Widyaiswara Madya, Balai Pendidikan dan Pelatihan Keuangan Yogyakarta, Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan, Kementerian Keuangan RI
Diklat Prajabatan Golongan II Periode I TA 2010
DAFTAR ISI A. PENDAHULUAN B. KEGIATAN BELAJAR KEGIATAN BELAJAR 1: ETIKA, MORAL, ETOS, ETIKET, DAN KODE ETIK KEGIATAN BELAJAR 2: TEORI-TEORI ETIKA KEGIATAN BELAJAR 3: ETIKA ORGANISASI PEMERINTAH KEGIATAN BELAJAR 4: KODE ETIK DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KEUANGAN C. PENUTUP PENDAHULUAN 1. Deskripsi Singkat 2. Prasyarat Kompetensi 3. Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) 4. Relevansi Modul Deskripsi Singkat Etika menjadi prasyarat utama bagi efektifnya fungsi organisasi pemerintah. Organisasi pemerintah memiliki tanggung jawab hukum dan moral untuk melayani masyarakat. Etika diperlukan, karena krisis moral banyak terjadi di lingkungan organisasi pemerintah. Organisasi publik yang berintegritas harus mampu menjadi tempat di mana setiap individu saling hormat, menghargai, peduli, mengutamakan akuntabilitas, serta menempatkan kepentingan publik di atas kepentingan pribadi dan golongan. Perangkat yang saling sinergi untuk mewujudkan organisasi pemerintah yang ideal: 1. Kepemimpinan yang menjadi teladan. 2. Pelatihan etika. 3. Kode etik dan sumpah jabatan. 4. Pemeriksaan etika. 5. Manajemen sumber daya manusia (SDM). Prasyarat Kompetensi Sikap dan perilaku yang penuh dengan: 1. kesetiaan dan ketaatan kepada negara; 2. bermoral dan bermental baik; 3. profesional; 4. sadar akan tanggung jawab sebagai pelayan publik; dan 5. mampu menjadi perekat persatuan dan kesatuan negara. Memiliki pemahaman dasar tentang konsep perilaku dan prinsip perilaku utama yang dianut suatu organisasi, sehingga dapat mempengaruhi proses pembelajaran selanjutnya. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Standar Kompetensi 1. Menghayati etika sebagai konsep, teori, dan nilai-nilai bersama yang berlaku. 2. Melaksanakan etika dalam kehidupan kerja. 3. Menginternalisasi dan merefleksi etika, sehingga dapat dikembangkan perilaku-perilaku etis. Kompetensi Dasar
1. Memahami konsep-konsep etika dan aplikasi etika dalam dunia
kerja. 2. Menyimpulkan berbagai argumentasi dari teori-teori etika. 3. Menghargai pentingnya aplikasi etika dalam kehidupan birokrasi. 4. Menganalisis keterkaitan antarunsur dalam berbagai kode etik di lingkungan Kementerian Keuangan. Relevansi Modul 1. Para peserta diberikan pemahaman dan kerangka acuan berpikir yang utuh tentang etika yang selanjutnya dapat menjadi panduan untuk diaplikasikan di unit kerja masing- masing. 2. Modul ini memiliki keterkaitan secara langsung dengan mata diklat Budaya Organisasi Pemerintah. KEGIATAN BELAJAR 1: ETIKA, MORAL, ETOS, ETIKET, DAN KODE ETIK Etika dan Moral Etos Etiket Kode Etik Etika dan Moral Etika dalam bahasa Inggris disebut ethic (singular) atau ethics (plural) yang berarti aturan atau cara berperilaku yang didasarkan pada ide tentang apa yang secara moral baik dan buruk. Etika dalam bahasa Yunani disebut ethikos yang diterjemahkan menjadi karakter, kebiasaan, kecenderungan, dan sikap yang: 1. mengandung konsep-konsep, seperti harus, mesti, benar-salah; 2. mengandung pencarian ke dalam watak moralitas atau tindakan moral; serta 3. mengandung pencarian kehidupan yang baik secara moral. Etika dalam bahasa Yunani kuno disebut ethos (bentuk tunggal) yang berarti tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, adat, akhlak, watak, perasaan, sikap, dan cara berpikir. Bentuk jamaknya ta etha yang berarti adat kebiasaan. Etika berarti ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau adat kebiasaan. Aristoteles (382-322 SM), filsuf Yunani kuno, menggunakan pengertian etika sebagai filsafat moral. Etika merupakan ilmu yang membahas tentang moralitas atau tentang manusia sejauh berkaitan dengan moralitas. Pengertian Etika (Agoes dan Ardana, 2009) 1. Bertens (2000) 2. Lawrence, Weber, dan Post (2005) 3. David P. Baron (2005) 4. Suhardana (2006) Bartens (2000) 1. Etika sebagai praksis: nilai-nilai dan norma-norma moral yang baik yang dipraktikkan atau justru tidak dipraktikkan, walaupun seharusnya dipraktikkan. Etika sama artinya dengan moral atau moralitas, yaitu apa yang harus dilakukan, tidak boleh dilakukan, pantas dilakukan, dan sebagainya. 