You are on page 1of 141

POLA PENDIDIKAN ANAK DARI KELUARGA MISKIN

(Kasus Keluarga Miskin Pada Keluarga Pak UI di Desa Meteseh Kecamatan Boja -Kendal)

SKRIPSI

Diajukan dalam rangka penyelesaian Studi Strata 1


Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh,
Nama : Haniatul Masruroh
NIM : 1214000012
Jurusan : Pendidikan Luar Sekolah

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2005

1
MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO

 Orang bijak adalah dia yang hari ini mengerjakan apa yang orang bodoh

akan mengerjakan tiga hari kemudian. (Abdullah Ibnu Mubarak)

 Jangan pernah menganggap diri besar karena sejatinya kita kecil, dan

jangan menganggap diri kita kecil karena kita sejatinya besar.

 Semangat !!!!!

PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan untuk :

 Diriku sendiri.
 Pak Aji dan Bu Ella.
 Ayahanda Supriyadi dan Almh. Mamaku Siti
Zumaroh serta Ibunda Rohmah Fatimah.
 Kakak-kakakku: Mbak Ufat, Mbak Anik dan Mas
Umar.
 Adik-adikku: Johan, Arip, Bagus, Ari dan Taufik.
 Orang yang kucintai dan terkasih.
 Rinda, Desti, Rima, Uswah, Indri, Nova dan seluruh
teman-teman yang ada di Wisma Putri Sederhana I.
 Uda, Kamal dan seluruh kawan-kawan PLS
Angkatan 2000.
Tanpa mereka , Aku dan karya ini takkan pernah ada

2
PRAKATA

Alhamdulillahirobbil’aalamiin, segala puji serta syukur yang terlimpah

hanyalah untuk Allah S.W.T yang telah memberikan segala nikmat dan kasih

sayang-Nya sehingga akhirnya skripsi yang penulis buat ini dapat terselesaikan.

Tiada kemudahan yang datang selain karena izin-Nya. Sholawat serta salam

semoga senantiasa tercurah kepada Qudwah sepanjang zaman, Rosulullah S.A.W

beserta para keluarga dan sahabatnya serta para pengikutnya yang setia pada

setiap masa untuk menyebarkan segala ajarannya.

Skripsi yang berjudul “Pola Pendidikan Anak dari Keluarga Miskin” ini

berisi tentang penelitian mengenai pola dari orang tua yang berlatar belakang

ekonomi miskin dalam memberikan pendidikan anak dalam keluarga.

Penulis menyadari bahwa selama proses pembuatan skripsi ini, banyak

sekali pihak-pihak yang telah membantu penulis. Oleh karena itu, tidak lupa

dalam kesempatan yang baik ini penulis ingin mengucapkan terima kasih untuk

berbagai pihak, yaitu :

1. Dr. H. A. T. Soegito, SH, M.M, Rektor Universitas Negeri Semarang.

2. Drs. Siswanto M.Pd, Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri

Semarang.

3. Drs. Achmad Rifai,M.Pd selaku Ketua Jurusan Pendidikan Luar Sekolah

Universitas Negeri Semarang.

4. Drs. Fakhrudin Mpd, selaku dosen pembimbing I yang telah begitu sabar dan

telaten selama membimbing pembuatan skripsi ini.

3
5. Dra. Emmy Budiartati, M.Pd selaku dosen pembimbing II yang telah begitu

sabar dan telaten selama membimbing pembuatan skripsi ini.

6. HM. Siswoyo ,SH ,M.KN selaku Kepala Desa Meteseh yang telah

mengizinkan peneliti untuk meneliti di daerah Meteseh.

7. Keluarga informan atas waktu kebersamaannya dan pembelajaran tentang

realita hidup.

8. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu yang telah

membantu penulisan skripsi.

Semoga apa yang telah kalian berikan digantikan oleh Allah dengan ganti

yang lebih baik dan lebih berlipat ganda. Yang pada gilirannya nanti penulis yakin

akan dapat bermanfaat bagi siapapun yang membaca dan mengkaji skripsi ini.

Semarang,
…..2005

Penulis

4
SARI

Masruroh, Haniatul.2005. Pola Pendidikan Anak Dari Keluarga Miskin (Studi


Kasus Keluarga Miskin Pada Keluarga Pak UI di Desa Meteseh
Kecamatan Boja-Kendal). Skripsi. Jurusan Pendidikan Luar Sekolah.
Fakultas Negeri Semarang. Pembimbing: I.Drs.Fakhrudin, M.Pd, II.
Dra. Emmy Budiartati, M.Pd.
Kata Kunci: Pola Pendidikan Anak, Keluarga Miskin

Pendidikan adalah sebagai sebuah usaha sadar dari pendidik kepada


peserta didik yang melalui bimbingan, pengajaran dan latihan untuk membantu
peserta didik mengalami proses pemanusiaan diri ke arah terciptanya pribadi yang
dewasa –susila merupakan sesuatu yang berhubungan langsung dengan
pembangunan sumber daya manusia.
Perlunya sumber daya manusia yang handal tentunya memerlukan
sarana pembentukan yang baik dan lingkungan pendidikan yang pertama kali
diterima setiap individu adalah lingkungan keluarga. Dalam hal ini, proses
pendidikan keluarga adalah sangat penting karena dari keluarga dibekali
pengetahuan, sikap, mental dan keyakinan agama, nilai budaya, nilai moral dan
ketrampilan agar dapat mengembangkan dirinya sendiri dan menjadi keluarga
yang sejahtera dan bahagia.
Pola pendidikan anak dalam keluarga ditandai dengan interaksi secara
terus menerus antara orang tua dengan anak-anaknya. Interaksi ini ditujukan agar
anaknya dapat diasuh hingga tumbuh kembang secara sempurna. Dengan pola
pendidikan ini akan terlihat cara orang tua dalam merawat anak, mendidik anak
sampai dewasa, baik untuk tujuan pengembangan jasmani atau rohani.
Berdasarkan hal tersebut diatas, penelitian ini merupaka salah satu
upaya untuk mengidentifikasi sebuah keluarga dengan latar belakang miskin yaitu
pada keluarga Pak UI dengan masalah yang dikaji dalam penelitian ini yaitu a)
Bagaimanakah pola pendidikan anak yang diterapkan keluarga Pak UI, b) Faktor-
faktor apa yang mempengaruhi keluarga Pak UI menerapkan pola pendidikan
terhadap anak-anakya. Penelitian ini bertujuan untuk mendiskripsikan tentang hal-
hal yang berkaitan dengan pola pendidikan keluarga miskin pada keluarga Pak UI
di Desa Meteseh Kecamatan Boja Kabupaten Kendal.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kualitatif dengan mempertimbangkan gejala yang diteliti bersifat apa adanya ,
buka holistik. Tipe atau jenis penelitian ialah studi diskriptif dan menggunakan
metode studi kasus yang berupaya untuk menelaah suatu kasus secara mendalam,
intensif, mendetail dan komprehensif.
Hasil penelitian ini adalah bahwa keluarga Pak UI yang mempunyai latar
belakang miskin yaitu menerapkan pola pendidikan secara demokratis dan
permissive dalam mendidik anak-anaknya. Adapun faktor-faktor yang
mempengaruhi keluarga Pak UI menerapkan dua pola tersebut yaitu a) faktor
pengalaman pribadi orang tua sebagai pendidik, b) faktor curah waktu, c)faktor
lingkungan masyarakat, dan d) faktor informasi dari media.

5
Saran yang disampaikan yaitu kepada Pak UI dan Ibu S untuk
meningkatkan perhatian kepada anak-anaknya terutama dalam akhlaq dan budi
pekerti.; memberikan saran kepada anaknya yang sudah selesai dari jenjang SLTP
agar mengukuti Kejar Paket C untuk menambah pengetahuan atau disarankan
untuk bekerja untuk kesejahteraan hidupnya sehingga tidak tergantung dengan
orang tuanya; tidak memberikan kebebasan tanpa aturan terhadap anaknya yang
drop out tetapi lebih meningkatkan dalam hal perhatian dan arahan demi masa
depannya; memperhatikan waktu belajar dan memotivasi untuk menjadi anak
yang berprestasi terhadap anaknya yang masih duduk di bangku sekolah. Kepada
peneliti lain dengan penelitian yang sejenis, diharapkan hasil dari penelitian ini
sebagai dasar untuk penelitian lanjutan.

6
DAFTAR ISI

PERSETUJUAN PEMBIMBING ...................................................................... ii


PENGESAHAN KELULUSAN ........................................................................ iii
PERNYATAAN ................................................................................................ iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ...................................................................... v
PRAKATA ......................................................................................................... vi
SARI ................................................................................................................... viii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... x
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xii
DAFTAR LAMPIRAN...................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................. 7
C. Tujuan Penelitian .................................................................................. 8
D. Manfaat Penelitian ................................................................................ 9

BAB II KAJIAN PUSTAKA


A. Pendidikan ............................................................................................ 10
B. Pola-Pola Pendidikan ............................................................................ 17
C. Keluarga ................................................................................................ 23
D. Kemiskinan ........................................................................................... 30

BAB III METODE PENELITIAN


A. Teknik Pemilihan Informan .................................................................. 41
B. Lokasi Penelitian ................................................................................... 42
C. Teknik Pengumpulan Data .................................................................... 44
D. Prosedur Pengumpulan Data ................................................................. 47
E. Analisis Data dan Interpretasi ............................................................... 50
F. Pengecekan Keabsahan Data ................................................................. 53

BAB IV HASIL DAN ANALISIS PENELITIAN


A.Kondisi Demografis Desa Meteseh ........................................................ 57
1. Kondisi Geografis ....................................................................... 57
2. Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin ........................... 58
3. Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian .................... 58
4 Fasilitas Pendidikan .................................................................... 60
5. Komposisi Penduduk Menurut Agama ....................................... 60
6. Fasilitas Sarana Peribadatan ....................................................... 61
7. Fasilitas Kesehatan ..................................................................... 62
B.Deskripsi Hasil Penelitian ....................................................................... 62
1.Profil Keluarga Informan ............................................................ 62

7
2. Pendidikan yang Diterapkan Oleh Keluarga Informan............... 71

C.Analisis Hasil Penelitian ......................................................................... 81


1. Pola Pendidikan Anak yang Diterapkan Oleh Keluarga Pak UI . 82
2.Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pola Pendidikan Anak ........ 83

BAB V PENUTUP
A. Simpulan ................................................................................................ 88
B. Saran........................................................................................................ 90

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 92
LAMPIRAN........................................................................................................ 93

BAB I

8
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara berkembang di dunia yang

sampai saat ini masih terus berupaya melanjutkan usaha pembangunan di

segala bidang. Sebagai salah satu negara yang baru-baru ini mengalami

guncangan hebat akibat krisis ekonomi yang berakhir pada krisis multi

dimensional, Indonesia masih harus banyak mengkonsentrasikan dirinya pada

permasalahan pembangunan di berbagai bidang secara terencana dan

bersungguh-sungguh.

Pembangunan nasional bertujuan untuk mencapai tingkat

kesejahteraan yang lebih baik dari dari suatu masyarakat dengan memenuhi

berbagai kebutuhan anggota masyarakat, baik kebutuhan material maupun

spiritual yang kemudian akan mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur.

Daoed Joesoef dalam sebuah artikel yang berjudul Dua Pendekatan

dalam Mempolakan Pendidikan menuliskan bahwa suatu pembangunan

nasional tidak hanya tergantung pada sumber-sumber dan kekayaan alam yang

terkandung oleh bangsa yang bersangkutan,antara daratan dan lautan suatu

negara dengan pendapatan perkapita yang dimiliki rakyatnya, terdapat suatu

variabel penting yang menghubungkan keduanya, variabel tersebut adalah

pendidikan ( Daoed Joesof dalam bukunya Sindhunata 2001:15 ).

Hal ini selaras dengan apa yang dikatakan oleh Schumacher, bahwa

pembangunan tidak dimulai dengan barang tetapi dimulai dengan manusianya,

9
pendidikannya, organisasinya serta disiplinnya ( E. F. Schumacher, Kecil Itu

Indah, 1979 : 3 ). Manusialah yang pada akhirnya menentukan karakter dan

langkah ekonomi dan sosialnya, bukan modal dan bukan pula sumber-sumber

materialnya. Jelaslah bahwa faktor sumber daya manusia merupakan faktor

yang sangat penting bagi keberhasilan pembangunan suatu negara.

Dalam hubungannya dengan pernyataan diatas tidaklah mengherankan

jika pembangunan sumber daya manusia kemudian menjadi hal yang sangat

penting untuk diperhatikan oleh seluruh lapisan bangsa, karena bagaimanapun

juga pendidikan merupakan sarana penting dalam pembangunan sumber daya

manusia. Adapun maksud dari pembangunan sumber daya manusia itu ada 2

hal, yang pertama adalah meningkatkan ketrampilan dan kemampuan manusia

dalam melakukan kegiatan di masyarakat dan yang kedua adalah untuk

peningkatan taraf hidup. ( Priyono Tjiptoherijanto, 1982 : 73 ).

Pendidikan yang dimengerti secara luas dan umum sebagai usaha sadar

yang dilakukan oleh pendidik melalui bimbingan, pengajaran dan latihan

untuk membantu peserta didik mengalami proses pemanusiaan diri ke arah

terciptanya pribadi yang dewasa-susila merupakan sesuatu yang berhubungan

langsung dengan pembangunan sumber daya manusia suatu negara.

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003

Bab 1 Pasal 1, bahwa Satuan Pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan

yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal, nonformal dan

informal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan. Pendidikan Formal adalah

jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan

10
dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Pendidikan Nonformal

adalah adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat

dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Pendidikan Informal adalah

jalur pendidikan keluarga dan lingkungan. Dijelaskan lebih lanjut, bahwa

pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan peserta didik

berlangsung sepanjang hayat.

Dalam pelaksanaannya, pendidikan anak dalam keluarga mempunyai

peran menentukan bagi pencapaian mutu sumber daya manusia. Hal ini

dikarenakan melalui pendidikan keluarga individu pertama kali mempelajari

dan mengenal sistem nilai budaya yang berwujud aturan-aturan khusus,

norma, kebiasaan dan teladan dari masyarakat lain.

Setiap anak berada dalam suatu proses perkembangan. Perkembangan

anak tersebut berjalan secar kontinu (terus menerus), unik (komplek dan sifat

khas) serta dinamis (berubah menyempurnakan diri). Perkembangan seorang

anak juga membutuhkan keserasian dengan perkembangan anak lain serta

lingkungan. Namun adakalanya perkembangan seorang anak berjalan secara

lamban bahkan mengalami hambatan sehingga anak tidak akan berkembang

secara optimal untuk membantu mengatasi kelambanan dan hambatan.

Hambatan yang dihadapi anak serta agar anak mencapai pembangunan yang

optimal maka dibutuhkan pola pendidikan yang tepat.

Keluarga tidak terbatas hanya berfungsi sebagai penerus keturunan.

Namun keluarga merupakan tempat peletak landasan dalam membentuk

sosialisasi anak dan dalam bidang pendidikan, keluarga merupakan sumber

11
pendidikan utama karena segala pengetahuan dan kecerdasan intelektual

manusia diperoleh pertama-tama dari orang tua dan anggota keluarganya

sendiri. Proses dan hasil pendidikan keluarga akan sangat bermakna bagi

pencapaian mutu pendidikan pada jenjang sekolah yang lebih tinggi. Dalam

penyelenggaraan pendidikan keluarga tidak sekedar berperan sebagai

pengelola yang bertanggung jawab dalam meletakkan landasan dan arah serta

pola-pola kehidupan anak, sehingga keluarga khususnya orang tua harus

memiliki wawasan, sikap dan kemampuan analisis pasif yang memadai dalam

menyelenggarakan pendidikan prasekolah di keluarga. Sebagai salah satu

komponen pendidikan yang mempunyai tanggung jawab untuk mewujudkan

tujuan pendidikan keluarga yaitu orang tua harus dapat menciptakan suasana

yang mendukung anak melakukan aktivitas belajar. Tujuan diselenggarakan

pendidikan keluarga adalah membekali pengetahuan, sikap, mental dan

ketrampilan produktif bagi penanggung jawab keluarga dalam menanamkan

keyakinan agama, nilai budaya, nilai moral dan ketrampilan agar dapat

mengembangkan dirinya sendiri dan menjadi keluarga yang sejahtera dan

bahagia.

Keluarga merupakan tempat peletak landasan dalam membentuk

sosialisasi anak, sehubungan dengan hal itu Vembrianto (dalam bukunya

Supartinah, 1981: 45) menyatakan sebagai berikut : Anak yang dibesarkan

dalam keluarga yang bersuasana demokratis perkembangan lebih luwes dan

dapat menerima kekuasaan secara rasional. Sebaliknya, anak yang dibesarkan

dalam suasana otoriter, memandang kekuasaan sebagai sesuatu yang harus

12
ditakuti dan bersifat magis. Ini mungkin menimbulkan sifat tunduk pada

kekuasaan atau justru sikap menentang kekuasaan.

Pemahaman terhadap sistem nilai budaya ini selanjutnya tidak akan

dijadikan sebagai acuan atau rujukan oleh individu untuk berfikir dan

bertindak dalam rangka mencapai tujuan kehidupannya, termasuk di dalam

menjalani atau menempuh pendidikan di sekolah. Oleh karena itu, proses dan

hasil pendidikan keluarga tidak sekedar berperan sebagai pelaksana yang

bersifat rutin dan alamiah, melainkan berperan sebagai pengelola yang

bertanggung jawab dalam meletakkan landasan, memberikan bobot dan arah

serta pola-pola kehidupan anak. Implikasinya, keluarga (orang tua) mesti

memiliki wawasan, sikap dan kemampuan yang memadai dalam

menyelenggarakan pendidikan pra-sekolah di keluarga.

Keluarga miskin yang pada dasarnya merujuk pada suatu keluarga

yang kekurangan harta benda materi untuk pemenuhan kebutuhan dalam

rangka mempertahankan atau meningkatkan kesejahteraan hidup, suatu tingkat

kekurangan materi pada sejumlah atau segolongan orang dibandingkan dengan

standar kehidupan yang umum berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan.

Tingkat kesejahteraan hidup yang rendah ini dapat secara langsung tampak

pengaruhnya terhadap :(1) tingkat pemenuhan kebutuhan primer seperti

kesehatan , makanan yang dikonsumsi, pakaian yang disandang, kondisi

rumah yang dihuni dan kondisi pemukiman tempat tinggal; (2) tingkat atau

bentuk pemenuhan kebutuhan sekunder untuk mengembangkan diri dalam

kehidupan sosial yang lebih luas, yang mampu memperjuangkan kepentingan

13
sesama orang miskin utnuk meningkatkan kesejahteraan mereka, dan ; (3)

secara tidak langsung tampak dalam kehidupan moral, etika, dan estetika,

yang digunakan oleh mereka yang hidup dalam kondisi miskin sebagai

pedoman hidup, harapan dan harga diri yang mereka mempunyai sebagaimana

tercermin dalam sikap-sikap dan tindakan-tindakan mereka (Tjetjep Rohendi

Rohidi 2000: 25 )

Dalam kategori hubungan dengan masyarakat yang lebih luas, tampak

bahwa pada umumnya orang miskin tidak atau kurang mempunyai konsep-

konsep atau tradisi-tradisi yang menunjukkan bahwa mereka merupakan

bagian integral dari pranata-pranata sosial yang lebih luas. Pada tingkat

keluarga tampak bahwa keluarga orang miskin terwujud sebagai suatu struktur

parsial, yang di dalamnya terdapat kecenderungan anak-anak cepat menjadi

dewasa karena beban ekonomi, kerapuhan keluarga, serta ciri-ciri rumah

tangganya yang menunjukkan kepadatan yang tinggi dan tiadanya ruang

pribadi. Dan pada tingkat individu tampak adanya perasaan tidak berdaya, rasa

rendah diri, orientasi pada kekinian, serta ketergantungan sesuatu dari luar

termasuk bantuan gaib dan jimat-jimat.

Pada kehidupan keluarga yang masih kekurangan biarpun bekerja

keras, kenyataan mereka tetap berada dalam kondisi masih serba kekurangan

tersebut memaksa anak-anak mereka pada umur yang sangat muda harus

berfikir bahwa yang penting ialah untuk segera dapat memenuhi kebutuhan

dasarnya, yakni pangan, sandang dan papan. Anak-anak dalam umur yang

sangat muda sudah harus bekerja mencari nafkah, suatu hal yang semestinya

14
dilakukan oleh orang dewasa. Seiring dengan kondisi tersebut, perlu dilakukan

pemikiran dan upaya sistemik dan menyeluruh terhadap pengelolaan

pendidikan dalam keluarga, khususnya bagi keluarga yang berada pada

komunitas kurang mampu di pedesaan. Tujuan diselenggarakan pendidikan

keluarga adalah membekali pengetahuan, sikap mental dan ketrampilan

produktif bagi penanggung jawab keluarga dalam menanamkan keyakinan

agama, nilai budaya, nilai moral dan ketrampilan agar dapat mengembangkan

dirinya sendiri dan keluarga yang sejahtera dan bahagia. Berdasarkan

pengamatan dilapangan dijumpai masih kurangnya warga masyarakat dalam

perhatian pendidikan. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain : (a)

masih rendahnya keadaan sosial ekonomi keluarga dan masyarakat umumnya,

(b) faktor pendidikan warga masyarakat yang rendah, (c) faktor lingkungan

yang kurang mendukung.

15
B. Rumusan Masalah

Pola pendidikan dalam keluarga pada dasarnya dipengaruhi oleh

berbagai masalah, yang akan ditimbulkan keluarga terutama yang bertanggung

jawab orang tua. Sikap dari orang tua yang cenderung mendukung, orang tua

akan memperhatikan pendidikan anak-anaknya, bahkan sampai pada

perkembangan selanjutnya baik dalam bidang akademis dan bidang sosial.

Bagi orang tua yang bersikap cenderung kurang mendukung, orang tua

bersikap tidak tahu menahu tentang bagaimana keadaan anaknya dalam

pendidikan, semua hanya terserah saja.

Kemiskinan atau kondisi miskin dari susut pandang biologis

merupakan keluarga yang keseluruhan pendapatannya tidak cukup untuk

memperoleh keperluan-keperluan minimum untuk mempertahankan efisiensi

fisik angota-anggota keluarganya secara layak. Keadaan tersebut menciptakan

keluarga miskin memiliki pola-pola tertentu dalam kehidupannya salah

satunya yaitu dalam hal pendidikan keluarga oleh orang tua dalam mendidik

anak-anaknya. Kondisi semacam ini mendorong penulis untuk meneliti

sebuah keluarga miskin di Desa Meteseh Kecamatan Boja.

Berdasarkan uraian diatas, peneliti dapat mengidentifikasi

permasalahannya sebagai berikut :

1. Bagaimanakah pola pendidikan anak yang diterapkan oleh keluarga miskin

pada keluarga Pak UI di Desa Meteseh Kecamatan Boja-Kendal ?

2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pola pendidikan anak yang

diterapkan keluarga miskin pada keluarga Pak UI di Desa Meteseh

Kecamatan Boja –Kendal ?

16
C. Penegasan Istilah

Untuk memudahkan dan menghindari salah pengertian dalam

memberikan interpretasi tentang hal-hal yang ada dalam skripsi, peneliti

memberikan batasan istilah-istilah sebagai berikut :

1. Pola Pendidikan Anak

Pola pendidikan anak yaitu suatu wujud, tipe, sifat yang dikenakan

kepada anak oleh orang tua dalam kegiatan mendidik, membimbing,

mendisiplinkan serta melindungi anak untuk mencapai kedewasaan sesuai

norma yang diharapkan oleh masyarakat pada umumnya.

2. Keluarga Miskin

Bahwa rumah tangga yang tergolong tidak cukup dalam hal

penghasilan diukur dengan ukuran senilai (ekuivalen jual- beli) beras buka

rupiah tanpa perlu membuat perhitungan pengaruh inflansi dan perbedaan

harga pangan di beragam daerah. Hal ini terlihat dari hasil laporan kasus desa

Sriharjo (Kabupaten Bantul, D.I Yogyakarta) bahwa ukuran tingkat

penghasilan “cukup” yang diambil serendah 20 kg ekuivalen beras per orang

sebulan (penghasilan Rp 10.000,00 bagi keluarga sebesar 5 orang, jika harga

beras Rp 100,00 per kg). (Sajogyo dan Pujiwati Sajogyo, 1989:217)

D.Tujuan Penelitian

1. Mendiskripsikan pola pendidikan yang diterapkan oleh keluarga miskin

pada keluarga Pak UI di Desa Meteseh Kecamatan Boja-Kendal.

17
2. Mengetahui faktor-faktor apa yang mempengaruhi pola pendidikan anak

yang diterapkan di keluarga miskin di Desa Meteseh Kecamatan Boja-

Kendal.

E. Manfaat Penelitian

Penelitian ini mempunyai manfaat sebagai berikut :

1. Secara toritis diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan untuk

mengembangkan Fakultas Ilmu Pendidikan terutama jurusan Pendidikan

Luar Sekolah khususnya di bidang pendidikan anak dalam keluarga.

2. Secara praktis diharapkan memberikan informasi bagi pakar-pakar

pendidikan untuk memperdalam penelitian khususnya pendidikan keluarga

miskin.

18
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Pendidikan

Pendidikan dipahami sebagai suatu sosialisasi karena didalamnya ada

tujuan untuk meneruskan kebudayaan dengan beberapa perubahan dari

generasi yang lebih tua kepada generasi yang lebih muda, melalui interaksi

sosoial.

Menurut Emile Durkheim pendidikan adalah suatu pelatihan terlatih

dari orang dewasa kepada generasi yang belum siap untuk kehidupan sosial

yang tujuannya adalah meningkatkan dan mengembangkan pada diri sang

anak sejumlah keadaan fisik, intelektual dan moral yang diperlukan baik oleh

keseluruhan komunitasnya atau sebagian saja (Vivin Alvian, 2002: 26)

Pendidikan dalam arti luas adalah proses pembudayaan, dimana

masing-masing anak yang dilahirkan dengan potensi belajar yang lebih besar

dari makhluk menyusui lainnya, dibentuk menjadi anggota penuh dari suatu

19
masyarakat, menghayati dan mengamalkan bersama-sama anggota lainnya

suatu kebudayaan di dalamnya termasuk ketrampilan, pengetahuan, sikap-

sikap dan nilai-nilai serta pola-pola perilaku tertentu. Pendidikan juga

dinyatakan sebagai “the transmision of culture” (Lukas and Cookriel, 1988:

352).

Pendidikan di Indonesia menganut konsep pendidikan seumur hidup,

yang bertolak dari suatu pandangan bahwa pendidikan adalah unsur esensial

sepanjang umur seseorang. Pada hakekatnya pendidikan adalah suatu proses

kehidupan masa kini dan sekaligus adalah proses untuk persiapan bagi

kehidupan yang akan datang.

