You are on page 1of 37

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam situasi perekonomian yang sedang mengalami krisis, perusahaan
yang bergerak di sektor bisnis properti dan manufaktur merupakan perusahaan
yang memiliki sensitifitas tinggi terhadap perubahan kondisi ekonomi makro.
Faktor-faktor ekonomi makro seperti inflasi, tingkat suku bunga dan nilai tukar
Rupiah/US Dollar akan mempengaruhi investasi di pasar modal khususnya saham,
yang selanjutnya akan berdampak terhadap harga pasar saham di bursa.
Krisis ekonomi global telah memberi dampak yang lebih dalam bagi
perkembangan perekonomian Indonesia. Berbagai perkembangan terkini
menunjukkan hampir semua negara maju dan sebagian negara-negara berkembang
mengalami penurunan dalam Produk Domestik Bruto (PDB) pada tahun 2009.
Ketatnya likuditas juga telah mewarnai kondisi pasar keuangan global sebagai
konsekuensi dari masih terus berlangsungnya proses deleveraging di sejumlah
negara maju.
Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada
tahun 2009 akan berada pada kisaran 4 - 5% dengan risiko bias ke bawah
apabila situasi global makin memburuk. Melambatnya pertumbuhan
ekspor akan menjadi sumber utama pelemahan ekonomi di tahun 2009.
Sementara itu, sumber utama pendorong pertumbuhan tahun ini adalah
permintaan domestik, terutama konsumsi swasta yang ditopang oleh
kenaikan upah minimum provinsi, belanja terkait kebijakan sosial oleh
Pemerintah Pusat dan Daerah, dan belanja Pemilu oleh partai-partai
politik. Sementara itu, kegiatan investasi akan ditopang oleh belanja
modal Pemerintah Pusat sebagai bagian integral dari kebijakan stimulus
fiskal dan pembangunan infrastruktur, dan belanja modal Pemerintah
Daerah.
(www.antaranews.com)

Seiring dengan melemahnya perekonomian global dan turunnya harga


komoditas, tekanan inflasi di Indonesia mulai menurun dan diperkirakan terus
berlanjut pada tahun 2009. Apabila perkembangan penurunan harga komoditas
dan harga BBM bersubsidi serta produksi beras yang diharapkan cukup baik,
maka batas bawah dari kisaran proyeksi inflasi 5-7% pada tahun 2009 sangat
2

mungkin dapat dicapai. Indikasi akan menurunnya tekanan inflasi ke depan terasa
semakin kuat. Permintaan domestik yang semakin melemah, pergerakan harga
komoditas internasional (khususnya bahan pangan dan energi) yang menurun
lebih tajam, serta terjaganya kecukupan pasokan barang kebutuhan pokok dan
energi merupakan sebagian faktor yang mendukung semakin berkurangnya
tekanan terhadap inflasi. Bahkan penurunan harga minyak mentah internasional
yang lebih tajam dibandingkan dengan prakiraan semula dapat memfasilitasi
penurunan harga BBM bersubsidi lebih lanjut. Hal ini pada gilirannya dapat
mendorong penurunan harga komoditas yang memiliki kaitan cukup besar dengan
bahan bakar seperti tarif angkutan.
Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Departemen Keuangan 2010,
dapat diketahui perkembangan ekonomi makro Indonesia sebagai berikut:
Tabel 1:
ASUMSI EKONOMI MAKRO 2005-2010
2005 2006 2007 2008 2009 2010
Indikator
Realisasi Realisasi Realisasi Realisasi APBN RAPBN RAPBN
• PDB
Pertumb. Ekonomi 5,7 5,5 6,3 6,1 6,0 4,3 5,0
• Inflasi y.o.y 17,1 6,6 6,6 11,1 6,2 5,0 5,0
(%) 9.705 9.164 9.140 9.691 9.400 10.600 10.000
• Kurs Rupiah
(Rp/$) 9,1 11,7 8,0 9,3 7,5 7,5 6,5
• SBI 3 bulan
rata-rata (%) 51,8 63,8 69,7 97,0 80,0 61,0 60,0
• Harga
0,999 0,959 0,899 0,931 0,960 0,960 0,965
Minyak ($/barrel)
• Lifting
Minyak (juta barrel
perhari)
Sumber: www.fiskal.depkeu.go.id
Pertumbuhan ekonomi Indonesia dari tahun 2205 mengalami fluktuasi,
dimana pada tahun 2005 pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah sebesar 5,7
persen, kemudian mengalami penurunan sebesar 0,2 persen pada tahun 2006 yaitu
sebesar 5,5 persen. Pada tahun 2007 mengalami peningkatan yang cukup tajam
yaitu sebesar 6,6 persen tetapi mengalami penurunan mulau pada tahun 2008
sampai dengan 2010 sehingga hanya mencapai 5,0 persen.
3