2. Etika sebagai refleksi: pemikiran moral. Etika bisa saja mencapai taraf ilmiah bila proses penalaran terhadap moralitas bersifat kritis, metodis, dan sistematis. Lawrence, Weber, dan Post (2005) Etika adalah suatu konsepsi tentang perilaku benar dan salah. Etika menjelaskan apakah perilaku seseorang bermoral atau tidak dan berkaitan dengan hubungan kemanusiaan yang fundamental, yaitu bagaimana cara seseorang berpikir dan bertindak terhadap orang lain dan sebaliknya. David P. Baron (2005) Etika adalah suatu pendekatan sistematis atas penilaian moral yang didasarkan atas penalaran, analisis, sintesis, dan reflektif. Suhardana (2006) Istilah lain dari etika adalah susila. Su artinya baik dan sila artinya kebiasaan atau tingkah laku. Susila berarti kebiasaan atau tingkah laku perbuatan manusia yang baik. Etika sebagai ilmu disebut tata susila yang mempelajari tata nilai tentang baik dan buruknya suatu perbuatan serta apa yang harus dikerjakan atau dihindari, sehingga tercipta hubungan yang baik di antara sesama manusia. Etika dan Moral Kajian tentang etika sangat dekat dengan kajian moral. Moral berasal dari bahasa Latin moralis (kata dasar mos, moris) yang berarti adat istiadat, kebiasaan, cara, dan tingkah laku. Moral mengandung arti: 1. baik-buruk, benar-salah, dan tepat-tidak tepat dalam aktivitas manusia; 2. tindakan benar, adil, dan wajar; 3. kapasitas untuk diarahkan pada kesadaran benar-salah dan kepastian untuk mengarahkan orang lain sesuai dengan kaidah tingkah laku yang dinilai benar-salah; serta 4. sikap seseorang dalam hubungannya dengan orang lain. Prinsip etika merupakan titik awal bagi perilaku hidup manusia, sedangkan moral merupakan prinsip yang membimbing ke arah kebahagiaan spiritual. Etika dan Moral Manusia disebut etis manakala secara utuh dan menyeluruh mampu memenuhi hajat hidupnya dengan menjaga asas keseimbangan antara: 1. kepentingan pribadi dengan lingkungannya; 2. rohani dengan jasmani; dan 3. sebagai makhluk yang berdiri sendiri dengan penciptanya. Perilaku yang dianggap etis adalah perilaku atau perbuatan yang baik, benar, dan adil. Ketiganya bersifat subyektif, sehingga harus diukur/dinilai dengan kriteria-kriteria tambahan, yaitu sesuai dengan: 1. hati nurani (filosofi hidup); 2. pendapat umum (masyarakat/budaya/keluarga/lingkungan); dan 3. keyakinan/agama yang dianut. Etos Etos dapat didefinisikan sebagai karakter mendasar atau semangat dari suatu budaya, yaitu suatu sentimen yang menginformasikan tentang kepercayaan, adat kebiasaan, dan praktik dari suatu kelompok atau masyarakat. Etos dalam bahasa Inggris disebut ethos dan diterjemahkan sebagai suatu keyakinan yang membimbing orang, kelompok, atau organisasi (Merriam-Webster’s, 2008). Magnis Suseno (1992) mendefinisikan etos sebagai semangat dan sikap batin tetap seseorang atau sekelompok orang terhadap kegiatan tertentu yang di dalamnya termuat nilai-nilai moral tertentu. Pemakaian kata etos sering tampak pada kombinasi etos kerja, etos profesi, dan sebagainya. Etos Beberapa pengertian etos: 1. Keyakinan yang berfungsi sebagai panduan tingkah laku bagi seseorang, sekelompok orang, atau sebuah institusi. 2. Etos kerja merupakan perilaku khas suatu komunitas atau organisasi yang mencakup motivasi yang menggerakkan, karakteristik utama, spirit dasar, pikiran dasar, kode etik, kode moral, kode perilaku, sikap, aspirasi, keyakinan, prinsip, dan standar. 