Lingkungan pendidikan adalah lingkungan atau keadaan, kondisi

tempat yang ada disekitar peserta didik yang mempengaruhi berlangsungnya

proses pendidikan. Lingkungan pendidikan secara umum dibagi menjadi tiga

macam yaitu lingkungan pendidikan keluarga, lingkungan pendidikan sekolah

dan lingkungan pendidikan masyarakat. Ketiga lingkungan pendidikan itu

mempunyai peranan yang besar dalam proses pertumbuhan dan

perkembangan anak menuju terbentuknya kepribadian anak.

1. Lingkungan pendidikan keluarga

Lingkungan keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang pertama

dan utama. Dikatakan pertama karena sejak anak masih ada dalam

kandungan dan lahir berada dalam keluarga. Dikatakan utama karena

keluarga merupakan yang sangat penting dalam proses pendidikan untuk

membentuk pribadi yang utuh. Semua aspek kepribadian dapat dibentuk di

20
lingkungan ini. Pendidik yang bertanggung jawab pada lingkungan keluarga

adalah orangtua. Menurut Ki Hajar Dewantara, pendidikan yang

berhubungan dengan perasaan dapat dibentuk di dalam keluarga. Misalnya

menanamkan rasa disiplin, beriman, berhati lembut, berinisiatif, berpikir

matang, bersahaja, bersemangat, bersyukur, bertanggung jawab,

bertenggang rasa, cermat, gigih, hemat, jujur, kreatif, mandiri, mawas diri,

pemaaf, pemurah, pengendalian diri, rajin, ramah tamah, kasih sayang,

percaya diri, rendah hati, sabar, setia, adil, rasa hormat, tertib, sopan santun,

sportif, susila, tegas, teguh, tekun, tepat janji, terbuka dan ulet (Edi

Setyawan, dalam bukunya Soelaiman Joesoef, 1992: 75).

Semua sifat dan sikap diatas dapat ditanamkan dihati anak, namun

pelaksanaannya disesuaikan dengan tingkat kematangan, kecerdasan, umur

anak, dan tingkat perkembangan anak sehingga tidak ada unsur paksaan.

Mengingat adanya ketentuan ini orang tua perlu mengetahui keadaan anak

pada setiap memberikan pengaruh.

Sebagai pendidik dalam pendidikan keluarga, maka orang tua harus

meninjau apa yang menjadi sifat umum, fungsi dan sifat khusus dari

pendidikan keluarga.

a. Sifat-sifat umum pendidikan keluarga

Yaitu sifat keluarga sebagai lembaga pendidikan yang ikut

bertanggung jawab dalam proses pendidikan . Sifat-sifat tersebut meliputi:

a) Lembaga pendidikan tertua

21
Ditinjau dari sejarah perkembangan pendidikan maka pendidikan

keluarga merupakan lembaga pendidikan yang paling tua terutama

pendidikan lahir (sejak adanya manusia), orang tua yaitu ayah serta ibu

sebagai pendidiknya dan anak sebagi terdidiknya.

b) Lembaga pendidikan informal

Yaitu lembaga pendidikan yang tidak terorganisasi, tidak mengenal

perjenjangan kronologis atas dasar usia merupakan pengetahuan/

keterampilan atau dengan kata lain tidak adanya kurikulum dan daftar jam

pelajaran yang tertulis secara resmi dalam bentuk yang tertentu dan jelas.

c) Lembaga pendidikan pertama dan utama

Dalam keluargalah, pertama anak memperoleh pendidikan sejak dia

dilahirkan dan pendidikan keluarga pula yang merupakan pembentuk

dasar kepribadian anak. Ki Hadjar Dewantara menyatakan bahwa alam

keluarga adalah pusat pendidikan yang pertama dan yang terpenting, oleh

karena sejak timbulnya adat kemanusiaan hingga kini, hidup keluarga itu

selalu mempengaruhi bertumbuhnya budi pekerti tiap-tiap manusia.

d) Bersifat kodrat

Pendidikan keluarga bersifat kodrat karena terdapatnya hubungan

antara pendidik dan anak didiknya.

b. Fungsi pendidikan keluarga

Fungsi-fungsi pendidikan keluarga yang penting yaitu :

a) Pengalaman pertama masa kanak-kanak

22
Dalam pendidikan keluarga, anak memperoleh pengalaman pertama

yang merupakan faktor penting dalam perkembangan pribadi anak-anak

selanjutnya dan menurut penelitian para ahli , pengalaman pada masa

kanak-kanak akan mempengaruhi perkembangan individu dalam hidupnya.

b) Menjamin kehidupan emosional anak

Dalam pendidikan keluarga maka kehidupan emosional atau

kebutuhan rasa kasih sayang seorang anak dapat menjamin dengan baik. Hal

ini disebabkan karena adanya hubungan darah antara pendidik dan anak

didik, karena orang tua hanya mengahadapi sedikit anak didik dan karena

hubungan atas kasih sayangnya yang murni.

c) Menanamkan dasar pendidikan moral

Dalam pendidikan keluarga, maka pendidikan ini selanjutnya

mengarah kepada pendidikan moral anak-anak karena di dalam keluarga

tertanam dasar-dasar pendidikan moral melalui contoh-contoh yang kongret

dalam kehidupan sehari-hari.

d) Memberikan dasar pendidikan kesosialan

Dalam kehidupan keluarga sering anak-anak harus membantu

(menolong) anggota keluarga yang lain da menolong saudaranya sakit,

bersama-sama menjaga ketertiban keluarga dan sebagainya. Kesemuanya

memberi pendidikan pada anak, tertutama memupuk berkembangnya benih-

benih kesadaran sosial pada anak-anak.

e) Pendidikan keluarga dapat pula merupakan lembaga pendidikan penting

untuk meletakkan dasar pendidikan agama bagi anak.

23
Seperti tampak adanya anak yang belajar mengaji pada orangtuanya

atau tetangganya.

c. Sifat khusus pendidikan keluarga

Sifat khusus pendidikan keluarga dimaksudkan adalah beberapa hal

khusus yang berhubungan si terdidik dalam lembaga pendidikan keluarga.

Sifat-sifat yang dimaksud diantaranya yaitu :

(a) Sifat menggantungkan diri

Anak yang baru lahir memiliki sifat serta ketergantungan pada orang

tuanya, sehingga tanpa pertolongan orang tua anak tidak akan bisa

berkembang dalam hidupnya atau tidak dapat melanjutkan hidupnya.

(b) Anak didik kodrat

Terbentuknya keluarga karena pernikahan antara ayah dan ibu, maka

keluarga merupakan lembaga pendidikan yang mengikat anak secara takdir

menjadi anak didik dalam pendidikan tersebut, kecuali dalam keadaan

tertentu menyebabkan anak dipelihara oleh orang lain maka nilai anak didik

kodrat menjadi hilang. ( Soelaiman Joesoef, 1992:74-77)

2. Lingkungan pendidikan sekolah

Lingkungan pendidikan sekolah merupakan lingkungan

pendidikan yang kedua. Pada lingkungan sekolah perlu dilengkapi dengan

suasana yang ideal dan kondusif.

24
Sekolah merupakan tempat yang dapat membentuk dan melatih

kecerdasan intelektual serta kecerdasan emosional. Keduanya sangat penting

bagi terbentuknya kepribadian. Manusia yang berkepribadian tidak cukup

hanya cerdas atau pandai saja, akan tetapi juga bermoral. Sekolah membantu

pendidikan moral antara lain budi pekerti disamping tugas utamanya

mencerdaskan anak melalui pemberian ilmu pengetahuan dan teknologi.

Dijelaskan oleh Sikun Pribadi (1981,73) bahwa dalam lingkungan

pendidikan sekolah, anak dipersiapkan untuk memecahkan berbagai masalah

hidup, seperti mengurus kesehatannya, mencari pekerjaan, bergaul dengan

orang lain yang bukan anggota keluarga, mengurus barang-barang yang

menjadi miliknya, mempertahankan diri dari berbagai ancaman dan mengenal

dirinya sendiri. Berbagai contoh persiapan tersebut ditunjukkan kepada

perkembangan seluruh kepribadiannya, terutama perbuatan etis sebagai orang

dewasa bertanggung jawab.

3. Lingkungan pendidikan masyarakat

Lingkungan pendidikan yang ketiga yaitu lingkungan pendidikan

masyarakat. Pendidikan pada lingkungan masyarakat merupakan pendidikan

yang lebih luas dan kompleks. R.A Santoso dalam bukunya yang berjudul

“Pendidikan Masyarakat” menyatakan bahwa pendidikan masyarakat adalah

pendidikan yang ditujukan kepada orang dewasa termasuk pemuda di luar

batas umur tertinggi kewajiban belajar dan dilakukan diluar lingkungan dan

sistem pengajaran sekolah dasar (Sulaiman Joesoef,2000:91). Lingkungan

25
pendidikan ini memberi kesempatan yang sangat luas bagi anak dalam

mengembangkan kreativitasnya.

Proses pendidikan akan berhasil jika faktor pendidikan dipenuhi,

jika salah satu tidak ada proses pendidikan akan berjalan pincang atau dengan

kata lain bahwa faktor pendidikan harus ada semua. Adapun faktor yang

dimaksud adalah :

a. Peserta didik : orang atau sekelompok orang yang menjadi subyek

pendidikan

b. Pendidik : yang berwewenang mendidik dan mengajar

c. Tujuan pendidikan : membentuk manusia dewasa yang mampu berdiri

sendiri dan tidak tergantung orang lain ( pendidikan teoritis )

d. Lingkungan pendidikan : suatu keadaan atau kondisi yang berada

disekitar yang mempengaruhi berlangsungnya pendidikan.

e. Alat pendidikan : tindakan perlakuan atau kegiatan yang digunakan

untuk mendidik misalnya perlindungan , perhatian, hadiah, hukuman.

Adapun yang dimaksud peneliti dalam kajian pola pendidikan anak

ini adalah mengenai pendidikan anak di lingkungan keluarga, baik itu anak

kandung maupun anak pungut atau anak yang berada dalam asuhan

mereka.

B. Pola-pola Pendidikan

Kelakuan budaya diorganisasi dan dipolakan. Ini berarti bahwa

ada keteraturan, ada pola yang tidak terwujud dengan begitu saja, di

26
lingkungan masyarakat di mana anak itu dibesarkan. Dengan perkataan

lain, ada kegiatan atau kejadian-kejadian yang berlangsung berulang dan

ajeg sebagai suatu kebiasaan yang merupakan proses pendewasaan anak

yang diatur oleh norma-norma masyarakat setempat. Setiap anak

mengalami suatu proses pengkondisian, baik yang disadari ataupun tidak

disadari, di lingkungan sosial-budayanya sendiri sehingga mereka dapat

memainkan peran dalam lingkungan masyarakat. Anak senantiasa

mendapat kesempatan dalam kebudayaan yang didukung oleh masyarakat

untuk mengembangkan kepribadian atau dalam upaya memuaskan

keinginan pribadi dalam batas-batas harapan yang dimungkinkan oleh

lingkungan sosialnya. Tingkah laku mereka merupakan proses

pengkondisian sejak dini yang berlangsung secara teratur di lingkungan

keluarga sampai beberapa kurun waktu berikutnya di lingkungan (Tjetjep

Rohendi Rohidi, 2000:200)

Pola pendidikan yaitu suatu wujud, tipe, sifat, yang dikenakan

kepada anak oleh orang tua dalam kegiatan mendidik, membimbing,

mendisiplinlan serta melindungi anak untuk mencapai kedewasaan sesuai

norma yang diharapkan oleh masyarakat pada umumya. Menurut Prof.

Dr.Soegeng Santoso, terdapat tiga pola pendidikan yaitu :

1. Pola pendidikan otoriter

Yaitu suatu cara mendidik yang bersifat keras, tegas, suka

menghukum dan tidak simpatik. Anak-anak cenderung dipaksa untuk

patuh terhadap perintah, nilai-nilai yang dianut orang tua dan bersifat

27
mengekang, orang tua tidak mendorong untuk mandiri, termasuk dalam

belajar karena semuanya ditentukan orang tua. Anak tidak diberi

kesempatan untuk mengemukakan atau berbuat sesuatu sesuai

keinginannya sehingga merasa tertekan. Tujuannya adalah agar anak

menurut, disiplin, tertib, tidak melawan dan tidak banyak kemauan.

Kebaikan dengan pola pendidikan otoriter yaitu sekolah atau keluarga

terlihat aman, tertib, tidak ada masalah, disiplin, tenang dan anak menurut.

Kelemahan, anak tidak ada kemauan untuk mencoba hal yang baru,

penakut, tidak memiliki kreativitas, rendah diri. Akibat lain adalah

emosinya labil, penyesuaian diri terhambat, tidak simpatik, tidak puas dan

mudah curiga serta kurang bijaksana dalam pergaulan. Akibat seringnya

mendapat hukuman dari orangtua dapat menyebabkan anak menjadi

agresif, nakal dan sejenisnya.

Menurut Stewart (1983, dalam bukunya Sutari Imam Barnadib

1986 :12) orangtua yang otoriter berciri selalu kaku, suka menghukum,

tidak menunjukkan perasaan kasih sayang dan tidak simpati. Mereka

selalu menilai anak-anak dari segi kepatuhan terhadap otoriter orang

tuanya. Orang tua yang otoriter amat berkuasa terhadap anak dan mereka

memegang kekuasaan tertinggi, maksudnya bahwa perintah-perintahnya

harus ditaati oleh anak. Menurut Sutari Imam Barnadib (1986:12)

mengatakan bahwa orangtua otoriter tidak memberikan hak untuk

mengemukakan pendapat serta mengutarakan perasaan anak. Dari

pendapat-pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa orang tua yang

28
menerapkan pola pendidikan otoriter ialah orang tua yang menerapkan

otoriter penuh terhadap segala aktifitas anaknya, menonjolkan kekuasaan

orang tua, bersikap kaku, suka memaksakan kehendak, selalu mengatur,

tanpa mengindahkan perasaan dan kemauan anaknya. Pola pendidikan

otoriter ini sangat tidak menguntungkan bagi perkembangan jiwa anak.

2. Pola pendidikan permisif

Yaitu pendidikan yang lebih banyak memberikan kebebasan pada

anak untuk bertindak, berbuat atau berkreasi. Baumrind (dalam bukunya

Paul Hauck 1986 : 17) mengatakan bahwa orang tua yang menerapkan

pola pendidikan permisif, perilaku orang tua memberi kebebasan sebanyak

mungkin. Anak diberi kebebasan untuk mengatur dirinya baik dalam

belajar, bermain maupun lainnya. Anak tidak dituntut tanggungjawab,

tidak banyak dikontrol, bahkan mungkin dipedulikan. Akibat yang timbul

dengan penerapan pola ini adalah agresif, menentang atau tidak dapat

bekerjasama dengan orang lain, emosi kurang stabil,perkembangan tidak

matang, penuh ketergantungan, kurang percaya diri, sulit menghargai

orang lain, mudah frustasi, kurang bersahabat, selalu mengalami

kegagalan karena tidak ada bimbingannya. Selain itu tidak mempunyai

tujuan pendidikan yang jelas dan terencana. Dalam hal ini Hurlock (1980:

19) mengatakan bahwa pola pendidikan permisive bercirikan adanya

kontrol yang kurang. Orangtua bersikap bebas dan longgar, bimbingan

terhadap anak sangat kurang. Keadaan ini akan mempengaruhi

perkembangan kepribadian anak.

29
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa penerapan pola

pendidikan permisif dalam keluarga oleh orang tua akan memberikan

kebebasan kepada anak, anak akan berjalan tanpa arah yang pasti, karena

menentukan sendiri apa yang dikehendaki, sehingga membuka

kemungkinan tindakan atau perbuatan yang menyimpang dengan tatanan

yang ada dalam masyarakat, hal ini akan merugikan anak itu sendiri.

3. Pola pendidikan demokratis

Yaitu pola pendidikan yang memberikan kesempatan kepada anak

untuk menampilkan kreativitasnya, tetapi dengan penuh bimbingan

pendidik. Jadi anak bebas tetapi dengan penuh pengawasan dan

pemantauan pendidik. Dalam mendidik anak diberi peluang untuk

berbicara, berpendapat, mengemukakan pandangan dan berargumentasi,

jadi anak tidak dikekang.

Baumrind (dalam bukunya Hurlock 1980: 20) mengatakan bahwa

ciri pola pendidikan demokrasi bercirikan adanya hak dan kewajiban

orangtua dan anak adalah sama dalam arti saling melengkapi. Anak dilatih

utnuk bertanggungjawab dan mencapai kedewasaannya. Orangtua selalu

mendorong untuk sangat dan penuh pengertian. Jika orangtua bertindak

sesuatu misalnya mengingatkan, maka tindakan tersebut disertai alasan

yang rasional. Suasana pola pendidikan yang demikian membuat emosi

anak stabil, mempunyai percaya diri yang kuat, memungkinkan anak

terbuka, maupun menghargai hak orang lain, peka terhadap lingkungan

30
dan bijaksana dalam bertindak, periang, mudah menyesuaikan diri dan

penuh persahabatan.

Cole (1963) (dalam bukunya Hurlock 1980: 20) mengatakan

bahwa orangtua yang menerapkan pola pendidikan demokratis selalu

memberikan penjelasan, mendiskusikan terlebih dahulu dengan anak,

sebelum menerapkan peraturan-peraturannya. Pola pendidikan demokratis

yang diterapkan orangtua memandang anak sebagai individu yang sedang

berkembang. Hal ini disebabkan karena orangtua menyesuaikan dengan

taraf-taraf perkembangan anak dengan cita-citanya, minatnya,

kecakapannya dan pengalamannya.

Keuntungan dan manfaat dengan menggunakan pola pendidikan

demokratis menurut Sutari Imam Barnadib adalah : (1) anak aktif dalam

hidupnya ; (2) penuh inisiatif; (3) percaya pada diri sendiri ; (4) perasaan

sosial ; (5) penuh tanggung jawab ; (6) emosi lebih stabil; (7) mudah

menyesuaikan diri ( Sutari Imam Barnadib, 1986: 125 )

Menurut Hurlock (1978: 61) pola pendidikan demokratis ditandai

ciri-ciri : anak diberi kesempatan untuk mandiri dan mengembangkan

kontrol internalnya; anak diakui keberadaanya oleh orang tua turut

dilibatkan dalam pengambilan keputusan. Melengkapi hal ini Conger

(1976) (dalam bukunya Hurlock 1980: 21) menyatakan bahwa orang tua

yang menerapkan pola pendidikan demokratis lebih terbuka terhadap

anak-anaknya, anak diberi kesempatan untuk mengemukakan pandangan

31
termasuk dalam hal yang harus dilakukan dan keputusan itu dibuat atas

dasar persetujuan antara anak dengan orangtua.

Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa penerapan pola

pendidikan demokratis dalam keluarga orangtua menempatkan anak pada

posisi yang sama dalam keluarga. Dimana anak selalu diajak diskusi

masalah-masalah yang dihadapi dalam keluarga, terutama yang

menyangkut persoalan anak itu sendiri. Antara orangtua dan anak saling

terbuka, saling menerima dan saling memberi, anak diakui keberadaannya.

Orangtua yang menerapkan pola pendidikan demokratis ini begitu

memperhatikan perkembangan kejiwaan anak.

C. Keluarga

Keluarga sebagai wadah pertama dimana manusia mengalami proses

sosialisasi awal akan sangat menentukan proses pendidikan seorang anak.

Sebagai sumber pendidikan utama, keluarga adalah tempat dimana pertama

kali diperoleh segala pengetahuan dan kecerdasan intelektual manusia dari

orangtuanya dan juga anggota keluarga yang lain, melalui suatu proses

interaksi yang berlangsung secara terus-menerus. Oleh karena itu pola,

pemikiran, sikap serta tindakan orang tua sangat berpengaruh bagi pendidikan

seorang anak.

Melalui pendidikan keluarga, dengan cara-cara yang sederhana anak

dibawa ke suatu sistem nilai atau sikap hidup yang diinginkan dan disertai

teladan orangtua yang secara tidak langsung sudah membawa anak kepada

32
pandangan dan kebiasaan tertentu, sekaligus dimulai pendidikan fisik. Proses

pendidikan yang meliputi mental, fisik dan intelektual di lingkungan keluarga

dapat berlangsung terus hingga anak dewasa. Semakin dewasa anak, peranan

orang tua semakin berkurang dan lebih bersifat mengawasi dan membantu.

Orang tua selalu siap memberikan bantuan berupa informasi atau nasehat jika

anak menghadapi jalan buntu dan tidak dapat memecahkan masalahnya

sendiri. Namun harus dijaga agar kasih sayang tidak berubah menjadi

memanjakan anak. Sebab memanjakan anak justru akan menjerumuskan

untuk seumur hidupnya (Suryohadiprojo, 1987: 98-99).

Para orangtua harus dapat mengambil sikap tegas terhadap anak,

bahkan sikap keras. Sikap demikian bukan karena kemarahan atau kebencian,

tetapi justru karena kasih sayang untuk mencegah anak jatuh dalam berbagai

kesalahan yang dapat merugikannya. Utamanya pada waktu anak masih kecil,

orangtua harus dapat menunjukkan dengan tegas apa yang dikehendaki dan

apa yang tidak disukai. Bila dengan nasehat dan teladan dari orangtua masih

saja anak berbuat hal lain yang bertentangan, maka orangtua yang sayang

kepada anaknya harus memberi teguran, dan bahkan hukuman kalau beberapa

kali teguran tidak mengubah sikap anak.

Di samping menerima bimbingan fisik, mental dan keterampilan, di

dalam keluarga anak-anak juga mengalami proses sosialisasi. Proses

sosialisasi adalah suatu proses menjadikan seseorang dalam hal ini anak,

tumbuh-kembang sebagai warga masyarakat yang memahami, menghayati

dan bertingkah laku dalam masyarakat. Tujuannya adalah agar anak dapat

33
hidup bersama-sama orang lain, secara selaras, serasi dan seimbang. Proses

sosialisasi terjadi pertamakali dalam keluarga, baru kemudian mengalami

perluasan ke luar lingkungan keluarga seperti lingkungan sekolah, teman

sebaya, masyarakat dan seterusnya ( Yaumil Achir, 1994:6 ).

Proses sosialisasi dapat terjadi melalui hubungan timbal balik antara

kedua orang tua dengan anaknya. Hubungan timbal balik ini kita sebut

interaksi. Melalui interakasi dengan orang tuanya maka anak mempelajari

berbagai hal, utamanya sosialisasi nilai-nilai yang diunggulkan, yaitu :

1. Nilai-nilai Keagamaan

Nilai-nilai keagamaan seluruhnya ditujukan untuk membimbing anak

menjadi anak yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

Sosialisasi nilai keagamaan adalah upaya orang tua agar anak-anaknya dapat

menjalani hidup bahagia dunia dan akhirat.

2. Budi Pekerti Luhur

Biasanya orang tua ingin agar anaknya berkembang menjadi seseorang

yang memiliki budi pekerti luhur, yang dapat diajarkan atau dicontohkan

orang tua pada anaknya. Biasanya orang tua memakai patokan-patokan agama

atau patokan budaya sebagai pedoman. Lebih konkritnya, sejak kecil anak

diajarkan untuk tidak berbohong, tidak mengambil sesuatu barang miliknya,

patuh pada orang tua, berani membela kebenaran, tidak malu mengakui

kesalahan sendiri, dan sifat-sifat lainnya.

34
Budi pekerti seorang anak tergantung pada kualitas akhlaknya.

Disinilah kemudian terlihat dengan jelas kaitan antara nilai budaya dan nilai

keagamaan dengan perilaku sosial.

3. Gotong Royong

Sikap gotong royong anggota masyarakat dewasa ini boleh dikatakan

hampir pudar. Bila orang tua tidak memberi suri tauladan kepada anak

mengenai sikap gotong royong ini, maka ada kemungkinan nilai unggul

budaya bangsa kita dalam hal tolong menolong, bekerja sama dan membina

kekuatan sosial untuk tujuan mulia seperti kesetiakawanan sosial, akan segera

menipis.

4.Sikap Merendah, Tidak Sombong, Tidak Pamer

Orang yang banyak bicara tetapi tidak berisi, sering dikatakan seperti “

tong kosong yang nyaring bunyinya”. Orang seperti ini tidak begitu disukai

dalam pergaulan. Seandainya kita mempunyai banyak kelebihan, tidak

sepantasnya kelebihan tersebut dipamerkan.

5. Sikap Sabar, Ulet, Alot

Sikap-sikap ini sejak dulu dimiliki nenek moyang kita. Maka dari itu

para orang tua hendaknya senantiasa menanamkan kesabaran pada anak dalam

menganggapi berbagai masalah dalam kehidupan. Kesabaran yang disadari

oleh sikap ulet dan alot pun sudah banyak dicontohkan oleh para pendahulu

kita. Nenek moyang kita telah berhasil menciptakan berbagai peninggalan

seperti Candi Borobudur. Hasil karya tadi hanya dapat dilestarikan dengan

kesabaran, keuletan dan tekad hati saja.

35
6. Tata Krama

Tata krama tetaplah merupakan sikap dan perilaku yang perlu

ditanamkan pada anak sejak dini. Anak-anak tetap harus belajar menghargai

dan menghormati orang tua, para guru dan pihak-pihak lain yang dianggap

perlu. Dalam peradaban yang sedang berubah, budaya luhur bangsa tetap

harus dipertahankan, salah satu diantaranya adalah sopan santun dalam

hubungan sesama manusia. Karena itu anak dilatih untuk mengontrol ucapan,

sikap dan perbuatannya.

7. Nilai-nilai Baru

Sosialisasi nilai-nilai baru yang dituntut sesuai dengan perubahan

zaman, antara lain adalah kemandirian, kecerdasan, keuletan, rajin belajar,

bekerja keras, menghargai prestasi, sikap dan berfikir kreatif dan sikap-sikap

lain yang dianut masyarakat yang sedang berkembang ( Yaumil Agoes Achir:

7-10 ).

Dengan suasana yang baik di dalam keluarga sudah ada pencegahan

penting terhadap pengaruh dari luar. Makin dewasa, semakin banyak

kebebasan yang diberikan oleh orang tua. Anak dibiasakan tanggung jawab,

termasuk tanggung jawab atas nasibnya sendiri. Orang tua bersikap tut wuri

handayani.

Orang tua memberi pendapat , tetapi anak dibiasakan untuk

mengambil keputusan bagi diri sendiri didalam hidupnya (Suryahadiprojo,

1987:100). Keluarga dengan keterbatasan dan kemungkinan-kemungkinan

dapat merupakan tantangan dan kesempatan realisasi bagi anak. Diharapkan

36
bahwa dua hal ini dapat saling mengisi dan bermanfaat bagi perkembangan

anak secara optimal Siti Rahayu Haditono, 1987:151).

