You are on page 1of 6

PERPAJAKAN – Dasar – dasar perpajakan

DASAR – DASAR PERPAJAKAN

Pengertian Pajak.
Menurut Prof.Dr. Rahmat Soemitro, SH, “pajak adalah iuran
rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat
dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal (kontra prestasi)
yang langsung dapat ditunjuk dan digunakan untuk membayar
pengeluaran umum.
Menurut Prof. Sr. P.J.A. Adriani, “Pajak adalah iuran
kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang
wajib membayarnya menurut peraturan – peraturan, dengan tidak
mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk dan yang
gunanya adalah untuk membiaya pengeluaran – pengeluaran umum
berhubung dengan tugas negara untuk menyelenggarakan
pemerintahan”
Sedangkan menurut Dr. Soeparman Soemahamidjaja, “Pajak
adalah iuran wajib, berupa uang tunai atau barang, yang dipungut
oleh penguasa berdasarkan norma – norma hukum, guna menutup
biaya produksi barang – barang dan jasa – jasa kolektif dalam
mencapai kesejahteraan umum”

Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa karakteristik


pajak adalah :
1. Iuran dari rakyat kepada negara
2. Berdasarkan Undang-undang (dapat dipaksakan)
3. Tanpa jasa timbal atau kontra prestasi dari negara
4. Secara langsung dapat ditunjuk.
5. Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara yaitu
pengeluaran-pengeluaran yang bermanfaat bagi masyrakat luas

Pengertian Retribusi, sumbangan, bea dan cukai

Retribusi
adalah iuran kepada pemerintah yang dapat dipaksakan
(secara ekonomis) dengan suatu jasa balik yang langsung dapat
ditunjuk. Pada retribusi balas jasanya adalah langsung sedangkan
pada pajak balas jasanya tidak langsung. Artinya pemerintah
tidak memberikan langsung balas jasa kepada pihak yang membayar
pajak dan orang yang tidak membayar pajak pun dapat menikmaati
fasilitas negara yang dibiayai dengan pajak.

Sumbangan
Adalah iuran kepada negara yang dapat dipaksakan (secara
yuridis dan ekonomis) yang ditujukan dan dimaksudkan untuk
golongan tertentu. Perbedaan sumbangan dengan retribusi terletak
pada balas jasanya. Pada retribusi yang mendapat balas jasanya
adalah perorangan sedangkan pada sumbangan adalah golongan.
Contohnya adalah sumbangan kepada korban bencana alam seperti
banjir, tanah longsor.

Bea
adalah pengutan yang dikenakan atas suatu kejadian atau
perbuatan berupa lalulintas barang dan perbuatan lainnya
berdasarkan suatu ketentuan undang-undang. Contohnya adalah bea

1
PERPAJAKAN – Dasar – dasar perpajakan

masuk yang dikenakan atas pemasukan barang ke dalam wilayah


pabean

Cukai
adalah pungutan yang dikenakan atas barang-barang tertentu
biasanya barang konsumsi berdasarkan suatu peraturan tertentu.
Misalnya cukai rokok.

Fungsi Pajak
1. Fungsi Budgeter yaitu pajak sebagai sumber dana bagi
pemerintah untuk membiayai pengeluarannya
2. Fungsi Mengatur (regulated) yaitu pajak sebagai alat untuk
mengatur kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial dan
ekonomi.
Contohnya
a. Minuman keras dikenakan pajak yang tinggi untuk
mengurangi konsumsi terhadap minuman keras.
b. Barang mewah dikenakan pajak yang tinggi untuk
mengurangi gaya hidup konsumtif
c. Tarif pajak untuk ekspor sebesar 0% yaitu untuk mendorong
ekspor

