Professional Documents
Culture Documents
ABSTRACT
Hydroseeding adalah proses penanaman dengan menggunakan
adonan antara biji dan mulsa. Adonan tersebut diangkut dalam tanki, truk
atau trailer dan disemprotkan di atas lahan yang telah dipersiapkan dalam
tapak yang seragam. Hydroseeding dapat dijadikan alternatif dari proses
tradisional penyebaran biji/benih secara langsung dalam mendukung
percepatan rehabilitasi suatu kawasan.. Teknik Hydroseeding untuk jenis
tanaman hutan masih belum banyak dilakukan, hal ini terkendala terutama
oleh beragamnya ukuran benih/biji tanaman hutan, dari sangat besar,
sampai sangat halus, juga adanya dua sifat benih tanaman hutan yang
dapat mempengaruhi keberhasilan proses penanaman dengan teknik
hydroseeding tersebut. Dua sifat tersebut adalah: 1. benih dorman yaitu
benih yang mampu mempertahankan tingkat viabilitasnya pada kondisi
tertentu yang bukan kondisi optimum untuknya berkecambah, 2. benih
rekasiltran yaitu benih yang mudah menurun tingkat viabilitasnya pada
kondisi tertentu yang bukan kondisi optimum untuknya berkecambah.
Informasi mengenai penanaman dengan teknik hydroseeding beserta
materi/formula hydroseeder untuk jenis tanaman hutan masih sangat
jarang, sehingga perlu dilakukan penelitian mengenai hal tersebut,
sebelum teknik ini dikembangkan/diaplikasikan secara luas. Penelitian ini
bertujuan untuk mengkaji pengaruh teknik hydroseeding terhadap
perkecambahan dan pertumbuhan benih/biji jenis tanaman kehutanan guna
menghasilkan rekomendasi yang dapat digunakan untuk implementasi
rehabilitasi hutan dan lahan di lapangan. Penelitian dilaksanakan di
Taman Hutan Raya (Tahura) Ngargoyoso, yang secara administrasi
pemerintahan berada di Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso. Areal
penelitian mempunyai luas ± 2 hektar yang terbagi ke dalam petak/plot
pengamatan dengan luas petak ± 0,1 hektar sebanyak 20 plot. Bahan
materi hydroseeding yang digunakan adalah perekat( tackifier), pupuk
NPK dan insektisida. Benih yang digunakan dan disemprotkan adalah
Agathis (Agathis lorantifolia), Suren (Toona sureni), Kaliandra merah dan
1
Makalah pada Seminar Nasional Hasil Penelitian “Teknologi, Sosial Ekonomi dan
Kelembagaan Sebagai Basis Pengelolaan DAS di Purwokerto Tanggal 26 Agustus
2008.
2
Peneliti pada Balai Penelitian Kehutanan Solo. Jl. A. Yani-Pabelan Po Box 295.
Surakarta. Telp. 0271-716709, Fax. 0271-716959. Email :
heru_dwi_r@yahoo.com.
1
PROSIDING Seminar Nasinal, 2009
putih (Caliandra calothyrsus). Perlakuan dibedakan atas perekat dan non
perkat; full coverage dan strip coverage. Hasil inventarisasi permudaan,
benih yang tumbuh dibanding yang disebarkan dalam satuan satu meter
persegi untuk benih dorman panjang adalah 7 %, sedang dorman pendek
14 %.
Key word : Rehabilitasi, Dormansi, Hydroseeding, Perekat
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Teknik Hydroseeding merupakan teknik penanaman yang sudah
diterapkan pada skala luas, terutama untuk merehabilitasi tepi-tepi
konstruksi jalan dan lahan bekas tambang oleh perusahaan-perusahaan
tambang. Hydroseeding terutama digunakan pada fase awal rehabilitasi
lahan dengan tumbuhan rumput-rumputan dan legume sebagai tanaman
pioner.
Hydroseeding adalah proses penanaman dengan menggunakan
donan antara biji dan mulsa yang dicampur jadi satu serta ditambahkan
air. Adonan tersebut diangkut dalam tanki, truk atau trailer dan
disemprotkan di atas lahan yang telah dipersiapkan dalam tapak yang
seragam. Teknik ini dapat dijadikan sebagai alternatif dari proses
tradisional penyebaran biji/benih secara langsung (direct seeding/ dry
seed). Adonan hydroseeding sering memiliki tambahan bahan
termasuk pupuk, agen perekat (tackifier agents), pewarna dan materi
tambahan lainnya.
