Professional Documents
Culture Documents
RINGKASAN FIQIH QURBAN
Al udh-hiyyah
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamin, puji syukur kita haturkan kehadirat Allah SWT
atas nikmat iman dan Islam, sehingga kita masih diberi petunjuk untuk
selalu berjalan di jalan‐Nya yang benar. Shalawat dan salam semoga tetap
tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat,
dan pengikut setianya hingga akhir jaman. Amien.
Ilmu merupakan hak yang sangat penting dalam beribadah, sebab syarat
diterimanya ibadah adalah niat yang ikhlas dan cara yang benar, dan
untuk melakukan cara yang benar dibutuhkanlah ilmu yang benar pula.
Buku kecil ini berisi ringkasan Fiqih Qurban yang diambil dari ringkasan
tulisan ulama yang di‐publish di internet. Buku ini berisi berbagai macam
hukum‐hukum yang berkaitan dengan qurban itu sendiri. Selain itu juga
dilengkapi dengan beberapa Tanya jawab yang berkaitan dengan teknis
kegiatan qurban. Buku ini cukup praktis dan komprehensif dalam
menjawab berbagai permasalahan yang berkaitan dengan prosesi qurban
itu sendiri.
ii
Muhammad Abdul Tuasikal atas artikel mengenai fiqih qurban yang
cukup lengkap dan komprehensif. Semoga Allah SWT memberkahi ilmu
yang sudah ditulis ini hingga dapat memberikan manfaat bagi yang
membaca.
Ngayogyakarto Hadiningrat, 5 Dzulhijah 1429 H
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
FIQH QURBAN 1
MASALAH PENGGABUNGAN NIAT UDH‐HIYYAH (QURBAN)
2
DENGAN AQIQAH
Point Penting dalam Penggabungan Niat 4
Jalan Keluar dari Masalah 4
Kesimpulan 5
HIKMAH DI BALIK MENYEMBELIH QURBAN 6
Raihlah Ikhlas dan Takwa dari Sembelihan Qurban 6
KEUTAMAAN QURBAN 7
HUKUM QURBAN 8
HEWAN YANG BOLEH DIGUNAKAN UNTUK QURBAN 9
Seekor Kambing Untuk Satu Keluarga 10
Ketentuan Untuk Sapi & Onta 11
Arisan Qurban Kambing? 11
Qurban Kerbau? 12
Urunan Qurban Satu Sekolahan 13
Berqurban Atas Nama Orang yang Sudah Meninggal? 15
KETENTUAN UNTUK SAPI & ONTA 15
Umur Hewan Qurban 16
Cacat Hewan Qurban 16
Hewan yang Disukai dan Lebih Utama untuk Diqurbankan 18
Manakah yang Lebih Baik, Ikut Urunan Sapi atau Qurban Satu
18
Kambing?
Apakah Harus Jantan? 19
LARANGAN BAGI YANG HENDAK BERQURBAN 19
WAKTU PENYEMBELIHAN 20
TEMPAT PENYEMBELIHAN 20
PENYEMBELIH QURBAN 21
TATA CARA PENYEMBELIHAN 21
Bolehkah Mengucapkan Shalawat Ketika Menyembelih? 22
PEMANFAATAN HASIL SEMBELIHAN 22
Bolehkah Memberikan Daging Qurban Kepada Orang Kafir? 23
Larangan Memperjual‐Belikan Hasil Sembelihan 24
Larangan Mengupah Jagal Dengan Bagian Hewan Sembelihan 25
Menyembelih Satu Kambing Untuk Makan‐Makan Panitia?
26
Atau Panitia Dapat Jatah Khusus?
Nasehat & Solusi Untuk Masalah Kulit 27
Hukum Transfer Uang Untuk Berqurban Di Tempat Lain 29
KEUTAMAAN TANGGAL 1 SAMPAI 10 DZUL HIJJAH 34
Bagaimana dengan Puasa Hari Tarwiyah (8 Dzul Hijjah) Secara
34
Khusus?
BILA ‘IED JATUH PADA HARI JUMAT 35
Kesimpulan 38
iv
|Ringkasan Fiqih Qurban
FIQIH QURBAN
Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita
Muhammad, keluarga, para sahabat dan orang‐orang yang meniti jalan mereka
hingga akhir zaman.
ﻞ
ِّ ﺼ
َ َﻓ َِﻟ َﺮ ِّﺑﻚ ْﺤﺮ
َ وَا ْﻧ
“Dirikanlah shalat dan berqurbanlah (an nahr).” (QS. Al Kautsar: 2). Di antara
tafsiran ayat ini adalah “berqurbanlah pada hari raya Idul Adha (yaumun
nahr)”. Tafsiran ini diriwayatkan dari ‘Ali bin Abi Tholhah dari Ibnu
‘Abbas, juga menjadi pendapat ‘Atho’, Mujahid dan jumhur (mayoritas)
ulama1.
Penyembelihan qurban ketika hari raya Idul Adha disebut dengan al udh‐
hiyah, sesuai dengan waktu pelaksanaan ibadah tersebut.2 Sehingga
makna al udh‐hiyyah menurut istilah syar’i adalah hewan yang disembelih
dalam rangka mendekatkan diri pada Allah Ta’ala, dilaksanakan pada
hari an nahr (Idul Adha) dengan syarat‐syarat tertentu.3
Dari definisi ini, maka yang tidak termasuk dalam al udh‐hiyyah adalah
hewan yang disembelih bukan dalam rangka taqorrub pada Allah (seperti
untuk dimakan, dijual, atau untuk menjamu tamu). Begitu pula yang
tidak termasuk al udh‐hiyyah adalah hewan yang disembelih di luar hari
tasyriq walaupun dalam rangka taqarrub pada Allah. Begitu pula yang
1
Lihat Zaadul Masiir, Ibnul Jauzi, 6/195, Mawqi’ At Tafaasir.
2
Lihat Shahih Fiqih Sunnah, Abu Malik Kamal bin As Sayid Salim, 2/366, Maktabah At
Taufiqiyyah, cetakan tahun 2003
3
Lihat Mawsu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah, 2/1525, Multaqo Ahlul Hadits.
1
Ringkasan Fiqih Qurban|
tidak termasuk al udh‐hiyyah adalah hewan untuk aqiqah dan al hadyu
yang disembelih di Mekkah.4
Alasan dari pendapat pertama ini karena aqiqah dan qurban memiliki
sebab dan maksud tersendiri yang tidak bisa menggantikan satu dan
lainnya. ‘Aqiqah dilaksanakan dalam rangka mensyukuri nikmat
kelahiran seorang anak, sedangkan qurban mensyukuri nikmat hidup
dan dilaksanakan pada hari An Nahr (Idul Adha).6
4
Ibid
5
Lihat Mawsu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah, 2/1526.
6
Lihat Mawsu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah, 2/1526, Multaqo Ahlul Hadits.
2
|Ringkasan Fiqih Qurban
maka keduanya sama‐sama tidak teranggap. Inilah yang lebih tepat
karena maksud dari qurban dan ‘aqiqah itu berbeda.”7
Ibnu Hajar Al Haitami Al Makkiy dalam Fatawa Kubronya menjelaskan,
“Sebagaimana pendapat ulama madzhab kami sejak beberapa tahun
silam, tidak boleh menggabungkan niat aqiqah dan qurban. Alasannya,
karena yang dimaksudkan dalam qurban dan aqiqah adalah dzatnya
(sehingga tidak bisa digabungkan dengan lainnya, pen). Begitu pula
keduanya memiliki sebab dan maksud masing‐masing. Udh‐hiyah
(qurban) sebagai tebusan untuk diri sendiri, sedangkan aqiqah sebagai
tebusan untuk anak yang diharap dapat tumbuh menjadi anak sholih dan
berbakti, juga aqiqah dilaksanakan untuk mendoakannya.”8
Al Hasan Al Bashri mengatakan, “Jika seorang anak ingin disyukuri
dengan qurban, maka qurban tersebut bisa jadi satu dengan ‘aqiqah.”
Hisyam dan Ibnu Sirin mengatakan, “Tetap dianggap sah jika qurban
digabungkan dengan ‘aqiqah.”9
Al Bahuti –seorang ulama Hambali‐ mengatakan, “Jika waktu aqiqah dan
penyembelihan qurban bertepatan dengan waktu pelaksanaan qurban,
yaitu hari ketujuh kelahiran atau lainnya bertepatan dengan hari Idul
Adha, maka boleh melakukan aqiqah sekaligus dengan niat qurban atau
melakukan qurban sekaligus dengan niat aqiqah. Sebagaimana jika hari
7
Tuhfatul Muhtaj Syarh Al Minhaj, 41/172, Mawqi’ Al Islam.
8
Al Fatawa Al Fiqhiyah Al Kubro, 9/420, Mawqi’ Al Islam
9
Mushonnaf Ibnu Abi Syaibah, 5/116, Maktabah Ar Rusyd, cetakan pertama, tahun 1409 H.
