You are on page 1of 19

PENUGASAN

BLOK MEDIKOLEGAL

“TRANSPLANTASI ORGAN”

Disusun oleh :
Nama: Bustomi Kurnia
NIM: 07711159
Tutorial: 09
Dosen: dr. Fauzi

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2010/2011
TRANSPLANTASI ORGAN

BAB I

Ilustrasi Kasus
9 Maret 2006, untuk pertama kali dunia di kejutkan oleh praktek ambil paksa
organ tubuh manusia hidup hidup dari para pemeluk Falun Gong di Shenyang City,
propinsi Liaoning, China. Menurut saksi mata yg di interview oleh The Epoch Times,
organ tubuh itu di jual ke pasar gelap, dan sisa tubuh mayat nya di hancurkan dengan cara
di kremasi oleh rumah sakit. Sebelum di kremasi mayatnya, para pekerja rumah sakit
beramai ramai mengambil perhiasan dan jam dan gigi emas, dan menjualnya. Saksi mata
itu mengatakan, tak ada seorang pun yg selamat keluar dari kamp tahanan pemeluk Falun
Gong di China itu. Tercatat ada 6000 pemeluk Falun Gong yang di tahan di kamp rumah
sakit itu sejak 2001. Dua per tiga di antara nya sudah di bunuh untuk di ambil organ nya.
Organ yg di ambil adalah jantung, ginjal, liver, dan cornea.
WOIPFG (World Organization to Investigate the Persectution of Falun Gong)
adalah organisasi yg didirikan Falun Gong guna membeberkan ke dunia akan bukti bukti
adanya pengambilan paksa organ tubuh dari pemeluk Falun Gong dalam keadaan hidup
hidup. Ini jelas jelas adalah pelanggaran HAM berat oleh China. Sayangnya dunia tak
bisa berbuat banyak mengingat kuatnya posisi China dalam percaturan dunia.
Washington menyatakan, Shenyang adalah Auschwitz nya China modern saat ini. Inilah
pembunuhan yang di sponsori langsung oleh negara.
Proses pengambilan organ tubuh itu dilakukan dengan sangat brutal. Pemeluk
Falun Gong yg di hukum mati oleh negara karena agamanya itu, di bius lokal, sehingga ia
masih dalam keadaan sadar saat pisau bedah mulai lakukan aksi nya. Ia bisa merasakan
sayatan demi sayatan. Bius lokal di maksudkan agar pasien tidak meronta ronta kesakitan
dan tidak merepotkan tim dokter saat mengambil organ itu. Namun tetap saja pasien
merasakan kesakitan yg tidak terbayangkan oleh siapapun di muka bumi ini. Seusai
operasi, pasien di biarkan begitu saja, tidak di jahit, tidak apapun, luka operasi tetap di
biarkan terbuka begitu saja, dan seiring hilangnya pengaruh bius lokal, pasien di biarkan
menjerit jerit meraung raung kesakitan dalam ruangan isolasi hingga akhirnya meninggal
dunia dalam satuan menit saja. Begitu hebatnya rasa sakit yg mereka derita, hingga
goresan kuku mereka tergurat sangat dalam pada dinding ruang isolasi, lengkap dengan
bau anyir darah berceceran di mana mana. Mencakar dinding hingga berbekas seperti itu
adalah sesuatu yang mustahil di lakukan manusia dalam kondisi normal ada 36 kamp
neraka sejenis di seluruh penjuru China. Sala.
China memang secara resmi menganggap Falun Gong sebagai musuh negara.
Semenjak kejahatan China itu di beberkan ke dunia, maka diam diam China mulai
memindahkan para tahanan itu dari Shenyang ke kamp kamp lain yg di rahasiakan lokasi
nya. Diperkirakanh satunya adalah kamp Jilin (kode militer nya 672-S), menahan sekitar
12ribu pemeluk Falun Gong yang siap di eksekusi mati. Ada sebuah kereta barang khusus
yg bisa memindahkan 5000-7000 orang dalam satu malam saja, dan semuanya di borgol.
Penjualan organ tubuh Falun Gong di pasar gelap itu sudah mendunia, dan tiap
negara punya agen penjualan sendiri sendiri, termasuk Jakarta. Jika anda pernah main
main ke Mall Artha Gading di Jakarta, di sana ada beberapa penganut Falun Gong yg
rajin bagikan buletin perlawanan penjualan organ semacam itu. Dalam buletin mereka
menyatakan, ada beberapa rumah sakit di Jakarta yang diam diam menyalurkan organ
tubuh Falun Gong itu dengan harga selangit.
Tentu saja China secara resmi menolak semua tudingan itu, namun jika anda
search di internet, misalnya pakai keyword ‘live organ harvesting falun gong’ dan
kombinasi keyword sejenis seperti itu, maka anda akan temukan ribuan situs yang
membeberkan dosa dosa China itu ke dunia.
19 April 2006, wartawan Sky News dari Inggris, untuk pertama kali nya berhasil
mengabadikan diam diam proses pembantaian dan pengambilan organ tubuh dari Falun
Gong itu dengan kamera rahasia di sebuah rumah sakit di China, dimana para suster dan
dokter jelas jelas bicara di video itu jika mereka siap menyediakan organ tubuh itu, tidak
hanya di Cina, tapi juga secara internasional.
Hampir 400 rumah sakit di China sibuk mengiklankan diri nya dalam jasa
penyediaan transplantasi organ, menawarkan ginjal baru seharga cuma US$ 60 ribu, dan
mereka terang terangan mengakui jika itu adalah organ milik Falun Gong dan karenanya
sah menurut negara.
Hampir semua orang China yang di pernah interview oleh dunia luar China,
lenyap di telan bumi. Berikut ini adalah rekaman pembicaraan dengan dokter di CHina :
Q: Berapa banyak organ Falun Gong berusia di bawah 40 tahun yg anda miliki
A: Ada beberapa
Q: Apakah mereka adalah organ Falun Gong yang masih sehat ?
A: Benar, karena kami mau memastikan kualitas yg terbaik dalam operasi transplantasi
kami
Q: APakah anda menjamin anda sendiri yang memilih organ tersebut ?
A:Benar
Kami lebih takut dengan bentuk iblis seperti ini daripada hantu hantuan yang
banyak terdapat di film film. Untuk mengambil kornea mata, cuma perlu 20 menit saja,
satu dokter bedah Cina saja bisa mengambil 2000 kornea hanya dalam 83 hari saja.
Musium di Lanzhou, bagian propinsi Gansu di China juga terang terangan
memamerkan spesimen tubuh manusia betulan (para terpidana Falun Gong) dan ratusan
sampel kecil lainnya seperti organ dan kulit seperti yg terlihat dalam gambar diatas.
Mayat mayat Falun Gong itu di kuliti sedemikian dan di bentuk sedemikian seperti
tengah beraktifitas sehari hari seperti mengetik komputer, berlari, jalan kaki, main basket
dan banyak kegiatan lainnya.
Beberapa di antara nya bahkan memperlihatkan mayat wanita lengkap dengan
bayi yg masih ada didalam kandungan, bukti kekejaman Cina yg menghukum mati
wanita Falun Gong malang yg tengah hamil itu pasca pengambilan organnya. Mereka
semua adalah pengikut Falun Gong yg di hukum mati dan sudah di ambil organ tubuh
nya, sebagian di kremasi, dan sebagian lainnya di awetkan seperti gambar diatas dan di
jadikan bahan pameran. Barangkali ini adalah shock terapi pemerintah Cina terhadap
pihak pihak yg berseberangan dengan komunis Cina itu berpikir 2 kali sebelum berurusan
dengan mereka.
Di luar negeri pameran itu dilakukan oleh ahli anatomi Jerman, Gunther Von
Hagens. Ia mengaku mendapatkan specimen tubuh itu dari para terpidana mati Falun
Gong pasca pengambilan organ. Gambar diatas menunjukkan pria Falun Gong yg tengah
mengangkat kulit badannya sendiri.
BAB II
Fakta Biomedis
I.Definisi

