You are on page 1of 4

NAPAK TILAS PERJALANAN SEBUTIR SEL DARAH MERAH

Hai teman-teman semua. Perkenalkan namaku sel darah merah, tetapi nama tenarku adalah
eritrosit. Sebelum aku akan menceritakan perjalananku selama 120 hari dan akhirnya aku
meninggal, aku akan memberitahukan cirri-ciri tubuhku. Tubuhku berbentuk bikonkaf , tak
bernukleus, berdiameter sekitar 6-8 μm dan ketebalanku 2 μm. Bentukku selalu berubah-ubah
seperti ketika aku melewati kapiler-kapiler, makanya mereka mengatakan bahwa aku
dianggap sebagai kantung yang dapat berubah menjadi berbagai bentuk. Aku dibentuk di
sumsum tulang merah dan perosesnya dinamakan eritropoesis. Di sumsum tulang merah, aku
diproduksi sebanyak 2.000.000/detik lho. Waahh, banyak sekali yah. Tetapi perlu juga kalian
tahu bahwa pada masa embrio, aku dibentuk di hati. Produksiku distimulan olh hormone
eritroprotein (EPO) yang disintesa oleh ginjal. Aku akan dewasa ketika aku berumur 7 hari,
tetapi proses pendewasaanku juga tidak bisa terjadi sendirinya. Aku dikembangkan dari sel
punca melalui retikulosit. Umumnya aku ini selalu berada pada hewan vertebrata. Aku ini
sangat penting dalam tubuh mereka lho, tapi ada pula hewan vertebrata yang tidak memiliki
eritrosit. Ia adalah ikan dengan familia channichthyidae. Aku tidak berada dalam tubuh ikan
ini karena ia hidup di lingkungan air dingin yang mengandung kadar oksigen yang tinggi dan
oksigen secara bebas terlarut dalam darah mereka.
Aku punya teman karib. Ia sudah menemaniku sejak lahir. Namanya adalah hemoglobin. Dia
adalah protein pigmen (metaloprotein) yang member warna pada diriku. Didalam tubuhnya
terdiri dari protein (globin) dan pigmen non-protein (heme). Setiap dari heme ini berikatan
dengan rantai polipeptida yang mengandung besi (Fe2+). Setiap harinya, aku dan hemoglobin
hanya bertugas untuk mengangkut oksigen dari paru-paru/insang dan membentuk
oksihemoglobin. Setiap harinya, aku dan dia hanya beredar ke seluruh jaringan tubuh. Walau
terkadang capek, tetapi aku harus tetap melakukannya, karena tugas yang ku lakukan ini
sangatlah penting. Jika terjadi kekurangan oksigen pada jaringan tubuh lain, maka aku harus
melepaskan oksihemoglobin untuk diambil oksigennya guna melakukan proses metabolisme
sel.

Selain itu, masih ada banyak peran yang harus kita lakukan lho. Kita juga sangat dibutuhkan
dalam proses pengangkutan karbon dioksida (CO2) ke paru-paru/insang dan menjaga
keseimbangan asam dan basa. Aku juga punya banyak fungsi lain. Disaat aku berada dalam
tegangan di pembuluh darah yang sempit, saat aku mau mengantarkan oksigen, aku akan
melepaskan ATP yang akan membuat dinding jaringan berelaksasi dan melebar sehingga
jalanku tidak terhambat. Aku juga melepaskan senyawa S-nitrosothiol yang juga berfungsi
untuk melebarkan pembuluh darah.