3
Ringkasan Fiqih Qurban|
Point Penting dalam Penggabungan Niat
1. Kesamaan jenis.
2. Ibadah tersebut bukan ibadah yang berdiri sendiri, artinya ia bisa
diwakili oleh ibadah sejenis lainnya.
ﻦ
ِ ﻲ َر ْآ َﻌ َﺘ ْﻴ
َ ﺼﱢﻠ
َ ﺣﺘﱠﻰ ُﻳ
َ ﺲ
ْ ﺠ ِﻠ
ْ ﺠ َﺪ َﻓﻠَﺎ َﻳ
ِﺴْ ﺣ ُﺪ ُآ ْﻢ ا ْﻟ َﻤ
َ ﺧ َﻞ َأ
َ إذَا َد
10
Syarh Muntahal Irodaat, 4/146, Mawqi’ Al Islam.
11
Fatawa wa Rasa-il Syaikh Muhammad bin Ibrahim, 6/136, Asy Syamilah
4
|Ringkasan Fiqih Qurban
“Jika salah seorang dari kalian memasuki masjid, maka janganlah dia duduk
sampai dia mengerjakan shalat sunnah dua raka’at (shalat sunnah tahiyatul
masjid).” (HR. Bukhari no. 1163 dan Muslim no. 714, dari Abu Qotadah.)
Maksud hadits ini yang penting mengerjakan shalat sunnah dua raka’at
ketika memasuki masjid, bisa diwakili dengan shalat sunnah wudhu atau
dengan shalat sunnah rawatib. Shalat tahiyatul masjid bukan
dimaksudkan dzatnya. Asalkan seseorang mengerjakan shalat sunnah
dua raka’at (apa saja shalat sunnah tersebut) ketika memasuki masjid, ia
berarti telah melaksanakan perintah dalam hadits di atas.
Namun untuk kasus aqiqah dan qurban berbeda dengan shalat sunnah
awatib dan shalat sunnah tahiyatul masjid. Qurban dan aqiqah memang
sama‐sama sejenis yaitu sama‐sama daging sembelihan. Namun
keduanya adalah ibadah yang berdiri sendiri dan tidak bisa digabungkan
dengan lainnya. Qurban untuk tebusan diri sendiri, sedangkan aqiqah
adalah tebusan untuk anak. Lihat kembali penjelasan Ibnu Hajar Al
Makki di atas.
Jalan Keluar dari Masalah
5
Ringkasan Fiqih Qurban|
Kesimpulan
1. Dari dua pendapat di atas, kami lebih condong pada pendapat
pertama yang menyatakan bahwa penggabungan niat antara
aqiqah dan qurban tidak diperbolehkan, karena walaupun
ibadahnya itu sejenis namun maksud aqiqah dan qurban adalah
dzatnya sehingga tidak bisa digabungkan dengan yang lainnya.
Pendapat pertama juga lebih hati‐hati dan lebih selamat dari
perselisihan yang ada.
2. Jika memang aqiqah bertepatan dengan qurban pada Idul Adha,
maka sebaiknya dipisah antara aqiqah dan qurban.
3. Jika mampu ketika itu, laksanakanlah kedua‐duanya. Artinya
laksanakan qurban dengan satu kambing atau ikut urunan sapi,
sekaligus laksanakan aqiqah dengan dua kambing (bagi anak
laki‐laki) atau satu kambing (bagi anak perempuan).
4. Jika tidak mampu melaksanakan aqiqah dan qurban sekaligus,
maka yang lebih didahulukan adalah ibadah udh‐hiyah (qurban)
karena waktunya bertepatan dengan hari qurban dan waktunya
cukup sempit. Jika ada kelapangan rizki lagi, barulah ditunaikan
aqiqah.
HIKMAH DI BALIK MENYEMBELIH QURBAN
12
Majmu’ Fatawa wa Rosail Al ‘Utsaimin, 25/287-288, Darul Wathon-Dar Ats Tsaroya,
cetakan terakhir, tahun 1413 H.
6
|Ringkasan Fiqih Qurban
Pertama: Bersyukur kepada Allah atas nikmat hayat (kehidupan) yang
diberikan.
Raihlah Ikhlas dan Takwa dari Sembelihan Qurban
ﺤ ْﺮ
َ ﻚ وَا ْﻧ
َ ﻞ ِﻟ َﺮ ﱢﺑ
ﺼﱢ
َ َﻓ
“Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berqurbanlah.” (QS. Al Kautsar:
2)
ﻦ
َ ب ا ْﻟﻌَﺎَﻟﻤِﻴ
ي َو َﻣﻤَﺎﺗِﻲ ِﻟﱠﻠ ِﻪ َر ﱢ
َ ﺤﻴَﺎ
ْ ﺴﻜِﻲ َو َﻣ
ُ ﺻﻠَﺎﺗِﻲ َو ُﻧ
َ ن
ﻞ ِإ ﱠ
ْ ُﻗ
13
Lihat Mawsu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah, 2/1528
14
Lihat Shahih Fiqih Sunnah, 2/379
7
Ringkasan Fiqih Qurban|
Ketahuilah, yang ingin dicapai dari ibadah qurban adalah keikhlasan dan
ketakwaan, dan bukan hanya daging atau darahnya. Allah Ta’ala
berfirman,
KEUTAMAAN QURBAN
15
Lihat Zaadul Masiir, 2/446.
16
Lihat penjelasan yang sangat menarik dari Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di
dalam Taisir Karimir Rahman fii Tafsiri Kalamil Mannan, Muassasah Ar Risalah, cetakan
pertama, tahun 1420 H.
8
|Ringkasan Fiqih Qurban
Menyembelih qurban termasuk amal salih yang paling utama. Ibunda
‘Aisyah radhiyallahu’anha menceritakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, “Tidaklah anak Adam melakukan suatu amalan pada hari Nahr
(Iedul Adha) yang lebih dicintai oleh Allah melebihi mengalirkan darah (qurban),
maka hendaknya kalian merasa senang karenanya.” (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah
dan Al Hakim dengan sanad sahih, lihat Taudhihul Ahkam, IV/450)
Hadis di atas didhaifkan oleh Syaikh Al Albani (dhaif Ibn Majah, 671).
Namun kegoncangan hadis di atas tidaklah menyebabkan hilangnya
keutamaan berqurban. Banyak ulama menjelaskan bahwa menyembelih
hewan qurban pada hari idul Adlha lebih utama dari pada sedekah yang
senilai atau harga hewan qurban atau bahkan sedekah yang lebih banyak
dari pada nilai hewan qurban. Karena maksud terpenting dalam
berqurban adalah mendekatkan diri kepada Allah. Disamping itu,
menyembelih qurban lebih menampakkan syi’ar islam dan lebih sesuai
dengan sunnah.17
HUKUM QURBAN
Dalam hal ini para ulama terbagi dalam dua pendapat:
Pertama, wajib bagi orang yang berkelapangan. Ulama yang berpendapat
demikian adalah Rabi’ah (guru Imam Malik), Al Auza’i, Abu Hanifah,
Imam Ahmad dalam salah satu pendapatnya, Laits bin Sa’ad serta
sebagian ulama pengikut Imam Malik, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah,
dan Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahumullah. Syaikh Ibn Utsaimin
mengatakan: “Pendapat yang menyatakan wajib itu tampak lebih kuat dari pada
pendapat yang menyatakan tidak wajib. Akan tetapi hal itu hanya diwajibkan
bagi yang mampu…”18 Diantara dalilnya adalah hadits Abu Hurairah yang
menyatakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Barangsiapa yang berkelapangan (harta) namun tidak mau berqurban maka
17
Shahih Fiqh Sunnah 2/379 & Syarhul Mumthi’ 7/521
18
Syarhul Mumti’, III/408
9
Ringkasan Fiqih Qurban|
jangan sekali‐kali mendekati tempat shalat kami.” (HR. Ibnu Majah 3123, Al
Hakim 7672 dan dihasankan oleh Syaikh Al Albani)
Dalil‐dalil di atas merupakan dalil pokok yang digunakan masing‐masing
pendapat. Jika dijabarkan semuanya menunjukkan masing‐masing
pendapat sama kuat. Sebagian ulama memberikan jalan keluar dari
perselisihan dengan menasehatkan: “…selayaknya bagi mereka yang mampu,
tidak meninggalkan berqurban. Karena dengan berqurban akan lebih
menenangkan hati dan melepaskan tanggungan, wallahu a’lam.” (Tafsir
Adwa’ul Bayan, 1120)
Yakinlah…! bagi mereka yang berqurban, Allah akan segera memberikan
ganti biaya qurban yang dia keluarkan. Karena setiap pagi Allah
mengutus dua malaikat, yang satu berdo’a: “Yaa Allah, berikanlah ganti
bagi orang yang berinfaq.” Dan yang kedua berdo’a: “Yaa Allah, berikanlah
kehancuran bagi orang yang menahan hartanya (pelit).” (HR. Al Bukhari 1374
& Muslim 1010).