Terdapat beberapa pengartian tentang keluarga dan yang paling umum

di pakai adalah pengertian tentang Keluarga Batih dan Keluarga Luas.

Keluarga Batih (Nuclear Family)adalah satuan keluarga terkecil yang terdiri

ayah,ibu dan anak, sedangkan Keluarga Luas (Extended Family) adalah

keluarga yang terdiri dari beberapa keluarga batih.

Sebenarnya keluarga itu sendiri merupakan suatu unit terkecil dari

lembaga masyarakat yang memiliki nilai strategi dalam upaya peningkatan

kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), keluarga bisa mampu menjalankan

fungsi keluarga dengan baik. Ada 8 fungsi dari keluarga (Membangun

Keluarga Sejahtera secara Mandiri, 1996 :2) yaitu :

a. Fungsi keagamaan

Yaitu fungsi yang mendorong dan mengembangkan setiap

anggotanya untuk menjadikan kehidupan keluarga sebagai wahana

pengamalan nilai-nilai agama dan untuk menjadi insan-insan agamis yang

penuh dengan iman dan takwa pada Tuhan Yang Maha Esa.

b. Fungsi sosial budaya

Yaitu fungsi keluarga untuk memberikan kesempatan kepada

keluarga dan seluruh anggota keluarga untuk mengembangkan kebudayaan

bangsa yang beraneka ragam dalam satu kesatuan

c. Fungsi cinta kasih

37
Yaitu fungsi untuk memberikan landasan yang kokoh terhadap

hubungan antara anak dengan anak, suami dengan istri, orang tua dengan

anak serta hubungan kekerabatan yang penuh cinta kasih lahir dan batin.

d. Fungsi melindungi

Yaitu fungsi keluarga untuk menumbuhkan rasa aman dan

kehangatan diantara anggota keluarga dengan saling melindungi satu sama

lain.

e. Fungsi reproduksi

Merupakan mekanisme untuk melanjutkan keturunan yang

direncanakan sehingga dapat meunjang tercapainya kesejahteraan

manusia.

f. Fungsi sosialisasi dan pendidikan

Yaitu fungsi yang memberikan peranan kepada keluarga untuk

mendidik keturunannya agar bisa melakukan penyesuaian dengan alam

kehidupannya di masa depan.

g. Fungsi ekonomi

Dimaksudkan untuk mendorong keluarga untuk meningkatkan

pendapatan materiil dan finansiil yang menunjang dan mendukung

kemandirian dan ketahanan keluarga.

h. Fungsi pembangunan lingkungan

38
Memberikan kepada setiap anggota keluarga kemampuan untuk

menempatkan diri secara serasi, selaras, seimbang sesuai dengan daya

dukung alam dan lingkungan yang berubah secara dinamis.

Keseluruhan fungsi tersebut pada dasarnya bertujuan untuk

meningkatkan kualitas sumber daya manusia seorang anggota dari suatu

keluarga dan pendidikan sebagai suatu investasi sumber daya manusia

tentunya turut pula menuntut peranserta keluarga. Dalam kenyataanya

tidak seluruh keluarga mampu menjalankan fungsi-fungsi tersebut dengan

baik secara keseluruhanya, ada di antara mereka yang tidak mampu

berfungsi seperti fungsi-fungsi yang tersebut diatas dan salah satu

penyebab terjadinya ketidakmampuan kelurga berfungsi adalah karena

alasan kemiskinan.

Orang tua memang memiliki semacam tanggung jawab eksklusif

dalam hal proses membesarkan dan mengasuh seorang anak, termasuk

didalamnya adalah tentang pendidikan yang akan diterima oleh anak-anak

mereka.

Tanggung jawab tersebut tentunya harus dilaksanakan dengan

sebaik-baiknya dan untuk itulah orang tua dituntut harus dapat

menjalankan peranannya dengan baik. Namun, jika keluarga ternyata

berada pada suatu kondisi yang menyebabkan mereka tidak mampu

menjalankan segala fungsinya dengan baik, maka akan sangat terbuka

kemungkin untuk menurunnya kualitas sumber daya manusia (SDM) para

anggota keluarga terutama anak-anak.

39
D. Kemiskinan

Dalam setiap masyarakat atau perkembangan masyarakat dimanapun

dan kapanpun, senantiasa ada kelompok yang karena barbagai keterbatasan

yang membelenggunya, tidak dapat mensejajarkan diri dengan kelompok

lainnya untuk memperoleh dan menikmati kekayaan dan harta benda yang

berharga. Sesungguhnya, tidak ada masyarakat yang semua warga atau

kelompok di dalamnya memiliki kekayaan dan peluang secara sama rata.

Faktor penyebab utama adanya perbedaan itu adalah sistem stratifikasi sosial

dan sistem pendistribusian kekuatan sosial yang ada di masyarakat. Mereka

yang tertinggal, tidak bisa terlibat untuk berkembang bersama-sama dengan

warga masyarakat lainnya karena lemah secara ekonomi, sosial, politik dan

budaya

Kelompok atau warga masyarakat yang tertinggal itu yang dapat

digolongkan sebagai kelompok masyarakat miskin umumnya berpendidikan

rendah atau sama sekali tidak mengalami pendidikan sekolah. Mereka kurang

memiliki kesempatan untuk menyatakan dirinya, baik yang bertalian dengan

pemenuhan kebutuhan hidup materi maupun kesempatan untuk berperan

dalam organisasi sosial politik serta kurang mampu mengembangkan jaringan

sosial untuk memperoleh pekerjaan yang layak. (Tjetjep Rohendi Rohidi,

2000:17)

Kemiskinan merupakan suatu masalah sosial klasik yang mengandung

begitu banyak dimensi dan terikat pula dengan banyak hal. Dan ketika kini

40
kita membicarakan mengenai kemiskinan, sebenarnya masih banyak

perdebatan tentang berbagai hal yang berkaitan dengan konsepsi kemiskinan.

Dan untuk memperkokoh validitas penelitian ini maka perdebatan –

perdebatan tersebut tidak akan di permasalahkan di sini.

Scot (1979) (dalam bukunya Tjetjep R.R, 2000:24) berpendapat

bahwa kemiskinan dapat didefinisikan dari segi pendapatan dalam bentuk

uang ditambah dengan keuntungan-keuntungan nonmateri yang diterima oleh

seseorang. Kemiskinan, pertama-tama, dapat diartikan sebagai kondisi yang

diderita manusia karena kekurangan atau tidak memiliki pendidikan yang

layak untuk meningkatkan taraf hidupnya, kesehatan yang buruk, dan

kekurangan transportasi yang dibutuhkan oleh masyarakat. Kedua,

kemiskinan didefinisikan dari segi kurang atau tidak memiliki aset, seperti

tanah, rumah, peralatan, uang, emas, kredit dan lain-lain. Ketiga, kemiskinan

dapat didefinisiskan sebagai kekurangan atau ketiadaan nonmateri yang

meliputi berbagai macam kebebasan, hak untuk memperoleh pekerjaan yang

layak, hak atas rumah tangga dan kehidupan yang layak.

Friedmann (1979) (Tjetjep Rohendi Rohidi, 2000:25) menyatakan

bahwa kemiskinan adalah ketidaksamaan kesempatan untuk

mengakumulasikan basis kekuasaan sosial meliputi (tidak terbatas pada):

modal yang produktif atau asset, misalnya tanah, perumahan, peralatan,

kesehatan dan lain-lain ; sumber-sumber keuangan (pendapatan dan kredit

yang memadai); organisasi sosial dan politik yang dapat digunakan untuk

mencapai kepentingan bersama (partai politik, sindikat, koperasi dan lain-

41
lain); jaringan sosial untuk memperoleh pekerjaan, barang-barang dan lain-

lain; dan pengetahuan atau ketrampilan yang memadai, serta informasi yang

berguna untuk memajukan kehidupannya.

Coleman dan Cressy memberikan pengertian tentang kemiskinan

dengan mendefinisikannya melalui 2 jalur pendekatan, yang pertama adalah

pendekatan absolut yang menyatakan bahwa pembeda antara yang kaya

dengan yang miskin adapila suatu standar obyektif tertentu seperti misalnya

kurangnya uang untuk mendapatkan makanan, pakaian dan tempat berlindung

yang cukup, mereka yang miskin adalah mereka yang memiliki keadaan

dibawah standar obyektif tersebut. Pendekatan yang kedua adalah pendekatan

relatif yang menyatakan bahwa orang miskin adalah mereka yang secara

signifikan memiliki pendapatan dan kekayaan yang kurang dari rata-rata orang

yang berada disekitar mereka (Vivin Alvian, 2002: 19)

Dimensi lain dari kemiskinan itu sendiri tidaklah hanya pada masalah

yang bisa disebut miskin dan yang mana tidak, permasalahan yang ada

sebenarnya jauh lebih kompleks dari pada itu semua. Terutama jika kita

mengetahui bahwa sebenarnya perbedaan pendapatan antara mereka yang

kaya dengan yang miskin akan membawa pengaruh-pengaruh terhadap gaya

hidup seseorang, sikap seseorang terhadap orang lain bahkan pengaruh pada

sikap terhadap dirinya sendiri.

Orang-orang yang hidup dalam kemiskinan memiliki berbagai

karakteristik diri yang mau tidak mau akan berpengaruh dalam berbagai

bidang kehidupan mereka. Karakteristik-karakteristik tersebut kebanyakan

42
muncul sebagai hasil dari upaya mereka untuk mempertahankan diri di tengah

kondisi kemiskinan yang mereka alami, yang kadangkala memang tampak

tidak berujung.

Suparlan (1984) menyatakan bahwa masyarakat miskin menganut

prinsip ekonomi bahwa hasil kerja mereka adalah hasil kerja yang harus dapat

segera dinikmati, karenanya mereka belum memikirkan masa-masa

mendatang dan itulah sebabnya mereka sangat tidak tertarik kepada segala

bentuk tabungan atau investasi.

Menurut Lincolin Arsyad, indikator kemiskinan ada bermacam-

macam yaitu konsumsi beras perkapita per tahun, tingkat pendapatan dan

tingkat kesejahteraan yang terdiri dari 9 komponen yaitu kesehatan, konsumsi

makanan dan gizi, pendidikan, kesempatan kerja, perumahan, jaminan sosial,

sandang, rekreasi dan kebebasan.

Sajogjo (1977) menggunakan tingkat konsumsi beras per kapita

sebagai indikator kemiskinan. Untuk daerah pedesaan, penduduk dengan

konsumsi beras kurang dari 240 kg per kapita per tahun, sedangkan daerah

perkotaan adalah 360 kg per kapita pertahun.

Seorang ahli antropologi, Oscar Lewis bahkan pernah menyatakan

bahwa kemiskinan telah membuat para penderitanya membangun sebuah

kebudayaan tersendiri, yang disebut oleh Lewis sebagai kebudayaan

kemiskinan. Ia menyatakan bahwa kebudayaan kemiskinan merupakan suatu

hasil dari reaksi para orang miskin terhadap kesenjangan secara ekonomi yang

mereka alami dari masyarakat sekitarnya.Pertama kali kebudayaan

43
kemiskinan itu tumbuh, maka hal itu akan diturunkan dari satu generasi ke

generasi lainnya secara terus menerus.

Pramuwito juga menyatakan bahwa kemiskinan telah membuat orang-

orang yang berada didalamnya memiliki karakteristik tingkah laku yang

melekat erat dalam kehidupan mereka sehari-hari, salah satu tingkah laku

tersebut adalah tingkah laku ekonomi yang di gambarkan sebagai berikut :

- Mereka ingin bekerja yang cepat mendapatkan hasil dan karena modal yang

mereka miliki hanya otot mereka maka mereka bekerja di sektor informal.

Dengan pekerjaan itu, mereka merasa dapat langsung segera menikmati

hasilnya.

- Masyarkat miskin pada umumnya menginginkan pekerjaan yang sederhana,

tidak idealis dan yang tidak menggunakan prosedur yang rumit.

- Oleh karena pekerjaan mereka yang sederhan dan hanya mengandalkan otot,

maka sebagian besar dari mereka penghasilannya relatif kecil. Dengan

penghasilan yang relatif kecil tersebut, mereka berusaha dengan tindakan-

tindakan yang spekulatif, seperti hutang, bejudi, gadai menggadai dan lain

sebagainya.

Kemiskinan memang telah menjadi suatu masalah sosial yang sangat

kompleks dan rumit, kebanyakan cara dan metode yang di gunakan oleh

pihak-pihak yang ingin memerangi kemiskinan memang memerlukan

pendekatan yang menyeluruh dan tidak parsial. Dan karena kemiskinan

masyarakat tentang manusia, maka upaya penyelesaian masalah itu harus

dengan mempertimbangkan ketiga aspek yang melekat dalam diri manusia

yaitu aspek biologis atau fisik, aspek sosial dan aspek psikis atau pemikiran.

44
Sebagai sebuah masalah sosial konvensional telah disadari bahwa

kemiskinan memang tidak dapat dihilangkan dari seluruh wajah dunia ini

dengan total dan tanpa bersisa, tetapi kemiskinan itu sendiri sebenarnya dapat

dikurangi. Dan yang mungkin paling sering kita dengar dalam berbagai

program pengentasan kemiskinan, baik oleh pemerintah maupun pihak-pihak

non pemerintah adalah tentang tujuan program-program tersebut dengan

berbagai cara dan metodenya untuk meningkatkan taraf penghasilan para

masyarakat miskin. Ini artinya ada suatu tujuan yang ingin mengurangi

kesenjangan penghasilan antara mereka yang hidup dalam kemiskinan dengan

mereka yang hidup berkecukupan.

Banyaknya perdebatan tentang batasan yang dipergunakan tentang

kategori kemiskinan dalam penelitian ini akan disederhanakan dengan jalan

memakai kategori kemiskinan menurut Pramuwito.

D. Keluarga Miskin

Di Indonesia terdapat istilah keluarga miskin yang biasanya lebih

sering disebut dengan keluarga pra-sejahtera ataupun keluarga sejahtera 1 dan

seterusnya. Di dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia tahun 1995,

disebutkan bahwa pengertian Keluarga Pra-Sejahtera adalah keluarga yang

belum dapat memenuhi kebutuhan dasar minimum dalam hal sandang,

pangan, papan dan pelayanan kesehatan yang sangat dasar. Sedangkan

keluarga Sejahtera I adalah kelarga yang sudah dapat memenuhi kebutuhan

dasar minimumnya dalam hal sandang, pangan, papan dan pelayanan

kesehatan yang sangat dasar tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan sosial

psikologisnya.

45
Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional ( BKKBN )

merupakan sebuah lembaga pemerintah non-departemen telah menetapkan

suatu standar penilaian yang kemudian berguna untuk memberikan secara

jelas perbedaan antara keluarga Pra-Sejahtera dan Keluarga Sejahtera I.

Untuk keluarga Pra- Sejahtera belum terpenuhi seluruh standar penilaian,

sedangkan untuk keluarga Sejahtera I kriteria 1 sampai 5 telah terpenuhi.

Standar penilaian tersebut adalah :

a. melaksanakan ibadah menurut agama yang dianut oleh masing-

masing anggota keluarga.

b. pada umumnya anggota keluarga makan 2 kali sehari atau lebih

c. pada umumnya anggota keluarga memiliki pakaian yang berbeda

untuk di rumah, bekerja untuk sekolah dan bepergian.

d. bagian terluas dari lantai rumah bukan tanah.

e. bila anak sakit dan atau pasangan usia subur ( PUS ) ingin ber-KB

maka dibawa kesarana kesehatan.

f. anggota keluarga melaksanakan ibadah secara teratur.

g. paling kurang 1 kali seminggu keluarga menyediakan

daging/telur/ikan.

h. seluruh anggota keluarga memperoleh paling kurang 1 stel pakaian

baru pertahun.

i. luas lantai rumah kurang 8 m2 untuk tiap penghuni.

j. seluruh anggota keluarga dalam 3 bulan terakhir dalam keadaan

sehat.

46
k. paling kurang 1 orang anggota keluarga berumur 15 tahun keatas

berpenghasilan tetap.

l. seluruh anggota keluarga yang berumur 10-60 tahun bisa baca tulis

huruf latin.

m. seluruh anggota keluarga yang berusia 6-15 tahun bersekolah pada

saat ini.

n. bila anak hidup 2 atau lebih, keluarga yang masih PUS ini

memekai kontrasepsi (kecuali sedang hamil).

o. mempunyai upaya untuk meningkatkan pengetahuan agama.

p. sebagian dari penghasilan dapat disisihkan untuk tabungan

keluarga.

q. biasanya makan bersama paling kurang 1 kali dalam sehari dan

kesempatan itu dapat dimanfaatkan untuk komunikasi keluarga.

r. ikut serta dalam kegiatan masyarakat di lingkungan tempat tinggal.

s. mengadakan rekreasi bersama di luar rumah paling kurang sekali

per 6 bulan.

t. dapat memperoleh berita dari surat kabar/radio/televisi/majalah.

u. anggota keluarga mampu menggunakan sarana transportasi sesuai

ketentuan daerah.

v. secara teratur atau pada waktu tertentu dengan sukarela

memberikan sumbangan bagi kegiatan sosial masyarakat dalam bentuk

material.

47
w. kepala keluarga atau anggota keluarga aktif sebagai pengurus

perkumpulan/ yayasan/ institusi masyarakat.

Menurut Sajogjo dan Pudjiwati Sajogjo, bahwa rumah tangga yang

tergolong tak cukup dalam hal penghasilan diukur dengan ukuran senilai

(ekuivalen jual-beli) beras bukan rupiah tanpa perlu membuat perhitungan

pengaruh inflansi dan perbedaaan harga pangan di baragam daerah. Hal ini

terlihat dari laporan kasus desa Sriharjo (Kabupaten Bantul, D. I. Yogyakarta)

bahwa ukuran tingkat penghasilan “cukup” yang diambil serendah 20 kg

ekuivalen beras per orang sebulan (penghasilan Rp 10.000,00 bagi keluarga

sebesar 5 orang, jika harga beras Rp 100,00 per kg).

Kita tidak dapat mengingkari bahwa manusia adalah makhluk

berbudaya, yaitu sebagai konsekuensi logis dari hidup manusia dan

berkembang dalam kondisi kebudayaan tertentu. Manusia telah hidup,

dibesarkan dan bekerja, dalam lingkungan budaya tertentu. Tidak hanya

orang-orang dewasa yang merupakan manusia berbudaya, melainkan juga

anak-anak. Anak-anak merupakan manusia yang telah terlatih untuk dapat

berbicara dengan orang lain dengan penggunaan bahasa tertentu, manusia;

manusia yang mempunyai kepercayaan-kepercayaan tertentu; manusia yang

mempunyai pengetahuan tertentu; terutama pengetahuan tentang lingkungan

dekat masing-masing; manusia yang telah mempunyai nilai-nilai tertentu yang

dijadikan pedoman untuk bertindak dan pedoman dalam menanggapi banyak

hal yang dihadapi; manusia yang berpegang pada aturan-aturan tertentu yang

telah diajarkan kepadanya sebagai pegangan dalam pergaulan dengan orang-

48
orang lain, aturan yang menyatakan hak-hak dan kewajiban-kewajiban

masing-masing; manusia yang telah mempunyai cara berpikir sesuai dengan

kebudayaan di lingkungannya (Bachtiar, 1987 dalam bukunya Tjetjep

Rohendi Rohidi, 2000:26)

Singkatnya, anak merupakan manusia berbudaya yang mendukung

kebudayaan tertentu yang juga dianut oleh para orang tuanya atau masyarakat

yang lebih luas.

Dengan demikian dapat dipahami bahwa anak-anak dari orang tua

yang hidup dalam kondisi kemiskinan dibesarkan dan tumbuh dalam pola-

pola kehidupan masyarakat yang mendukung kebudayaan tertentu yaitu

kebudayaan yang menyiratkan adanya sifat-sifat kebudayaan kemiskinan.

Lewis(1984:32) mengatakan bahwa tatkala kebudayaan kemiskinan sudah

muncul, akan cenderung terus dilestarikan, betapa banyaknya perubahan yang

terjadi dalam kondisi lingkungan disekitar orang-orang miskin tersebut. Lewis

melihat kebudayaan kemiskinan sebagai suatu subkebudayaan yang

ditransmisikan antar generasi. Artinya dalam konteks sosialisasi dan kulturasi

adalah bahwa anak yang hidup dalam kebudayaan kemiskinan sejak dini telah

tercetak dalam kebudayaan kemiskinan tersebut ( Prof. Dr. Tjetjep Rohendi

Rohani, 2000:201).

Di Amerika dan dikebanyakan budaya barat lainnya, perbedaan

kelas sosial suatu keluarga dengan keluarga lain mampu menimbulkan

perbedaan dalam pola pengasuhan anak-anak dalam keluarga tersebut. Orang

tua yang berasal dari kelas sosial rendah sering menempatkan menempatkan

49
nilai-nilai yang tinggi terhadap karakteristik eksternal anak, contohnya adalah

kepatuhan. Sedangkan orang tua dari keluarga menengah lebih memberikan

penilaian yang tinggi terhadap karakteristik internal seperti misalnya saja

konsep diri.

Selain itu terdapat pula perbedaan dalam perilaku para orang tua

yang berasal dari kelas sosial yang berbeda, orang tua yang berasal dari kelas

sosial menengah akan lebih sering menjelaskan sesuatu dengan menggunakan

bahasa verbal, mengajarkan kedisiplinan dengan alasan dan membiarkan serta

mengijinkan anak-anak mereka untuk bertanya. Sedangkan orang tua dari

kelas sosial rendah akan lebih sering mendisiplinkan mereka dengan hukuman

fisik dan menghina anak-anak (Vivin Alvian, 2002 : 18).

BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian ini akan menggunakan pendekatan kualitatif yaitu suatu

pendekatan penelitian yang menekankan pada kedekatan pada data dan

berdasarkan konsep bahwa pengalaman merupakan cara terbaik untuk

memahami perilaku sosial.

Sedangkan tipe atau jenis penelitian ini adalah studi diskriptif yaitu

tipe penelitian yang ingin mendiskripsikan atau menggambarkan secara

terperinci fenomena sosial tentang apa yang terjadi dengan menggunakan

50
metode studi kasus yang berupaya untuk menelaah suatu kasus secara

mendalam, intensif, mendetail dan komprehensif.

Sebagaimana disebutkan dalam tujuan, penelitian ini tidak menguji

hipotesa tetapi ingin mendiskripsikan, mengungkap dan menganalisa pola

pendidikan anak yang diberikan oleh keluarga miskin.

A. Teknik Pemilihan Informan

Prosedur pengambilan dan pemilihan informan dalam penelitian

kualitatif pada umumnya menampilkan karakteristik sebagai berikut :

1. Diarahkan tidak pada jumlah subjek yang besar, melainkan pada kasus-

kasus tipikal sesuai kekhususan masalah penelitian.

2. Tidak ditentukan secara kaku sejak awal, tetapi dapat berubah baik

dalam hal jumlah maupun karakteristik subjeknya sesuai dengan

pemahaman konseptual yang berkembang dalam penelitian.


41
3. Teknik penentuan subjek dilakukan secara porposif, dimana kasus

yang dianggap sesuai dengan fenomena yang diteliti.

Dengan demikian kriteria yang dipergunakan untuk penelitian ini adalah :

a. Keluarga yang masuk dalam kategori keluarga miskin yang

memiliki karakteristik menurut Pramuwito (hal:32).

b. Keluarga yang masuk dalam kategori tidak cukup dalam hal

penghasilan yang diukur dengan ukuran senilai (ekuivalen jual-beli)

beras.

51
c. Keluarga yang memiliki anak usia 6-15 tahun baik laki-laki

maupun perempuan.

d. Keluarga yang memiliki anak baik anak kandung, anak pungut

maupun anak yang berada dalam asuhan mereka.

e. Keluarga yang diteliti adalah satu keluarga.

B. Lokasi Penelitian

Untuk menentukan lokasi penelitian, dilandasi oleh beberapa

pertimbangan. Pertimbangan pertama yaitu memungkinkan subyek bisa dikaji

secara mendalam. Pertimbangan yang kedua yaitu subyek memberikan

peluang untuk dapat diamati kegiatan dan interaksinya. Ketiga yaitu

memungkinkan peneliti untuk memainkan peran yang layak dalam rangka

mempertahankan kesinambungan kehadiran peneliti sepanjang waktu yang

diperlukan.pertimbangan yang terakhir yaitu adanya satuan kajian yang

memberi peluang diperolehnya kualitas data dan kredibilitas kajian.

Desa Meteseh terkenal dengan desa penghasil genting di kota Kendal

sekitarnya. Terlihat banyak home industri genting pres di desa tersebut

terutama Dukuh Krajan Barat, Dukuh Krajan Tengah dan Dukuh Teseh.

Paling sedikit pada home industri tersebut membutuhkan 2-3 pekerja. Dari

home industri yang ada, pemilik home industri sendiri yang mengerjakan dari

mencampur bahan sampai pada pembongkaran pembakaran kecuali

penggilingan bahan genting. Tetapi ada juga buruh tetap untuk ngepres

genting, untuk penjemuran genting dilakukan oleh pemiliknya. Biasanya para

52
buruh genting pres tersebut memulai bekerja kira-kira pukul 05.30 pagi

sampai pukul 04.00 sore. Dari beberapa buruh tetap pres genting, terdapat

wanita diantaranya. Dan kebanyakan dari mereka berstatus sebagai ibu rumah

tangga.

Alasan lain yang bersifat subyektif, yang secara langsung mendukung

teknis operasional lokasi kajian ini adalah bahwa peneliti pernah mengikuti

KKN 2003/2004 Di Desa Meteseh, Kecamatan Boja. Kegiatan KKN yang

berlangsung selama 40 hari. Keterlibatan peneliti dalam kegiatan selama KKN

tersebut, memperoleh keuntungan yaitu dapat menentukan lokasi penelitian

sesuai dengan masalah yang dikemukakan, yang kedua secara operasional

sudah tercipta hubungan sosial yang baik dengan pejabat daerah dan sebagian

dari warga masyarakat setempat.

Dengan pertimbangan dan alasan diatas, maka ditetapkan sebuah

lokasi yang dapat memenuhi pretimbangan dan alasan tersebut diatas. Lokasi

yang ditetapkan sebagai lokasi penelitian yaitu Desa Meteseh, Kecamatan

Boja.

C. Teknik Pengumpulan Data

Dalam proses pengumpulan data,peneliti merupakan instrumen peneliti

yang utama. ( Moleong, 1991:121). Interaksi antara peneliti dengan informan

diharapkan dapat memperoleh informasi yang mampu mengungkap

permasalahan di lapangan secara lengkap dan tuntas. Beberapa alat

perlengkapan penelitian yang akan dipergunakan seperti : alat tulis, catatan

53
kancah, dan kamera foto. Alat tersebut digunakan sepanjang tidak menganggu

kewajaran pengamatan.

