Professional Documents
Culture Documents
Sel darah putih, leukosit (en:white blood cell, WBC, leukocyte) adalah sel yang
membentuk komponen darah. Sel darah putih ini berfungsi untuk membantu
tubuh melawan berbagai penyakit infeksi sebagai bagian dari sistem kekebalan
tubuh. Sel darah putih tidak berwarna, memiliki inti, dapat bergerak secara
amoebeid, dan dapat menembus dinding kapiler / diapedesis. Dalam keadaan
normalnya terkandung 4x109 hingga 11x109 sel darah putih di dalam seliter darah
manusia dewasa yang sehat - sekitar 7000-25000 sel per tetes.Dalam setiap
milimeter kubil darah terdapat 6000 sampai 10000(rata-rata 8000) sel darah
putih .Dalam kasus leukemia, jumlahnya dapat meningkat hingga 50000 sel per
tetes.
Di dalam tubuh, leukosit tidak berasosiasi secara ketat dengan organ atau jaringan
tertentu, mereka bekerja secara independen seperti organisme sel tunggal.
Leukosit mampu bergerak secara bebas dan berinteraksi dan menangkap serpihan
seluler, partikel asing, atau mikroorganisme penyusup. Selain itu, leukosit tidak
bisa membelah diri atau bereproduksi dengan cara mereka sendiri, melainkan
mereka adalah produk dari sel punca hematopoietic pluripotent yang ada pada
sumsum tulang.
Leukosit turunan meliputi: sel NK, sel biang, eosinofil, basofil, dan fagosit
termasuk makrofaga, neutrofil, dan sel dendritik.
Jenis
Ada beberapa jenis sel darah putih yang disebut granulosit atau sel
polimorfonuklear yaitu:[1]
Basofil.
Eosinofil.
Neutrofil.
Limfosit.
Monosit.
% dalam
Tipe Gambar Diagram tubuh Keterangan
manusia
Neutrofil berhubungan dengan
pertahanan tubuh terhadap infeksi
bakteri serta proses peradangan kecil
lainnya, serta biasanya juga yang
Neutrofil 65% memberikan tanggapan pertama
terhadap infeksi bakteri; aktivitas
dan matinya neutrofil dalam jumlah
yang banyak menyebabkan adanya
nanah.
Eosinofil terutama berhubungan
dengan infeksi parasit, dengan
Eosinofil 4%
demikian meningkatnya eosinofil
menandakan banyaknya parasit.
Basofil terutama bertanggung jawab
untuk memberi reaksi alergi dan
Basofil <1% antigen dengan jalan mengeluarkan
histamin kimia yang menyebabkan
peradangan.
Limfosit 25% Limfosit lebih umum dalam sistem
limfa. Darah mempunyai tiga jenis
limfosit:
Sel B: Sel B membuat
antibodi yang mengikat
patogen lalu
menghancurkannya. (Sel B
tidak hanya membuat
antibodi yang dapat mengikat
patogen, tapi setelah adanya
serangan, beberapa sel B
akan mempertahankan
kemampuannya dalam
menghasilkan antibodi
sebagai layanan sistem
'memori'.)
Sel T: CD4+ (pembantu) Sel
T mengkoordinir tanggapan
ketahanan (yang bertahan
dalam infeksi HIV) sarta
penting untuk menahan
bakteri intraseluler. CD8+
(sitotoksik) dapat membunuh
sel yang terinfeksi virus.
Sebagai hasil kerja fagositik dari sel darah putih, peradangan dapat dihentikan
sama sekali. Bila kegiatannya tidak berhasil dengan sempurna, maka dapat
terbentuk nanah. Nanah beisi "jenazah" dari kawan dan lawan - fagosit yang
terbunuh dalam kinerjanya disebut sel nanah. demikian juga terdapat banyak
kuman yang mati dalam nanah itu dan ditambah lagi dengan sejumlah besar
jaringan yang sudah mencair. dan sel nanah tersebut akan disingkirkan oleh
granulosit yang sehat yang bekerja sebagai fagosit.
Makrofaga
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Makrofaga berasal dari monosit yang terdapat pada sirkulasi darah, yang menjadi
dewasa dan terdiferensiasi dan kemudian bermigrasi ke jaringan. Makrofaga dapat
ditemukan dalam jumlah besar terutama pada jaringan penghantar, seperti yang
terhubung dengan saluran pencernaan, di dalam paru-paru (di dalam cairan tubuh
maupun alveoli), dan sepanjang pembuluh darah tertentu di dalam hati seperti sel
Kupffer, dan pada keseluruhan limpa tempat sel darah yang rusak didaur keluar
tubuh.
Sel dendritik (bahasa Inggris: dendritic cell, DC) adalah monosit yang
terdiferensiasi oleh stimulasi GM-CSF dan IL-4,[1] dan menjadi bagian sistem
kekebalan mamalia.
Bentuk sel dendritik menyerupai bagian dendrita pada neuron, namun sel
dendritik tidak bekerja pada sistem saraf, melainkan berperan sebagai perantara
sistem kekebalan turunan menuju sistem kekebalan tiruan.