HEWAN YANG BOLEH DIGUNAKAN UNTUK QURBAN
19
Shahih Fiqih Sunnah, II/367-368, Taudhihul Ahkaam, IV/454
10
|Ringkasan Fiqih Qurban
Hewan qurban hanya boleh dari kalangan Bahiimatul Al An’aam (hewan
ternak tertentu) yaitu onta, sapi atau kambing dan tidak boleh selain itu.
Bahkan sekelompok ulama menukilkan adanya ijma’ (kesepakatan)
bahwasanya qurban tidak sah kecuali dengan hewan‐hewan tersebut20
Dalilnya adalah firman Allah yang artinya, “Dan bagi setiap umat Kami
berikan tuntunan berqurban agar kalian mengingat nama Allah atas rezki yang
dilimpahkan kepada kalian berupa hewan‐hewan ternak (bahiimatul an’aam).”
(QS. Al Hajj: 34) Syaikh Ibnu ‘Utsaimin mengatakan, “Bahkan jika
seandainya ada orang yang berqurban dengan jenis hewan lain yang lebih mahal
dari pada jenis ternak tersebut maka qurbannya tidak sah. Andaikan dia lebih
memilih untuk berqurban seekor kuda seharga 10.000 real sedangkan seekor
kambing harganya hanya 300 real maka qurbannya (dengan kuda) itu tidak
sah…”21
Seekor Kambing Untuk Satu Keluarga
20
Shahih Fiqih Sunnah, II/369 dan Al Wajiz 406
21
Syarhul Mumti’, III/409
11
Ringkasan Fiqih Qurban|
Bahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berqurban untuk seluruh dirinya
dan seluruh umatnya. Suatu ketika beliau hendak menyembelih kambing
qurban. Sebelum menyembelih beliau mengatakan:”Yaa Allah ini – qurban
– dariku dan dari umatku yang tidak berqurban.” (HR. Abu Daud 2810 & Al
Hakim 4/229 dan dishahihkan Syaikh Al Albani dalam Al Irwa’ 4/349).
Berdasarkan hadis ini, Syaikh Ali bin Hasan Al Halaby mengatakan:
“Kaum muslimin yang tidak mampu berqurban, mendapatkan pahala
sebagaimana orang berqurban dari umat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.”
Adapun yang dimaksud: “…kambing hanya boleh untuk satu orang, sapi
untuk tujuh orang, dan onta 10 orang…” adalah biaya pengadaannya. Biaya
pengadaan kambing hanya boleh dari satu orang, biaya pengadaan sapi
hanya boleh dari maksimal tujuh orang dst.
Jawab: Tidak harus, karena dalam transaksi hadiah tidak dipersyaratkan
memberitahukan kepada orang yang diberi sedekah.
Ketentuan Untuk Sapi & Onta
12
|Ringkasan Fiqih Qurban
Dalam masalah pahala, ketentuan qurban sapi sama dengan ketentuan
qurban kambing. Artinya urunan 7 orang untuk qurban seekor sapi,
pahalanya mencakup seluruh anggota keluarga dari 7 orang yang ikut
urunan.
Arisan Qurban Kambing?
22
Sufyan At Tsauri rahimahullah mengatakan: Dulu Abu Hatim pernah berhutang untuk
membeli unta qurban. Beliau ditanya: “Kamu berhutang untuk beli unta qurban?” beliau
jawab: “Saya mendengar Allah berfirman: ﻢ
ْ ﻜ
ُ َ( ﺧَ ْﻴﺮٌ ﻓِﻴﻬَﺎ ﻟkamu memperoleh kebaikan yang
banyak pada unta-unta qurban tersebut) (QS: Al Hajj:36).” (lih. Tafsir Ibn Katsir, surat Al Hajj:
36).
23
Syarhul Mumti’ 7/455
24
Majmu’ Fatawa & Risalah Ibn Utsaimin 18/144
13
Ringkasan Fiqih Qurban|
Qurban Kerbau?
Syaikh Ibn Al Utasimin pernah ditanya tentang hukum qurban dengan
kerbau.
Pertanyaan:
“Kerbau dan sapi memiliki perbedaan dalam banyak sifat sebagaimana kambing
dengan domba. Namun Allah telah merinci penyebutan kambing dengan domba
tetapi tidak merinci penyebutan kerbau dengan sapi, sebagaimana disebutkan
dalam surat Al An’am 143. Apakah boleh berqurban dengan kerbau?”
Beliau menjawab:
“Jika hakekat kerbau termasuk sapi maka kerbau sebagaimana sapi namun jika
tidak maka (jenis hewan) yang Allah sebut dalam alqur’an adalah jenis hewan
25
Hasyiyah Al Bajirami
26
Al ‘Inayah Syarh Hidayah 14/192 dan Fathul Qodir 22/106
14
|Ringkasan Fiqih Qurban
yang dikenal orang arab, sedangkan kerbau tidak termasuk hewan yang dikenal
orang arab.” (Liqa’ Babil Maftuh 200/27)
Jika pernyataan Syaikh Ibn Utsaimin kita bawa pada penjelasan ulama di
atas maka bisa disimpulkan bahwa qurban kerbau hukumnya sah, karena
kerbau sejenis dengan sapi. Wallahu a’lam.
Urunan Qurban Satu Sekolahan
Perlu dipahami bahwa qurban adalah salah satu ibadah dalam islam yang
memiliki aturan tertentu sebagaimana yang digariskan oleh syari’at.
Keluar dari aturan ini maka tidak bisa dinilai sebagai ibadah qurban alias
qurbannya tidak sah. Di antara aturan tersebut adalah masalah
pembiayaan. Sebagaimana dipahami di muka, biaya pengadaan untuk
seekor kambing hanya boleh diambilkan dari satu orang. Oleh karena itu
kasus tradisi ‘qurban’ seperti di atas tidak dapat dinilai sebagai qurban.
Pertanyaan:
Tentang urunan biaya hewan qurban, ane pernah dengar kalau itu sah‐
sah saja berapa pun orangnya (umpamanya satu sekolah). sebab hadits
ketentuan batasan jumlah orang yang urunan adalah tentang qurban
wajib bagi orang yang melaksanakan ibadah haji (dan haji hanya wajib
untuk yang mampu). tentang qurban yang disembelih oleh orang yang
sedang tidak berhaji tidak terdapat penjelasan yang tegas yang melarang,
maka tidak boleh membatasi/mempersempit apa yang tidak dibatasi oleh
Allah dan Rasul. bahkan Rasulullah pernah menyembelih hewan qurban
beliau sambil berkata: ..Yaa Allah, terimalah dari Muhammad, dari
keluarga Muhammad dan dari Umat Muhammad (Hadits telah
disebutkan dalam makalah). ini menunjukkan bahwa satu hewan qurban
15
Ringkasan Fiqih Qurban|
boleh buat ramai‐ramai (tanpa keterangan apakan diperoleh dari kantong
pribadi atau juga ramai‐ramai)
Jawaban:
Mungkin beberapa pertanyaan kami ajukan terlebih dahulu:
1. Dari pernyataan antum: sebab hadits ketentuan batasan jumlah orang
yang urunan adalah tentang qurban wajib bagi orang yang
melaksanakan ibadah haji (dan haji hanya wajib untuk yang mampu).
16
|Ringkasan Fiqih Qurban
2. Dari pernyataan antum : ..Yaa Allah, terimalah dari Muhammad, dari
keluarga Muhammad dan dari Umat Muhammad (Hadits telah
disebutkan dalam makalah). ini menunjukkan bahwa satu hewan
qurban boleh buat ramai‐ramai (tanpa keterangan apakan diperoleh
dari kantong pribadi atau juga ramai‐ramai)
Akhi siapakah yang biayai qurban yang dilakukan oleh Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam dalam hadits di atas? Apakah seluruh umatnya ataukah
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri yang mengeluarkan dana
qurban?
Lihat kembali pernyataan penulis di atas :
Adapun yang dimaksud: “…kambing hanya boleh untuk satu orang, sapi
untuk tujuh orang, dan onta 10 orang…” adalah biaya pengadaannya.
Wallahu a’lam bish showab.
Berqurban Atas Nama Orang yang Sudah Meninggal?
Berqurban untuk orang yang telah meninggal dunia dapat dirinci menjadi
tiga bentuk:
27
Fatwa Majlis Ulama Saudi no. 1474 & 1765
17
Ringkasan Fiqih Qurban|
KETENTUAN UNTUK SAPI & ONTA
Umur Hewan Qurban
Musinnah adalah hewan ternak yang sudah dewasa, dengan rincian28:
28
Shahih Fiqih Sunnah, II/371-372, Syarhul Mumti’, III/410, Taudhihul Ahkaam, IV/461
18
|Ringkasan Fiqih Qurban
Cacat Hewan Qurban
Cacat hewan qurban dibagi menjadi 3:
Cacat yang menyebabkan tidak sah untuk berqurban, ada empat29:
29
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang cacat hewan apa yang harus dihindari
ketika berqurban. Beliau menjawab: “Ada empat cacat… dan beliau berisyarat dengan
tangannya.” (HR. Ahmad 4/300 & Abu Daud 2802, dinyatakan Hasan-Shahih oleh
Turmudzi). Sebagian ulama menjelaskan bahwa isyarat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
dengan tangannya ketika menyebutkan empat cacat tersebut menunjukkan bahwa Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam membatasi jenis cacat yang terlarang. Sehingga yang bukan
termasuk empat jenis cacat sebagaimana dalam hadis boleh digunakan sebagai qurban.
