You are on page 1of 17

MAKALAH TOKSIKOLOGI

ADITIF “PENGAWET”

Disusunkan oleh:
Sri Wahyuningsih NIM 07307144016

Eti Sumarni NIM 07307144042

Ardhia Tri Kismanto NIM 07307144039

Sholeh Agung Nugroho NIM 07307144013

Farhan Anshori W NIM 07307144009

Daru Handika G.W NIM 07307144034

PROGRAM STUDI KIMIA

JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

BAB I

1
PENDAHULUAN

Kemajuan ilmu dan teknologi berkembang dengan pesat diberbagai


bidang, termasuk dalam bidang pangan, kemajuan teknologi ini membawa
dampak positif maupun negatif. Dampak positif teknologi tersebut mampu
meningkatkan kuantitas dan kualitas pangan, juga meningkatkan diversifikasi,
hygiene, sanitasi, praktis dan lebih ekonomis. Dampak negatif kemajuan
teknologi tersebut ternyata cukup besar bagi kesehatan konsumen dengan adanya
penggunaan zat aditif yang berbahaya.
Fenomena dimasyarakat adalah tersedianya berbagai jajanan yang dikemas
dapat dipastikan “kaya” zat aditif. Tercatat 13 jenis snack mengandung bahan
aditif dalam kandungan yang cukup tinggi (Republika, 2003). Pertanyaan yang
muncul adalah sejauh manakah bahan-bahan aditif tersebut terkonsumsi dan
terakumulasi dalam tubuh, bagaimana dampaknya bagi kesehatan?
Berdasarkan pertanyaan tersebut makalah ini disusun dengan tujuan untuk
memberikan informasi lebih lanjut terhadap bahaya zat aditif pada makanan siap
saji(kemasan) terhadap kesehatan konsumen.
Oleh karena alasan tersebut di atas, maka perlunya meningkatkan
kewaspadaan dalam memilih bahan makanan atau makanan olahan yang akan
dikonsumsi dan tidak mengkonsumsi makanan yang sudah kadaluarsa atau yang
disimpan terlalu lama. Setiap kali hendak membeli pangan dalam kemasan, yang
pertama kali dilihat calon konsumen adalah kemasan dan labelnya. Kemasan itu
sangat beragam bentuk dan bahannya. Namun, yang lebih penting adalah label
yang terdapat pada kemasan itu. Dari label inilah konsumen mengetahui banyak
hal soal produk di dalam kemasan itu. Label pada kemasan produk pangan bukan
sekadar hiasan. Di atasnya terkandung banyak cerita tentang produk di dalam
kemasannya bagi calon pembeli. Cerita itu pula yang membantu calon pembeli
untuk memutuskan membeli atau tidak.
Setidaknya, ada delapan jenis informasi yang bisa diketahui dari label kemasan
produk pangan. Yakni sertifikasi halal, nama produk, kandungan isi, waktu
kedaluwarsa, kuantitas isi, identifikasi asal produk, informasi gizi, dan tanda-
tanda k, kualitas lainnya. Informasi-informasi ini mesti diperhatikan dengan
seksama supaya konsumen tidak salah beli.

Sertifikasi halal untuk Indonesia yang sebagian besar penduduknya


muslim memang sangat penting. Karena itu, produk makanan dalam kemasan
yang beredar di Indonesia sekarang harus halal seperti dicantumkan pada
labelnya. Kehalalan ini sebenamya tidak terbatas pada bahannya saja, tetapi juga
pemrosesannya. Dengan begitu kehalalan mencerminkan tingkat sanitasi dan
higiene optimal produk itu. Ini jelas menguntungkan pengusaha karena pasarnya
menjadi terbuka lebar, tidak cuma terbatas pada konsumen muslim.
Pada setiap kemasan nama produk pada labelnya merupakan informasi utama
yang memungkinkan konsumen mengidentifikasi jenis produk itu. Penamaannya
dapat karena aturan, macam susu, mentega, atau minyak goreng. Dalam label
kemasan bisa ditemukan kandungan isi, yaitu semua substansi, termasuk zat
aditif, yang digunakan dalam pembuatan atau persiapan parigan dalam kemasan.
Informasi tentang bahan itu disusun dari yang persentasenya tertinggi hingga
terendah, namun ini tidak merupakan keharusan.

