You are on page 1of 15

LAPORAN PRAKTIKUM

M.K. PASCA PANEN TANAMAN PERTANIAN


(AGH 440)

”Pembuatan Tepung Tapioka dari Ubi Kayu”

Oleh:
1. Ricki Susilo A24070032

2. Qori Lelyana A24070068

3. Marcha Nanda H. A24070093

4. Annisa Rachmi A. A24070094

5. Azdy Fransedo A24070166

6. Ira Fauziah N. A24070185

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Sistem pangan saat ini sedang gencar-gencarnya mengupayakan
diversifikasi pangan dari padi ke bahan pangan lain. Bahan pangan tersebut dapat
diperoleh dari umbi-umbian maupun yang lainnya. Umbi-umbian yang biasa
dikonsumsi masyarakat Indonesia yakni ubi kayu dan ubi jalar. Kedua jenis umbi-
umbian ini banyak dikonsumsi karena selain murah, teknik budidayanya juga
tidak terlalu rumit. Ubi jalar memiliki peran yang besar dalam pembangunan
pertanian sehingga prospeknya sangat cerah apabila dikelola dan dikembangkan
dengan pola agribisnis. Untuk ubi kayu, permasalahan umum yang ada adalah
rendahnya produksi dan produktivitas yang disebabkan penerapan teknologi
budidaya yang kurang tepat.
Tanaman ubi kayu atau singkong (Manihot esculenta) merupakan salah
satu komoditi yang mudah hidup hanya dengan perbanyakan stek dan sangat
digemari oleh masyarakat. Disamping sebagai bahan makanan, ubi kayu juga
dapat digunakan sebagai bahan baku industri dan pakan ternak. Ubinya
mengandung air sekitar 60%, pati 25-35%, serta protein, mineral, serat, kalsium
dan fosfat. Ubi kayu merupakan sumber energi yang lebih tinggi dibanding padi,
jagung, ubi jalar dan sorgum. Ubi kayu memiliki beberapa macam varietas, yakni
Adira 1, Adira 2, Adira 4, Malang 1 dan Malang 2. Dari beberapa varietas
tersebut, Adira 1 memiliki kadar tepung tertinggi yakni sebesar 45%, disusul
Adira 2 (41%), Malang 1 dan 2 (32-36%) dan Adira 4 (18-22%) (Pusat Penelitian
dan Pengembangan Tanaman Pangan, 1993).
Pengolahan produk setengah jadi merupakan salah satu cara pengawetan
hasil panen, terutama untuk komoditas yang berkadar air tinggi, seperti aneka
umbi dan buah. Keuntungan lain dari pengolahan produk setengah jadi yaitu
sebagai bahan baku yang fleksibel untuk industri pengolahan lanjutan, aman
dalam distribusi, serta menghemat nuangan dan biaya penyimpanan. Teknologi ini
mencakup teknik pembuatan sawut/chip/granula/grits, teknik pembuatan tepung,
teknik separasi atau ekstraksi dan pembuatan pati (Widowati, 2009).
Salah satu pemanfaatan dari ubi kayu adalah pembuatan tepung tapioka.
Tepung tapioka merupakan tepung pati ubi jalar. Pati adalah bahan utama yang
dihasilkan oleh tumbuhan untuk menyimpan kelebihan glukosa (sebagai produk
fotosintesis) dalam jangka panjang. Pati tersusun dari dua macam karbohidrat,
amilosa dan amilopektin, dalam komposisi yang berbeda-beda. Amilosa
memberikan sifat keras (pera) sedangkan amilopektin menyebabkan sifat lengket.
Amilosa memberikan warna ungu pekat pada tes iodin sedangkan amilopektin
tidak bereaksi.
Pati digunakan sebagai bahan yang digunakan untuk memekatkan
makanan cair seperti sup dan sebagainya. Dalam industri, pati dipakai sebagai
komponen perekat, campuran kertas dan tekstil, serta pada industri kosmetika.

