Professional Documents
Culture Documents
ADITIF “PENGAWET”
Disusunkan oleh:
Sri Wahyuningsih NIM 07307144016
BAB I
1
PENDAHULUAN
BAB II
KAJIAN TEORI
3
Bahan tambahan makanan (bahan Aditif) dan kesehatan
Bahan tambahan makanan (BTM) didefinisikan sebagai bahan yang tidak
lazim dikonsumsi sebagai makanan, dan biasanya bukan merupakan komposisi
khas makanan, dapat bernilai gizi ataupun tidak, ditambahkan ke dalam makanan
dengan sengaja untuk membantu teknik pengolahan makanan baik dalam proses
pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan,
pengangkutan, dan penyimpanan produk makanan olahan, agar menghasilkan
suatu makanan yang lebih baik atau secara nyata mempengaruhi sifat khas
makanan tersebut. Meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap makanan yang
praktis dan awet menunjang berkembangnya penggunaan BTM yang secara
bermakna berperan besar dalam rantai produksi dan pengolahan sejak abad ke-19.
Seiring dengan banyaknya laporan kasus keracunan makanan, timbul berbagai
diskusi dan keprihatinan yang mendalam mengenai keamanan penggunaan BTM,
termasuk bagaimana langkah-langkah pengendalian yang tepat diperlukan. Sehat
tidaknya suatu makanan tidak bergantung pada ukuran, bentuk, warna, kelezatan,
aroma, atau kesegarannya, tetapi bergantung pada kandungan zat yang diperlukan
oleh tubuh. Suatu makanan dikatakan sehat apabila mengandung satu macam atau
lebih zat yang diperlukan oleh tubuh. Bahan yang tergolong ke dalam zat aditif
makanan harus dapat:
membuat makanan menjadi lebih tahan lama atau tidak cepat basi dan busuk.
Menurut lembaga kesehatan negara, zat aditif itu memiliki pengertian sebagai :
Bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan bukan
merupakan komposisi khas makanan.
Bahan yang dimasukan untuk dapat menghasilkan serta mempengaruhi sifat-
sifat khas, atau awal suatu makanan.
Ada sejumlah cara menjaga agar makanan dan minuman tetap layak untuk
dimakan atau diminum walaupun sudah tersimpan lama. Salah satu upaya tersebut
adalah dengan cara menambahkan zat aditif kelompok pengawet (zat pengawet)
ke dalam makanan dan minuman. Zat pengawet adalah zat-zat yang sengaja
ditambahkan pada bahan makanan dan minuman agar makanan dan minuman
tersebut tetap segar, bau dan rasanya tidak berubah, atau melindungi makanan dari
kerusakan akibat membusuk atau terkena bakteri/ jamur. Karena penambahan zat
aditif, berbagai makanan dan minuman masih dapat dikonsumsi sampai jangka
waktu tertentu, mungkin seminggu, sebulan, setahun, atau bahkan beberapa tahun.
Dalam makanan atau minuman yang dikemas dan dijual di toko-toko atau
supermarket biasanya tercantum tanggal kadaluarsanya, tanggal yang
menunjukkan sampai kapan makanan atau minuman tersebut masih dapat
dikonsumsi tanpa membahayakan kesehatan. Zat pengawet dapat dikelompokkan
menjadi zat pengawet alami dan zat pengawet buatan. Zat pengawet alami
berasal dari alam, contohnya gula (sukrosa) yang dapat dipakai untuk
mengawetkan buah-buahan (manisan) dan garam dapur yang dapat digunakan
untuk mengawetkan ikan. Zat pengawet sintetik atau buatan merupakan hasil
sintesis dari bahan-bahan kimia. Contohnya, asam cuka dapat dipakai sebagai
pengawet acar dan natrium propionat atau kalsium propionat dipakai untuk
mengawetkan roti dan kue kering. Garam natrium benzoat, asam sitrat, dan asam
tartrat juga biasa dipakai untuk mengawetkan makanan. Selain zat-zat tersebut,
ada juga zat pengawet lain, yaitu natrium nitrat atau sendawa (NaNO3) yang
berfungsi untuk menjaga agar tampilan daging tetap merah. Asam fosfat yang
biasa ditambahkan pada beberapa minuman penyegar juga termasuk zat pengawet.
