You are on page 1of 18

c Ê c



Kusta (m  didefinisikan sebagai suatu infeksi
granulomatosa kronis dengan gejala sisa, disebabkan
oleh
   yang terutama
menyerang kulitdan saraf. Atau penyakit infeksi kronis yang
disebabkan oteh basil
 yang bersifat obligat
intraselular. Saraf perifer sebagai afinitas pertama, lalu kulit dan
mukosa saluran napas atas, kemudian dapat ke organ lain kecuali
susunan saraf pusat. Pada kebanyakan orang yang terinfeksi dapat
asimptomatik, namun pada sebagian kecil memperlihatkan gejala
dan mempunyai kecenderungan untuk menjadi cacat,
khususnyapada tangan dan kaki.

› 

  atau kuman Hansen adalah kuman penyebab penyakit


kusta yang ditemukan oleh sarjana dari Norwegia GH Armauer
Hansen pada tahun 1673. Kuman ini bersifat tahan asam,
berbentuk batang dengan ukuran 1-8?, lebar 0,2-0,5 ?, biasanya
berkelompok dan ada yang tersebar satu-satu, hidup dalam sel
terutama jaringan yang bersuhu dingin dan tidak dapat dikultur
dalam media buatan. Kuman ini juga dapat mepyebahkan infeksi
sistemik pada binatang armadillo.Masa belah diri kuman kusta
memerlukan waktu yang sangat lama dibandingkan dengan kuman
lain,yaitu 2-21 hari. Oleh karena itu masa tunas menjadi lama,
yaitu rata-rata 2 ± 5 tahun.

Tujuan klasifikasi.

aÊ r Untuk menentukan rejimen pengobatan, prognosis, dan komplikasi.


aÊ r Untuk perencanaan operasional. misalnya menemukan
pasien-pasien yang menular yang mempunyai nilai epidemiologis
tinggi sebagai target utama pengobatan.
aÊ r Untuk indentifikasi pasien yang kemungkinan besar akan menderita
cacat.

Jenis klasifikasi yang umum

A. Klasifikasi Internasional: Klasifikasi Madrid (1953) :

aÊ r Indeterminate (I)
aÊ r Tuberkuloid (T)
aÊ r Borderline ± Dimorphous (B)
aÊ r Lepromatosa (L)

B. Klasifikasi untuk kepentingan riset : Klasifikasi Ridley-Jopling


(1962).

aÊ r Tuberkuloid (TT)
aÊ r Boderline tuberculo¶d (BT)
aÊ r Mid-borderline (BB)
aÊ r Borderline lepromatcus (BL)
aÊ r Lepromatosa (LL)

C. Klasifikasi untuk kepentingan program kusta: Klasifikasi WHO

(1981) dan modifikasi WHO (1988)

aÊ r Psusibasilar (PB)

Hanya kusta tipe I, TT dan sebagian besar BT dengan BTA negatif


menurut kriteria Ridley dan Jopling atau tipe I danTT menurut
klasifikasi Madrid.

aÊ r Multibasilar (MB)

Termasuk kusta tipe LL, BL, BB dan sebagian BT menurut kriteria


Ridley dan Jopling atau B dan L menurut Madrid dan semua tipe
kusta dengan BTA positif.
Untuk pasien yang sedang dalam pengobatan harus diklasifi-
kasikan sebagai berikut :

1. Bila pada mulanya didiagnosis tipe MB, tetap diobati sebagai MB


apapun hasil pemeriksaan BTA-nya saat int.

2. Bila awalnya didiagnosis tipe PB, harus dibuat klasifikasi baru


berdasarkan gambaran klinis dan hasil BTA saat ini.