Transplantasi adalah perpindahan sebagian atau seluruh jaringan atau organ dari satu
individu pada individu itu sendiri atau pada individu lainnya baik yang sama maupun
berbeda spesies. Saat ini yang lazim di kerjakan di Indonesia saat ini adalah
pemindahan suatu jaringan atau organ antar manusia, bukan antara hewan ke manusia,
sehingga menimbulkan pengertian bahwa transplantasi adalah pemindahan seluruh atau
sebagian organ dari satu tubuh ke tubuh yang lain atau dari satu tempat ke tempat yang
lain di tubuh yang sama. Transplantasi ini ditujukan untuk mengganti organ yang rusak
atau tak berfungsi pada penerima dengan organ lain yang masih berfungsi dari donor1,2.
Donor adalah orang yang menyumbangkan alat dan atau jaringan tubuhnya
kepada orang lain untuk tujuan kesehatan. Donor organ dapat merupakan organ hidup
ataupun telah meninggal. Sedangkan resipien adalah orang yang akan menerima
jaringan atau organ dari orang lain atau dari bagian lain dari tubuhnya sendiri2.
Transplantasi organ dapat dikategorikan sebagai ‘life saving’ sedangkan transplantasi
jaringan dikategorikan sebagai ‘life enhancing’3.
II.Jenis-Jenis Transplantasi
Kini telah dikenal beberapa jenis transplantasi atau pencangkokan ,baik berupa
cel,jaringan maupun organ tubuh yaitu sebagai berikut:

1.Transplantasi Autologus
Yaitu perpindahan dari satu tempat ketempat lain dalam tubuh itu sendiri,yang
dikumpulkan sebelum pemberian kemoterapi,

2.Transplantasi Alogenik
Yaitu perpindahan dari satu tubuh ketubuh lain yang sama spesiesnya,baik dengan
hubungan keluarga atau tanpa hubungan keluarga,

3.Transplantasi Singenik
Yaitu perpindahan dari satu tubuh ketubuh lain yang identik,misalnya pada gambar
identik,

4.Transplantasi Xenograft
Yaitu perpindahan dari satu tubuh ketubuh lain yang tidak sama spesiesnya.