Aku sangat beruntung memiliki teman seperti hemoglobin. Disaat aku mengalami proses lisis
oleh pathogen atau bakteri, ia akan membantuku dengan cara melepaskan radikal bebas
sehingga akan menghancurkan dinding dan membran sel pathogen, serta membunuhnya.
Namun, temanku bukan hanya hemoglobin saja, aku juga dibantu oleh plasma darah. Ia yang
telah meringankan bebanku dalam mengantarkan oksigen. Aku berkata demikian karena
sekitar 2% dari oksigen larut dalam tubuhnya. Walau sedikit, tapi aku sangat berterima kasih
padanya. Aku ini sangat penting dalam tubuh. Jika kalian kekurangan aku dalam tubuh
kalian, maka kalian akan terkena penyakit anemia. Penyakit itu sangatlah tidak mengenakan.
Karena penyakit itu, jumlahku menjadi berkurang dan aku jadi kewalahan dalam
mengantarkan oksigen ke seluruh tubuh.
Kalian tahu nggak sebenarnya aku ini memiliki nuclei tetapi hanya pada hewan mamalia saja.
Namun, nuclei tersebut akan perlahan-lahan menghilang karena tekanan yang muncul saat
aku mau menginjak kedewasaanku untuk memberikan tempat pada temanku hemoglobin.
Selain itu, aku juga kehilangan salah satu organ tubuhku, yaitu mitokondria. Tetapi yang
paling aku sayangkan adalah mengapa nukleiku harus lenyap ketika aku dewasa. Karena
itulah, aku tidak memilki DNA dan tidak dapat mensintesa RNA sehingga aku tidak dapat
membelah atau mengobati diriku sendiri. Setelah usiaku genap mencapai hari tuaku (120
hari), maka aku akan ditelan oleh sel-sel fagosit yang terdapat pada hati dan limpa. Namun
didalam hati, temanku hemoglobin diubah menjadi pigmen empedu (bilirubin) dan
diekskresikan hati ke empedu. Namun, berkat zat besi (Fe2+) aku akan kembali ada dan
menjalankan tugas sehari-hariku lagi.

Aku sangatlah senang. Walau hanya 120 hari, tetapi aku dapat hidup bersama dengan teman
karibku hemoglobin. Terima kasih kawan….
Inilah cerita perjalanan hidupku selama 120 hari……

NAPAK TILAS PERJALANAN ERITROSIT SELAMA 120 HARI

Untuk dapat memahami pembentukan dan perjalanan eritrosit dalam tubuh manusia, maka
aku coba mengemasnya melalui sebuah cerita pendek berikut ini… Semoga bisa
bermanfaat…!!!

“Tak kusangka, waktuku ternyata tinggal sehari saja. Tugas berat yang selama ini aku emban,
terpaksa harus kulepaskan. Yah, akupun sadar mungkin aku memang sudah terlalu tua untuk
menjalankan tugas ini.” Ujar sebuah eritrosit tua kepada sahabatnya.
“Yah, begitulah. Memang waktu hidup kita ini sudah ditentukan oleh Sang Pencipta. Kita
tidak punya kuasa apa-apa untuk melawan kodrat tersebut. Jadi, jika waktunya hampir tiba,
kita hanya bias menunggu dan berpasrah. Betul! Kita tinggal menunggu saja waktu yang
tepat bagi ajal untuk datang dan meremukkan badan kita yang bulat, cekung dan tak berinti
ini.” Balas sang sahabat dengan tatapan yang teramat sedih.
“Aku setuju dengan pendapatmu. Hanya saja, ku rasa kau tak perlu bersedih seperti itu.
Malahan, sebaliknya sekarang ini kita harus merasa bahagia dan bangga. Karena ternyata
pengorbanan kita akan tugas yang kita emban selama ini, berdampak baik bagi kesehatan
majikan kita. Usaha kita, walaupun hanya 120 hari saja tetapi mendatangkan manfaat yang
besar bagi kehidupan majikan kita bukan hanya sekarang tapi juga di masa yang akan datang.
Yah, aku berani berkata begitu karena ada buktinya. Majikan kita ini, selalu kelihatan segar
dan sehat setiap harinya. Bukan seperti isterinya yang saban hari tampak pucat dan lesu
karena kehadiran teman-teman kita untuknya terlampau kurang dari normal. Tetapi,
menurutku salah wanita itu juga. Dia yang tak pernah mengundang teman-teman kita. Dia
tidak mau makan makanan yang berserat dan yang mengandung vitamin B. Akhirnya, teman-
teman kita malas kan untuk datang padanya. Oiya, kembali ke masalah semula, yaitu
sekarang kau tak usah bersedih hati lagi. Mari sama-sama kita menyambut ajal itu dengan
hati yang gembira dan syukur.” Jelas si eritrosit tua panjang-lebar. Membuat sahabatnya
menjadi sangat berkesan dan terharu.
“Aku bangga mempunyai sahabat sepertimu. Disaat-saat menjelang kematianmupun, kau
masih memberikan kata-kata penguatan untukku. Terima kasih banyak, sahabat.” Ujar sang
sahabat tulus. “Ohya, apa kau pernah mengalami hal-hal sulit selama kau jalani tugasmu ini?”
lanjut sang sahabat memberikan pertanyaan. Si eritrosit tua tampak menerawang jauh,
memikirkan jawaban yang akan dikeluarkannya.
“Ya! Aku pernah mengalaminya. Waktu itu, ketika aku sedang menjalankan tugas sehari-
hariku, yaitu mengangkut oksigen, sambil melewati jembatan kapiler, tiba-tiba saja musuh
kita datang menyerang. Kalau aku tak salah ingat, namanya adalah Patogen. Aku sangat
terkejut dengan kehadirannya tersebut. Bayangkan saja, dia menyerangku, bahkan hendak
membunuhku. Syukurlah, aku cepat-cepat mengeluarkan senjata andalan kita, yaitu radikal
bebas yang terdapat dalam hemoglobin. Dan berhasil. Patogenpun tewas seketika. Itulah
ceritaku yang sangat berkesan. Apa kau pernah mengalami hal yang sama?” Eritrosit tua
bertanya balik kepada sahabatnya. Namun, belum sempat sahabatnya itu menjawab, ‘ajal’
yang mereka perbincangkan tadi datang dan menelannya. Eritrosit tuapun menangis dan
berkata lirih pada dirinya sendiri “Inilah waktuku. Dia sudah datang!”
Yah, ajal yang mereka perbincangkan – yang semula ditakutkan oleh sang sahabat dari si
eritrosit tua - itu bernama Fagositosis berasal dari daerah Hati dan Limpa. Dimana, di dalam
daerah Hati nanti, tubuh – terutama senjata andalan mereka, yaitu hemoglobin para eritrosit
tua akan diolah menjadi sesuatu yang bernama bilirubin. Walaupun begitu, para eritrosit tua
bukan mati dan hilang begitu saja, namun mereka masih juga memberikan satu-satunya harta
yang tersisa dari mereka, yaitu suatu zat yang bernama zat besi. Zat tersebut sangat berharga,
karena akan digunakan untuk membentuk eritrosit yang baru.
Para eritrosit tua yang dahulu berwarna merah, yang menandakan keberanian mereka
melawan para musuh, kini berubah warna menjadi hijau. Warna sendu yang mengambarkan
kesedihan mereka. Sungguh malang nasib para eritrosit yang setia itu dalam masa hidupnya
yang sangat singkat!