(Syarhul Mumthi’ 7/464)
19
Ringkasan Fiqih Qurban|
3. Pincang dan tampak jelas pincangnya: Artinya pincang dan tidak
bisa berjalan normal. Akan tetapi jika baru kelihatan pincang
namun bisa berjalan dengan baik maka boleh dijadikan hewan
qurban.
4. Sangat tua sampai‐sampai tidak punya sumsum tulang.
Dan jika ada hewan yang cacatnya lebih parah dari 4 jenis cacat di atas
maka lebih tidak boleh untuk digunakan berqurban30.
Cacat yang menyebabkan makruh untuk berqurban, ada dua31 :
1. Sebagian atau keseluruhan telinganya terpotong
2. Tanduknya pecah atau patah
Selain 6 jenis cacat di atas atau cacat yang tidak lebih parah dari itu maka
tidak berpengaruh pada status hewan qurban. Misalnya tidak bergigi
(ompong), tidak berekor, bunting, atau tidak berhidung32. Wallahu a’lam
Hewan yang Disukai dan Lebih Utama untuk Diqurbankan
30
Shahih Fiqih Sunnah, II/373 & Syarhul Mumti’ 3/294
31
Terdapat hadis yang menyatakan larangan berqurban dengan hewan yang memilki dua
cacat, telinga terpotong atau tanduk pecah. Namun hadisnya dlo’if, sehingga sebagian
ulama menggolongkan cacat jenis kedua ini hanya menyebabkan makruh dipakai untuk
qurban. (Syarhul Mumthi’ 7/470)
32
Shahih Fiqih Sunnah, II/373
20
|Ringkasan Fiqih Qurban
disunnahkan untuk memilih hewan qurban yang besar dan gemuk. Abu
Umamah bin Sahl mengatakan, “Dahulu kami di Madinah biasa memilih
hewan yang gemuk dalam berqurban. Dan memang kebiasaan kaum muslimin
ketika itu adalah berqurban dengan hewan yang gemuk‐gemuk.” (HR. Bukhari
secara mu’allaq namun secara tegas dan dimaushulkan oleh Abu Nu’aim
dalam Al Mustakhraj, sanadnya hasan)
Diantara ketiga jenis hewan qurban maka menurut mayoritas ulama yang
paling utama adalah berqurban dengan onta, kemudian sapi kemudian
kambing, jika biaya pengadaan masing‐masing ditanggung satu orang
(bukan urunan). Dalilnya adalah jawaban Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
ketika ditanya oleh Abu Dzar radhiallahu ‘anhu tentang budak yang lebih
utama. Beliau bersabda, “Yaitu budak yang lebih mahal dan lebih bernilai
dalam pandangan pemiliknya” (HR. Bukhari dan Muslim)33.
Manakah yang Lebih Baik, Ikut Urunan Sapi atau Qurban Satu
Kambing?
Sebagian ulama menjelaskan qurban satu kambing lebih baik dari pada
ikut urunan sapi atau onta, karena tujuh kambing manfaatnya lebih
banyak dari pada seekor sapi34. Disamping itu, terdapat alasan lain
diantaranya:
• Qurban yang sering dilakukan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah
utuh satu ekor, baik kambing, sapi, maupun onta, bukan 1/7 sapi atau
1/10 onta.
• Kegiatan menyembelihnya lebih banyak. Lebih‐lebih jika hadis yang
menyebutkan keutamaan qurban di atas statusnya shahih. Hal ini
juga sesuai dengan apa yang dinyatakan oleh penulis kitab Al
Muhadzab Al Fairuz Abadzi As Syafi’i35.
33
Ibid
34
Shahih Fiqh Sunnah, 2/375, Fatwa Lajnah Daimah no. 1149 & Syarhul Mumthi’ 7/458
35
Al Muhadzab 1/74
21
Ringkasan Fiqih Qurban|
Apakah Harus Jantan?
Tidak ada ketentuan jenis kelamin hewan qurban. Boleh jantan maupun
betina. Dari Umu Kurzin radliallahu ‘anha, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda: “Aqiqah untuk anal laki‐laki dua kambing dan anak
perempuan satu kambing. Tidak jadi masalah jantan maupun betina.” (HR.
Ahmad 27900 & An Nasa’i 4218 dan dishahihkan Syaikh Al Albani).
Berdasarkan hadis ini, Al Fairuz Abadzi As Syafi’i mengatakan: “Jika
dibolehkan menggunakan hewan betina ketika aqiqah berdasarkan hadis ini,
menunjukkan bahwa hal ini juga boleh untuk berqurban.” (Al Muhadzab 1/74)
Namun umumnya hewan jantan itu lebih baik dan lebih mahal
dibandingkan hewan betina. Oleh karena itu, tidak harus hewan jantan
namun diutamakan jantan.
LARANGAN BAGI YANG HENDAK BERQURBAN
Orang yang hendak berqurban dilarang memotong kuku dan memotong
rambutnya (yaitu orang yang hendak qurban bukan hewan qurbannya).
Dari Ummu Salamah dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau
bersabda, “Apabila engkau telah memasuki sepuluh hari pertama (bulan
Dzulhijjah) sedangkan diantara kalian ingin berqurban maka janganlah dia
menyentuh sedikitpun bagian dari rambut dan kulitnya.” (HR. Muslim).
Larangan tersebut berlaku untuk cara apapun dan untuk bagian
manapun, mencakup larangan mencukur gundul atau sebagian saja, atau
36
Fatwa Lajnah 11/453
22
|Ringkasan Fiqih Qurban
sekedar mencabutinya. Baik rambut itu tumbuh di kepala, kumis, sekitar
kemaluan maupun di ketiak37.
WAKTU PENYEMBELIHAN
Waktu penyembelihan qurban adalah pada hari Iedul Adha dan 3 hari
sesudahnya (hari tasyriq). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Setiap hari taysriq adalah (hari) untuk menyembelih (qurban).” (HR. Ahmad
dan Baihaqi) Tidak ada perbedaan waktu siang ataupun malam. Baik
siang maupun malam sama‐sama dibolehkan. Namun menurut Syaikh Al
Utsaimin, melakukan penyembelihan di waktu siang itu lebih baik. (Tata
Cara Qurban Tuntunan Nabi, hal. 33). Para ulama sepakat bahwa
penyembelihan qurban tidak boleh dilakukan sebelum terbitnya fajar di
hari Iedul Adha. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa
yang menyembelih sebelum shalat Ied maka sesungguhnya dia menyembelih
untuk dirinya sendiri (bukan qurban). Dan barangsiapa yang menyembelih
sesudah shalat itu maka qurbannya sempurna dan dia telah menepati sunnahnya
kaum muslimin.” (HR. Bukhari dan Muslim)38
37
Shahih Fiqih Sunnah, II/376
38
Ahkaamul Idain, 32
23
Ringkasan Fiqih Qurban|
TEMPAT PENYEMBELIHAN
PENYEMBELIH QURBAN
TATA CARA PENYEMBELIHAN
39
Shahih Fiqih Sunnah, II/378
40
Ahkaamul Idain, 32
24
|Ringkasan Fiqih Qurban
3. Hendaknya memakai alat yang tajam untuk menyembelih.
4. Hewan yang disembelih dibaringkan di atas lambung kirinya dan
dihadapkan ke kiblat. Kemudian pisau ditekan kuat‐kuat supaya
cepat putus.
5. Ketika akan menyembelih disyari’akan membaca “Bismillaahi
wallaahu akbar” ketika menyembelih. Untuk bacaan bismillah
(tidak perlu ditambahi Ar Rahman dan Ar Rahiim) hukumnya
wajib menurut Imam Abu Hanifah, Malik dan Ahmad,
sedangkan menurut Imam Syafi’i hukumnya sunnah. Adapun
bacaan takbir – Allahu akbar – para ulama sepakat kalau hukum
membaca takbir ketika menyembelih ini adalah sunnah dan
bukan wajib. Kemudian diikuti bacaan:
o hadza minka wa laka.” (HR. Abu Dawud 2795) Atau
o hadza minka wa laka ‘anni atau ‘an fulan (disebutkan nama
shahibul qurban).” atau
o Berdoa agar Allah menerima qurbannya dengan doa,
“Allahumma taqabbal minni atau min fulan (disebutkan
nama shahibul qurban)”41
Bolehkah Mengucapkan Shalawat Ketika Menyembelih?
Tidak boleh mengucapkan shalawat ketika hendak menyembelih, karena
2 alasan:
41
Tata Cara Qurban Tuntunan Nabi, hal. 92)Catatan: Tidak terdapat do’a khusus yang
panjang bagi shohibul qurban ketika hendak menyembelih. Wallahu a’lam.