Organ atau jaringan tubuh yang akan dipindahkan dapat diambil dari donor yang hidup
atau dari jenazah orang yang baru meninggal dimana meninggal sendiri didefinisikan
kematian batang otak. Organ-organ yang diambil dari donor hidup seperti : kulit ginjal
sumsum tulang dan darah (transfusi darah). Organ-organ yang diambil dari jenazah
adalah jantung,hati,ginjal,kornea,pancreas,paru-paru dan sel otak.Dalam 2 dasawarsa
terakhir telah dikembangkan tehnik transplantasi seperti transplantasi arteria mamaria
interna dalam operasi lintas koroner oleh George E. Green. dan Parkinson

Fakta Bioetika
Transplantasi merupakan upaya terakhir untuk menolong seorang pasien dengan
kegagalan fungsi salah satu organ tubuhnya.dari segi etik kedokteran tindakan ini wajib
dilakukan jika ada indikasi,berlandaskan dalam KODEKI,yaitu:
Pasal 2.
Seorang dokter harus senantiasa melakukan profesinya menurut ukuran tertinggi.
Pasal 10.
Setiap dokter harus senantiasa mengingat dan kewajibannya melindungi hidup insani.

Pasal 11.
Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan
keterampilannya untuk kepentingan penderita.

Pasal-pasal tentang transplantasi dalam PP No. 18 tahun 1981,pada hakekatnya telah


mencakup aspek etik,mengenai larangan memperjual belikan alat atu jaringan tubuh
untuk tujuan transplantasi atau meminta kompensasi material.
Yang perlu diperhatikan dalam tindakan transplantasi adalah penentuan saat mati
seseorang akan diambil organnya,yang dilakukan oleh (2) orang doter yang tidak ada
sangkut paut medik dengan dokter yang melakukan transplantasi,ini erat kaitannya
dengan keberhasilan transplantasi,karena bertambah segar organ tersebut bertambah baik
hasilnya.tetapi jangan sampai terjadi penyimpangan karena pasien yang akan diambil
organnya harus benar-benar meninggal dan penentuan saat meninggal dilakukan dengan
pemeriksaan elektroensefalografi dan dinyatakan meninggal jika terdapat kematian
batang otak dan sudah pasti tidak terjadi pernafasan dan denyut jantung secara
spontan.pemeriksaan dilakukan oleh para dokter lain bukan dokter transplantasi agar
hasilnya lebih objektif.
Selain itu, Isu-isu etis dari donor organ hidup harus mempertimbangkan dalam
empat dasar prinsip etika biomedis:
a. Prinsip Beneficience, yaitu prinsip moral yang mengutamakan tindakan yang ke
kebaikan pasien. Prinsip ini menentukan seorang dokter untuk melakukan yang
baik bagi orang lain terutama bila tidak ada resiko yang terlibat bagi pendonor.
Dalam konteks donasi organ hidup tujuan kebaikan dapat mengesampingkan
prinsip non-malleficence jika kemungkinan manfaatnya lebih besar dari resikonya
b. Prinsip Non-malleficence, yaitu dalam operasi pengambilan organ untuk
transplantasi sebenarnya kerugian secara fisik akan dialami oleh donor yang sehat
dan baik. Donor akan mengalami resiko kematian dan morbidilitas baik secara
fisik maupun psikologis. Tindakan donor organ hidup dengan demikian harus
dipertimbangkan keseimbangan antara resiko dan manfaat. Beberapa anggapan
bahwa donor mungkin tidak akan mendapar keuntungan secara langsung dengan
tindakannya, tetapi pendonor akan merasa puas bahwa mereka telah melakukan
sesuatu yang besar atau terpuji terhadap orang yang mereka cintai.
c. Pinsip Autonomis (otonomis), yaitu merupakan prinsip moral yang menghormati
hak-hak pasien, terutama hak otonomi pasien. Dalam transplantasi organ dokter
menekankan altruisme (sikap mementingkan kepentingan orang lain) sebagai
dasar untuk donasi organ. Proses memberikan persetujuan tanpa paksaan
(informed consent) merupakan tindakan altruisme. Donor hidup akan membuat
keputusan untuk menyumbangkan organ nya tanpa paksaan jika prinsip otonomi
ditegakkan. Salah satu pembenaran dalam donor organ hidup adalah dilaksanakan
secara otonomi individu. Kebanyakan donor telah membuat keputusan sesuai
kehendak mereka sendiri. Meskipun dalam faktanya masih terdapat unsur paksaan
secara halus dalam mendonorkan organ, seperti keluarga yang secara ekonomi
tergantung terhadap salah satu keluarga yang membutuhkan organ, dengan
melihat keadaan seperti itu, merasa memiliki kewajiban untuk melakukan donasi
organ. Seorang dokter membantu calon donor dalam membuat keputusannya
sendiri dengan independen dan objektif termasuk resiko jangka panjang dan
pendek.
d. Prinsip Keadilan, yaitu pada prinsip ini donasi organ hidup dilakukan secara adil
tanpa dipengaruhi oleh faktor lain seperti untuk kepentingan suatu lembaga
tertentu untuk status sosial atau lainnya, namun hanya untuk pasien yang memang
benar-benar membutuhkan karena masalah kesehatannya, sehingga dalam alokasi
organ benar-benar terjaga