BAB II
KAJIAN TEORI

3
Bahan tambahan makanan (bahan Aditif) dan kesehatan
Bahan tambahan makanan (BTM) didefinisikan sebagai bahan yang tidak
lazim dikonsumsi sebagai makanan, dan biasanya bukan merupakan komposisi
khas makanan, dapat bernilai gizi ataupun tidak, ditambahkan ke dalam makanan
dengan sengaja untuk membantu teknik pengolahan makanan baik dalam proses
pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan,
pengangkutan, dan penyimpanan produk makanan olahan, agar menghasilkan
suatu makanan yang lebih baik atau secara nyata mempengaruhi sifat khas
makanan tersebut. Meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap makanan yang
praktis dan awet menunjang berkembangnya penggunaan BTM yang secara
bermakna berperan besar dalam rantai produksi dan pengolahan sejak abad ke-19.
Seiring dengan banyaknya laporan kasus keracunan makanan, timbul berbagai
diskusi dan keprihatinan yang mendalam mengenai keamanan penggunaan BTM,
termasuk bagaimana langkah-langkah pengendalian yang tepat diperlukan. Sehat
tidaknya suatu makanan tidak bergantung pada ukuran, bentuk, warna, kelezatan,
aroma, atau kesegarannya, tetapi bergantung pada kandungan zat yang diperlukan
oleh tubuh. Suatu makanan dikatakan sehat apabila mengandung satu macam atau
lebih zat yang diperlukan oleh tubuh. Bahan yang tergolong ke dalam zat aditif
makanan harus dapat:

memperbaiki kualitas atau gizi makanan

membuat makanan tampak lebih menarik

meningkatkan cita rasa makanan

membuat makanan menjadi lebih tahan lama atau tidak cepat basi dan busuk.

Menurut lembaga kesehatan negara, zat aditif itu memiliki pengertian sebagai :
Bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan bukan
merupakan komposisi khas makanan.
Bahan yang dimasukan untuk dapat menghasilkan serta mempengaruhi sifat-
sifat khas, atau awal suatu makanan.
Ada sejumlah cara menjaga agar makanan dan minuman tetap layak untuk
dimakan atau diminum walaupun sudah tersimpan lama. Salah satu upaya tersebut
adalah dengan cara menambahkan zat aditif kelompok pengawet (zat pengawet)
ke dalam makanan dan minuman. Zat pengawet adalah zat-zat yang sengaja
ditambahkan pada bahan makanan dan minuman agar makanan dan minuman
tersebut tetap segar, bau dan rasanya tidak berubah, atau melindungi makanan dari
kerusakan akibat membusuk atau terkena bakteri/ jamur. Karena penambahan zat
aditif, berbagai makanan dan minuman masih dapat dikonsumsi sampai jangka
waktu tertentu, mungkin seminggu, sebulan, setahun, atau bahkan beberapa tahun.
Dalam makanan atau minuman yang dikemas dan dijual di toko-toko atau
supermarket biasanya tercantum tanggal kadaluarsanya, tanggal yang
menunjukkan sampai kapan makanan atau minuman tersebut masih dapat
dikonsumsi tanpa membahayakan kesehatan. Zat pengawet dapat dikelompokkan
menjadi zat pengawet alami dan zat pengawet buatan. Zat pengawet alami
berasal dari alam, contohnya gula (sukrosa) yang dapat dipakai untuk
mengawetkan buah-buahan (manisan) dan garam dapur yang dapat digunakan
untuk mengawetkan ikan. Zat pengawet sintetik atau buatan merupakan hasil
sintesis dari bahan-bahan kimia. Contohnya, asam cuka dapat dipakai sebagai
pengawet acar dan natrium propionat atau kalsium propionat dipakai untuk
mengawetkan roti dan kue kering. Garam natrium benzoat, asam sitrat, dan asam
tartrat juga biasa dipakai untuk mengawetkan makanan. Selain zat-zat tersebut,
ada juga zat pengawet lain, yaitu natrium nitrat atau sendawa (NaNO3) yang
berfungsi untuk menjaga agar tampilan daging tetap merah. Asam fosfat yang
biasa ditambahkan pada beberapa minuman penyegar juga termasuk zat pengawet.
Selain pengawet yang aman untuk dikonsumsi, juga terdapat pengawet yang tidak
boleh dipergunakan untuk mengawetkan makanan, diantaranya formalin dan
boraks. Boraks adalah senyawa dengan nama kimia natrium tetra borat (NaB4O7)
berbentuk padat dan jika terlarut dalam air akan menjadi natrium hidroksida dan asam
borat (H3BO3). Boraks atau asam borat mempunyai sifat antiseptik sehingga biasa
digunakan dalam obat-obatan seperti salep, bedak, larutan kompres, obat-obatan lain.