Ada 3 ( tiga ) teknik pengumpulan data yang digunakan, yaitu

wawancara, observasi, dan dokumentasi. Berikut ini dijabarkan ketiga teknik

dalam pengumpulan data :

1. Observasi/ penelitian lapangan

Observasi/penelitian lapangan yaitu peneliti langsung di lapangan

yang bertujuan untuk memperoleh gambaran lengkap tentang keadaan

lingkungan, keadaan tempat tinggal dan keadaan keseharian informan.

Teknik ini dianggap kuat karena meskipun sasarannya individu,

akan tetapi selalu disadari bahwa yang dipotret adalah ”dunia sosial”

mereka, sehingga dapat ditampilkan potret masyarakat yang bersangkutan.

Data yang akan diungkap melalui observasi, antara lain : (a)

keadaan fisik rumah tangga, (b) pola perilaku orang tua dalam mendidik

anaknya, dan (c) proses sosialisasi pendidikan anak pada keluarga miskin

di Desa Meteseh, Kecamatan Boja Kabupaten Kendal.

2. Wawancara

Wawancara mendalam yaitu pengumpulan data dengan jalan

mengajukan pertanyaan secara langsung oleh pewawancara kepada

informan dan jawaban. Wawancara merupakan teknik pengumpulan data

yang utama dalam penelitian. Melalui wawancara, peneliti memperoleh

data atau informasi langsung dari informan , baik berkaitan dengan apa

yang ingin diketahui peneliti maupun informasi yang berhasil diungkap

54
atau direspon berdasarkan ekspresi wajah, ucapan ataupun perilaku

informan.

Bentuk wawancara yang dilakukan melalui wawancara tidak

terencana yang terfokus dan sambil lalu. Wawancara tidak terencana

terfokus adalah pertanyaan diajukan secara tidak terstruktur, akan tetapi

selalu berpusat kepada suatu pokok yang diteliti, dan kedua menggunakan

wawancara terstruktur. Wawancara mendalam (interview) digunakan

untuk mengungkap hal-hal yang terdapat di dalam “dunia mereka” yakni

meliputi kondisi sosial ekonomi keluarga, pendapatan dan pengeluaran

keluarga, model pengasuhan anak, aspirasi pendidikan serta pandangan

orang tua terhadap keberhasilan dan kehidupan di masa depan.

Pertimbangan dipilihnya teknik wawancara sebagai teknik

pengumpul data yang utama adalah : (a) sasaran penelitian adalah keluarga

miskin, memiliki anak baik kandung maupun anak asuh sehingga

wawancara akan memperlancar dalam pengumpulan data atau informasi

yang lebih akurat, (b) gejala penelitian bersifat holistik, sulit dipilah-pilah

antara gejala yang satu dengan gejala yang lain, sehingga jika digunakan

teknik lain seperti angket hanya akan menyulitkan peneliti dalam

mendiskripsikan informasi yang diperoleh, dan (c) gejala yang diteliti

bersifat alamiah sehingga sulit dilakukan penskoran.

3. Dokumentasi

Dokumentasi yaitu digunakan untuk menggali data yang tidak

dapat diperoleh melalui wawancara dan observasi. Dokumentasi adalah

55
setiap pemanfaatan bahan tertulis yang tersedia yang tidak dipersiapkan

secara khusus untuk penelitian ( Lincoln dan Guba, 1985 : 228 )

Data yang akan diungkap melalui dokumentasi, yaitu : (a) luas

wilayah desa, (b) jumlah penduduk, (c) jumlah KK,dan (d) mata

pencaharian penduduk.

Pertimbangan peneliti menggunakan teknik dokumentasi untuk

mengumpulkan data adalah : dokumentasi merupakan sumber data yang

stabil, menunjukkan suatu fakta yang telah berlangsung dan mudah

didapatkan, data dari dokumentasi memiliki tingkat kepercayaan yang

tinggi akan kebenaran atau keabsahan, dokumentasi selalu tersedia dalam

monografi atau buku induk kantor desa, dan dokumentasi sebagai sumber

data yang kaya untuk memperjelas keadaan atau identitas subyek

penelitian sehingga dapat mempercepat proses penelitian.

D. Prosedur Pengumpulan Data

Dalam upaya pengumpulan data, peneliti yang ditempuh ada lima

langkah melalui tahap orentasi, tahap eksplorasi, tahap memberi cek, tahap

triangulasi sampai audit trail.

1. Tahap Orientasi

Tahap orientasi ini merupkan tahap awal mendekati subjek. Melalui tahap

ini diharapkan dapat diperkirakan faktor pendukung dan faktor

penghambat, sehingga dapat diperhitungkan pelaksanaan penelitian secara

cermat. Pada tahap ini pula dilakukan pendekatan dengan para sumber data

56
baik yang bersifat primer maupun yang bersifat sekunder, sehingga terbina

persahabatan dan saling percaya. Pertama-tama peneliti datang ke

Kelurahan setempat dan karyawan berdialog dengan peneliti sehingga

dapat disusun strategi untuk kegiatan selanjutnya.

2. Tahap Eksplorasi

Setelah mendapatkan gambaran secara umum lokasi/ tempat atau

kelurahan yang akan diteliti serta telah terbina hubungan baik dengan nara

sumber data, selanjutnya kegiatan meningkat pada tahap eksplorasi,

peneliti dapat terjun ke lapangan. kegiatan yang akan dilakukan adalah :

a. Menggali data dan informasi data yang diperlukan

b. Menentukan sumber data yang dapat dipercaya

c. Mendapatkan dan mengumpulkan data sesuai dengan fokus penelitian

d.Mendokumentasikan data dan informasi dalam bentuk catatan lapangan,

laporan lapangan dan buku harian lapangan. Catatan lapangan merupakan

catatan yang dibuat ketika peneliti pada saat membuat laporan kelak.

Untuk keperluan catatan lapangan ini dapat digunakan tape recorder

sebagai alat bantu. Sedangkan laporan lapangan atau field note merupakan

menuskrip sebagai hasil observasi, wawancara studi dokumentasi.

Laporan ini yang merupakan inti dari data penelitian. Oleh karena itu

pembuatannya segera dilakukan setelah pulang dari lapangan dituangkan

dalam buku harian lapangan. Oleh karena itu buku harian lapangan ini

berisikan catatan-catatan mengenai pengalaman, perasaan, kesulitan, buah

pikiran, pertimbangan-pertimbangan ketika menghadapi suatu masalah.

57
3. Tahap Mamber Check

Data diperoleh melalui tahap eksplorasi selanjutnya dilakukan

pengujian secara kritis, kegiatan ini dilakukan dalam tahap mamber check.

Ada dua cara yang dapat ditempuh, yaitu meminta tanggapan kepada

subjek untuk mencek kebenaran data dan melakukan koreksi serta

melengkapi terhadap hal-hal yang dirasa masih kurang sesuai atau kurang

lengkap. Untuk dapat melakukan pengujian kritis terhadap data, terutama

kepada para subjek, perlu ditanamkan hubungan baik dan saling percaya

dengan mereka selain itu nama baik mereka, serta menjaga kerahasiaan

datas oleh karena itu identitas mereka tidak mencantumkan secara jelas,

melainkan hanya tanda inisialnya saja.

4. Tahap Pengabsahan data

Setelah data dilakukan dari lapangan, langkah berikutnya yang

amat penting adalah pengecekan keabsahan data, kegiatan ini erat

kaitannya dengan tanggung jawab ilmiah terhadap hasil temuan penelitian,

pengecekan keabsahan data dalam penelitian ini menggunakan 4 kriteria,

sebagaimana dianjurkan Lincoln dan Guba (dalam bukunya Moleong,

2002: 175-185), yaitu

1. Terdapat derajat kepercayaan yang tinggi terdapat data (

Relidibility)

Ada beberapa teknik untuk melacak atau menggali derajat

kepercayaan data yaitu sebagai berikut :

a. Perpanjangan keikutsertaan ( Prologed Engagement )

58
Peneliti menambah waktu pengumpulan data dari alokasi

waktu yang telah dirancang agar dapat mendalami atau mempelajari

pula materi atau bahan penyuluhan dan dapat mengurangi adanya

distribusi data baik dari informan, selain tujuan tersebut perpanjangan

waktu merupakan nara sumber. Lebih lanjut diharapkan informan

memberikan data yang benar atau apa adanya.

b. Ketekunan pengamatan ( Persistence Observation )

Dalam pelaksanaan pengumpulan data, peneliti mencatat dan

merekam semua informasi atau data yang sangat relevan dengan

masalah penelitian. Dengan demikian peneliti mampu menelusuri

unsur-unsur yang mendukung diskripsi masalah secara rinci, masalah

yang diamati.

c. Triangulasi ( Triangulation )

Mengecek kebenaran atau kepercayaan data dengan melihat

gejala dari berbagai sudut pandang dan melakukan pengujian temuan

dengan membandingkan data dari berbagai sumber dan dengan

berbagai teknik.

d. Referensi yang memadai ( Referential Adequasy )

Kepercayaan data dapat diperoleh dengan menggunakan

patokan bahan-bahan yang tercatat atau yang telah terekam. Bahan

referensi tersebut sebagai alat untuk menjawab kritikan-kritikan yang

muncul.

e. Pengecekan Anggota

59
Informan yang terlibat dalam pemberian data diminta untuk

memberikan tanggapan terhadap interpretasi data yang telah

diorganisir oleh peneliti. Teknik ini bermanfaat untuk memberi

kesempatan atau tambahan ( pelengkap ), memperbaiki penafsiran data

yang salah dan memberikan kesempatan untuk merangkum hasil

perolehan sementara sehingga akan memudahkan dalam penganalisaan

data.

2. Penerapan keterlibatan ( Transferbility )

Keabsahan data dapat diperoleh dengan memberikan deskriptif data

yang memungkinkan seseorang (pembaca) dapat mengalihkan hasil

penelitian ke daerah lain sesuai dengan konteknya. Usaha mempertinggi

keteralihan dapat dilakukan dengan melaporkan hasil temuan secara rinci

diharapkan sesuai dengan konteks penelitian dan fokus penelitian. Deskripsi

secara rinci diharapkan memudahkan pembaca dalam memahami temuan

dan memanfaatkannya sebagai landasan berpijak dalam mengambil

keputusan.

3. Ketergantungan terhadap data ( Dependentability )

Dalam penelitian non kualitatif sering disebut relibilitas. Penelusuran

data mentah, data yang telah direduksi dan hasil kajian dilakukan oleh

evaluator. Pelaksanaannya menggunakan catatan tentang pengembangan

instrumen dan konstruksi data dan hasil sintesis, seperti integrasi konsep

penafsiran hasil temuan dan penarikan kesimpulan.

4. Kepastian data ( Confirtability )

60
Gambaran tentang kepastian data dapat diupayakan dengan

memperhatikan catatan kancah, koherensi internalnya dalam penyajian

penafsiran dan simpulan-simpulan peneliti. Upaya tersebut dilakukan

dengan cara minta dosen pembimbing untuk melakukan audit kesesuaian

temuan penelitian yang digunakan, melaporkan proses dan hasil temuan

penelitian kepada audior untuk mendapatkan kritik dan saran dalam rangka

perbaikan.

Dalam penelitian keabsahan data dilakukan melalui triangulasi.

Triangulasi adalah teknik pemeriksaan diluar data itu, untuk keperluan

pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data ( Moleong, 1995:179 ).

Macam triangulasi : 1) sumber, 2) metode, 3) peneliti, dan 4) teori.

Triangulasi sumber berarti membandingkan dan mengecek baik derajat

kepercatatan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang

berbeda. Triangulasi metode menurut Patton (1987) terdapat dua strategi,

yaitu : (1) pengecekan derajat kepercayaan penemuan hasil penelitian

beberapa teknik pengumpulan data dan (2) pengecekan derajat kepercayaan

beberapa sumber data dengan metode yang sama. Triangulasi peneliti yaitu

memanfaatkan peneliti yang lainnya untuk keperluan pengecekan kembali

derajat kepercayaan. Triangulasi teori menurut Lincoln dan Guba (1981)

bahwa berdasarkan fakta tertentu tidak dapat diperiksa derajat

kepercayaannya dengan satu atau lebih teori dan dinamakan penjelasan

pembanding (Moleong, 2000: 178).

61
Triangulasi merupakan proses pengujian terhadap keabsahan data

yaitu dilakukan dengan cara menggunakan suatu yang lain untuk keperluan

pengujian, atau sebagai pembanding terhadap yang ada. Beberapa cara

untuk melakukan pengujian keabsahan data dengan triangulasi yaitu : (a)

membandingkan hasil wawancara, antara yang dilakukan ketika ada orang

banyak atau ada orang lain dengan yang dilakukan dengan empat mata (b)

membandingkan fenomena-fenomena berupa kasus responden dengan

pendapat perangkat atau pandangan seseorang (c) membandingkan data

antara yang diperoleh melalui wawancara dengan yang diperoleh melalui

observasi, serta dokumentasi (d) membandingkan data yang diperoleh dalam

waktu yang berbeda atas data dan teknik yang sama.

5. Tahap Audit Trail

Tahap ini merupakan tahap pemantapan yang dimaksudkan untuk

membuktikan kebenaran data yang disajikan dalam laporan penelitian

untuk memudahkan penelusuran terhadap data yang sah, setiap data-data

yang ditampilkan disertai dengan keterangan sesuai dengan etika

penelitian, penyebutan terhadap sumber data yang sebatas penyebutan

saja, formasikan menjadi kesimpulan-kesimpulan yang singkat dan

bermakna.

E. Analisis Data dan Interpretasi

Data yang terjaring melalui ketiga teknik penelitian yaitu observasi,

wawancara dan dokumentasi masih merupakan data mentah. Oleh karena itu

62
akan dilakukan pemilihan, pereduksian, pengelaborasian dan untuk

selanjutnya diadakan analisis sesuai dengan tujuan penelititian. Jadi melalui

kegiatan ini, semua data dan informasi yang telah terkumpul disederhanakan

dan ditransformasikan menjadi kesimpulan-kesimpulan yang singkat dan

bermakna.

1. Analisis data

Dalam proses analisis data, dilakukan langkah kegiatan yang

mencakup teorisasi, analisis induktif, analisis tipologis dan neumerasi.

Langkah-langkah tersebut tidak bersifat diskrit antara yang satu dengan

yang lainnya. Selain itu, proses analisis data inipun terpisah dengan proses

pengumpulan data. Hal ini sesuai dengan karakteristik analisis data yang

bersifat kualitatif.

Bagian-bagian konsep yang akan dianalisis berdasarkan tahapan-

tahapan tersebut adalah : (a) gambaran secara umum keadaan geografi dan

kependudukan (b) keadaan sosial ekonomi (c) keadaan sosial budaya dan

(d) tentang potensi pendidikan keluarga yang mencakup tingkat

pendapatan keluarga, kontribusi orang tua terhadap pendidikan dan

aspirasi pendidikan keluarga.

a. Tahap Teorisasi

Tahap ini merupakan kegiatan pembahasan data dan informasi

yang telah terjaring dari responden. Tahap teorisasi merupakan proses

untuk mengabstraksikan fenomena-fenomena, membuat kategorisasi dan

mencari keterkaitan antar fenomena tersebut. Pada dasarnya tahap

63
teorisasi dilakukan sejak awal kegiatan pengumpulan data. Dalam

pelaksanaannya, peneliti menyediakan lembaran-lembaran untuk

mencatat data, baik yang bersifatt silent data maupun yang berupa

human orally data. Hasil dari tahap ini berupa konstruk-konstruk

(kesimpulan yang bersifat tentatif ).

b. Tahap Analisis Induktif

Tahap ini diawali dari fenomena/fakta empirik lapangan yang

selanjutnya diambil dalam konstruk yang lebih luas. Kesimpulan-

kesimpulan yang bersifat tentatif sebagai hasil dari teorisasi, kemudian

direduksi dan dimodifikasi agar selaras dengan fokus dan tujuan

penelitian. Proses ini adalah proses analisis induktif, melalui analisis

induktif ini akan diperoleh kesimpulan-kesimpulan yang lebih singkat

dan jelas meskipun masih bersifat tentatif.

c. Tahap Analisis Tipologi

Meskipun telah dikukan penyederhanaan dan kategorisasi dan

melalui kegiatan analisis induktif, namun kesimpulan yang dihasilakan

masih belum menggambarkan keterkaitan antara beberapa hal yang

dikehendaki oleh fokus dan tujuan penelitian. Oleh karena itu dilakukan

kegiatan analisis tipologis, yaitu kegiatan yang membandingkan,

menarik implikasi, serta membuat kategorisasi baru, sehingga nantinya

kesimpulan yang diperoleh semakin halus dan jelas.

d. Tahap Enumerasi

64
Penghalusan data yang terakhir sebelum dilakukan interpretasi

adalah berupa kegiatan enumerisasi. Seperti pada tahap analisis tipologi

pada tahap inipun berisikan kegiatan penyederhanaan dan kategorisasi

yang ditujukan pada hal-hal yang diras kurang mengena ataupun

terhadap mata rantai yang terputus dari hasil analisis tipologis, yang

berkenaan dengan bahasa maupun yang berkenaan dengan konteknya.

Jadi enumerisasi merupakan kegiatan pengelaborasian kembali,

sehingga data dan informasi yang ada dapat dimaknakan secara holistik,

dari tahap ini nantinya akan diperoleh data yang siap untuk dilakukan

interpretasi terhadapnya.

2. Interpretasi data

Interpretasi data merupakan kegiatan yang bersifat reformatif. Jadi

tidak sekedar sekedar diskriptif biasa, seperti kegiatan analisis data. Atau

sering disebut bahwa proses interpretasi masalah pemaknaan yang

berlandaskan etic (dalam pendekatan penelitian kualitatif dikenal pandangan

emic dan pandangan etic). Jika pandangan emic peneliti berbicara atas dasar

perspektif informen, maka dalam pandangan etic peneliti berbicara dalam

perspektif keilmuan. Jadi dalam hal ini temuan-temuan yang diperoleh

melalui peneliti dituntut mampu menafsirkan, melakukan keterkaitan

konsep, serta pada akhirnya membangun pemahaman-pemahaman baru.

Dalam upaya proses interpretasi inilah diperlakukan analisis dan

sintesis secara kritis antara telaah teoritik yang menjadi dasar kerangka

65
acuan, hasil-hasil penelitian, serta temuan-temuan yang diperoleh dari

peneliti lain sejenisnya.

BAB IV

HASIL DAN ANALISIS PENELITIAN

Bab ini menyajikan deskripsi data kasus hasil penelitian dan

pembahasannya. Untuk mempermudah pemahaman di dalam mengkaji bab

ini berturut-turut disajikan sistematika kerangka sajian sebagai berikut : (a)

kondisi demografis desa Meteseh, (b) deskripsi hasil penelitian (c) analisis

hasil penelitian.

A. Kondisi Demografis Desa Meteseh

Desa Meteseh sebagai salah satu desa yang berada di wilayah

Kecamatan Boja, merupakan suatu wilayah yang memiliki beberapa

66
karakteristik tertentu dan salah satunya adalah karakteristik dalam kondisi

demografis.

Berikut ini disajikan beberapa karakteristik demografis yang ada di

wilayah Desa Meteseh ini.

1. Kondisi Geografis

Desa Meteseh Kecamatan Boja Kabupaten Kendal memiliki luas

751.293 Hm. Ketinggian dari permukaan laut 280 m, dengan suhu udara

rata-rata 280 C - 300 C. Desa Meteseh secara administratif terdiri dari 7

dusun yaitu Krajan Barat, Krajan Timur, Krajan Tengah, Slamet, Teseh,

Rowosari dan Segrumung dan dibagi menjadi 8 RW dan 46 RT. Desa

Meteseh dipimpin oleh Kepala Desa dan dibantu oleh Sekretaris Desa,

Kepala Urusan Kesejahteraan, Kepala Urusan Pembangunan dan Kepala

Dusun. Lembaga-lembaga yang berada di pemerintahan Desa Meteseh yaitu

Lembaga Ketahanan Musyawarah Desa ( LKMD ), Lembaga Musyawarah

Desa (LMD), Badan Perwakilan Desa ( BPD) dan Pembinaan Kesejahteraan

Keluarga ( PKK ).

2. Komposisi Penduduk menurut Jenis Kelamin

Dalam tabel di bawah ini, disajikan data mengenai jumlah

penduduk Desa Metesah berdasarkan kategori jenis kelamin :

Tabel 1. Jumlah Penduduk DesaMeteseh

Jenis Kelamin Frekuensi Persentase

Laki-laki 3.505 49 %

Perempuan 3.849 51 %

67
Jumlah 7.152 100 %

Dari tabel di atas tersebut terlihat bahwa penduduk perempuan

di Desa Meteseh adalah lebih banyak daripada penduduk laki-laki,

walaupun memang perbedaan yang ada tidaklah terlalu besar dan juga tidak

terlalu mencolok.

3. Komposisi Penduduk menurut Mata Pencaharian

Sebagian besar warga Desa Meteseh bermata pencaharian

sebagai petani. Luas lahan pertanian meliputi lebih dari separuh wilayah

desa. Hasil pertanian yang menonjol adalah pisang, rambutan dan durian.

Akan tetapi untuk sekarang ini banyak yang bekerja sebagai buruh, baik itu

buruh pabrik maupun buruh dari home industri di wilayah desa tersebut

yaitu home industri pengrajin genting pres. Selain itu mata pencaharian

warga Desa Meteseh adalah sebagai pengrajin, pedagang, jasa angkutan,

buruh tani, buruh bangunan dan sebagian kecil bekerja sebagai PNS, TNI /

POLRI.

Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 2. Mata Pencaharian Warga Desa Meteseh

Mata Pencaharian Frekuensi Persentase

Petani 667 39,86 %

Buruh Tani 210 12,56 %

Pengusaha 52 3,10 %

Buruh Industri 346 20,68 %

68
Buruh Bangunan 270 16,14 %

Pedagang 30 1,79 %

Pensiunan 22 1,32 %

PNS 26 1,55 %

Nelayan - 0%

Lain-lain 50 2,99 %

Jumlah 1673 100 %

5. Fasilitas Pendidikan

Fasilitas pendidikan yang tersedia di Desa Meteseh, yaitu :

Tabel 3. Fasilitas Pendidikan di Desa Meteseh

No Nama Tingkat Lokasi


1. YKTM Farming Sekolah Menengah Kejuruan RW 01
2. Meteseh 0I Sekolah Dasar RW 04
3. Meteseh 02 Sekolah Dasar RW 02
4. Meteseh 03 Sekolah Dasar RW 03
5. Meteseh 04 Sekolah Dasar RW 06
6. Meteseh 05 Sekolah Dasar RW 08
7. Pertiwi 01 Taman Kanak-kanak RW 02
8. Pertiwi 02 Taman Kanak-kanak RW 08
9. Pertiwi 03 Taman Kanak-kanak RW 07

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa di desa Meteseh sudah

tersedia sarana pendidikan meskipun belum lengkap.

4. Komposisi Penduduk menurut Agama

69
Komposisi terbesar penduduk Desa Meteseh adalah pemeluk

agama Islam, hal ini kemudian berimbas pada fasilitas-fasilitas sosial yang

berada di wilayah desa ini seperti jumlah Mesjid dan Mushola, dan juga

hadirnya sarana pendidikan yang bernuansakan Islam seperti Taman

Pendidikan Al-Quran ( TPA). Selain itu kegiatan yang bernuansakan Islam

dilaksanakan di masyarakat dianataranya yaitu kegiatan Berjanjen,

Kumpulan Jamaah Yasin baik ibu-ibu atau bapak-bapak, pengajian

selapanan dan kesenian rebana.

Dibawah ini akan disajikan data mengenai jumlah penduduk

Desa Meteseh menurut agama yang diyakini.

Tabel 4. Jumlah Penduduk Desa Meteseh Menurut Agama yang Diyakini

Agama Frekuensi Persentase

Islam 6.900 96,48 %

Kristen Protestan 226 3,15 %

Kristen Katolik 26 0,36 %

Hindhu - 0%

Budha - 0%

Jumlah 7.152 100 %

6. Fasilitas Sarana Peribadatan

Berikut ini akan disajikan tabel yang memuat data mengenai sarana-

sarana peribadatan yang terdapat di wilayah Desa Meteseh :

70
Tabel 5. Sarana Ibadah di Desa Meteseh

Jenis Sarana Jumlah

Mesjid 10

Mushola 21

Gereja -

Vihara -

Pura -

Melihat pada tabel diatas, maka dapat diketahui bahwa hanya sarana

ibadah umat Islam saja yang tersedia di Desa Meteseh, dan hal ini karena

komposisi terbesar penduduk menurut agama di wilayah Desa Meteseh

adalah pemeluk agama Islam.

7. Fasilitas Kesehatan

Di Desa Meteseh terdapat satu orang bidan desa yang bertempat

tinggal di sebelah balai desa Meteseh. Kegiatan Posyandu dilaksanakan

secara rutin satu bulan sekali. Selain itu di Desa Meteseh terdapat dua

orang dokter umum dan biasanya mereka membutuhkan jasa dokter tersebut

ketika salah satu keluarga mereka sakit karena Puskesmas Boja terletak jauh

dari wilayah desa tersebut.

B. Deskripsi Hasil Penelitian

1. Profil Keluarga Informan

Keluarga ini adalah keluarga besar dengan empat orang anak. Pak

UI adalah seorang warga desa Meteseh yaitu dusun Segrumung yang lahir di

71
Jakarta pada tahun 1950 Pak UI adalah anak pertama dari 5 saudara. Sejak

kecil Pak UI belum pernah melihat ayahnya karena ayahnya telah meninggal

sejak Pak UI berumur 4 bulan dalam usia kandungan. Empat saudara yang

lain berbeda ayah dengan Pak UI. Sejak umur 1 tahun Pak UI tinggal dan

diasuh dengan kakak laki-laki ibu Pak UI.

Pak UI hanya bersekolah di Sekolah Rakyat ( belum ada SD ) dan

itupun Pak UI drop out di kelas satu dengan alasan rumah Pak UI jauh dari

sekolahnya. Jarak sekolah dengan rumahnya yaitu kurang lebih 6 km.

Waktu itu belum ada angkutan desa seperti saat ini, karena alat transportasi

memang belum masuk desa tersebut. Sehingga Pak UI harus berjalan kaki.

Seperti penuturannya :

“Yo...teko wegah sekolah. Lha wong adoh seko ngomah.Jarake

seko ngomah kurang luwih 6 km, kuwi we nggo mlaku. Ora koyo saiki ono

angkot, mbiyen hurung ono angkot mlebu ndeso, ono trek we mbiyen aku

gumun tak elus-elus treke he..he..”.

