You are on page 1of 12

20

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Penelitian Terdahulu
Penggalian dari wacana penelitian terdahulu dilakukan sebagai upaya
memperjelas tentang variabel-variabel dalam penelitian ini, sekaligus untuk
membedakan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya. Umumnya kajian yang
dilakukan oleh peneliti-peneliti dari kalangan akademis dan telah
mempublikasikannya pada beberapa jurnal cetakan dan jurnal online (internet).
Penelitian mengenai motivasi dan kepuasan kerja yang dilakukan peneliti terdahulu
antara lain: Listiyanto dan Setiaji (2007), Ma’rifah (2005) dan Damayanti (2006).
Listiyanto dan Setiaji (2007) melakukan penelitian dengan judul Pengaruh
Motivasi, Kepuasan, dan Disiplin Kerja Terhadap Kinerja Karyawan (Studi Kasus di
Lingkungan Pegawai Kantor PDAM Kota Surakarta). Kesamaan dalam penelitian
tersebut adalah dalam metode penelitian dilakukan dengan metode survey dan
kuesioner sebagai alat pengumpulan data utama dengan model analisis regresi linier
berganda. Sedangkan perbedaannya adalah variabel bebas yang diteliti adalah 3
(satu) yaitu motivasi, kepuasan kerja dan disiplin kerja dan sedangkan dalam
penelitian ini variabel bebasnya adalah motivasi dan kepuasan kerja dan motivasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel motivasi, kepuasan kerja, dan variabel
disiplin kerja terbukti mempunyai pengaruh positif dan signifikan.
37
Ma’rifah (2005) melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Motivasi
Kerja Dan Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Pekerja Sosial Pada Unit Pelaksana
Teknis Dinas Sosial Propinsi Jawa Timur. Kesamaan dalam penelitian tersebut adalah
dalam metode penelitian dilakukan dengan metode sensus dan kuesioner sebagai alat
pengumpulan data utama dengan model analisis regresi linier berganda. Sedangkan
perbedaannya adalah variabel bebas yang diteliti adalah 2 (dua) yaitu motivasi kerja
dan budaya organisasi sedangkan dalam penelitian ini variabel bebasnya adalah
motivasi dan kepuasan kerja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa motivasi kerja dan
budaya organisasi secara bersama-sama (serempak) berpengaruh signifikan terhadap
kinerja pekerja sosial. Variabel yang paling dominan mempengaruhi kinerja pekerja
sosial adalah budaya organisasi data menunjukkan hubungan positif (searah) antara
budaya organisasi dengan kinerja pekerja sosial.
Damayanti (2006) melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Faktor-Faktor
Motivasi Terhadap Kinerja Pegawai (Studi Pada PT. PLN (Persero) Distribusi Jawa
Timur Area Pelayanan dan Jaringan Malang). Kesamaan dalam penelitian tersebut
adalah dalam metode penelitian dilakukan dengan metode survey dan kuesioner
sebagai alat pengumpulan data, analisis data dengan regresi linier berganda.
Sedangkan perbedaannya adalah variabel bebas yang diteliti adalah 3 (satu) yaitu
karateristik individu, karakteristik pekerjaan dan karakteristik situasi kerja sedangkan
dalam penelitian ini variabel bebasnya adalah motivasi dan kepuasan kerja. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa variabel bebas yang meliputi karakteristik individu,
karakteristik pekerjaan, dan karakteristik situasi kerja secara bersama-sama
38
berhubungan dan berpengaruh sangat kuat terhadap pegawai. Hal ini dapat dilihat
dari hasil sig F < 5% (0,000 < 0,05) yang artinya bahwa secara bersama-sama
variabel karakteristik individu (X
1
), karakteristik pekerjaan (X
2
), dan karakteristik
situasi kerja (X
3
) berpengaruh secara signifikan terhadap variabel kinerja pegawai.
II.2. Teori Tentang Motivasi
II.2.1. Pengertian dan Tujuan Motivasi
Untuk memberikan dorongan dan menggerakkan orang-orang agar mereka
bersedia bekerja semaksimal mungkin, perlu diusahakan adanya komunikasi dan
peran serta dari semua pihak yang bersangkutan. Motivasi menunjukkan agar manejer
mengetahui bagaimana memberikan informasi yang tepat kepada bawahannya agar
mereka menyediakan waktunya guna melakukan usaha yang diperlukan untuk
memperoleh saran-saran dan rekomendasi-rekomendasi mengenai masalah yang
dihadapi. Untuk itu diperlukan keahlian manejer untuk memberikan motivasi kepada
bawahannya agar bisa bekerja sesuai dengan pengarahan yang diberikan.
Manullang (2004) menyatakan bahwa, motivasi adalah memberikan daya
perangsang kepada karyawan yang bersangkutan agar karyawan tersebut bekerja
dengan segala daya dan upayanya.