3. Sehimpunan perilaku positif yang lahir sebagai buah keyakinan fundamental dan komitmen total pada sehimpunan paradigma kerja yang integral. Etos Menurut Jansen H. Sinamo, akar yang membentuk etos kerja adalah motivasi kerja. Terdapat 8 etos kerja profesional: 1. Kerja adalah rahmat: bekerja tulus penuh syukur. 2. Kerja adalah amanah: bekerja benar penuh tanggung jawab. 3. Kerja adalah panggilan: bekerja tuntas penuh integritas. 4. Kerja adalah aktualisasi: bekerja keras penuh semangat. 5. Kerja adalah ibadah: bekerja serius penuh kecintaan. 6. Kerja adalah seni: bekerja cerdas penuh kreativitas. 7. Kerja adalah kehormatan: bekerja tekun penuh keunggulan. 8. Kerja adalah pelayanan: bekerja paripurna penuh kerendahan hati. Etos Dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil (PNS) disebutkan bahwa ruang lingkup pembinaan jiwa korps PNS salah satunya adalah peningkatan etos kerja dalam rangka mendukung produktivitas kerja dan profesionalitas PNS. Etos kerja PNS adalah kegiatan atau upaya untuk menggali dan menerapkan nilai-nilai positif dalam organisasi/instansi pemerintah yang disepakati oleh para PNS untuk meningkatkan produktivitas kerja. Lingkup kegiatan etos kerja PNS bersifat off job relation atau berada di luar kewenangan formal dalam mendukung pencapaian tujuan organisasi. Etiket Perbedaan: etika berkaitan dengan moral, sedangkan etiket berkaitan dengan nilai sopan santun atau tata krama dalam pergaulan formal. Persamaan: etika dan etiket mengatur perilaku manusia secara normatif yang etis, yaitu memberikan pedoman atau norma-norma tertentu bagi seseorang untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perbuatan. Etiket berasal dari bahasa Perancis etiquette yang berawal dari suatu kartu undangan yang biasanya digunakan semasa raja-raja mengadakan pertemuan resmi, pesta, dan resepsi untuk kalangan elit kerajaan atau bangsawan. Dalam pertemuan telah ditentukan tata krama yang harus dipatuhi, seperti cara berpakaian, cara duduk, cara bersalaman, cara berbicara, dan cara bertamu. Etiket Perbedaan etika dan etiket menurut K. Bertens (2000): 1. Etika adalah niat, sedangkan etiket menetapkan cara untuk melakukan perbuatan benar sesuai yang diharapkan. 2. Etika adalah nurani (batiniah), sedangkan etiket adalah formalitas (lahiriah). 3. Etika bersifat absolut, sedangkan etiket bersifat relatif. 4. Etika berlaku tidak tergantung pada ada tidaknya orang lain, sedangkan etiket hanya berlaku jika ada orang lain yang hadir. Kode Etik Kode etik selama ini hanya dikenal di lingkungan profesi dokter, pengacara, dan akuntan publik. Profesi secara sempit disebut sebagai pekerjaan. Profesi secara luas diartikan sebagai kelompok moral yang memiliki ciri- ciri dan nilai-nilai bersama yang harus dijunjung tinggi (Cominish, 1983). Kelompok profesional, termasuk PNS, adalah orang yang secara khusus bekerja penuh (purna waktu) dan hidup dari pekerjaan dengan mengandalkan keahlian dan ketrampilan yang tinggi dan memiliki komitmen pribadi yang menjunjung tinggi pekerjaan. Weiss (2006) mendefinisikan kode etik (code of conduct) sebagai pernyataan nilai yang mendefinisikan suatu organisasi. Di dalam kode etik tertuang nilai-nilai dan kepercayaan dominan dari pemimpin suatu organisasi yang menjadi landasan dari budaya organisasi. Kode Etik Kode etik profesi merupakan sarana untuk membantu anggota profesi sebagai seorang profesional agar tidak merusak citra profesi. Fungsi kode etik profesi: 1. Pedoman bagi setiap anggota profesi tentang prinsip profesionalitas. 2. Sarana kontrol sosial bagi masyarakat atas profesi. 3. Mencegah campur tangan pihak di luar organisasi profesi yang terkait dengan hubungan etika dalam keanggotaan profesi. Dimensi program etik agar suatu kode etik dapat dipatuhi (Weaver, Trevino, dan Cochran dalam Brooks, 2003): 1. Kode Etik Formal. 2. Komite Etika. 3. Sistem Komunikasi Etika. 4. Pejabat Etika. 5. Program Pelatihan Etika. 