(Ya...tidak mau sekolah saja. Karena jauh dari rumah. Jaraknya

dari rumah kurang lebih 6 km, itupun harus jalan. Nggak seperti sekarang ada

angkot, dahulu belum ada angkot masuk desa, ada truk saja dulu aku heran

dan saya sentuh –sentuh truknya he..he..).

Kakak dari Ibu Pak UI mempunyai 3 anak angkat salah satunya Pak

UI. Karena ketiga anak asuhnya tidak sekolah, mereka disuruh untuk

mencari kayu bakar di hutan karet setiap hari yang jauh dari rumahnya

Ketika mereka tidak mau, mereka sering kena marah dan dipukuli. Pernah

72
suatu hari Pak UI diikat di tiang jemuran seharian tanpa dikasih makan dan

minum padahal waktu itu sedang musim kemarau, yang sebelumnya Pak UI

dipukul sampai badannya berdarah dan disiram air garam.

Setelah berumur 11 tahun Pak UI pergi dari rumahnya dan ke kota

Semarang. Disana Pak UI merasa bebas dan pergaulannya pun tidak terarah

yang akhirnya pada usia tersebut Pak UI sudah mengenal minum-minuman

keras dan sampai melakukan tindakan kriminal yang kemudian

mengakibatkan Pak UI keluar masuk penjara. Terakhir Pak UI keluar dari

penjara sekitar tahun 1972. Sejak saat itu Pak UI mulai tersadar dan

hidupnya lambat laun mulai terarah. Sejak saat itu Pak UI mencoba bekerja

dengan membuka tambal ban di Simpang Lima yang waktu itu adalah GOR.

Peralatan yang digunakan dari dahulu sampai sekarang belum ada

peningkatan, misalnya saja Pak UI ingin mengganti pompa angin dengan

kompresor tetapi belum bisa. Pak UI buka tambal ban di emper salah satu

toko di Simpang Lima. Dan hanya pekerjaan itu yang digeluti untuk

mencukupi keluarganya sampai sekarang.

Penghasilan Pak UI saat ini rata-rata Rp 300.000,00 perbulan.

Menurutnya, penghasilan dahulu lebih mencukupi kebutuhannya daripada

penghasilan saat ini. Menurutnya bukan karena anaknya sudah banyak tetapi

karena uang saat ini banyak tetapi tidak ada artinya. Seperti penuturannya :

“Duit saiki karo mbiyen bedo. Duit Rp 1.500,00 mbiyen ki aji

ketimbang Rp15.000,00 duit saiki. Lha pie..mbiyen duit Rp 1500,00 iso tuku

beras 7 kilo we turah wis iso mangan enak nganggo iwak opo endok.

73
Padahal aku mbiyen entuke biso luwih seko semono. Saiki duit Rp15.000,00

kasarane tuku beras, gawe blonjo, gawe nyangoni anake kurang”

(Uang sekarang dengan dahulu berbeda. Uang Rp 1.500,00 dahulu

lebih banyak nilainya daripada Rp 10.000,00 uang sekarang. Lha gimana...

dahulu uang Rp 1.500,00 sudah bisa membeli beras 7 kilo saja uang masih

sisa dan bisa makan enak pakai daging atau telur. Padahal aku dahulu

dapatnya bisa lebih dari segitu. Sekarang uang Rp 10.000,00 untuk membeli

beras, belanja, untuk memeberi uang saku anaknya kurang).

Pak UI menikah tahun 1979 dan tinggal di Semarang. Waktu itu

Pak UI dan istrinya tinggal di gerobak. Pada tahun 1984 anak pertama Pak

UI lahir. Pada saat anak tersebut berumur 4,5 tahun, meminta untuk sekolah.

Karena biaya sekolah di kota sangat mahal, maka Pak UI dan istrinya

memutuskan untuk tinggal di desa Meteseh meskipun Pak UI masih bekerja

di Semarang sebagai tambal ban dan harus pulang seminggu sekali ke

rumah. Biasanya Pak UI beristirahat dirumah 1-2 hari. Di rumah pun Pak UI

sering membantu istrinya untuk mengerjakan pekerjaan rumah, mencari

kayu di hutan karet atau mencari kayu di kebun milik saudara Pak UI yang

agak jauh dari rumah.

Istri Pak UI yaitu Ibu S adalah anak ketiga dari 4 bersaudara, lahir

tahun 1967 di Salatiga. Ia bersama keluarganya pindah ke Desa Brayo,Boja

pada tahun 1970. Pada tahun 1972 Ibu S dan keluarganya pindah ke desa

Meteseh karena tanah dan rumah di desa Brayo dijual untuk membeli tanah

di desa Meteseh. Pekerjaan orang tua Ibu S adalah pembuat gula merah.

74
Ibu S sama sekali tidak mengenyam bangku sekolah. Hal ini karena

Ibunya tidak pernah mengijinkan Ibu S untuk sekolah. Menurut Ibu S, orang

tuanya tidak mau menyekolahkan Ibu S karena Ibu S adalah seorang

perempuan, ibunya bilang bahwa seorang perempuan sekolahnya yaitu di

sawah untuk mencari padi (atau istilah jawanya yaitu ngasak) atau mencari

jagung atau mencari kacang tanah dan alat untuk menulisnya yaitu ani-ani

(alat pemotong padi), caping dan tenggok (alat yang berasal dari bambu).

Ibu S berangkat mencari padi sejak dini hari yaitu pada saat terdengar adzan

subuh sampai Dzuhur. Jika Ibu S belum bangun atau ibunya lebih dahulu

bangun Ibu S selalu dimarahi bahkan seringkali Ibu S mendapat siraman air

bekas cuci piring. Lebih-lebih jika Ibu S tidak mau berangkat, ibunya tidak

segan-segan untuk memukulnya. Bapak dari Ibu S sendiri tidak pernah

menghiraukan Ibu S yang selalu dipukul oleh ibunya.

Menurut ceritanya, Ibu S dahulu sehari makan dua kali yaitu siang

dan malam. Pagi hari sebelum berangkat ngasak, Ibu S makan ketela rebus.

Ibu S juga mendapat uang jajan meskipun jumlahnya lebih sedikit daripada

kedua kakak dan adiknya. Dengan keadaan yang demikian Ibu S selalu

berpikir bagaimana caranya untuk bisa keluar dari rumah dan mempunyai

uang sendiri. Suatu ketika Ibu S meminta ijin kepada ibunya untuk pergi ke

Arab Saudi untuk menjadi TKW, ibunya melarang dengan menakut-nakuti

akan dibuang di laut dan dimakan ikan besar. Pada saat itu, untuk pergi ke

Arab Saudi masih menggunakan sarana kapal laut. Karena rasa takut

tersebut, akhirnya Ibu S mengurungkan niatnya untuk pergi ke Arab Saudi,

75
meskipun bukan berarti ibu S tidak ada keinginan lagi untuk pergi dari

rumah. Pada akhirnya Ibu S bisa pergi dari rumah yaitu hanya dengan

pakaian satu stel yang dipakainya dan satu stel pakaian yang dibungkus

dengan plastik, Ibu S pergi ke Jakarta ikut truk. Ibu S di Jakarta bekerja

sebagai kuli bangunan. Setelah dua tahun bekerja Ibu S pulang ke rumah

dan hasil kerjanya diberikan kepada orang tuanya dan untuk biaya rumah

sakit yang pada saat itu adiknya terkena penyakit typus dan harus dirawat di

rumah sakit. Ibu S bekerja lagi menjadi pembantu rumah tangga di kota

Semarang. Pada tahun 1977 Ibu S berhenti menjadi pembantu rumah tangga

dan bekerja di salah satu rumah makan di kota Semarang. Pada saat itulah

Ibu S pertama kali bertemu dengan Pak UI dan akhirnya menikah pada

tahun 1979. Setelah menikah dengan Pak UI, Ibu S bekerja sebagai buruh

pencuci pakaian di perumahan Anggrek dekat tempat tinggalnya. Setelah

pindah ke desa Meteseh, Ibu S mencoba dengan membuka usaha genting.

Karena manajemen usahanya kurang tepat akhirnya usahanya bangkrut.

Kemudian Ibu S bekerja sebagai buruh genting pres di salah satu usaha

genting milik tetangganya. Setiap hari Ibu S bekerja sejak pukul 6 pagi

sampai pukul 3 sore. Ibu S bisa memperoleh 250-300 genting setiap harinya.

Setelah bahan genting habis, pada saat itulah Ibu S menerima upah. Rata-

rata Ibu S bekerja selama 12 hari dan penghasilannya rata-rata Rp

75.000,00. Untuk menunggu tanah bahan genting digiling, Ibu S mengisi

waktu luangnya kurang lebih 1 minggu untuk mencari kayu atau

menggantikan buruh genting pres yang lain atau istilahnya “pocokan/

76
srobotan” dan hasil pocokan tersebut kurang lebih Rp 10.000,00 – Rp

20.000,00.

Jika dikalkulasi penghasilan Pak UI dan Ibu S rata-rata Rp

400.000,00 setiap bulannya. Keluarga ini harus mengeluarkan biaya bulanan

secara hati-hati. Pengeluaran yang dianggap paling besar yaitu untuk

keperluan makan keluarga yaitu Rp250.000,00; untuk biaya sekolah dan

TPQ Rp 25.000,00 ; untuk uang jajan Rp 15.000,00 untuk membayar listrik

Rp15.000,00, untuk kepentingan sosial Rp 5.000,00, membayar cicilan

hutang Rp 30.000,00 dan arisan Rp 10.000,00. Jika dikalkulasi antara

pemasukan dan pengeluaran, Pak UI dan Ibu S mempunyai sisa uang

sejumlah Rp 50.000,00. Sisa tersebut menurut Pak UI dan Ibu S tidak

pernah menikmati karena selalu ada kebutuhan yang mendadak seperti salah

satu keluarga atau saudara ada yang sakit atau meninggal atau apa saja yang

mengharuskan mengeluarkan uang. Namun yang sering menjadi kendala

yaitu kadang-kadang dalam waktu yang cukup lama Pak UI di rumah tidak

bekerja atau Pak UI mendapat hasil yang sedikit biasanya itu terjadi pada

musim penghujan. Penghasilan Pak UI tidak cukup untuk makan sekeluarga

dalam satu bulan. Begitu juga dengan Ibu S, jika kondisi badan kurang

sehat, tidak berangkat bekerja atau bahan genting keras, Ibu S sering merasa

cepat capek. Seperti saat ini Ibu S menceritakan kadang hasil ngepres bisa

kurang karena badannya sekarang sudah lemah.

“ Aku saiki entuke ora akeh...awakku wis ora kuat, opo meneh nek

lemahe atos,lara kabeh rasane....”

77
(Aku sekarang dapatnya tidak banyak... badanku sudah tidak kuat,

apalagi kalau tanahnya keras, sakit semua rasanya....)

Ibu S bercerita bahwa ia memang tidak bisa terlalu lelah, karena

tubuhnya tidak memiliki ketahanan bekerja seperti wanita lain. Ia mengakui

sering merasa lemas karena kurang darah dan tekanan darahnya rendah. Jika

ia bekerja secara berat sebentar saja ia akan sakit dan kemudian tidak dapat

mengerjakan apapun meskipun pekerjaannya berat. Menurutnya, uang

sejumlah itu tidak cukup untuk kebutuhan keluarganya apalagi jika

suaminya sedang sepi atau lama di rumah, Ibu S sering menjual ayamnya

untuk uang belanja bahkan tidak jarang Ibu S pinjam uang kepada pemilik

usaha genting tempat bekerjanya dan di kembalikan dengan cara dipotong

upah kerjanya. Ibu S bercerita bahwa Ibu S jarang meminta uang kepada

anaknya meskipun sudah bekerja juga sebagai buruh genting pres. Ibu S

merasa kasihan meskipun kadang tanpa meminta, anaknya sering

memberinya uang untuk belanja.

“ Nek aku njaluk anakku rasane mesakke... ben ditabung karo gawe

tuku rokok. Yo kadang aku njaluk, kadang... aku ora nembung teko diwenehi

kanggo blonjo....”

(Kalau aku minta anakku rasanya kasihan... biar ditabung dan buat

beli rokok. Ya kadang-kadang aku minta, kadang-kadang.... aku tidak

meminta dikasih begitu saja untuk belanja ...)

78
Keadaan yang sering dapat memaksanya untuk tetap bekerja

misalnya ketika Pak UI lama dirumah dan uang belanja serta uang saku

anak-anak sudah menipis atau habis.

“ Nek aku ora ngepres meh mangan opo, bocah-bocah sangu njaluk

sopo, bayar sekolah seko ngendi.....”

(Kalau aku tidak ngepres mau makan apa, uang saku anak-anak

minta siapa, bayar sekolah dari mana....)

Menurut Pak UI dan Ibu S, latar belakang pendidikan khususnya

sekolah, tidak merupakan suatu penyebab dari keadaan ekonominya. Seperti

penuturan Pak UI, bahwa semua yang mereka jalani ini merupakan takdir

mereka dari TUHAN.

Keluarga Pak UI dan Ibu S tinggal di Desa Meteseh RW 2 RT 2.

Rumah yang saat ini dihuninya terbuat dari papan. Luas rumahnya sekitar

85 m2. Menurut Ibu S rumah yang saat ini dihuni merupakan warisan dari

orang tuanya. Rumah tersebut dibagi menjadi 3 kamar tidur, 1 ruang tamu

dan dapur yang sekaligus digunakan sebagai ruang makan yaitu dengan

meletakkan meja kecil ukuran 1x1 m dengan 1 kursi panjang dan satu ruang

kecil yang digunakan untuk tempat sholat yaitu dengan meletakkan amben

buatan sendiri dari papan. Adapun peralatan rumah tangga yang dimilikinya

yaitu 1 stel meja kursi, 1 bifet yang sudah agak kropos papan-papannya dan

digunakan sebagai lemari pakaian, 3 tempat tidur dari papan yang dibuatnya

sendiri dan peralatan dapur. Lantai rumah Pak UI dari tanah. Listrik yang

digunakan menyalur dari tetangganya. Untuk keperluan minum, MCK

79
menggunakan sumur yang menurut Ibu S sumur tersebut juga peninggalan

dari orangtuanya. WC dan kamar mandinya tidak permanen serta terpisah

dari rumah. Kamar mandi dibuat dekat sumur dengan dinding yang berasal

dari spanduk bekas dan kakus tidak permanen yaitu dibuat hanya dengan

membuat lubang agak besar yang tidak jauh dari rumah dan kamar mandi.

Dinding kakus juga terbuat dari spanduk bekas.

Adapun anak dari Pak UI dan Ibu S adalah MA (laki-laki, berumur

21 tahun) lulus STM dan bekerja sebagai buruh genting pres ,MI

(perempuan,18 tahun ) lulus SLTP, MU ( laki-laki, 14 tahun ) drop out kelas

2 SD, ME (perempuan, 11 tahun) duduk dikelas 5 Sekolah Dasar Meteseh

02.

Seperti layaknya desa yang lain, warga Desa Meteseh sering

mengadakan kegiatan masyarakat seperti jamaah Berjanjen dan Yasin, PKK,

gotong royong dan kegiatan masyarakat yang lain. Sebagai warga, Pak UI

dikatakan sebagai warga yang pasif dengan kegiatan masyarakat karena

jarang dirumah, ketika Pak UI dirumah dan ada undangan rapat warga atau

undangan tahlilan kadang diwakilkan oleh anaknya yang pertama yaitu MA.

Lain halnya dengan Ibu S, beliau sudah hampir satu tahun tidak mengikuti

kegiatan jamaah Yasin dan Berjanjen yang diadakan setiap hari rabu malam.

Waktu itu Ibu S mengundang jamaah untuk datang kerumahnya, namun

hanya dua orang saja yang datang padahal Ibu S sudah mempersiapkan

segalanya termasuk makanan. Alasan jamaah lainnya tidak datang karena di

rumah Pak UI dan Ibu S ada seekor anjing. Ketidakhadiran jamaah tersebut

80
akhirnya Ibu S memilih untuk keluar meskipun pemimpin jamaah sering

memintanya untuk mengikuti kegiatan tersebut.

2. Pendidikan Yang Diterapkan Oleh Keluarga Informan

Pak UI dan Ibu S selama ini mempunyai cita-cita jika anak-anaknya

sudah besar nanti bisa hidup lebih baik dari pada kehidupan Pak UI dan Ibu

S seperti saat ini. Mereka memiliki cita-cita yang demikian karena mereka

merasakan bagaimana susahnya menjadi orang yang serba kekurangan.

Selain itu jika mereka sudah menjadi orang yang sukses harus menjadi

orang yang dermawan terhadap orang yang kurang mampu dan yang lebih

penting lagi harus ingat dan mengerti terhadap saudara dan kedua orang

tuanya yang telah membesarkan mereka sejak kecil.

Keluarga Pak UI mempunyai saat-saat tertentu untuk berkumpul,

yaitu pada sore hari tepatnya pada saat menjelang maghrib. Menurut

mereka hal tersebut tidak pernah terencana, melainkan karena waktu

tersebut bagi mereka adalah waktu santai. Biasanya mereka berkumpul di

ruang tamu sambil makan-makanan kecil atau kadang mereka makan sore

bersama. Pada saat-saat itulah keluarga Pak UI bergurau, berdiskusi kecil

dengan anak-anaknya dan waktu tersebut digunakan Pak UI dan Ibu S untuk

menasehati anak-anaknya.

Pak UI dan Ibu S dalam mengasuh anak-anaknya tidak menerapkan

apa yang mereka terima dari kedua orangtuanya. Menurut Pak UI, hal ini

karena Pak UI dahulu tidak diasuh oleh orangtuanya tetapi diasuh oleh

81
saudaranya. Sehingga apa yang pernah Pak UI rasakan tidak ingin anak-

anaknya merasakan kepahitan yang Pak UI alami.

Ibu S tidak pernah memanjakan salah satu dari anak-anaknya, begitu

juga dengan jumlah uang saku yang diberikan kepada anak-anaknya. Ibu S

menyesuaikan sedikit banyaknya uang yang dibutuhkan oleh masing-masing

anaknya. Menurut Ibu S jika anak dimanja, maka anak akan sulit untuk

berpikir lebih dewasa. Lain halnya dengan Pak UI, Pak UI memanjakan

salah satu dari keempat anaknya. Yaitu Pak UI merasa lebih sayang kepada

anaknya yang nomor dua MI. Hal tersebut disebabkan karena pada saat MI

masih kecil, MI yang sering mengambil uang milik Pak UI dan Ibu S

dituduh mencuri perhiasan milik tetangganya. Dan karena malu dan sangat

marah MI dipukul sampai sulit untuk bernafas. Dan akhirnya Pak UI

menyesal dengan perbuatannya tersebut apalagi setelah mengetahui bahwa

sebenarnya bukan MI yang mengambil. Dengan kejadian tersebut, Pak UI

sampai sekarang tidak pernah marah kepada MI sebesar apapun

kesalahannya. Bukan itu saja, Pak UI juga sering memberikan uang jajan

kepada MI tanpa sepengetahuan Ibu S. Meskipun Ibu S sering

mengetahuinya dan akhirnya Ibu S akan marah-marah, tetapi Pak UI tetap

saja memberikan uang jajan tambahan kepada MI. Hal ini juga diakui oleh

MI sendiri bahwa dirinya merasa lebih dekat dengan Pak UI daripada Ibu S

karena Pak UI sering memberinya uang.

82
“ Kalau aku memang lebih dekat dengan bapak, karena bapak sering

memberiku uang. Dan kadang aku minta ke bapak dan minta bapak untuk

tidak bilang ke ibu. Kalau tau ya..aku dimarahi...”

Tetapi menurut MA anak pertama Pak UI, dia tidak merasakan

bahwa salah satu diantara mereka ada yang dimanja.

“ Ya...mungkin itu perasaan ibu saja. Wajarlah kalau sampai adikku

minta uang ke bapak tidak sepengetahuan ibu, mungkin ada kebutuhan

mendadak..”

Ketika anak-anak Pak UI melakukan kesalahan, Pak UI dalam

mensehati keempat anaknya-anaknya dengan memahami sifat anak-

anaknya.menurut Pak UI cara menasehati dengan cara yang halus dan

disesuaikan dengan sifat masing-masing anak adalah cara yang terbaik agar

anak-anaknya tidak melakukan kesalahan. Yang mendorong Pak UI

melakukan hal tersebut, yaitu agar anak-anaknya lebih dekat dengan orang

tuanya dan anak akan merasa diperhatikan. Dan hal tersebut seperti

penuturan dari keempat anaknya, bahwa Pak UI bukan sesosok bapak yang

galak. Tetapi pada saat peneliti menanyakan tentang Ibu S kepada anak-

anak mereka, mereka mengakui bahwa Ibu S adalah ibu yang pemarah .

Karena Ibu S selalu marah-marah dan ketika anak-anaknya melakukan

kesalahan meskipun jarang memukul. Ketika penelitian sedang dilakukan,

Pak UI maupun Ibu S dalam menasehati ketika anak-anaknya melakukan

kesalahan cenderung menggunakan kata-kata kasar yang kurang normatif..

Hal ini juga diperkuat dengan pernyataan dari tetangga Pak UI, Ibu M :

83
“...marah-marah kalau anaknya salah. Kedengeran dari sini lho...”

Begitu juga dengan pernyataan Ibu P:

“..jangankan Ibu S, aku juga galak sama anak-anak kalau anak-

anakku tidak nurut..tapi Ibu S ngomongnya kasar sama anaknya...”

Pak UI dan Ibu S mempunyai perhatian terhadap sekolah anak-

anaknya meskipun pada kenyataanya anak-anak mereka saat ini yang masih

sekolah hanya anaknya yang nomor empat. Salah satu hambatannya yaitu

karena keadaan ekonomi keluarganya. Menurut MA anak pertama dari Pak

UI dan Ibu S, MA sebenarnya mempunyai keinginan untuk kuliah namun

karena orang tuanya tidak sanggup untuk membiayai akhirnya MU tidak

melanjutkan kuliah . Begitu juga dengan MI anak kedua dari Pak UI dan Ibu

S, ia tidak mau melanjutkan sekolah ke tingkat SMA karena merasa kasihan

kepada orang tuanya yang tidak mampu untuk membiayai sekolah. Pak UI

dan Ibu S membiarkan anak ketiganya yaitu MU drop out di kelas dua

dengan alasan mereka tidak mau memaksa anaknya untuk sekolah. Menurut

cerita Ibu S dan Pak UI alasan MU memilih untuk tidak sekolah karena

malu. MU waktu itu tinggal kelas, sampai akhirnya ketika ME adiknya naik

di kelas tiga, MU masih di kelas dua. Selain itu karena MU sering disuruh

guru kelasnya setiap pagi mengambil es dari rumah guru kelasnya untuk

dibawanya ke sekolah dan sepulang sekolang harus mengembalikan, yang

pada akhirnya MU berpikir bahwa dirinya sebagai suruhan.Tetapi menurut

pengakuan MU, MU tidak sekolah karena dirinya selalu mendapatkan

hukuman dari guru kelas karena sering mengganggu teman-temannya.

84
Meskipun sudah dinasehati bahkan sampai dipukul agar mau berangkat

sekolah, MU tetap memilih tidak mau berangkat ke sekolah. Seperti

penuturannya:

“ Digebuk kakange yo wis tau, tak tambahi sangune yo tetep ora

gelem. Wis tak kandhani...tetep ora gelem sekolah, yo wis..daripada

takpekso malah nggawe bingunge wong tuwo...”

(Dipukul kakaknya juga sudah pernah, uang saku ditambah juga

tetap tidak mau berangkat. Sudah saya nasehati... tetap tidak mau sekolah.

Ya sudah....daripada saya paksa justru membuat bingung orang tua....)

Pada saat walikelas mengundang orang tua murid, yang sering

datang kesekolah yaitu Ibu S. Seperti penuturan Ibu S, bahwa Pak UI belum

pernah mendatangi sekolah dari keempat anak-anaknya dengan alasan

malas. Oleh karena itu yang lebih mengetahui perkembangan anak-anaknya

di sekolah adalah Ibu S yaitu dari hasil rapor dan dari menanyakan tentang

anak-anaknya kepada guru kelasnya.

“ Bapakne bocah-bocah ora tau gelem ning sekolahan... njipuk

rapot yo aku, undangan rapat yo aku, njupuk ijazah kelulusan yo

aku....alasane yo mung njawab males ki, pie meneh..tekan saiki ki lho, ora

tau gelem..dadi ono opo-opo karo bocah-bocah ning sekolahan yo aku...”

(Bapaknya anak-anak sering tidak mau datang ke sekolah .... ambil

raport saya, undangan rapat juga saya, ambil ijazah kelulusan juga saya...

alasannya hanya malas, gimana lagi ....sampai sekarang ini lho, tidak pernah

mau ... jadi ada apa-apa dengan anak-anak di sekolah juga saya .....)

85
Apabila anak-anak Pak UI mengalami kesulitan mengerjakan PR,

biasanya mereka meminta bantuan kepada kakaknya atau jika Pak UI bisa

membantu dibantu oleh Pak UI . Ketika peneliti menanyakan kepada ME

anak keempat Pak UI siapa yang membantu mengerjakan PR, ME

menjawab bahwa kakaknya dan kadang Pak UI yang membantu

mengerjakannya. Seperti penuturannya :

“Yang mbantu ya...kakakku. Kadang bapak kalau bahasa Jawa..”

Hal ini disebabkan karena Pak UI dahulu tidak sekolah (drop

out) begitu juga dengan istrinya yang sama sekali tidak pernah mengenyam

pendidikan sekolah.

Pak UI dan Ibu S,mempunyai batasan waktu bermain kepada

anak-anaknya. Hal ini menurut mereka, anak butuh bermain tetapi waktu

bermain mereka ada batasannya. Misalnya anak-anak dilarang bermain

ketika waktu belajar dan setelah jam sembilan malam kecuali esok harinya

adalah libur yaitu sampai jam sepuluh malam.Pak UI dan Ibu S mengijinkan

mereka bermain malam hari karena mereka tahu bahwa anaknya menonton

televisi di tetangganya yang tidak jauh dari rumahnya bahkan tidak jarang

pula Ibu S ikut bersama mereka. Di lain waktu , ketika peneliti menanyakan

perihal MU yang setiap harinya dihabiskan untuk bermain dan meonton

televisi di tetangganya, peneliti menyimpulkan bahwa Pak UI dan Ibu S

bersikap membiarkan. Seperti penuturannya :

86
“ Dipekso kon ora dolan yo ora gelem...pie meneh, daripada

nggawe ribut ning ngomah...takkon ngrewangi nggolekke kayu yo ora mesti

gelem...”

(Saya paksa untuk tidak bermain juga tidak mau... bagaimana lagi,

daripada membuat ribut di rumah... saya suruh membantu mencari kayu

juga belum pasti mau.. )

Pergaulan anak-anak Pak UI dan Ibu S dibatasi. Mereka

diperbolehkan bermain dengan siapa saja baik laki-laki maupun perempuan.