Menurut McCormick dalam Mangkunegara (2000), motivasi kerja adalah
kondisi yang berpengaruh membangkitkan, mengarahkan dan memelihara perilaku
yang berhubungan dengan lingkungan kerja. Sedangkan Nawawi (2003) menyatakan:
39
motivasi adalah suatu kondisi yang mendorong atau menjadi sebab seseorang
melakukan suatu perbuatan/kegiatan yang berlangsung secara sadar.
Dari defenisi di atas tersebut dapat dijelaskan bahwa pimpinan harus
mengetahui apa dan bagaimana yang harus dipenuhi (pemuas kebutuhan karyawan)
sehingga dapat menjadi daya pendorong bagi karyawan untuk berperilaku ke arah
tercapainya tujuan perusahaan.
Dalam pemberian motivasi seluruh perusahaan mempunyai kesamaan tujuan
untuk merangsang dan mendorong individu agar bekerja lebih giat, efisien dan efektif
dalam rangka mencapai tujuan perusahaan. Ada beberapa tujuan yang dapat diperoleh
dari pemberian motivasi menurut Hasibuan (2005) yaitu:
1) Meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan
2) Meningkatkan prestasi kerja karyawan
3) Meningkatkan kedisiplinan karyawan
4) Mempertahankan kestabilan perusahaan
5) Mengefektifkan pengadaan karyawan
6) Menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik
7) Meningkatkan loyalitas, kreatifitas dan partisipasi
8) Meningkatkan tingkat kesejahteraan karyawan
9) Meningkatkan rasa tanggung jawab karyawan terhadap tugas
10) Meningkatkan efisiensi penggunaan alat-alat dan bahan baku
40
Dalam menyelaraskan hubungan antara pimpinan dengan bawahan dalam
suatu perusahaan perlu dipertimbangkan rasa keten-traman dan ketenangan yang
mendasar. Dengan adanya rasa tentram dan tenang ini, maka setiap karyawan akan
dapat mewujudkan hubungan kerja sama yang harmonis yang selanjutnya akan
mempengaruhi hasil kerja mereka.
Menurut Mengkunegara (2000) petunjuk penilaian untuk daftar pertanyaan
mengenai motivasi berprestasi yaitu: kerja keras, orientasi masa depan, tingkat citacita
yang tinggi, orientasi tugas/sasaran, usaha untuk maju, ketekunan, rekan kerja
yang dipilih dan pemanfaatan waktu.
Dalam hal pemberian motivasi ini pimpinan harus mampu melihat situasi
serta suasana kerja para karyawan pada saat bekerja, hal ini berguna untuk
memberikan motivasi pada saat kapan para karyawan diberikan motivasi, baik itu
motivasi positif maupun negatif. Secara garis besarnya, menurut Hasibuan (2005)
motivasi terdiri dari:
1) Motivasi positif (incentive positif), maksudnya manajer memotivasi
(merangsang) bawahan dengan memberikan hadiah kepada mereka yang
berprestasi. Dengan motivasi positif, semangat kerja bawahan akan
meningkatkan karena umumnya manusia senang yang baik-baik saja.
41
2) Motivasi negatif (incentive negatif), maksudnya manajer memotivasi bawahan
dengan memberi hukuman kepada mereka yang pekerjaannya kurang baik,
dengan motivasi negatif ini semangat bekerja bawahan dalam jangka waktu
pendek akan meningkat karena takut dihukum, tetapi untuk jangka waktu
panjang dapat berakibat kurang baik.
Dalam prakteknya kedua jenis motivasi di atas sering digunakan oleh suatu
perusahaan, Insentif (positif/negatif) harus sesuai dengan perjanjian, penggunaan
harus tepat dan seimbang agar dapat meningkatkan semangat kerja serta dapat meraih
prestasi kerja yang diinginkan. Yang menjadi masalah ialah kapan motivasi positif
atau motivasi negatif dapat efektif untuk jangka panjang sedangkan motivasi negatif
sangat efektif untuk jangka pendek. Akan tetapi pimpinan harus konsisten dan adil
dalam menerapkannya.
II.2.2. Teori-Teori Motivasi
Teori-teori motivasi yang akan dikemukakan berikut ini merupakan hal
penting, karena teori motivasi ini dapat memudahkan bagi manajemen perusahaan
untuk dapat menggerakan, mendorong dalam melaksanakan tugas yang dibebankan
kepada para karyawan. Berikut ini penulis akan mengemukakan beberapa teori
motivasi yang dikemukakan oleh beberapa ahli, diantaranya adalah sebagai berikut:
1). Teori Motivasi Klasik.
Teori motivasi Frederick Winslow Taylor dinamakan teori motivasi klasik,
Frederick Winslow memandang bahwa memotivasi para karyawan hanya dari
sudut pemenuhan kebutuhan biologis saja. Kebutuhan biologis tersebut dipenuhi
42
melalui gaji atau upah yang diberikan, baik uang ataupun barang, sebagai imbalan
dari prestasi yang telah diberikannya. Frederick Winslow dalam Hasibuan (2005)
menyatakan bahwa : “Konsep dasar teori ini adalah orang akan bekerja bilamana
ia giat, bilamana ia mendapat imbalan materi yang mempunyai kaitan dengan
tugas-tugasnya, manajer menentukan bagaimana tugas dikerjakan dengan
menggunakan sistem intensif untuk memotivasi para pekerja, semakin banyak
mereka berproduksi semakin besar penghasilan mereka.”