1.Ê 1. TT : mengenai baik kulit maupun saraf. Lesi kulit bisa satu atau
beberapa makula plakat, batas jelas, pada bagian tengah ada central
healing. Dapat disertai dengan penebalan saraf perifer yang biasanya
teraba, kelemahan otot dan sedikit rasa gatal. Adanya infiltrasi
tuberkuloid dan tidak adanya kuman menunjukkan adanya respon
imun yang adekuat terhadap kuman.
2.Ê 2. BT : lesi mirip dengan TT berupa makula atau plak, sering disertai
lesi satelit di tepinya dan terletak dekat saraf perifer yang menebal.
Jumlah lesi satu atau beberapa. Gambaran hipopigmentasi, kulit
kering atau skuama tidak sejelas tipe TT. Gangguan saraf tidak
seberat TT, biasanya asimetris.
3.Ê 3. BB : disebut juga bentuk dimorfik dan merupakan tipe yang paling
tidak stabil. Tipe ini jarang dijumpai. Lesi berbentuk makula infiltrat,
permukaan lesi mengkilat, batas tidak tegas, jumlah lesi melebihi
BT, cenderung simetris dan bisa didapatkan   
4.Ê 4. BL : Lesi dimulai dengan makula, awalnya dalam jumlah sedikit
dan cepat menyebar ke seluruh badan. Distribusi lesi simetris. Lesi
bagian tengah sering tampak normal dengan pinggir dalam infiltrat
lebih jelas dibandigkan dengna pinggir luarnya, beberapa plak
tampak seperti   Tanda-tanda kerusakan saraf berupa
hilangnya sensasi,hipopigmentasi dan berkurangnya keringat.
Penebalan saraf dapat teraba pada tempat predileksi.
5.Ê 5. LL : Jumlah lesi sangat banyak, simetris, permukaan halus,
tampak lebih eritem, berkilap dan beratas tidak tegas. Distribusi Isi
khas pada wajah mengenai dahi, pelipis, dagu, cuping telinga,
daerah badan yang dingin, lengan, punggung tangan, dan
permukaan ekstensor tungkai bawah. Pada stadium lanjut tampak
penebalan kulit yang progresif, cuping telinga menebal, garis muka
menjadi kasar seperti facies leonina, dapat terjadi deformitas hidung
dan pembesaran KGB. Kerusakan saraf yang luas
dapat menunjukkan gejala ©   ©  . Pada
stadium lanjut juga dapat terjadi degenersi hialin atau flbrosis pada
seraut perifer yang menyebabkan pengecilan otottangan dan kaki.

¦ ››

Meskipun cara masuk   ke dalam tubuh masih belum


diketahui dengan pasti, beberapa penelitian telah memperlihatkan
bahwa yang tersering ialah melalui kulit yang lecet pada bagian
tubuh yang bersuhu dingin dan melalui mukosa nasal. Pengaruh, M
leprae terhadap kulit bergantung pada faktor imunitas seseorang,
kemampuan hidup   pada, suhu tubuh yang rendah, waktu
regenerasi yang lama, serta sifat kuman yang avirulens dan
nontoksis.

  merupakan parasit obligat intraselular yang terutama


terdapat pada sel makrofag di sekitar pembuluh darah superfisial
pada dermis atau sel Schwann di jaringan saraf. Bila kuman 
  masuk ke dalam tubuh, maka tubuh akan bereaksi
mengeluarkan makrofag (berasal dari sel monosit darah, sel
mononuklear, histiosit) untuk memfagositnya.

Pada kusta tipe LL terjadi kelumpuhan sistem-imunitas, dengan


demikian makrofag tidak mampu menghancurkan kuman sehingga
kuman dapat bermultiplikasi dengan bebas, yang kemudian dapat
merusak jaringan.

Pada kusta tipe TT kemarnpuan fungsi sistem imunitas selular

tinggi, sehingga makrofag sanggup menghancurkan kuman..


Sayangnya
setelah sernua kuman di fagositosis, makrofag akan berubah
menjadi sel
epiteloid yang tidak bergerak aktif dan kadang-kadang
bersatu membentuk sel datia Langhans. Bila infeksi ini tidak segera
diatasi akan terjadi reaksi berlebinan dan masa epiteloid
akan menimbulkan
kerusakan saraf dan jaringan di sekitarnya.

Sel Schwann merupakan sel target untuk pertumbuhan  , di


samping itu sel Schwann berfungsi sebagai demielinisasi dan hanya
sedikit fungsinya sebagai fagositosis. Jadi, bila terjadi gangguan
imunitas tubuh dalam sel Schwann, kuman dapat bermigrasi dan
beraktivasi. Akibatnya aktivitas regenerasi saraf berkurang dan
terjadi kerusakan saraf yang progresif.

Î 

Penyakit kusta dapat rnenunjukkan gejala yang mirip dengan


banyak penyakit lain. Sebaliknya banyak penyakit lain dapat
menunjukkan gejaia yang mirip dengan penyakit kusta. Oleh karena
itu dibutuhkan kemampuan untuk mendiagnosis penyakit kusta
secara tepat dan rnembedakannya dengan pelbagai penyakit ysng
lain agar tidak rnembuat kesalahan yang merugikan pasien.