25
Ringkasan Fiqih Qurban|
PEMANFAATAN HASIL SEMBELIHAN
Dari Salamah bin Al Akwa’ dia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, “Barangsiapa diantara kalian yang berqurban maka jangan
sampai dia menjumpai subuh hari ketiga sesudah Ied sedangkan dagingnya masih
tersisa walaupun sedikit.” Ketika datang tahun berikutnya maka para
sahabat mengatakan, “Wahai Rasulullah, apakah kami harus melakukan
sebagaimana tahun lalu ?” Maka beliau menjawab, “(Adapun sekarang)
Makanlah sebagian, sebagian lagi berikan kepada orang lain dan sebagian lagi
simpanlah. Pada tahun lalu masyarakat sedang mengalami kesulitan (makanan)
sehingga aku berkeinginan supaya kalian membantu mereka dalam hal itu.” (HR.
Bukhari dan Muslim). Menurut mayoritas ulama perintah yang terdapat
dalam hadits ini menunjukkan hukum sunnah, bukan wajib.43 Oleh sebab
itu, boleh mensedekahkan semua hasil sembelihan qurban. Sebagaimana
diperbolehkan untuk tidak menghadiahkannya (kepada orang kaya, ed.)
42
Syarhul Mumti’ 7/492
43
Shahih Fiqih Sunnah, II/378
26
|Ringkasan Fiqih Qurban
sama sekali kepada orang lain (Minhaajul Muslim, 266). (artinya hanya
untuk shohibul qurban dan sedekah pada orang miskin, ed.)
Bolehkah Memberikan Daging Qurban Kepada Orang Kafir?
Ulama madzhab Malikiyah berpendapat makruhnya memberikan daging
qurban kepada orang kafir, sebagaimana kata Imam Malik: “(diberikan)
kepada selain mereka (orang kafir) lebih aku sukai.” Sedangkan syafi’iyah
berpendapat haramnya memberikan daging qurban kepada orang kafir
untuk qurban yang wajib (misalnya qurban nadzar, pen.) dan makruh
untuk qurban yang sunnah44. Al Baijuri As Syafi’I mengatakan: “Dalam Al
Majmu’ (Syarhul Muhadzab) disebutkan, boleh memberikan sebagian qurban
sunnah kepada kafir dzimmi yang faqir. Tapi ketentuan ini tidak berlaku untuk
qurban yang wajib.” (Hasyiyah Al Baijuri 2/310)
Jawaban Lajnah:
“Kita dibolehkan memberi daging qurban kepada orang kafir Mu’ahid45 baik
karena statusnya sebagai orang miskin, kerabat, tetangga, atau karena dalam
rangka menarik simpati mereka… namun tidak dibolehkan memberikan daging
qurban kepada orang kafir Harby, karena kewajiban kita kepada kafir harby
adalah merendahkan mereka dan melemahkan kekuatan mereka. Hukum ini juga
berlaku untuk pemberian sedekah. Hal ini berdasarkan keumuman firman Allah:
“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang‐
orang yang tidak memerangimu karena agama dan tidak mengusir kamu dari
44
Fatwa Syabakah Islamiyah no. 29843
45
Kafir Mu’ahid: Orang kafir yang mengikat perjanjian damai dengan kaum muslimin.
Termasuk orang kafir mu’ahid adalah orang kafir yang masuk ke negeri islam dengan izin
resmi dari pemerintah. Kafir Harby: Orang kafir yang memerangi kaum muslimin. Kafir
Dzimmi: Orang kafir yang hidup di bawah kekuasaan kaum muslimin.
27
Ringkasan Fiqih Qurban|
negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang‐orang yang berlaku adil.” (QS.
Al Mumtahanah 8)
Demikian pula Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memerintahkan Asma’
binti Abu Bakr radhiallahu ‘anhu untuk menemui ibunya dengan membawa
harta padahal ibunya masih musyrik.” (Fatwa Lajnah Daimah no. 1997).
Larangan Memperjual‐Belikan Hasil Sembelihan
Tidak diperbolehkan memperjual‐belikan bagian hewan sembelihan, baik
daging, kulit, kepala, teklek, bulu, tulang maupun bagian yang lainnya.
Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu mengatakan, “Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam memerintahkan aku untuk mengurusi penyembelihan onta
qurbannya. Beliau juga memerintahkan saya untuk membagikan semua kulit
tubuh serta kulit punggungnya. Dan saya tidak diperbolehkan memberikan
bagian apapun darinya kepada tukang jagal.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Bahkan terdapat ancaman keras dalam masalah ini, sebagaimana hadis
berikut:
نم عاب دلج ﻩتيحضأ الف ةيحضأ ﻩل
Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda: “Barang siapa yang menjual kulit hewan qurbannya maka ibadah
qurbannya tidak ada nilainya.” (HR. Al Hakim 2/390 & Al Baihaqi.
Syaikh Al Albani mengatakan: Hasan)
28
|Ringkasan Fiqih Qurban
mereka. Namun mengingat dalil yang sangat tegas dan jelas maka
pendapat siapapun harus disingkirkan.
Catatan:
Larangan Mengupah Jagal Dengan Bagian Hewan Sembelihan
Dari Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu bahwa “Beliau pernah diperintahkan
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk mengurusi penyembelihan ontanya dan
agar membagikan seluruh bagian dari sembelihan onta tersebut, baik yang berupa
daging, kulit tubuh maupun pelana. Dan dia tidak boleh memberikannya kepada
jagal barang sedikitpun.” (HR. Bukhari dan Muslim) dan dalam lafaz
29
Ringkasan Fiqih Qurban|
lainnya beliau berkata, “Kami mengupahnya dari uang kami pribadi.” (HR.
Muslim). Danini merupakan pendapat mayoritas ulama46
Syaikh Abdullah Al Bassaam mengatakan, “Tukang jagal tidak boleh diberi
daging atau kulitnya sebagai bentuk upah atas pekerjaannya. Hal ini berdasarkan
kesepakatan para ulama. Yang diperbolehkan adalah memberikannya sebagai
bentuk hadiah jika dia termasuk orang kaya atau sebagai sedekah jika ternyata dia
adalah miskin…..” (Taudhihul Ahkaam, IV/464). Pernyataan beliau semakna
dengan pernyataan Ibn Qosim yang mengatakan: “Haram menjadikan
bagian hewan qurban sebagai upah bagi jagal.” Perkataan beliau ini
dikomentari oleh Al Baijuri: “Karena hal itu (mengupah jagal) semakna
dengan jual beli. Namun jika jagal diberi bagian dari qurban dengan status
sedekah bukan upah maka tidak haram.” (Hasyiyah Al Baijuri As Syafi’i 2/311).
46
Shahih Fiqih Sunnah, II/379
47
Sebagian orang menyamakan status panitia qurban sebagaimana status amil dalam
zakat. Bahkan mereka meyebut panitia qurban dengan ‘amil qurban’. Akibatnya mereka
beranggapan panitia memiliki jatah khusus dari hewan qurban sebagaimana amil zakat
memiliki jatah khusus dari harta zakat. Yang benar, amil zakat tidaklah sama dengan panitia
pengurus qurban. Karena untuk bisa disebut amil, harus memenuhi beberapa persyaratan.
Sementara pengurus qurban hanya sebatas wakil dari shohibul qurban, sebagaimana status
sahabat Ali radhiallahu ‘anhu dalam mengurusi qurban Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Dan tidak ada riwayat Ali radhiallahu ‘anhu mendapat jatah khusus dari qurbannya Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam.
30
|Ringkasan Fiqih Qurban
hanya sebagai wakil maka panitia qurban tidak diperkenankan
mengambil bagian dari hewan qurban sebagai ganti dari jasa dalam
mengurusi hewan qurban. Untuk lebih memudahkan bisa diperhatikan
ilustrasi kasus berikut:
Adi ingin mengirim uang Rp 1 juta kepada Budi. Karena tidak bisa
ketemu langsung maka Adi mengutus Rudi untuk mengantarkan uang
tersebut kepada Budi. Karena harus ada biaya transport dan biaya
lainnya maka Adi memberikan sejumlah uang kepada Rudi. Bolehkah
uang ini diambilkan dari uang Rp 1 juta yang akan dikirimkan kepada
Budi?? Semua orang akan menjawab: “TIDAK BOLEH KARENA
BERARTI MENGURANGI UANGNYA BUDI.”
Status Rudi pada kasus di atas hanyalah sebagai wakil Adi. Demikian
pula qurban. Status panitia hanya sebagai wakil pemilik hewan, sehingga
dia tidak boleh mengambil bagian qurban sebagai ganti dari jasanya. Oleh
karena itu, jika menyembelih satu kambing untuk makan‐makan panitia,
atau panitia dapat jatah khusus sebagai ganti jasa dari kerja yang
dilakukan panitia maka ini tidak diperbolehkan.
Nasehat & Solusi Untuk Masalah Kulit
31
Ringkasan Fiqih Qurban|
untuk ditaati secara mutlak hanya satu yaitu Nabi kita Muhammad
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka semua pendapat yang bertentangan
dengan hadis beliau harus dibuang jauh‐jauh.
