Professional Documents
Culture Documents
Oleh :
Angger Rakhmatulhuda (08110070)
Mulyo Dianto (08110092)
M. Lutfil Hakim (08110084)
Effendi M. Hasan (06110003)
Thoriq Al-Aqorib (06110228)
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Abstrak
Shalat Fardhu adalah shalat yang wajib dilakukan oleh setiap Muslim di seluruh
dunia, jika ditinggalkan maka hukumnya adalah dosa. Perintah shalat wajib diterima oleh
Nabi Muhammad saw ketika mi’raj. Shalat fardhu sendiri terbagi menjadi 2, yakni: Shalat
Fardu 'Ain, shalat wajib yang dilakukan setiap hari, dalam 5 waktu sebanyak 17 rakaat.
Dan Shalat Fardu Kifayah, yaitu shalat wajib yang apabila sudah dikerjakan oleh sebagian
umat Islam, maka umat islam yang lainnya terbebas dari kewajiban tersebut. Sujud sahwi
artinya sujud kerana terlupa mengerjakan sesuatu yang sunnah atau hal yang salah lainnya
tanpa sengaja
1.2 Keyword : Shalat Fardhu, Shalat Fardu Kifayah, Shalat Fardu Kifayah, dan Sujud
sahwi
BAB II PEMBAHASAN
2.1. SHALAT FARDHU
2.1.1. Pengertian Shalat Fardhu
Asal makna shalat menurut bahasa Arab ialah “doa”, tetapi yang dimaksud di sini
ialah ibadah yang terdiri dari perkataan dan perbuatan tertentu, yang dimulai dengan
takbir dan diakhiri dengan membaca salam. shalat yang diwajibkan bagi tiap-tiap orang
dewasa dan berakal ialah lima kali sehari-semalam. Mula-mula turunnya perintah wajib
shalat itu ialah pada malam isra’, setahun sebelum tahun hijriah. (Rasjid, 2005. Hal 53).
2.1.2. Syarat-syarat Wajib Menjalankan Shalat Fardhu
Shalat tidak wajib dikerjakan kecuali oleh mereka yang memenuhi syarat-
syarat berikut: (abd Qadir, 2007: 169)
b. Berakal sehat. Tidak diwajibkan atas orang gila dan pingsan. Jika gila atau
pingsannya itu berlangsung terus selama dua waktu shalat yang bias dijama’.
Ulama’ Syafi’iyah berpendapat bahwa, jika seseorang gila atau pingsan selama
satu waktu shalat penuh, gugurlah kewajiban shalatnya. Sedangkan menurut
hanafiah, kewajiban shalat tidak gugur dari seseorang kecuali jika ia gila atau
pingsan selama enam waktu, maka ketika itu gugur pula kewajibannya untuk
shalat. (abd Qadir, 2007: 169)
c. Balig atau dewasa. Maka shalat tidak diwajibkan bagi anak kecil yang belum
balig. Tetapi bagi walinya hendaklah menyuruhnya mengerjakan salat bila anak
itu telah menginjak umur tujuh tahun, dan boleh memukulnya jika tidak
mengerjakannya ketika berusia sepuluh tahun. Hal ini agar setelah balig nanti ia
terbiasa atau sudah terlatih mengerjakannya. (abd Qadir, 2007: 169)
d. Sampai dakwah atau seruan dari Nabi, sesuai firman Allah dalam surat Al Isra
ayat 15 (abd Qadir, 2007: 169)
e. Suci dari haid dan nifas. Hal ini karena wanita yang sedang haid atau nifas tidak
diwajibkan melakukan salat, baik secara ada’(dikerjakan pada waktunya)
maupun qada’. Berbeda dengan puasa, mereka wajib mengqada’nya. (abd
Qadir, 2007: 169)
f. Sehat jasmani dan rohani. Karena itu bagi orang yang dilahirkan dan dibesarkan
dalam keadaan buta tuli tidak diwajibkan shalat. (abd Qadir, 2007: 169)
A. Shalat Fardu 'Ain, shalat wajib yang dilakukan setiap hari, dalam 5 waktu sebanyak
17 rakaat, ke lima shalat 5 waktu tersebut adalah; Shalat Shubuh, Shalat Dzuhur,
Shalat 'Ashar, Shalat Maghrib, Shalat Isya' dan juga Shalat Jum'at (hanya
diwajibkan untuk kaum laki-laki, dilakukan setiap hari jumat, pada waktu adzan
dzuhur). (Rasjid, 2005: hal 60)
B. Fardu Kifayah, yaitu shalat wajib yang apabila sudah dikerjakan oleh sebagian umat
Islam, maka umat islam yang lainnya terbebas dari kewajiban tersebut. Di antaranya
adalah Shalat Jenazah dan Shalat Ghaib. (Rasjid, 2005: hal 60)
Salat fardu memiliki waktu-waktu tertentu, saat kapan salat itu harus dikerjakan,
berdasarka firman Allah:
Maksudnya, suatu kewajiban yang sangat penting dan pasti seperti Kitab Suci.