Suatu pagi, di suatu rumah yang bernama sumsum tulang merah, berlangsung suatu acara
meriah yang biasa disebut Eritropoiesis. Acara yang selalu berlangsung setiap 120 hari sekali
ini sangat berkesan. Karena, di acara inilah dibentuk para eritrosit muda yang siap
menjalankan tugas mereka dan siap menggantikan para eritrosit tua yang sudah tak mampu
lagi mengerjakan tugas mereka.
Acara Eritropoiesispun dimulai. Di dalam suatu kamar khusus, sang peracik eritrosit, yang
bernama Pluripoten sudah bersiap-siap dengan segala alatnya. Tidak lupa dibantu oleh sang
asisten yang bernama Hormon Eritropoietin. Alat dan bahan yang diperlukan pun sudah
tersedia dengan apik. Merekapun mulai menjalankan tugas berat ini.
“Ayo, kita mulai sekarang! Jangan sekali-kali berbuat kesalahan! Bisa berdampak buruk bagi
kehidupan majikan kita. Siap??!” Tanya Pluripoten. Dan dibalas anggukan oleh sang asisten.
Merekapun mulai meracik bahan yang ada dengan menggunakan alat-alat yang tersedia.
Pertama-tama, mereka meracik bahan-bahan yang tersedia, dengan tidak lupa menambahkan
zat besi yang didapat dari para eritrosit yang sudah tua dan mati. Hasil racikan pertama ini
disebut Proeritroblas. Dengan menggunakan rangsangan yang sesuai, maka akan terbentuk
lagi sel-sel baru yang dinamakan Basofil Eritroblas. Sel-sel ini masih memiliki sedikit sekali
hemoglobin.
Pada tahap berikutnya, terbentuklah sel-sel baru yang cukup hemoglobinnya dan dinamakan
Polikromatofil Eritroblas. Sesudah terjadi reaksi berikutnya, maka akan terbentuklah sel-sel
baru yang mengandung lebih banyak hemoglobin dan dinamakan Ortokromatik Eritroblas,
dimana warnanya telah berubah menjadi merah.
“Boss, selanjutnya bagaimana kita tahu bahwa sel-sel ini nantinya akan berubah menjadi
retikulosit?” Tanya sang asisten di tengah-tengah tugas mereka. “Pertanyaan yang bagus!
Kita bisa mengetahui bahwa sel ini telah berkembang menjadi retikulosit adalah dengan
melihat sitoplasmanya. Jika sitoplasmanya sudah dipenuhi oleh hemoglobin, sehingga
mencapai konsentrasi lebih kurang 34%, nukleus akan memadat sampai ukurannya menjadi
lebih kecil dan terdorong dari sel. Nah! Sel-sel inilah yang akan disebut retikulosit. Paham?!”
Jelas Pluripoten panjang-lebar. Sang asistespun mengangguk kuat-kuat tanda mengerti.
Pada tahap akhir, retikulosit tadi kemudian berkembang menjadi eritrosit dalam satu sampai
dua hari setelah dilepaskan dari rumah sumsum tulang merah. Dan para eritrosit muda inipun
bersiap-siap menjalankan tugas mereka selama 120 hari ke depan. Bertarung hidup dan mati
demi mengabdikan diri kepada sang majikan!