Tidak perlu bingung dan merasa repot. Bukankah Ali bin Abi Thalib
radhiallahu ‘anhu pernah mengurusi qurbannya Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam yang jumlahnya 100 ekor onta?! Tapi tidak ada dalam catatan
sejarah Ali bin Abi thalib radhiallahu ‘anhu bingung ngurusi kulit dan
kepala. Demikianlah kemudahan yang Allah berikan bagi orang yang
100% mengikuti aturan syari’at. Namun bagi mereka (baca: panitia) yang
masih merasa bingung ngurusi kulit, bisa dilakukan beberapa solusi
berikut:
• Kumpulkan semua kulit, kepala, dan kaki hewan qurban. Tunjuk
sejumlah orang miskin sebagai sasaran penerima kulit. Tidak
perlu diantar ke rumahnya, tapi cukup hubungi mereka dan
sampaikan bahwa panitia siap menjualkan kulit yang sudah
menjadi hak mereka. Dengan demikian, status panitia dalam hal
ini adalah sebagai wakil bagi pemilik kulit untuk menjualkan
kulit, bukan wakil dari shohibul qurban dalam menjual kulit.
• Serahkan semua atau sebagian kulit kepada yayasan islam sosial
(misalnya panti asuhan atau pondok pesantren). (Terdapat Fatwa
Lajnah yang membolehkan menyerahkan bagian hewan qurban
kepada yayasan).
32
|Ringkasan Fiqih Qurban
mengirim hewan qurban atau uang untuk membeli hewan qurban ke
tempat lain – di luar tempat tinggal shohibul qurban – selama tidak ada
maslahat yang menuntut hal itu, seperti penduduk tempat shohibul
qurban yang sudah kaya sementara penduduk tempat lain sangat
membutuhkan. Sebagian ulama membolehkan secara mutlak (meskipun
tidak ada tuntutan maslahat). Sebagai jalan keluar dari perbedaan
pendapat, sebagian ulama menasehatkan agar tidak mengirim hewan
qurban ke selain tempat tinggalnya. Artinya tetap disembelih di daerah
shohibul qurban dan yang dikirim keluar adalah dagingnya48.
a. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat radiallahu ‘anhum
tidak pernah mengajarkannya
b. Hilangnya sunnah anjuran untuk disembelih sendiri oleh shohibul
qurban
c. Hilangnya sunnah anjuran untuk makan bagian dari hewan qurban.
Hukum Transfer Uang Untuk Berqurban Di Tempat Lain
Praktek sebagian kaum muslimin saat ini, apalagi yang berada di luar
negeri seringkali mentransfer uang dan bermaksud menyembelih hewan
qurban di negeri kita (bukan negeri orang yang ingin berqurban).
Manakah yang lebih utama menyembelih di negerinya sendiri atau
mentransfer uang ke negeri lain dan disembelih di sana? Mudah‐
mudahan kita mendapat pencerahan dengan penjelasan Syaikh
Muhammad bin Sholih Al Utsaimin berikut.
Beliau rahimahullah ditanya :
48
Fatwa Syabakah Islamiyah no. 2997, 29048, dan 29843 & Shahih Fiqih Sunnah, II/380
33
Ringkasan Fiqih Qurban|
Manakah yang lebih afdhol di zaman sekarang ini, kita memindahkan qurban ke
daerah miskin, atau lebih afdhol kita menyembelih di daerah kita masing‐masing?
Jawab :
Pertanyaan ini sangatlah penting. Sebagian orang mentransfer uang yang
setara dengan biaya hewan qurban yang diserahkan ke negeri miskin
untuk menyembelih qurban di negeri tersebut. Bahkan orang ini juga
melakukan propaganda di berbagai surat kabar atau selainnya untuk
memotivasi manusia untuk berqurban di negeri lain. Ini sesungguhnya
muncul karena tidak memahami tujuan syari’at, juga karena kurang
memahami ilmu syar’i.
(Perlu diketahui) bahwa maksud dari berqurban itu ada beberapa:
ﺤ ْﺮ
َ ﻚ وَا ْﻧ
َ ﻞ ِﻟ َﺮ ﱢﺑ
ﺼﱢ
َ َﻓ
“Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah.” (QS. Al Kautsar
[108] : 2)
ﻦ
َ ب ا ْﻟﻌَﺎَﻟﻤِﻴ
ي َو َﻣﻤَﺎﺗِﻲ ِﻟﱠﻠ ِﻪ َر ﱢ
َ ﺤﻴَﺎ
ْ ﺴﻜِﻲ َو َﻣ
ُ ﺻﻠَﺎﺗِﻲ َو ُﻧ
َ ن
ﻞ ِإ ﱠ
ْ ُﻗ
“Katakanlah: sesungguhnya shalatku, nusuk‐ku49, hidupku dan matiku hanyalah
untuk Allah, Rabb semesta alam.” (QS. Al An’am [6] : 162). Ini jika yang
memilih nusuk bermakna sembelihan.
49
Makna nusuk di sini ada empat pendapat. Ada yang mengatakan bermakna sembelihan.
Inilah pendapat Ibnu Abbas, Sa’id bin Jubair, Mujahid, Ibnu Qutaibah. Ada yang mengatakan
pula bermakna ibadah. Az Zujaj mengatakan, “Nusuk adalah setiap amalan yang
mendekatkan diri pada Allah. Namun umumnya nusuk digunakan untuk sembelihan.” Ada
pula yang mengatakan bermakna ad din (agama), sebagaimana yang dikatakan oleh Al
Hasan. Yang terakhir mengatakan bahwa nusuk adalah ad din (agama), haji dan
34
|Ringkasan Fiqih Qurban
Penyembelihan itu sendiri adalah ibadah. Bagaimana mungkin engkau
dapat mengerjakan ibadah (dengan benar) jika engkau mengirimkan
beberapa dirham ke negeri lain yang sama dengan harga hewan
sembelihan, kemudian hewan ini disembelih atas namamu?
Sungguh Allah Ta’ala berfirman pula,
ﺳ َﻢ اﻟﱠﻠ ِﻪ
ْ ﺴﻜًﺎ ِﻟ َﻴ ْﺬ ُآﺮُوا ا
َ ﺟ َﻌ ْﻠﻨَﺎ َﻣ ْﻨ
َ ﻞ ُأ ﱠﻣ ٍﺔ
َوِﻟ ُﻜ ﱢ
“Dan bagi tiap‐tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya
mereka menyebut nama Allah.” (QS. Al Hajj [22] : 34)
Maksud ketiga, kalau qurban tersebut dilakukan di luar daerah, luputlah
sunnah memakan daging qurban. Padahal Allah Ta’ala berfirman,
ﺲ ا ْﻟ َﻔﻘِﻴ َﺮ
َ ﻃ ِﻌﻤُﻮا ا ْﻟﺒَﺎ ِﺋ
ْ َﻓ ُﻜﻠُﻮا ِﻣ ْﻨﻬَﺎ َوَأ
sembelihan. Inilah yang diriwayatkan oleh Abu Sholeh dari Ibnu Abbas. (Lihat Zadul Masiir,
tafsir Surat Al An’am ayat 162)
35
Ringkasan Fiqih Qurban|
“Maka makanlah sebahagian daripadanya dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk
dimakan orang‐orang yang sengsara dan fakir.”(QS. Al Hajj [22] : 28)
Maksud kelima, jika qurban ini dilakukan di luar daerah maka syiar ini
lama kelamaan akan mati. Anak cucu kita mungkin tidak mengenal syiar
yang mulia ini lagi. Jika syiar al udhiyah itu dilakukan di tempat kita
(bukan di luar daerah), tentu seluruh anggota keluarga akan merasakan
ibadah yang mulia ini, mereka akan merasakan melakukan ketaatan pada
Allah. Apabila kita mentransfer beberapa dirham ke negeri lain untuk
qurban di sana, apakah tujuan seperti ini bisa kita peroleh? Tentu syiar
yang mulia ini akan luput (hilang).
50
Lihat penjelasan Syaikh rahimahullah selanjutnya. Yang dimaksud al udhiyah adalah
qurban yang dilakukan di luar Mekkah. Sedangkan al hadyu adalah qurban yang dilakukan
di Mekkah
36
|Ringkasan Fiqih Qurban
Kami katakan bahwa di antara kesalahan yang begitu jelas adalah engkau
mentransfer sejumlah uang untuk berqurban di negeri lain. Karena
sebagian maslahat yang kami sebutkan ini bisa luput disebabkan engkau
berqurban dengan mentransfer uang ke luar daerah.
Namun, Allah Ta’ala berfirman,
Jika memang engkau ingin bersedekah dengan beribadah qurban, engkau
ingin saudaramu yang muslim di tempat lain juga mendapatkan manfaat
dari qurbanmu, maka sembelihlah qurban tersebut di negerimu. Lalu
kalau mau memberi manfaat pada mereka, kirimlah beberapa dirham,
makanan, pakaian ke tempat lain (bukan mentansfer untuk qurban, pen).
Adakah yang menghalangimu melakukan semacam ini?