Pertumbuhan ekonomi yang lambat dibarengi dengan penurunan tingkat


iflasi tahunan, yaitu pada tahun 2005 tingkat inflasi di Indonesia adalah sebesar
17,1 persen, kemudian pada tahun 2006 sampai dengan 2010 mulai mengalami
penurunan sehingga mencapai angka 5 persen pada tahun 2010, walaupun pada
tahun 2008 sempat mengalami peningkatan sebesar 11,1 persen tetapi kondisi
tersebut tidak terlalu merisaukan karena pada tahun 2009 inflasi kembali dapat
diturunkan.
Nilai tukar Rupiah (kurs rupiah) masih bertahan pada level 9.000-an
sampai dengan tahun 2008, tetapi pada tahun 2009 dan 2010 mengalami
penurunan sehingga mencapai level Rp10.000 per dollar.
Di tengah perkembangan perekonomian yang terjadi tersebut, dan
seiring dengan menurunnya tekanan inflasi, Bank Indonesia mengarahkan
perhatiannya pada upaya menjaga pertumbuhan ekonomi negeri. Hal ini dilakukan
dengan tetap mengawal inflasi dan kestabilan makroekonomi dan sektor keuangan
dalam jangka menengah. Berbagai upaya untuk mencegah sektor riil anjlok lebih
dalam lagi juga ditempuh Bank Indonesia melalui kebijakan moneternya.
Bank Indonesia dalam keputusan Rapat Dewan Gubernur pada Februari
2009 telah kembali menurunkan suku bunga BI Rate sebesar 50 bps dari 8,75%
menjadi 8,25%. Penurunan ini adalah penurunan yang ketiga sejak bulan
Desember 2008. Selain mengambil kebijakan dengan melakukan penurunan BI
Rate, Bank Indonesia akan tetap mengoptimalkan penggunaan seluruh instrumen
kebijakan moneter yang tersedia, seperti pelaksanaan Operasi Pasar Terbuka dan
upaya menjaga stabilitas di pasar rupiah dan valas. Selain itu, upaya pelonggaran
kebijakan moneter juga diiringi oleh kebijakan Bank Indonesia untuk mendorong
perbankan menyalurkan kredit ke sektor produktif dalam koridor praktek
perbankan yang berhati-hati (prudent). Langkah ini diharapkan dapat memberi
gairah pada perekonomian domestik untuk tidak turun lebih dalam.
Perkembangan indikator perbankan menunjukkan bahwa penurunan BI
Rate mulai direspon oleh pergerakan suku bunga deposito dan suku bunga kredit
walaupun masih terbatas. Disamping itu, penurunan suku bunga tersebut
diharapkan dapat mengurangi kendala penyaluran kredit dari sisi suplai
4

