Professional Documents
Culture Documents
Penerbit : Djambatan
Pada awalnya saya tidak begitu tertarik pada Novel Ziarah ini, yang di
Rilis oleh seorang Sastrawan Indonesia yang terkenal di Zamannya yaitu
Iwan Simatupang. Sebelumnya saya hanya melihat pada judulnya saja yang
sedikit Religius, karena rasa penasaran saya pada akhirnya saya putuskan
untuk memahami isi kandungan Novel ini.
Bagian yang paling menarik dari Novel ini adalah Alur cerita kehidupan
seorang bekas pelukis yang menemukan kembali semangat hidupnya setelah
mengalami beberapa konflik-konflik kehidupan. Dan juga kelebihan dari
novel ini pengarang seringkali mengaitkan kisah nyata dari pengetahuannya
kedalam karya-karyanya, seolah-olah cerita tersebut membawa pembaca
kedalam alam yang nyata.
Dibanding dengan novel yang lain yang judulnya hampir sama yaitu
“Ziarah malam” oleh iwan simatupang, yang menceritakan kisah seorang
wanita yang menanti kekasih hatinya yang telah lama pergi tanpa kabar,
suatu hari ketika ia mendengar kabar bahwa kekasih hatinya telah
meninggal dunia, kini wanita itu hanya hidup bersama dengan kenangannya
seperti halnya dalam novel Ziarah. novel ziarah ini tak kalah menarik dengan
ziarah malam karena alur ceritanya juga hampir sama.
Gaya bahasa dalam Novel ini seperti halnya dalam puisi, pengarang
banyak menggunakan majas-majas dan perumpamaan-perumpamaan yang
menarik, yang membuat pembaca tersentuh dan ingin terus membaca. Gaya
bahasa dalam novel ini mampu menarik pembacanya, baik dari golongan
sastrawa maupun pembaca-pembaca kecil, karena pengarang menggunakan
ragam bahasa sastra yang tinggi
Kalau diperhatikan dan dibaca dengan sangat teliti, Novel ini banyak
mengunakan ungkapan-ungkapan atau makna konotasi misalnya : “seolah
udara kutub menghembus masuk kedalam tubuhnya melalui rongga
mulutnya”. Juga banyak menggunakan majas misalnya personofikasi “Rasa
riang yang mendaki dalam dirinya “, hiperbola “Tuan adalah Nabi seni lukis
di masa yang akan dating ”, simile “Istrinya makin sehat saja, makin cantik.
Seperti sekuntum bunga yang pada akhirnya bertemu sinar matahari dan
mekar semekar-mekarnya, sedang ia sendiri, makin layu saja…. Makin
suram”. Novel ini juga banyak menggunakan ejaan-ejaan yang tidak baku,
misalnya –tilpon, enpelop-enpelop, kattelebelleces, dann juga istilah-istilah
ilmu filsafat dan ilmu politik yang masih sulit untuk dipahami. Namun itu
semua tidak begitu kelihatan, karena isi buku yang sangat menarik.
Buku ini sangat cocok bagi seluruh tingkat pembaca, khususnya bagi
pembaca yang masih duduk di bangku pendidikan, karena dapat
memberikan inspirasi yang sangat besar dalam membuat suatu karangan
karya sastra.
Dan harapan saya kita semua sebagai pembaca juga harus bisa
mengikuti jejak pengarang dalam membuat suatu karya sastra dan
membuat sebuah karangan sastra yang tidak kalah dengan karya-karya iwan
simatupang.