Qur’an telah mengisyaratkan waktu-waktu salat ini, sesuai dengan firman-Nya:
Hud, 114)
shalat) subuh. Sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan (oleh malaikat). (al-Isra’, 78)
malam hari dan pada waktu-waktu di siang hari, supaya kamu merasa senang, (Taha, 130)
“Jibril dating kepada Nabi lalu berkata: ‘Bangun dan salatlah!’ Maka Nabi
mengerjakan salat zuhur disaat matahari tergelincir. Kemudian ia dating lagi
diwaktu asar, katanya: ‘bangun dan salatlah!’ beliaupun mengerjakan salat asar
ketika baying-bayang sesuatu sama panjang dengan bendanya. Lalu ia dating lagi
diwaktu magrib dan katanya: ‘bangun dan salatlah!’ Nabipun mengerjakan salat
magrib saat matahari terbenam. Kemudian ia dating pula pada waktu isya dan
berkata: ‘bangun dan salatlah!’ maka nabi segera salat isya ketika mega merah
telah lenyap. Akhirnya ia dating lagi di waktu fajar ketika fajar telah bercahaya…”
(Hadis Ahmad, Nasa’I dan Tirmizi)
Sesuai dengan uraian rukun Shalat menurut empat mazhab, maka agar lebih mudah
dipahami dapat dibuat secara bagan sebagai berikut:
No Rukun Hanafi Maliki Hambali Syafi’i
1 Niat √ √
2 Takbiratul Ihram √ √ √ √
3 Berdiri √ √ √ √
4 Membaca Al-Fatihah √ √ √ √
5 Ruku’ √ √ √ √
6 I’tidal/Bangun dari
√ √ √
ruku’
7 Sujud √ √ √ √
8 Duduk antara dua
√ √ √
sujud
9 Duduk Tasyahud
√ √ √ √
Akhir
10 Membaca Tsyhud √ √ √
Akhir
11 Membaca Shalawat
√ √ √
Nabi
12 Salam √ √ √
13 Tertib √ √ √
14 Tuma’ninah √ √
Total 6 14 13 13
b. Mazhab Maliki :
Ulama Malikiyah berpendapat bahwa niat adalah bermaksud untuk melaksanakan
sesuatu dan letaknya dalam hati. Niat dalam sholat adalah syarat sahnya sholat, dan
sebaiknya tidak melafadzkan niat, agar hilang keragu-raguannya. Niat sholat wajib
bersama Takbiratul Ihram, dan wajib menentukan jenis sholat yang dilakukan (al-
Syarhu al-Shaghir wa- Hasyiyah ash-Shawy I/303-305. al-Syarhu al-Kabir ma’ad-
Dasuqy I/233 dan 520).
c. Mazhab Hambali :
Ulama Hanabilah berpendapat bahwa niat adalah bermaksud untuk melakukan
ibadah, yang bertujuan untuk mendekatkan dirikepada Allah. Sholat tidak sah tanpa
niat, letaknya dalam hati, dan sunnah melafadzkan dengan lisan, disyaratkan pula
menentukan jenis sholat serta tujuan mengerjakannya. (al-Mughny I/464-469, dan
II/231. Kasy-Syaaf al-Qona’ I364-370).
