You are on page 1of 62

LEMBAGA KAJIAN DAN PENGEMBANGAN PENDIDIKAN

(LKPP)

LAPORAN MODUL PEMBELAJARAN BERBASIS SCL

Judul :
PENINGKATAN AKTIVITAS DAN PRESTASI BELAJAR MAHASISWA
DALAM MATAKULIAH BAHAN PAKAN DAN FORMULASI RANSUM

Oleh :

A.Mujnisa, S.Pt.MP

Dibiayai oleh Dana DIPA Universitas Hasanuddin


sesuai dengan surat Perjanjian Pelaksanaan Pekerjaan
Nomor : 469/H4.23/PM.05/2008 tanggal 04 Januari 2008

JURUSAN NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK


FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
FEBRUARI 2008

HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN MODUL PEMBELAJARAN

1
PROGRAM TRANSFORMASI DARI TEACHING KE LEARNING
UNIVERSITAS HASANUDDIN 2007

Judul : Peningkatan Aktivitas dan Prestasi Belajar


Mahasiswa Dalam matakuliah Bahan Pakan Dan
Formulasi Ransum
Ketua Tim /Penanggung jawab

Nama : A.Mujnisa S.Pt.MP

Nip : 132 158 487

Pangkat/Golongan : Lektor / IIId

Telp/HP Pengusul : (0411) 873548

Jangka Waktu Kegiatan : 1 (satu) bulan


Mulai 4 Januari 2008 s/d 04 Februari 2008
Biaya : Rp. 4.000.000,- (empat juta rupiah)
Dibiayai oleh Dana DIPA Universitas Hasanuddin
sesuai dengan surat Perjanjian Pelaksanaan
Pekerjaan
Nomor : 469/H4.23/PM.05/2008, Tanggal 04
Januari 2008.

Makassar, 4 Februari 2008

Mengetahui : Pembuat modul,


Fakultas Peternakan
Universitas Hasanuddin
Dekan,

Prof.Dr. Ir. Syamsuddin Hasan, M.Sc A.Mujnisa, S.Pt.MP


NIP : 130 785 064 NIP : 132 158 487

KATA PENGANTAR

2
Segala Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang maha Esa atas
Rahmat dan KaruniaNya, sehingga penyusunan Modul Bahan Ajar ini dapat
diselesaikan sebagaimana mestinya. Modul Bahan ajar ini disusun dalam rangka
menjadikan sebagai materi acuan dan pedoman bagi staf pengajar dan mahasiswa.
Modul bahan ajar Bahan pakan dan formulasi ransum ini terdiri dari lima
modul . Kami menyadari modul ini masih jauh dari sempurna tentunya banyak
kekeliruan dan kekurangan yang tentunya perlu mendapatkan kritik dan saran
untuk perbaikan modul ini., untuk itu tidak menutup kemungkinan modul ini akan
terus dikoreksi sejalan dengan perkembangan ilmu tentang makanan ternak.
Mudah-mudahan modul ini dapat bermanfaat . Bila ada kekurangan-kekurangan
atau kesalahan yang tidak disengaja kami haturkan maaf yang sebesar-besarnya.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada Dekan
Fakultas peternakan atas perhatian yang diberikan, dan ucapan terima kasih juga
disampaikan kepada Ketua JurusanNutrisi dan makanan ternak, beserta para staf
terkhusus bagi dosen dalam tim mata kuliah ini yang telah memberikan
kepercayaan penuh kami untuk mengembangkan modul ini. Juga bantuan
pemikiran dan konsultasi yang mendalam dari segala pihak dalam rangka
penyelesaian Modul Bahan ajar ini.

RINGKASAN
Bahan pakan adalah bahan-bahan yang digunakan untuk menyusun
ransum yang siap diberikan kepada ternak dan bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan hidup serta kebutuhan produksi ternak. sebelum meramu (Formulasi)

3
dan mengolah bahan pakan menjadi bahan jadi, informasi yang berhubungan
dengan bahan pakan terlebih dahulu harus dipahami seperti tentang jenis-jenis
bahan pakan. Selain pengetahuan tentang jenis-jenis pakan yang hal terpenting
yang harus diperhatikan dalam pemilihan jenis pakan adalah harus
memperhatikan kualitas pakan baik secara fisik, kandungan nutrisi yang
terkandung dalam bahan pakan maupun kecernaan pakan tersebut.
Kualitas nutrisi bahan makanan ternak merupakan faktor utama dalam
menentukan kebijakan dalam pemilihan dan penggunaan bahan pakan tersebut
sebagai sumber zat makanan untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok dan
produksinya. Kualitas nutrisi bahan pakan dapat diketahui dengan melakukan
pengujian secara fisik melalui alat inderawi yang prinsipnya adalah melakukan
suatu kegiatan pengamatan yang melibatkan pengumpulan data-data atau
keterangan-keterangan dengan alat indera sebagai penerima, pengujian secara
kimiawi untuk mengetahui komposisi nilai gizi, serat dan energi serta aplikasinya
pada nilai palatabilitas dan daya cerna (Evaluasi biologis)
Zat gizi lainnya adalah energi. Energi ini dibutuhkan untuk segala
aktivitas yang dilakukan oleh ternak. Selain itu kebutuhan energi erat kaitannya
dengan pemenuhan kebutuhan zat-zat gizi lainnya. Energi yang terdapat dalam
bahan pakan tidak seluruhnya dapat dipergunakan oleh tubuh. Sebagian energi
yang dihasilkan dipergunakan oleh tubuh, dan sebagian lagi dibuang bersama
kotoran (feses), urin dan panas tubuh.
Untuk setiap bahan makanan minimal ada 4 nilai energi yaitu energi bruto
(goss energy atau combustible energy), energi dapat dicerna (EDD), energi
metabolis (EM), dan energi neto. Selain itu dikenal juga Energi Feses, Energi
Urin, energi termis dan Heat Increament (HI).
Selain hal tersebut diatas yang dibahas dalam matakuliah bahan pakan dan
formulasi ransum adalah bagaimana cara pengolahan dan penyimpanan bahan
pakan yang baik sehingga kualitas atau mutu bahan pakan dapat terjamin dan
persedian pakan secara kontinuitas.
Aspek-aspek yang penting diperhatikan dalam penyimpanan mencakup
aspek kimiawi dan aspek mikrobiologis dalam penyimpanan pakan. Proses

4
kimiawi yang dapat terjadi dalam penyimpanan pakan adalah terjadi perubahan
atau kerusakan kandungan lemak dari pakan tersebut misalnya ketengikan.
Akibat yang ditimbulkan dari reaksi ini adalah terjadinya perubahan bau dan rasa
dari minyak atau lemak, yaitu timbulnya rasa tengik. Sedangkan aspek
mikrobiologis adalah pakan dapat mengalami kerusakan selama penyimpanan
akibat aktifitas mikroba seperti tumbuhnya jamur.

PETA KEDUDUKAN MODUL 

5
Modul I. Evaluasi Kualitas Bahan Pakan
ternak

Modul II. Energi dan Penggunaannya di dalam


tubuh Ternak

Modul IV. Karakteristik Fisik pakan

Modul V. Teknik Pengolahan/Penyimpanan


Bahan Pakan

DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL .................................................................................. i
HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... ii
KATA PENGANTAR ................................................................................ iii

6
RINGKASAN.............................................................................................. iv
PETA KEDUDUKAN MODUL ........................................................... vi
DAFTAR ISI ............................................................................................... vii
MODUL I. Evaluasi kualitas Bahan Pakan Ternak 1
MODUL II . Energi dan Penggunaannya di dalam tubuh Ternak 10
MODUL III . Jenis-Jenis Bahan pakan Jenis-Jenis Bahan pakan 20
MODUL IV. Karakteristik Fisik Pakan 27
MODUL V. Teknik Pengolahan dan Penyimpanan Bahan Pakan 32

MODUL I

JUDUL : EVALUASI KUALITAS BAHAN PAKAN TERNAK


BAB I. Pendahuluan
A. Latar Belakang
B. Ruang Lingkup Isi
C. Kaitan Modul
D. Sasaran Pembelajaran Modul
BAB II. Pembahasan

7
A. Evaluasi Pakan Secara Fisik
B. Evaluasi Pakan Secara Kimia
C. Evaluasi Pakan Secara Biologis
D. Evaluasi pakan secara ekonomis
E. Indikator Penilaian
BAB III. PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA

BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam menyusun ransum untuk ternak diketahui kualitas dari bahan baku
pakan yang akan digunakan. Kualitas bahan baku pakan sangat menentukan
produktivitas ternak yang diusahakan. Kualitas bahan baku pakan atau mutu
bahan pakan dapat dilakukan dengan melakukan pengujian terhadap kualitas
bahan pakan. Berbagai cara yang digunakan untuk menentukan kualitas bahan

8
pakan ternak antara lain : 1). Evaluasi pakan secara fisik, 2). Evaluasi pakan
secara kimiawi, 3) evaluasi pakan secara biologis, 4). Evaluasi secara ekonomis.
B. Ruang Lingkup Isi : A. Evaluasi Pakan Secara Fisik
B. Evaluasi Pakan Secara Kimia
C. Evaluasi Pakan Secara Biologis
D. Evaluasi pakan secara ekonomis

C. Kaitan modul : Modul ini merupakan modul pertama sebelum


mahasiswa mempelajari modul Energi dan
penggunaannya dalam tubuh ternak.
D. Sasaran Pembelajaran Modul
Setelah mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan mampu menentukan
kualitas bahan pakan melalui pengamatan secara fisik (inderawi), evaluasi secara
kimiawi, biologis, dan evaluasi secara ekonomis.

BAB.II. PEMBAHASAN
A. Evaluasi Pakan Secara Fisik
Evaluasi pakan secara fisik prinsipnya adalah melakukan suatu kegiatan
pengamatan yang melibatkan pengumpulan data-data atau keterangan-keterangan
dengan alat indera sebagai penerima. Pengamatan secara fisik (inderawi)
dilakukan dengan mengamati bentuk dan ukuran, bau, warna dan kemurnian
bahan.