Sehingga dengan adanya teori ini, maka pimpinan perusahaan dituntut
untuk dapat menentukan bagaimana tugas dikerjakan dengan sistem intensif
untuk memotivasi para karyawannya, semakin banyak karyawan berproduksi,
maka semakin besar penghasilan mereka.
Pimpinan perusahaan mengetahui bahwa kemampuan karyawan tidak
sepenuhnya dikerahkan untuk melaksanakan pekerjaannya. Sehingga dengan
demikian karyawan hanya dapat dimotivasi dengan memberikan imbalan materi
dan jika balas jasanya ditingkatkan maka dengan sendirinya gairah bekerjanya
meningkat. Dengan demikian teori ini beranggapan bahwa jika gaji karyawan
ditingkatkan maka dengan sendirinya ia akan lebih bergairah bekerja.
2). Teori Motivasi Abraham Maslow
Abraham Maslow mengemukakan teori motivasi yang dinamakan
Maslow’s Needs Hierarchy Theory/A Theory of Human Motivation atau teori
Motivasi Hierarki kebutuhan Maslow. Teori Motivasi Abraham Maslow
mengemukakan bahwa teori hierarki kebutuhan mengikuti teori jamak, yakni
43
seseorang berprilaku dan bekerja, karena adanya dorongan untuk memenuhi
berbagai macam kebutuhan. Maslow berpendapat, kebutuhan yang diinginkan
seseorang itu berjenjang artinya, jika kebutuhan yang pertama telah terpenuhi,
kebutuhan tingkat kedua telah terpenuhi, muncul kebutuhan tingkat ketiga dan
seterusnya sampai tingkat kebutuhan kelima.
Dari pendapat di atas disimpulkan bahwa kebutuhan yang diinginkan
seseorang berjenjang, artinya bila ada kebutuhan yang pertama telah terpenuhi,
maka kebutuhan tingkat kedua akan menjadi utama, selanjutnya jika kebutuhan
tingkat kedua telah terpenuhi, maka muncul kebutuhan tingkat ketiga dan
seterusnya sampai kebutuhan tingkat kelima.
Hasibuan (2005) mengemukakan jenjang/hierarki kebutuhan menurut
Abraham Maslow, yakni :
a) Physiological needs (kebutuhan fisik dan biologis)
Kebutuhan untuk mempertahankan hidup, yang termasuk dalam kebutuhan
ini adalah kebutuhan akan makan, minum, dan sebagainya. Keinginan untuk
memenuhi kebutuhan fisik ini merangsang seseorang berprilaku dan bekerja
dengan giat.
44
b). Safety and security needs (kebutuhan keselamatan dan keamanan).
Kebutuhan tingkat kedua menurut Maslow adalah kebutuhan keselamatan.
Kebutuhan ini mengarah kepada dua bentuk.
c). Affiliation or Acceptance Needs (kebutuhan social)
Kebutuhan Sosial dibutuhkan karena merupakan alat untuk berinteraksi
social, serta diterima dalam pergaulan kelompok pekerja dan masyarakat
lingkungannya. Pada asarnya manusia normal tidak akan mau hidup
menyendiri seorang diri di tempat terpencil, ia selalu membutuhkan hidup
berkelompok.
d). Esteem or status needs (kebutuhan akan penghargaan adalah kebutuhan
akan penghargaan dari karyawan dan masyarakat lingkungannya. Idealnya
prestise timbul karena adanya prestasi, tetapi tidak selamanya demikian.
Akan tetapi perlu juga diperhatikan oleh pimpinan bahwa semakin tinggi
kedudukan seseorang dalam masyarakat atau posisi seseorang dalam suatu
organisasi, semakin tinggi pula prestisenya. Prestasi dan status
dimanifestasikan oleh banyak hal yang digunakan sebagai symbol status itu.
e). Self Actualization (aktualisasi diri )
Kebutuhan aktualisasi adalah kebutuhan akan aktualisasi diri dengan
menggunakan kemampuan, keterampilan, dan potensi optimal untuk
mencapai prestasi kerja yang sangat memuaskan/luar biasa.
Kebutuhan ini merupakan realisasi lengkap potensi seseorang secara
penuh. Keinginan seseorang untuk mencapai kebutuhan sepenuhnya dapat berbeda
45
satu dengan yang lainnya. Pemenuhan kebutuhan ini dapat dilakukan oleh para
pimpinan perusahaan yang menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan, sangat penting untuk
memuaskan kebutuhan manusia, ini terlihat jelas pada perusahaan yang modern yang
selalu memperhatikan kebutuhan karyawannya. Bentuk lain dari pembahasan ini
adalah dengan memberikan perlindungan dan kesejahteraan para karyawannya.