d. Syafi’i :
Ulama Syafi’iyah berpendapat bahwa niat adalah bermaksud melaksanakan
sesuatu yang disertai dengan perbuatan. Letaknya dalam hati. Niat sholat disunnahkan
melafadzkan menjelang Takbiratul Ihram dan wajib menentukan jenis sholat yang
dilakukan. (Hasyiyah al-Bajury I/149. Mughny al-Muhtaj I/148-150. 252-253)
a. Maliki: Tidak memakai Bismillah karena Bismillah bukan ayat dari Surat Al-
Fatihah. Dari Aisyah r.a : “Sesungguhnya Rosulullah memulai sholat dengan takbir
dan membaca alhamdulillahi robbil’alamin (Riwayat Muslim). (Subulus Salam I/333).
b. Hanafi: Membaca Basmalah dalam Fatihah sholat itu hukumnya wajib namun
dengan suara pelan. Dalam riwayat lain bagi Ibnu Huzaimah : “Mereka membaca
Bismillahirrahmaanir-raahiim”membacanya dengan pelan”. (Subulus Salam I/333).
c. Hambali Membaca Basmallah dengan pelan dan tidak sunat untuk dikeraskan.
d. Syafi’i : Wajib membaca Basmallaha. Abu Hurairoh r.a, Nabi Muhammad SAW:
Sesungguhnya rosulluloh telahbersabda “Jika kalian membaca alhamdulillahi
robbil’alamin, makabacalah bismillaahir rohmaanir rohiim. Sesungguhnya itu ummul
Qur’an, ummul kitab, dan sab’ul matsani (tujuh ayat yang dibaca berulangulang), dan
bismillaahir rohmaanir rohiim termasuk salah satu ayat surat Al-Fatihah. (Riwayat
Daruqutni dari Hadits Abdul Hamid bin Za’far dari Nuh bin Abi Bilal dari Sa’id bin
Sa’id Al-Maqburi dari Abu Hurairoh r.a)
Hadits Anas r.a, sesungguhnya ia ditanya tentang bacaan rosululloh SAW dalam sholat,
jawab Anas “Sesungguhnya rosululloh memanjangkan bacaannya... seterusnya beliau
membaca bismillaahir rohmaanir rohiim alhamdulillahir robbil’alamiin maaliki
yaumid diin…” (riwayat Bukhori)
2. . Al-Hadits
a. Sesungguhnya rosululloh SAW, bersabda :
“Laa sholaata illa biqiroo’atin“
Artinya : “Tidaklah sah sholat bagi orang yang tidak membaca Fatihatul
Kitab.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
b. Rosululloh SAW, bersabda:
“Laa sholaata liman lam yaqro bifaatihatil kitaab “
Artinya :“Tidak ada sholat (tidak sah), kecuali dengan bacaan Fatihah”(HR. Al-
Bukhari, Muslim, Abu Dawud, At-Tarmidzi, An-Nasa’I, Ibnu Majah, dan Imam
Ahmad dari ‘Ubaadah bin Shamit). (http://AnneAhira.blogspot.com)
c. Juga ulama Syafi’iyah yang berpegang lagi dengan Hadits Abu Hurairoh, yang
diangkatnya : “Barangsiapa yang sholat yang didalamnya tanpa membaca
ummul kitab (fatihah), maka sholat itu kurang, tegasnya tidak
sempurna.”Perawi Hadits itu berkata : “Wahai Abu Hurairoh! Sungguh
kadangkadang aku sholat dibelakang imam.” Lalu Abu Hurairoh memegang
lenganku dan berkata, “Wahai Farisy, bacalah fatihah untuk dirimu.”Hadits ini
diriwayatkan oleh Imam Muslim dan Abu Dawud.
d. Hadits ‘Ubaadah bin Shamit, ia berkata “Rasululloh SAW. Sholatsubuh dan
beliau mengeraskan bacaannya. Setelah selesai sholat, beliau bersabda “Saya
melihat kalian membaca dibelakang imam?” kami menjawab, “Benar, demi
Allah , wahai rosululloh.” Kemudian rosululloh SAW, bersabda : “ Laa
taf’aluu illa biummil qur’ani fainnahu laa sholaata liman lam yaqro’biha “
Artinya :“Janganlah kamu semua lakukan, kecuali dengan ummul Qur’an
(S.Alfatihah, karena sesungguhnya tidak ada sholat bagi orang yang tidak
membacanya.” (HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi). Hadits-Hadits ini khusus mengenai
bacaan makmum, dan semuanya tegas tentang fardu membaca fatihah. Menurut
Syafi’iyah berpendapat bahwa membaca fatihah itu merupakan salah satu rukun sholat,
maka ia tidak dapat gugur dari makmum sebagaimana rukun-rukun lainnya.