9
a). indera tanpa alat Bantu ; meliputi indera lihat (melihat jumlah sedikit
banyaknya kerusakan), indera cium (mencium baunya mis; tengik, asam dan
lainnya), indera rasa (asin, tawar, asam, anyir, dan lainnya )dan raba (halus,
padat, kering, lembap dan lainnya).
b). indera dengan alat Bantu ; alat Bantu berupa mikroskopis atau kaca pembesar.
Selain itu dikenal juga pengujian fisik kuantitatif yang terdiri dari :
• faktor bahan ( feed factor)
• teknik pemisahan ( separation technique )
B. Evaluasi Pakan secara Kimia
Pengujian bahan pakan secara kimiawi yang umum dilakukan terdiri dari
analisis proksimat dengan beberapa parameter uji dan anlisis Van Soest.
Pengujian pakan secara kemik dapat bersifat :
1. Kemik kuantitatif, seperti analisa proksimat (air, abu, serat kaar, karbohidrat )
analisa serat (ADF/NDF), penentuan kecernaan, Penentuan energi bruto
2. kemik kualitatif, bertujuan untuk mengetahui ada atau tidak adanya suatu
nutrient organic maupun anorganik didalam suatu pakan
a. Analisa proksimat
Metode ini dikenal dengan nama analisis Proksimat Wendee (Wendee
Proximat Analysis). Proximus (latin) berarti terdekat. Dinamakan demikian
karena metode terdekat dalam menggambarkan komposisi zat makanan suatu
bahan makanan. Kamal (1994) menyatakan bahwa disebut analisis proksimat
karena hasil yang diperoleh hanya mendekati nilai yang sebenarnya, oleh karena
itu untuk menunjukkan nilai dari sistem analisis proksimat selalu dilengkapi
dengan istilah minimum atau maksimum sesuai dengan manfaat fraksi tersebut.
Pengelompokan zat makanan suatu bahan makanan menurut analisis proksimat
digambarkan dalam ilustrasi berikut :

10
Pakan

Air Bahan Kering

Abu Bahan Organik

Protein Lemak Serat Bahan Ekstrak


Kasar Kasar Kasar Tanpa Nitrogen

Protein murni Trigliserida Cellulosa Gula


Asam amino Phosfolipid Hemicellulosa Pati
Amida Steroid Lignin Glikogen
Peptida Waxes Cutin Fruktan
Purin Caroten Peptin
Asam Nukleat Xanophil Hemicellulosa

Bagan pembagian zat makanan menurut analisis proksimat

b. Analisis Van Soest


Metode analisis Van Soest (1967) lahir sebagai reaksi atas kegagalan
analisis proksimat dalam membagi fraksi KH. Semula diduga bahwa Beta-N
mewakili fraksi KH mudah dicerna, seperti gula, pati dan sebagainya. Ternyata
selain gula dan pati Beta –N juga mengandung lignn. Kandungan ligninnya
acapkali lebih tinggi daripada SK.
Sehubungan dengan hal tersebut Van Soest mengembangkan metoda
analisis lain khususnya untuk pakan sumber serat seperti rumput. Van Soest
mengembangkan reaksi weende di mana pada reaksi weende hanya didapat fraksi
karbohidrat menjadi crude fiber dalam NFE (Nitrogen free Extract). Oleh Van
Soest fraksi karbohidrat (NFE) dikembangkan kedalam :
1). komponen sangat mudah dicerna (Neutral Detergent Solubles; NDS).
2). Dicerna tidak sempurna yaitu bagian dinding sel (NDF)
3). Sebagian besar tidak dicerna yaitu lignin dan celulose (tergantung dari
lignifikasinya).

11
Di dalam analisis Van Soest dapat diketahui bahwa zat-zat yang termasuk
Nonnutritive adalah lignin dan silika (Si).
C. Evaluasi Pakan Secara Biologis
Penilaian secara biologis dilakukan dengan mengujicobakan bahan baku
kepada ternak (in vivo) sehingga dapat diketahui kecernaan bahan pakan tersebut
maupun dapat dilakukan dengan cara in vitro.
Penentuan Koefisien Cerna
Prinsip-prinsip yang harus diperhatikan dalam pengukuran koefisiem
cerna suatu pakan atau bahan pakan adalah sebagai berikut:
• Mengukur ransum yang dimakan dan feces yang dieksresikan

• Zat makanan yang dicerna sama dengan zat makanan yang dimakan

(intake) dikurangi zat makanan yang keluar dari tubuh melalui feces
• Feces yang dikumpulkan harus terpisah (tidak tercerna) dari urin.

Metode yang umum dalam penentuan koefisien cerna adalah:


1) metode koleksi total
2) metode indikator
1.Metoda Koleksi Total
• Mengumpulkan/menimbang seluruh ransum yang dimakan
• Mengumpulkan/menimbang seluruh feces yang di eksresikan
• Mengambil contoh dan menganalisa ransum
• Mengambil contoh dan menganalisa feces
a. Apparent Digestible Coeficient (ADC) = Koefisien Cerna Semu
Seluruh zat makanan yang dikeluarkan dalam feces berasal dari makanan
yang dimakan tetapi tidak dicerna
Rumus :

b. True Digestible Coeficient (ADC) = Koefisien Cerna Sejati

12
Tidak seluruh zat makanan yang keluar dalam feces berasal dari makanan
tetapi ada sebagian yang berasal dari saluran pencernaan (jaringan dinding
alat pencernaan yang aus, bakteri-bakteri yang mati, enzim-enzim yang
masuk ke dalam saluran pencernaan yang keluar bersama-sama dengan zat
makanan. yang tidak dicerna). Zat makanan yang bukan berasal dari bahan
makanan disebut Metabolic Fecal Nutrient (MFN). Zat makanan ini
(umumnya senyawa N) sulit diukur karena ternak harus diberi ransum tanpa
N (purified diet) yang tidak disukai.

2. Metoda Indikator
Prinsip pengukuran kecernaan menggunakan indikator adalah :
• Tidak perlu mengumpulkan seluruh feces
• Pengambilan contoh untuk analisa secara acak
• Analisa contoh mencakup zat makanan dan zat indikator
Indikator yang umum digunakan adalah indikator internal dan ekternal.
Indikator internal secara alamiah terdapat didalam makanan, misalnya kromogen,
lignin atau SiO2 (silikat). Sedangkan indikator eksternal, atau sengaja
ditambahkan dari luar umumnyza adalah Fe2O3 ? Cr2O3, karet gelang, potongan
plastik atau radioisotop.
Syarat Indikator :
1. zat perunut (indikator) harus dapat bercampur secara homogen dengan
makanan/ransum
2. tidak dapat dicerna (relatif bisa dicerna < 5-10%)
3. mudah dianalisa
4. tidak menggangu kesehatan ternak
5. sedapat mungkin tersedia secara alamiah

4. Evaluasi Pakan Secara Ekonomis

Evalusi kualitas pakan ternak secara ekonomis harus mempertimbangkan

beberapa syarat atau kriteria antara lain : harga bahan pakan, daya saing pakan

13
terhadap bahan makanan manusia, ketersediaan bahan pakan dan kandungan gizi

bahan pakan.

Untuk lebih jelasnya pemilihan bahan pakan untuk unggas berdasarkan

kriteria harga dapat dilihat pada contoh berikut:

Tepung ikan tuna Tepung ikan putih

- Harga absolut Rp. 5.000/kg - harga absolut Rp. 5.200/kg

- Protein kasar 63% - Protein kasar 69%

- Harga relatif : - Harga relatif :

Rp. 5000 = Rp. 83,3/ %PK Rp. 5.200 = Rp. 82,5/ % PK


63 69
Kriteria pemilihan yaitu bahan pakan yang memiliki harga relatif rendah
yaitu tepung ikan putih, karena harga setiap % proteinnya lebih murah
dibandingkan tepung ikan tuna. Dalam penyusunan ransum ternak unggas, protein
merupakan kandungan nutrisi bahan pakan yang sangat dibutuhkan.
D. INDIKATOR PENILAIAN

Indikator penilaian dalam modul ini terdiri dari mampu membedakan dan
menentukan kualitas pakan melalui pengamatan secara inderawi(dengan kriteria,
bentuk dan ukuran, bau,warna dan kemurnian bahan), kimiawi (proksimat) dan
biologis (kecernaan). Sedangkan indikator penilaian dalam diskusi
kelompok/presentasi meliputi
Keaktifan Pengenalan Kesiapan Penyajian Isi Penguasaan Kerjasama
Individu bahan pakan kelompok materi materi materi tim
dalam (15%) (10%) (10%) (20%) (20%) (15%)
kelompok
(10%)

PENUTUP
Pengujian pakan bertujuan antara lain untuk menyusun formula pakan,
mengevaluasi Kualitas pakan, memeriksa nutrisi yang dapat tercerna ,dan
memastikan nilai nutrisi dari Pakan tersebut. Kualitas pakan secara umum dapat

14
ditunjukkan dari nilai TDN (ME dan NE ) yang diperhitungkan dari nilai hasil
analisa pakan. Kualitas bahan pakan sangat menentukan produktivitas ternak yang
dipelihara, bahkan kualitas pakan yang sangat buruk dapat mengancam kehidupan
ternak yang mengkonsumsinya.
Bau tengik misalnya disebabkan oksidasi dari asam-asam lemak tidak
jenuh yang terdapat pada minyak dan lemak. Terjadinya perubahan warna pada
bahan pakan menandakan bahwa pakan tersebut menurun kualitasnya dijumpai
misalnya pada dedak terjadi perubahan warna dari warna asli kuning kecoklatan
menjadi merah jambu bahkan sampai hitam, pada jagung kuning yang berwarna
kuning berubah menjadi coklat sampai hitam akibat tumbuh jamur pada jagung
tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Alamsyah, R., 2002. Pengolahan Pakan Ayam dan Ikan Secara Modern.
Penerbit Swadaya.

15
Ensminger, M.E. 1960. Animal Science. Fourth Edition. The Interstate
Printersand Publishing, Inc. Danville, Illinois. USA.

Maynard L.A., J.K. Loosli., H.F Hintz and R.G. Warner, 1984. Animal
Nutrition. 7th Ed. Tata McGraw-Hill Publishing Comp. Ltd.

McDonald, P., RA. Edwards, JFG. Greenhalgh, and CA. Morgan. 2002.
Animal Nutriotion. Prentice Hall

Mustari,S.P. dkk., 2000. Pembuatan Pakan Ternak Unggas. Penerbit. CV.


Amissco. Jakarta.