Tujuan
Tujuan dari kegiatan praktikum ini adalah untuk melatih mahasiswa dalam
memanfaatkan ubi kayu menjadi produk setengah jadi, yaitu salah satunya dengan
pembuatan tepung tapioka, serta untuk mengetahui persentase bobot tepung
tapioka yang dihasilkan dari ubi kayu segar yang diolah.
TINJAUAN PUSTAKA

Ubi kayu merupakan komoditi pertanian yang mudah rusak. Apabila tidak
diolah secara langsung, maka 3 hari setelah panen, ubi kayu akan mengalami
kerusakan (warna daging ubi kayu kebiru-biruan dan rasanya tidak enak). Oleh
karena itu, ubi kayu segar perlu diolah menjadi bahan lain seperti diolah menjadi
tepung tapioka. Pengolahan ubi kayu menjadi tepung bertujuan untuk
memperpanjang masa simpan, meningkatkan nilai tambah tanaman ubi kayu,
diversifikasi makanan dan sebagai bahan substitusi dalam industri pangan
(Suismono et al., 2006).
Ubi kayu merupakan sumber karbohidrat (34,70-37,90 g/100 g ubi
kayu) sehingga dapat digunakan sebagai makanan pokok terutama di daerah
pedesaan, namun kandungan protein ubi kayu sangat rendah (0,80-1,20 g/100 g
ubi kayu) (Direktorat Gizi Depkes RI, 1981).
Tepung digolongkan menjadi dua, yaitu tepung tunggal adalah
tepung yang dibuat dari satu jenis bahan pangan, misalnya tepung beras, tepung
kasava serta tepung ubi jalar, dan tepung komposit yaitu tepung yang dibuat dari
dua atau lebih bahan pangan, misalnya tepung komposit kasava-terigu-kedelai,
tepung komposit jagung-beras, atau tepung komposit kasava-terigu-pisang.
Tujuan pembuatan tepung komposit antara lain untuk mendapatkan karakteristik
bahan yang sesuai untuk produk olahan yang diinginkan atau untuk mendapatkan
sifat fungsional tertentu. Pertimbangan lain adalah faktor ketersediaan dan harga
(Widowati, 2009).
Tepung dan pati merupakan dua produk yang berbeda cara pembuatan
maupun sifat fsikokimia serta pemanfaatannya. Namun, seringkali terjadi
kerancuan pengertian antara dua produk tersebut. Pada pembuatan tepung, seluruh
komponen yang terkandung di dalam bahan pangan dipertahankan
keberadaannya, kecuali air. Sedangkan pada pembuatan pati, pada prinsipnya
hanya mengekstrak kandungan pati saja. Oleh sebab itu, dalam pembuatan pati
terdapat limbah padat (ampas), sedangkan pada pembuatan tepung tidak ada
limbah padat, kecuali kulit (Widowati, 2009).
Teknologi tepung merupakan salah satu proses alternatif produk setengah
jadi yang dianjurkan, karena lebih tahan disimpan, mudah dicampur (dibuat
komposit), diperkaya zat gizi (difortifikasi), dibentuk dan lebih cepat dimasak
sesuai tuntutan kehidupan modern yang ingin serba praktis. Prosedur pembuatan
tepung sangat beragam, dibedakan berdasarkan sifat dan komponen kimia bahan
pangan. Namun secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu bahan
pangan yang tidak mudah menjadi coklat apabila dikupas (kelompok serealia) dan
bahan pangan yang mudah menjadi coklat (kelompok aneka umbi dan buah yang
kaya akan karbohidrat) (Widowati, 2009).
Produktivitas ubi kayu rata-rata 30 ton/ha, dan kadar pati optimum
pada umur panen 8-9 bulan. Rendemen tepung ubi kayu atau disebut tepung
kasava sekitar 30%. Jadi satu hektar ubi kayu akan menghasilkan rata-rata umbi
sebesar 30 ton atau setara dengan 9 ton tepung. (Widowati, 2009).
Berikut merupakan komposisi ubi kayu per 100 gram bahan:
Tabel 1. Komposisi Ubi Kayu (per 100 gram bahan)
KOMPONEN KADAR
Kalori 146,00 kal
Air 62,50 gram
Phosphor 40,00 mg
Karbohidrat 34,00 gram
Kalsium 33,00 mg
Vitamin C 30,00 mg
Protein 1,20 gram
Besi 0,70 mg
Lemak 0,30 gram
Vitamin B1 0,06 mg
Berat dapat dimakan 75,00
Sumber : Radiyati dan Agusto (1990)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu


Kegiatan praktikum ini dilakukan secara mandiri di dua lokasi yaitu rumah
kos salah satu anggota kelompok praktikum dan Laboratorium Pascapanen
Tanaman Pertanian Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian,
Institut Pertanian Bogor pada hari Rabu, 24 November 2010 hingga hari Jumat, 26
November 2010.

