Professional Documents
Culture Documents
A. PENDAHULUAN
Dalam Amandemen Ketiga UUD 1945 pada pasal 1 ayat (3) tentang “Bentuk
dan Kedaulatan Negara Republik Indonesia” disebutkan bahwa Indonesia ialah negara
hukum. Pernyataan itu mengandung pengertian bahwa negara atau pemerintah dalam
melaksanakan kekuasaannya harus berdasarkan atas hukum dan dapat
dipertanggungjawabkan secara moral.
1. Hak Dasar
Hak dasar sebagai suatu bangsa yang merdeka dan berdaulat serta bebas dari
segala bentuk penjajahan (Pembukaan UUD 1945, alinea I), dan hak dasar sebagai
warga negara dalam berbagai bidang kehidupan, antara lain :
a) Menyatakan diri sebagai warga negara dan penduduk Indonesia
atau ingin menjadi warga negara suatu negara (Pasal 26),
b) Bersamaan kedudukan didalam hukum pemerintahan (Pasal 27
ayat 1),
c) Memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak (Pasal 27
(2)),
d) Kemerdekaan berserikat, berkumpul, mengeluarkan pikiran
lisan dan tulisan sesuai dengan Undang-Undang (Pasal 28),
e) Jaminan memeluk salah satu agama dan pelaksanaan ajaran
agamanya masing-masing (Pasal 29 ayat 2),
f) Ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara (Pasal
30)
g) Mendapat pendidikan (Pasal 31),
h) Mengembangkan kebudayaan nasional (Pasal 32),
i) Mengembangkan usaha-usaha dalam bidang ekonomi (Pasal
33),
j) Memperoleh jaminan pemeliharaan dari pemerintah sebagai
fakir miskin (Pasal 34).
2. Kewajiban Dasar
Kewajiban dasar sebagai warga negara dalam berbagai bidang kehidupan,
antara lain :
a) Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan
(Pembukaan UUD 1945, alinea I),
b) Menghargai nilai-nilai persatuan, kemerdekaan dan kedaulatan
bangsa (Pembukaan UUD 1945, alinea II),
c) Menjunjung tinggi dan setia kepada konstitusi negara dan dasar
negara (Pembukaan UUD 1945, alinea IV),
d) Setia membayar pajak untuk negara (Pasal 23 ayat 2), dan
e) Wajib menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan dengan
tidak ada kecualinya (Pasal 27 ayat 1)
f) Wajib iktu serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.
D. TATA HUKUM
Suatu negara yang merdeka dan berdaulat dengan pemerintahan yang stabil,
akan mempunyai tata hukum sendiri dengan berpedoman kepada konstitusi
negaranya.
Tata hukum merupakan hukum positif atau hukum yang berlaku didalam suatu
negara pada saat sekarang. Tata hukum bertujuan untuk mempertahankan,
memelihara, dan melaksanakan tertib hukum bagi masyarakat suatu negara sehingga
dapat dicapai ketertiban di negara tersebut.
The rule of law (aturan hukum) positif dalam Tata Hukum Negara Republik
Indonesia merupakan keseluruhan tata tertib yang diatur oleh negara atau bagian-
bagiannya yang berlaku dalam lingkungan suatu masyarakat dan yang
pelaksanaannya dapat dipaksa oleh alat-alat negara yang diberi kekuasaan (authority).
Kita menyadari bahwa dalam Tata Hukum Negara RI, masih banyak dijumpai
produk-produk hukum warisan kolonial Belanda yang berlaku dengan penyesuaian
pada beberapa pasal. Kenyataan ini diakui oleh UUD 1945 seperti tercantum di Pasal
II Aturan Peralihan jo. Peraturan Pemerintah No. 2 tahun 1945, yaitu untuk mencegah
terjadinya kekosongan hukum dan menjadi dasar hukum masih diperlukan hukum
kolonial selama belum diadakan yang baru menurut UUD 1945.
Pokok-pokok pembahasan tentang Tata Hukum Negara Republik Indonesia,
belum bisa lepas dari kenyataan sejarah diterapkannya warisan produk hukum
kolonial baik yang sudah terkodifikasi maupun belum. Sejalan dengan upaya untuk
membangun demokrasi dan penegakan hukum di Indonesia, tekad pemerintahan era
reformasi (pasca Orde Baru) tertuang dalam ketetapan MPR-RI No.IV/MPR/1999
tentang GBHN tahun 1999-2004 pada Bab IV Arah Kebijakan bidang hukum poin
2 dan 3 sebagai berikut :
Bab 2 “Menata sistem hukum nasional yang menyeluruh dan terpadu dengan
mengakui dan menghormati hukum agama dan hukum adat serta memperbaharui
perundang-undangan warisan kolonial dan hukum nasional yang diskriminatif,
termasuk ketidakadilan gender dan ketidaksesuaiannya dengan tuntunan reformasi
melalui program legislasi”.
Bab 3 “Menegakkan hukum secara konsisten untuk lebih menjamin kepastian
hukum keadilan dan kebenaran, supremasi hukum, serta menghargai hak asasi
manusia”.
Dengan demikian, kita dapat memahami bahwa hukum nasional sebagai
sarana ketertiban dan kesejahteraan masyarakat berintikan keadilan dan kebenaran
yang harus dapat berperan mengayomi masyarakat serta mengabdi kepada
kepentingan nasional.