Sutardi, 1980. Landasan Ilmu Nutrisi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Makanan
Ternak. Fakultas Peternakan IPB. Bogor

MODUL II

JUDUL : ENERGI DAN PENGGUNAANNYA DALAM TUBUH TERNAK

16
BAB I. Pendahuluan
A. Latar Belakang
B. Ruang Lingkup Isi
C. Kaitan Modul
D. Sasaran Pembelajaran Modul
BAB II. Pembahasan
A. Defenisi dan Terminologi Energi
B.Unit Energi dan Satuan Energi Pakan
C. Penggunaan Energi Oleh Ternak
D. Disposisi Energi dari Pakan Dalam tubuh Ternak
E. Indikator Penilaian
BAB III. PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA

17
BAB I.PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Energi diperlukan untuk kelangsungan hidup ternak diantaranya untuk:
(1) kerja secara mekanis dari aktivitas muskular yang esensial; (2) kerja secara
kimiawi seperti pergerakan zat terlarut melawan gradien konsentrasi; dan (3)
sintesis dari konstituen tubuh seperti enzim dan hormon. Energi diperlukan
untuk mempertahankan fungsi-fungsi tubuh (respirasi, aliran darah dan fungsi
sistem syaraf), untuk pertumbuhan dan pembentukan produk (susu, telur, wool,
daging).
Sebagian besar porsi dari makanan/pakan yang dikonsumsi oleh ternak
atau manusia digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi, karena reaksi
anabolik dan katabolik dalam tubuh memerlukan energi. maka dalam pokok
bahasan energi ini harus mampu menjawab beberapa pertanyaan di bawah ini
1. Energi itu apa?
2. Apa fungsi energi untuk ternak?
3. Apa dan dari mana sumber energi untuk ternak?
4. Bagaimana penggunaan energi yang berasal dari pakan di dalam tubuh
ternak.
B. Ruang Lingkup Isi : • Defenisi dan terminologi energi
• Unit Energi dan Satuan Energi Pakan
• Penggunaan Energi Oleh Ternak
• Disposisi Energi dari Pakan Dalam Tubuh Ternak
C. Kaitan modul : Modul ini merupakan modul kedua setelah mahasiswa
memahami modul cara mengevaluasi kualitas bahan
pakan dan sebelum mahasiswa mempelajari jenis-jenis
bahan pakan.
D. Sasaran Pembelajaran Modul
Setelah mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan mampu :
• Menjelaskan defenisi dan Terminologi Energi
• Menjelaskan Unit Energi dan Satuan Energi Pakan
• Menjelaskan Penggunaan energi oleh ternak
• Menjelaskan Disposisi Energi dari Pakan Dalam Tubuh Ternak

xix
BAB II. PEMBAHASAN

A. Defenisi dan Terminologi Energi


Istilah energi merupakan kombinasi dari dua suku kata Yunani
(Greek), yaitu: en, artinya in (bahasa Inggris) atau di dalam (bahasa
Indonesia) dan ergon, artinya work (bahasa Inggris) atau kerja (bahasa
Indonesia). Dari kombinasi kata tersebut, Scott et al.(1982)
mendefinisikan bahwa ENERGI adalah sesuatu yang dapat
menimbulkan kerja.
Jadi energi yang ada hubungannya dengan proses-proses tubuh
dinyatakan unit panas (kalori). Energi sangat diperlukan pada setiap
langkah mahluk hidup, tanpa adanya energi berarti tidak ada
kehidupan. Sebagian besar porsi dari makanan/pakan yang
dikonsumsi oleh ternak atau manusia digunakan untuk memenuhi
kebutuhan energi, karena reaksi anabolik dan katabolik dalam tubuh
memerlukan energi.
B. Unit Energi dan Satuan Energi Pakan
1. Unit energi
International System Unit atau SI (dari kata perancis: ‘le
Systeme International d’unites) dibuat di kanada pada tahun 1973; SI
digunakan di eropa juga pada tahun yang sama (1973).
Unit SI adalah Joule (J), bukan kalori, digunakan untuk energi
mekanis, listrik, kinetis, panas, gravitasi dan cairan.
ME dinyatakan dalam KJ/g, bukan Kkal/kg.
KJ/g disebut simbol, bukan kependekan.
2. Satuan energi pakan

xx
1. Martabat Pati (Starch Equivalent).
2. Nilai Kalor Fisiologis (Physiological Fuel Value ; PFV)
3 .Total Digestible Nutrients (TDN)
TDN = DCP + DNFE + DCF + 2,25 DEE x 100 = %/kg BK
Konsumsi pakan (kg)
DCP = Digestible Crude Protein (protein kasar dapat dicerna)
DNFE = Digestible Nitrogen- Free Extract (karbohidrat dapat dicerna)
DCF = Digestible Crude Fiber (serat kasar dapat dicerna)
DEE = Digestible Ether Extract (kemak kasar dapat dicerna)
atau
TDN = Prt + 2,25 Lt + SKt + Beta-Nt
Prt = protein tercerna, Lt = lemak tercerna, Skt = Serat kasar tercerna,
dan Beta-Nt = Beta –N tercerna. TDN dapat pula dinyatakan seperti
berikut :
TDN = Bit + 1,25 Lt
4. Martabat susu (Milchwert)
5.Satuan Pakan (futter Einheit; FE)
C. Penggunaan Energi Oleh Ternak
Diantara gizi lainnya, lemak mempunyai kandungan energi paling
tinggi yaitu sebesar 2.25 kali karbohidrat dan protein. Perbedaan ini
disebabkan oleh kandungan oksigen dalam molekul. Dalam molekul
karbohidrat terdapat cukup oksigen untuk pembakaran hidrogen yang
dikandungnya, sehingga panas yang dikeluarkan hanya dari pembakaran atau
oksidasi karbon (C). Pada lemak, relatif sedikit oksigen, sehingga memerlukan
oksigen lebih banyak untuk pembakaran hidrogen (H) dan karbon (C). Untuk
pembakaran 1 gram H menghasilkan panas 4 kali lebih banyak dari
pembakaran C, sehingga panas yang dihasilkan lebih tinggi dibandingkan
dengan protein dan karbohidrat.
D. Partisi Energi dari pakan Dalam Tubuh Ternak

xxi
Energi pakan yang dikonsumsi ternak dapat digunakan dalam 3 cara:
(1) menyediakan energi untuk aktivitas; (2) dapat dikonversi menjadi panas;
dan (3) dapat disimpan sebagai jaringan tubuh. Energi disimpan di dalam
karbohidrat, lemak dan protein dari bahan makanan. Semua bahan tersebut
mengandung karbon (C) dan hidrogen (H) dalam bentuk yang bisa dioksidasi
menjadi karbondioksida (CO2) dan air (H2O) yang menunjukan energi
potensial untuk ternak. Partisi energi pakan dalam tubuh ternak dapat dilihat
pada gambar dibawah ini.

Gambar 3.

Partisi
Energi
Pakan
Dalam
Proses
Nutrisi

a.Energi Bruto (EB) = Gross Energy (GE)

Energi bruto dalam makanan/pakan dapat diukur dengan alat bomb


calorimeter. Diketahui bahwa energi dalam bentuk GE dari suatu bahan
makanan kurang bermanfaat digunakan untuk menilai suatu bahan makanan
atau ransum sebagai sumber energi untuk ternak, karena tidak ada informasi
tentang ketersediaan energi untuk hewan bersangkutan.
b. Energi tercerna (Digestible Energy) = DE
Nilai DE bahan makanan dapat didefenisikan sebagai berikut Gross
Energi dari bahan makanan dikurangi dengan energi yang hilang melalui feses
disebut energi yang dapat dicerna (Digestible Energy = DE). Namun

xxii
demikian, kandungan DE bahan makanan biasanya tidak dinyatakan dalam %,
akan tetapi dalam satuan Mkla DE/Kg BK.
Konsumsi GE – Eksresi Ge dalam Tinja
% DE = X 100%
Konsumsi GE

Terdapat tiga macam bentuk kehilangan energi lainnya yaitu :


1. Energi yang hilang dalam urin dan hasil sisa nitrogen lainnya yang
dikeluarkan dalam urin;
2. Sejumlah kecil energi hilang dalam gas-gas yang terbakar terutama metana,
hasil fermentasi selulosa, pentosan, dan karbohidrat lainnya di dalam alat
pencernaan, terutama di dalam rumen ruminansia.
3. Kehilangan energi yang lebih besar terjadi pada berbagai proses seperti
mengunyah, mencerna, dan asimilasi bahan makanan. Semua kehilangan
energi dalam bentuk panas disebut energi termis adalah jumlah tambahan
panas yang dihasilkan dalam tubuh akibat konsumsi makanan.
c. Energi yang Termetabolisme (Metabolizable Energy = ME)
Energi yang dapat termetabolisme (ME) adalah energi dari makanan
yang tersedia untuk metabolisme setelah energi tercerna (DE) dikurangi
dengan energi yang hilang melalui urin dan yang hilang melalui gas (terutama
metan).
Faktor yang Mempengaruhi ME:
Faktor yang mempengaruhi produksi ME dari suatu bahan makanan
antara lain :
1. Spesies ternak
2. Sifat Fisik/Kimia dari Makanan
3.Level dan Frekuensi Pemberian Makan
4. cara penyediaan makanan
5.keserasian zat-zat makanan
6. Status Produktivitas Ternak
a). Untuk Hidup Pokok

xxiii
b). Untuk pertumbuhan
d. Energi feses
Energi yang hilang via feses adalah yang paling penting, paling
bervariasi dan paling mudah diukur. Variasi terutama oleh jenis bahan
makanan.
e. Energi Urin (Urine)
Energi yang keluar melalui urin relatif kecil dan konstan; diukur
dengan membakar bagian padat dari urin (setelah dievaporasi) dalam bom-
kalorimeter. Energy urine tidak seluruhnay berasal dari luar (makanan).
Sebagian berasal dari dalam (tubuh). Antara lain berasal dari tenunan tubuh
yang aus dan katabolisme zat-zat makanan asal tubuh.
f. Metan (Methan CH4)
Gas-gas hasil metabolisme hampir semuanya terdiri dari gas metane
yang dihasilkan dalam suasana anaerobik dalam retikulo-rumen, kebanyakan
terjadi karena reaksi hidrogen dengan CO2. Produksi gas metane berhubungan
erat dengan konsumsi makanan dan pada jumlah makanan yang dimakan lebih
tinggi, maka gas berjumlah 6 sampai 7 % dari energi total, dan ini adalah kira-
kira 12 % dari energi dapat dicerna (semu).
g. Heat Increament (HI) atau Specific Dynamic Action (SDA)
HI adalah panas yang timbul dalam tubuh oleh reaksi biokimia dalam
saluran pencernaan atau dalam sel (asimilasi). HI adalah istilah yang dipakai
untuk menerangkan kenaikan produksi panas bila sesudah seekor ternak yang
dipuasakan diberi makanan.
h. Energi Neto (Net Energy = NE)
NE adalah jumlah neto dari energi makanan yang didapatkan/diretensi
dalam hewani/produk hewani. Retensi tersebut bisa negatif bila energi yang
diberikan kepada hewan di bawah kebutuhan untuk hidup pokok.
secara konvensional diketahui bahwa setiap bahan makanan ada dua macam
NE yang tersedia yaitu NE untuk hidup pokok (NEm) dan NE untuk
produksi/pertumbuhan (NEg).