Bahan dan Alat


Bahan yang digunakan dalam kegiatan praktikum ini adalah singkong
sebanyak 4 kg dan air sebanyak 2800 ml. Alat yang digunakan dalam kegiatan
praktikum ini adalah parutan, pisau, baskom, panci, kain untuk memeras, cawan
petri, alumunium foil, oven, blender, mortar, sudip kecil, timbangan analitik,
toples dan ayakan.

Metode Pelaksanaan
Tahapan pembuatan tepung tapioka adalah sebagai berikut:
1. Ubi kayu segar dikupas lalu dicuci bersih kemudian diparut.
2. Hasil parutan ditambahkan air lalu disaring dan kemudian diperas dengan kain.
3. Hasil saringan disimpan selama 24 jam untuk mengendapkan patinya.
4. Air di atas endapan dibuang dan hasil pengendapan ditiriskan.
ubi kayu segar
5. Hasil endapan di oven hingga kering (kadar air turun) selama beberapa jam.
6. Endapan yang telah di oven kemudian di blender lalu di ayak sehingga
dikupas, dicuci bersih, diparut
didapatkan tepung tapiokanya.
7. Tepung tapioka yang telah diperoleh ditimbang kemudian disimpan didalam
wadah (toples).
ditambahkan air, diperas, disaring

disimpan selama 24 jam

Diagram Alir Pembuatan Tepung Tapioka


air endapan dibuang, endapan ditiriskan

di oven selama beberapa jam

di blender lalu di ayak

tepung tapioka
PEMBAHASAN

Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz.) termasuk dalam famili


Euphorbiaceae merupakan tanaman semusim yang berbentuk perdu. Ubi kayu ada
dua jenis yaitu ubi kayu dengan kadar sianida (HCN) yang rendah dan ubi kayu
beracun yang mengandung kadar sianida tinggi. Umumnya ubi kayu digunakan
sebagai bahan baku industri tepung tapioka, glukosa, dextrin, asam sitrat (Esti dan
Prihatman, 2000) dan bioetanol (FAO, 2007).
Salah satu pemanfaatan ubi kayu adalah dengan membuat olahan tepung
tapioka. Tepung tapioka merupakan tepung pati ubi kayu. Pembuatan tepung
tapioka adalah salah satu cara yang dapat menurunkan kadar asam sianida sampai
batas yang aman untuk dikonsumsi manusia. Pati ialah bahan utama yang
dihasilkan oleh tumbuhan untuk menyimpan kelebihan glukosa (sebagai produk
fotosintesis) dalam jangka panjang. Pati tersusun dari dua macam karbohidrat,
amilosa dan amilopektin, dalam komposisi yang berbeda-beda. Amilosa
memberikan sifat keras (pera) sedangkan amilopektin menyebabkan sifat lengket.
Amilosa memberikan warna ungu pekat pada tes iodin sedangkan amilopektin
tidak bereaksi. Cara pembuatan tepung tapioka yang baik adalah melalui proses
perendaman, pemarutan, pengepresan, penjemuran, penggilingan dan pengayakan
(30 - 40 mesh).
Ubi kayu dalam keadaan segar tidak tahan lama sehingga mudah rusak.
Untuk pemasaran yang memerlukan waktu lama, ubi kayu harus diolah dulu
menjadi bentuk lain yang lebih awet, seperti gaplek, tapioka (tepung singkong),
tapai, peuyeum, keripik singkong dan lain-lain.
Tepung tapioka yang dibuat dari ubi kayu mempunyai banyak kegunaan,
antara lain sebagai bahan pembantu dalam berbagai industri. Dibandingkan
dengan tepung jagung, kentang dan gandum atau terigu, komposisi zat gizi tepung
tapioka cukup baik sehingga mengurangi kerusakan tenun, juga dapat digunakan
sebagai bahan bantu pewarna putih.