5
Jenis larutan boraks lain adalah bleng. Bleng ada yang dalam bentuk padatan yang
biasanya disebut cetitet yang dibuat dari campuran garam dapur, soda, boraks, dan zat
warna. Bleng ada juga yang terdapat dalam bentuk cair. Boraks yang dikonsumsi dalam
jangka waktu lama dapat terakumulasi dalam tubuh. Kadar asam borat terbesar ditemukan
pada sistem saraf pusat (otak) dan cairan serebrospinal. Gejala keracunan yang muncul
adalah kepala pusing, badan lemas, depresi, muntah, diare dan kram perut. Selain itu,
pada kasus berat boraks dapat menimbulkan kekejangan, koma, kolaps, dan sianosis.
Setelah otak, organ target kedua yang ditemukan menyimpan boraks dalam jumlah yang
tinggi adalah hati. Formalin merupakan zat pengawet yang biasa dipakai untuk
mengawetkan benda-benda, seperti mayat atau binatang yang sudah mati (preparat
biologi). Pemakaian pengawet formalin untuk mengawetkan makanan, seperti
bakso, ikan asin, tahu, dan makanan jenis lainnya dapat menimbulkan resiko
kesehatan. Sedangkan pengawet boraks, bersifat desinfektan atau efektif dalam
menghambat pertumbuhan mikroba penyebab membusuknya makanan serta dapat
memperbaiki tekstur makanan sehingga lebih kenyal. Boraks hanya boleh
dipergunakan untuk industri nonpangan, seperti dalam pembuatan gelas, industri
kertas, pengawet kayu, dan keramik. Jika boraks termakan dalam kadar tertentu,
dapat menimbulkan sejumlah efek samping bagi kesehatan, di antaranya:

gangguan pada sistem saraf, ginjal, hati, dan kulit

gejala pendarahan di lambung dan gangguan stimulasi saraf pusat

terjadinya komplikasi pada otak dan hati

menyebabkan kematian jika ginjal mengandung boraks sebanyak 3–6 gram.

Walaupun tersedia zat pengawet sintetik yang digunakan sebagai zat aditif
makanan, di negara maju banyak orang enggan mengonsumsi makanan yang
memakai pengawet sintetik. Hal ini telah mendorong perkembangan ilmu dan
teknologi pengawetan makanan dan minuman tanpa penambahan zat-zat kimia,
misalnya dengan menggunakan sinar ultra violet (UV), ozon, atau pemanasan
pada suhu yang sangat tinggi dalam waktu singkat sehingga makanan dapat
disterilkan tanpa merusak kualitas makanan.