(perbankan). Di sisi dunia usaha, penurunan suku bunga diharapkan dapat


mengurangi pesimisme sektor dunia usaha akan prospek ekonomi ke depan.
Kondisi perbankan nasional sampai saat ini masih mantap, seperti
tercermin dari perkembangan Capital Adequacy Ratio (CAR) dan Non
Performing Loan (NPL) perbankan yang tetap pada batas-batas yang aman.
Berbagai upaya untuk mengurangi segmentasi likuiditas perbankan juga telah
menunjukkan hasil, seperti tercermin dari aliran likuiditas dalam pasar uang antar
bank yang mulai mengalami perbaikan dibandingkan dengan beberapa bulan yang
lalu.
Dewan Gubernur Bank Indonesia akan melanjutkan kebijakan yang
ditujukan pada upaya memberikan dukungan bagi pertumbuhan ekonomi dengan
tetap memperhatikan stabilitas makroekonomi. Apabila tekanan inflasi terus
menurun, ruang bagi penurunan BI Rate akan tetap terbuka. Upaya penurunan BI
Rate tersebut juga akan terus didukung oleh langkah-langkah lain berupa
pembenahan dan penguatan sektor keuangan, termasuk upaya peningkatan sistem
pengawasan perbankan. Bank Indonesia akan melanjutkan upaya meningkatkan
peran perbankan untuk menjadi sumber pembiayaan bagi kegiatan dunia usaha
dan mendorong pertumbuhan ekonomi.
Tujuan utama berinvestasi adalah memaksimalkan return, tanpa
melupakan faktor risiko yang harus dihadapi. Return merupakan salah satu faktor
yang memotivasi investor untuk berinvestasi dan juga merupakan imbalan atas
keberanian investor dalam menanggung risiko atas investasi tersebut. Mengetahui
secara pasti besarnya return yang dapat diperoleh dari suatu investasi di masa
yang akan datang tidaklah mudah. Return investasi yang didapatkan di masa yang
akan datang mungkin berbeda dengan estimasinya.
Risiko merupakan variabilitas return realisasi terhadap return yang
diharapkan. Investor menghadapi kesempatan investasi yang berisiko sehingga
tidak dapat hanya mengandalkan pada tingkat keuntungan yang diharapkan dalam
analisis investasi. Kepekaan tingkat keuntungan yang saham terhadap perubahan
pasar disebut dengan beta saham. Beta merupakan suatu pengukur volatilitas
return suatu sekuritas atau portofolio terhadap return pasar. Volatilitas dapat
5

diartikan sebagai fluktuasi dari return-return suatu sekuritas atau portofolio dalam
suatu periode waktu tertentu. Mengetahui beta suatu sekuritas merupakan bagian
penting dalam menganalisis suatu sekuritas. Beta saham mengukur tingkat
kepekaan saham terhadap perubahan pasar, dapat dihitung menggunakan data
historis untuk mengestimasi beta di masa datang.
Risiko merupakan faktor penting dalam keputusan investasi. Beberapa
hal yang harus diperhatikan investor sebelum mengambil keputusan investasi,
yaitu :
1. Menentukan kebijakan investasi.
Investor harus menentukan tujuan investasinya yang sesuai dengan
keuntungan yang diharapkan dan preferensi risikonya.
2. Analisis sekuritas.
Tahap ini dilakukan dengan menganalisis sekuritas secara individual maupun
dalam suatu portofolio.
3. Pembentukan portofolio.
Investor membentuk portofolio dengan tujuan untuk mendiversifikasikan
sekuritas yang dimikili untuk mengurangi risiko investasi.
4. Melakukan revisi portofolio.
Tahap ini dilakukan jika investor menilai bahwa portofolio yang dimiliki tidak
dapat memberikan hasil yang optimal atau sudah tidak sesuai dengan
preferensi risiko mereka.
5. Evaluasi kinerja portofolio.
Dalam tahap ini investor melakukan evaluasi kinerja terhadap portofolionya,
baik dalam aspek tingkat keuntungan yang diperoleh maupun risiko yang
ditanggung.
Mengacu pada penelitian-peneltian terdahulu mengenai pengaruh inflasi,
suku bunga dan kurs valas dan tentang risiko sistematis (beta) saham, dimana
risiko sistematis (beta) saham adalah sebagai variabel dependent dari penelitian
ini. Penelitian ini dilakukan di salah satu bank swasta yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia. Bank yang dipilih dalam penelitian ini adalah PT. Bank Mandiri Tbk.
Untuk itu, penelitian ini berjudul ”ANALISIS PENGARUH SUKU BUNGA,
6

INFLASI DAN KURS VALAS (Rp/$) TERHADAP RISIKO SISTEMATIS


SAHAM PT. BANK MANDIRI, Tbk YANG GO PUBLIK DI BURSA EFEK
INDONESIA DARI JANUARI 2005 – JANUARI 2010.
1.2 Permasalahan
Berdasar fakta tersebut diatas maka permasalahan dalam penelitian ini
adalah:
1. Bagaimana pengaruh inflasi, tingkat suku bunga dan kurs valas (Rupiah/US.
Dollar) terhadap Risiko sistematis saham PT. Bank Mandiri Januari 2005 –
Januari 2010?
2. Bagaimana perbedaan pengaruh antara inflasi, tingkat suku bunga dan kurs
valas terhadap Risiko sistematis saham PT. Bank Mandiri Januari 2005 –
Januari 2010 yang paling dominan.