Fakta Hukum
Transplantasi organ sangat erat kaitannya dengan bidang hukum karena di
dalamnya juga terdapat hak dan kewajiban orang yang berpotensi menimbulkan
permasalahan. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 1992 tentang
Kesehatan, transplantasi adalah rangkaian tindakan medis untuk memindahkan organ dan
atau jaringan tubuh manusia yang berasal dari tubuh orang lain atau tubuh sendiri dalam
rangka pengobatan untuk menggantikan organ dan atau jaringan tubuh yang tidak
berfungsi dengan baik. Dasar hukum dilaksanakannya transplantasi organ sebagai suatu
terapi adalah Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan
Pasal 32 ayat (1), (2), (3) tentang hak pasien untuk memperoleh kesembuhan dengan
pengobatan dan perawatan atau cara lain yang dapat dipertanggungjawabkan11.
Pasal 32 ayat (1) berbunyi: Penyembuhcm penyakit dan pemulihan kesehatan
diselenggarakan untuk mengembalikan status kesehatan akibat penyakit, mengembalikan
fungsi badan akibat cacat atau menghilangkan cacat11.
Pasal 32 ayat (2) berbunyi: Penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan
dilakukan dengan pengobatan dan atau perawatan11.
Pasal 32 ayat (3) berbunyi: Pengobatan dan atau perawatan dapat dilakukan
berdasarkan ilmu kedokteran dan ilmu keperawatan atau cara lain yang dapat
dipertanggungjawabkan11.
Peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia yang mengatur tentang
pelaksanaan transplantasi organ adalah Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang
Kesehatan dan Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1981 tentang Bedah Mayat Klinis dan
Bedah Mayat Anatomis serta Transplantasi Alat atau Jaringan Tubuh Manusia. Pada
Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, pelaksanaan transplantasi diatur
dalam Pasal 34 yang berbunyi2,11:
Pasal 34 Ayat (1): Transplantasi organ dan atau jaringan tubuh hanya dapat
dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu
dan dilakukan di sarana kesehatan tertentu11.
Pasal 34 Ayat (2): Pengambilan organ dan atau jaringan tubuh dari seorang
donor harus memperhatikan kesehatan donor yang bersangkutan dan ada persetujuan
donor dan ahli waris atau keluarganya11.
Pasal 34 Ayat (3): Ketentuan mengenai syarat dan tata cara penyelenggaraan
transplantasi sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) dan Ayat (2) ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah11.
Pada Peraturan Pemerintah tersebut, transplantasi diatur dalam Pasal 10, 14, 15,
16, 17, dan 18 2, Pasal-pasal tersebut yaitu:
Pasal 10 berbunyi: Transplantasi alat atau jaringan tubuh manusia dilakukan dengan
memperhatikan ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a dan
b, yaitu harus dengan persetujuan tertulis penderita dan atau keluarganya yang terdekat
setelah penderita meninggal2.
Pasal 14 berbunyi: Pengambilan alat dan atau jaringan tubuh manusia untuk keperluan
transplantasi atau bank mata dari korban kecelakaan yang meninggal dunia dilakukan
dengan pernyataan tertulis keluarga dekat2.
Pasal 15 berbunyi: Sebelum persetujuan tentang transplantasi alat dan atau jaringan
tubuh manusia diberikan oleh calon donor hidup, calon donor yang bersangkutan
terlebih dahulu diberitahu oleh dokter yang merawatnya, termasuk dokter konsultan
mengenai sifat operasi, akibat-akibat dan kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi.
Dokter yang merawatnya harus yakin benar bahwa calon donor yang bersangkutan telah
menyadari sepenuhnya arti dari pemberitahuan tersebut2.
Pada Pasal 10,14, dan 15 tersebut diatas diatur tentang informed consent baik pada
donor hidup maupun donor jenazah. Untuk transplantasi dengan donor hidup, maka harus
diberikan informed consent harus diberikan diatas kertas bermaterai disaksikan oleh dua
orang saksi, hal ini sesuai dengan Pasal 13 PP No. 18 Tahun 1981. Namun tidak
dijelaskan secara rinci siapa yang berhak sebagai saksi2.
Sebelum seseorang memutuskan menjadi donor hidup, seseorang harus mengetahui
dan mengerti resiko yang akan dihadapinya, selain itu orang tersebut tidak boleh
mengalami tekanan psikologi2. Sehingga yang dapat menjadi donor hidup adalah
seseorang yang sudah berhak melakukan perbuatan hokum, yaitu apabila sudah cukup
umur dan sehat akalnya. Menurut hukum perdata di Indonesia, seseorang dikatakan sudah
cukup umur jika sudah berumur 21 tahun atau sudah menikah6.
Namun Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1981 tidak mengatur organ apa saja
yang boleh disumbangkan. Di beberapa negara transplantasi organ di batasi pada ginjal
saja dengan pertimbangan ginjal meupakan organ vital yang dapat menyelamatkan nyawa
dan orang bisa hidup dengan satu ginjal saja. Sementara untuk organ lain yang tidak
berfungsi menyelamatkan nyawa tidak dibenarkan diambil sebagai donor hidup meskipun
individu tersebut bersedia6.
Sedangkan untuk komersialisasi organ dan atau jaringan tubuh manusia lainnya
diatur dalam Pasal 16 dan 17.
Pasal 16 berbunyi: Donor atau keluarga donor yang meninggal dunia tidak berhak atas
suatu kompensasi material apapun sebagai imbalan transplantasi2.
Pasal 17 berbunyi: Dilarang memperjualbelikan alat dan atau jaringan tubuh manusia2.
Sedangkan pada Pasal 18 diatur tentang pengiriman organ dan atau jaringan tubuh
manusia dari dan ke luar negeri.
Pasal 18 berbunyi: Dilarang mengirim dan menerima alat dan atau jaringan tubuh
manusia dalam segala bentuk ke dan dari luar negeri2.
Peraturan pemerintah No. 18 Tahun 1981 ini dibuat jauh sebelum Undang-Undang
tentang Kesehatan yaitu UU No. 23 Tahun 1992 sehingga tidak ditemukan penjelasan
yang yang rinci mengenai transplantasi organ dan komersialisasinya2.
Fakta Hukum Islam
Islam memerintahkan agar setiap penyakit diobati. Membiarkan penyakit bersarang
dalam tubuh dapat berakibat fatal, yaitu kematian. Membiarkan diri terjerumus pada
kematian adalah perbuatan terlarang,