Diagnosis penyakit kusta didasarkan pada penemuan (tanda


kardinal atau tanda utama) yaitu :

1. Bercak Kulit yang mati rasa

Bercak hipopigmetasi atau eritematosa. mendatar (rnakula) atau


meninggi (plak). Mati rasa pada bercak bersifat total atau sebagian
saja terhadap rasa (raba, rasa suhu, dan rasa nyeri).

2. Penebalan saraf tepi dapat disertai rasa nyeri dan dapat juga
disertai atau tanpa gangguan fungsi saraf yang terkena, yaitu :

a. gangguan fungsi sensoris (mati rasa)

b. gangguan fungsi motoris : paresis atau paralisis

c. gangguan fungsi otonorn: kulit kering: retak, edema,


pertumbuhsn rambut yang terganggu

3.Ditemukan kuman tahan asam


Bahan pemeriksaan adalah hapusan kulit cuping telinga dan lesi
kulii psda bagian yang aktif. Kadang-kadang bahan diperoleh dari
biopsi kulit atau saraf.

Untuk menegakkan diagnosis penyakit kusta, paling sedikit harus


ditemukan satu tanda kardinal. Bila tidak atau belum dapat
ditemukan, maka kita hanya dapat mengatakan tersangka kusta
dan pasien perlu diamati dan diperiksa uiang setelah 3-6 bulan
sarnpai diagnosis kusta dapat ditegakkan atau disingkirkan.

¦››  
¦ ›



  

- Keluhan pasien

- Riwayat kontak dengan pasien

- Latar belakang keluarga, misalnya keadaan sosial ekonomi.


 

Dengan penerangan yang baik. lesi kulit harus diperhatikan dan


juga

kerusakan kulit.


¦ 

- Kelainan kulit: nodus, infiltrat, jaringan parut, ulkus, khususnya


pada tangan dan kaki

- Kelainan saraf :

Pemeriksaan saraf, termasuk meraba dengan teliti: N. Aurikularis


magnus, N. ulnaris, dan N. peroneus. Petugas harus mencatat
adanya nyeri tekan dan penebalan saraf. harus diperhatikan raut
wajah pasien, apakah kesakitan atau tidak pada waktu saraf diraba.
Pemeriksaan saraf harus sistematis, meraba atau palpasi
sedemikian rupa jangan sampai menyakiti atau pasien mendapat
kesan kurang baik.

Pemeriksaan saraf :

- bandingkan saraf bagian kiri dan kanan membesar atau tidak

- pembesaran regular (smooth) atau irregular, bergumpal

- perabaan keras atau kenyal.

- nyeri atau tidak

Untuk mendapat kesan saraf mana yang mulai menebal atau sudah
menebal dan saraf mana yang masih normal. di.perlukan
pengalaman yang banyak.

Cara pemeriksaan saraf tepi :

a.N. aurikularis magnus :

- Pasien disuruh menoleh ke samping-semaksimal mungkin, maka


saraf yang terlibat akan terdorong oleh otot di bawahnya sehingga
acapkali sudah bisa tertihat bila saraf membesar. Dua jari
parneriksa diletakkan di atas persilangan jalannya saraf tersebut
dengan arah otot. Bila ada penebalan, maka pada perabaan secara
seksama akan menemukan jaringan seperti kabel atau kawat.

- Jangan lupa membandingkan yang kiri dan kanan.

b. N. ulnaris :

- Tangan yang dlperiksa harus santai, sedikit fleksi dan sebaiknya


diletakkan di atas satu tangan pemeriksa.

-Tangan pemeriksa yang lain meraba lekukan di bawah siku (sulkus


nervi ulnaris) dan merasakan, apakah ada penebalan atau tidak.

Perlu dibandingkan N. ulnaris kanan dan kiri untuk melihat


adanya perbedaan atau tidak.
c. N. paroneus lateralis :

- Pasien duduk dengan kedua kaki menggantung, diraba di sebelah


lateral dari capitclum fibulae, biasanya sedikit ke posterior.

Bila saraf yang dicari tensentuh oleh jari pemeriksa, sering pasien
merasakan seperti terkena setrum pada daerah yang dipersarafi
oleh saraf tersebut.

Pada keadaan neuritis akut sedikit sentuhan sudah memberikan


rasa nyeri yang hebat.




 


a tes sensoris .

Gunakan kapas. jarum. serta tabung reaksi berisi air hangat dan

dingin.