“Eh, mengapa tubuh kalian para eritrosit harus berwarna merah sih? Mengapa tak bening saja
kayak kita para leukosit? Memangnya, beda kalian sama kita itu apaan sih?” Tanya sebuah
leukosit kepada sebuah eritrosit, ketika si eritrosit sedang menjalankan tugasnya. Si
eritrositpun menghentikan sebentar pekerjaannya dan menjawab “Itu karena para eritrosit
memiliki suatu zat yang ada di dalam tubuh yang disebut hemoglobin. Nah! Hemoglobin
inilah yang memberikan warna merah pada kulit kita. Selain itu, hemoglobin ini juga yang
menyebabkan kita para eritrosit mempunyai pekerjaan penting setiap harinya yaitu
mengangkut gas oksigen dan karbon dioksida demi kesehatan majikan kita. Kurang-lebihnya,
seperti itulah yang dapat aku jelasin. Selanjutnya, kamu kan bisa sendiri membandingkan
dengan kalian para leukosit. Iya nggak?!” Jelas si eritrosit.
“Oh, jadi gitu ya? Emm, aku ngerti sekarang! Makanya pekerjaan kalian itu beda sama kita,
ternyata karena hemoglobin itu ya?! Kalau gitu, terima kasih ya, eritrosit. Aku pergi dulu.
Aku mau menyelesaikan pekerjaanku. Kamu juga, selamat bekerja ya…” Ujar si leukosit
sambil berlalu pergi kembali ke tempatnya.
“Oke…. Sampai jumpa nanti ya… Kamu juga selamat bekerja... Semoga kita semua bisa
bekerja sama dengan baik untuk kesehatan majikan kita ini ya…. Dagh…. Dagh…. Kalau
ada sesuatu yang mengganjal, tanyakan saja padaku… aku siap membantu!” si eritrosit
berseru. Dia sangat senang bisa memberikan penjelasan tentang dirinya bahkan komunitasnya
kepada orang yang memang membutuhkan penjelasan, seperti si leukosit tadi. Si eritrosit tadi
sangat bahagia.
Setelah memberikan salam perpisahan tadi, si eritrositpun melanjutkan tugasnya kembali.
Bekerja sambil bersenandung riang. Tak peduli seberat apapun pekerjaan yang sedang
dilaluinya. Ia yakin, bahwa pengorbanannya ini dia lakukan demi kesehatan majikannya. Tak
peduli berapa lama lagi waktu yang akan dihabiskannya. Entah itu hanya lima hari, dua hari,
bahkan satu hari lagi, ia tak akan peduli. Yang terpenting, selama masa hidupnya yang
singkat, yaitu hanya 120 hari saja, ia telah memberikan suatu dampak yang baik bagi
majikannya.
Dan bila nanti saatnya akan tiba pula, ia tak peduli. Ia akan terus merasa bahagia seperti
sekarang ini dan menyambut ajal bernama Fagositosis itu dengan hati yang ikhlas dan tanpa
penyesalan. Bahkan tidak dengan rasa sakit dan sedih sedikitpun. Mungkin, itulah tekad yang
ada dalam dirinya sekarang. Sebuah eritrosit yang menjalankan tugas beratnya dalam waktu
hidupnya yang singkat, 120 hari saja!

You might also like