3). Teori Motivasi Dari Frederick Herzberg
Frederick Herzberg seorang Profesor Ilmu Jiwa pada Universitas di
Cleveland, Ohio, mengemukakan teori motivasi dua factor atau Herzberg’s Two
Factors Motivation Theory atau sering juga disebut teori motivasi kesehatan
(factor Higienis)
Menurut Frederick Herzberg yang dikutip oleh Hasibuan (2005) orang
menginginkan dua macam faktor kebutuhan yaitu:
a). Pertama, Kebutuhan akan kesehatan atau kebutuhan pemeliharaan
maintenance factors (faktor pemeliharaan). Faktor pemeliharaan berhubungan
dengan hakekat manusia yang ingin memperoleh ketentraman dan kesehatan
badaniah.
46
b). Kedua, faktor pemeliharaan menyangkut kebutuhan psikologis seseorang,
kebutuhan ini meliputi serangkaian kondisi intrinsik, kepuasan pekerjaan (job
content) yang apabila terdapat dalam pekerjaan akan menggerakkan tingkat
motivasi yang kuat, yang dapat menghasilkan pekerjaan dengan baik.
Dari teori ini dapat diambil kesimpulan bahwa dalam perencanaan
pekerjaan harus diusahakan sedemikian rupa, agar kedua faktor ini (faktor
pemeliharaan dan faktor psikologis) dapat dipenuhi supaya dapat membuat
para karyawan menjadi lebih bersemangat dalam bekerja.
Menurut Herzberg yang dikutip oleh Hasibuan (2005) ada tiga hal penting
yang harus diperhatikan dalam memotivasi bawahan, antara lain sebagai berikut:
a). Hal-hal yang mendorong para karyawan adalah pekerjaan yang menantang
yang mencakup perasaan berprestasi, bertanggung jawab, kemajuan, dapat
menikmati pekerjaan itu sendiri, dan adanya pengakuan atas semuanya.
b). Hal-hal yang mengecewakan karyawan adalah terutama faktor yang bersifat
embel-embel saja pada pekerjaan, peraturan pekerjaan, penerangan, istirahat,
sebutan jabatan, hak, gaji, dan lain-lain.
c). Para karyawan akan kecewa apabila peluang untuk berprestasi terbatas.
Mereka akan menjadi sensitif pada lingkungannya serta mulai mencari-cari
kesalahan.
47
4).Teori Motivasi Prestasi Dari Mc Clelland
Mc Clelland mengemukakan teorinya yaitu Mc Clelland Achievement
Motivation Theory atau teori Motivasi Prestasi Mc Clelland. Menurut Mc
Clelland yang dikutip oleh Hasibuan (2005) teori ini berpendapat bahwa
karyawan mempunyai cadangan energi potensial. Bagaimana energi ini
dilepaskan dan digunakan tergantung pada kekuatan dorongan motivasi seseorang
dan situasi serta peluang yang tersedia
Dari beberapa teori motivasi di atas dapat disimpulkan tidak cukup
memenuhi kebutuhan makan dan minum pakaian saja. Akan tetapi orang juga
mengharapkan pemuasan kebutuhan biologis dan psikologis orang tidak dapat
hidup bahagia. Semakin tinggi status seseorang dalam perusahaan, maka
motivasi mereka semakin tinggi dan hanya pemenuhan jasmaniah saja. Semakin
ada kesempatan untuk memperoleh kepuasan material dan non material dari hasil
kerjanya, semakin bergairah seseorang untuk bekerja dengan mengerahkan
kemampuan yang dimilikinya.
II.3. Teori Kepuasan Kerja
II.3.1. Pengertian dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja
Organisasi merupakan wadah tempat berkumpulnya orang-orang yang
melaksanakan kegiatan-kegiatan dalam rangka pencapaian tujuan. Tujuan tersebut
dapat berupa tujuan pribadi anggota organisasi dan tujuan global organisasi.
48
Melalui pendapat-pendapat para ahli dapat dipahami bahwa aktivitas
manusia dalam mencapai tujuan dilatarbelakangi oleh perilaku individu, perilaku
kelompok, dan perilaku organisasi. Ketiga perilaku tersebut berdampak pada tinggi
rendahnya kinerja karyawan, tingkat kemangkiran, perputaran karyawan (turnover)
dan kepuasan kerja. Pemahaman kepuasan kerja (job satisfaction) dapat dilihat
dengan mengenal istilah dan pengertian kepuasan kerja tersebut. Beberapa referensi
berikut ini dapat memberikan kejelasan makna kepuasan kerja. Handoko (2000)
menyatakan : “Kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang menyenangkan atau
tidak menyenangkan dengan mana para karyawan memandang pekerjaan mereka.
Kepuasan kerja mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya.”
Davis dalam Mangkunegara (2000) mengatakan: “Kepuasan kerja adalah
perasaan menyokong atau tidak menyokong yang dialami karyawan dalam bekerja.”