(http://AnneAhira.blogspot.com)
c. Malikiyah tidak mewajibkan dan tidak juga melarang. Hanya pada sholat sir
disunatkan membacanya. (http://AnneAhira.blogspot.com)
d. Ulama Hanabilah tidak mewajibkan dan tidak melarang pada saat tidak terdengar
bacaan imam, maka sunat membaca bagi makmum. (http://AnneAhira.blogspot.com)
D. Qunut Subuh
Maliki berpendapat, bahwa qunut subuh itu mustahab (sesuatu perbuatan yang disukai
nabi, tetapi tidak dibiasakannya). Adapun dalil bagi orang yang mengatakan, bahwa
qunut subuh itu tidak ada ialah : (http://AnneAhira.blogspot.com)
Dari Abu Hurairoh r.a bahwasannya Nabi SAW pernah qunut disembahyang
subuh, hingga katanya : “Kemudian sampai kabar kepada kami, bahwa qunut itu telah
ditinggalkannya tatkala turun ayat “Laisalaka minal amri syaiun au yatuubu ‘alaihim
wa yu’adzdzibahum fa innahum dhoolimuun” yang artinya “Itu bukan urusan engkau
hai Muhammad apa Allah memberi taubat mereka, atau mengazab mereka sebab
mereka orang yang aniaya.” (HR. Muslim).
Juga hadits : ‘An anasin rodliyallohu ‘anhu anna nabiyyu sholallahu ‘alaihi
was salama qonata syahron ba’dar rukuuyad’uu ‘alaa ahyaai minal ‘arobi tsumma
tarkahu .( rowahu bukhori muslim )
Dari Anas r.a, “Bahwasannya Nabi SAW pernah qunut sebulan lamanya
sesudah rukuk, yang mendoakan suku-suku Arab, kemudian meninggalkannya.” ( HR.
Bukhori dan muslim )
Tentang Hadits-Hadits diatas dijawab oleh Ulama Syafi’iyah. “Bahwa qunut
yang ditinggalkan oleh Nabi itu, hanyalah qunut Nazilah yang sifatnya mengutuk,
berdasarkan Hadits-Hadits diatas. Adapun qunut yang sifatnya tidak mengutuk tidak
ada keterangan yang jelas bahwa Nabi meninggalkannya, terutama sekali qunut subuh.
Hadits Anas r.a : ‘An anasin rodliyallohu ‘anhu qoola: maa zaala rosuulullohi
sholallohi‘alaihi wasallam yaqnutu fish shubhi hatta faaroqod dunya. (HR oleh
Jama’atul huffaz ).
“Senantiasalah rosululloh SAW melakukan qunut dalam sembahyang subuh
sehingga beliau meninggal dunia”. (diriwayatkan oleh Jama’atul Huffadz).
Dan ditambah pula dengan hadits dengan sanad yang shahih sebagai berikut :
Dari Anas r.a “Bahwasannya Nabi SAW pernah qunut sebulan lamanya yang
mendoakan suku-suku Arab, kemudian ditinggalkannya. Adapun qunut subuh
senantiasa dilakukannya sampai meninggal dunia.” (riwayat HR. Hakim, Baehaqi dan
Darulqutni)
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Qadir ar-Rahbawi, 2007, Salat Empat Mazhab, Pustaka Litera AntarNusa- Halim
Jaya, Bogor.
Anne Ahira, Shalat Fardhu, Rabu 11 Agustus 2010, [tersedia]
http://AnneAhira.blogspot.com, (online) Jum’at , 24 September 2010.