Proses pembuatan tepung tapioka, meliputi beberapa tahapan yang


dikerjakan secara manual. Tahapan pertama adalah pemilihan ubi kayu sebagai
bahan tepung tapioka, ubi kayu yang dipilih pada kegiatan praktikum ini adalah
ubi kayu putih sebanyak 4 kg. Selanjutnya pengupasan dengan menggunakan
pisau, lalu dicuci hingga bersih dengan menggunakan air yang mengalir. Tahap
berikutnya adalah ubi kayu diparut lalu hasil parutan tersebut diberi air sebanyak
2800 ml, hal ini bertujuan untuk mendapatkan hasil perasan parutan ubi kayu,
kemudian diaduk lalu diperas dengan menggunakan kain putih. Selanjutnya, hasil
perasan didiamkan selama 24 jam untuk mendapatkan endapan pati.
Setelah didiamkan, dilakukan pemisahan antara air dan endapan pati yang
berada di dasar wadah, untuk mendapatkan hasil endapan patinya saja. Endapan
pati yang telah diperoleh, diletakkan dalam cawan petri yang telah dilapisi
aluminum foil dan siap untuk dilakukan pengeringan dengan oven untuk
mendapatkan tepung pati dan menghilangkan kadar air dengan suhu sebesar
100oC yang dilakukan selama 24 jam. Penggunaan alumunium foil ini bertujuan
untuk mempermudah dalam proses pengambilan hasil endapan pati yang telah di
oven.
Setelah dilakukan pengeringan di dalam oven, maka dilakukan
penggilingan dengan menggunakan blender kering (tanpa air) yang bertujuan
untuk mendapatkan tepung pati yang halus. Kemudian hasil gilingan diayak
dengan menggunakan ayakan untuk mendapatkan hasil akhir yaitu tepung pati
yang lebih halus. Tahapan terakhir adalah penimbangan dengan menggunakan
timbangan analitik. Hasilnya, diperoleh tepung pati sebanyak 180 g dari 4 kg ubi
kayu segar. Selain itu, juga dilakukan penimbangan hasil sisa ayakan tepung pati
dan diperoleh bobot sebesar 184 g.
Perhitungan persentase tepung tapioka yang dihasilkan:
bobot ubi kayu segar = 4 kg = 4000 gram
bobot tepung tapioka yang dihasilkan = 180 gram
Presentase = 180 x 100% = 4.5 %
4000

Berdasarkan perhitungan di atas, dapat diketahui bahwa persentase tepung


tapioka yang dihasilkan dari ubi kayu segar adalah 4.5%. Hal ini menunjukkan
bahwa perubahan bentuk dari ubi kayu segar menjadi tepung tapioka pada
praktikum ini sangat signifikan, dapat dikatakan sangat kecil persentasenya. Hasil
tersebut dapat disebabkan karena berbagai hal, salah satunya adalah kurang
terampilnya praktikan dalam melakukan kegiatan praktikum ini, karena semua
praktikan belum mempunyai pengalaman dalam pembuatan tepung tapioka,
sehingga hasil yang diperoleh masih belum maksimal.
Berdasarkan literatur, rendemen tepung tapioka atau disebut tepung kasava
sekitar 30%. Dengan rincian, 10% dari dari volume tersebut merupakan kulit dan
pangkal serta pucuk yang harus dibuang. Sekitar 60% berupa air yang 50% nya
juga akan dibuang, dan dari 40% bahan padat tersebut, 20% akan berupa pati dan
20% ampas. Produktivitas ubi kayu rata-rata 30 ton/ha dan kadar pati optimum
pada umur panen 8-9 bulan. Jadi satu hektar ubi kayu akan menghasilkan rata-rata
umbi sebesar 30 ton atau setara dengan 9 ton tepung. (Widowati, 2009).
Tepung tapioka yang diperoleh dari hasil praktikum ini, memiliki
penampakan fisik berwarna putih namun sedikit keruh (kekuningan). Hal ini
disebabkan oleh terjadinya kesalahan dalam lamanya waktu pengovenan, yang
seharusnya dilakukan hanya beberapa jam saja, tetapi dalam pelaksanaannya
dilakukan selama 24 jam, sehingga saat dikeluarkan dari oven, tepung tapioka
sedikit gosong pada bagian pinggir wadah. Selain itu, penggunaan ubi kayu yang
memiliki kualitas yang tidak begitu bagus juga mempengaruhi hasil tepung pati
yang diperoleh.
Penampakan fisik lainnya adalah tingkat kehalusan dari tepung tapioka
yang diperoleh yang belum mencapai maksimal, artinya tepung tapioka sudah
dapat dikatakan halus, namun masih ada sedikit tingkat kekasarannya. Hal ini
dapat disebabkan oleh kesalahan paralaks yang terjadi saat penggilingan dan
pengayakan. Pada saat penggilingan dengan blender kering, waktu yang
digunakan tidak terlalu lama sehingga hasil gilingan menjadi kurang maksimal,
sedangkan dalam hal pengayakan, keterbatasan alat menjadi kendala, yaitu ukuran
ayakan yang terlalu kecil dan cara pengayakan yang belum begitu benar, sehingga
banyak butiran kasar juga masuk ke dalam tepung pati yang halus.
Kualitas tepung tapioka sangat ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu:
1. Warna tepung, tepung tapioka yang baik berwarna putih.
2. Kandungan air, tepung harus dijemur sampai kering benar sehingga kandungan
airnya rendah.
3. Banyaknya serat dan kotoran, banyaknya serat dan kayu yang digunakan harus
yang umurnya kurang dari 1 tahun karena serat dan zat kayunya masih sedikit
dan zat patinya masih banyak.
4. Tingkat kekentalan, daya rekat tapioka tetap tinggi dengan menghindari
penggunaan air yang berlebih dalam proses produksi.
Dengan mengolah ubi kayu lebih lanjut menjadi tepung tapioka, maka
keuntungan petani akan bertambah besar, sebab harga tepung tapioka lebih tinggi
dibandingkan harga ubi kayu segar yang hanya Rp 2.500,00 per kg di tingkat
konsumen. Selain itu, ubi kayu yang diubah menjadi tepung tapioka dapat
bertahan lebih lama (lebih awet) dan dapat digunakan untuk proses produksi lebih
lanjut.
Ubi kayu yang diolah menjadi tepung tapioka, nilai tambahnya akan
makin besar. Hal ini karena peralatan untuk mengolah ubi kayu segar menjadi
tepung tapioka tidak harus berupa mesin-mesin mahal. Alat pemarut kelapa yang
banyak dijumpai di pasar bisa digunakan untuk mengolah ubi kayu segar menjadi
tepung tapioka. Selain itu juga diperlukan alat pemeras (pengempa) dan wadah
untuk mengendapkan tepung tapiokanya.
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Pada praktikum ini dilakukan pembuatan tepung tapioka dari ubi kayu.
Tepung tapioka merupakan tepung pati ubi jalar. Pati ini diperoleh melalui
penghancuran ubi kayu segar, pelarutan dengan air, pemerasan, pengendapan pati
dan pengeringan. Ubi kayu yang digunakan adalah sebanyak 4 kg dan setelah
diolah, ubi kayu tersebut menghasilkan 180 gram tepung pati, sehingga persentase
hasilnya adalah 4.5%. Tepung tapioka yang diperoleh memiliki penampakan fisik
berwarna putih namun sedikit keruh (kekuningan).