Pengelompokan Pajak :
1. Berdasarkan administratif yuridis :
a. Pajak langsung
yaitu pajak yang secara ekonomis harus dipikul sendiri oleh
wajib pajak dan tidak dapat dilimpahkan kepada orang lain,
dan dikenakan secara berulang - ulang

b. Pajak tidak langsung


yaitu pajak yang secara ekonomis pada akhirnya dapat
dilimpahkan kepada orang lain dan tidak dikenakan secara
berulang-ulang

2. Berdasarkan Lembaga Pemungutnya


a. Pajak negara atau pajak pusat
yaitu pajak yang pemungutannya dikelola olah pemerintah
pusat dalam hal ini adalah Departemen Keuangan RI melalui
Direktorat Jenderal Pajak, Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai, misalnya PPh, PPN & PPn BM, Bea Meterai, PBB, dll
b. Pajak daerah
yaitu pajak yang pemungutannya dikelola Pemerintah Provinsi
melalui PEMDA TK I dan PEMDA TK II / Kotamadya, misalnya
Pajak reklame, pajak tontonan.

3. Berdasarkan tolak pangkal pengenaannya


a. Pajak subyektifnya
yaitu pajak yang pemungutannya berpangkal pada diri
orangnya (subyek), keadaan diri wajib pajak dapat
mempengaruhi jumlah pajak yang harus dibayar. Artinya besar
kecilnya pajak yang terutang tergantung dari keadaan /
status wajib pajak
b. Pajak objektifnya
yaitu pajak yang pemungutannya berdasarkan obyeknya dan
pajak itu dipungut karena keadaan, perbuatan, dan kejadian

2
PERPAJAKAN – Dasar – dasar perpajakan

yang dilakukan atau terjadi dalam wilayah negara tanpa


mengindahkan kediaman atau sifat subyeknya.

Timbulnya Hutang Pajak


Hutang pajak merupakan ikatan yang terjadi karena
perjanjian pihak debitur dan kreditur. Timbulnya hutang pajak
hanya dapat timbul jika undang-undang yang menjadi dasar untuk
pemungutannya sudah ada. Selanjutnya syarat-syarat subyektif dan
obyektifnya menyusul. Ada dua pendapat mengenai saat timbulnya
hutang pajak :

1. Ajaran materil
Timbulnya hutang pajak karena undang-undang setelah ada sebab-
sebab yang mengakibatakan orang itu dapat dikenakan pajak dan
bukan karena ketetapan fiskus.
2. Ajaran formil
Timbulnya hutang pajak karena adanya surat ketetapan pajak
yang diterbitkan fiskus.

Berakhirnya Hutang Pajak


Berakhirnya hutang pajak karena wajib pajak sudah membayar
utang pajaknya, namun ada cara lain untuk berakhirnya hutang
pajak :
1. Kompensasi yaitu dengan cara pemindahbukuan antara
kelebihan pajak dengan kekurangan pajak. Misalnya kelebihan
PPh tahun 2000 dikompensasikan dengan kekurangan PPh 2001
2. Daluwarsa yaitu jangka waktu daluarsa atas penagihan pajak
yang terutang ditentukan oleh undang-undang
3. Pembebasan
4. Penghapusan
5. Penundaan Penagihan
6. Pengecualian

Hukum Pajak
Hukum pajak mengatur hubungan antara pemerintah (fiskus) selaku
pemungut pajak dengan wajib pajak. Apabila memperhatikan
materinya, hukum pajak dapat dibedakan menjadi :
1. Hukum Pajak Materil memuat norma-norma yang menerangkan,
keadaan, peristiwa hukum yang dikenakan pajak (objek), siapa
yang dikenakan pajak (subjek), berapa besarnya pajak yang
dikenakan, timbul dan hapusnya hutang pajak dan hubungan
antara pemerintah dengan wajip pajak, misalnya UU Pajak
Penghasilan.
2. Hukum Pajak Formil memuat tatacara untuk mewujudkan hukum
materil menjadi kenyataan, yang memuat antara lain :
a. tatacara penetapan hutang pajak
b. hak-hak fiskus dalam mengawasi wajib pajak mengenai
keadaan, perbuatan dan peristiwa yang dapat menimbulkan
hutang pajak
c. kewajiban wajib pajak, misalnya penyelenggaraan
pembukuan/pencatatan dan hak-hak wajib pajak mengenai
keberatan dan banding.