6. Proses Penetapan Disiplin. KEGIATAN BELAJAR 2: TEORI-TEORI ETIKA 1. Etika Sebagai Cabang Filsafat 2. Beberapa Teori Etika Etika Sebagai Cabang Filsafat Etika adalah dunianya filsafat, nilai, dan moral (Ginanjar Kartasasmita, 1996). Etika bersifat abstrak dan mengacu kepada pengetahuan secara menyeluruh dan sistematis yang berkenaan dengan perilaku baik dan buruk. Moral lebih ke arah pola aktual dari perilaku dan aturan yang secara langsung mempengaruhi tindakan. Sebagai cabang filsafat, etika didiskusikan secara ilmiah dan berhubungan dengan kajian secara kritis tentang adat kebiasaan, nilai-nilai, dan norma- norma perilaku manusia yang dianggap baik atau tidak baik. Menurut K. Bertens (2000), terdapat 3 macam pendekatan dalam membahas etika sebagai ilmu, yaitu: 1. Etika Deskriptif 2. Etika Normatif 3. Metaetika Etika Deskriptif Menelaah secara kritis dan rasional tentang sikap dan perilaku manusia, serta apa yang dikejar oleh setiap orang dalam hidupnya sebagai sesuatu yang bernilai. Tampak dalam ilmu-ilmu sosial, seperti Antropologi, Sosiologi, Psikologi, Sejarah, dan lain-lain. Obyek penelitian adalah individu dan kebudayaan, serta hanya membatasi pada pengalaman atau peristiwa inderawi, sehingga tidak dimasukkan ke dalam kelompok filsafat, khususnya filsafat moral. Etika Normatif Menetapkan berbagai sikap dan perilaku yang ideal dan seharusnya dimiliki oleh manusia dan tindakan apa yang bernilai dalam hidup ini. Merupakan norma penuntun agar manusia dapat bertindak secara baik dan menghindarkan hal-hal yang buruk sesuai dengan kaidah atau norma yang berlaku di masyarakat. Mengevaluasi apakah perilaku tertentu dapat diterima atau tidak berdasarkan norma-norma moral yang menjunjung tinggi martabat manusia. Dibagi menjadi: Etika Umum: memfokuskan pada kajian-kajian umum, seperti apa yang dimaksudkan dengan norma moral, mengapa norma moral berlaku umum, apa perbedaan antara hak dan kewajiban, dan lain-lain. Etika Khusus atau Etika Terapan: menitikberatkan pada prinsip-prinsip atau norma-norma moral pada perilaku manusia yang khusus, misalnya di bidang bisnis, kedokteran, politik, dan lain sebagainya. Metaetika Membahas mengenai bahasa atau logika khusus yang digunakan di bidang moral, sehingga perilaku etis tertentu dapat diuraikan secara analitis. Meta dalam bahasa Yunani berarti melebihi atau melampaui. Metaetika seolah-olah bergerak pada taraf yang lebih tinggi daripada perilaku etis. Metaetika sering disebut sebagai etika analisis dan dapat dimasukkan ke dalam kelompok filsafat, khususnya filsafat moral. 3 Jenis Pandangan Terhadap Etika 1. Etika dipandang sebagai cabang filsafat yang khusus membicarakan tentang nilai baik dan buruk dari perilaku manusia. 2. Etika dipansang sebagai ilmu pengetahuan yang membicarakan baik buruknya perilaku manusia dalam kehidupan bersama. 3. Etika dipandang sebagai ilmu pengetahuan yang bersifat normatif dan evaluatif yang hanya memberikan nilai baik buruknya terhadap perilaku manusia. Beberapa Teori Etika (Agoes dan Ardana, 2009) Paradigma No. Teori Penalaran Teori Kriteria Etis Tujuan Hidup 1. Deontologi Tindakan itu Kewajiban mutlak Demi kewajiban itu sendiri setiap orang sendiri 2. Teleologi: Tujuan dari Memenuhi Kenikmatan duniawi Egoisme Etis tindakan kepentingan secara individu pribadi 3. Teleologi: Tujuan dari Memberi Kesejahteraan duniawi Utilitarianisme tindakan manfaat/berguna masyarakat bagi banyak orang 4. Keutamaan Disposisi Karakter positif Kebahagiaan duniawi karakter negatif individu dan mental (psikologis) Etika Deontologi Dipelopori oleh Immanuel Kant (1724-1804). Deon dalam bahasa Yunani berarti tugas/kewajiban dan logos berarti pengetahuan. Etika deontologi menekankan kewajiban manusia untuk bertindak secara baik. Suatu tindakan dikatakan baik, tidak dinilai berdasarkan akibatnya, melainkan berdasarkan tindakan itu sendiri sebagai kewajiban yang mengacu pada nilai-nilai atau norma-norma moral. Contoh: menolong orang yang selama ini menjadi musuh. Etika Teleologi Berasal dari bahasa Yunani telos yang berarti tujuan. Etika teleologi mengukur baik buruknya suatu tindakan berdasarkan tujuan yang hendak dicapai atau berdasarkan akibat yang ditimbulkan atas tindakan yang dilakukan. Suatu tindakan dinilai baik jika bertujuan mencapai sesuatu yang baik atau akibat yang ditimbulkannya baik dan bermanfaat. Lebih bersifat situasional. Contoh: seorang anak mencuri untuk membiayai berobat ibunya yang sedang sakit. Dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu: Egoisme Etis (Niccolo Machiavelli): memandang bahwa perilaku dapat diterima tergantung pada konsekuensinya. Kekuasaan dan survival pribadi adalah tujuan yang benar untuk seorang administrator pemerintah. Utilitarianisme (Jeremy Betham dan John Stuart Mills): pangkal tolaknya adalah prinsip kefaedahan (utility), yaitu semakin tinggi kegunaan, maka semakin tinggi nilai. Etika Teleologi Kriteria obyektif (Jeremy Betham, 1748-1832): 1. Manfaat. 2. Manfaat yang lebih besar atau terbesar. 3. Manfaat yang lebih besar atau terbesar bagi sebanyak mungkin orang. Etika Keutamaan (Virtue Theory) Didasarkan pada pemikiran Aristoteles (384-322 SM). Tidak mempermasalahkan kewajiban dan akibat dari suatu tindakan dan juga tidak mengacu kepada norma-norma dan nilai-nilai universal untuk menilai moral sebagaimana etika deontologi dan etika teleologi. Lebih memfokuskan pada pengembangan watak moral pada diri setiap orang. Menurut Bertens (2000), teori keutamaan berangkat dari menusianya. Contoh: kebijaksanaan, keadilan, dan kerendahan hati. Dalam dunia bisnis: kejujuran, kewajaran, kepercayaan, dan keuletan. Karakter dalam ilmu psikologi merupakan disposisi sifat atau watak seseorang yang ditentukan oleh kebiasaan yang dibentuk oleh tindakan yang berulang-ulang. Tindakan yang berulang-ulang ditentukan oleh tujuan/makna hidup yang ingin dicapai yang ditentukan oleh pola/paradigma berpikir. Etika Keutamaan Etika keutamaan menekankan pada kejujuran dalam segala tindakan pejabat dan birokrat, sehingga melampau aliran etika deontologi dan teleologi. Moralitas dalam masyarakat dibangun melalui sejarah atau cerita berupa pesan-pesan moral, nilai-nilai, dan berbagai keutamaan moral agar dapat dihayati dan ditiru. Kelemahan muncul ketika berbagai kelompok masyarakat mempunyai persepsi yang berbeda mengenai keutamaan moral. Dalam masyarakat saat ini sangat sulit ditemukan keteladanan moral dari para tokoh. Keteladanan yang sering dijumpai adalah keteladanan semu. KEGIATAN BELAJAR 3: ETIKA ORGANISASI PEMERINTAH 1. Etika Dalam Organisasi 2. Etika Dalam Pemerintahan 3. Etika Dalam Jabatan 4. Good Governance Sebagai Tren Global Etika Pemerintahan Etika Dalam Organisasi Etika dalam konteks organisasi dapat berarti pola sikap dan perilaku yang diharapkan dari setiap individu dan kelompok anggota organisasi yang secara keseluruhan akan membentuk budaya organisasi yang sejalan dengan tujuan maupun filosofi organisasi yang bersangkutan. Organisasi memerlukan etika agar dapat melayani kepentingan masyarakat dan menjaga keluhuran organisasi. Alasan etika sangat penting dalam kehidupan organisasi:
1. Etika memungkinkan organisasi memilih dan menyepakati nilai-nilai moral
yang harus dijunjung tinggi oleh setiap anggota organisasi. 2. Etika dapat menjembatani konflik moralitas antaranggota organisasi yang berbeda latar belakang suku, agama, ras, dan budaya, karene etika mengetengahkan nilai-nilai universal yang disepakati semua anggota organisasi. 3. Etika yang dilaksanakan secara efektif oleh organisasi akan meningkatkan citra dan reputasi organisasi dan akan melanggengkan eksistensi organisasi. Etika Dalam Organisasi Model organisasi yang ideal secara konseptual sebagaimana dirumuskan oleh Max Weber, yaitu birokrasi, memiliki karakteristik yang sekaligus menjadi nilai-nilai perilaku bagi para anggota organisasi, yaitu: 1. Spesialisasi atau pembagian pekerjaan. 