Sedangkan menurut Hasibuan (2005) : “Kepuasan kerja adalah sikap emosional yang
menyenangkan dan mencintai pekerjaannya. Sikap ini dicerminkan oleh moral kerja,
kedisiplinan dan kinerja.”
Dari beberapa defenisi di atas dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja
merupakan rasa menyenangkan dan tidak menyenangkan yang dirasakan oleh
karyawan, secara langsung berpengaruh pada emosional dan tingkah laku dalam
bekerja berupa kinerja, disiplin dan moral kerja.
Kepuasan kerja dalam pekerjaan adalah kepuasan kerja yang dinikmati
dalam pekerjaan dengan memperoleh pujian hasil kerja, penempatan, perlakuan,
peralatan dan suasana lingkungan kerja yang baik. Karyawan yang lebih suka
49
menikmati kepuasan kerja dalam pekerjaan ini akan lebih mengutamakan pekerjaanya
dari balas jasa, walaupun balas jasa itu penting. Adanya kepuasan kerja tentunya
mempengaruhi beberapa aspek yang melingkupi pada karyawan itu sendiri.
Kepuasan kerja karyawan terbentuk karena adanya faktor-faktor yang
melatarbelakanginya. Seperti kajian teori-teori kepuasan kerja sebelumnya, kepuasan
kerja dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal. Menurut Harianja (2002) faktorfaktor
yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja berkaitan dengan beberapa aspek,
yaitu: gaji, pekerjaan itu sendiri, rekan sekerja, atasan, promosi dan lingkungan kerja
Menurut Hasibuan (2005) adapun faktor-faktor yang mempengaruhi
kepuasan kerja adalah:
1) Balas jasa yang adil dan layak,
2) Penempatan yang tepat sesuai dengan keahlian,
3) Berat ringannya pekerjaan,
4) Suasana dan lingkungan pekerjaan,
5) Peralatan yang menunjang pelaksanaan pekerjaan,
6) Sikap pimpinan dalam kepemimpinannya,
7) Sifat pekerjaan monoton atau tidak.
50
Menurut Mangkunegara (2000) ada 2 faktor yang mempengaruhi kepuasan
kerja yaitu:
1) Faktor karyawan, yaitu kecerdasan (IQ), kecakapan khusus, umur, jenis kelamin,
kondisi fisik, pendidikan, pengalaman kerja, masa kerja, kepribadian, emosi, cara
berpikir, persepsi dan sikap kerja.
2) Faktor pekerjaan, yaitu jenis pekerjaan, struktur organisasi, pangkat (golongan),
kedudukan, mutu pengawasan, jaminan finansial, kesempatan promosi jabatan,
interaksi sosial, dan hubungan kerja.
Aspek-aspek lain yang terdapat dalam kepuasan kerja menurut Robbins
(2001) yaitu:
1) Kerja yang secara mental menantang
Karyawan cenderung menyukai pekerjaan-pekerjaan yang memberi mereka
kesempatan untuk menggunakan keterampilan dan kemampuan mereka dan
menawarkan tugas, kebebasan dan umpan balik mengenai betapa baik mereka
mengerjakan. Karakteristik ini membuat kerja secara mental menantang.
Pekerjaan yang terlalu kurang menantang menciptakan kebosanan, tetapi terlalu
banyak menantang menciptkan frustasi dan perasaan gagal. Pada kondisi
tantangan yang sedang, kebanyakan karyawan akan mengalami kesenangan dan
kepuasan.
51
2) Ganjaran yang pantas
Para karyawan menginginkan sistem upah dan kebijakan promosi yang mereka
persepsikan sebagai adil, tidak kembar arti, dan segaris dengan pengharapan
mereka. Bila upah dilihat sebagai adil yang didasarkan pada tuntutan pekerjaan,
tingkat keterampilan individu, dan standar pengupahan komunitas, kemungkinan
besar akan dihasilkan kepuasan. Tentu saja, tidak semua orang mengejar uang.
Banyak orang bersedia menerima baik uang yang lebih kecil untuk bekerja dalam
lokasi yang lebih diinginkan atau dalam pekerjaan yang kurang menuntut atau
mempunyai keleluasaan yang lebih besar dalam kerja yang mereka lakukan dan
jam-jam kerja. Tetapi kunci hubungan antara upah dengan kepuasan bukanlah
jumlah mutlak yang dibayarkan; yang lebih penting adalah persepsi keadilan.
Serupa pula karyawan berusaha mendapatkan kebijakan dan praktik promosi yang
lebih banyak, dan status sosial yang ditingkatkan. Oleh karena itu individu yang
mempersepsikan bahwa keputusan promosi dibuat dalam cara yang adil (fair and
just) kemungkinan besar akan mengalami kepuasan dari pekerjaan mereka.
3) Kondisi kerja yang mendukung
Karyawan peduli akan lingkungan kerja baik untuk kenyamanan pribadi maupun
untuk memudahkan mengerjakan tugas. Studi-studi memperagakan bahwa
karyawan lebih menyukai keadaan sekitar fisik yang tidak berbahaya atau
merepotkan. Temperatur (suhu), cahaya, kebisingan, dan faktor lingkungan lain
seharusnya tidak esktrem (terlalu banyak atau sedikit).