Oleh karena itu, aku mengharapkan di antara kalian –semoga Allah
senantiasa memberkahi kalian‐ untuk menjelaskan kesalahan ini pada
kaum muslimin lainnya. Janganlah mereka mengganti qurban ini dengan
mentransfer uang ke negeri lainnya. Akan tetapi hendaklah mereka tetap
menyembelih di negeri mereka masing‐masing.
Satu Kerancuan
37
Ringkasan Fiqih Qurban|
Abi Tholib atau beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengirim qurbannya
dari Madinah ke Makkah.
Sanggahan
38
|Ringkasan Fiqih Qurban
KEUTAMAAN TANGGAL 1 SAMPAI 10 DZUL HIJJAH
Dari Ibn Abbas radhiallahu ‘anhu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ام نم أﻳّﺎم لمعلا اﻟﺼّﺎﻟﺢ اﻩيف ّأﺣﺐ ىلإ اﻟﻠّﻪ نم ﻩذﻩ اﻷﻳّﺎم – ينعي أﻳّﺎم رشعلا –
اولاق : اي لوسر اﻟﻠّﻪ الو داﻩجلا يف ليبس اﻟﻠّﻪ ؟ لاق : الو داﻩجلا يف
ليبس اﻟﻠّﻪ ، ّإﻻ لجر جرخ ﻩسفنب ﻩلامو ، ملف عجري نم كلذ ءيشب.
“Tidak ada satu amal sholeh yang lebih dicintai oleh Allah melebihi amal sholeh
yang dilakukan selama 10 hari pertama bulan Dzul Hijjah.” Para sahabat
bertanya: “Tidak pula jihad?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab:
“Tidak pula jihad, kecuali orang yang berangkat jihad dengan jiwa dan hartanya
namun tidak ada yang kembali satupun.” (HR. Abu Daud & dishahihkan
Syaikh Al Albani)
Diceritakan oleh Al Mundziri dalam At Targhib (2/150) bahwa Sa’id bin
Jubair (Murid terbaik Ibn Abbas) ketika memasuki tanggal satu Dzul
Hijjah, beliau sangat bersungguh‐sungguh dalam beribadah sampai
hampir tidak bisa mampu melakukannya.
Terdapat hadis yang menyatakan: “Orang yang berpuasa pada hari tarwiyah
maka baginya pahala puasa satu tahun.” Namun hadis ini hadits palsu
sebagaimana ditegaskan oleh Ibnul Zauzy (Al Maudhu’at 2/198), As
Suyuthi (Al Masnu’ 2/107), As Syaukani (Al Fawaidul Majmu’ah).
39
Ringkasan Fiqih Qurban|
Oleh karena itu, tidak perlu berniat khusus untuk berpuasa pada tanggal
8 Dzul Hijjah karena hadisnya dhaif. Namun jika berpuasa karena
mengamalkan keumuman hadis shahih di atas maka diperbolehkan.
(disarikan dari Fatwa Yas‐aluunaka, Syaikh Hissamuddin ‘Affaanah).
Wallaahu a’lam.
BILA ‘IED JATUH PADA HARI JUMAT
Banyak yang menanyakan bagaimana jika Hari Raya atau Idul Adha
jatuh pada hari Jum’at, apakah shalat Jum’atnya gugur karena telah
melaksanakan shalat ‘ied?
Mudah‐mudahan penjelasan berikut dapat menjawab hal ini.51
Apabila hari raya Idul Fithri atau Idul Adha bertepatan dengan hari
Jum’at, apakah shalat Jum’at menjadi gugur karena telah melaksanakan
shalat ‘ied? Untuk masalah ini para ulama memiliki dua pendapat.
Pertama: Keumuman firman Allah Ta’ala,
51
Pembahasan kali ini kami olah dari Shahih Fiqih Sunnah, Syaikh Abu Malik, 1/594-596, Al
Maktabah At Taufiqiyah
40
|Ringkasan Fiqih Qurban
“Hai orang‐orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan sembahyang
pada hari Jumat, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan
tinggalkanlah jual beli.” (QS. Al Jumu’ah: 9)
Kedua: Dalil yang menunjukkan wajibnya shalat Jum’at. Di antara sabda
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
ﻦ
ْ َﻣ َ َﺗ َﺮك َﻼث
َ َﺛ ٍﺟ َﻤﻊ
ُ َﺗﻬَﺎ ُوﻧًﺎ ِﺑﻬَﺎ َﻃ َﺒﻊ
َ ُاﻟﱠﻠﻪ ﻋﻠَﻰ
َ ِ َﻗ ْﻠ ِﺒﻪ
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
ﺠ ُﻤ َﻌ ُﺔ
ُ ا ْﻟ ﺣﻖﱞ
َ ٌﺟﺐ
ِ وَا ﻋﻠَﻰ
َ ُآﻞﱢ ٍﺴِﻠﻢ
ْ ُﻣ ﻓِﻰ ٍﻋﺔ
َ ﺟﻤَﺎ
َ ِﻻإ
ﱠ ًَأ ْر َﺑ َﻌﺔ ٌﻋ ْﺒﺪ
َ ٌ َﻣ ْﻤﻠُﻮك َِأو ٌا ْﻣ َﺮَأة َْأو ﺻ ِﺒﻰﱞ
َ َْأو ٌ َﻣﺮِﻳﺾ
Ketiga: Karena shalat Jum’at dan shalat ‘ied adalah dua shalat yang sama‐
sama wajib (sebagian ulama berpendapat bahwa shalat ‘ied itu wajib),
maka shalat Jum’at dan shalat ‘ied tidak bisa menggugurkan satu dan
lainnya sebagaimana shalat Zhuhur dan shalat ‘Ied.
52
HR. Abu Daud no. 1052, dari Abul Ja’di Adh Dhomri. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa
hadits ini hasan shahih
53
HR. Abu Daud no. 1067, dari Thariq bin Syihab. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa
hadits ini shahih.
41
Ringkasan Fiqih Qurban|
ل
َ ﻗَﺎ َأﺑُﻮ ٍﻋ َﺒ ْﻴﺪ
ُ ُﺛﻢﱠ ُﺷ ِﻬ ْﺪت
َ َ َﻣﻊ َﻋ ْﺜﻤَﺎن ُ ِ ْﺑﻦ َﻋﻔﱠﺎن َ َ َﻓﻜَﺎن َ َذِﻟﻚ َ َﻳ ْﻮم ِﺠ ُﻤ َﻌﺔ
ُ ا ْﻟ ، ﺼﻠﱠﻰ َ َﻓ َ َﻗ ْﺒﻞ ِﻄ َﺒﺔ
ْ ﺨ
ُ ا ْﻟ ُﺛﻢﱠ
ﺐ
َ ﻄَﺧ َ َ َﻓﻘَﺎل ﻳَﺎ َأ ﱡﻳﻬَﺎ ُاﻟﻨﱠﺎس ِإنﱠ َهﺬَا ٌ َﻳ ْﻮم ِ َﻗﺪ َﺟ َﺘ َﻤﻊ ْ ا َْﻟ ُﻜﻢ ِﻓِﻴﻪ ِﻋِﻴﺪَان ، ْ َﻓ َﻤﻦ ﺣﺐﱠ َ َأ َْأن َﻈ َﺮ َﻳ ْﻨﺘ
ِ َﺠ ُﻤ َﻌﺔ
ُ ا ْﻟ
ﻦ
ْ ِﻣ َِأ ْهﻞ ا ْﻟ َﻌﻮَاﻟِﻰ ْﻈﺮِ َﻓ ْﻠ َﻴ ْﻨ َﺘ ، ْ َو َﻣﻦ ﺣﺐﱠ َ َأ َْأن َﺟﻊ ِ َﻳ ْﺮ ْ َﻓ َﻘﺪ َُأ ِذ ْﻧﺖ َُﻟﻪ
“Abu ‘Ubaid berkata bahwa beliau pernah bersama ‘Utsman bin ‘Affan
dan hari tersebut adalah hari Jum’at. Kemudian beliau shalat ‘ied sebelum
khutbah. Lalu beliau berkhutbah dan berkata, “Wahai sekalian manusia.
Sesungguhnya ini adalah hari di mana terkumpul dua hari raya (dua hari
‘ied). Siapa saja dari yang nomaden (tidak menetap) ingin menunggu
shalat Jum’at, maka silakan. Namun siapa saja yang ingin pulang, maka
silakan dan telah kuizinkan.”54
Pendapat Kedua: Bagi orang yang telah menghadiri shalat ʹIed boleh
tidak menghadiri shalat Jumʹat. Namun imam masjid dianjurkan untuk
tetap melaksanakan shalat Jum’at agar orang‐orang yang punya
keinginan menunaikan shalat Jum’at bisa hadir, begitu pula orang yang
tidak shalat ‘ied bisa turut hadir.