Selain pengawet yang aman untuk dikonsumsi, juga terdapat pengawet yang tidak
boleh dipergunakan untuk mengawetkan makanan, diantaranya formalin dan
boraks. Boraks adalah senyawa dengan nama kimia natrium tetra borat (NaB4O7)
berbentuk padat dan jika terlarut dalam air akan menjadi natrium hidroksida dan asam
borat (H3BO3). Boraks atau asam borat mempunyai sifat antiseptik sehingga biasa
digunakan dalam obat-obatan seperti salep, bedak, larutan kompres, obat-obatan lain.
5
Jenis larutan boraks lain adalah bleng. Bleng ada yang dalam bentuk padatan yang
biasanya disebut cetitet yang dibuat dari campuran garam dapur, soda, boraks, dan zat
warna. Bleng ada juga yang terdapat dalam bentuk cair. Boraks yang dikonsumsi dalam
jangka waktu lama dapat terakumulasi dalam tubuh. Kadar asam borat terbesar ditemukan
pada sistem saraf pusat (otak) dan cairan serebrospinal. Gejala keracunan yang muncul
adalah kepala pusing, badan lemas, depresi, muntah, diare dan kram perut. Selain itu,
pada kasus berat boraks dapat menimbulkan kekejangan, koma, kolaps, dan sianosis.
Setelah otak, organ target kedua yang ditemukan menyimpan boraks dalam jumlah yang
tinggi adalah hati. Formalin merupakan zat pengawet yang biasa dipakai untuk
mengawetkan benda-benda, seperti mayat atau binatang yang sudah mati (preparat
biologi). Pemakaian pengawet formalin untuk mengawetkan makanan, seperti
bakso, ikan asin, tahu, dan makanan jenis lainnya dapat menimbulkan resiko
kesehatan. Sedangkan pengawet boraks, bersifat desinfektan atau efektif dalam
menghambat pertumbuhan mikroba penyebab membusuknya makanan serta dapat
memperbaiki tekstur makanan sehingga lebih kenyal. Boraks hanya boleh
dipergunakan untuk industri nonpangan, seperti dalam pembuatan gelas, industri
kertas, pengawet kayu, dan keramik. Jika boraks termakan dalam kadar tertentu,
dapat menimbulkan sejumlah efek samping bagi kesehatan, di antaranya:
Walaupun tersedia zat pengawet sintetik yang digunakan sebagai zat aditif
makanan, di negara maju banyak orang enggan mengonsumsi makanan yang
memakai pengawet sintetik. Hal ini telah mendorong perkembangan ilmu dan
teknologi pengawetan makanan dan minuman tanpa penambahan zat-zat kimia,
misalnya dengan menggunakan sinar ultra violet (UV), ozon, atau pemanasan
pada suhu yang sangat tinggi dalam waktu singkat sehingga makanan dapat
disterilkan tanpa merusak kualitas makanan.
7
BAB III
PEMBAHASAN
Zat pengawet terdiri dari senyawa organik dan anorganik dalam bentuk
asam atau garamnya. Aktivitas-aktivitas bahan pengawet tidaklah sama, misalnya
ada yang efektif terhadap bakteri, khamir, ataupun kapang.
a. Zat Pengawet Organik
Zat pengawet organik lebih banyak dipakai daripada yang anorganik
karena bahan ini lebih mudah dibuat. Bahan organik digunakan baik dalam asam
ataupun garamnya. Zat kimia yang sering dipakai sebagai pengawet ialah asam
sorbat, asam propionat, asam benzoat, asam asetat, dan epoksida.
Asam sorbat tergolong asam lemak monokarboksilat yang berantai lurus dan
mempunyai ikatan tidak jenuh. Bentuk yang digunakan umumnya garam Na- dan
K-sorbat. Sorbat terutama digunakan untuk mencegah pertumbuhan kapang dan
bakteri. Mekanisme asam sorbat dalam mencegah tumbuhnya mikroba adalah
dengan mencegah kerja enzim dehidrogenase terhadap asam lemak.
Asam benzoat (C6H5COOH) merupakan bahan pengawet yang luas
penggunaannya dan sering digunakan pada bahan makanan yang asam. Bahan ini
digunakan untuk mencegah pertumbuhan khamir dan bakteri benzoat efektif pada
pH 2,5 - 4,0. Karena kelarutan garamnya lebih besar, maka biasa digunakan dalam
bentuk garam Na-benzoat. Sedangkan dalam bahan, garam benzoat terurai
menjadi bentuk efektif, yaitu bentuk asam benzoat yang tak terdisosiasi.