xxiv
E. Indikator Penilaian
Indikator penilaian dalam modul adalah menentukan nilai energi
beberapa bahan pakan dan menentukan jumlah energi untuk ternak sesuai
kebutuhannya.
- Diskusi kelompok/presentasi tugas indikator penilaian adalah

Mampu menjelaskan kadar energi bahan pakan, penggunaan energi oleh ternak dan
partisi energi dari pakan dalam tubuh ternak

Keaktifan acuan up to kesiapan Penyajian Isi Penguasaan Kerjasama tim


Individu date (10 %) kelompok materi materi materi (15%)
dalam (10%) (10%) (20%) (20%)
kelompok
(15%)

BAB III. PENUTUP


Energi yang terdapat dalam bahan makanan tidak seluruhnya dapat
dipergunakan oleh tubuh. Untuk setiap bahan makanan minimal ada 4 nilai
energi yaitu energi bruto (goss energy atau combustible energy), energi dapat
dicerna, energi metabolis dan energi neto. Nilai energi metabolis dalam bahan
makanan adalah penggunaan yang paling banyak dan aplikasi prakts karena
pengukuran energi ini tersedia untuk semua tujuan termasuk hidup pokok,
pertumbuhan, penggemukan dan produksi telur (Wahyu, 1991)
Ada beberapa sistem energi dalam dunia peternakan untuk menyatakan
nilai energi dari suatu bahan makanan atau ransum dan menyatakan kebutuhan
energi hewan, yaitu system TDN (Total Digestible Nutrient), MP (Martabat
Pati = Starch Equivalent) dan Sistem Kalori (yang dapat diurai dalam berbagai
bentuk).

xxv
DAFTAR PUSTAKA

1. Amrullah. I.K., 2002. Nutrisi Ayam Broiler. Lembaga Satu


Gunungbudi, Bogor.

2. Maynard L.A., J.K. Loosli., H.F Hintz and R.G. Warner, 1984.
Animal Nutrition. 7th Ed. Tata McGraw-Hill Publishing Comp.
Ltd.

3. McDonald, P., RA. Edwards, JFG. Greenhalgh, and CA. Morgan. 2002.
Animal Nutriotion. Prentice Hall.

4. Sutardi, 1980. Landasan Ilmu Nutrisi. Departemen Ilmu Nutrisi dan


Makanan Ternak. Fakultas Peternakan IPB. Bogor

5. Sofyan, L.A, dkk.2000. Diktat Pengetahuan Bahan Makanan Ternak.


Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan
IPB.

xxvi
MODUL III

JUDUL : JENIS-JENIS BAHAN PAKAN


BAB I. Pendahuluan
A. Latar Belakang
B. Ruang Lingkup Isi
C. Kaitan Modul
D. Sasaran Pembelajaran Modul
BAB II. Pembahasan
A. Penggolongan bahan Pakan
B. Bahan Pakan konvensional
C. Bahan Pakan Inkonvensional
D. Syarat- Syarat Bahan Baku Pakan

xxvii
E. Indikator Penilaian
BAB III. PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA

BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengetahuan mengenai bahan baku pakan merupakan salah satu unsur
terpenting (esensial) untuk diperhatikan dalam penyusunan formulasi ransum
karena hasilnya akan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan ternak. Oleh
karena itu sebelum meramu (Formulasi) dan mengolah bahan pakan menjadi
bahan jadi, informasi yang berhubungan dengan bahan pakan terlebih dahulu
harus dipahami. Untuk memahami bahan pakan tersebut dalam modul ini akan
disajikan tentang jenis-jenis bahan pakan.

xxviii
B. Ruang Lingkup Isi : A. Penggolongan bahan Pakan
B. Bahan Pakan konvensional
C. Bahan Pakan Inkonvensional
D. Syarat- Syarat Bahan Baku Pakan
r E. Indikator Penilaian
C. Kaitan modul : Modul ini merupakan modul ketiga sebelum
mahasiswa mempelajari modul karakteristik fisik
bahan pakan.
D. Sasaran Pembelajaran Modul
Setelah mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan mampu memilih dan
mengidentifikasi jenis-jenis bahan pakan ternak berdasarkan sumbernya,
kandungan gizinya, berdasarkan bentuk fisiknya, bahan pakan biji-bijian dan
bahan pakan konvensional dan inkonvensional serta syarat bahan baku pakan.

BAB II. PEMBAHASAN


A. Penggolongan Bahan Pakan
Penggolongan bahan pakan ternak khususnya ternak unggas
digolongkan berdasarkan sumber/asal , kandungan nutrisi dan bentuk fisik.
1. Berdasarkan sumber/asalnya dikelompokkan menjadi dua yaitu ;
a. Bahan pakan asal tumbuhan (nabati) misalnya jagung kuning, dedak
halus, bekatul, dan lain-lain.

xxix
b. Bahan pakan asal hewan misalnya tepung ikan, tepung tulang, tepung
sisa rumah potong dan lain-lain.
2. Berdasarkan kandungan nutrisinya digolongkan kedalam :
a. Bahan pakan sumber protein, Bahan pakan yang termasuk dalam
golongan ini mempunyai kandungan protein 20 % atau lebih antara
lain;tepung ikan, dan sebagainya.
b.Bahan pakan sumber energi, Bahan pakan ini mengandung protein
kurang dari 20% dan serat kasar kurang dari 18%, misalnya jagung
kuning, dedak halus/bekatul, dan sebagainya.
c. Bahan pakan sumber mineral, misalnya tepung tulang, tepung kerang,
kapur dan sebagainya.
d. Bahan pakan sumber vitamin. Contohnya hijauan segar, tepung hijauan,
feed supplement.
e. Feed suplement (Feed additive). Merupakan bahan pakan yang terdiri
dari campuran vitamin, mineral, asam-asam amino serta jenis-jenis obat
tertentu seperti antibiotik, occidiostat yang komposisinya tidak selalu
terdapat secara bersama-sama
3. Berdasarkan bentuk fisiknya. Digolongkan kedalam
a. Bahan pakan butiran.
b. Bahan pakan yang berbentuk tepung
c. Bahan pakan yang berbentuk cair.

B. Bahan Pakan Konvensional


Bahan pakan konvensional adalah bahan baku yang sering digunakan
(yang bumum ada dipasar) dalam pakan yang biasanya mempunyai kandungan
nutrisi yang cukup (misalnya; protein) dan disukai ternak
C. Bahan Pakan inkonvensional

xxx
Bahan pakan inkonvensional (Bahan Pakan Substitusi) adalah bahan
baku yang berasal dari bahan yang selama ini belum banyak dimanfaatkan
sebagai bahan pakan, akan tetapi dari kandungan nutrisinya (mis; protein)
masih memadai untuk diolah menjadi ransum atau pakan.
Bahan substitusi ini sebagai pengganti bahan baku konvensional biasa
berasal dari : 1) bahan hasil pertanian yang selama ini tidak banyak digunakan
untuk produksi pakan jadi; 2). Bahan yang berasal dari hasil samping (by
product) proses produksi industri agro.
Permasalah yang ada pada bahan baku ini antara lain :
1. Makin tingginya kadar serat dalam bahan
2. Kemungkinan adanya zat antinutrisi dalam bahan
3. protein yang siap pakai
4. kandungan garam atau mineral dalam bahan.
D.Syarat-syarat Bahan Baku Pakan
Bahan baku pakan yang akan digunakan dalam ransum hendaknya
memenuhi beberapa persyaratan, antara lain :
1. mengandung nilai nutrisi tinggi
2. mudah diperoleh dan mudah diolah
3. tidak mengandung racun
4. Harga murah dan terjangkau
5. diusahakan bukan merupakan bahan makann pokok manusia
6. Butirannya halus atau bisa dihaluskan

E. Indikator Penilaian
Indikator penilaian terdiri dari pengelompokan, pemilihan dan
mengidentifikasi bahan pakan sesuai kriteria. Sedangkan dalam diskusi /
presentasi kelompok indikator penilaian terdiri dari : keaktifan individu dalam

xxxi
kelompok, kesiapan dan kerjasama kelompok, penyajian dan penguasaan
materi

PENUTUP

xxxii
Bahan pakan merupakan bahan-bahan yang digunakan untuk menyusun
ransum yang siap diberikan kepada ternak dan bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan hidup serta kebutuhan produksi ternak. Oleh karena itu, bahan-
bahan pakan penyusun ransum harus memenuhi kebutuhan ternak yang tidak
hanya bersifat kuantitasvakan tetapi juga harus memperhatikan kandungan
nutrisinya, dimana kebutuhan nutrisi ternak bervariasi sesuai jenis, umur,
pertumbuhan dan tujuan produksi .
Penggunaan bahan substitusi (bahan pakan inkonvensional) sebagai
pengganti bahan baku konvensional aspek terpenting yang harus diperhatikan
adalah masih mempunyai nilai nutrisi atau kandungan protein. Untuk
meningkatkan nilai nutrisi dari bahan substitusi (pakan inkonvensional) dan
agar aman untuk dijadikan bahan pakan, maka diperlukan perlakuan
pendahuluan (treatmen). Dengan demikian bahan pakan tersebut dapat diolah
menjadi ransum.

xxxiii
DAFTAR PUSTAKA

Alamsyah, R, 2002. Pengolahan Pakan Ayam dan Ikan Secara Modern.


Penerbit Penebar Swadaya, Jakarta.

Mustari,S.P. dkk., 2000. Pembuatan Pakan Ternak Unggas. Penerbit. CV.