Menurut Majeed (1996) zat aditif dapat dibagi menjadi beberapa


kelompok berdasarkan tujuan penggunaannya, yaitu: 1) agen emulsi yaitu aditif
yang berbahan lemak dan air contohnya lecitin 2) agen penstabil dan pemekat
contohnya alginat dan gliserin, 3) agen penghalang kerak untuk mencegah
penggumpalan, 4) agen peningkatan nutrisi contohnya berbagai vitamin, 5) agen
pengawet contohnya garam nitrat dan nitrit, 6) agen antioksidan contohnya
vitamin C dan E ; BHT (Butylated Hydroxy-Toluen) dan BHA (Butylated
Hydroxy-Anisol), 7) agen pengembang untuk roti dan bolu, 8) agen penyedap
rasa contoh monosodium glutamat (MSG), 9) bahan pewarna. Selain kesembilan
zat aditif diatas Denfer (2001) juga menyatakan terdapat bahan lain yang
ditambahkan dalam makanan diantaranya: 1) agen peluntur, 2) lemak hewani, 3)
bahan pengasam, 4) bahan pemisah, 5) pati termodifikasi, 6) alkohol, dan 7)
gelatin.

Disamping bahan-bahan yang telah disebutkan diatas yang menggunakan,


ukuran dan aturannya sudah ditentukan sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI),
yang patut kita waspadai adalah adanya pewarna maupun pengawet yang
ditambahkan yang penggunaannya bukan untuk makanan seperti, borak dan
formalin sebagai pengawet yang telah dilaporkan oleh Suriawiria (2003).
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 722/88
dikatakan ada 26 jenis pengawet yang diizinkan penggunaannya pada makanan
dan minuman, yaitu:
asam benzoat, asam propionat, asam sorbet, belerang dioksida
etil p-hidroksi benzoat, kalium benzoat, kalium bisulfit, kalium nitrat
kalium nitrit, kalium propionat, kalium sorbet, kalium sulfit
kalsium benzoat, kalsium propionat, kalsium sorbat, natrium benzoat
metal p-hidroksi benzoat, natrium bisulfit, natrium metabisulfit
natrium nitrat, natrium nitrit, natrium propionat, natrium sulfite, nisi
propil-p-hidroksi benzoat

7
BAB III
PEMBAHASAN

Zat pengawet terdiri dari senyawa organik dan anorganik dalam bentuk
asam atau garamnya. Aktivitas-aktivitas bahan pengawet tidaklah sama, misalnya
ada yang efektif terhadap bakteri, khamir, ataupun kapang.
a. Zat Pengawet Organik
Zat pengawet organik lebih banyak dipakai daripada yang anorganik
karena bahan ini lebih mudah dibuat. Bahan organik digunakan baik dalam asam
ataupun garamnya. Zat kimia yang sering dipakai sebagai pengawet ialah asam
sorbat, asam propionat, asam benzoat, asam asetat, dan epoksida.
Asam sorbat tergolong asam lemak monokarboksilat yang berantai lurus dan
mempunyai ikatan tidak jenuh. Bentuk yang digunakan umumnya garam Na- dan
K-sorbat. Sorbat terutama digunakan untuk mencegah pertumbuhan kapang dan
bakteri. Mekanisme asam sorbat dalam mencegah tumbuhnya mikroba adalah
dengan mencegah kerja enzim dehidrogenase terhadap asam lemak.
Asam benzoat (C6H5COOH) merupakan bahan pengawet yang luas
penggunaannya dan sering digunakan pada bahan makanan yang asam. Bahan ini
digunakan untuk mencegah pertumbuhan khamir dan bakteri benzoat efektif pada
pH 2,5 - 4,0. Karena kelarutan garamnya lebih besar, maka biasa digunakan dalam
bentuk garam Na-benzoat. Sedangkan dalam bahan, garam benzoat terurai
menjadi bentuk efektif, yaitu bentuk asam benzoat yang tak terdisosiasi.
Cuka adalah larutan 4% asam asetat dalam air yang sering digunakan sebagai
bahan pengawet dalam roti untuk mencegah tumbuhnya kapang. Sebaliknya, asam
asetat tidak dapat mencegah timbuhnya khamir. Cuka aktifnya lebih besar pada
pH rendah.
Bahan pengawet kimia biasanya hanya bersifat mencegah tumbuhnya
mikroba saja. Tetapi senyawa epoksida seperti etilen oksida dan propilena oksida
bersifat membunuh semua mikroba termasuk spora dan virus.
Etilena oksida dan propilena oksida digunakan sebagai fumigan terhadap bahan-
bahan kering seperti rempah-rempah, tepung dan lain-lain. Etilen oksida lebih
aktif dibanding propilen oksida, tetapi etilen oksida lebih mudah menguap,
terbakar, dan meledak, karena itu biasanya diencerkan dengan senyawa lain
membentuk campuran 10% etilen oksida dengan 90% CO2.
b. Zat Pengawet Anorganik
Sulfit digunakan dalam bentuk gas SO2, garam Na, atau K-sulfit, bisulfit,
dan metabisulfit. Bentuk efektifhya sebagai pengawet adalah asam sulfit yang tak
terdisosiasi dan terutama terbentuk pada pH dibawah 3. Molekul sulfit lebih
mudah menembus dinding sel mikroba, reaksi dengan asetaldehid membentuk
senyawa yang tak dapat difermentasi oleh enzim mikroba, mereduksi ikatan
disulfida enzim, dan bereaksi dengan keton membentuk hidroksisulfonat yang
dapat menghambat mekanisme pernafasan.
Garam nitrit dan nitrat umumnya digunakan dalam proses curing daging untuk
memperoleh warna yang baik dan mencegah pertumbuhan mikroba.
Mekanismenya belum diketahui, tetapi diduga bahwa nitrit bereaksi dengan gugus
silfhidril dan membentuk senyawa yang tidak dapat dimetabolisasi oleh mikroba
dalam keadaan anaerob. Dalam daging, nitrit akan membentuk nitroksida yang
dengan pigmen daging akan membentuk nitrosomioglobin yang berwama merah
cerah.