Cuka adalah larutan 4% asam asetat dalam air yang sering digunakan sebagai
bahan pengawet dalam roti untuk mencegah tumbuhnya kapang. Sebaliknya, asam
asetat tidak dapat mencegah timbuhnya khamir. Cuka aktifnya lebih besar pada
pH rendah.
Bahan pengawet kimia biasanya hanya bersifat mencegah tumbuhnya
mikroba saja. Tetapi senyawa epoksida seperti etilen oksida dan propilena oksida
bersifat membunuh semua mikroba termasuk spora dan virus.
Etilena oksida dan propilena oksida digunakan sebagai fumigan terhadap bahan-
bahan kering seperti rempah-rempah, tepung dan lain-lain. Etilen oksida lebih
aktif dibanding propilen oksida, tetapi etilen oksida lebih mudah menguap,
terbakar, dan meledak, karena itu biasanya diencerkan dengan senyawa lain
membentuk campuran 10% etilen oksida dengan 90% CO2.
b. Zat Pengawet Anorganik
Sulfit digunakan dalam bentuk gas SO2, garam Na, atau K-sulfit, bisulfit,
dan metabisulfit. Bentuk efektifhya sebagai pengawet adalah asam sulfit yang tak
terdisosiasi dan terutama terbentuk pada pH dibawah 3. Molekul sulfit lebih
mudah menembus dinding sel mikroba, reaksi dengan asetaldehid membentuk
senyawa yang tak dapat difermentasi oleh enzim mikroba, mereduksi ikatan
disulfida enzim, dan bereaksi dengan keton membentuk hidroksisulfonat yang
dapat menghambat mekanisme pernafasan.
Garam nitrit dan nitrat umumnya digunakan dalam proses curing daging untuk
memperoleh warna yang baik dan mencegah pertumbuhan mikroba.
Mekanismenya belum diketahui, tetapi diduga bahwa nitrit bereaksi dengan gugus
silfhidril dan membentuk senyawa yang tidak dapat dimetabolisasi oleh mikroba
dalam keadaan anaerob. Dalam daging, nitrit akan membentuk nitroksida yang
dengan pigmen daging akan membentuk nitrosomioglobin yang berwama merah
cerah.
9
Seperti zat aditif yang difungsikan sebagai pengawet. Penggunaan zat aditif dapat
menghasilkan makanan yang dapat atau tahan untuk disimpan dalam jangka
waktu yang relatif lama, tetapi tidak selama 50 tahun. Karena penampakan luar
yang cukup menarik, serta aroma yang selalu menggoda hidung, hal tersebut juga
dapat dikategorikan sebagai peningkatan nafsu makan seseorang.
Kerugian dari penggunaan zat aditif pengawet adalah :
Yang termasuk golongan bahan pengawet adalah asam benzoat, asam
propionat, asam sorbat dan garamnya, nitrat, nitrit (sendawa), sulfur dioksida,
nipagin, nipasol. Pengawet yang tidak dianjurkan oleh Depkes adalah asam
salisiat, boraks dan formalin.
Aditif pengawet pada makanan dapat menimbulkan banyak masalah
kesehatan, alergi, reaksi hiperaktif dan bahkan gangguan mental. Asma, ruam,
eksim, gatal-gatal, sakit kepala, mual, muntah, dada nyeri dan gangguan perut
yang terkait adalah beberapa reaksi alergi tubuh untuk aditif.
Aditif ini juga merusak nutrisi penting tertentu menyebabkan kekurangan.
Misalnya konsumsi, berlebihan Karmel dapat mengakibatkan kekurangan vitamin
B6. Butylates menghasilkan tingkat kolesterol tinggi serta menyebabkan ginjal
dan hati tidak berfungsi. Kafein menambahkan rasa, tetapi merupakan stimulan
yang menyebabkan palpitasi serta gugup. Sakarin menyebabkan tumor, kanker di
kandung kemih, dan juga masalah pada saluran pencernaan. Hal ini juga
mempengaruhi jantung dan kulit. Mono dan di-glycerides dan Red Dye 40 dapat
menyebabkan menyebabkan cacat lahir tertentu atau bahkan kanker. tingkat tinggi
natrium klorida meningkatkan tekanan darah dan menyebabkan kegagalan jantung
dan ginjal. Zat-zat ini dapat menyebabkan gangguan dan kerusakan pada ginjal
serta organ tubuh lainnya.