Macam Hukum
Hukum mempunyai sifat mengatur dan memaksa. Berkenaan dengan tujuan
hukum, ada beberapa pendapat sarjana hukum. Prof. Subekti, S.H. mengatakan
bahwa hukum itu mengabdi pada tujuan negara yang pokoknya ialah mendatangkan
kemakmuran dan kebahagiaan pada rakyatnya. Menurut Prof. Mr. Dr. L. J. Van
Apeldoorn, tujuan hukum ialah mengatur pergaulan hidup secara damai. Hukum
menghendaki perdamaian. Sementara itu, bagi Geny, hukum nertujuan semata-mata
untuk mencapai keadilan. Sebagai unsur keadilan, ada kepentingan daya guna dan
kemanfaatan. Sedangkan, menurut Prof. Mr. J. Van Kan hukum bertujuan untuk
menjaga kepentingan tiap-tiap manusia supaya kepentingan-kepentingan itu tidak
dapat diganggu:
- Ketetapan MPR
Dalam Pasal 3 UUD 1945 ditentukan bahwa Majelis Permusyawaratan Rakyat
menetapkan Undang-Undang Dasar dan Garis-Garis Besar Haluan Negara. Dengan
istilah menetapkan tersebut maka orang berkesimpulan, bahwa produk hukum yang
dibentuk oleh MPR disebut Ketetapan MPR.
- Peraturan Pemerintah
Untuk melaksanakan undang-undang yang dibentuk oleh Presiden dengan DPR, oleh
UUD 1945 kepada presiden diberikan kewenangan untuk menetapkan Peraturan
Pemerintah guna melaksanakan undang-undang sebagaimana mestinya. Dalam hal ini
berarti tidak mungkin bagi presiden menetapkan Peraturan Pemerintah sebelum ada
undang-undangnya, sebaliknya suatu undang-undang tidak berlaku efektif tanpa
adanya Peraturan Pemerintah.
- Keputusan Presiden
UUD 1945 menentukan Keputusan Presiden sebagai salah satu bentuk peraturan
perundang-undangan. Bentuk peraturan ini baru dikenal tahun 1959 berdasarkan surat
presiden no. 2262/HK/1959 yang ditujukan pada DPR, yakni sebagai peraturan
perundang-undangan yang dibentuk oleh presiden untuk melaksanakan Penetapan
Presiden. Kemudian melalui Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966, Keputusan
Presiden resmi ditetapkan sebagai salah satu bentuk peraturan perundang-undangan
menurut UUD 1945. Keputusan Presiden berisi keputusan yang bersifat khusus
(einmalig) adalah untuk melaksanakan UUD 1945, Ketetapan MPR yang memuat
garis-garis besar dalam bidang eksekutif dan Peraturan Pemerintah.
- Traktat
Traktat atau perjanjian yaitu perjanjian yang diadakan dua negara atau lebih. Kalau
kita amati praktek perjanjian internasional bebrapa negara ada yang dilakukan 3 (tiga)
tahapan, yakni perundingan (negotiation), penandatanganan (signature), dan
pengesahan (ratification). Disamping itu ada pula yang dilakukan hanya dua tahapan,
yakni perundingan (negotiation) dan penandatanganan (signature).
Menteri tidak dapat dijatuhkan dan diberhentikan oleh DPR, tapi konsekuensi
dari tugas dan kedudukannya, Presiden harus memperhatikan sungguh-sungguh suara
DPR, para Menteri juga dari pada keberatan-keberatan DPR yang dapat
mengakibatkan diberhentikannya Menteri.
f. Menteri Negara ialah pembantu Presiden; Menteri Negara tidak bertanggung jawab
kepada DPR;
Pengangkatan dan pemberhentian menteri-menteri negara sepenuhnya wewenang
presiden. Menteri-menteri bertanggungjawab kepada presiden.
g. Kekuasaan Kepala Negara tidak tak terbatas, karena Kepala Negara harus
bertanggung jawab kepada MPR dan kecuali itu ia harus memperhatikan sungguh-
sungguh suara DPR;
Adapun UUD 1945 RI antara lain memuat Bab III yang berjudul : Kekuasaan
Pemerintahan Negara. Bab III ini terdiri dari 12 pasal, yaitu pasal 4 sampai dengan
pasal 15.
Pasal 4 berbunyi sebagai berikut : Presiden Republik Indonesia memegang
Kekuasaan Pemerintahan menurut Undang-undang Dasar; Dalam melakukan
kewajibannya Presiden dibantu oleh satu orang Wakil Presiden.
Pasal 5 menentukan : bahwa Presiden memegang kekuasaan membentuk
Undang-undang dengan Persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat, dan Presiden
menetapkan Peraturan Pemeritah untuk menjalankan Undang-undang sebagai mana
semestinya. Kemudian menyusul pasal 6 sampai pasal 15.
Kemudian terdapat Bab V yang hanya mempunyai 1 pasal tentang
Kementerian Negara. Selanjutnya ada Bab VII dari pasal 19 sampai 22 tentang DPR.
Kemudian ada Bab IX tentang Kekuasaan Kehakiman terdiri dari 2 pasal yaitu pasal
24 dan 25.
Dari bab-bab diatas ternyata UUD 1945 tidak membedakan dengan tegas tugas
antara kekuasaan eksekutif, kekuasaan legislatif, dan kekuasaan yidikatif seperti
Montesquieu dengan Trias Politicanya.