Fungsi utama sel sebagai sel penampil antigen (bahasa Inggris: antigen-
presenting cell) terdapat pada sifat fagositik yang mengikat antigen yang terlepas
dari mekanisme pertahanan awal dan menampilkan fragmen protein dari antigen
tersebut pada kompleks MHC bagi sel T dan sel B.[2] Antigen yang diikat oleh sel
dendritik akan ditelan ke dalam sitosol dan dipotong menjadi peptida untuk
kemudian diekspresikan menuju ke permukaan sel sebagai antigen MHC.
Sel dendritik pertama kali ditemukan oleh Ralph M. Steinman, Dinah S. Lustig,
dan Zanvil A. Cohn pada tahun 1972.[2] Pada saat itu ditemukan sejumlah sel pada
organ limpa yang diperkirakan berasal dari sel prekursor pada sumsum tulang atau
bagian dari limpa yang disebut pulpa merah.[4] Sel yang ditemukan dapat melekat
pada permukaan gelas dan plastik, dan disebut dendritik karena mempunyai fitur
morfologis fantastis berupa kemampuan untuk menampilkan berbagai proses
selular dari beragam ukuran dan bentuk.[5] Pada percobaan in vitro lebih lanjut, sel
dendritik tidak menunjukkan sifat dan fungsi seperti limfosit, makrofaga atau sel
retikular non-fagositik.[5]
Stimulasi kurkumin pada DC akan meluruhkan ekspresi CD80, CD86 dan MHC
II, bukan MHC I, dan membuat DC sangat efektif untuk menelan antigen dengan
proses endositosis.[6]
Pada awalnya, istilah, limfoid, digunakan pada model tikus untuk menjelaskan
beberapa fitur sel dengan prekursor yang sama dengan sel T. Fitur ini
menunjukkan karakteristik yang berbeda dengan yang terdapat pada sel mieloid,
khususnya pada ekspresi fenotipe CD11b, CD13, CD14, dan CD33.
Di dalam darah, prekursor sel dendritik limfoid dapat berupa sel yang mirip
seperti sel plasma dengan ekspresi CD4+ dan CD11c+, atau berupa sel progenitor
yang mempunyai potensi untuk terdiferensiasi menjadi sel T atau sel NK. Sel
progenitor semacam ini banyak tersebar pada jaringan limfoid sekunder dan
kelenjar timus.
Sel dendritik limfoid juga dapat berkembang dari sel progenitor lain dari kelenjar
timus, yang terstimulasi oleh sitokina IL-3, dan dari sel prekursor pada kelenjar
amandel yang distimulasi oleh ligan CD40. Perkembangan terakhir menunjukkan
bahwa IL-2 dan IL-5 dapat menstimulasi sel progenitor berekspresi CD34+
menjadi sel dendritik yang mempunyai beberapa sifat seperti sel NK.
Namun tidak satu pun sel dendritik limfoid dapat terdiferensiasi dari sel prekursor,
oleh stimulasi GM-CSF.
DC limfoid tersebar di seluruh bagian tubuh, termasuk pada medulla timik dan
area sel T pada semua organ limfoid. Pada area sel T masih terdapat jenis DC lain,
seperti DC sentinel dan DC migratori yang membawa Ags dari jaringan. DC
limfoid pada area sel T memiliki kemampuan untuk menginduksi apoptosis pada
sel T melalui mekanisme fasL18 atau CD30L dan meredam kemungkinan oto-
aktivasi sel T dengan sekresi IL-10. Oleh karena itu DC limfoid sering disebut
sebagai regulator daripada stimulator fungsi efektor sistem kekebalan.
Mastosit
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Peran sel biang pada alergi.
Mastosit, sel biang, sel mast (bahasa Inggris: mast cell, mastocyte) adalah sel
yang mengandung granula yang kaya akan histamin dan heparin. Mastosit sering
berdiam di antara jaringan dan membran mukosa, tempat sel ini berperan dalam
sistem kekebalan turunan dengan bertahan melawan patogen, menyembuhkan
luka, dan juga berkaitan dengan alergi dan anafilaksis.
Mastosit sangat mirip dengan granulosit basofil, salah satu golongan sel darah
putih dan membuat banyak spekulasi bahwa mastosit dan basofil berasal dari
jaringan yang sama, hingga bukti terkini menunjukkan bahwa kedua sel ini
berasal dari sel prekursor yang berbeda di dalam sumsum tulang, tetapi masih
mengandung molekul CD34 yang sama. Basofil meninggalkan sumsum tulang
setelah dewasa sedangkan mastosit teredar dalam bentuk yang belum matang.
Jaringan tempat mastosit menetap dan menjadi dewasa mungkin sekali akan
menentukan perilaku sel tersebut.[1]
Hingga saat ini hanya dikenali dua jenis mastosit, yang berada pada jaringan
penghantar, dan mastosit mukosa yang bereaksi terhadap sel T.[3]