52
4) Rekan kerja yang mendukung
Orang-orang mendapatkan lebih daripada sekedar uang atau prestasi yang
berwujud dari dalam kerja. Bagi kebanyakan karyawan, kerja juga mengisi
kebutuhan akan interaksi sosial. Oleh karena itu tidaklah mengejutkan bila
mempunyai rekan sekerja yang ramah dan mendukung menghantar ke kepuasan
kerja yang meningkat. Perilaku atasan seorang juga merupakan determinan utama
darikepuasan. Umumnya studi mendapatkan bahwa kepuasan karyawan
ditingkatkan bila penyelia langsung bersifat ramah dan dapat memahami,
menawarkan pujian untuk kinerja yang baik, mendengarkan pendapat karyawan,
dan menunjukkan suatu minat pribadi pada mereka.
5) Kesesuaian kepribadian dengan pekerjaan
Pada hakikatnya orang yang tipe kepribadiannya kongruen (sama dan sebangun)
dengan pekerjaan yang mereka pilih seharusnya mendapatkan bahwa mereka
mempunyai bakat dan kemampuan yang tepat untuk memenuhi tuntutan dari
pekerjaan mereka. Dengan demikian akan lebih besar kemungkinan untuk
berhasil pada pekerjaan tersebut, dan karena sukses ini, mempunyai
kebolehjadian yang lebih besar untuk mencapai kepuasan yang tinggi dari dalam
kerja mereka.
Pemahaman tentang kepuasan kerja dapat terwujud apabila analisis
tentang kepuasan kerja dikaitkan dengan kinerja, tingkat kemangkiran, keinginan
pindah, usia, jabatan dan besar kecilnya organisasi. (Siagian, 2002). Kepuasan kerja
berhubungan dengan variabel-variabel seperti turnover, tingkat absensi, umur, tingkat
53
pekerjaan dan ukuran organisasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Davis dalam
Mangkunegara (2000).
II.3.2. Teori Kepuasan Kerja
Pada umumnya terdapat banyak teori yang membahas masalah
kepuasan seseorang dalam bekerja. Teori-teori kepuasan kerja menurut
Mangkunegara (2000) antara lain:
1) Teori Keseimbangan (Equity Theory)
Teori ini dikembangkan oleh Adam. Adapun komponen dari teori ini
adalah input, outcome, comparison person, dan equity-in-equity. Input adalah
semua nilai yang diterima karyawan yang dapat menunjang pelaksanaan kerja.
Misalnya pendidikan, pengalaman, skill, usaha, peralatan pribadi dan jumlah jam
kerja.
Outcome adalah semua nilai yang diperoleh dan dirasakan karyawan.
Misalnya upah, keuntungan tambahan, status symbol, pengenalan kembali
(recognition), kesempatan untuk berprestasi atau mengekspresikan diri.
Sedangkan comparison person adalah seorang karyawan dalam organisasi yang
sama, seorang karyawan dalam organisasi yang berbeda atau dirinya sendiri
dalam pekerjaan sebelumnya.
Menurut teori ini, puas atau tidak puasnya karyawan merupakan hasil dari
membandingkan antara input-outcome dirinya dengan perbandingan inputoutcome
karyawan lain (comparison person). Jadi jika perbandingan tersebut
54
dirasakan seimbang (equity) maka karyawan tersebut akan merasa puas. Tetapi
apabila terjadi tidak seimbang (inequity) dapat menyebabkan dua kemungkinan,
yaitu over compensation inequity (ketidakseimbangan yang menguntungkan
dirinya) dan sebaliknya, under compensation inequity (ketidakseimbangan yang
menguntungkan karyawan lain yang menjadi pembanding atau comparison
person.
2) Teori Perbedaan (Discrepancy Theory)
Teori ini pertama kali dipelopori oleh Proter. Ia berpendapat bahwa
mengukur kepuasan dapat dilakukan dengan cara menghitung selisih antara apa
yang seharusnya dengan kenyataan yang dirasakan karyawan. Locke
mengemukakan bahwa kepuasan kerja karyawan tergantung pada perbedaan
antara apa yang didapat dan apa yang diharapkan oleh karyawan. Apabila yang
didapat karyawan ternyata lebih besar daripada apa yang diharapkan maka
karyawan tersebut menjadi puas. Sebaliknya, apabila yang didapat karyawan
lebih rendah daripada yang diharapkan, akan menyebabkan karyawan tidak puas.
3) Teori Pemenuhan Kebutuhan (Need Fulfillment Theory)
Teori ini pertama kali dipelopori A. H. Maslow. dikemukakan oleh A. H.
Maslow tahun 1943. Teori ini merupakan kelanjutan dari “Human Science
Theory” Elton Mayo (1880-1949) yang menyatakan bahwa kebutuhan dan
kepuasan seseorang itu jamak, yaitu kebutuhan biologis dan psikologis berupa
kebutuhan meteriil dan non-materiil.