Amissco. Jakarta.

xxxiv
MODUL IV

JUDUL : KARAKTERISTIK SIFAT FISIK PAKAN


BAB I. Pendahuluan
A. Latar Belakang
B. Ruang Lingkup Isi
C. Kaitan Modul
D. Sasaran Pembelajaran Modul
BAB II. Pembahasan
A Berat Jenis Pakan
B. Sudut Tumpukan
C. Kerapatan Tumpukan
D. Kerapatan Pemadatan Tumpukan Pakan
E. Indikator Penilaian
BAB III. PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA

xxxv
BAB I.PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Karakteristik atau sifat bahan makanan ternak sangat berpengaruh
dalam proses pengolahan bahan pakan. Banyak jenis pakan lokal yang
ketersediannya cukup potensil tetapi penggunaan bahan baku lokal ini sering
menimbulkan kesulitan bagi pengelola pabrik pakan yang menangani dan
memprosesnya, karena adanya perbedaan sifat.Pengetahuan tentang sifat fisik
pakan belum berkembang dibanduing dengan sifat fisik pada bahan pangan
yang telah banyak diteliti.
Karakteristik sifat fisik pakan sangat berhubungan dengan pengolahan
atau penanganan bahan pakan secara mekanik. Ada beberapa karaktaristik sifat
fisik pakan yang penting antara lain Berat Jenis Pakan,Sudut Tumpukan,
Kerapatan Tumpukan, Kerapatan Pemadatan Tumpukan Pakan
B. Ruang Lingkup Isi : • Berat Jenis Pakan
• Sudut Tumpukan
• Kerapatan Tumpukan
• Kerapatan Pemadatan Tumpukan Pakan
C. Kaitan modul : Modul ini merupakan modul keempat setelah mahasiswa
memahami jenis-jenis bahan pakan dan sebelum
mempelajari Teknik pengolahan dan penyimpanan bahan
pakan hubungannya dengan kualitas pakan.
D. Sasaran Pembelajaran Modul
Setelah mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan
karekteristik fisik pakan berdasarkan Berat jenis, sudut tumpukan, kerapatan
tumpukan, kerapatan pemadatan Tumpukan Pakan

xxxvi
BAB. I I. PEMBAHASAN
A. Berat Jenis Pakan
Berat jenis (BJ) atau berat spesifik merupakan perbandingan antara
massa bahan terhadap valumenya, satuannya adalah gram/ml. Berat jenis
diukur dengan menggunakan prinsip Hukum Archimedes. Berat jenis
dinyatakan dalam satuan gram/ml.
Berat jenis memegang peranan penting dalam berbagai proses
pengolahan, penanganan dan penyimpanan. Pertama BJ merupakan faktor
penentu dari kerapatan tumpukan. Kedua BJ memberikan pengaruh besar
terhadap daya ambang partikel bahan, dan ketiga adalah BJ bersama dengan
ukuran partikel bertanggung jawab terhadap homogenitas penyebaran partikel
dan stabilitasnya dalam suatu campuran pakan. Ransum yang terdiri dari
partikel yang perbedaan BJ-nya cukup besar, maka campuran ini tidak akan
stabil dan cenderung untuk terpisah kembali. Keempat adalah BJ sangat
menentukan tingkat ketelitian dalam proses penakaran secara otomatis pada
pabrik pakan, seperti dalam proses pengemasan dan pengeluaran bahan dari
dalam silo untuk dicampur dan digiling.
Pengecilan ukuran partikel dan kadar air tidak berpengaruh nyata
terhadap pengukuran berat jenis dari berbagai kelompok bahan pakan sumber
energi, sumber hijauan, sumber protein nabati dan hewani serta bahan pakan
sumber mineral. Berat jenis akan berhubungan erat dengan porositas ransum.
Porositas adalah ratio antara kerapatan tumpukan dengan berat jenis. Porositas
ini akan menunjukkan besarnya volume ruang antara partikel dalam suatu
tumpukan ransum dan berperan penting dalam mencapai efisiensi pengeringan

xxxvii
bahan kerena berkaitan erat dengan daya hantar panas di dalam tumpukan
bahan.
B. Sudut Tumpukan
Sudut tumpukan atau sudut curah adalah sudut yang terbentuk jika
bahan dicurahkan pada bidang datar melalui sebuah corong dengan satuan (o).
Pergerakan partikel bahan yang ideal ditunjukkan oleh pakan yang berbentuk
cair, dengan sudut tumpukan sama dengan nol. Sudut ini merupakan kriterian
kebebasan bahan bergerak partikel dari suatu tumpukan bahan. Pergerakan
partikel bahan yang ideal ditunjukkan oleh pakan yang berbentuk cair, dengan
sudut tumpukan sama dengan nol.
0
Pakan bentuk padat mempunyai sudut tumpukan berkisar antara 20
dan 50 0. Besarnya sudut tumpukan sangat dipengaruhi oleh ukuran partikel
bahan, bentuk, berat jenis, kerapatan tumpukan dan kadar air bahan.
Kecepatan dan keefisienan pada proses pengosongan silo vertikl untuk
memindahkan bahan menuju unit penimbangan atau pencampuran pakan
sangat ditentukan oleh sifat bahan yaitu kemampuan bahan mengalir
(flowability)., dan flowability ini sangat ditentukan oleh pembentukan sudut
tumpukan dari bahan tersebut.
Besarnya sudut tumpukan sangat dipengaruhi oleh ukuran partikel
bahan, bentuk, berat jenis, kerapatan tumpukan dan kadar air bahan. Ukuran
partikel yang semakin kecil maka akan membentuk sudut tumpukan yang
semakin besar, dan apabila bahan pakan mempunyai sudut tumpukan kecil
maka akan lebih mudah dan lebih akurat di dalam penakaran baik secara
volumetris maupun gravimetris. Bahan pakan yang bersudut tumpukan kecil
akan lebih baik disimpan dalam kemasan atau berwadah. Selain itu kadar
airpun sangat berpengaruh terhadap nilai sudut tumpukan, dimana semakin
tinggi kadar air bahan pakan maka semakin tinggi sudut tumpukannya.

C. Kerapatan Tumpukan
Kerapatan tumpukan adalah perbandingan antara berat bahan dengan
volume ruang yang ditempatinya, satuannya adalah gram/ml. Sifat ini

xxxviii
memegang peranan penting dalam memperhitungkan volume ruang yang
dibutuhkan suatu bahan dengan berat tertentu, seperti misalnya dalam
pengisian silo dan gudang (curah atau wadah), elevator dan ketelitian dalam
penakaran secara otomatis.
Ukuran partikel bahan sangat berpengaruh terhadap kerapatan
tumpukan yaitu pengecilan ukuran partikel akan menurunkan nilai kerapatan
tumpukan pada bahan pakan. Selain pengecilan ukuran, kandungan air juga
turut berpengaruh dimana nilai kerapatan tumpukan akan semakin turun
dengan meningkatnya kadar air bahan pakan.
D. Kerapatan Pemadatan Tumpukan
Kerapatan pemadatan tumpukan adalah merupakan perbandingan
antara berat bahan pakan terhadap volume ruang yang ditempatinya setelah
melalui proses pemadatan seperti penggoyangan. Kapasitas silo, kontainer dan
kemasan seperti karung terletak antara kerapatan tumpukan dan kerapatan
pemadatan tumpukan.
Besarnya nilai kerapatan pemadatan tumpukan sangat tergantung pada
intensitas proses pemadatan. Sedangkan volume yang dibaca merupakan
volume terkecil yang diperoleh selama penggetaran. Sebaiknya pemadatan
dilakukan tidak lebih dari 10 menit.
E. Indikator Penilaian
Indikator penilaian terdiri dari pretest (kuis), post test, sedangkan untuk
presentasi/diskusi kelompok indikatoer penilaian terdiri dari keaktifan individu
kejelasan uraian (isi materi), kerjasama tim, penyajian materi,acuan up to date

xxxix
BAB III. PENUTUP
Karakteristik sifat fisik bahan merupakan pemahaman tentang sifat-sifat
dan bahan serta perubahan-perubahan yang terjadi pada pakan dapat digunakan
untuk menilai dan menetapkan mutu pakan.
Sifat bahan merupakan faktor mutu yang penting karena kegunaan dan
keragaan dari komodiiti itu ditentukan oleh sifat-sifat bahan. Pada bidang
teknologi pangan data tentang sifat fisik ini sangat berguna, misalnya dalam
merancang suatu alat (pemrosesan, penanganan) dan Sarana (penyimpanan dan
transportasi).
Pengecilan ukuran partikel dan kadar air tidak berpengaruh
nyata terhadap pengukuran berat jenis dari berbagai kelompok bahan pakan
sumber energi, sumber hijauan, sumber protein nabati dan hewani serta bahan
pakan sumber mineral. Berat jenis akan berhubungan erat dengan porositas
ransum. Porositas adalah ratio antara kerapatan tumpukan dengan berat jenis.

xl
Porositas ini akan menunjukkan besarnya volume ruang antara partikel dalam
suatu tumpukan ransum dan berperan penting dalam mencapai efisiensi
pengeringan bahan kerena berkaitan erat dengan daya hantar panas di dalam
tumpukan bahan.

DAFTAR PUSTAKA

Khalil. 1999. Pengaruh kandungan air dan ukuran partikel terhadap sifat fisik
pakan lokal : sudut tumpukan, daya ambang dan faktor higroskopis.
Media Peternakan, 22 (1) : 33-42

Muchtadi, R.T dan Sugiyono. 1989. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan.