Hal ini juga seperti yang dinyatakan oleh tetangga Pak UI Ibu M dan Ibu W,

bahwa anak Pak UI yaitu MA dan MI sering didatangi teman-temannya.

Tidak seperti anak lainnya, meskipun sama-sama sekolah tetapi MA dan MI

banyak dikunjungi teman-temannya.

Tetapi oleh Pak UI mereka dilarang untuk mengikuti tingkah laku

teman-teman mereka yang tidak baik. Menurut Pak UI dan Ibu S, jika anak-

anak mereka tidak dibatasi mereka takut anak-anaknya akan terjerumus

terhadap hal-hal yang tidak diinginkan. Terutama kepada anak-anak Pak UI

dan Ibu S yang pertama dan kedua yaitu MA dan MI yang menurut Pak UI

mereka sudah menginjak dewasa.

Sebagai orang tua, Pak UI dan Ibu S selalu menasehati bagaimana

bergaul dengan teman sebaya, dengan teman yang lebih muda, dengan orang

yang usianya lebih tua dan dengan tetangga. Karena Pak UI menginginkan

anak-anaknya bisa bergaul dengan siapa saja tetapi harus dengan aturan-

87
aturan agar anak-anaknya tidak dikatakan sebagai anak yang sombong. Hal

ini juga seperti penuturan dari MA :

“Kalau orang tuaku membatasi pergaulan ndak...ya itu tadi, asal

tau aturan jangan ikut sana sini tapi nggak tau arah. Karena orang tuaku juga

berpikir kalau anak selalu bergaul bebas juga tidak baik, kurang pergaulan

juga kurang baik”.

Aturan-aturan yang diterapkan kepada anak-anak Pak UI

misalnya terhadap teman sebaya saling pengertian , saling menghargai, tidak

membeda-bedakan si kaya dengan si miskin diantarnya. Terhadap anak yang

usianya lebih muda harus menyayangi, tidak menganggu. Terhadap orang

yang usianya lebih tua, terhadap tetangga misalnya harus sopan-santun,.

Menurut Pak UI , hal itu dilakukan dengan harapan agar anak-anaknya

bertingkah laku baik di masyarakat meskipun anak orang miskin .

Pendidikan kepada anak tentang perbedaan jenis kelamin menurut

Pak UI dan Ibu S adalah sangat penting untuk menunjukkan kepada mereka

bahwa anak-anak mereka tersebut laki-laki atau perempuan. Misalnya sejak

kecil anaknya yang laki-laki diberi mainan, diajak bermain permainan laki-

laki, memakai pakaian anak laki-laki. Begitu juga sebaliknya untuk anaknya

yang perempuan. Selain itu, pergaulan tentang perbedaan jenis kelamin

menurut mereka sangat penting terutama untuk MA dan MI yang menurut

Pak UI dan Ibu S, mereka sudah menginjak dewasa dan sudah besar.

Sebagai orang tua, Pak UI dan Ibu S sangat tidak menginginkan anak-

anaknya terjerumus kepada hal-hal yang tidak didinginkan. Misalnya,

88
anaknya hamil muda. Seperti saat ini fenomena yang banyak terjadi baik di

kota maupun didesa. Selain itu juga dari informasi yang Pak UI dan Ibu S

peroleh dari media elektronik maupun media cetak. Seperti penuturannya :

“ ... aku iso ngerti berita ki yo seko koran nek ning Semarang...

nek ning ngomah yo seko radio... ben ora ketinggalan informasi”

(Aku bisa tahu berita itu ya dari koran kalau di Semarang.. kalau

di rumah ya dari radio...biar tidak ketinggalan informasi)

Hal ini juga ditambahkan oleh Ibu S:

“ Bapakne ngono iso moco koran...aku iso ngerti berita yo seko

radio opo meneh nek bapakne ning ngomah, senengane ngrungokke

berita...”

( Bapak bisa baca koran...aku tidak bisa membaca ya dari radio

apa lagi kalau bapak dirumah, sukanya mendengarkan berita...)

Ketika peneliti menanyakan kepada anak Pak UI tentang acara

radio yang sering didengar oleh Pak UI,mereka mengakui bahwa Pak UI

sering mendengarkan berita, tembang kenangan dan wayang orang. Seperti

pengungkapan MI anak kedua Pak UI kepada peneliti :

“Bapak suka ndengerin radio tu..berita, tembang kenangan dan

kalau tiap malam mesti nyari siaran wayang kulit...”

Dengan hal ini, Pak UI dan Ibu S selalu meminta anak-anaknya

untuk meminta ijin terlebih dahulu ketika mereka ingin pergi bermain dan

harus terbuka kepada kedua orang tuanya dengan siapa mereka berteman.

89
Pendidikan agama telah ditanamkan oleh Pak UI dan Ibu S sejak

anak-anaknya masih kecil bahkan sampai sekarang. Hal tersebut menurut

Pak UI dan Ibu S untuk benteng bagi anak-anaknya selama mereka hidup di

dunia agar tidak terperdaya dengan kehidupan yang fana ini. Pendidikan

agama ditanamkan sejak kecil oleh Pak UI dan Ibu S, karena apabila

ditanamkan sejak kecil maka anak akan lebih meyakini akan kebenaran

agama yang dianutnya. Bentuk Pak UI dan Ibu S dalam memberikan

pendidikan agama yaitu misalnya selalu mengingatkan anak untuk sholat

lima waktu, jika masuk rumah dan dari pergi harus mengucap salam, berdoa

pada waktu akan dan sesudah makan, akan dan sesudah tidur, dandisuruh

untuk mengikuti kegiatan keagamaan misalnya kumpulan jamaah Yasin

remaja, diikutkan TPQ pada sore hari diantaranya.

Anak-anak Pak UI dan Ibu S tidak ada yang diberi tanggung

jawab untuk membantu orang tuanya mengerjakan pekerjaan rumah.

Menurut Ibu S, hal ini pernah diberlakukan kepada anaknya namun anak-

anaknya sering tidak mengerjakan, sehingga akhirnya pekerjaan rumah

hampir semuanya dikerjakan oleh Ibu S dan anak Ibu S yang kedua kadang-

kadang membantunya.

C. Analisis Hasil Penelitian

Pendidikan merupakan suatu kebutuhan sosial yang sangat besar

tuntutannya untuk dapat dipenuhi setiap saat. Pendidikan dengan segala

bentuknya terutama pendidikan keluarga akan sangat berpengaruh terhadap

arah dan wajah masa depan seseorang. Karena itulah pentingnya pendidikan

90
keluarga menjadi syarat tersendiri bagi terpenuhi atau tidaknya kebutuhan

akan pendidikan yang merupakan pendidikan dasar bagi anak.

Kesadaran itu dapat muncul dan kemudian menetap dalam diri

seseorang tentunya melalui suatu proses tersendiri, karena bagaimanapun

pandangan dan tindakan yang muncul sebagai efek sebuah kesadaran adalah

merupakan suatu proses tersendiri pula.

Pada konteks keluarga yang merupakan unit terkecil dari suatu

masyarakat, kesadaran akan pentingnya pendidikan keluarga akan

menciptakan suatu pola tertentu terutama pola yang diciptakan orang tua

yaitu sebagai pendidik . Pola pendidikan anak yang diterapkan oleh keluarga

yang satu dengan keluarga yang lain tidak sama. Salah satunya yaitu yang

diterapkan oleh sebuah keluarga yang memiliki penghasilan rendah atau

miskin.

1. Pola Pendidikan Anak yang Diterapakan Oleh Keluarga Miskin

Pada bab sebelumnya telah dipaparkan hasil temuan lapangan

yang menyangkut pola pendidikan anak yang diterapkan oleh sebuah

keluarga miskin dan juga faktor-faktor yang mempengaruhi keluarga

tersebut menerapakan pola tertentu.

Dari hasil penelitian dan penemuan di lapangan penulis dapat

menganalisis bahwa keluarga Pak UI dan Ibu S menerapkan dua pola dalam

mendidik anak-anaknya. Pola yang pertama yaitu pola pendidikan secara

demokratis dan yang kedua yaitu pola permisive.

91
Sebagai orang tua, mereka mampu menyadari bahwa di tangan

mereka terletak tanggungjawab untuk mendidik anak-anak mereka untuk

menjadi orang-orang yang terbaik yaitu terlihat dari cita-cita yang dimiliki

Pak UI dan Ibu S terhadap anak-anaknya. Baik Pak UI maupun Ibu S

menyadari apa yang mereka lakukan saat ini yaitu bagaimana mereka dalam

mendidik, membimbing dan mengasuh anak-anak mereka merupakan apa

yang akan kembali lagi kepada mereka dengan bentuk yang lebih baik.

Dengan kata lain timbul kesadaran pada diri mereka bahwa pendidikan anak

adalah suatu investasi tersendiri. Hal ini seperti hasil penelitian Suparlan

(1980) dinyatakan bahwa rakyat miskin memiliki pola-pola hidup tertentu

yang salah satunya adalah kesadaran bahwa pendidikan merupakan kunci

untuk mencapai tingkat kehidupan yang lebih baik.

Sebagai sebuah keluarga, dapat dikatakan bahwa keluarga ini telah

mampu menjalankan fungsi-fungsinya dengan baik (Bab II hal 25-27)

sehingga dapat menyumbang secara significan terhadap peningkatan

kualitas sumber daya manusia yang menjadi anggota dari keluarga ini, yaitu

terlihat dari kesadaran orang tua akan tanggung jawab mereka terhadap

anak-anaknya.

Terlepas dari pembedaan kasih sayang ataupun pembedaan

perlakuan terhadap masing-masing anak yang terjadi pada keluarga ini, baik

Pak UI dan Ibu S dapat dikatakan sebagai orangtua yang cukup menyadari

akan tanggung jawab yang mereka miliki terhadap anak-anak mereka

meskipun dalam memenuhi kebutuhan anak terutama pendidikan anak

92
diukur dengan kemampuan mereka. Mereka menyadari bahwa pendidikan

yang mereka berikan dalam keluarga akan mampu membuat anak-anaknya

memiliki dasar untuk hidup di lingkungan yang lebih luas.

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pola Pendidikan Anak

Setiap individu melakukan suatu kegiatan dipengaruhi oleh satu

atau bahkan beberapa faktor. Begitu juga suatu pola pendidikan anak yang

diterapkan oleh sebuah keluarga akan memiliki faktor-faktor yang

mempengaruhi orang tua sebagai pendidik menerapkan pola pendidikan

anak.

Hasil analisis penulis, faktor-faktor yang dapat mempengaruhi

suatu keluarga menerapkan pola pendidikan anak, yaitu :

a. Faktor pengalaman pribadi orang tua sebagai pendidik

Pengalaman merupakan pendidikan yang tidak ternilai harganya.

Faktor pengalaman yang dialami dan dimiliki oleh orang tua adalah faktor

yang paling dominan dalam menentukan pola apa yang diterapkan untuk

anak-anaknya dibandingkan dengan faktor yang lain.

Faktor pengalaman ini terutama sekali ditentukan oleh faktor

pengalaman pendidikan yang mereka dapatkan. Bahwa pendidikan yang

diberikan kepada anak-anaknya didasari oleh kenyataan dan harapan mereka

agar anak-anak mereka tidak mengalami nasib yang sama atau agar anak-

anak bisa memiliki keberhasilan hidup seperti mereka. Dari faktor

pengalaman itu pada akhirnya akan terbentuk suatu pandangan tertentu

93
sehingga sebagai dasar mengapa mereka menerapkan pola tersebut kepada

anak-anaknya.

Besarnya rasa tanggung jawab pada prose pendidikan anak dalam

keluarga Pak UI merupakan contoh betapa pengalaman tidak diasuh oleh

orang tua menjadi suatu pengalaman berharga bagi dirinya untuk

memperhatikan anak-anaknya. Pengalaman pahit yang dialaminya menjadi

sebuah pengingat bagi diri Pak UI tentang tanggung jawabnya sebagai orang

tua untuk mengasuh anak-anaknya.

Kesempatan untuk menikmati bangku sekolah adalah kesempatan

yang dimiliki untuk setiap individu. Begitu juga dengan anak-anak Pak UI

dan Ibu S yang diberikan kesempatan untuk menikmati bangku sekolah

sesuai dengan kemampuan Pak UI dan Ibu S dalam membiayai meskipun

ada salah satu dari keempat anaknya yang drop out. Hal ini merupakan salah

satu contoh pengalaman yang pada akhirnya mereka memiliki suatu

pandangan bahwa anaknya baik laki-laki maupun perempuan harus sekolah.

b.Faktor curah waktu

Curah waktu bagi anak-anak merupakan faktor kedua yang

mempengaruhi pola orangtua terhadap pendidikan anak dalam keluarga.

Waktu yang dimiliki oleh orang tua bagi anak adalah hal yang perlu

diperhatikan. Dimana orangtua akan mengetahui perkembangan anak dari

tingkah laku, sikap dan permasalahan yang dihadapi anak. Banyak

sedikitnya waktu yang dimiliki oleh orang tua untuk anak-anak adalah suatu

perhatian khusus terhadap anak-anak. Anak-anak akan merasa diperhatikan.

94
Penulis menganalisis bahwa Pak UI dan Ibu S sebagai orang tua dalam

memberikan waktu untuk anak-anak cukup tetapi dari waktu yang dimiliki

membuat anak dalam suatu pola permisive terutama pada siang hari ketika

Pak UI dan Ibu S bekerja mereka tidak bisa memantau dan mengontrol

keadaan anak-anak dirumah.

c. Faktor lingkungan masyarakat

Lingkungan adalah faktor ketiga. Hal ini karena lingkungan

masyarakat merupakan lingkungan yang paling luas. Dimana anak-anak

akan memperoleh pendidikan yang dilakukan diluar sehingga anak akan

memiliki kesempatan dalam mengembangkan kreatifitasnya. Pengaruh

lingkungan masyarakat yang bersifat negatif dan positif dihadapi anak-anak

sejak mereka mulai mengenal lingkungan masyarakat pertama kali. Anak-

anak harus bisa mengenal lingkungan dan bisa mengendalikan dan memilah

pengaruh –pengaruh masyarakat yang mudah mempengaruhi mereka.

Informasi yang lain dari lingkungan masyarakat yaitu informasi

guru dari sekolah. Karena perhatian orangtua pada saat anak sekolah

terlepas dan berpindah menjadi tanggungjawab guru. Tetapi bukan berarti

orang tua sama sekali tidak bertanggungjawab dalam memperhatikan

perkembangan anak. Seperti keluarga Pak UI dan Ibu S, informasi tentang

anak terutama prestasi anak diperolehnya ketika walikelas mengundang

walimurid dan biasanya ketika pembagian rapor. Faktor ini merupakan

faktor pendukung bagi orang tua dalam menerapkan pola pendidikan anak

dalam keluarga.

95
Hasil analisis yamg lain dari penelitian yang penulis lakukan, Pak

UI dan Ibu S membatasi waktu bermain tetapi memberikan kebebasan

kepada anak-anaknya untuk bergaul dengan siapa saja dengan aturan-aturan

tertentu merupakan sebab dari luasnya lingkungan masyarakat dan sifat-sifat

yang dimiliki oleh lingkungan masyarakat itu sendiri.

d. Faktor informasi dari media

Faktor informasi dari media merupakan faktor yang tidak menjadi

faktor dominan dalam mempengaruhi orang tua dalam menerapkan pola

pendidikan anak di keluarga. Media disini adalah berupa televisi, radio dan

surat kabar bukanlah sarana sosial yang dapat diakses dengan mudah oleh

keluarga yang menjadi informan penelitian ini. Hal ini dapat diketahui

bahwa keluarga tersebut bukan merupakan pelanggan koran atau majalah

tertentu.

Bukan berarti mereka sama sekali tidak pernah melihat televisi,

mendengarkan radio maupun membaca koran, tetapi berdasarkan observasi

yang berhasil dilakukan, terlihat meskipun menonton televisi di rumah

tetangga seperti yang dilakukan Ibu S , maka beliau lebih sering menonton

program sinetron atau film atau program musik saja bahkan jarang sekali

melihat atau mendengar program yang mampu mempengaruhi mereka

sebagai orang tua untuk menerapkan pola pendidikan anak-anaknya di

dalam keluarga Pak UI dan Ibu S.

96
BAB V

PENUTUP

A. SIMPULAN

97
Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna

mampu bertahan hidup dengan berbagai latar belakang kondisi apapun yang

menyertai kehidupannya. Kemiskinan sebagai suatu masalah sosial yang

kompleks, telah pula membawa manusia pada berbagai realita yang tidak

dapat dianggap sebelah mata.

Keluarga sebagai suatu masyarakat terkecil dalam masyarakat

merupakan suatu lingkungan awal bagi pendidikan anak-anaknya sebagai

anggota keluarga. Dengan pendidikan yang dilakukan secara terus menerus,

akan memperlihatkan pola pendidikan tertentu dimana pendidikan tersebut

dipengaruhi oleh berbagai faktor.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan selama bulan Februari

sampai akhir Maret di Rw 003 Rt 003 Desa Meteseh Kecamatan Boja

Kabupaten Kendal pada keluarga Pak UI yang berasal dari latar belakang

keluarga miskin diperoleh simpulan sebagai berikut :

1. Pola pendidikan anak yang diterapkan oleh keluarga Pak UI adalah pola

permissive dan pola demokratis. Pola permissive terlihat dalam cara

mendidik,membimbing dan merawat serta mengasuh anak-anaknya cenderung

bebas tanpa aturan-aturan keluarga yang jelas. Dan pola ini lebih pada MU

anak ketiga Pak UI. Pola demokratis lebih diterapkan kepada anak Pak UI

yang pertama dan kedua yaitu memberikan kesempatan untuk berbicara,

berpendapat dan mengemukakan pandangan serta berargumentasi yang

disesuaikan dengan aktifitas dan kebutuhan masing-masing anaknya.

98
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi Pak UI dan Ibu S menerapkan pola

permissive dan demokratis adalah sebagai berikut :

a. Faktor pengalaman pribadi orang tua sebagai pendidik

Pada keluarga Pak UI, pengalaman hidup Pak UI dan Ibu S merupakan

faktor dominan yang mempengaruhi mereka sebagai orang tua sekaligus

sebagai pendidik dalam lingkungan keluarga. Pengalaman pendidikan masa

kecil yang diperolehnya dari orang tuanya dahulu adalah suatu pengalaman

pahit bagi mereka sehingga mereka mempunyai keinginan agar anak-

anaknya tidak merasakan kondisi yang sama.

b. Faktor curah waktu

Faktor curah waktu yang diberikan kepada anak-anaknya adalah faktor kedua.

Faktor ini mempengaruhi karena Pak UI dan Ibu S setiap hari harus bekarja

untuk memenuhi kebutuhan keluarganya sehingga waktu untuk berkumpul

dengan anak-anaknya terbatas..

c. Faktor lingkungan masyarakat

Masyarakat adalah lingkungan yang sangat luas. Dampak dari masyarakat

sangat mempengaruhi perkembangan anak-anak. Apabila orang tua sebagai

pendidik dalam keluarga tidak mampu memberikan pendidikan, arahan dan

bimbingan kepada anak-anaknya maka anak-anak akan cepat terpengaruh

dengan hal-hal yang bersifat negative. Oleh sebab itu Pak UI dan Ibu S

memberikan suatu kebebasan kepada anak-anaknya dalam bergaul dengan

disertai arahan dan aturan-aturan di dalam kebebasan yang diberikan tersebut.

d. Faktor informasi dari media

99
Informasi yang paling cepat adalah dari media. Koran, televise dan radio

adalah contoh diantaranya. Meskipun informasi dari media bukan faktor yang

dominan, namun faktor ini mampu mempengaruhi Pak UI dan Ibu S dalam

mendidik anak-anaknya.

B. SARAN-SARAN

Berdasarkan hasil penelitian dapat dikemukakan saran yang dapat

berguna bagi beberapa keadaan dan kelompok sasaran tertentu, sebagai

berikut :

1. Kepada Pak UI dan Ibu S untuk meningkatkan perhatian kepada anak-

anaknya terutama dalam akhlaq. Dan seyogyanya Pak UI dan Ibu S dapat

dijadikan suri tauladan bagi anak-anaknya.

2. Pada penulisan-penulisan lebih lanjut tentang penelitian yang sama,

menggunakan subjek penelitian lebih dari satu.

100
DAFTAR PUSTAKA

Achir, A Y.1994. Peranan Keluarga Dalam Pembentukan Kepribadian Anak.


Jakarta. BKKBN.

Alvian,V.2002.Proposal Skripsi : Pandangan Orang Tua Dari Keluarga Miskin


Tentang Pendidikan Anak (Studi Kasus 3 Keluarga Miskin di
Kelurahan Kemiri Muka,Depok).FISIPOL Universitas Indonesia.

Arsyad, L.Ekonomi Pembangunan. Edisi 4. Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi


Ilmu Ekonomi YKPN.

Djojonegaro,W.1993. Pengarahan Menteri Dikbud Pada Rapat Pendidikan


Nasional. Depdikbud, Bogor Sawangan.

Gunarsa,Ny Singgih D.1985. Psikologi untuk Keluarga. Jakarta: BPK. Gunung


Mulia.

Hauck, Paul.1986. Mendidikan Anak Dengan Berhasil. Jakarta. Arcon.

Jhonson,Doyle Paul.1981. Teori Sosiologi Klasik dan Modern. Jilid 1,Jakarta: PT


Gramedia.

Pramuwito. 1998.Penelitian Tindakan(Action Research) Pengembangan


Masyarakat Giri Rejo. Yogyakarta:Dep. Sos RI BaLitBang
Kesejahteraan Sosial.

Rohidi, T.R.2000. Ekspresi Seni Orang Miskin. Bandung : Penerbit Nuansa.

Sajogja, Sajogja & Pudjiwati.1989. Sosiologi Pedesaan. Jilid 2. Yogyakarta :


Gadjah Mada University Press.

Suparlan, P.1995. Kemiskinan di Perkotaan. Jakarta: PT Raja Grafindo Perkasa.

Surayin.2004.Undang-Undang Sisdiknas (Tanya Jawab).Bandung:CV.Yrama


Widya

“Dunia Pendidikan dan Krisis Moneter”, dalam Kompas,5 Maret 1998.

“Keppres : Dua Persen untuk Masyarakat Miskin”, dalam Kompas, 9 Januari


1996.

Membangun Keluarga Sejahtera secara Mandiri, Jakarta :BKKBN, 1996..

101
PEDOMAN WAWANCARA

Identitas Informan

Nama Lengkap :
Tempat ,Tanggal Lahir / Usia :
Agama :
Alamat :
Pekerjaan :
Pendidikan :
Posisi dalam Keluarga : ( Ayah / Ibu )

Data Anak

NO Nama Lengkap Tempat, Tanggal Lahir Pendidikan

102
INSTRUMEN WAWANCARA

INSTRUMEN UNTUK ORANG TUA

1. Bapak / ibu mempunyai cita-cita apa jika anak-anak ( laki-laki dan


perempuan ) sudah besar nanti ?
2. Mengapa berpendapat demikian ?
3. Sejak pukul berapakah bapak/ ibu bekerja ?
4. Diantara bapak dan ibu siapakah yang lebih banyak waktu dirumah ?
5. Kegiatan masyarakat apa sajakah yang diikuti bapak/ibu?
6. Kapan kegiatan tersebut dilaksanakan ?
7. Apakah bapak/ibu mempunyai waktu khusus untuk berkumpul dengan
keluarga ?
8. Kapankah bapak/ibu melakukan hal tersebut ?
9. Mengapa hal tersebut bapak/ibu lakukan ?
10. Dalam kegiatan tersebut apa sajakah yang biasanya dilakukan ?
11. Apakah bapak/ibu memanjakan salah satu dari anak-anak bapak/ibu ?
12. Mengapa bapak/ibu melakukan hal tersebut ?
13. Apakah cara bapak / ibu dalam mengasuh anak-anak sama dengan orang
tua Anda dulu ?
14. Apa yang mendorong bapak / ibu mengasuh anak-anak dengan cara
demikian ?
15. Menurut bapak / ibu apakah pendidikan bapak / ibu dahulu berpengaruh
terhadap keadaan ekonomi bapak/ ibu sekarang ?
16. Apakah bapak/ibu dalam mengasuh anak dibantu oleh orang lain ?
17. Jika ya, siapakah yang membantu bapak/ibu mengasuh anak?
18. Mengapa bapak/ibu meminta bantuannya ?
19. Siapakah yang sering datang ke sekolah ketika walikelas mengundang
orang tua murid ?
20. Mengapa ?

103
21. Bagaimana bapak/ ibu dapat mengetahui perkembangan anak di sekolah
?
22. Apa yang bapak / ibu lakukan ketika anak mengalami kesulitan
mengerjakan PR di rumah ?
23. Apakah bapak/ ibu membatasi waktu bermain anak ?
24. Mengapa demikian ?
25. Apakah bapak/ ibu membatasi pergaulan anak-anak ?
26. Mengapa berpendapat demikian ?
27. Apa saja yang bapak / ibu terapkan pada anak-anak ketika mereka
bergaul dengan teman sebaya?
28. Bagaimana bergaul dengan orang yang lebih tua dari mereka?
29. Bagaimana bergaul dengan orang yang lebih muda dari mereka?
30. Mengapa bapak/ibu menerapkan hal-hal tersebut pada si anak ?
31. Menurut bapak/ibu pentingkah pendidikan kepada anak tentang
perbedaan jenis kelamin ?
32. Mengapa demikian ?
33. Bagaimana bapak /ibu mengenalkan pendidikan untuk perbedaan jenis
kelamin?
34. Upaya-upaya apa sajakah yang bapak/ibu lakukan terhadap anak agar si
anak tidak melakukan kesalahan dalam bertindak ?
35. Ketika anak memperoleh suatu prestasi dalam hal belajar, apa yang
bapak/ ibu lakukan untuk anak ?
36. Sejak kapan bapak / ibu mengenalkan pendidikan agama ?
37. Mengapa bapak/ibu mengenalkan pendidikan sejak…..?
38. Bagaimana cara bapak / ibu menanamkan pendidikan agama ?
39. Dalam bentuk apakah bapak/ibu mengenalkan pendidikan agama ?
40. Apakah anak-anak diberi tanggung jawab untuk mengerjakan suatu
pekerjaan dalam membantu pekerjaan rumah ?
41. Mengapa ?
42. Apabila anak tidak melakukan pekerjaan tersebut apakah anak diberi
suatu sanksi ?