55
Dalam teori ini Maslow menyatakan adanya suatu hirarki kebutuhan pada
setiap orang. Setiap orang memberi prioritas pada suatu kebutuhan sampai
kebutuhan tersebut dapat terpenuhi. Jika suatu kebutuhan sudah terpenuhi, maka
kebutuhan yang kedua akan memegang peranan, demikian seterusnya menurut
urutannya.
4) Teori Pandangan Kelompok (Social Reference Group Theory)
Menurut teori ini, kepuasan kerja karyawan bukanlah bergatung pada
pemenuhan kebutuhan saja, tetapi sangat bergantung pada pandangan dan
pendapat kelompok yang oleh para karyawan dianggap sebagai kelompok acuan.
Kelompok acuan tersebut oleh karyawan dijadikan tolok ukur untuk menilai
dirinya maupun lingkungannya. Jadi, karyawan akan merasa puas apabila hasil
kerjanya sesuai dengan minat dan kebutuhan yang diharapkan oleh kelompok
acuan.
5) Teori Pengharapan (Ecpentancy Theory).
Teori pengharapan dikembangkan oleh Victor H. Vroom. Kemudian
teori ini diperluas oleh Porter dan Lawler. Vroom menjelaskan bahwa motivasi
suatu produk dari bagaimana seseorang menginginkan sesuatu dan penaksiran
seseorang memungkinkan aksi tertentu yang akan menuntunnya. Pernyataan ini
berhubungan dengan rumus dibawah ini:
Valensi X Harapan = Motivasi
56
Keterangan:
a) Valensi merupakan kekuatan hasrat seseorang untuk mencapai sesuatu.
b) Harapan merupakan kemungkinan mencapai sesuatu dengan aksi tertentu.
c) Motivasi merupakan kekuatan dorongan yang mempunyai arah pada tujuan
tertentu.
6) Teori Dua Faktor Herzberg (Herzberg’s Two Factor Theory)
Teori dua faktor dikembangkan oleh Frederick Herzberg (1950). Ia
menggunakan teori Abraham Maslow sebagai titik acuannya. Penelitian
Herzberg diadakan dengan melakukan wawancara terhadap subjek insinyur dan
akuntan. Masing-masing subjek diminta menceritakan kejadian yang dialami
mereka baik yang menyenangkan (memberikan kepuasan) maupun yang tidak
menyenangkan atau tidak memberi kepuasan. Kemudian dianalisis dengan
analisis isi (content analysis) untuk menentukan faktor-faktor yang menyebabkan
kepuasan atau ketidakpuasan.
Dua faktor yang dapat menyebabkan timbulnya rasa puas atau tidak puas
menurut Herzberg, yaitu faktor pemeliharaan (maintenance factors) dan faktor
pemotivasian (motivational factors). Faktor pemeliharaan disebut pula
dissatisfiers, hygiene factors, job context, extrinsic factors yang meliputi
administrasi dan kebijakan perusahaan, kualitas pengawasan, hubungan dengan
pengawas, hubungan dengan sub ordinat, upah, keamanan kerja, kondisi kerja
dan status. Sedangkan faktor pemotivasian disebut pula satisfier, motivators, job
57
content, intrinsic factors yang meliputi dorongan berprestasi, pengenalan,
kemajuan (advancement), kesempatan berkembang dan tanggung jawab.
II.4. Teori Tentang Prestasi Kerja
II.4.1. Pengertian dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Kerja
Istilah prestasi kerja sering kita dengar atau sangat penting bagi sebuah
organisasi atau perusahaan untuk mencapai tujuannya. Dalam konteks
pengembangan sumber daya manusia prestasi kerja seorang karyawan dalam sebuah
perusahaan sangat dibutuhkan untuk mencapai prestasi kerja bagi karyawan itu
sendiri dan juga untuk keberhasilan perusahaan. Prestasi kerja adalah hasil kerja
seseorang karyawan selama periode tertentu dibandingkan dengan berbagai
kemungkinan misalnya standard, target/sasaran atau kriteria yang telah ditentukan
terlebih dahulu dan disepakati bersama. Prestasi kerja merupakan hasil kerja
seseorang karyawan selama periode tertentu dibandingkan dengan berbagai
kemungkinan misalnya standard, target/sasaran atau kriteria yang telah ditentukan
terlebih dahulu dan disepakati bersama.
Menurut Dharma (1996) prestasi kerja kerja adalah sesuatu yang dikerjakan
atau produk/jasa yang dihasilkan atau diberikan oleh seseorang atau sekelompok
orang. Mangkunegara (2000) menyatakan bahwa prestasi kerja adalah hasil kerja
secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang karyawan dalam
melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.”
58
Hasibuan (2005) menyatakan bahwa prestasi kerja adalah suatu hasil kerja
yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya
yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, dan kesungguhan serta waktu.
