah ia mnyelesaikan studinya –
Soekarno menulis dalam Indonesia Muda, majalah algeene Studi Club Bandung,
artikelnya yan pertama dari serangkaian artikel. “Nasionalisme, Islamisme, Marxisme, “
dimana ia erat diantara ketiga golongan itu. Cara Soekarno mengembangkan
pandangannya secara implisit mengandung pengertian bahwa nasionalisme adalah arus
sentral karena Islam adalah agama kaum tertindas, maka pemeluk Islam mestilah
nasionalis. Karena modal di Indonesia adalah modal asing maka kaum Marxsis yang
berjuang melawan kapitalisme haruslah pejuang nasionalis. Tujuannya adalah persatuaan
antara Nasionalisme, Islam dan Marxisme, tetapi isi nasionalisme dalam Islam dan
Marxislah yang memungkinkan persatuaan itu. Nasionalisme adalah ideologi yang
merangkum yang dapat menyalurkan aliran-aliran berbeda itu kedalam satu arus. Tulisan
Soekarno itu bisa dianggap sebagai persyaratan penting pertama tentang posisinya sendiri
dan suatu permulaan ungkapan gagasannya tentang nasionalisme sekuler baru umumnya.
Nasionalisme baru itu memerlukan adanya bentuk yang lebih sekedar suatu forum
kelompok studi jika nasionalisme itu ingin menjadi suatu kekuatan yang berdaya guna. Ia
memerlukan suatu organisasi yang khusus ditujukan untuk mengadakan aksi politik dan
waktunya sudah cukup matang untuk mendirikannya. Merosotnya Sarekat Islam dan
ditumpasnya PKI tahun 1926/1927 oleh Belanda, telah meratakan jalan bagi suatu
gerakan tipe baru yang didasarkan pada suatu bentuk nasionalisme yang lebih padat
dalam pengertiaan bahwa gerakan nasionalisme itu mengesampingkan masalah-masalah
sosial dan menciptakan seluruh upaya dan gerakan pada tujuaan tunggal kemerdekaan
nasional.
Kekosongan gerakan kebangsaan terisi dengan terbentuknya Perserikatan
Nasional Indonesia pada tanggal 4 Juli 1927, yang bertujuaan mengusahakan
kemerdekaan Indonesia dengan cara berkerjasama dengan semua organisasi di Indonesia
yang mengejar tujuaan yang sama. Ungkapan yang singkat tentang maksud tujuaan dan
cara kerjanya, secara taktis memang bijaksana. Seandainya pantas nasionalis ini
menyatakan pendapatnya tentang struktur kenegaraan dan sosial ekonmi suatu negara
Indonesia yang merdeka yang diperjuangkan oleh semua maka mereka yang oleh
Soekarno ingin di himpun di bawah bendera PNI, pasti langsung pecah dalam fraksi-
fraksi yang saling menyerang.
Sebagai ketua Partai Nasional Indonesia ia menemukan bakat-bakatnya yang
besar dalam seni pidato, dan pidato-pidatonya menguraikan tentang ketidak adilan dan
penghinaan pemerintah penjajah. Ia adalah pencipta dari persatuaan Indonesia. Pulau-
pulau Indonesia, yang tersebar disepanjang khatulistiwa dan didiami oleh suku bangsa

18
Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com, peterkasenda@rocketmail.com
yang berbeda-beda, bukanlah merupakan calon-calon ilmiah bagi kebangsaan bersatu.
Penjajahan Belanda telah membantu membentuk mereka menjadi satu kesatuaan dan
kemudiaan perjuangan revolusioner mengukuhkan rasa kesatuaan bangsa itu. Akan tetapi
adalah Soekarno, lebih dari pemimpin manapun ynag lain, yang telah berhasil
menciptakan di kalangan rakyat kepulauan yang berbeda itu satu gambaran mengenai diri
mereka sebagai satu bangsa. Untuk itu ia menderita, ditangkap, dipenjarakan dan
dibuang.

19
Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com, peterkasenda@rocketmail.com
Daftar Pustaka

Dahm, Bernhard, 1987, Sukarno dan Perjuangan Kemerdekaan, Jakarta : LP3ES

Giebels, Lambert, 2001, Soekarno. Biografi 1901 – 1950, Jakarta: Grasindo.

Wild, Colin dan Peter Carey (ed), 1986, Gelora Api Revolusi. Sebuah Antologi Sejarah,
Jakarta: Gramedia.

Nagazumi, Akira, 1989, Bangkitnya Nasionalisme Indonesia. Budi Utomo 1908 – 1918.
Jakarta : Gramedia.

Ingelhon, John. 1983, Jalan ke Pengasingan. Pergerakan Nasionalis Indonesia Tahun


1927 – 1934, Jakarta : LP3ES.

Van Niel, Robert, 1984, Munculnya Elite Modern Indonesia, Jakarta : Pustaka Jaya

Ingelson, John, 1993, Perhimpunan Indonesia dan Pergerakan Kebangsaan , Jakarta:


Pustaka Utama Grafiti.

Sularto, St (ed), 2001, Dialog dengan Sejarah. Soekarno Seratus Tahun, Jakarta :
Kompas.

Legge, John D, 1985, Sukarno Sebuah Biografi Politik, Jakarta : Sinar Harapan.

Wertheim, WF, 1999, Masyarakat Indonesia Dalam Transisi. Studi Perubahan Sosial.
Yogyakarta : Tiara Wacana.

Nagazumi, Akira, 1986, Indonesia Dalam Kajian Sarjana Jepang (Perubahan Sosial-
Ekonomi Abad XIX dan XX dan Berbagai Aspek Nasionalisme Indonesia), Jakarta
: Yayasan Obor Indonesia.

Ricklefs, MC, 1991, Sejarah Indonesia Modern. Yogyakarta : Gajah Mada University
Press.

20
Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com, peterkasenda@rocketmail.com
21
Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com, peterkasenda@rocketmail.com

You might also like