Keuntungan dan kerugian dari penggunaan zat aditif pengawet


Ada sekitar 3.000 aditif yang tersedia di pasar. Banyak di antara mereka
bertindak sebagai agen anti-mikroba atau sebagai antioksidan. Zat aditif yang
paling umum digunakan dalam penyusunan dan melestarikan makanan adalah
garam dan gula. Zat aditif bukanlah bahan-bahan yang disediakan secara alami
oleh alam. Sehingga dalam penggunaannya ada keuntungan dan kerugian yang
ditimbulkannya.
Keuntungan dari penggunaan zat aditif pengawet adalah :
Zat aditif dapat mencegah reaksi yang dapat membahayakan kesehatan
dari suatu bahan makanan, jika makanan tersebut sudah disimpan terlalu lama.

9
Seperti zat aditif yang difungsikan sebagai pengawet. Penggunaan zat aditif dapat
menghasilkan makanan yang dapat atau tahan untuk disimpan dalam jangka
waktu yang relatif lama, tetapi tidak selama 50 tahun. Karena penampakan luar
yang cukup menarik, serta aroma yang selalu menggoda hidung, hal tersebut juga
dapat dikategorikan sebagai peningkatan nafsu makan seseorang.
Kerugian dari penggunaan zat aditif pengawet adalah :
Yang termasuk golongan bahan pengawet adalah asam benzoat, asam
propionat, asam sorbat dan garamnya, nitrat, nitrit (sendawa), sulfur dioksida,
nipagin, nipasol. Pengawet yang tidak dianjurkan oleh Depkes adalah asam
salisiat, boraks dan formalin.
Aditif pengawet pada makanan dapat menimbulkan banyak masalah
kesehatan, alergi, reaksi hiperaktif dan bahkan gangguan mental. Asma, ruam,
eksim, gatal-gatal, sakit kepala, mual, muntah, dada nyeri dan gangguan perut
yang terkait adalah beberapa reaksi alergi tubuh untuk aditif.
Aditif ini juga merusak nutrisi penting tertentu menyebabkan kekurangan.
Misalnya konsumsi, berlebihan Karmel dapat mengakibatkan kekurangan vitamin
B6. Butylates menghasilkan tingkat kolesterol tinggi serta menyebabkan ginjal
dan hati tidak berfungsi. Kafein menambahkan rasa, tetapi merupakan stimulan
yang menyebabkan palpitasi serta gugup. Sakarin menyebabkan tumor, kanker di
kandung kemih, dan juga masalah pada saluran pencernaan. Hal ini juga
mempengaruhi jantung dan kulit. Mono dan di-glycerides dan Red Dye 40 dapat
menyebabkan menyebabkan cacat lahir tertentu atau bahkan kanker. tingkat tinggi
natrium klorida meningkatkan tekanan darah dan menyebabkan kegagalan jantung
dan ginjal. Zat-zat ini dapat menyebabkan gangguan dan kerusakan pada ginjal
serta organ tubuh lainnya.