Sastrohadiwiryo (2002) menyatakan bahwa prestasi kerja adalah kinerja yang dicapai
seorang tenaga kerja dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan yang diberikan
kepadanya.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa prestasi
kerja karyawan merupakan hasil yang dicapai karyawan dalam pelaksanaan suatu
pekerjaan yang diberikan kepadanya baik secara kuantitas maupun kualitas melalui
prosedur yang berfokus pada tujuan yang hendak dicapai serta dengan terpenuhinya
standard pelaksanaan.
Untuk mencapai prestasi kerja yang baik, unsur yang paling dominan adalah
sumber daya manusia, walaupun perencanaan telah tersusun dengan baik dan rapi
tetapi apabila orang atau personil yang melaksanakan tidak berkualitas dan tidak
memiliki semangat kerja yang tinggi, maka perencanaan yang telah disusun tersebut
akan sia-sia.
Prestasi kerja yang dicapai karyawan merupakan suatu hal yang sangat
penting dalam menjamin kelangsungan hidup organisasi. Dalam mencapai prestasi
kerja yang tinggi beberapa faktor yang mempengaruhi menjadi pemicu apakah
prestasi kerja karyawan tinggi atau rendah. Faktor yang mempengaruhi pencapaian
prestasi kerja yang baik menurut Mangkunegara (2000) menyatakan faktor yang
mempengaruhi pencapaian prestasi kerja yang baik menurut adalah :
59
1. Faktor Motivasi
Motivasi terbentuk dari sikap (attitude) seorang karyawan dalam menghadapi
situasi kerja. Motivasi merupakan kondisi menggerakkan diri karyawan yang
terarah untuk mencapai tujuan organisasi.
2. Faktor Kemampuan
Secara psikologis, kemampuan (ability) karyawan terdiri dari kemampuan
potensi (IQ) dan kemampuan reality (Knowledge+ skill). Artinya, karyawan
yang memiliki IQ di atas rata-rata (IQ 110-120) dengan pendidikan yang
memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan seharihari,
maka ia akan lebih mudah mencapai prestasi kerja yang diharapkan. Oleh
sebab itu karyawan perlu ditempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan
keahliannya.
Mathis dan Jackson (2002) menyatakan bahwa banyak faktor yang dapat
mempengaruhi prestasi kerja dari individu tenaga kerja memampuan mereka,
motivasi, dukungan yang diterima, keberadaan pekerjaan yang mereka lakukan,
dan hubungan mereka dengan organisasi. Pada banyak organisasi, prestasi
kerjanya lebih bergantung pada prestasi kerja dari individu tenaga kerja.
Anoraga (2004) menyatakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
prestasi kerja karyawan seperti: motivasi, pendidikan, disiplin kerja, keterampilan,
sikap etika kerja, gizi dan kesehatan, tingkat penghasilan, lingkungan dan sistem
kerja, teknologi, sarana produksi, jaminan sosial, manajemen dan kesempatan
berprestasi
60
Prestasi kerja yang optimal selain didorong oleh motivasi seseorang dan
tingkat kemampuan yang memadai, oleh adanya kesempatan yang diberikan, dan
lingkungan yang kondusif. Meskipun seorang individu bersedia dan mampu, bisa
saja ada rintangan yang jadi penghambat.
II.4.2. Mengukur dan Mengidentifikasi Prestasi Kerja
Untuk mengetahui tinggi-rendahnya prestasi kerja seseorang, perlu
dilakukan penilaian prestasi kerja. Handoko (2000) menyatakan bahwa: “Penilaian
prestasi kerja (performance appraisal) adalah proses melalui mana organisasiorganisasi
mengevaluasi atau menilai prestasi kerja karyawan. Kegiatan ini dapat
memperbaiki keputusan-keputusan personalia dan memberikan umpan balik kepada
para karyawan tentang pelaksanaan kerja mereka.”
Mathis dan Jakson (2002) menyatakan bahwa, prestasi kerja pada dasarnya
adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan karyawan. Prestasi kerja karyawan
adalah yang mempengaruhi seberapa banyak mereka membei kontribusi kepada
organisasi yang antara lain termasuk: (1) kuantitas output, (2) kualitas output, (3)
jangka waktu output, (4) kehadiran di tempat kerja, dan (5) sikap kooperatif.
Menurut Mangkunegara (2000) unsur-unsur yang dinilai dari prestasi kerja
adalah kualitas kerja, kuantitas kerja, keandalan dan sikap. Kualitas kerja terdiri
dari ketepatan, ketelitian, keterampilan, kebersihan. Kuantitas kerja terdiri dari
output dan penyelesaian kerja dengan ekstra. Keandalan terdiri dari mengikuti
instruksi, inisiatif, kehati-hatian, kerajinan. Sedangkan sikap terdiri dari sikap
terhadap perusahaan, karyawan lain dan pekerjaan serta kerjasama.
61
Keseluruhan unsur/komponen penilaian prestasi kerja di atas harus ada
dalam pelaksanaan penilaian agar hasil penilaian dapat mencerminkan prestasi kerja
dari para karyawan.

You might also like