Petunjuk Laboratorium. PAU Pangan dan Gizi IPB, Bogor

Purwadaria, H.K. 1995. Physical factors affecting grain drying ang storage
system in humid tropics. Material for Training Course on Pest
Management for Storage Food and Feed. Institut Pertanian Bogor,
Bogor

Syarief, R dan A. Irawati. 1988. Pengetahuan Bahan Makanan untuk Industri


Pertanian. PT. Mediyatama Perkasa, Jakarta

xli
MODUL V

JUDUL : TEKNOLOGI PENGOLAHAN DAN PENYIMPANAN


PAKAN
BAB I. Pendahuluan
A. Latar Belakang
B. Ruang Lingkup Isi
C. Kaitan Modul
D. Sasaran Pembelajaran Modul
BAB II. Pembahasan
A. Teknik Pengolahan Pakan

xlii
B. Penyimpanan Pakan
C. Indikator Penilaian
BAB III. PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA

BAB I.PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ada 2 masalah utama yang menyebabkan pakan ternak khususnya
pakan
ternak ruminansia yang diberikan tidak memenuhi kecukupan jumlah dan
asupan
nutrient. Masalah pertama adalah bahan pakan pada umumnya berasal dari
limbah

xliii
pertanian yang rendah kadar protein kasarnya dan tinggi serat kasarnya.
Tingginya
kadar serat ini yang umumnya didominasi komponen lignoselulosa
(karbohidrat komplek) yang sulit dicerna (McDonald et al., 2000). Masalah
lainnya adalah
ketersedian pakan yang tidak kontinyu. Ini dikarenakan langkanya bahan pakan
terutama di musim kemarau. Untuk mengatasi masalah tersebut berbagai
terobosan
telah dilakukan antara lain bagaimana melakukan pengolahan dan
penyimpanan bahan pakan agar masalah tersebut diatas dapat teratasi, yang
umum dilakukan dalam pengolahan pakan khususnya hiajauan adalah dengan
membuat menjadi hijauan kering (hay), penambahan urea (amoniasi) dan
awetan hijauan (silase). Selain itu pengetahuan tentang aspek-aspek yang harus
diperhatikan dan masalah yang sering timbul dalam penyimpanan pakan
seriang terabaikan sehingga dapat berpengaruh besar terhadap kualitas pakan
yang disimpan, sehingga dianggap perlu untuk memperhatikan faktor
penyimpanan pakan.
B. Ruang Lingkup Isi : • Teknologi pengolahan pakan
• Penyimpanan Pakan
C. Kaitan modul : Modul ini merupakan modul kelima setelah mahasiswa
memahami/mempelajari modul karakteristik fisik pakan.
D. Sasaran Pembelajaran Modul
Setelah mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan mampu menentukan
cara-cara pengolahan pakan dan penyimpanan pakan yang tepat untuk
mempertahankan kualitas pakan .

BAB II. PEMBAHASAN

xliv
A. Teknologi Pengolahan Pakan
1. Teknologi Pengolahan Silase
Silase adalah hijauan makanan ternak yang disimpan dalam keadaan
segar (kadar air 60 – 70%). Tujuan pembuatan silase adalah sebagai persediaan
makanan ternak, untuk menampung kelebihan hijauan makanan ternak dan
untuk memanfaatkan hijauan pada saat-saat berlimpah yang belum digunakan
sepenuhnya. Pengawetan hijauan dengan cara ini akan memberikan banyak
keuntungan diantaranya, hijauan masih mengandung kadar air yang cukup
tinggi dan juga jika pembuatan dan penyimpanan yang bagus, maka hijauan
dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama. Hijauan yang biasa diawetkan
dalam bentuk silase adalah, umunya adalah rumput. Legum juga merupakan
hijauan makanan ternak, masih kurang karena hal ini disebabkan oleh banyak
faktor antara lain karena kandungan karbohidrat siap pakai (karbohidrat
terlarut) lebih rendah dari rumput, karena kadar karbohidrat terlarut dalam
pada hijauan sangat diperlukan karena karbohidrat terlarut yang sangat banyak
dipakai dalam proses ensilase. Pada proses ini mikroorganisme akan
mengadakan fermentasi dengan dengan mendegradasi karbohidrat tanaman
terutama yang mudah larut untuk menghasilkan kalori (panas), karbohidrat dan
air . dengan reaksi sebagai berikut :
C6H12O6 + O2 CO2 + H2O + panas.

Kesenjangan produksi hijauan antara musim hujan dengan musim


kemarau dapat diatasi dengan jalan pengawetan hijauan dalam bentuk silase
dari produksi hijauan yang berlebihan pada musim hujan yang dapat digunakan
untuk menutupi kekurangan hijauan dimusim kemarau.

Pembuatan Silase
Prinsip pembuatan silase adalah memanfaatkan sejumlah bakteri anaerob,
pada proses fermentasi/pemeraman untuk memproduksi asam laktat sehingga
mencapai pH 3,4 sampai 4,2.

xlv
Pembuatan silase berlangsung 4 fase, yaitu :
1. Fase aerob berlangsung pada 0 hari 3 hari
2. Fase fermentasi
3. Fase stabil
4. Fase Panen
Kualitas Silase
Kualitas silase yang baik menunjukkan tanda-tanda yaitu :Warna masih
hijau, rasa dan bau asam, tekstur hijauan masih jelas, tak berjamur, pH rendah
3 ½ - 4. selaian itu faktor yang mempengaruhi nilai nutrisi silase yaitu :
a. Perubahan kimia dalam bahan silase,
b. Sifat bahan silase,
c. Derajat produksi zat (effluent) pada proses ensilase.
Disamping itu hal-hal yang mempengaruhi kualitas silase :
1. Kualitas hijuan asal
2. Perombakan mineral
3. Kadar magnesium (Mg) berkurang, terjadi perubahan warna dari hijau
menjadi coklat.
4. Faktot fisik,
5. Faktor kimiawi
Penggunaan Additive (Pengawet)
Pemberian bahan pengawet pada silase mempunyai dua arti ganda yang
mempengaruhi fermentasi dan mengubah komposisi serta nilai nutrisi menjadi
lebih baik. Untuk memperoleh hasil silase yang berkualitas tinggi, maka bahan
baku harus mempunyai imbangan antara gula dan protein dengan nilai yang
tinggi. Sedangkan untuk memperoleh keadaan tersebut ditambahkan bahan
pengawet.
Derajat Keasaman (pH) dan Total Asam Silase
Silase yang mempunyai standar yang baik adalah : bersih, rasa dan bau
keasam-asaman, tidak terdapat asam butirat , tidak terdapat cendawan, lendir
maupun proteolisis, pH 3,5 – 4,2 N – amonia 10 % dari N total. Sedang

xlvi
terdapat asam butirat yang tinggi, banyak terjadi proteolisis, banyak cendawan
dan lendir, pH diatas 4,8 N-amonia 20 % atau N lebih dari N-total.
Kandungan Water Soluble Carbohydrate
Keberhasilan silase ditentukan oleh perbandingan (ratio) antara WSC
terhadap kapasitas buffer dengan persentase bahan kering. Kandungan WSC
akan dipengaruhi oleh spesies, dan varitas dari hijauan yang akan dibuat
silase. Ada tiga kelompok dasar komponen kimia dari hijauan hasil panen
yang mengalami perubahan sehubungan dengan fermentasi silase. Ketiganya
adalah Water Soluble Carbohydrate (WSC), asam-asam organik dan
kandungan nitrogen. fruktosa, glukosa dan sukrosa adalah merupakan gula-
gula yang terdapat dalam hijauan hasil panen dan sukrosa serta frultosa
keduanya cepat mengalami hidrolisa selama proses ensilase.
2. Teknologi Pengolahan dengan Amoniasi
Amoniasi merupakan suatu cara pengolahan bahan makanan ternak
secara kimiawi dengan menggunakan gas amonia atau dengan menggunakan
urea CO(NH2)2.
Beberapa manfaat dari amoniasi yaitu;
• Memperkaya kandungan protein 2 sampai 4 kali lipat dari
kandungan protein semula.
• Meningkatkan daya cerna.
• Meningkatkan kuantitas konsumsi pakan
3. Teknologi Pengolahan dengan Pengeringan (Hay)
Hay merupakan hijauan makanan ternak yang sengaja dipotong dan
dikeringkan agar bisa diberikan kepada ternak pada kesempatan yang lain.
Prinsip-prinsip dalam pembuatan hay adalah menurunkan kadar air menjadi 15
sampai 20 % dalam waktu yang singkat.
Pembuatan hay bisa diperoleh dengan dua macam cara pengeringan,
yaitu:
1. Pengeringan dengan panas matahari.
2. Pengeringan dengan panas buatan.

xlvii
Hay yang baik memiliki kriteria-kriteria sebagai berikut:
• warna hijau kekuning-kuningan.
• tidak banyak daun yang rusak,dan tidak kotor atau berjamur.
• tidak mudah patah bila batang dilipat dengan tangan.

B. Penyimpanan Pakan
a. Aspek Kimiawi Dalam Penyimpanan Pakan
Proses kimiawi yang dapat terjadi dalam penyimpanan pakan adalah
terjadi perubahan atau kerusakan kandungan lemak dari pakan tersebut. Faktor-
faktor yang mempengaruhi dalam mempercepat kerusakan lemak dari pakan
adalah kandungan minyak, kontak dengan udara, cahaya, temperatur ruangan,
kadar air bahan dan adanya katalis. Kerusakan bijian dan bahan makanan pada
penyimpanan dengan kondisi temperatur dan kadar air tinggi, terutama
disebabkan oleh meningkatnya aktivitas enzim lipase dalam hidrolisis lemak
dimana lemak dipecah menjadi asam lemak bebas dan glycerol. Ketengikan
yang terjadi pada bahan yang mengandung minyak dan lemak yaitu ketengikan
hidrolisis dan ketengikan oksidasi yang berbeda dalam mekanismenya
Ketengikan hidrolisis merupakan akibat reaksi antara bahan pakan
dengan air. Pada penyimpanan terlalu lama dimana terjadi kenaikan
kandungan air biasanya terjadi ketengikan hidrolisis, akan tetapi ketengikan ini
tidak selamanya terjadi bersamaan dengan ketengikan yang lain. Pada reaksi
hidrolisis akan dihasilkan gliserida dan asam lemak bebas dengan rantai
pendek (C4 - C12). Akibat yang ditimbulkan dari reaksi ini adalah terjadinya
perubahan bau dan rasa dari minyak atau lemak, yaitu timbulnya rasa tengik.
Sebagai illustrasi, dedak padi yang mempunyai kandungan minyak
yang tinggi mudah terhidrolisis oleh enzim lipase bebas. Hidrolisis
diakibatkan oleh reaksi antara lipase dan minyak di dalam dedak padi yang
menghasilkan asam lemak bebas. Kadar asam lemak bebas semakin
meningkat seiring dengan bertambahnya waktu penyimpanan yaitu sebelum
penyimpanan 16.5 % dan setelah dua bulan penyimpanan 80.7 % . Hasil ini

xlviii
menunjukkan bahwa aktivitas enzim lipase sangat tinggi sehingga hampir
seluruh minyak dapat terhidrolisa dalam waktu dua bulan penyimpanan
Ketengikan oksidasi yang umum dijumpai yaitu reaksi oksidasi pada
ikatan rangkap dari asam lemak tidak jenuh. Asam lemak tidak jenuh
mempunyai ikatan rangkap yang mempengaruhi reaksi ini menyebabkan lemak
menjadi keras dan kental. Peroksida merupakan hasil antara yang biasanya
dipakai sebagai ukuran tingkat ketengikan. Ketengikan oksidatif merupakan
reaksi autocatalytic dimana laju reaksi meningkat sejalan dengan
meningkatnya waktu penyimpanan. Hal ini disebabkan karena adanya hasil
oksidasi awal yang dapat mempercepat reaksi oksidasi selanjutnya, dan reaksi
ini dikenal sebagai reaksi berantai.
Pemecahan unsur lemak oleh ion-ion hidrogen menyebabkan terjadinya
reaksi awal terbentuknya lemak radikal bebas dan hidrogen radikal bebas yang
merupakan awal kerusakan lemak. Kondisi oksigen atmosfir bereaksi dengan
lemak radikal bebas membentuk molekul lemak radikal bebas peroksida, yang
berlanjut membentuk molekul hidroperoksida yang stabil dan lemak radikal
bebas lain. Tahap akhir oksidasi lemak terjadi reaksi antar lemak radikal
bebas, antara lemak radikal bebas dengan lemak radikal bebas peroksida, dan
antar lemak radikal bebas peroksida sehingga membentuk senyawa peroksida.
Lama penyimpanan akan meningkatkan oksidasi lemak dedak padi yang
ditunjukkan dengan bertambahnya bilangan peroksida.