Rasa raba

Sepotong kapas yang dilancipkan ujungnya digunakan untuk


memeriksa perasaan rangsang raba dengan menyinggungkannya
pada kulit. Pasien yang diperiksa harus duduk pada waktu dilakukan
pemeriksaan. Terlebih dahulu petugas menerangkan bahwa
bilamana merasa disinggung bagian tubuhnya dengan kapas. ia
harus rnenunjukkan kulit yang disinggung dengan jari telunjuknya
dan dikerjakan dengan mata terbuka. Bilamana hal ini telah jelas,
maka ia diminta menutup rnatanya, kalau perlu matanya ditiutup
dengan sepotong kain/karton. Lesi di kulit dan bagian kulit lain yang
dicurigai, perlu diperiksa sensibilitasnya. Harus diperiksa sensibilitas
kulit yang sehat dan kulit yang tersangka diserang kusta. Bercak-
bercak di kulit harus diperiksa pada bagian tengahnya, jangan di
pinggimya.

* Rasa nyeri

Diperiksa dengan memakai jarum. Petugas menusuk kulit dengan


ujung jarum yang tajam dan dengan pangkal tangkainya yang
tumpul dan pasien harus mengatakan tusukan mana yang tajam
dan mana yang tumpul.

* Rasa suhu

- diiakukan dengan mempergunakan 2 tabung reaksi, yang 1 berisi


air panas (sebaiknya 40°C) yang lainnya air dingin (sebaiknya
sekitar 20°C).

- mata pasien ditutup atau menoleh ke tempat lain, lalu bergantian


kedua tabung tersebut ditempelkan pada daerah kulit yang
dicurigai.

- sebelumnya dilakukan tes kontrol pada daerah kulit yang normal,


untuk memastikan bahwa orang yang diperiksa dapat membedakan
panas dan dingin.

- bila pada daerah yang dicurigai tersebut beberapa kali pasien


salah menyebutkan rasa pada tabung yang ditempelkan, maka
dapat disirnpulkan bahwa sensasi suhu di daerah terssbut
terganggu.



 

Berdasarkan adanya gangguan berkeringat di makula anestesi pada


penyakit kusta, pemeriksaan lesi kulit dapat dilengkapi dengan tes
anhidrosis

1.Tes dengan pinsil tinta (tes Gunawan)

Pinsil tinta digariskan mulai dari bagian tengah lesi yang dicurigai
terus sampai ke daerah kulit normal.

2.Tes pilocarpin

- daerah kulit pada rnakula dan perbatasannya disuntik dengan


pilocarpin subkutan.

- setelah beberapa menit tampak daerah kuiit normal berkeringat,


sedangkan daerah lesi tetap koring.
x

 

†  
 (VMT) Cara memeriksa

1. Mula-mula periksa gerakan, perhatikan apakah pasien dapat


merakukan dengan baik dan tanpa bantuan.

2. Kemudian perksa ketahanannya kerjakan ini hanya jika


gerakannya sempuma atau mendekati dan lakukanlah perlahan,
jangan dikejutkan/sekaligus (tiba-tiba). Jangan paksa sampai
berubah posisi, amati apakah kekuatan menahan penderita normal,
berkurang atau nol.

3. Bandingkan selalu kaki dan tangan kanan pasien dengan yang


sebelah kiri.


 

Dicari:

aÊ r Pada mata, hidung, laring, dan testis


aÊ r Reaksi: nyeri saraf. eritema nodosum leprosum, iridosiklitis, teno-
sinovitis
aÊ r Kerusakan saraf sensoris
aÊ r Kerusakan saraf motoris
aÊ r Kerusakan saraf otonom.

G. Pemenksaan bakterioskopis

Pemeriksaan hapusan sayatan kulit (bakterioskopis) memiliki


kegunaan

1. Membantu menentukan diagnosis penyakit

2. Membantu menentukan klasifikasi (tipe) penyakit kusta sebelum


pengobatan

3. Membantu menilai respons pengobatan pada pasien MB


4. Menentukan end point pengobatan pada pasien MB

5. Menentukan prognosis

6. Memperkirakan kepentingan epidemiologis dari pasien-pasien


dan menentukan prioritas pengobatan, pemeriksaan kontak dsb.