Teknik Hydroseeding untuk jenis tanaman hutan masih belum
banyak dilakukan, hal ini terkendala terutama oleh beragamnya ukuran
benih/biji tanaman hutan, dari sangat besar, sampai sangat halus, juga
adanya dua sifat benih tanaman hutan yang dapat mempengaruhi
keberhasilan proses penanaman dengan teknik hydroseeding tersebut.
Dua sifat tersebut adalah: 1. benih dorman yaitu benih yang mampu
mempertahankan tingkat viabilitasnya pada kondisi tertentu yang bukan
kondisi optimum untuk berkecambah, 2. benih rekasiltran yaitu benih yang
mudah menurun tingkat viabilitasnya pada kondisi tertentu yang bukan
kondisi optimum untuk berkecambah.
Sampai dengan saat ini informasi mengenai penanaman dengan
teknik hydroseeding beserta materi/formula hydroseeder untuk jenis
tanaman hutan masih sangat terbatas. Oleh karena itu perlu dilakukan
penelitian mengenai hal tersebut, sebelum teknik ini
dikembangkan/diaplikasikan secara luas.
2
Pertumbuhan Sengon Muda….(Heru DR dan Heri P)
B. Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji pengaruh teknik
hydroseeding terhadap perkecambahan dan pertumbuhan benih/biji
jenis tanaman kehutanan guna menghasilkan rekomendasi yang dapat
digunakan untuk implementasi rehabilitasi hutan dan lahan di
lapangan.
B. Materi/Formula Hydroseeding
Teknik hydroseeding dilakukan dengan cara menyemprotkan
campuran hydroseeding. Campuran ini biasanya terdiri dari beberapa
komponen, yaitu biji (terutama biji rumput tetapi dapat juga berupa
tumbuhan berbunga, semak belukar maupun pohon-pohonan), sintentis
dan/atau kondisioner tanah alami ( polyacrylamide polymers, atau
ekstrak tumbuh-tumbuhan), soil amendments ( mineral gypsum, kapur,
Kalsium Karbonat, atau bahan organik seperti residu tanaman maupun
hewan), mulsa (serat alami seperti jerami, kayu, kapas, serabut kelapa,
serat sintetis seperti kertas dan plastik) serta mikoriza. Komponen-
komponen ini kemudian dicampur dan atau dilarutkan dalam air dan
3
PROSIDING Seminar Nasinal, 2009
akhirnya disemprotkan ke seluruh area (www.freepatentsonline.com,
2007). Evaluasi pendahuluan terhadap kondisi lahan perlu dilakukan
untuk implementasi guna memilih material campuran dalam
hydroseeding, yaitu :
III. METODOLOGI
B. Pelaksanaan
Pelaksanaan hydroseeding di lokasi Tahura Ngargoyoso telah
dilakukan pada bulan Maret 2009, penyemprotan dilakukan oleh
rekanan, PT Green Planet, dengan mengaplikasikan materi
hydroseeding sebagai berikut : Perekat (tackifier), pupuk NPK,
insektisida. Dengan benih yang disemprotkan Agathis (Agathis
lorantifolia), Lemo (Litsea cubeba), Suren (Toona sureni), Kaliandra
merah dan putih (Caliandra calothyrsus). Perlakuan dibedakan atas
perekat dan non perekat; full coverage dan strip coverage.
1. Alat : GPS, Alat ukur cahaya, alat ukur tingggi dan diameter,
meteran, meteran, tali rafia, hand counter, dan lain-lain.
5
PROSIDING Seminar Nasinal, 2009
Parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah persen
hidup empat jenis tanaman tersebut.
Rancangan Penelitian
2.Analisa data
Data dianalisa secara deskriptif statistik, yang akan
menggambarkan suatu rerata dari jumlah benih berkecambah, bibit
hidup.
