You are on page 1of 3

JUDUL RESENSI : LIKU-LIKU KEHIDUPAN

Judul Novel : Ziarah

Pengarang : Iwan Simatupang

Penerbit : Djambatan

Tahun Terbit : 2002

Urutan Cetakan : Ke-8

Ukuran Dimensi Buku : 21 Cm

Tebal Buku : 142 Halaman

Nomor ISBN : 979-428-541-2

Gambar Kulit : Pohon Yang Gersang

Pada awalnya saya tidak begitu tertarik pada Novel Ziarah ini, yang di
Rilis oleh seorang Sastrawan Indonesia yang terkenal di Zamannya yaitu
Iwan Simatupang. Sebelumnya saya hanya melihat pada judulnya saja yang
sedikit Religius, karena rasa penasaran saya pada akhirnya saya putuskan
untuk memahami isi kandungan Novel ini.

Novel ini sangat menarik sekali, yang menceritakan tentang kehidupan


seorang bekas Pelukis yang dulunya adalah seorang Pelukis yang sangat
terkenal, yang ditinggal mati oleh Istrinya. Sehingga dia berubah menjadi
seorang yang pemabuk dan bertingkah seperti orang yang kurang waras
(Gila). Kisah seorang bekas Pelukis ini sangatlah mendalam, hampir seluruh
kisah dalam kehidupannya diliputi dengan kenangan terhadap Istrinya yang
sudah lama meninggal. Hingga suatu hari datanglah seorang Opseter
perkuburan kotapraja yang memperkerjakannya sebagai seorang pengapur
tembok perkuburan kotapraja. Ternyata Opseter perkuburan kotapraja
tersebut mempunyai niat yang buruk terhadap seorang bekas pelukis, dia
hanya ingin melihat reaksi bekas pelukis itu ketika mengapur tembok
perkuburan kotapraja dimana Istri pelukis di kubur beberapa tahun lalu.
Setelah bekerja sebagai pengapur tembok perkuburan kotapraja kehidupan
seorang bekas pelukis menjadi sedikit membaik, hal ini membuat seluruh
warga gempar karena perubahan sikapnya yang sangat drastis dari seorang
yang Stress menjadi seorang yang sangat tenang dan dingin. Beberapa
tahun kemudian kompleks perkuburan kotaprajapun ingin dibongkar oleh
pemerintah kota, karena seluruh warga di sekitar kompleks perkuburan itu
menjadi ketakutan akibat prilaku bekas Pelukis. Setelah kompleks
perkuburan kotapraja itu dibongkar, bekas pelukispun diusir dari kota
tersebut , dan akhirnya dia tinggal di hotel dengan menyewa kamar terbaik
yang kemudian menjadi tempat Sanggar Lukisnya. Akhirnya bekas Pelukis
mempunyai tempat tinggal dan alamat yang pasti. Pelukispun melanjutkan
Propesinya sebagai pelukis, akhirnya diapun tahu maksud tujuan Opseter
menyuruhnya mengapur tembok perkuburan karena opseter ingin melihat
hidup pengapur menderita. Akibat peridtiwa itu, opseterpun mati dengan
cara gantung diri, setelah opseter mengatakan niat jahatnya kepada pelukis.
Bekas pelukispun sadar akan arti kehidupan, ia pun memutuskan untuk
menjadi opseter perkuburan agar dapat menziarahi istrinya tercinta dan
sahabatnya opseter yang mati gantung diri.

Bagian yang paling menarik dari Novel ini adalah Alur cerita kehidupan
seorang bekas pelukis yang menemukan kembali semangat hidupnya setelah
mengalami beberapa konflik-konflik kehidupan. Dan juga kelebihan dari
novel ini pengarang seringkali mengaitkan kisah nyata dari pengetahuannya
kedalam karya-karyanya, seolah-olah cerita tersebut membawa pembaca
kedalam alam yang nyata.

Dibanding dengan novel yang lain yang judulnya hampir sama yaitu
“Ziarah malam” oleh iwan simatupang, yang menceritakan kisah seorang
wanita yang menanti kekasih hatinya yang telah lama pergi tanpa kabar,
suatu hari ketika ia mendengar kabar bahwa kekasih hatinya telah
meninggal dunia, kini wanita itu hanya hidup bersama dengan kenangannya
seperti halnya dalam novel Ziarah. novel ziarah ini tak kalah menarik dengan
ziarah malam karena alur ceritanya juga hampir sama.

Novel ini juga banyak memberikan pandangan hidup bagi setiap


pembacanya, karena di dalamnya dimuat begitu banyak norma-norma atau
nilai-nilai yang dapat membangun Psikologis pembacanya, baik itu lewat
penceritaan kehidupan masing-masing tokoh kita dalam cerita, maupun
kutipan-kutipan kalimat yang mengandung nasehat ataupun contoh-contoh
yang dapat diambil hikmahnya.

Gaya bahasa dalam Novel ini seperti halnya dalam puisi, pengarang
banyak menggunakan majas-majas dan perumpamaan-perumpamaan yang
menarik, yang membuat pembaca tersentuh dan ingin terus membaca. Gaya
bahasa dalam novel ini mampu menarik pembacanya, baik dari golongan
sastrawa maupun pembaca-pembaca kecil, karena pengarang menggunakan
ragam bahasa sastra yang tinggi

Terlepas dari kelebihan novel ini, juga memiliki kekurangan seperti


cetakan ejaan yang tidak sesuai, misalnya : “kedunya = keduanya”
(P5,B16,H8) “dimilkinya = dimilikinya” (P1,B1,H33). Penulisan kalimat yang
diulang-ulang, misalnya : “persis di tengah busur tikungan itu, disaat ia
berdiri persis di tengah tikungan itu” (P3,B28-29,H4).

Kalau diperhatikan dan dibaca dengan sangat teliti, Novel ini banyak
mengunakan ungkapan-ungkapan atau makna konotasi misalnya : “seolah
udara kutub menghembus masuk kedalam tubuhnya melalui rongga
mulutnya”. Juga banyak menggunakan majas misalnya personofikasi “Rasa
riang yang mendaki dalam dirinya “, hiperbola “Tuan adalah Nabi seni lukis
di masa yang akan dating ”, simile “Istrinya makin sehat saja, makin cantik.
Seperti sekuntum bunga yang pada akhirnya bertemu sinar matahari dan
mekar semekar-mekarnya, sedang ia sendiri, makin layu saja…. Makin
suram”. Novel ini juga banyak menggunakan ejaan-ejaan yang tidak baku,
misalnya –tilpon, enpelop-enpelop, kattelebelleces, dann juga istilah-istilah
ilmu filsafat dan ilmu politik yang masih sulit untuk dipahami. Namun itu
semua tidak begitu kelihatan, karena isi buku yang sangat menarik.

Buku ini sangat cocok bagi seluruh tingkat pembaca, khususnya bagi
pembaca yang masih duduk di bangku pendidikan, karena dapat
memberikan inspirasi yang sangat besar dalam membuat suatu karangan
karya sastra.

Dan harapan saya kita semua sebagai pembaca juga harus bisa
mengikuti jejak pengarang dalam membuat suatu karya sastra dan
membuat sebuah karangan sastra yang tidak kalah dengan karya-karya iwan
simatupang.

You might also like