Suatu jenis BTM menjadi berbahaya bagi kesehatan tidak hanya karena
secara obyektif memang merusak kesehatan/tubuh dan karenanya telah dilarang
oleh peraturan, juga karena penggunaan BTM yang tidak dilarang tetapi dengan
ukuran yang berlebihan dan sering dikonsumsi. Jenis BTM yang boleh digunakan
sepanjang masih sesuai dengan ukuran yang telah ditentukan. Sedangkan bahan
tambahan yang dilarang digunakan pada makanan berdasarkan Peraturan Menkes
RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988 dan perubahannya No. 1168/Menkes/Per/X/1999
adalah Asam Borat (Boric Acid) dan senyawanya, Asam Salisilat dan garamnya
(Salicylic Acid and its salt), Dietilpirokarbonat (Diethylpirocarbonate DEPC),
Dulsin (Dulcin), Kalsium Klorat (Potassium Chlorate), Kloramfenikol
(Chloramfenikol), Minyak Nabati yang dibrominasi (Brominate vegetable oils),
Nitrofurazon (Nitrofurazone), Formalin (Formaldehyde), dan Kalium Bromat
(Potassium Bromate).( F:\Republika Online – http–www_republika_co_id.mht)
11
Label :
Nama produk♣ Berat bersih atau isi Nama dan alamat pabrik
yang memproduksi atau
bersih♣
memasukkan pangan ke
wilayah Indonesia.♣
Bahan pengawet lainnya: Asam Propionat, Asam Sorbat, Belerang Oksida, Etil p-
Hidroksida Benzoat, Kalium Benzoat, Kalium Meta Bisulfit ,Kalium Nitrat,
Kalium Sorbat Kalium, sulfit Kalsium benzoat, Kalsium Propionat, Kalsium
Sorbat, Natrium Benzoat, Metil-p-hidroksi Benzoat, Natrium Bisulfit Natrium
Metabisulfit, Natrium Nitrat, Natrium Nitrit Natrium, Propionat Natrium, Sulfit
Nisin Propil-p-hidroksi, Benzoat um Sulfit.
13
Mencermati kemungkinan gangguan kesehatan seperti yang tercantum
dalam Tabel 1, maka FDA mensyaratkan kepada produsen pangan untuk
membuktikan bahwa pengawet yang digunakan aman bagi konsumen dengan
mempertimbangkan:
Pilih pengawet yang benar/yang diijinkan untuk dalam pangan serta telah
terdaftar di Badan POM RI.
Saran
Untuk mengurangi dan meminimalisasi dampak negatif zat aditif
makanan dapat di upayakan dengan beberapa cara antara lain :
1. Secara Internal :
Mengurangi konsumsi makanan siap saji, meningkatkan konsumsi sayur
dan buah-buahan serta mengkonsumsi vitamin. Beberapa vitamin diduga
mengandung zat antikarsinogen diantaranya adalah Vitamin A, C, E banyak
terdapat dalam sayur dan buah; asam folat terdapat dalam brokoli, bayam dan
asparagus: Betakaroten, Vitamin B3 (niasin), vitamin D dalam bentuk aktif
(1.25-hidroksi) terdapat pada mentega, susu, kuning telur, hati, beras dan ikan.
Memberi pengertian pada keluarga tentang bahaya zat aditif, mengawasi,
mengontrol pemberian dan penggunaan uang jajan dan membiasakan membawa
bekal makanan sehat dari rumah
15
2. Secara eksternal :
Produsen; diperlukan kesadaran dan tanggung jawab produsen terhadap
penggunaan zat aditif pada bahan pangan yang diproduksikan, memberikan
informasi yang jelas komposisi makanan termasuk zat aditif yang ditambahkan
Pemerintah; melakukan pengawasan dan menindak tegas produsen yang
melanggar aturan yang berlaku. Meneruskan kegiatan PMT-AS (Program
Makanan Tambahan-Anak Sekolah) dengan memanfaatkan sumber makanan
lokal.
Non-pemerintah (LSM); memfasilitasi terbentuknya kelompok konsumen,
mendorong peran serta masyarakat sebagai pengawas kebijakan publik,
mengantisipasi kebijakan global yang berdampak pada konsumen, melakukan
pengawasan dan bertindak sebagai pembela konsumen.
DAFTAR PUSTAKA
17