b. Aspek Mikrobiologi dalam Penyimpanan pakan


Selama penyimpanan, pakan dapat mengalami kerusakan akibat adanya
aktifitas mikroba seperti tumbuhnya jamur. Beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi pertumbuhan jamur pada pakan adalah : 1) aktivitas air, yang
dinyatakan dengan aw yaitu jumlah air bebas yang dapat dimanfaatkan oleh
mikroorganisme, 2) konsentrasi ion hidrogen, 3) temperatur, 4) konsistensi ;
cair dan padat, 5) status nutrien, dan 6) adanya bahan pengawet.

xlix
Kerusakan pakan bentuk biji-bijian terjadi karena adanya kontaminasi
jasad renik dapat menyebabkan penurunan mutu karena kemungkinan
mengandung racun. Sering dijumpai kerusakan bahan yang disimpan lama
karena ditumbuhi kapang Aspergillus sp dan Penicillium sp yang tumbuh
dominan selama penyimpanan. Kapang Aspergillus flavus tumbuh dimana-
mana, baik di udara, air, tanah, bahan pangan maupun pakan seperti jagung,
beras dan biji kapas.
Kadar air dalam bahan pakan serta kelembaban relatif sangat
berpengaruh pada pertumbuhan A.flavus penghasil aflatoksin. Kenaikan kadar
air selama penyimpanan akibat pakan menyerap uap air dari udara
menyebabkan pertumbuhan jamur semakin meningkat karena bertambah
banyak spora jamur dari udara terbawa masuk. Kadar aflatoksin dalam dedak
padi meningkat seiring dengan meningkatnya kadar air dedak padi selama
penyimpanan. Species Aspergillus dan Penicillium sangat cepat tumbuh pada
biji-bijian, kacang-kacangan dan produk lainnya selama proses penyimpanan
terutama jika kandungan air bahan cukup tinggi. Jenis jamur yang
menyebabkan kerusakan bahan pakan butiran dan bijian selama penyimpanan
dan bentuk kerusakan yang ditimbulkannya, seperti ditampilkan pada Tabel
dibawah ini
Jenis Jamur Perusak Bahan Pakan Butiran dan Bijian Selama
Penyimpanan
Jenis Jamur Kadar Air Bentuk Kerusakan
Optimal (%)
Aspergillus 13.5 – 14.3 warna berubah (gelap), mematikan embrio
halophilicus
A. restrictus 13.8 – 14.5 Warna berubah (gelap), mematikan embrio, spora
menyebabkan bau apek
A.glaucus 14.0 – 14.5 warna berubah (gelap), mematikan embrio, spora
menyebabkan bau apek
A.candidus 15.0 – 15.5 warna berubah, mematikan embrio, spora
menyebabkan bau apek, suhu tumpukan
meningkat
A.ochraceus 15.0 –15.5 warna berubah, mematikan embrio, menghasilkan
racun okhratoxin
A.flavus 17.5 – 18.5 warna berubah (gelap), mematikan embrio,

l
mengahasilkan racun aflatoxin
Chaetomium sp Mempengaruhi daya kecambah, degradasi
sellulosa
Penicillium 17.0 – 23.0 Menyebabkan pembusukan, perubahan warna
cyclopium nyata, produksi mycotoxin
Penicillium sp 17.0 – 23.0 Menyebabkan pembusukan, perubahan warna
nyata, mycotoxin
Trichothecium 17.0 – 23.0 perubahan warna, menghasilkan T2-toxin
spp (trichothecenes)
Sumber : Williams (1991)
A.flavus dan A.parasiticus memerlukan kelembaban relatif untuk
pertumbuhan dengan batas optimum 82 - 85 % dan suhu 30 - 32°C, sedangkan
kondisi optimum untuk menghasilkan aflatoksin adalah pada suhu 25 - 30°C
dengan kelembaban relatif 85 % dan pertumbuhan jamur tersebut optimum
pada kandungan air 15 - 30 %.
Aflatoksin adalah racun hasil metabolisme sekunder dari kapang A.
flavus dan A. parasiticus yang banyak dijumpai pada berbagai pakan yang
berasal dari komoditi pertanian maupun hasil sampingannya. Adanya
pengaruh lingkungan yang mendukung pertumbuhan kapang tersebut dan
penyimpanan bahan yang kurang memadai menyebabkan kontaminasi
aflatoksin dapat terjadi setiap saat dan disetiap tempat. Aflatoksin diberi nama
sesuai penampakan pada kromatografi lapis tipis (TLC) yaitu B1 dan B2 untuk
fluoresensi biru dan G1 dan G2 untuk fluoresensi hijau. Kadar toksisitas dari
tiap jenis aflatoksin berdeda, yang paling toksik adalah aflatoksin B1 dengan
urutan kadar toksisitas adalah B1 > G1 > B2 > G2 .
Di daerah tropis dengan kelembaban relatif tinggi, praktis tidak ada
bahan yang tidak terkontaminasi oleh aflatoksin. Kontaminasi aflatoksin pada
pakan ternak dapat dikurangi dengan mengendalikan fungi penghasil aflatoksin
dan detoksifikasi. Beberapa bahan kimia yang dapat menghambat pertumbuhan
A.flavus adalah etilen oksida, sulfur oksida, theobromine, etil alkohol, metil
alkohol, asam asetat, asam propionat, sodium bisulfat dan amonium
polipropionat.

li
Pengaruh aflatoksin terhadap kesehatan ternak terutama ternak unggas
telah banyak dipublikasikan. Tergantung pada tinggi rendahnya level
aflatoksin dalam bahan pakan, jenis dan umur ternak, maka pengaruh negatif
aflatoksin dapat bervariasi mulai dari tingkat aflatoksikosis ringan sampai
dengan kematian, dan aflatoksin dapat menjadi penyebab kerugian dalam
usaha peternakan melalui makanan ternak.
Kerugian di bidang peternakan yang disebabkan oleh aflatoksin
meliputi beberapa hal, yaitu dapat menurunkan kuantitas dan kualitas produksi
(telur dan daging), terganggunya fungsi metabolisme dan absorbsi lemak,
tembaga, besi, kalsium, fosfor, beta-karoten serta memperlemah sistem
kekebalan. Selain itu dengan adanya aflatoksin dalam pakan perlu diimbangi
dengan kebutuhan energi, protein, vitamin yang lebih tinggi yang
menyebabkan biaya produksi menjadi lebih mahal. Aflatoksin dapat
menurunkan pertambahan berat badan pada itik, kalkun, angsa, burung. dan
pada ayam menyebabkan pertumbuhan menurun, konversi makanan tidak
efisien, pembesaran hati, jantung dan pankreas, serta pucatnya warna jengger,
kaki dan sumsum tulang.
C. Indikator Penilaian
Indikator penilaian terdiri dari menentukan Bentuk pengolahan pakan,
aspek penyimpanan yang mempengaruhi kualitas pakan, hubungan pengolahan dan
penyimpanan pakan. Sedangkan dalam diskusi / presentasi kelompok indikator
penilaian terdiri dari : keaktifan individu dalam kelompok, kesiapan dan
kerjasama kelompok, penyajian dan penguasaan materi
BAB III. PENUTUP
Proses pengolahan merupakan salah satu faktor yang sangat
berpengaruh terhadap mutu pakan jadi (ransum), disamping faktor lain, seperti
bahan baku, bahan tambahan, serta perhitungan formulasi.
Penyimpanan pakan sebaiknya pada tempat yang tidak terlalu gelap.
Hal ini bertujuan untuk mencegah timbulnya proses enzimatis pada pakan yang
berakibat penurunan mutu produk. Disamping itu, tempat penyimpanan harus

lii
tidak lembap (diusahaklan di tempat yang kering dan bervertilasi). Kerusakan
bahan pakan yang dapat terjadi karena penyimpanan yang buruk antara lain
kerusakan fisik dan mekanik, kerusakan kimiawi, kerusakan enzimatik, dan
kerusakan biologis yang terjadi akibat serangan serangga, binatang pengerat,
burung, mikroorganisme selama penyimpanan.

DAFTAR PUSTAKA
Bolsen, K.K., G. Ashbell and J.M. Wilkinson. 1995. Silage Additives. In :
Biotechnology in Animal Feed and Animal Feeding. Editors : RJ
Wallace and A. Chesson. VCH, Weinheim

Henderson, N. 1993. Silage additives. Anim.Feed and Tech. 45 : 35-56

liii
Ibrahim, M.N.M. 1983. Physical, chemical, physico-chemical and biological
treatment of crop residues. An Overline I Workshop AFAR, Los Banos

Komar, A. 1984. Tehnologi pengolahan jerami sebagai makanan ternak.


Yayasan Dian Grahita, Jakarta

Rechcigl, M. Jr. 1882. Handbook of Nutritive Value of Processed Food. Vol.


II Animal Feedstuff. CRC Press, Inc. Boca Raton, Florida.

Hall, C.W. 1970. Handling and Storage of Food Grains in Tropical and
Subtropical Areas. FAO, Rome.