104
43. Jika ya, dalam bentuk apakah sanksi tersebut ?
44. Ketika anak berbeda pendapat dengan bapak/ ibu, bagaimana bapak/ ibu
menyelesaikannya ?
45. Bagaimana cara bapak/ibu dalam menanamkan disiplin pada anak yang
dimulai dari bangun tidur sampai tidur lagi ?
46. Apakah yang bapak/ibu terapkan ketika ada tamu dirumah ?
47. Apakah bapak/ibu dalam memberikan uang jajan antara anak yang satu
dengan yang lain sama ?
48. Mengapa demikian?
49. Ketika anak meminta sesuatu sedangkan bapak/ibu tidak memiliki uang
yang cukup bahkan tidak ada, apa yang bapak/ibu lakukan terhadap sang
anak ?
50. Bagaimana cara bapak/ibu mendidik anak agar anak mempunyai rasa
suka menabung ?

INSTRUMEN PENDUKUNG UNTUK ANAK

1. Apa cita-citamu untuk orang tuamu ?


2. Mengapa ?
3. Apakah kamu berbahasa jawa kromo ketika berbicara dengan kedua orang
tuamu?
4. Mengapa ?
5. Apa yang bapak / ibu lakukan terhadapmu ketika kamu melakukan
kesalahan ?
6. Apakah orang tuamu sering memukulmu ketika kamu melakukan
kesalahan?
7. Bagaimana sikapmu terhadap tindakan orang tuamu tersebut ?
8. Apakah orang tuamu membatasi waktu bermain kamu ?
9. Apakah orang tuamu membatasi kamu bergaul dengan seseorang ?
10. Mengapa demikian ?
11. Siapakah yang membantumu mengerjakan PR ?

105
12. Apakah buku-buku pelajaran yang kamu miliki lengkap?
13. Bagaimana sikap kedua orang tuamu ketika kamu menginginkan membeli
sesuatu dan meminta uang kepada mereka ketika mereka tidak bisa
memenuhi permintaanmu ?
14. Pekerjaan rumah apa yang kamu lakukan ?
15. Ketika kamu tidak melakukan apa yang bapak / ibumu lakukan
terhadapmu ?
16. Apakah uang jajan yang kamu terima sama dengan yang diterima
saudaramu yang lain ?
17. Apakah kamu suka menabung ?
18. Mengapa ?
19. Apa yang bapak / ibu lakukan terhadapmu ketika kamu bangun pagi
terlambat ?
20. Apa yang bapak / ibu lakukan terhadapmu ketika kamu terlambat pulang
sekolah?
21. Kegiatan masyarakat apa saja yang kamu ikuti di masyarakat ?
22. Bagaimana pendapat orang tuamu ketika kamu mengikuti kegiatan
tersebut ?
23. Ketika kamu memperoleh prestasi tertentu apa yang bapak / ibu lakukan
terhadapmu ?
24. Ketika kamu mempunyai masalah kepada siapa kamu meminta nasehat ?
25. Kamu lebih dekat dengan bapak atau ibu ?
26. Orang tuamu lebih suka program apa ketika melihat TV ?
27. Orang tuamu lebih suka program apa ketika mendengarkan radio ?
28. Apakah orang tuamu sering membaca koran ?
29. Koran apa yang sering dibaca orang tuamu?
30. Pernahkah kamu mendengar orang tuamu bertengkar ?
31. Sepengetahuanmu masalah apa biasanya yang mereka pertengkarkan ?
32. Bagaimana sikapmu sebagai anak ketika mengetahui mereka bertengkar ?

106
INSTRUMEN UNTUK TETANGGA
1. Berapa lama Anda bertetangga dengan keluarga Pak UI ?
2. Apakah Anda akrab dengan keluarga Pak UI ?
3. Menurut Anda apakah Pak UI dan Ibu S sering marah kepada anaknya
ketika anaknya melakukan kesalahan ?
4. Apakah Anda sering melihat Pak UI atau Ibu S memukul anak-anaknya?
5. Menurut Anda apakah Pak UI dan Ibu S mengeluarkan kata-kata kotor
ketika mereka sedang marah ?
6. Menurut Anda apakah Pak UI memanjakan salah anak-anaknya ?
7. Bagaimana dengan Ibu S ?
8. Menurut Anda apakah Pak UI dan Ibu S mengekang anak-anaknya ?
9. Menurut Anda apakah anak-anak Pak UI bebas pergaulannya?
10. Bagaimana tanggapan Anda terhadap anak-anak Pak UI ?

107
Lampiran 4 99

CATATAN LAPANGAN

Nama : Pak UI
Tempat, Tanggal Lahir / Usia : Jakarta, 31 Desember 1950
Agama : Islam
Alamat : Dusun Krajan Timur Rt 003 Rw 003
Meteseh Boja Kendal 51381
Pekerjaan : Wiraswasta
Pendidikan : Drop Out
Posisi dalam Keluarga : Ayah

Pak UI bangun kira-kira pukul 05.00 pagi. Setelah sholat Subuh,

membantu istrinya di dapur menunggui api karena memasaknya masih

memakai tungku kayu. Setelah sarapan pagi, kemudian mandi. Santai,

kadang menjemur kayu atau bersih-bersih kebun atau kadang mencari kayu

atau kalau ada cucian kering menggosok pakaian dengan gosokan arang.

Siang, sholat dhuhur kemudian makan siang dan istirahat biasanya

tidur siang.

Bangun kira-kira pukul 04.00 kemudian sholat Asyar. Kalau istrinya

sudah mulai memasak menemani istrinya di dapur. Santai. Mandi sore.

Santai menunggu Maghrib.

Setelah sholat Maghrib, makan malam. Santai dengan istri dan

anaknya yang berada di rumah. Setelah sholat Isya, tidur kurang lebih pukul

09.00 malam kadang sampai malam ngobrol dengan istri dan anaknya .

108
CATATAN LAPANGAN

Nama : Ibu S
Tempat, Tanggal Lahir / Usia : Salatiga,11 Desember 1967 / 38 tahun
Agama : Islam
Alamat : Dusun Krajan Timur Rt 003 Rw 003
Meteseh Boja Kendal 51381
Pekerjaan : Buruh
Pendidikan : Tidak Sekolah
Posisi dalam Keluarga : Ibu

Setiap pagi Ibu S selalu membangunkan anak-anaknya kecuali MU.

Menurutnya, beliau tidak membangunkan MU karena anak tersebut tidak

mempunyai kegiatan seperti kedua kakaknya dan adiknya. MA harus

bangun pagi karena harus bekerja ngepres, MI bangun pagi untuk membantu

Ibunya membersihkan rumah dan membantu menyiapkan sarapan pagi dan

ME harus bangun pagi karena harus kesekolah. Sedangkan ketika anak-

anak belum bangun setelah dibangunkan Ibu S, biasanya Ibu S akan teriak-

teriak kadang marah agar anaknya mau bergegas bangun. Setelah

menyiapkan sarapan pagi dan menyelesaikan pekerjaan rumah serta sarapan

pagi, Ibu S kemudian berangkat bekerja dan akan selesai bekerja kira-kira

pukul 03.00 sore. Sesampainya di rumah biasanya Ibu S beristirahat

sebentar.

Setiap hari ME anak ketiga dari Pak UI dan Ibu S diikutsertakan

kegiatan TPQ. Ibu S selalu memperhatikan kegiatan anaknya ini, yaitu Ibu S

selalu menyuruhnya untuk cepat-cepat mandi dan sholat Asar kemudian

berangkat TPQ.

109
101

Kira-kira pukul 16.00 Ibu S memasak untuk mempersiapkan makan

malam sambil membersihkan rumah dibantu oleh anaknya yang kedua dan

setelah selesai mandi. Kadang-kadang jika suaminya tidak dirumah Ibu S

bermain ke tetangga sampai Maghrib. Setelah sholat Maghrib, Ibu S makan

malam terkadang sendirian terkadang bersama suaminya atau anaknya.

Santai sampai dua anaknya pulang dari masjid. Setelah anaknya selesai

mengerjakan PR biasanya ngobrol dengan suami dan anaknya dirumah. Jika

si bungsu meminta ditemani menonton televisi di tetangga, Ibu S ikut

menonton TV kira-kira sampai pukul 09.00 malam. Setelah sholat Isya,

tidur.

110
102

CATATAN LAPANGAN

Nama : MA
Tempat, Tanggal Lahir / Usia : Kendal, 08 Juni 1984
Agama : Islam
Alamat : Dusun Krajan Timur Rt 003 Rw 003
Meteseh Boja Kendal 51381
Pekerjaan : Buruh
Pendidikan : Tamat SLTA
Posisi dalam Keluarga : Anak ke-1

Dibangunkan oleh ibunya jam 05.00 pagi. Sholat Subuh, biasanya

duduk di depan tungku api (gegarang) sambil minum teh hangat. Memberi

makan ayam. Setelah sarapan pagi berangkat ngepres genting.

Selesai kerja pukul 02.00 siang. Mandi dan Sholat Dhuhur,

kemudian tidur siang sampai pikul 04.00 sore. Selesai sholat Asar,

kemudian memberi makan ayam dan membersihkan kandangnya.

Pukul 05.30 sore, mandi. Santai di ruang tamu, terkadang sambil

makan sore atau bercengkerama dengan anggota keluarga lainnya. Selesai

sholat Maghrib, santai. Kemudian membantu adiknya mengerjakan PR.

Setelah sholat Isya, ngobrol. Kemudian tidur kurang lebih pukul 09.00

malam.

111
103

CATATAN LAPANGAN

Nama : MI
Tempat, Tanggal Lahir / Usia : Semarang, 05 November 1987
Agama : Islam
Alamat : Dusun Krajan Timur Rt 003 Rw 003
Meteseh Boja Kendal 51381
Pekerjaan : Belum Bekerja
Pendidikan : Tamat SLTP
Posisi dalam Keluarga : Anak ke-2

Dibangunkan Ibu S pukul sekitar 05.00-05.30 pagi. Sholat Subuh,

kemudian membantu ibunya didapur atau membersihkan rumah. Sarapan

pagi, kemudian mandi. Membantu ibunya bekerja (kerik genting). Pukul

11.00 pulang kerumah. Seringnya makan siang kemudian tidur siang.

Setelah bangun dan sholat Dhuhur, kemudian tidur lagi atau main ke

tetangga. Pukul 04.00 sore pulang main kemudian membereskan rumah dan

membantu ibunya mempersiapkan makan malam. Sering pekerjaan belum

selesai langsung mandi sore dan main. Setelah waktu Maghrib, berangkat ke

Mushola, pulang selepas sholat Isya. Makan malam sambil ngobrol dengan

anggota keluarga yang lain. Kadang membantu adiknya mengerjakan PR,

kalau tidak membantu mengerjakan PR adiknya, nonton TV dengan adiknya

(MI dan MU). Pulang kurang lebih pukul 09.00 malam kemudian tidur.

112
104

CATATAN LAPANGAN

Nama : MU
Tempat, Tanggal Lahir / Usia : Kendal, 10 September 1991
Agama : Islam
Alamat : Dusun Krajan Timur Rt 003 Rw 003
Meteseh Boja Kendal 51381
Pekerjaan :-
Pendidikan : Drop Out
Posisi dalam Keluarga : Anak 3

Bangun tidur waktunya tidak pasti, kadang pagi kadang siang. Setelah

cuci muka, jika sarapan pagi sudah tersedia langsung sarapan pagi.

Kemudian main atau mancing di sungai. Pulang kalau hanya ada perlu

misalnya meminta uang jajan.

Anak ketiga dari Pak UI dan Ibu S, jarang dirumah. Waktunya

dihabiskan untuk bermain. Malam hari setelah makan malam kemudian

nonton TV. Pulang paling lambat jam 10.00 kemudian tidur. Sering tidur di

rumah tetangganya. Pulang kerumah kalau sudah pagi.

113
105

CATATAN LAPANGAN

Nama : ME
Tempat, Tanggal Lahir / Usia : Kendal, 26 April 1994
Agama : Islam
Alamat : Dusun Krajan Timur Rt 003 Rw 003
Meteseh Boja Kendal 51381
Pekerjaan : Pelajar
Pendidikan : SD
Posisi dalam Keluarga : Anak 4

Bangun pagi dibangunkan oleh Ibu S pukul 06.30, sering bermain

dahulu beberapa menit kemudian sholat Subuh. Setelah air hangat

disiapkan, mandi pagi dan bersiap-siap berangkat sekolah. Setelah sarapan

pagi kemudian berangkat ke sekolah.

Pulang ke sekolah kurang lebih pukul satu siang. Setelah ganti baju

dan makan siang, kemudian sholat Dhuhur. Main sampai pukul 03.00 sore

kemudian mandi. Setelah sholst Asar, berangkat TPQ.

Pulang TPQ pukul 05.00 sore. Bercengkerama dengan anggota

keluarga yang ada dirumah. Terdengar Adzan Maghrib, kemudian berangkat

ke mushola.

Pulang selepas Isya kemudian makan malam dan belajar apabila ada

PR sekolah. Kalau tidak ada PR, biasanya dengan Ibu S menonton TV di

tetangga. Pukul 09.00 malam pulang kemudian tidur.

114
HASIL WAWANCARA DENGAN ORANG TUA

Bapak / ibu mempunyai cita-cita apa jika anak-anak ( laki-laki dan perempuan )
sudah besar nanti ?
Pak UI : “Kalau saya ya…bisa hidup enak, senang, ingat dengan orang tua
terutama sama ibunya, jadi orang yang suka mbantu orang, yang penting
lagi hidupnya lebih enak dari saya”
Ibu S : “Ya sama dengan bapaknya anak-anak.ini. Kalau bisa jadi orang, akur.
Saya sebagai orang tua tidak meminta apa-apa kok..”

Mengapa berpendapat demikian ?


Pak UI : “Karena sejak kecil saya ikut Pakdhe. Dan ikut orang itu susah. Apalagi
saya sering dibeda-bedakan. Bapak saya sudah meninggal sejak saya
umur 4 bulan masih dalam kandungan. Terus saya ditinggal di desa
Segrumung dengan Pakdhe. Pokoknya anak-anak saya harus lebih baik
dan lebih enak dari saya”
Ibu S : “ Ini…saya kan sejak kecil hiduonya susah meskipun orang tua. Makan
saja dibedakan “jatahnya” . yang lain boleh sekolah, saya tidak. Uang
saku jarang dikasih, bangunnya lebih pagi, kalu telat pernah diguyur air
bekas cuci piring. Pokoknya sengsara terus sampai sekarang ini..”

Sejak pukul berapakah bapak/ ibu bekerja ?


Pak UI: “Kalau saya tidak tentu. Saya tidurnya di tempat saya kerja. Ya..kira-kira
jam 07.00 pagi sudah buka. Nanti tutup jam 10.00 malam. Tergantung
ada yang mau menambalkan atau tidak”.
Ibu S :”Saya ya…kalau dirumah sudah selesai kerjaannya. Biasanya jam setengah
enam jam enam berangkat dan pulang jam 03.00 atau jam 04.00 sore”

Diantara bapak dan ibu siapakah yang lebih banyak waktu dirumah ?
Pak UI: “Ibunya anak-anak…saya jarang pulang. Seminggu sekali saya pulang
dan hanya dua atau tiga hari paling lama di rumah. Tidak tentu ”.
Ibu S : “Iya..kadang kalau sedang malas kerja juga lama dirumah…”.

115
Kegiatan masyarakat apa sajakah yang diikuti bapak/ibu ?
Pak UI: “Yaa..kalau saya dirumah ada undangan Tahlilan atau rapat ya datang.
Tetapi seringnya anak saya yang pertama yang sering mewakili saya..”
Ibu S : “Ah…kalau suami saya ini jarang mau kumpul dengan tetangga. Kalau
saya ikut itu arisan RT. Dulu saya ikut Yasin dan Berjanjen ibu-ibu.
Waktu saya dapat giliran ditempati, meeka tidak mau datang karena
dirumah saya punya anjing. Ya sudah…saya keluar saja. Terlanjur sudah
sakit hati. Saya sudah capek-capek masak ..eeh…malah yang datang
cuma 2 orang saja. Sudah hampir satu tahun ini saya keluar..”.

Kapan kegiatan tersebut dilaksanakan ?


Ibu S : “Kalau arisan RT seminggu sekali tiap hari Jum’at Kalau Yasin dan
Berjanjen juga setiap seminggu sekali, setiap hari rabu malam”

Apakah bapak/ibu mempunyai waktu khusus untuk berkumpul dengan keluarga ?


Pak UI : “Kalau saya di rumah ya..bisa kumpul dengan anak-anak. Kalau kerja
ya..tidak bisa..”
Ibu S : “Yaa…tidak waktu khusus. Tetapi kalau ngobrol sore atau malam. Anak-
anak seringnya sudah dirumah kalu sore dan malam. Kalau tidak
keluar…nonton tv biasanya..?

Kapankah bapak/ibu melakukan hal tersebut ?


Pak UI : “Seringnya kalau saya dirumah itu sore menjelang maghrib atau malam.
Sambil makan malam biasanya..”

Mengapa hal tersebut bapak/ibu lakukan ?


Pak UI : “ Sebenarnya bukan kenapa-kenapa. Hanya seringnya waktu itu karena
santai ”.

Dalam kegiatan tersebut apa sajakah yang biasanya dilakukan ?

116
Pak UI : “Ngobrol “

Apakah bapak/ibu memanjakan salah satu dari anak-anak bapak/ibu ?


Pak UI : “Kalau saya tidak..sama semua..”
Ibu S: “ Ahh…tidak. Bapaknya ini sering menganak emaskan MI. Uang jajan saja
sering dikasih lebih tanpa sepengetahuan saya. Kalau saya sama semua.”

Mengapa bapak/ibu melakukan hal tersebut ?


Pak UI: “He..he..yaa..kan kebutuhannya kadang banyak dan butuh uang. Tetapi
memang saya cenderung sedikit memanjakan MI. Karena dia pernah saya
pukul pakai kayu karena saya dikasih tau tetangga saya kalau MI mencuri
perhiasan miliknya. Tetangga dikasih tahu semua. Saya malu waktu itu.
Memang sih..dia sejak kecil sering mengambil uang sisa belanja. Karena
saya jengkel, saya pukul sampai tidak bisa bernafas.Sejak saat itu saya
kapok memukul anak-anak saya”.
Ibu S: “Kalau anak saya dimanja, tidak akan bisa berpikir dewasa. Tidak baik buat
anak-anak saya kalau dimanja”

Apakah cara bapak / ibu dalam mengasuh anak-anak sama dengan orang tua Anda
dulu ?
Pak UI: “Tidak. Kasihan kalau mereka merasakan hal yang sama dengan saya.
Susah. Sering mau makan kalau belum kenyang mau tambah tidak boleh.
Yaaa..jalan satu-tunya saya mencuri kalau malam. Mencuri tapi dirumah
sendiri..he..he..bagaimana lagi..masih lapar..”
Ibu S: “Tidak. Saya tidak anak-anak seperti saya. Kasihan. Saya tidak betah waktu
itu dirumah. Sengsara sekali hidup saya…samapi sekarang juga masih
seperti ini”

Apa yang mendorong bapak / ibu mengasuh anak-anak dengan cara demikian ?
Pak UI : “Agar mereka tidak merasakan keadaan yang sama dengan saya ”

117
Ibu S : “Saya kasihan kalau mereka sampai merasakan seperti yang saya rasakan
dahulu”

Menurut bapak / ibu apakah pendidikan bapak / ibu dahulu berpengaruh terhadap
keadaan ekonomi bapak/ ibu sekarang ?
Pak UI : “Tidak menurut saya. Semua itu Tuhan yang mengaturnya. Dahulu,
kemarin, sekarang, besok..itu semua Tuhan yang mengaturnya..”
Ibu S : “Ya memang sudah jalannya saya hidup susah mungkin...semoga saja
anak-anak saya tidak seperti saya semuanya”

Apakah bapak/ibu dalam mengasuh anak dibantu oleh orang lain ?


Pak UI : “Tidak…”
Ibu S: “Ya..”

Jika ya, siapakah yang membantu bapak/ibu mengasuh anak?


Ibu S : “Tetangga saya ”
Pak UI : “Ehh ..benar..”

Mengapa bapak/ibu meminta bantuannya ?


Ibu S : “Waktu anak-anak masih kecil saya repot dan bapaknya anak-anak tidak
dirumah ya..saya titipkan tetangga”

Siapakah yang sering datang ke sekolah ketika walikelas mengundang orang tua
murid ?
Ibu S: “Saya… ”.

Mengapa ?
Ibu S: “Bapaknya anak-anak sering tidak mau datang ke sekolah..ambil rapor
saya, undangan rapat saya, ambil ijazah kelulusan juga saya..alasannya
hanya malas, bagaimana lagi..sampai sekarang ini lho.tidak pernah

118
mau..jadi ada apa-apa dengan anak-anak di sekolah juga saya..kalau tidak
percaya tanya saja anak-anak saya..”

Bagaimana bapak/ ibu dapat mengetahui perkembangan anak di sekolah ?


Pak UI : “Ya..dari hasil rapor. Dan ibunya ini kan sering tanya bagaimana anak-
anak di sekolah ..”
Ibu S : “Saya sering tanya bagaimana anak saya di sekolah biasanya kalau
mengambil rapor itu…”

Apa yang bapak / ibu lakukan ketika anak mengalami kesulitan mengerjakan PR
di rumah ?
Pak UI : “Karena saya tidak sekolah, dulu keluar di kelas satu, ya..saya suruh
kakak-kakaknya membantu”
Ibu S :“Saya orang bodoh., tidak pernah sekolah. Baca tulis saja tidak bisa.
Bagaimana bisa membantu..”

Apakah bapak/ ibu membatasi waktu bermain anak ?


Pak UI :“Dibatasi ya tidak, bebas juga tidak”

Mengapa demikian ?
Pak UI : “Boleh bermain dan bergaul dengan siapa saja, tidak pilih kasih. Yang
penting ada aturan, jangan sampai mengikuti arus tetapi tidak tahu
muaranya.Untuk pergaulan MA dan MI yang sering saya awasi. Mereka
sudah besar”.
Ibu S: “Apalagi sekarang jamannya seperti ini. Kalau mendengar yang begini-
begini..takutnya kalau anak-anak saya ikut-ikutan”.

Apa saja yang bapak / ibu terapkan pada anak-anak ketika mereka bergaul dengan
teman sebaya?

119
Pak UI : “Ya itu tadi..tidak pilih kasih, saling pengertian, jangan membeda-
bedakan yang kaya dengan yang miskin…yaa bagaimana wajarnya kalau
berteman saja”

Bagaimana bergaul dengan orang yang lebih tua dari mereka?


Ibu S : “ Harus sopan tentunya..”

Bagaimana bergaul dengan orang yang lebih muda dari mereka?


Pak UI : “Jangan mengganggulah..jangan mentang-mentang lebih besar,
contohnya saja dengan adik-adiknya..ya ..harus sayang..”

Mengapa bapak/ibu menerapkan hal-hal tersebut pada si anak ?


Ibu S: “Namanya orang tua itu ingin anak-anaknya bertingkah laku baik di mana
saja terutama di masyarakat”
Pak UI : “Apalagi orang miskin seperti saya ini..meskipun miskin tapi kalau
sopan, baik juga tidak ada jeleknya.. bisa membuat nama baik orang tuanya”

Menurut bapak/ibu pentingkah pendidikan kepada anak tentang perbedaan jenis


kelamin ?
Pak UI : “Ya penting..”

Mengapa demikian ?
Pak UI ;“Ehmm…jika tidak bisa-bisa anak saya kelakuannya tidak baik. Sekarang
banyak orang yang maaf..hamil di luar nikah. Saya bisa tahu berita itu ya..dari
koran kalau di Semarang..kalau di rumah ya dari radio..biar tidak ketinggalan
informasiI tu mungkin ya..kurang didikan dari orangtuanya”.
Ibu S: “Bapak bisa baca koran..aku tidak bisa membaca ya dari radio apalagi
kalau bapak dirumah, sukanya mendengarkan berita. Saya juga bisa tahu kadang
dari televise. Agar anak-anak juga tahu dirinya laki-laki atau perempuan kalau itu.
Tuh tetangga…anak perempuan tingkah lakunya seperti laki-laki..”

120
Bagaimana bapak /ibu mengenalkan pendidikan untuk perbedaan jenis kelamin?
Pak UI :“Ya saya nasehati bagaimana mereka harus bergaul ..dikoran, di radio
saya sering tahu berita ya dari itu. Tidak usah jauh-jauh daerah sini juga ada”
Ibu S: “Itu..caranya saya kasih baju perempuan kalau perempuan mainannya juga
mainan perempuan ..”

Upaya-upaya apa sajakah yang bapak/ibu lakukan terhadap anak agar si anak
tidak melakukan kesalahan dalam bertindak ?
Pak UI :“Ya saya kasih tahu mana yang benar, mana yang salah. Memang sudah
jadi kewajiban saya sebagai orang tua…tapi kalau sudah dikasih tahu tidak mau
menurut ya..silahkan, orang tua cuma mengarahkan anaknya saja”
Ibu S: “ Ya seperti kata bapaknya…dikasih tahu..”

Ketika anak memperoleh suatu prestasi dalam hal belajar, apa yang bapak/ ibu
lakukan untuk anak ?
Pak UI :“Ya bilang kalau bapak senang begitu saja...he..he..”

Sejak kapan bapak / ibu mengenalkan pendidikan agama ?


Pak UI :“Sejak kecil sampai sekarang “
Ibu S: “Tapi itu..MU sulit anaknya. Saya suruh TPQ saja sudah tidak mau
berangkat. Sampai capek ngasih tahu. Sekarang saya biarkan. Dia itu mirip saya
tidak sekolah juga tidak bisa ngaji (baca Qur’an-red)”

Mengapa bapak/ibu mengenalkan pendidikan sejak…..?


Pak UI : “Untuk benteng anak-anak saya. Kalau tidak dari kecil bagaimana….MU
contohnya, sudah sulit dikasih tau”
Ibu S: “ Iya…”

Bagaimana cara bapak / ibu menanamkan pendidikan agama ?


Pak UI : “Sholat lima waktu jangan sampai lupa..yang penting jangan sampai lupa
dengan yang membuat hidup”

121
Dalam bentuk apakah bapak/ibu mengenalkan pendidikan agama ?
Ibu S: “Ya itu… kalau sore saya suruh ikut TPQ ..ME sekarang yang masih TPQ
di Krajan Tengah, supaya tidak seperti saya”.

Apakah anak-anak diberi tanggung jawab untuk mengerjakan suatu pekerjaan


dalam membantu pekerjaan rumah ?
Ibu S: “Tidak...masalahnya mereka tidak mau, ya sudah akhirnya saya sendiri
yang mengerjakan ”.

Mengapa ?
Ibu S: “Ya itu tadi…ya sudah saya kasih marah, tapi namanya juga anak…”.

Ketika anak berbeda pendapat dengan bapak/ ibu, bagaimana bapak/ ibu
menyelesaikannya ?
Pak UI : “Saya dengarkan dulu alasannya. Kalau salah saya luruskan..”
Ibu S: “Tapi kalau bapaknya ini sama MA sama kerasnya, tidak ada yang mau
mengalah..”.