29 : ‫حْيًما ) النسآء‬
ِ ‫ن ِبُكْم َر‬
َ ‫ل َكا‬
َ ‫نا‬
ّ ‫سُهْم ِإ‬
َ ‫لَتـْقـُتـُلْوا َاْنـُف‬
َ ‫) َو‬

"... dan janganlah kamu membunuh dirimu ! Sesungguhnya Allah Maha Penyayang
kepadamu." (QS. An-Nisa 4: 29)

Maksudnya, apabila sakit, berobatlah secara optimal sesuai dengan kemampuan karena
setiap penyakit sudah ditentukan obatnya. Dalam sebuah riwayat diceritakan bahwa
seorang Arab Badui mendatangi Rasulullah saw. seraya bertanya, Apakah kita harus
berobat? Rasulullah menjawab, “Ya hamba Allah, berobatlah kamu, sesungguhnya Allah
tidak menurunkan penyakit melainkan juga (menentukan) obatnya, kecuali untuk satu
penyakit.” Para shahabat bertanya, “Penyakit apa itu ya Rasulullah?” Beliau menjawab,
“Penyakit tua.” (HR. Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad)

Nah, transplantasi termasuk salah satu jenis pengobatan. Dalam kaidah metode
pengambilan hukum disebutkan Al-Ashlu fil mu’amalati al-ibaahah illa ma dalla daliilun
‘ala nahyi. (Pada prinsipnya, urusan muamalah (duniawi) itu diperbolehkan kecuali kalau
ada dalil yang melarangnya). Maksudnya, urusan duniawi silakan dilakukan selama tidak
ada dalil baik Al Quran ataupun hadits yang melarangnya.