2. Tingkat berjenjang (hirarki). 3. Berdasarkan aturan dan prosedur kerja. 4. Hubungan yang bersifat impersonal. 5. Pengangkatan dan promosi anggota/pegawai berdasarkan kompetensi. Etika Dalam Organisasi Setiap anggota organisasi diharapka memiliki karakteristik sebagai berikut: 1. Bebas dari segala urusan pribadi, selain yang berkaitan dengan tugas-tugas yang telah ditetapkan. 2. Harus mengerti tugas dan ruang lingkup kedudukan dalam hirarki organisasi. 3. Harus mengerti dan dapat menerapkan kedudukan hukumnya dalam organisasi dengan memahami aturan yang menetapkan kewajiban dan kewenangannya dalam organisasi. 4. Bekerja berdasarkan perjanjian atau kontrak kerja dengan kompensasi tertentu sesuai dengan tugas dan tanggung jawab yang dibebankan organisasi kepadanya. 5. Diangkat dan dipromosikan berdasarkan merit atau prestasi dan kompetensi. 6. Diberikan kompensasi berdasarkan tarif standar yang sesuai dengan kedudukannya maupun tugas pokok dan fungsinya. 7. Wajib mendahulukan tugas pokok dan fungsinya daripada tugas-tugas lain selain apa yang telah dibebankan kepadanya. 8. Ditempatkan dengan struktur karir yang jelas. 9. Harus berdisiplin dalam perilaku kerja an untuk itu dilakukan pengawasan. Etika Dalam Organisasi Dimensi perilaku manusia dalam organisasi: Hubungan antara anggota dengan organisasi yang tertuang dala perjanjian atau aturan-aturan legal. Hubungan antara anggota organisasi dengan sesama anggota lainnya dan antara anggota organisasi dengan pejabat dalam status hirarki. Hubungan antara anggota organisasi dengan anggota organisasi lainnya. Hubungan antara anggota organisasi dengan masyarakat yang dilayaninya. Etika Dalam Pemerintahan Etika diharapkan mampu membangkitkan kepekaan birokrasi di tingkat pemerintahan pusat maupun daerah dalam melayani kepentingan masyarakat. Nilai-nilai etika pemerintahan terwakili dalam alinea ke-4 Pembukaan UUD 1945: 1. melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia; 2. memajukan kesejahteraan umum; 3. mencerdaskan kehidupan bangsa; dan 4. ikut serta dalam memelihara ketertiban dunia dan perdamaian yang abadi. Filosofi yang melandasinya adalah ideologi negara, yaitu Pancasila. Etika Dalam Pemerintahan Beberapa peraturan penting mengenai etika: 1. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (TAP MPR) No. VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa. 2. UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. 3. PP No. 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin PNS. 4. PP No. 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik PNS. Pasal 3 PP No. 28 Tahun 1999 dan Penjelasannya menetapkan asas-asas umum pemerintahan yang mencakup: 1. Asas Kepastian Hukum. 2. Asas Tertib Penyelenggaraan Negara. 3. Asas Kepentingan Umum. 4. Asas Keterbukaan. 5. Asas Proporsionalitas. 6. Asas Profesionalitas. 7. Asas Akuntabilitas. Etika Dalam Pemerintahan Dalam PP No. 30 Tahun 1980 diatur 26 butir kewajiban, 18 butir larangan, sanksi, tata cara pemeriksaan, dan tata cara pengajuan keberatan terhadap hukuman disiplin yang kesemuanya menjadi acuan dalam beretika bagi PNS. PP No. 42 Tahun 2004 adalah aturan yang paling konkrit mengatur etika PNS dengan beberapa butir yang penting: 1. Jiwa Korps PNS adalah rasa kesatuan dan persatuan, kebersamaan, kerjasama, tanggung jawab, dedikasi, disiplin, kreativitas, kebanggaan, dan rasa memiliki organisasi PNS dalam NKRI. 2. Kode Etik PNS adalah pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan PNS di dalam melaksanakan tugasnya dan pergaulan hidup sehari-hari. 3. Majelis Kehormatan Kode Etik PNS adalah lembaga non struktural pada instansi pemerintah yang bertugas melakukan penegakan pelaksanaan serta menyelesaikan pelanggaran Kode Etik yang dilakukan oleh PNS. Etika Dalam Pemerintahan Nilai-nilai dasar yang melandasi etika PNS: 1. Ketakwaan kepada Tuhan YME. 2. Kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila dan UUD 1945. 