Saran
1. Ketersediaan alat-alat untuk menunjang praktikum masih kurang lengkap dan
kurang banyak sehingga pelaksanaan praktikum masih kurang efisien.
2. Kapasitas ruang praktikum yang tidak sesuai dengan jumlah mahasiswa
praktikan, mahasiswa praktikan sangat banyak dibandingkan dengan ruangan
praktikum yang tidak terlalu luas. Untuk selanjutnya lebih baik jumlah
mahasiswa yang praktikum dikurangi agar kondisi pada saat praktikum lebih
kondusif.
DAFTAR PUSTAKA

Direktorat Gizi Depkes RI. 1981. Daftar Komposisi Bahan Pangan. Bhrata Karya
Aksara. Jakarta.

Esti dan Prihatman. 2000. Tepung tapioka. http://bebas.vlsm.org/v12/artikel


/pangan. [1 Desember 2010].

Food and Agriculture Organization (FAO). 2007. Cassava. http://www.fao.org. [1


Desember 2010]

Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. 1993. Deskripsi, Varietas


Unggul Palawija Jagung, Sorgum, Kacang-kacangan dan Ubi-ubian.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian.
Jakarta. 155 hal.

Suismono, Hadi S., dan Widowati. 2006. Pembuatan Tepung Kasava. Balai Besar
Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, Balai Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. Jakarta.

Radiyati dan Agusto. Tepung tapioka (perbaikan). 1990. Subang : BPTTG


Puslitbang Fisika Terapan – LIPI. Subang. Hal. 10-13.

Widowati, S. Tepung Aneka Umbi. 2009. Balai Besar Penelitian dan


Pengembangan Pascapanen Pertanian, Balai Penelitian dan Pengembangan
Pertanian. Jakarta.
LAMPIRAN

Gambar 1a dan 1b. Pengupasan ubi kayu

Gambar 2a dan 2b. Pemarutan ubi kayu

Gambar 3a dan 3b. Pemerasan parutan ubi kayu

Gambar 4. Hasil perasan parutan ubi kayu


Gambar 5. Hasil endapan pati yang siap untuk dioven

Gambar 6. Hasil endapan pati yang telah dioven dan siap untuk dihaluskan

Gambar 7. Hasil oven dihaluskan dengan diblender

Gambar 8. Tepung tapioka yang dihasilkan

You might also like