Transplantasi bisa dikategorikan urusan muamal (duniawi). Kalau kita amati, tidak ada
dalil baik dari Al Qur’an ataupun hadits yang melarangnya. Jadi trasplantasi itu urusan
duniawi yang diperbolehkan. Persoalannnya, bagaimana hukum mendonorkan organ
tubuh untuk ditransplantasi? Islam memerintahkan untuk saling menolong dalam
kebaikan dan mengharamkannya dalam dosa dan pelanggaran.

2 : ‫ن ) المـائـدة‬
ِ ‫لْثِم َواْلُعْدَوا‬
ِ ‫عَلى ْا‬
َ ‫لَتَعاَوُنْوا‬
َ ‫عَلى اْلِبّر َوالّتْقَوى َو‬
َ ‫) َتَعـاَو ُنـْوا‬
"Dan tolong menolonglah kamu dalam berbuat kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong
menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran." (QS. Al-Maidah 5 :2)

Menolong orang lain adalah perbuatan mulia. Namun tetap harus memperhatikan kondisi
pribadi. Artinya, tidak dibenarkan menolong orang lain yang berakibat membinasakan
diri sendiri, sebagaimana firman-Nya,

195 : ‫ل ُتـْلـُقْوا ِبَأْيِدْيُكْم ِإَلى الّتْهُلَكِة ) البقرة‬


َ ‫) َو‬
“…dan janganlah kamu menjerumuskan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan.” (QS. Al-
Baqarah 2: 195)

Jadi, jika menurut perhitungan medis menyumbangkan organ tubuh itu tidak
membahayakan pendonor atau penyumbang, hukumnya boleh, bahkan dikategorikan
ibadah kalau dilakukan secara ikhlas. Namun, bila mencelakakannya, hukumnya haram.
Lalu, bagaimana dengan pemanfaatan organ tubuh manusia yang sudah meninggal? Ada
dua pendapat tentang masalah ini.

Pendapat pertama mengatakan, haram memanfaatkan organ tubuh manusia yang sudah
meninggal, karena sosok mayat manusia harus dihormati sebagaimana ia dihormati
semasa hidupnya. Landasannya, sabda Rasulullah saw., “Memotong tulang mayat sama
dengan memotong tulang manusia ketika masih hidup.” (HR. Abu Daud)

Pendapat kedua menyatakan, memanfaatkan organ tubuh manusia sebagai pengobatan


dibolehkan dalam keadaan darurat. Alasannya, hadits riwayat Abu Daud yang melarang
memotong tulang mayat tersebut berlaku jika dilakukan semena-mena tanpa manfaat.
Apabila dilakukan untuk pengobatan, pemanfaatan organ mayat tidak dilarang karena
hadits yang memerintahkan seseorang untuk mengobati penyakitnya lebih banyak dan
lebih meyakinkan daripada hadits Abu Daud tersebut.

Akan tetapi pemanfaatannya harus mendapat izin dari orang tersebut (sebelum ia wafat)
atau dari ahli warisnya (setelah ia wafat). Tanpa mengurangi rasa hormat kepada
pendapat pertama, menurut hemat saya, pendapat kedua lebih logis untuk diterima.
Karena itu wajar kalau sebagian besar ulama madzhab Hanafi, Syafi’i, Maliki, Hanbali,
dan ulama Zaidiyyah membolehkannya. Kesimpulannya, transplantasi merupakan cara
pengobatan yang diperbolehkan Islam.