3. Semangat nasionalisme. 4. Mengutamakan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi atau golongan. 5. Ketaatan terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan. 6. Penghormatan terhadap HAM. 7. Tidak diskriminatif. 8. Profesionalisme, netralitas, dan bermoral tinggi. 9. Semangat jiwa korps. Etika Dalam Jabatan Sebelum memangku jabatan, PNS diwajbkan mengangkat sumpah/janji sesuai peraturan perundang- undangan yang berlaku. Sumpah/janji menjadi kesepakatan dan komitmen terhadap nilai-nilai dan standar-standar kode etik jabatan. Dalam pasal 5 UU No. 28 Tahun 1999 ditetapkan kewajiban setiap penyelenggara negara sebagai berikut: Mengucapkan sumpah atau janji sesuai dengan agamanya sebelum memangku jabatan. Bersedia diperiksa kekayaannya sebelum, selama, dan setelh menjabat. Melaporkan dan mengumumkan kekayaannya sebelum dan setelah menjabat. Tidak melakukan KKN. Melaksanakan tugas tanpa membeda-bedakan suku, agama, ras, dan golongan. Melaksanakan tugas dengan penuh tanggung jawab dan tidak melakukan perbuatan tercela, tanpa pamrih, dan tidak mengharapkan imbalan dalam bentuk apapun yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bersedia menjadi saksi dalam perkara KKN serta dalam perkara lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam pasal 7 disebutkan bahwa hubungan di antara penyelenggara negara dilaksanakan dengan mentaati norma-norma kelembagaan, kesopanan, kesusilaan, dan etika yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945. Good Governance Sebagai Tren Global Etika Pemerintahan Nilai-nilai atau prinsip yang harus dianut dan dikembangkan dalam praktek penyelenggaraan pemerintahan yang baik menurut United Nations Development Programme (UNDP) (1997) mencakup: 1. Partisipasi 2. Aturan Hukum 3. Transparansi 4. Daya Tanggap 5. Berorientasi Konsensus 6. Berkeadilan 7. Efektivitas dan Efisiensi 8. Akuntabilitas 9. Bervisi Strategis 10. Saling Keterkaitan KEGIATAN BELAJAR 4: KODE ETIK DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KEUANGAN 1. Latar Belakang Penyusunan Kode Etik Di Lingkungan Kementerian Keuangan 2. Majelis Kode Etik 3. Sanksi Pelanggaran Kode Etik Latar Belakang Penyusunan Kode Etik Di Lingkungan Kementerian Keuangan Peningkatan disiplin PNS di Kementerian Keuangan diatur oleh: 1. PP No. 30 Tahun 1980. 2. Keputusan Menteri Keuangan (KMK) No. 15/KMK.01/UP.6/1985 tentang Ketentuan Penegakkan Disiplin Kerja Dalam Hubungan Pemberian Tunjangan Khusus Pembinaan Keuangan Negara Kepada Pegawai Dalam Lingkungan Departemen Keuangan RI. 3. Surat Edaran Sekretaris Jenderal Departemen Keuangan No. SE- 99/SJ/2000 tentang Penegakkan Disiplin Kerja Dalam Hubungan Pemberian TKPKN. Reformasi Birokrasi Kemenkeu dengan sasaran terwujudnya Tata Kelola Pemerintahan Yang Baik dan Peningkatan Pelayanan Publik telah melahirkan budaya baru. Latar Belakang Penyusunan Kode Etik Di Lingkungan Kementerian Keuangan Ditetapkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 29/PMK.01/2007 sebagaimana telah diubah dengan PMK No. 71/PMK.01/2007 tentang Kewajiban Setiap Unit Eselon I Departemen Keuangan Menyusun Kode Etik PNS yang Disesuaikan dengan Karakteristik Masing-Masing Unit. Kode Etik PNS di lingkungan Kemenkeu didefinisikan sebagai pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan PNS dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi serta pergaulan sehari-hari pasa setiap unit Eselon I. Unit Eselon I di Kemenkeu berjumlah 12 unit. Prinsip dasar penyusunan Kode Etik di lingkungan Kemenkeu:
1. Tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang
mengatur tentang Kode Etik PNS. 2. Disusun dalam bahasa yang mudah dipahami dan diingat. 3. Dijabarkan sesuai dengan kondisi dan karakteristik masing-masing unit eselon I. Latar Belakang Penyusunan Kode Etik Di Lingkungan Kementerian Keuangan Hingga Desember 2007, Kode Etik Unit Eselon I yang telah ditetapkan sesuai PMK No. 29 Tahun 2007 adalah: 1. Sekretariat Jenderal (Setjen) 2. Direktorat Jenderal Anggaran (DJA) 3. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) 4. Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) 5. Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) 6. Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) 7. Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang (DJPU) 8. Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) 9. Badan Kebijakan Fiskal (BKF) 10. Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan (BPPK) Kode Etik Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) ditetapkan pada pertengahan tahun 2008, meskipun sebenarnya telah memiliki Kode Etik sejak tahun 2001. Inspektorat Jenderal (Itjen) telah memiliki Kode Etik, tetapi belum disesuaikan dengan PMK No. 29 Tahun 2007 dan PMK No. 71 Tahun 2007. Tujuan Kode Etik 1. Meningkatkan disiplin PNS. 2. Menjamin terpeliharanya tata tertib. 3. Menjamin kelancaran pelaksanaan tugas dan iklim kerja yang kondusif. 4. Menciptakan dan memelihara kondisi kerja serta perilaku yang profesional. 5. Meningkatkan citra dan kinerja PNS. Kewajiban 1. Kepatuhan terhadap aturan mengenai tata laksana tugas unit eselon I. 2. Kepatuhan terhadap tata tertib mengenai jam masuk, istirahat, pulang kantor, dan pemanfaatan jam kerja sesuai ketentuan yang berlaku. 3. Hubungan antarPNS, baik vertikal maupun horisontal. 4. Hubungan PNS dengan pihak-pihak yang mempunyai kepentingan secara kedinasan. 5. Kesopanan dalam berpenampilan dan bertutur kata. Larangan 1. Bersikap diskriminatif dalam melaksanakan tugas. 2. Menjadi anggota atau simpatisan aktif partai politik. 3. Menyalahgunakan wewenang. 4. Menerima segala pemberian yang berkaitan dengan jabatan dan kewenangan. 5. Membocorkan informasi yang bersifat rahasia. 6. Melakukan perbuatan tidak terpuji yang bertentangan dengan norma kesusilaan. 7. Melakukan tindakan yang dapat mencemarkan nama baik Kementerian Keuangan. Majelis Kode Etik Dalam rangka pengawasan pelaksanaan Kode Etik dibentuk Majelis Kode Etik sebagaimana diatur dalam PMK No. 71/PMK.01/2007. Majelis Kode Etik hanya dibentuk apabila terjadi pelanggaran Kode Etik. Majelis Kode Etik akan mengambil keputusan setelah memeriksa dan memberi kesempatan membela diri kepada PNS yang diduga melanggar Kode Etik. Mejelis Kode Etik dibentuk di tingkat Kemenkeu dan unit Eselon I. Menteri Keuangan menetapkan pembentukan Majelis Kode Etik di tingkat Kemenkeu untuk memeriksa PNS yang memangku jabatan struktural Eselon I dan Eselon II atau yang setingkat. Pimpinan unit Eselon I menetapkan pembentukan Majelis Kode Etik untuk memeriksa PNS yang memangku jabatan struktural Eselon III, Eselon IV, Eselon V atau yang setingkat dan pelaksana di lingkungan masing-masing. Pimpinan Eselon I dapat mendelegasikan wewenangnya kepada serendah- rendahny Pejabat Eselon II. Sanksi Pelanggaran Kode Etik Sanksi: 1. Sanksi moral berupa permohonan maaf secara lisan dan/atau pernyataan penyesalan. 2. Hukuman disiplin berdasarkan PP No. 30 Tahun 1980 dalam hal terjadi pelanggaran disiplin PNS. Penyampaian sanksi dapat dilakukan secara tertutup atau terbuka. Penyampaian sanksi moral secara terbuka melalui:
1. Forum pertemuan resmi PNS
2. Upacara bendera 3. Papan pengumuman 4. Media massa 5. Forum lain yang dipandang sesuai untuk itu. Sanksi Pelanggaran Kode Etik Bentuk hukuman disiplin disesuaikan dengan tingkat pelanggaran yang dimulai dari: 1. Pemberian Surat Peringatan I sampai dengan III. 2. Penundaan kenaikan gaji berkala. 3. Penurunan gaji. 4. Penundaan kenaikan pangkat. 5. Penurunan pangkat. 6. Pembebasan dari jabatan. 7. Pemberhentian sementara dari jabatan. 8. Pemberhentian dengan atau tidak dengan hormat sebagai CPNS. 9. Pemberhentian dengan atau tidak dengan hormat sebagai PNS.