WHO mensyaratkan zat tambahan itu seharusnya memenuhi kriteria


sebagai berikut : (1). Aman digunakan, (2). Jumlahnya sekedar memnuhi kriteri
pengaruh yang diharapkan, (3). Sangkil secara teknologi, (4). Tidak boleh
digunakan utnuk menipu pemakai dan jumlah yang dipakai haruslah minimal.
Bahan baku BTM dari bahan sintetik mempunyai kelebihan yaitu lebih pekat,
lebih stabil, dan lebih murah. Namun demikian ada kelemahannya yaitu sering
terjadi ketidaksempurnaan proses sehingga mengandung zat-zat yang berbahaya
bagi kesehatan, dan kadang-kadang bersifat karsinogenik, baik pada hewan
maupun manusia. Agar dapat dengan baik melindungi konsumen dari berbagai
masalah keamanan pangan dan industri pangan di Indonesia, berbagai peraturan
dikeluarkan oleh instansi terkait. Selain Badan Pengawasan Obat dan Makanan
(BPOM) yang bernaung di bawah Departemen Kesehatan, pengawasan dan
pengendalian juga dilakukan oleh Departemen Pertanian, Departemen
Perdagangan, dan Departemen Perindustrian.

Suatu jenis BTM menjadi berbahaya bagi kesehatan tidak hanya karena
secara obyektif memang merusak kesehatan/tubuh dan karenanya telah dilarang
oleh peraturan, juga karena penggunaan BTM yang tidak dilarang tetapi dengan
ukuran yang berlebihan dan sering dikonsumsi. Jenis BTM yang boleh digunakan
sepanjang masih sesuai dengan ukuran yang telah ditentukan. Sedangkan bahan
tambahan yang dilarang digunakan pada makanan berdasarkan Peraturan Menkes
RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988 dan perubahannya No. 1168/Menkes/Per/X/1999
adalah Asam Borat (Boric Acid) dan senyawanya, Asam Salisilat dan garamnya
(Salicylic Acid and its salt), Dietilpirokarbonat (Diethylpirocarbonate DEPC),
Dulsin (Dulcin), Kalsium Klorat (Potassium Chlorate), Kloramfenikol
(Chloramfenikol), Minyak Nabati yang dibrominasi (Brominate vegetable oils),
Nitrofurazon (Nitrofurazone), Formalin (Formaldehyde), dan Kalium Bromat
(Potassium Bromate).( F:\Republika Online – http–www_republika_co_id.mht)

Bahan tambahan Pangan Pengawet boleh digunakan oleh perusahaan-


perusahaan yang memproduksi pangan yang mudah rusak. Pencantuman label
pada produk pangan sesuai dengan Peraturan Pemerintah No.69 tahun 1999
tentang Label dan Iklan Pangan. Label pangan adalah setiap keterangan mengenai
pangan yang berbentuk gambar, tulisan, kombinasi keduanya, atau bentuk lain
yang disertakan pada pangan, dimasukkan ke dalam, ditempelkan pada, atau
merupakan bagian kemasan pangan.