MODUL V1

JUDUL : FORMULASI RANSUM TERNAK


BAB I. Pendahuluan
A. Latar Belakang

liv
B. Ruang Lingkup Isi
C. Kaitan Modul
D. Sasaran Pembelajaran Modul
BAB II. Pembahasan
A. Fungsi Gizi Bagi Ternak Unggas
B. Pemilihan Bahan untuk Ransum
C. Aspek kegiatan pedoman penyusunan ransum
D. Metode penyusunan ransum
BAB III. PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA

BAB.I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

lv
Pedoman formulasi ransum adalah suatu acuan dasar/patokan dalam
menghitung formulasi ransum untuk ternak unggas. Acuan dasar yang
digunakan berpedoman pada nilai teknis dan ekonomis dari bahan yang akan
digunakan, sehingga pada akhirnya diharapkan akan dihasilkan formulasi
pakan yang berkualitas mendekati produksi pabrik dengan biaya yang lebih
murah. Kegunaan dari formulasi ransum adalah untuk menuangkan
pengetahuan tentang zat/beberapa bahan makanan menjadi suatu makanan
(ransum) yang dapat memenuhi kebutuhan ternak yang mempunyai tingkat
produksi tertentu yang dikehendaki oleh peternak.
Berbicara mengenai penyusunan ransum ternak tidak terlepas dari
masalah gizi untuk ternak itu sendiri. Karena itu dalam penyusunan formulasi
ransum seseorang terlebih dahulu harus mengetahui fungsi gizi dan jumlah
kebutuhan gizi ternak, pemilihan bahan untuk ransum, aspek kegiatan pedoman
penyusunan ransum dan metode penyusunan ransum.

B. Isi Ruang Lingkup : A.Fungsi Gizi Bagi Ternak


B. Pemilihan bahan untuk Ransum
C. Aspek kegiatan pedoman penyusunan ransum
D. Metode penyusunan ransum

C. Kaitan modul : Modul ini merupakan modul keenam setelah mahasiswa


memahami modul pengolahan dan penyimpanan pakan.

D. Sasaran Pembelajaran Modul


Setelah mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan mampu memilih,
menyusun dan membuat formulasi ransum dengan berbagai metode sesuai standar
kebutuhan jenis ternak khususnya ternak unggas.

BAB II. PEMBAHASAN

lvi
A. Fungsi Gizi Bagi ternak
Gizi dibutuhkan ternak untuk mempertahankan hidup dan berproduksi.
Jika gizi yang terdapat dalam ransum kurang atau hanya mencukupi kebutuhan
untuk mempertahankan hidup saja, maka ternak yang dipelihara menjadi tidak
produktif. Untuk hidup dan berproduksi ternak membutuhkan protein, mineral,
energi dan vitamin. Semua zat gizi tersebut harus ada dalam ransum dalam
jumlah yang proporsional.

B. Pemilihan Bahan untuk Ransum


Bahan-bahan yang akan digunakan sebagai ransum (untuk ternak
unggas) harus dipilih dari bahan-bahan yang memenuhi syarat :
- Berkualitas bagus
- Tidak berjamur atau berdebu
- Bahan tergiling halus, sehingga ayam tidak memilih biji-bijian melulu dan
meninggalkan konsentratnya
- Bahan yang hendak dipakai harus fresh (baru), sebab bahan yang telah lama
tersimpan zat-zat yang terkandung didalamnya telah rusak atau menjadi
tengik dan tidak enak.
- Bahan yang tidak terlampau banyak mengandung serat kasar, garam dan
lemak, sebab bahan yang banyak mengandung serat kasar akan sukar
dicerna, sedangkan bahan yang banyak mengandung garam akan
menimbulkan keracunan
- Bahan-bahan yang tidak palsu

C. Pedoman penyusunan ransum


Pedoman dalam menyusun formulasi ransum meliputi aspek-aspek
kegiatan antara lain 1). studi/kajian kelayakan yaitu suatu kajian dasar dalam
penyusunan ransum. Dengan adanya studi kelayakan dalam pengadaan bahan

lvii
baku dasar penyusunan ransum,diharapkan resiko yang muncul dapat ditekan
seminimal mungkin.
Dalam studi kelayakan ini dibahas kajian mengenai pengadaan bahan baku
yang akan digunakan untuk ransum, yang meliputi aspek-aspek ; Potensi darah,
ketersediaan bahan baku ( jumlah dan kontinuitas bahan baku ),ekonomis (
harga dan persaingan dengan kebutuhan manusia ), alternatif bahan baku
pengganti.2).Riset terapan yang merupakan kelanjutan dari evaluasi data yang
diperoleh dari studi kelayakan di lapangan. Misalnya dari hasil studi kelayakan
diperoleh 9 bahan baku pakan yang dapat digunakan, antara lain: jagung,
tupung, ikan, bungkil, kedelai,bungkil kacang tanah, bungkil kelapa,tepung
tulang, tepung kerang, dedak halus, dan susu bubuk. Dari 9 bahan baku pakan
tersebut kemudian disusun beberapa formulasi ransum untuk ternak unggas,
yang secara teknis dan ekonomis telah memenuhi syarat. Tetapi ternyata
formulasi tersebut kurang disukai oleh ternak unggas.3).Analisis perhitungan
formulasi nutrisi pakan, dalam penyusunan ransum untuk ternak diperlukan
beberapa anlisis yang yang berhubungan dengan bahan baku pakan, tingkat
kebutuhan ternak dan ambang batas penggunaan bahan baku pakan. Masing-
masing analisis mempunyai spesifikasi yang berbeda tetapi satu sama lain
saling berhubungan. Analisis bahan baku pakan adlah analisis yang
menyangkut jumlah nutrisi/gizi yang ada dalam bahan pakan. Hal ini
menyangkut perserentase kandungan gizi pakan meliputi : protein, lemak
karbohidrat, vitamin, mineral dan energi yang ada dalam bahan pakan.

B. Metode Penyusunan Ransum


Sebelum memulai bermanipulasi dengan berbagai cara perhitung,
hendaknya dimulai dengan langkah memperkirakan kebutuhan zat makanan
dari ternak bersangkutan. Untuk itu dibutuhkan suatu tabel kebutuhan zat
makanan (kalau berupa tabel, umumnya direkomendasikan ) yang akan
digunakan sebagai patokan. Data komposisi zat makanan dari berbagai bahan

lviii
makanan biasanya tersedia dalam bentuk persen dari as fed, kering udara atau
kering oven.
Ada beberapa cara yang dapat digunakan dalam menghitung formulasi
ransum, ada yang secara manual maupun dengan menggunakan program
komputer. Cara perhitungan yang akan dibahas dalam modul ini mencakup 3
teknik perhitungan formulasi ransum yaitu :
1. Teknik coba-coba (trial and error)
2. Teknik pearson squere method (teknik segiempat person)
3. Teknik persamaan matematik
4. linear programming (biasanya digunakan dalam menggunakan
komputer) dan lain-lain.
Formulasi ransum yang disusun biasanya berpedoman kebutuhan protein,
energi atau berpedoman imbangan protein-energi khususnya banyak dilakukan
dalam menyusun formulasi ransum ternak unggas. Perhitungan formulasi
ransum berpedoman protein artinya menghitung formulasi pakan dengan
melihat besarnya kandungan protein dalam bahan baku pakan dan besarnya
kebutuhan protein ternak. Formulasi ransum berpedoman energi merupakan
perhitungan dengan mengabaikan kandungan protein dalam ransum dan
kebutuhan protein ternak, cara ini banyak sekali digunakan karena secara
teoritis ternak memerlukan pakan untuk kebutuhan energinya. Sedangkan
formulasi ransum berpedoman imbangan protein-energi memperhitungkan
kombinasi kebutuhan protein dan energi sehingga dalam penggunaannya lebih
tepat guna selain itu juga lebih memperhatikan kebutuhan gizi lainnya.
Dalam formulasi ransum juga dikenal istilah tipe ransum, yang dimaksud
tipe ransum adalah lengkap dan tidak lengkap. Yang dimaksud ransum lengkap
adalah ransum yang disusun demikian rupa sehingga tidak membutuhkan lagi
tambahan bahan/zat makanan apa pun dari luar dan siap diberikan kepada
ternak untuk memenuhi kebutuhan fisiologis dari hewan bersangkutan.
Sedangkan ransum tidak lengkap dapat dibagi atas dua macam yaitu ransum
berupa konsentrat yang akan ditambahkan pada hijauan dan ransum berupa

lix
sumber protein (atau sumber zat-zat makanan lainnya) yang akan ditambahkan
pada ransum lain yang rendah akan protein (atau zat makanan lainnya).

BAB III. PENUTUP

Formulasi merupakan salah satu tahap operasi esensial dalam


pengolahan pakan. Akurasi penyusunan formulasi sangat menentukan hasil
produksi yang diperolah atau feed convertion ratio (FCR) dan efisiensi biaya
pengolahan. Sebaliknya kekeliruan didalam formulasi selain berpengaruh
terhadap efek pertumbuhan ternak juga mengakibatkan pemborosan pemakaian
bahan baku, defisiensi nutrisi, serta menimbulkan efek terhadap penurunan
daya tahan terhadap penyakit.Upaya untuk mengatasi hal tersebut dapat
dilakukan dengan menyusun suatu formulasi pakan seimbang dan bermutu
dengan menggunakan teknik atau metode formulasi yang tepat dengan
mempertimbangkan kebutuhan zat makanan ternak yang bersangkutan,
ketersedian bahan makanan, tipe ransum yang dikehendaki dan lain
sebagainya.

lx
DAFTAR PUSTAKA

Anggorodi, H.R. 1995. Nutrisi Aneka ternak Unggas. Penerbit PT Gramedia


Pustaka Utama, Jakarta.

Parakassi, A. 1999. Ilmu Nutrisi Dan Makanan Ternak Ruminansia. Penerbit


Universitas Indonesia.

Sutardi, 1980. Landasan Ilmu Nutrisi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Makanan
Ternak. Fakultas Peternakan IPB. Bogor

McDonald, P., RA. Edwards, JFG. Greenhalgh, and CA. Morgan. 2002.
Animal Nutriotion. Prentice Hall

Mustari,S.P. dkk., 2000. Pembuatan Pakan Ternak Unggas. Penerbit. CV.


Amissco. Jakarta.

lxi
lxii

You might also like