Menjadi pendonor hukumnya mubah (boleh) bahkan bernilai ibadah kalau dilakukan
dengan ikhlas asal tidak membinasakan pendonor dan menjadi haram bila
membinasakannya. Orang meninggal boleh dimanfaatkan organnya untuk pengobatan
dengan catatan sebelum wafat orang tersebut mengizinkannya. Wallahu A’lam.
BAB III
Pada kasus yang telah disebutkan di bab sebelumnya sangat jelas bahwa telah
terjadi pengambilan organ tubuh secara paksa. Pengambilan organ tersebut diambil dari
tahanan penganut Fang Gong yang notabene sudah dianggap musuh di negara China
tersebut.
Menurut beberapa saksi mengatakan bahwa sebelum pengambilan organ
dilakukan, korban biasanya dianiaya dahulu dan diberi makan secara paksa. Dan
pengambilan organ benar-benar dalam kondisi si korban masih hidup dan sadar. Bius
biasanya hanya dilakukan bius lokal dan korban merasakan sayatan demi sayatan yang
dilakukan oleh dokter saat itu. Luka bekas pengambilan organ biasanya dibiarkan terbuka
dan seiring dengan berkurangnya efek bius lokal si korban merasakan rasa sakit yang
begitu dalam dan pada akhirnya meninggal dunia
Pihak pemerintahan China yang menurut kabar telah melegalkan aksi
pengambilan organ tersebut meskipun sangat rahasia. Meraup keuntungan dari hasil
penjualan organ tubuh merupakan alasan utama mengapa perbuatan yang melanggar
HAM berat tersebut dilakukan. Organ-organ yang diperdagangkan biasanya berupa
jantung, ginjal, hati dan kornea. Penjualan dan pengiriman organ dilakukan sampai
belahan dunia, bahkan beberapa rumah sakit di Jakarta dikabarkan telah menawarkan
organ tubuh yang notebene diperoleh dari China
Menurut fakta biomedis tranplantasi organ yang dilakukan merupakan jenis
transplantasi alogenik yaitu perpindahan organ dari satu tubuh ke tubuh lain yang sama
spesiesnya (yaitu manusia) baik dengan hubungan keluarga atau tanpa hubungan
keluarga. Tetapi pengambilan organ seperti jantung, hati, ginjal dan pangkreas yang telah
dilakukan pada kasus tersebut secara hidup-hidup sungguh tidak dibenarkan.
Pengambilan organ tersebut selayaknya diambil dari jenazah / kondisi pendonor yang
sudah dikatakan mati batang otak.
Pada kasus yang terjadi dan telah disebutkan sebelumnya dapat diambi kesimpulan
bahwa hal tersebut dilakukan hanya mementingkan Prinsip Beneficience saja karena
hanya mengutamakan tindakan kepada kebaikan pasien. Sedangkan prinsip etika
biomedis yang lain (seperti Prinsip Non-malleficence, Prinsip Autonomis dan Prinsip
Keadilan) dikesampingkan
Prinsip Non-malleficence tidak dipertimbangkan karena tidak mempertimbangkan
resiko kematian dan morbidilitas baik secara fisik maupun psikologis terhadap pendonor,
dalam kasus ini pendonor adalah korban pengambilan organ secara paksa dan hidup-
hidup serta dibiarkan meninggal setelah pengambilan organ dilakukan
Selain itu pada kasus yang sedang dibahas ini tidak mempertimbangkan Prinsip
Autonomis karena dalam hal ini dokter yang melakukan tindakan transplantasi organ
terhadap pendonor saat itu dilakukan tanpa tindakan altruisme. Dokter tersebut tidak
melakukan tindakan informed consent kepada pendonor terlebih dahulu dan langsung
dilakukan pengambilan organ secara paksa.
Dan juga tidak mempertimbangkan Prinsip Keadilan karena tindakan yang
melanggar HAM berat tersebut semata-mata hanya mementingkan pencarian keuntungan
bagi oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab. Dalam hal ini melalui komersialisme
penjualan organ-organ tubuh praktisi Falun Gong sampai hampir dibelahan dunia serta
pengadaan jasa pemasangan organ beberapa rumah sakit di China. Selain itu
Pengalokasian organ benar-benar tidak terjaga karena pengalokasian organ dilakukan
secara berlebihan dan benar-benar tidak dibutuhkan kepada pasien karena masalah
kesehatan, yang semata-mata hanya bertujuan untuk mengganti organ yang baru saja.
Bahkan ada pengakuan dari salah satu konsumen transplantasi organ Falun Gong di
Jerman bahwa dia sampai mengganti organ hati nya empat kali dalam kurun waktu 3
bulan. Dan dalam hal ini pada akhirnya mengarah ke tindakan yang mubadzir dan
pemborosan
Menurut fakta bioetik profesi kedokteran, transplantasi organ yang dilakukan
pada kasus tersebut sudah dikatakan melanggar menurut KODEKI. Kasus tersebut sudah
melanggar pasal 10 karena dokter yang mengambil organ pada kasus tersebut tidak
melindungi hidup insani si pendonor dan membiarkannya meninggal setelah organ
diambil secara hidup-hidup.
Menurut fakta hukum yang berlaku di indonesia, kasus tersebut sudah melanggar
Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan dan Peraturan Pemerintah No. 18
Tahun 1981 tentang Bedah Mayat Klinis dan Bedah Mayat Anatomis serta Transplantasi
Alat atau Jaringan Tubuh Manusia terutama pada pasal 34 ayat (2) karena pengambilan
organ tidak memperhatikan kesehatan donor yang bersangukan serta tidak adanya
persetujuan dari donor, ahli waris ataupun keluarganya. Pada peraturan pemerintah Pasal
13 PP No. 18 1981 yang mengatur tata cara penyelenggaran transplantasi, kasus tersebut
bisa dikenakan pasal 10, 14, 15 karena pihak dokter pada kasus tersebut tidak melakukan
informed consent terlebih dahulu kepada pendonor sebelum dilakukan transplantasi atau
pengambilan organ.
Sedangkan untuk komersialisasi yang telah dilakukan dalam kasus tersebut bisa
dikenakan pasal 17 karena telah memperjualbelikan organ tubuh manusia kebelahan
dunia. Selain itu juga bisa dikenakan pasal 18 karena telah mengirin organ sampai ke luar
negeri
Menurut fakta hukum Islam perbuatan transplantasi organ yang dilakukan pada
kasus tersebut bisa dikatakan haram hukumnya. Sebagaimana firman-Nya
195 : ‫ل ُتـْلـُقْوا ِبَأْيِدْيُكْم ِإَلى الّتْهُلَكِة ) البقرة‬
َ ‫) َو‬
“…dan janganlah kamu menjerumuskan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan.” (QS. Al-
Baqarah 2: 195) . Dan dalam kasus tersebut sangatlah jelas bahwa pendonor telah
dibinasakan. Sesuai dengan hadits riwayat Abu Daud yang telah disebutkan di bab
sebelumnya, kasus tersebut dikatakan haram hukumnya karena pengambilan organ
dilakukan secara semena-mena dan dengan paksaan.
BAB IV
Kesimpulan
1. Transplantasi organ dan atau jaringan tubuh manusia sebagai salah satu kemajuan
teknologi di bidang kedokteran perlu diatur dengan Undang-Undang sehingga
tidak terjadi komersialisasi dalam transplantasi organ.
2. Sebelum melakukan transplantasi organ dan atau jaringan tubuh, seseorang yang
memutuskan menjadi donor harus mengetahui dan mengerti resiko yang dihadapi
baik resiko di bidang medis, pembedahan maupun resiko untuk kehidupannya
lebih lanjut sebagai kekurangan jaringan atau organ yang telah dipindahkan.
3. Bagi donor jenazah sebelum pengambilan organ dilakukan informed consent pada
jenazah tersebut, jika diketahui identitasnya maka informed consent didapatkan
dari keluarga atau ahli warisnya. Jika tidak diketahui identitasnya, maka jenazah
tersebut dianggap milik negara sehingga dokter forensik dapat mengambil organ
atau jaringan tubuh untuk kemudian diserahkan pada bank organ dan jaringan
tubuh.
4. Penegakan hukum tentang transplantasi di Indonesia masih sulit di tegakkan
karena UU No 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan dan Peraturan Pemerintah No
18 Tahun 1981 tentang Bedah Mayat Klinis dan Bedah Mayat Anatomis serta
Transplantasi Alat atau Jaringan Tubuh Manusia tidak memuat batasan yang jelas.
5. Komersialisasi organ dan atau jaringan tubuh manusia mereupakan tindakan
pidana yang bersifat delik biasa sehingga penyidik berwenang melakukan
penyidikan meskipun tanpa laporan dari masyarakat.

