You are on page 1of 2

Analisis vegetasi adalah cara mempelajari susunan (komposisi jenis) dan bentuk (struktur) vegetasi atau

masyarakat tumbuh-tumbuhan.

Vegetasi di definisikan sebagai mosaik komunitas tumbuhan dalam lansekap dan vegetasi alami diartikan sebagai
vegetasi yang terdapat dalam lansekep yang belum dipengaruhi oleh manusia (Kuchler, 1967). Ilmu vegetasi
sudah dimulai hampir tiga abad yang lalu. Mula-mula kegiatan utama yang dilakukan lebih diarahkan pada
diskripsi dari tentang alam dan vegetasinya. Dalam abad ke XX usaha-usaha diarahkan untuk menyederhanakan
deskripsi dari vegetasi dengan tujuan untuk untuk meningkatkan keakuratan dan untuk mendapatkan standart
dasar dalam evaluasi secara kuantitaif. Berbagai metode analisis vegetasi dikembangkan, dengan penjabaran data
secara detail melalui cara coding dan tabulasi. Berbagai metode yang digemari dan banyak diterima oleh banyak
pakar adalah dari Raun kiaer (1913, 1918), Clements (1905, 1916), Du Rietz (1921, 1930), Braun (1915), dan Braun
Bienquet (1928). Deskripsi umum dari vegetasi dan komunitas tumbuhan melalui bentuk hidup dan species
dominan adalah tekanan pada zaman yang telah lalu.
Para pakar ekologi memandang vegetasi sebagai salah satu komponen dari ekosistem, yang dapat
menggambarkan pengaruh dari kondisi-kondisi faktor lingkungn dari sejarah dan pada fackor-faktor itu mudah
diukur dan nyata. Dengan demikian analisis vegetasi secara hati-hati dipakai sebagai alat untuk memperlihatkan
informasi yang berguna tentang komponen-komponen lainnya dari suatu ekosistem.
Ada dua fase dalam kajian vegetasi ini, yaitu mendiskripsikan dan menganalisa, yang masing-masing menghasilkan
berbagi konsep pendekatan yang berlainan. Metode manapun yang dipilih yang penting adalah harus disesuaikan
dengan tujuan  kajian, luas atau sempitnya yang ingin diungkapkan, keahlian dalam bidang botani dari pelaksana
(dalam hal ini adalah pengetahuan dalam sistimatik), dan variasi vegetasi secara alami itu sendiri (Webb, 1954).
Pakar ekologi dalam pengetahuan yang memadai tentang sistematik tumbuhan berkecenderungan untuk
melakukan pendekatan sacara florestika dalam mengungkapkan suatu vegetasi, yaitu berupa komposisi dan
struktur tumbuhan pembntuk vegetasi tersebut. Pendekatan kajianpun sangat tergantung kepada permasalahan
apakah bersifat autekologi atau sinetologi, dan juga apakah menyangkut masalah produktivitas atau hubungan
sebab akibat. Pakar autelogi biasanya memerlukan pengetahuan tentang kekerapan atau penampakan dari suatu
species tumbuhan, sedangkan pakar senitologi berkepentingan dengan komunitas yaitu problema yang dihadapi
sehubungan dengan keterkaitan antara alam dengan variasi vegetasi. Pakar rkologi produktivitas memerlukan
data tentang berat kering dan kandungan kalori yang dalam melakukannya sangat menyita waktu dan juga
bersifat destruktif. Deskripsi vegetasi juga memerlukan bagian yang integral dengan kegiatan survey smber daya
alam, misalnya sehubungan dengan investarisasi kayu untuk balok dihutan,dan menelaah kapasitas tamping suatu
lahan untuk sutu tujuan ternak atau penggembalaan.pakar, tanah, dan sedikit banyak pakar geologi dan pakar
iklim tertarik dengan vegetasi sebagai ekspresi dari factor – factor yang mereka pelajari. Kehutanan memerlukan
penelaahan tentang komposisi spesies tumbuhan sebagai penunjuk (indicator) potensi dari tapak sebagai bahan
bantu dalam menentukan jenis kayu yang ditanam. Dalam mendiskripsikan suatu vegetasi haruslah dimulai dari
suatu titik pandang bahwa vegetasi merupakan suatu pengelompokan dari tubuh – tumbuhan yang hidup
bersama dialam suatu tempat tertentu yang mungkin dikarakterisasi baik oleh spesies sebagai komponennya,
maupun oleh kombinasi dari struktur dan fungsi sifat – sifatnya yang mengkarekterisasi gambaran vegetasi secara
umum atau fisiognomi. Metode dengan pendekatan secara fisignomi tidak memerlukan identifikasi dari species
dan sering lebih berarti hasilnya untuk gambaran vegetasi dengan skala kecil (area yang luas),atau untuk
gambaran habitat bagi disiplin ilmu lainnya.misalnya pakar hewan menghendaki deskripsi vegetasi yang dapat
dipakai untuk menggambarkan relung atau nisia,habitat dan sumber pakan untuk hewan. Metode berdasarkan
komposisi atau floristika species lebih bermanfaat untuk menggambarkan vegetasi engan skala besar ( area yang
sempit )yang lebih detail,yang biasannya dipergunakan oleh pakar dieropa daratan dalam klasifikasi vegtasi dan
pemetaan pada skala yang besar dan sangat rinci. Beberapa metode analisis vegetasi
Dalam ilmu vegetasi telah dikembangkan berbagai metode untuk menganalisis suatu vegetasi yang sangat
membantu dalam mendekripsikan suatu vegetasi sesuai dengan tujuannya. Dalam hal ini suatu metodologi sangat