A. Hasil
1. Kondisi Umum Tahura Ngargoyoso
Lokasi Tahura Ngargoyoso merupakan tegakan Pinus
merkusii tua dengan kerapatan ± 250 pohon/Ha, dengan tumbuhan
bawah berupa rumput dan belukar, dengan elevasi ± 1400 m dari
permukaan laut. (Gambar 1 dan 2).
6
Pertumbuhan Sengon Muda….(Heru DR dan Heri P)
2. Pelaksanaan Hydroseeding
Pelaksanaan hydroseeding dilaksanakan bersama-sama Pusat
Penelitian Hutan Tanaman (P3HT), Balai Penelitian Kekutanan Solo
(BPK-Solo) dan PT. Green Planet, peralatan dan perlengkapan untuk
penyemprotan serta Tackifier (Perekat) disiapkan oleh PT. Green
Planet, benih, pupuk, insektisida disiapkan oleh P3HT dan untuk
pengamatan serta penelitiannya dilaksanakan oleh BPK-Solo.
Pelaksanaan penyemprotan dilaksanakan pada bulan April 2009.
Peralatan semprot, benih dan penyemprotan disajikan pada Gambar
3 sampai 8.
7
PROSIDING Seminar Nasinal, 2009
b. Pengamatan H + 1 Minggu
8
Pertumbuhan Sengon Muda….(Heru DR dan Heri P)
● ● ●
● ● ●
● ● ●
11
PROSIDING Seminar Nasinal, 2009
B. Pembahasan
Dari hasil inventarisasi permudaan, benih yang tumbuh
dibanding yang disebarkan dalam satuan satu meter persegi untuk
dorman panjang adalah ((10 + 13)/9)/45 x 100% = 7 %, sedang
dorman pendek ((53 + 2)/9)/45 x 100% = 14 %. Rendahnya
persentase tumbuh tersebut.dapat terjadi karena: antara lain
kerusakan benih pada saat penyemprotan. Kerusakan benih pada saat
itu adalah suatu hal yang normal (Kay B.L et al., 1977). Kerusakan
tersebut terjadi karena benturan – benturan pada mesin, selang, dan
benturan dalam tangki. Selain hal tersebut musim juga merupakan
faktor penentu. Ketidak tepatan musim akan berpengaruh terhadap
persentase tumbuh. Jenis daur pendek (rekasiltran) apabila jatuh
ditempat yang tidak optimum untuk pertumbuhannya akan
mengalami penurunan viabilitas sampai kematian benih. Habitat
tanaman juga sangat berpengaruh dalam pertumbuhan benih. Habitat
atau tempat tumbuh alami juga akan berpengaruh terhadap
perkecambahan dan pertumbuhannya. Menurut Heyne, 1987. Suren
tumbuh pada ketinggian 1-1200 m dpl atau di bawah 3000 m dpl,
Agathis tumbuh di bawah 3000 m dpl dan Kaliandra pada ketinggian
0 – 1200 m dpl. Dari hasil di atas terlihat bahwa permudaan suren
lebih banyak dibanding jenis lain, hal ini selain ketinggian/ elevasi
lokasi penelitian yang memang sesuai, suren juga tumbuh secara liar
pada lahan- lahan masyarakat. Sehingga dapat dikatakan bahwa
lokasi tersebut memang habitat suren.
A. Kesimpulan
Dari apa yang telah diuraikan di muka di mana hasil penelitian/
pengamatan/ inventarisasi terhadap permudaan jenis Agathis, suren
dan Kaliandra masih merupakan hasil antara dan belum merupakan
hasil akhir penelitian ini maka dapat disimpulkan sementara sebagai
berikut :
Suren cukup adaptif pada lokasi penelitian hal ini ditunjukkan oleh
jumlah permudaan yang lebih banyak dibanding jenis Kaliandra dan
Agathis.
B. Saran
Penelitian ini agar dapat dilanjutkan sampai dapat disimpulkan
efisiensi dan efektivitas aplikasi hydroseeding guna rehabilitasi lahan
12
Pertumbuhan Sengon Muda….(Heru DR dan Heri P)
kawasan konservasi khususnya dan rehabilitasi lahan terdegradasi
secara umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
wikipedia, 2008. Hydroseeding (Di akses tgl 20, bulan Maret, dan
tahun 2009)
13
PROSIDING Seminar Nasinal, 2009
14