Bagaimana cara bapak/ibu dalam menanamkan disiplin pada anak yang dimulai
dari bangun tidur sampai tidur lagi ?
Pak UI : “Yang penting ingat waktu itu saja..”
Ibu S: “Bangun tidur ya diberesi, sholat jangan lupa, waktu makan jangan sampai
telat, waktunya pulang sekolah ya pulang, jangan mampir sana-sini. Orang tua itu
sukanya mikir yang tidak-tidak kalau anaknya pergi waktunya pulang belum di
rumah..”

Apakah bapak/ibu dalam memberikan uang jajan antara anak yang satu dengan
yang lain sama ?
Pak UI : “Ya tidak. Kebutuhan anak saya yang besar dengan yang kecil kan
berbeda ”

122
Ibu S: “Tapi bapaknya itu sering ngasih tambah MI tanpa sepengetahuan
saya…iya kan?”
Pak UI : “Lha bagaimana…kadang ada kebutuhan mendadak ya kasihan..”

Mengapa demikian?
Pak UI : “ Kebutuhan anak saya yang besar dengan yang kecil kan berbeda”
Ibu S: “ Kalau yang kecil paling cukup buat jajan saja, tapi kalau MA sudah tidak
minta uang, sudah bisa cari sendiri. Malah dia sering ngasih adik-adiknya buat
jajan”

Ketika anak meminta sesuatu sedangkan bapak/ibu tidak memiliki uang yang
cukup bahkan tidak ada, apa yang bapak/ibu lakukan terhadap sang anak ?
Pak UI : “Saya lihat-lihat dulu minta apa, tetapi seringnya saya bilang besok kalau
ada uang”
Ibu S: “Kalau yang minta harus sekarang itu MU..kalau tidak dikasih nangis,
kayak anak kecil..”

Bagaimana cara bapak/ibu mendidik anak agar anak mempunyai rasa suka
menabung ?
Pak UI : “Saya beri nasehat uangnya disimpan..jangan buat jajan terus..tapi
namanya anak, sulit dikasih tau. Saya dan ibunya ini sampai capek ngasih tahu
anak-anak agar menabung”

123
HASIL WAWANCARA ANAK KE I PAK UI DAN IBU S

1. Apa cita-citamu? Mengapa?


Jawab : “Cita-cita saya ingin jadi orang yang baiklah buat keluarga… bisa
menjadi suri tauladan bagi adik-adik saya karena saya anak yang
paling besar di keluarga ini. Ya itu karena berdasarkan keadaan ya..
kalau cita-cita saya melambung terlalu tinggi takutnya cuma
angan-angan thok. Nah, dengan keadaan keluarga saya yang kayak
gini ya gimanalah tindakan saya untuk berbuat baik bagi adik-adik
saya, orang tua dan selain itu saya ingin berbakti dengan orang tua
serta menjadi contoh yang baik buat adik-adik saya”.

2. Bagaimana cita-citamu tentang pekerjaan?


Jawab : “Oooh…kalau itu sih ada, cuma cita-citaku lebih condong ke hidup
yang lebih baik , lebih kecukupan dan bagaimana caranya entah
nanti bisa hidup mapan ya cari kerjaan yang cukup lumayanlah
gajinya buat hidup “

3. Kenapa kamu tidak berbahasa jawa kromo ketika berbicara dengan


kedua orang tuamu ?
Jawab :“Ya…kadang-kadang aku keceplosan tapi aku seringnya keceplosan
he..he… bahkan aku sering ngomong kasar kalau keadaanku lagi banyak
problem. Tapi bapak sama ibu sering mengarahkan dan bilang gini : Kowe
ora boso rapopo mbek wong tuamu, tapi kowe mbek sopo wae opo meneh
luwih dhuwur umure kowe kudu boso lan ngajeni wong liyo. Soale wibowo
wong kuwi seko tepo seliromu dewe. Bapak sama Ibu bilang gitu ..ya udah.
Tanpa bapak dan ibu bilangpun saya juga ngerti wong itu orang lain bukan
keluarga aku dan aku harus mengormati”

4. Apa yang bapak / ibu lakukan terhadapmu ketika kamu melakukan


kesalahan ?

124
Jawab :” Setiap kali melakukan kesalahan nggak langsung dipukul atau
langsung dinasehati tapi yang pertama diajak cerita yang santai-santai
kemudian menyinggung-nyinggung kesalahanku yang akhirnya dinasehati.
Cara mereka nasehati pelan. Dan tanggapanku sering tak pikir nasehat
mereka”

5. Apakah orang tuamu membatasi waktu bermain kamu ?


Jawab :”Waktu kecil sebelum SMA sih iya…dibatesi jam 9 malam harus
pulang dan ada dirumah. Bobok..besok sekolah, bilang gitu bapak sama Ibu”

6. Apakah orang tuamu membatasi kamu bergaul dengan seseorang ?


Jawab :”Kalau orang tuaku membatasi pergaulan, ndak…yaa..itu tadi, asal
tau aturan jangan ikut sana ikut sini tapi nggak tau arah. Bapak ibu bilang
juga bilang terserah kamu mau bergaul sama siapa saja bermain dengan siapa
saja asal kamu tau aturan dan jangan ikut-ikutan hal yang negatif”

7. Mengapa demikian ?
Jawab :” Karena orang tuaku juga berpikir kalau anak selalu bergaul bebas
juga tidak baik, kurang pergaulan juga tidak baik”

8. Pekerjaan rumah apa yang kamu lakukan ?


Jawab :”Nggak ada kalau bantu Ibu…tapi aku punya kerjaan di rumah ..tuh
ngasih makan ayam-ayamku…”

9. Apa yang bapak / ibu lakukan terhadapmu ketika kamu bangun pagi
terlambat ?
Jawab :” Yang sering bangunin aku tiap pagi kan Ibu. Kalau aku nggak
bangun-bangun yaa…itu tadi kasarane..tetet toet tetet toet…he..he…”

10. Kegiatan masyarakat apa saja yang kamu ikuti di masyarakat ?

125
Jawab :”..ikut Karang Taruna namanya Tunas Bakti..setiap bulan 2 kali”

11. Bagaimana pendapat orang tuamu ketika kamu mengikuti kegiatan


tersebut ?
Jawab : “Ya tidak gimana-gimana sih..itu sudah kewajiban aku sebagai
remaja di dusun aku dan itupun berkumpul dengan teman-teman satu dusun
bisa bertukar pikiran juga bisa berkembang ini otak, ada teman untuk
diskusi..ya asiklah..”

12. Apakah kamu sering mendengar orang tuamu bertengkar ?


Jawab : “Namanya bertengkar sih menurut aku wajarlah namanya juga rumah
tangga, tidak bisa setenang air. Air saja pasti beriak. Ya..itulah sedikit
problem, bagiku sih wajar-wajar saja. Yang penting debat ya debat, sudah
selaesai ya selesai..”

13. Biasanya mereka bertengkar karena masalah apa ?


Jawab : “Ya mungkin karena bapak sering terlalu lama dirumah tidak
bekerja. Mungkin ekonomi juga mulai menurun, ibu banyak pikiran,
kebutuhan banyak uangpun nggak pegang. Seperti saat ini musim penghujan,
produksi genting juga tidak bisa banyak, bapak disana juga sama. Hasil
berkurang, kebutuhan nambah.. ”

14. Apakah orang tuamu sering memukul ?


Jawab : “Ah ndak, ibu nggak pernah. Bapak itu yang sering nasehatin adik-
adik kalau susah dinasehatin. Paling ya dipukul. Yaa..anak kecil gimana lagi.
Yang penting anak itu dibuat takut dan mau njalanin nasehat kata orang
tuanya “.

15. Ketika kamu mempunyai masalah kepada siapa kamu meminta nasehat
?

126
Jawab : “Yang pertama aku curhat sama bapak.Minta nasehat dari bapak,
minta arahan. Sudah minta nasehat dari bapak ya juga masih ngomong sama
teman gimana pemecahannya. Kalau aku ngomong sama Ibu, biasanya ibu
paling-paling cuma haalah..paling kowe sing salah, sing nyasar. Ibu
jawabannya gitu nggak ngasih solusi yang baik”

16. Bagaimana pendapat orangtuamu ketika mereka berbeda dengan


pendapatmu ?
Jawab : “Sikap mereka paling akhir-akhirnya itu..ya sudah terserah kamu,
kamu yang njalanin kok. Kalau bagimu baik ya sudah, lakukan..”

17. Kamu lebih dekat dengan bapak/ ibu ?


Jawab : “Aku lebih deket sama Ibu. Tapi tiap kali ada masalah bilang ke
bapak ”

18. Orang tuamu lebih suka program apa ketika melihat tv ?


Jawab : “Aku kurang tahu..tapi kayaknya film dan sinetron. Aku jarang ikut
nonton tv ibukku paling aku tongkrong sama anak-anak ”

19. Orang tuamu lebih suka program apa ketika mendengarkan radio ?
Jawab :“ee..kalau ibu jarang mendengarkan radio. Tapi kalau bapak
senengnya radio RASIKA itu..bapak seneng mendengarkan berita-berita
baru”

20. Menurutmu apakah orang tuamu dalam memberikan uang jajan sama
anak yang satu dengan yang lain?
Jawab :”Ah ndak. Ortuku bagi-bagi uang jajan itu nggak sama. Orang tuaku
tuh bagi uang sesuai kebutuhan anak masing-masing. Kalau yang lebih besar

127
kelihatannya kebutuhannya semakin besar ya dikasih lebih tapi kalau yang
kecil-kecil ya paling cukup buat jajan-jajan gitu..”

21. Bagaimana sikap orangtuamu dengan hasil kerjamu, apakah mereka


menyuruhmu untuk menabungnya ?
Jawab : “Kalau ortuku terutama ibuku tuh pasti sering banget tiap kali nrima
upah dari majikanku, untuk ditabung sebagian untuk bekal aku kedepan, tapi
pada kenyataannya nggak tau ya..entah larinya kemana, maklumlah...”

22. Apakah dengan hasil tersebut kamu membantu kedua orang tuamu ?
Jawab :”Itu ya kadang..tanpa diminta saya kasih, tapi kadang ortuku sempat
ngucap: Le..mbok mae disroboti duite ndisik, gitu..”

128
HASIL WAWANCARA ANAK KE 2PAK UI DAN IBU S

1. Apa cita-citamu untuk orang tuamu ?


Jawab : “Ingin menjadi polwan”.
2. Mengapa ?
Jawab : “Karena bisa melindungi rakyat”.
3. Apakah kamu berbahasa jawa kromo ketika berbicara dengan kedua orang
tuamu?
Jawab : “Tidak”.
4. Mengapa ?
Jawab : “Nggak bisa”.
5. Apa yang bapak / ibu lakukan terhadapmu ketika kamu melakukan
kesalahan ?
Jawab : “Ibu sering marah-marah”.
6. Bagaimana sikapmu terhadap tindakan orang tuamu tersebut ?
Jawab : “Cuek saja
7. Apakah orang tuamu sering memukulmu ketika kamu melakukan
kesalahan?
Jawab : “Sering”.
8. Bagaimana sikapmu terhadap tindakan orang tuamu tersebut ?
Jawab : “Berontak…pergi keluar kalau nggak tidur”.
9. Apakah orang tuamu membatasi waktu bermain kamu ?
Jawab : “Ya”.
10. Apakah orang tuamu membatasi kamu bergaul dengan seseorang ?
Jawab : “Ya”.
11. Mengapa demikian ?
Jawab : “Mungkin itu yang terbaik buat aku. Mungkin juga mereka itu
memberi yang terbaik , Cuma..ya…gitulah”.
12. Atuan-aturan apa saja yang orang tuamu terapkan kepadamu ketika kamu
bergaul dengan teman?

129
Jawab : “Kamu tuh…ibu bilang kalau kamu kenal sama orang tuh yangbener.
Jangan yang gimana..orangnya tuh harus yag bener-bener baik,
jangan sembarangan bergaul dengan orang, itu saja…kalau ibu sih
ngajarinnya nggak boleh mandang kaya atau miskin. Kita tuh
bergaul menurut sifatnya saja. Misalnya kaya kalau sifatnya buruk
yaa mending tidak usah. Tapi kalau miskin sifatnya baik ya mending
berrgaul dengayang seperti itu- seperti itu”.
13. Bagaimana sikap kedua orang tuamu ketika kamu menginginkan membeli
sesuatu dan meminta uang kepada mereka ketika mereka tidak bisa
memenuhi permintaanmu ?
Jawab : “Ya bilang kalau tidak ada duit. Terus saya ya…gimana, ya sudah”.
14. Pekerjaan rumah apa yang kamu lakukan ?
Jawab : “Beres-beres rumah”.
15. Ketika kamu tidak melakukan apa yang bapak / ibumu lakukan
terhadapmu ?
Jawab : “ngomel-ngomel….maarah pasti..”
16. Apakah uang jajan yang kamu terima sama dengan yang diterima
saudaramu yang lain ?
Jawab : “Tidak”.
17. Apakah kamu suka menabung ?
Jawab : “Nggak”.
18. Mengapa ?
Jawab : “karena enaknya buat jajan”.
19. Apa yang bapak / ibu lakukan terhadapmu ketika kamu bangun pagi
terlambat ?
Jawab : “Ndobrak pintu ibu…pakai marah”.
20. Kegiatan masyarakat apa saja yang kamu ikuti di masyarakat ?
Jawab : “ikut bersih-bersih…juga ikut karang taruna yang kegiatannya sebulan
dua kali”.
21. Bagaimana pendapat orang tuamu ketika kamu mengikuti kegiatan
tersebut ?

130
Jawab : “Ya boleh-boleh saja’.
22. Ketika kamu mempunyai masalah kepada siapa kamu meminta nasehat ?
Jawab : “Bapak dan kakak”.
23. Kamu lebih dekat dengan bapak atau ibu ?
Jawab : “Bapak”.
24. Mengapa?
Jawab : “Bpak itu sejak aku kecil sayang ma aku. Terus dia tuh nggak pernah
pilih-pilih. Kalau ibu kan selalu pilih yang disayang ini…ini…kalau
bapak ndak ”.
25. Orang tuamu lebih suka program apa ketika melihat TV ?
Jawab : “sinetron, drama-drama…film-film”.
26. Orang tuamu lebih suka program apa ketika mendengarkan radio ?
Jawab : “Kalau yang sering mendengarkan radio itu bapak. Bapak suka
wayang, tembang kenangan dan yang lebih sering tuh berita”.
27. Apakah orang tuamu sering membaca Koran ?
Jawab : “Sering”.
28. Koran apa yang sering dibaca orang tuamu?
Jawab : “Suara merdeka, Jawa Pos”.
29. Pernahkah kamu mendengar orang tuamu bertengkar ?
Jawab : “Sering”.
30. Sepengetahuanmu masalah apa biasanya yang mereka pertengkarkan ?
Jawab : “Karena masalah ekonomi”.
31. Bagaimana sikapmu sebagai anak ketika mengetahui mereka bertengkar ?
Jawab : “Ikut marah, menegur…masak sudah tua pakai bertengkar melulu kan
malu didengar tetangga kan, apalagi cuma masalah ekonomi”.

131
HASIL WAWANCARA ANAK KE 3 PAK UI DAN IBU S

1. Apa cita-citamu untuk orang tuamu ?


Jawab :”Meneruskan bengkel bapak”.
2. Mengapa ?
Jawab :”Biar bisa menjadi tukang tambal ban”.
3. Apakah kamu berbahasa jawa kromo ketika berbicara dengan kedua orang
tuamu?
Jawab :”Tidak”.
4. Mengapa ?
Jawab : “Tidaak bisa kok”.
5. Apa yang bapak / ibu lakukan terhadapmu ketika kamu melakukan
kesalahan ?
Jawab : “Menasehati dan marah kadang mukul”.
6. Bagaimana sikapmu terhadap tindakan orang tuamu tersebut ?
Jawab : “Aku ya lari”.
7. Apakah orang tuamu membatasi waktu bermain kamu ?
Jawab : “Tidak”.
8. Apakah orang tuamu membatasi kamu bergaul dengan seseorang ?
Jawab : “Ya..”.
9. Mengapa demikian ?
Jawab : “Kalau dengan yang nakal-nakal tidak boleh”.
10. Bagaimana sikap kedua orang tuamu ketika kamu menginginkan membeli
sesuatu dan meminta uang kepada mereka ketika mereka tidak bisa
memenuhi permintaanmu ?
Jawab : “Nangis..”.
11. Pekerjaan rumah apa yang kamu lakukan ?
Jawab : “Ngasih makan ayam punya masku”.
12. Ketika kamu tidak melakukan apa yang bapak / ibumu lakukan
terhadapmu ?
Jawab : “Tidak kenapa-kenapa”.

132
13. Apakah uang jajan yang kamu terima sama dengan yang diterima
saudaramu yang lain ?
Jawab : “Sama dengan adik tapi beda dengan kakak”.
14. Apakah kamu suka menabung ?
Jawab : “Tidak suka menabung”.
15. Mengapa ?
Jawab : “Uangnya untuk jajan”.
16. Apa yang bapak / ibu lakukan terhadapmu ketika kamu bangun pagi
terlambat ?
Jawab : “Tidaaak diapa-apain”.
17. Apa yang bapak / ibu lakukan terhadapmu ketika kamu terlambat pulang
sekolah?
Jawab : “Mas dan ibu”.
18. Kamu lebih dekat dengan bapak atau ibu ?
Jawab : “Dekat semua”.
19. Orang tuamu lebih suka program apa ketika melihat TV ?
Jawab : “Setaaan-setan, Angling Dharma…film”.
20. Orang tuamu lebih suka program apa ketika mendengarkan radio ?
Jawab : “Sandiwara, wayang, berita..”.
21. Apakah orang tuamu sering membaca Koran ?
Jawab : “Ya pernah lihat”.
22. Koran apa yang sering dibaca orang tuamu ?
Jawab : “Koran ya..seperti itu..warnanya putih..aaku tidak bisa membaca”.
23. Pernahkah kamu mendengar orang tuamu bertengkar ?
Jawab : “Sering”.
24. Sepengetahuanmu masalah apa biasanya yang mereka pertengkarkan ?
Jawab : “Bapak tidaak kerja, ibu kerja. Bapak kerja, ibu tidaak ..sampai sore”.
25. Bagaimana sikapmu sebagai anak ketika mengetahui mereka bertengkar ?
Jawab : “Maen, pulangnya sore”.
26. Setiap harinya kegiatan kamu apa saja?
Jawab : “Makan, tidur, main”.

133
HASIL WAWANCARA ANAK KE 4PAK UI DAN IBU S
1. Apa cita-citamu untuk orang tuamu ?
Jawab : “Polwan”
2. Apakah kamu berbahasa jawa kromo ketika berbicara dengan kedua
orang tuamu ?
Jawab : “Tidak”
3. Mengapa ?
Jawab : “Ya nggak kenapa-kenapa. Nggak bisa”
4. Apa yang bapak / ibu lakukan terhadapmu ketika kamu melakukan
kesalahan ?
Jawab : “Marah”
5. Apakah orang tuamu sering memukulmu ketika kamu melakukan
kesalahan?
Jawab : “Tidak”
6. Siapakah yang membantumu mengerjakan PR ?
Jawab :”Kakak-kakakku”
7. Apakah buku-buku pelajaran yang kamu miliki lengkap?
Jawab :”Tidak”
8. Bagaimana sikap kedua orang tuamu ketika kamu menginginkan
membeli sesuatu dan meminta uang kepada mereka ketika mereka tidak
bisa memenuhi permintaanmu ?
Jawab :”Bilang besok”
9. Bagaimana pendapatmu ?
Jawab : ”Nggak mau. Nangis.Ibu marah”
10. Pekerjaan rumah apa yang kamu lakukan ?
Jawab : “Nggak pernah mbantu”
11. Apakah uang jajan yang kamu terima sama dengan yang diterima
saudaramu yang lain ?

134
Jawab : “Tidak. Lebih sedikit”
12. Apakah kamu suka menabung ?
Jawab : “Tidak”
13. Mengapa ?
Jawab : “Tidak punya untuk ditabung”
14. Apa yang bapak / ibu lakukan terhadapmu ketika kamu bangun pagi
terlambat ?
Jawab : “Ibu marah”
15. Apa yang bapak / ibu lakukan terhadapmu ketika kamu terlambat
pulang sekolah?
Jawab :
16. Ketika kamu memperoleh prestasi tertentu apa yang bapak / ibu
lakukan terhadapmu ?
Jawab :”Bangga. Tapi nggak dikasih hadiah”
17. Kamu lebih dekat dengan bapak atau ibu?
Jawab :”Semuanya”
18. Orang tuamu lebih suka program apa ketika melihat TV ?
Jawab :”Film”
19. Orang tuamu lebih suka program apa ketika mendengarkan radio ?
Jawab :”Wayang kulit dan berita”
20. Apakah orang tuamu sering membaca koran ?
Jawab :”Tidak tahu”
21. Apakah waktu yang tersedia orang tuamu bagimu cukup ?
Jawab :”Kurang, bapak jarang dirumah”
22. Pernahkah kamu mendengar orang tuamu bertengkar ?
Jawab :”Ya..”
23. Sepengetahuanmu masalah apa biasanya yang mereka pertengkarkan ?
Jawab :”Tidak tahu..”
24. Bagaimana sikapmu sebagai anak ketika mengetahui mereka
bertengkar ?
Jawab :”Pergi”

135
136
CATATAN LAPANGAN

Nama : Ibu P
Tempat, Tanggal Lahir / Usia : Kendal, 18 Januari 1983
Agama : Islam
Alamat : Dusun Krajan Timur Rt 003 Rw 003
Meteseh Boja Kendal 51381
Pekerjaan : Pengusaha genting pres
Pendidikan : Tamat SD

INSTRUMEN UNTUK TETANGGA


1. Berapa lama Anda bertetangga dengan keluarga Pak UI ?
Jawab :”Yaa..sudah lama, kurang lebih yaa..lima tahunan. Sejak saya menikah
saya tinggal di rumah ini”
2. Apakah Anda akrab dengan keluarga Pak UI ?
Jawab :”Ya..anak-anaknya Pak UI yang sering nonton televisi di sini”
3. Menurut Anda apakah Pak UI dan Ibu S sering marah kepada anaknya
ketika anaknya melakukan kesalahan ?
Jawab :”Gimana ya..kalau marah itu sudah waja. Saya juga sering jengkel
kalau anak-anak saya nakal”
4. Apakah Anda sering melihat Pak UI atau Ibu S memukul anak-anaknya?
Jawab :”Kalau memukul tidak pernah lihat. Tetapi kalau marah iya..saya
sering lihat dan dengar “
5. Menurut Anda apakah Pak UI dan Ibu S mengeluarkan kata-kata kotor
ketika mereka sedang marah ?
Jawab :”Ya seperti itulah…”
6. Menurut Anda apakah Pak UI memanjakan salah anak-anaknya ?
Jawab :”Tidak tahu kalau itu”
7. Bagaimana dengan Ibu S ?
Jawab :”Tidak tahu kalau itu”
8. Menurut Anda apakah Pak UI dan Ibu S mengekang anak-anaknya ?

137
Jawab :”Menurut saya tidak. Anak-anaknya Pak UI banyak temannya. Tetapi
saya sering kasihan dengan MU, dia tidak sekolah. Dia sebaya dengan anak
saya yang sulung”
9. Menurut Anda apakah anak-anak Pak UI bebas pergaulannya?
Jawab :”Tidak kalau saya lihat”
10. Bagaimana tanggapan Anda terhadap anak-anak Pak UI ?
Jawab :”Ya gimana ya…baik karena meskipun orang tidak punya tapi anak-
anaknya sekolah meskipun salah satu itu si MU tidak sekolah…dan perlu
lebih di apa ya…diperhatikan…itu saja”

138
CATATAN LAPANGAN

Nama : Ibu M
Tempat, Tanggal Lahir / Usia : Kendal, 14 September 1981
Agama : Islam
Alamat : Dusun Krajan Timur Rt 003 Rw 003
Meteseh Boja Kendal 51381
Pekerjaan : Ibu rumah tangga dan pengusaha genting
pres
Pendidikan : Tamat SLTP

INSTRUMEN UNTUK TETANGGA


1. Berapa lama Anda bertetangga dengan keluarga Pak UI ?
Jawab : “Kurang lebih 4 tahun. Kalau suami saya yang asli dari sini. Saya dari
dusun Teseh”
2. Apakah Anda akrab dengan keluarga Pak UI ?
Jawab : “Akrab. Rumahnya juga belakang rumah saya”
3. Menurut Anda apakah Pak UI dan Ibu S sering marah kepada anaknya
ketika anaknya melakukan kesalahan ?
Jawab : “He..he..iya. Tapi yang sering saya dengar kalau marah itu Ibu S”
4. Apakah Anda sering melihat Pak UI atau Ibu S memukul anak-anaknya?
Jawab : “Memukul itu kayaknya tidak. Tetapi ya tidak tahu”
5. Menurut Anda apakah Pak UI dan Ibu S mengeluarkan kata-kata kotor
ketika mereka sedang marah ?
Jawab : “Ya…seperti itulah..”
6. Menurut Anda apakah Pak UI memanjakan salah anak-anaknya ?
Jawab : “Menurut saya tidak”
7. Bagaimana dengan Ibu S ?
Jawab : “Tidak”
8. Menurut Anda apakah Pak UI dan Ibu S mengekang anak-anaknya ?
Jawab : “Tidak kayaknya. Lha itu MU main terus kerjaannya. . Tidak sekolah
to..anak itu. SD saja tidak lulus”
9. Menurut Anda apakah anak-anak Pak UI bebas pergaulannya?

139
Jawab : “Saya rasa tidak ya..sebagai orang tua pasti juga ada nasehat
meskipun sedikit”
10. Bagaimana tanggapan Anda terhadap anak-anak Pak UI ?
Jawab : “Menurut saya..baik, tapi ya itu tadi karena MU tidak sekolah jadi
ya..kerjaannya kesana-kesini main terus dan sudah besar tapi masih kayak
anak kecil, masih sering nangis..”

140
Pedoman Observasi

1.Latar belakang informan


a. identitas informan.
b. jumlah penghasilan dan pengeluaran perbulan.
c. kebiasaan sehari-hari satu keluarga

2.Keadaan fisik rumah tangga informan


a. Ukuran rumah.
b. Kondisi rumah .
c. Perabot rumah tangga (macam dan jenis, bahan yang dibuat
untuk perabot).
d.Kondisi fasilitas rumah yang tersedia ( kamar mandi, sumur
dan kakus).

3.Pola perilaku orang tua dalam mendidik anak-anaknya


a. perhatian untuk anak.
b. waktu yang tersedia untuk anak.
c. penanaman disiplin.

4. proses sosialisasi pendidikan anak


-penanaman dalam cara bergaul dengan orang tua, saudara dan
orang lain.

141

You might also like