berkembang dengan pesat seiring dengan kemajuan dalam bidang-bidang pengetahuan lainnya, tetapi tetap
harus diperhitungkan berbagai kendala yang ada (Syafei, 1990).
Metodologi-metodologi yang umum dan sangat efektif serta efisien jika digunakan untuk penelitian, yaitu metode
kuadrat, metode garis, metode tanpa plot dan metode kwarter. Akan tetapi dalam praktikum kali ini hanya
menitik beratkan pada penggunaan analisis dengan metode garis dan metode intersepsi titik (metode tanpa plot)
(Syafei, 1990).
Metode garis merupakan suatu metode yang menggunakan cuplikan berupa garis. Penggunaan metode ini pada
vegetasi hutan sangat bergantung pada kompleksitas hutan tersebut. Dalam hal ini, apabila vegetasi sederhana
maka garis yang digunakan akan semakin pendek. Untuk hutan, biasanya panjang garis yang digunakan sekitar 50
m-100 m. sedangkan untuk vegetasi semak belukar, garis yang digunakan cukup 5 m-10 m. Apabila metode ini
digunakan pada vegetasi yang lebih sederhana, maka garis yang digunakan cukup 1 m (Syafei, 1990).
Pada metode garis ini, system analisis melalui variable-variabel kerapatan, kerimbunan, dan frekuensi yang
selanjutnya menentukan INP (indeks nilai penting) yang akan digunakan untuk memberi nama sebuah vegetasi.
Kerapatan dinyatakan sebagai jumlah individu sejenis yang terlewati oleh garis. Kerimbunan ditentukan berdasar
panjang garis yang tertutup oleh individu tumbuhan, dan dapat merupakan prosentase perbandingan panjang
penutupan garis yang terlewat oleh individu tumbuhan terhadap garis yang dibuat (Syafei, 1990). Frekuensi
diperoleh berdasarkan kekerapan suatu spesies yang ditemukan pada setiap garis yang disebar (Rohman, 2001).
Sedangkan metode intersepsi titik merupakan suatu metode analisis vegetasi dengan menggunakan cuplikan
berupa titik. Pada metode ini tumbuhan yang dapat dianalisis hanya satu tumbuhan yang benar-benar terletak
pada titik-titik yang disebar atau yang diproyeksikan mengenai titik-titik tersebut. Dalam menggunakan metode
ini variable-variabel yang digunakan adalah kerapatan, dominansi, dan frekuensi (Rohman, 2001).
Selain menggunakan kedua metode di atas namun, secara garis besar metode analisis dalam ilmu vegetasi dapat
dikelompokkan dalam dua perbedaan yang prinsip, yaitu:
a.    Metode diskripsi dan
b.    Metode non diskripsi
Metode destruktif
Metode ini biasanya dilakukan untuk memahami jumlah materi organik yang dapat dihasilkan oleh suatu
komunitas tumbuhan. Variable yang dipakai bisa diproduktivitas primer, maupun biomasa. Dengan demikian
dalam pendekatan selalu harus dilakukan penuain atau berarti melakukan perusakan terhadap vegetasi tersebut.
Metode ini umumnya dilakukan untu bentuk bentuk vegetasi yang sederhana, dengan ukuran luas pencuplikan
antara satu meter persegi sampai lima meter persegi. Penimbangan bisa didasarkan pada berat segar materi
hidup atau berat keringnya. Metode ini sangant membantu dalam menentukan kualitas suatu padang rumput
denan usaha pencairan lahan penggembalaan dan sekaligus menentukan kapasitas tampungnya. Pendekatan
yang terbaik untuk metode ini adalah secara floristika, yaitu didasarkan pada pengetahuan taksonomi tumbuhan.
Metode non-destruktif
Metode ini dapat dilakukan dengan dua cara pendekatan, yaitu berdasarkan penelaahan organism
hidup/tumbuhan tidak didasarkan pada taksonominya,sehingga dikenal dengan pendekatan lainnya adalah
didasarkan pada penelaahan organisma tumbuhan secara taksonomi atau pendekatan floristika.
Metode non-destruktif,non-floristika
Metode non-floristiaka tealah dikembangkan oleh banyak pakar vegetasi. Seperti Du Rietz (1931), Raunkiaer
(1934), dan Dansereau (1951). Yang kemudian diekspresiakan oleh Eiten (1968) dan Unesco (1973). Danserau
membagi dunia tumbuhan berdasarkan berbagai hal, yaitu bentuk hidup, ukuran, fungsi daun, bentuk dan ukuran
daun, tekstur daun, dan penutupan. Untuk setiap karakteristika di bagi-bagi lagi dalam sifat yang kebih rinci, yang
pengungkapannya dinyatakan dalam bentuk simbol huruf dan gambar. Bentuk HidupMetode ini, klasifikasi bentuk
vegetasi, biasanya dipergunakan dalam pembuatan peta vegetasi dengan skalakecil sampai sedang, dengan
tujuan untuk menggambarkan penyebaran vegetasi berdasarkan penutupannya, dan juga masukan bagi disiplin
ilmu yang lainnya (Syafei,1990).
DAFTAR PUSTAKA
Jumin, Hasan Basri. 1992. Ekologi Tanaman. Rajawali Press: Jakarta
Michael, P. 1995.  Metode Ekologi untuk Penyelidikan Ladang dan Laboratorium. UI Press: Jakarta.
Rahardjanto, Abdulkadir.  2001.  Ekologi Umum. Umm Press: Malang.
Rohman, Fatchur dan I Wayan Sumberartha.  2001.  Petunjuk Praktikum Ekologi Tumbuhan. JICA: Malang.
Syafei, Eden Surasana. 1990.  Pengantar Ekologi Tumbuhan.  ITB: Bandung.
Wolf, Larry dan S.J McNaughton. 1990.  Ekologi Umum.  UGM Press: Jogjakarta.

You might also like