Tata Cara Pemungutan Pajak :


Pemungutan pajak dapat dilakukan dengan tiga stelsel :
1. Stelsel Nyata
3
PERPAJAKAN – Dasar – dasar perpajakan

Pengenaan pajak didasarkan pada obyeknya atau penghasilan yang


sesungguhnya atau yang nyata-nyata ada atau diperoleh wajib
pajak.
2. Stelsel Anggapan / perkiraan
Pengenaan pajak didasarkan paada suatu anggapan dan anggapan
tersebut tergantung pada undang-undang. Misalnya penghasilan
suatu tahun dianggap sama dengan penghasilan tahun sebelumnya
sehingga pada permulaan awal tahun pajak sudah dapat
ditetapkan besarnya pajak terutang untuk tahun pajak berjalan

3. Stelsel Campuran
Stelsel ini merupakan campuran stelsel nyata dan stelsel
anggapan. Pada stelsel ini pengenaan pajak dilakukan pada awal
tahun dan akhir tahun. Pada awal tahun dikenakan atas dasar
anggapan dan pada akhir tahun dikenakan atas dasar kenyataan.
Bila kenyatan lebih besar dari anggapan maka wajib pajak harus
menambah dan jika kenyataan lebih kecil dari anggapan maka
wajib pajak akan mendapat pengembalian (restitusi)

Asas Pemungutan Pajak


Menurut Adam Smith dalam bukunya An Inquiry into Nature
and Causes of the Wealth of Nation, bahwa pemungutan pajak
hendaknya dilakukan berdasarkan :
1. Equality
Pemungutan pajak harus bersifat adil dan merata yaitu
dikenakan pada orang pribadi yang harus sebanding dengan
kemampuan membayar pajak atau ability to pay dan sesuai dengan
manfaat yang diterima.
2. Certainty
Penentuan pajak tidak ditentukan dengan sewenang-wenang. Oleh
karena itu wajib pajak harus mengetahui secara jelas dan pasti
pajak yang terutang, kapan harus dibayar serta batas waktu
pembayaran.
3. Convenience
Kapan wajib pajak harus membayar pajak sebaiknya sesuai dengan
saat-saat yang tidak menyulitkan wajib pajak sebagai contoh
pada saat wajib pajak memperoleh penghasilan, sistem ini
disebut pay as you earn.
4. Economy
Hendaknya biaya pemungutan pajak diharapkan seminimal mungkin.

Pemungutan pajak dapat juga dilakukan berdasarkan :


1. Asas Domisili
Asas ini menetapkan bahwa siapapun yang bertempat tinggal
misalnya di Indonesia maka dikenakan pajak atas seluruh
penghasilan yang diperoleh baik di Indonesia maupun dari luar
Indonesia
2. Asas Kebangsaan
Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu negara.
Asas ini diberlakukan kepada setiap orang asing yang bertempat
tinggal di Indonesia untuk membayar pajak.
3. Asas Sumber
Pengenaan pajak tergantung pada adanya sumber di suatu negara.
Negara dimana adanya sumber penghasilan berhak mengenakan
pajak dengan tidak melihat tempat tinggalnya.

4
PERPAJAKAN – Dasar – dasar perpajakan

Sistem Pemungutan Pajak


1. System Official Assessment
Pemungutan pajak wewenangnya ada pada fiskus. Fiskus
menentukan besarnya pajak terutang sedangkan wajib pajak
bersifat passif menunggu adanya ketetapan dari fiskus.