Saran
1. Sebaiknya penegakan hukum tentang transplantasi organ di Indonesia lebih
diperketat lagi untuk mencegah terjadinya kasus pengambilan organ secara paksa
2. Aparat penegak hukum sebaiknya mengusut tuntas penjualan organ yang
dikabarkan telah sampai di Indonesia
3. Masyarakat sebaiknya dapat memanfaatkan teknologi transplantasi organ lebih
baik lagi dan tetap mementingkan fakta biomedis, fakta bioetik, hukum, hukum
islam dan norma-norma yang berlaku

DAFTAR PUSTAKA

1. Teresa,L. Nilai Etika Transplantasi Organ. Available at:


http://www./maranatha.com/transplantasi (Accessed: May 30, 2008)
2. Suprapti, S.R. Etika Kedokteran Indonesia.Transplantasi. Edisi 2. Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta. 2001.
3. Anonim. Organ Transplant. Available at: http://www.en.wikipedia.com
(Accessed: May 27, 2008)
4. Triana, N. Menengok Transplantasi Organ di China. Available at:
http://www.jurnalnasional.com (Accessed: May 29,2008)
5. Kaldjian, L. Are Individuals Diagnosed With Brain Death Really
Dead?.Available at: http://www.JHASIM.com (Accessed:May 30, 2008)
6. Karthi,L.P.Aghnihotri,A.K.Corneal Transplant. Available at:
http://www.InternetJournalMedicine.org/transplantation (Accessed : May 29,
2008)
7. Plueckhahn,V,Cordner,S. Ethics, Legal Medicine & Forensic Pathology.Human
Tissue Transplantation and The Law, 2nd Edition. Melbourne University Press.
Melbourne.1991.
8. Baxter, C. R. Heck,E.L.Petty, C.S. Transplantation Programs and Medicolegal
Investigation.Psychiatry and Forensic Medicine.2001.
9. Eser,L,E. Murat, T. Brain Death and Scintigraphy. Turk Geriatri Dergisi.Turki.
2004
10. Truog, R, D. The Ethics of Organ Donation by Living Donors. Available at:
http://www.NEJM.com (Accessed: May 30, 2008)
11. Undang-undang Republik Indonesia No.23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.

You might also like