11
Label :

Nama produk♣ Berat bersih atau isi Nama dan alamat pabrik
yang memproduksi atau
bersih♣
memasukkan pangan ke
wilayah Indonesia.♣

Pengawet yang diijinkan digunakan untuk pangan tercantum dalam


Peraturan Menteri Kesehatan Nomor : 722/Menkes/Per/IX/88 Tentang Bahan
Tambahan Makanan, mencakup:

Nama Batas maksimum

Asam Benzoat 600/kg (kecap, minumanringan) 1 g/kg (acar, margarin, sari


nanas, saus, makanan lainnya

Kalium 50mg/kg(kentang goreng), 100mg/kg(udang beku), 500 mg/kg


Bisulfit
(sari nanas)

Kalium Nitrit 50 mg/kg (keju), 500mg/kg (daging)

Bahan pengawet lainnya: Asam Propionat, Asam Sorbat, Belerang Oksida, Etil p-
Hidroksida Benzoat, Kalium Benzoat, Kalium Meta Bisulfit ,Kalium Nitrat,
Kalium Sorbat Kalium, sulfit Kalsium benzoat, Kalsium Propionat, Kalsium
Sorbat, Natrium Benzoat, Metil-p-hidroksi Benzoat, Natrium Bisulfit Natrium
Metabisulfit, Natrium Nitrat, Natrium Nitrit Natrium, Propionat Natrium, Sulfit
Nisin Propil-p-hidroksi, Benzoat um Sulfit.

Sehubungan dengan teka-teki yang muncul menyangkut keamanan


penggunaan bahan pengawet dalam produk pangan, maka berikut disajikan kajian
keamanan beberapa pengawet yang banyak digunakan oleh industri pangan
Tabel Pengaruh beberapa bahan pengawet terhadap kesehatan

Bahan Pengawet Produk Pangan Pengaruh terhadap Kesehatan

Ca-benzoat Sari buah, minuman Dapat menyebabkan reaksi merugikan


ringan, minuman pada asmatis dan yang peka terhadap
anggur manis, aspirin
ikan asin

Sulfur dioksida Sari buah, cider, Dapat menyebabkan pelukaan


(SO2) buah kering, kacang lambung, mempercepat serangan
kering, sirup, acar asma, mutasi genetik, kanker dan
alergi
K-nitrit Daging kornet, Nitrit dapat mempengaruhi
daging kering, kemampuan sel darah untuk
daging asin, pikel membawa oksigen, menyebabkan
daging
kesulitan bernafas dan sakit kepala,
anemia, radang ginjal,
muntah
Ca- / Na- Produk roti dan Migrain, kelelahan, kesulitan tidur
propionat tepung

Na-metasulfat Produk roti dan Alergi kulit


tepung

K-asetat Makanan asam Merusak fungsi ginjal

Natamysin Produk daging dan Dapat menyebabkan mual, muntah,


keju tidak nafsu makan, diare dan pelukaan
kulit
Asam sorbat Produk jeruk, keju, Pelukaan kulit
pikel dan salad

BHA Daging babi segar Menyebabkan penyakit hati dan


dan sosisnya, kanker.
minyak sayur,
shortening, kripik
kentang, pizza beku,
instant teas

Formalin Mie Basah Kanker paru-paru, Gangguan pada


jantung,Gangguan pada alat
pencernaan, Gangguan pada ginjal.
Boraks atau Pijer Baso, mie Gangguan pada kulit, Gangguan pada
otak, Gangguan pada hati

13
Mencermati kemungkinan gangguan kesehatan seperti yang tercantum
dalam Tabel 1, maka FDA mensyaratkan kepada produsen pangan untuk
membuktikan bahwa pengawet yang digunakan aman bagi konsumen dengan
mempertimbangkan:

Kemungkinan jumlah paparan bahan pengawet pada konsumen sebagai akibat


mengkonsumsi produk pangan yang bersangkutan

Pengaruh komulatif bahan pengawet dalam diet

Potensi toksisitas (termasuk penyebab kanker) bahan pengawet ketika tertelan


oleh manusia atau binatang. Problematika yang sering terjadi dalam
penggunaan bahan pengawet

Penggunaan Tidak sesuai dalam ketentuan Depkes

Kadar akumulatif tidak pernah dikonfirmasikan dengan ACCEPTABLE


DAILY INTAKE

Penggunaan bahan ilegal (Borak dan formalin)

Namun demikian perlu diperhatikan hal-hal penting dalam menggunakan bahan


tambahan pangan pengawet adalah :

Pilih pengawet yang benar/yang diijinkan untuk dalam pangan serta telah
terdaftar di Badan POM RI.