Ketentuan untuk lokasi sediaan :

a. Sediaan diambil dari kelainan kulit yang paling akttf.

b. Kulit muka sebaiknya dihindari karena alasan kosmetik, kecuali

tidak ditemukan kelainan kulit di lempat lain.

c. Pada pemeriksaan ulangan dilakukan di tempat kelainan kulit


yang

sama dan bi!a perlu ditambah dengan lesi kulit yang baru timbul.

d. Sebaiknya petugas yang mengambil dan memeriksa sediaan ha-

pus dilakukan oleh orang yang berlainan. Hal ini untuk menjaga

pengaruh gambaran Winis terhadap hasil pemeriksaan bakterios-

kopis.

e. Tempat yang seeing diambil untuk sediaan hapus jaringan bagi

pemeriksaan   adalah :

- cuping telinga

- lengan

- punggung

- bokong

- paha
f. Jumlah pengambilan sediaan apus jaringan kulit harus minimum
diiaksanakan di tiga tempat, yaitu :

- cuping telinga kiri

- cuping telinga kanan

- bercak yang paling aktif.

g. Pengambilan sediaan dari selaput lendir hidung sebaiknya


dihindarkan karena :

- Tidak menyenangkan bagi pasien

- Positif palsu karena mikobakterium lain

- Tidak pernah ditemukan M.leprae pada selaput lendir hidung,


apabila sediaan hapus kulit negatif.

- Pada pengobatan. pemenksaan bakterioskopis selaput lendir

hidung negatif lebih dahulu daripada di kulit.

h. Sediaan hapus kulit perlu dilakukan pada:

- Semua orang yang dicurigai menderita kusta.

- Semua pasien baru yang didiagnosis secara klinis sebagai pasien


kusta.

- Semua pasien kusta yang diduga kambuh (relaps) atau


tersangka kuman kebal (resisten) terhadap obat.

- Semua pasien MB tiap setahun sekali.

Hasil positif palsu adalah akibat:

1. Presipitasi zat warna. Untuk menegahnya pakai pewanaan yang

baru / d
aÊ r BTA saprofit
aÊ r Pewarnaan serat, biji-bijian, dsb.
aÊ r Ada goresan pada gelas obyek
aÊ r Kontaminasi akibat menggunakan gelas obyek bekas.

Hasil negatif palsu adalah akibat:

1. Preparasi yang tidak adekuat seperti pulasan yang terlalu


tipis/tebal, pemanasan berlebihan saat fiksasi, atau fiksasi yang
kurang baik.

2. Cara pewarnaan yang salah seperti pewamaan karbol fuhsin


yang terlalu cepat atau berlebihan sampai berbusa, counter staining
yang terlalu intensif sehingga gambaran kuman kabur.

3. Pembacaan yang tidak adekuat, pemeriksaan tidak beraturan


atau terburu-buru sehingga hanya sedikit lapang pandang yang
diperiksa.

Kesalahan administrasi adalah akibat:

1. Kesalahan pelabelan, nomor, atau identifikasi pasien

2. Kesalahan laporan.

7. Biopsi kulit

Biopsi kulit merupakan salah satu teknik untuk mendukung


klasifikasi tipe kusta berdasarkan kriteria Rodley-Jopling. Pada lesi
kulit pasien yang dicurigai dilakukan anestesi lokal kemudian dibuat
irisan kulit yang juga melibatkan kulit normal untuk meiihat adanya
perubahan patologis pada jaringan yang terinfeksi  .

1.Ê 8. Buat kesimpulan

Î   
 

Lesi kulit
r Makula hipopigmentasi : leukoderma, vitiligo, tinea versikolor,
pitiriasis alba, morfea dan parut

r Plak eritem : tinea koporis, lupus vulgaris, lupus eritematosus,


granuloma anulare, sifilis sekunder, sarkoidosis, leukemia kutis dan
mikosis fungoides.

r Ulkus : ulkus diabetik, ulkus kalosum, frambusia, penyakit


Raynad & Buerger



Neuropati perifer, neuropati diabetik, amiloidosis saraf, trauma,


siringomieli.

Komplikasi

r Komplikasi imunologis: reaksi reversal, reaksi eritema nodosum


leprosum.

r Komplikasi neurologis : ulkus3   3  3 d ,


kontraktur, mutilasi, absorbsi

› 
! 