2. With Holding
Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak
ketiga (bukan fiskus dan bukan wajib pajak) untuk menentukan
besarnya pajak terutang. Ciri-cirinya adalah wewenang untuk
menentukan besarnya pajak terutang ada pada pihak ketiga,
yaitu pihak lain selain wajib pajak dan fiskus.

3. System Self Assessment


Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada wajib
pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang,
ciri-cirinya adalah :
a. wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada
pada diri wajib pajak
b. wajib pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor,
dan melaporkan sendiri pajak yang terutang
c. fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi

Berdasarkan pasal 12 UU No. 16 tahun 2000 tentang KUP,


pemungutan pajak di Indonesia mengarah pada sistem Self
Assessment. Bunyinya : “setiap wajib pajak wajib membayar pajak
yang terutang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan dengan tidak menggantungkan pada adanya Surat
Ketetapan Pajak”

Tarif Pajak
1. Tarif Proporsional / Sebanding
Tarif pemungutan pajak dengan menggunakan prosentase tetap
berapapun jumlah yang menjadi dasar pengenaan pajak

Contoh :
Dasar Pengenaan pajak Tarif Pajak Yang Terutang
Rp 100.000 10 % Rp 10.000
Rp 200.000 10 % Rp 20.000
Rp 300.000 10 % Rp 30.000

2. Tarif Menurun / Degresif


Tarif pemungutan pajak menggunakan prosentase yang semakin
kecil dengan semakin besarnya dasar pengenaan pajak .
Contoh :
Dasar Pengenaan pajak Tarif Pajak Yang Terutang
Rp 1.000.000 10 % Rp 100.000
Rp 2.000.000 9 % Rp 180.000
Rp 3.000.000 8 % Rp 240.000

3. Tarif Tetap
Tarif pemungutan pajak dengan jumlah yang sama untuk setiap
jumlah yang dijadikan sebagai dasar pengenaan pajak. Jumlah
pajak yang terutang akan menunjukkan jumlah yang tetap
berapapun jumlah dasar pengenaan pajaknya.
5
PERPAJAKAN – Dasar – dasar perpajakan

Contoh : Bea meterai untuk kwitansi tanda penerimaan uang


lebih dari Rp 1.000.000 sampai berapapun bea meterainya tetap
Rp 6.000

4. Tarif Meningkat / progresif


Tarif pemungutan pajak dengan prosentase yang semakin
meningkat atau semakin besar dengan semakin besarnya dasar
pengenaan pajak
Contoh :
Dasar Pengenaan pajak Tarif Pajak Terutang
Rp 0 s/d Rp 25.000.000 5 % Rp 100.000
> Rp 25.000.000 s/d Rp 50.000.000 10 % Rp 180.000
> Rp 50.000.000 s/d Rp 100.000.000 15 % Rp 240.000

Dasar Hukum Pemungutan Pajak di Indonesia :


1. Pasal 23 UUD 1945
2. Undang-undang No. 6 tahun 1983 sebagaimana ubah dengan
Undang-undang No. 9 tahun 1994 dan perubahan terakhir dengan
Undang-undang No. 16 tahun 2000 tentang Ketentuan Umum dan
Tatacara Perpajakan (KUP)
3. Undang-undang No. 7 tahun 1983 sebagaimana diubah dengan
Undang-undang No.10 tahun 1994 perubahan terakhir dengan
Undang-undang No. 17 tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan
(PPh)
4. Undang-undang No. 8 tahun 1983 sebagaimana diubah Undang-
undang No. 11 tahun 1994 sebagaimana diubah dengan Undang-
undang No.18 tahun 2000 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan
Pajak Penjualan atasa Barang Mewah (PPN & PPn BM)
5. Undang-undang No. 13 tahun 1985 sebagaimana diubah Undang-
undang No.12 tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
6. Undang-undang No. tahun tentang Bea Meterai (BM)
7. Peraturan Pemerintah (PP)
8. Keputusan Menteri Keuangan
9. Surat Keputusan / Surat Edaran Direktur Jendral Pajak

You might also like