Bacalah takaran penggunaannya pada penandaan/label.

Gunakan dengan takaran yang benar sesuai petunjuk pada label.

Membaca dengan cermat label produk pangan yang dipilih/dibeli serta


mengkonsumsinya secara cerdas produk pangan yang menggunakan bahan
pengawet. Contoh BTP Pengawet lengkap dengan penandaan dan takaran
penggunaannya.
BAB IV
PENUTUP

SARAN DAN KESIMPULAN


Kesimpulan
1. Perlu adanya kesadaran, tekad dan disiplin yang kuat baik dari individu itu
sendiri dengan selalu mengkonsumsi makanan sehat.
2. Peranan keluarga, terutama ibu yang selalu menyediakan makanan
sehat atau makanan tradisional.
3. Peranan produsen untuk selalu jujur dan bertanggungjawab atas produknya
dan mengutamakan keselamatan masyarakat.
4. Peranan pemerintah untuk terus mengawasi dan mengontrol para produsen
melalui lembaga-lembaga terkait.

Saran
Untuk mengurangi dan meminimalisasi dampak negatif zat aditif
makanan dapat di upayakan dengan beberapa cara antara lain :
1. Secara Internal :
Mengurangi konsumsi makanan siap saji, meningkatkan konsumsi sayur
dan buah-buahan serta mengkonsumsi vitamin. Beberapa vitamin diduga
mengandung zat antikarsinogen diantaranya adalah Vitamin A, C, E banyak
terdapat dalam sayur dan buah; asam folat terdapat dalam brokoli, bayam dan
asparagus: Betakaroten, Vitamin B3 (niasin), vitamin D dalam bentuk aktif
(1.25-hidroksi) terdapat pada mentega, susu, kuning telur, hati, beras dan ikan.
Memberi pengertian pada keluarga tentang bahaya zat aditif, mengawasi,
mengontrol pemberian dan penggunaan uang jajan dan membiasakan membawa
bekal makanan sehat dari rumah

15
2. Secara eksternal :
Produsen; diperlukan kesadaran dan tanggung jawab produsen terhadap
penggunaan zat aditif pada bahan pangan yang diproduksikan, memberikan
informasi yang jelas komposisi makanan termasuk zat aditif yang ditambahkan
Pemerintah; melakukan pengawasan dan menindak tegas produsen yang
melanggar aturan yang berlaku. Meneruskan kegiatan PMT-AS (Program
Makanan Tambahan-Anak Sekolah) dengan memanfaatkan sumber makanan
lokal.
Non-pemerintah (LSM); memfasilitasi terbentuknya kelompok konsumen,
mendorong peran serta masyarakat sebagai pengawas kebijakan publik,
mengantisipasi kebijakan global yang berdampak pada konsumen, melakukan
pengawasan dan bertindak sebagai pembela konsumen.
DAFTAR PUSTAKA

Arbor, A. 1997. Food additive can cause severe allergic


reactions. www.doctorguide.com/. Dikunjungi 18 September 2003.
Atterwill, C.K., and J.D. Flack. 1992. Endocrine
toxicology. Cambridge University Press.
Denfer, A.V. 2001. Bahan makanan tambahan (food additive). Disadur oleh
Mira, S. http://members.tripod.com/pagihp/artikel15.htm.
Intisari. 2001. Makanan dan minuman kemasan,
amankah?. www.indomedia.com/intisari/. Dikunjungi pada 18 September
2003.
Majeed, A. 1996. Aditif makanan dan ubat-ubatan.
Republika. 2003. Pirac: 13 jenis snack mengandung MSG yang bisa ancam
kesehatan anak.
Suriawiria, U. 2003. Sudah sangat mengkhawatirkan: pengawet mayat untuk
pengawet makanan. Pikiran Rakyat. 20 Maret 2003.
http://www.wartamedika.com/2009/01/pengawet-makanan-yang-diizinkan.html

17

You might also like