Pendapat ini dipilih oleh mayoritas ulama Hambali. Dan pendapat ini
terdapat riwayat dari ‘Umar, ‘Utsman, ‘Ali, Ibnu ‘Umar, Ibnu ‘Abbas dan
Ibnu Az Zubair. Dalil dari pendapat ini adalah:
Pertama: Diriwayatkan dari Iyas bin Abi Romlah Asy Syamiy, ia berkata,
“Aku pernah menemani Mu’awiyah bin Abi Sufyan dan ia bertanya pada
Zaid bin Arqom,
ﻒ
َ ل َﻓ َﻜ ْﻴ
َ ﻗَﺎ.ل َﻧ َﻌ ْﻢ
َ ﺟ َﺘ َﻤﻌَﺎ ﻓِﻰ َﻳ ْﻮ ٍم ﻗَﺎ
ْ ﻦا
ِ ﻋِﻴ َﺪ ْﻳ-ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ- ل اﻟﱠﻠ ِﻪ ِ ت َﻣ َﻊ َرﺳُﻮ َ ﺷ ِﻬ ْﺪ
َ َأ
.« ﻞ ﺼﱢَ ﻰ َﻓ ْﻠ ُﻴَ ﺼﱢﻠ
َ ن ُﻳ ْ ﻦ ﺷَﺎ َء َأ
ْ ل » َﻣ َ ﺠ ُﻤ َﻌ ِﺔ َﻓﻘَﺎ
ُ ﺺ ﻓِﻰ ا ْﻟ
َ ﺧ
ﺻﻠﱠﻰ ا ْﻟﻌِﻴ َﺪ ُﺛﻢﱠ َر ﱠ
َ ل َ ﺻ َﻨ َﻊ ﻗَﺎ
َ
54
HR. Bukhari no. 5572.
42
|Ringkasan Fiqih Qurban
melaksanakan shalat ‘ied dan memberi keringanan untuk meninggalkan
shalat Jum’at”, jawab Zaid lagi. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Siapa yang mau shalat Jum’at, maka silakan.”55
Asy Syaukani dalam As Sailul Jaror (1/304) mengatakan bahwa hadits ini
memiliki syahid (riwayat penguat). An Nawawi dalam Al Majmu’ (4/492)
mengatakan bahwa sanad hadits ini jayyid (antara shahih dan hasan, pen).
‘Abdul Haq Asy Syubaili dalam Al Ahkam Ash Shugro (321) mengatakan
bahwa sanad hadits ini shahih. ‘Ali Al Madini dalam Al Istidzkar (2/373)
mengatakan bahwa sanad hadits ini jayyid (antara shahih dan hasan, pen).
Syaikh Al Albani dalam Al Ajwibah An Nafi’ah (49) mengatakan bahwa
hadits ini shahih. Intinya, hadits ini bisa digunakan sebagai hujjah atau
dalil.
Kedua: Dari ‘Atho’, ia berkata, “Ibnu Az Zubair ketika hari ‘ied yang
jatuh pada hari Jum’at pernah shalat ‘ied bersama kami di awal siang.
Kemudian ketika tiba waktu shalat Jum’at Ibnu Az Zubair tidak keluar,
beliau hanya shalat sendirian. Tatkala itu Ibnu ‘Abbas berada di Thoif.
Ketika Ibnu ‘Abbas tiba, kami pun menceritakan kelakuan Ibnu Az
Zubair pada Ibnu ‘Abbas. Ibnu ‘Abbas pun mengatakan, “Ia adalah orang
yang menjalankan sunnah (ajaran Nabi) [ashobas sunnah].”56 Jika sahabat
mengatakan ashobas sunnah(menjalankan sunnah), itu berarti statusnya
marfu’ yaitu menjadi perkataan Nabi.
Diceritakan pula bahwa ‘Umar bin Al Khottob melakukan seperti apa
yang dilakukan oleh Ibnu Az Zubair. Begitu pula Ibnu ‘Umar tidak
menyalahkan perbuatan Ibnu Az Zubair. Begitu pula ‘Ali bin Abi Tholib
pernah mengatakan bahwa siapa yang telah menunaikan shalat ‘ied maka
ia boleh tidak menunaikan shalat Jum’at. Dan tidak diketahui ada
pendapat sahabat lain yang menyelisihi pendapat mereka‐mereka ini.57
55
HR. Abu Daud no. 1070, Ibnu Majah no. 1310.
56
HR. Abu Daud no. 1071. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih.
57
Lihat Shahih Fiqh Sunnah, Syaikh Abu Malik, 1/596, Al Maktabah At Taufiqiyah
43
Ringkasan Fiqih Qurban|
Kesimpulan:
• Boleh bagi orang yang telah mengerjakan shalat ‘ied untuk tidak
menghadiri shalat Jumʹat sebagaimana berbagai riwayat pendukung
dari para sahabat dan tidak diketahui ada sahabat lain yang
menyelisihi pendapat ini.
• Pendapat kedua yang menyatakan boleh bagi orang yang telah
mengerjakan shalat ʹied tidak menghadiri shalat Jumʹat, ini bisa
dihukumi marfu’ (perkataan Nabi) karena dikatakan “ashobas sunnah
(ia telah mengikuti ajaran Nabi)”. Perkataan semacam ini dihukumi
marfu’ (sama dengan perkataan Nabi), sehingga pendapat kedua
dinilai lebih tepat.
• Mengatakan bahwa riwayat yang menjelaskan pemberian
keringanan tidak shalat jum’at adalah khusus untuk orang yang
nomaden seperti orang badui (yang tidak dihukumi wajib shalat
Jum’at), maka ini adalah terlalu memaksa‐maksakan dalil. Lantas
apa faedahnya ‘Utsman mengatakan, “Namun siapa saja yang ingin
pulang, maka silakan dan telah kuizinkan”? Begitu pula Ibnu Az Zubair
bukanlah orang yang nomaden, namun ia mengambil keringanan
tidak shalat Jum’at, termasuk pula ‘Umar bin Khottob yang
melakukan hal yang sama.
• Dianjurkan bagi imam masjid agar tetap mendirikan shalat Jum’at
supaya orang yang ingin menghadiri shalat Jum’at atau yang tidak
shalat ‘ied bisa menghadirinya. Dalil dari hal ini adalah anjuran
untuk membaca surat Al A’laa dan Al Ghosiyah jika hari ‘ied
bertemu dengan hari Jum’at pada shalat ‘ied dan shalat Jum’at. Dari
An Nu’man bin Basyir, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ن
َ آَﺎ ُ َرﺳُﻮل ِاﻟﱠﻠﻪ ‐ىلص ﻩللا ﻩيلع ‐ملسو ُ َﻳ ْﻘ َﺮأ ﻓِﻰ ِا ْﻟﻌِﻴ َﺪ ْﻳﻦ َوﻓِﻰ ِﺠ ُﻤ َﻌﺔ
ُ ا ْﻟ ِب (ِﺳ ﱢﺒﺢ
َ َﺳﻢ
ْ ا
ﻚ
َ َر ﱢﺑ ﻋﻠَﻰ
ْﻷ
َ )ا َو (ْ َهﻞ ََأﺗَﺎك ُﺣﺪِﻳﺚ
َ ِﺷ َﻴﺔ
ِ )ا ْﻟﻐَﺎ َﻗَﺎل َوِإذَا َﺟ َﺘ َﻤﻊ
ْ ا ُا ْﻟﻌِﻴﺪ ُﺠ ُﻤ َﻌﺔ
ُ وَا ْﻟ ﻓِﻰ ٍ َﻳ ْﻮم ٍﺣﺪ
ِ وَا ُ َﻳ ْﻘ َﺮأ
ِﺑ ِﻬﻤَﺎ َأ ْﻳﻀًﺎ ِىف ِﻼ َﺗ ْﻴﻦ
َﺼ
اﻟ ﱠ.
44
|Ringkasan Fiqih Qurban
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa membaca dalam dua ‘ied
yaitu shalat Jum’at “sabbihisma robbikal a’la” dan “hal ataka haditsul
ghosiyah”.” An Nu’man bin Basyir mengatakan begitu pula ketika hari
‘ied bertepatan dengan hari Jum’at, beliau membaca kedua surat tersebut
di masing‐masing shalat.58
Hadits ini juga menunjukkan dianjurkannya membaca surat Al A’laa dan
Al Ghosiyah ketika hari ‘ied bertetapan dengan hari Jum’at dan dibaca di
masing‐masing shalat (shalat ‘ied dan shalat Jum’at).
• Siapa saja yang tidak menghadiri shalat Jum’at dan telah menghadiri
shalat ‘ied, maka wajib baginya untuk mengerjakan shalat Zhuhur
sebagaimana dijelaskan pada hadits yang sifatnya umum. Hadits
tersebut menjelaskan bahwa bagi yang tidak menghadiri shalat
Jum’at, maka sebagai gantinya, ia menunaikan shalat Zhuhur (4
raka’at).59
Semoga apa yang kami sajikan ini bermanfaat bagi kaum muslimin.
Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat‐Nya segala kebaikan menjadi
sempurna.
58
HR. Muslim no. 878.
59
Lihat Fatwa Al Lajnah Ad Da-imah lil Buhuts ‘Ilmiyah wal Ifta’, 8/182-183, pertanyaan
kelima dari Fatwa no. 2358, Mawqi’ Al Ifta.
45
Ringkasan Fiqih Qurban|
Catatan :
46