Reaksi kusta : suatu keadaan gejala dan tanda radang akut lesi
penderita kusta yang terjadi dalam perjalanan penyakitnya, yang
diduga disebabkan hipersensitivitas akut terhadap Ag basil yang
menimbulkan gangguan keseimbangan imunitas yang telah ada.
Ada dua tipe reaksi berdasarkan hipersensitivitas yang
menyebabkannya ;

1. Tipe I : disebabkanoleh hipersensitivitas seluler

2. Tipe 2 : disebabkan oleh hipersensitivitas humoral

Manifestasi / gambaran klinis reaksi kusta: REAKSI TIPE 1

| 
  
   

 
9           
         
      
 
             
         
    
  
   
9            
            
         
       
      
     
    

REAKSI TIPE 2

| 
  
   
 
9            
    
       
     
 
             
        
 
          
    
 
            
   
9    !    ! "  
        
     
  
 

¦    

UMUM : ± menjelaskan penyakit dan perjalanannya, teraiasuk


terjadinya reaksi),
tetapi hams dengan pertimbangan keadaan psikologis pasien
(contoh:
jangan langsung menjelaskan diagnosisnya Kusta)
- mencari / melakukan pemeriksaan kontak
KHUSUS:

1. Pengobatan tipe PB :
6 dosis selama 6-9 bulan
per dosis terdiri dari ± Rifampisin 600 mg/bulan

- Dapson 100 mg/ hari

dosis anak : Rifampisin 450 mg/ bulan

Dapson 50 mg/ hari

2. Pengobatan tipe MB
12 dosis dalam 18 bulan
per dosis : ± Rifampisin 600 mg/bulan

-Lampren 300 mg/bulan


-Lampren 50 mg/ hari
-Dapson 100 mg/ hari

Dosis anak: Rifampisin 450 mg/ bulan

Lampren 200 mg/ bulan


Lampren 50 mg/2 hari
Dapsoti 50 mg/ hari
3. Pengobatan alternatif:
Pemberian   
berupa Rifampisin 600mg / hari selama 14
hari
berturut-turut, kemudian diteruskan seperti pengobatan WHO
(terutama
untuk MB)

Pemberian Rifampisin 600mg, Ofloksasin 400mg dan Minosiklin


100mg sekali minum setiap bulan dalam 24 bulan (untuk MB)

Penatalaksanaan reaksi: µ
UMUM:

- Mengatasi neuritis untuk mencegah agar tidak berkelanjutan


menjadi anestesi, paralisis atau kontraktur

- Mencegah kerusakan pada mata yang dapat menyebabkan


kebutaan (iridosikiitis)

- Membunuh kuman penyebab agar penyakitnya tidak meluas


Mengatasi nyeri (analgetika, sedatif)

PENGOBATAN:

1. Obat antikusta terus dilanjutkan

2. Istirahat atau imobilisasi

3. Pemberian obat antireaksi

Reaksi ringan :

- Aspirin 600-1200 mg/hari atau analgetika lain (Paracetamol)

- Talidomid 400 mg/hari diturunkan sampai 50 mg/hari (kasus


khusus)

Reaksi berat:

aÊ r Dirawat di Rumah Sakit


aÊ r Reaksi tipe 1 harus segera diberikan kortikosteroid
aÊ r Reaksi tipe 2 dapat diberikan klofazimin, talidomid dan
kortikosteroid
aÊ r sendiri- sendiri atau bersama-sama

Pemberian kortikosteroid:

Dosis dimulai antara 30-80 mg/hari Sebaiknya digunakan sebagai


dosis tunggal di pagi hari
Pengobatan prednison pada reaksi tipe 1:

2 minggu I : 30 mg/hari

2 minggu II : 20 mg/hari

2 minggu IV : 10 mg/hari

2 minggu V : 5 mg/hari

Pengobatan prednison pada reaksi tipe 2 :

2 minggu I : 30 mg/hari

2 minggu II : 20 mg/hari

1 minggu III : 15 mg/hari

1 minggu IV : 10 mg/hari

1 minggu V : 5 mg/hari

Î
¦

Daili ESS, Menaldi SL, Ismiarto SP, Nilasari H, Kusta,. Jakarta: Balai
PeneroitFKUI,2003

Freedberg IM, Eisen AZ., Wolff K., Austen KF., Goldsmith LA., Kazt
SI, editor. Dalam : Fitzpatrick¶s Dermatology in General Medicine.
Edisi ke ± 6. New York : Mc Graw-Hill, 2003.

Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Hasan


Sadikin. Bandung. Standar Pelayanan Medik Ilmu Kesehatan Kulit
dan Kelamin. 2005. Bandung.

You might also like