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian


Sedangkan tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1 Menganalisis pengaruh inflasi, tingkat suku bunga dan kurs valas
(Rupiah/US. Dollar) terhadap Risiko sistematis saham PT. Bank Mandiri
Januari 2005 – Januari 2010.
2 Menganalisis perbedaan pengaruh inflasi, tingkat suku bunga dan kurs
valas (Rupiah/US. Dollar) terhadap Risiko sistematis saham PT. Bank
Mandiri Januari 2005 – Januari 2010 yang paling dominan.
Adapun manfaat penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengaruh inflasi, tingkat suku
bunga dan kurs valas (Rupiah/US. Dollar) terhadap Risiko sistematis
saham PT. Bank Mandiri Januari 2005 – Januari 2010.
2. Untuk mengetahui perbedaan pengaruh inflasi,
tingkat suku bunga dan kurs valas (Rupiah/US. Dollar) terhadap Risiko
sistematis saham PT. Bank Mandiri Januari 2005 – Januari 2010 yang
paling dominan.
7

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hasil Penelitian Terdahulu


Penelitian yang dilakukan oleh Aldrin Wibowo dan Susi Suhendra
(2009). Berdasar hasil penelitian terdahulu mengenai pengaruh inflasi, tingkat
suku bunga dan nilai tukar mata uang terhadap return saham memiliki hasil yang
kontradiktif. Menurut Nurdin (1999), inflasi berpengaruh negatif terhadap resiko
investasi di BEJ namun menurut Hardiningsih, dkk (2001) inflasi berpengaruh
positif terhadap return saham sedangkan menurut Tandelin (1997) dan Gudono
(1999), inflasi tidak berpengaruh sama sekali.
Dalam penelitian Gudono (1999), Nurdin (1999) serta Mudji Utami dan
Mudjilah Rahayu (2003), tingkat suku bunga berpengaruh negatif terhadap return
saham namun dalam penelitian Tandelin (1997) menunjukkan bahwa tingkat suku
bunga tidak berpengaruh terhadap resiko sistematis.
Penelitian Hardiningsih,dkk (2001), menunjukkan bahwa nilai tukar
Rupiah/US Dollar berpengaruh negatif terhadap return saham sedangkan
penelitian Nurdin (1999) menunjukkan bahwa nilai tukar Rupiah/US Dollar tidak
berpengaruh terhadap resiko investasi saham. Namun dalam penelitian Mudji
Utami dan Mudjilah Rahayu (2003) menunjukkan bahwa nilai tukar Rupiah
terhadap US Dollar berpengaruh positif terhadap return saham.
Penelitian Nakman Harahap adalah untuk menguji bagaimana pengaruh
risiko sistematis, nilai tukar, suku bunga, dan inflasi terhadap harga saham secara
simultan maupun secara bersama-sama. Masalah yang dirumuskan dalam
penelitian tersebut adalah “Apakah terdapat pengaruh yang signifikan secara
simultan dan secara parsial antara risiko sistematis, nilai tukar, suku bunga, dan
inflasi terhadap harga saham Industri Tekstil di Bursa Efek Indonesia”. Metode
analisis yang digunakan untuk melihat pengaruh risiko sistematis, nilai tukar, suku
bunga, dan inflasi adalah metode analisis deskriptif dan metode analisis statistik
yang berguna dalam analisis regresi linear berganda dan pengujian hipotesis.
8

Pengujian hipotesis yaitu uji secara simultan (uji-F) dan uji secara parsial (uji-t)
dengan tingkat signifikansi 5%. Pengolahan data menggunakan program Software
SPSS (Statistic Package for the Social Sciens) 14.00 for windows. Hasil simultan
(uji-F) menunjukkan bahwa semua variabel independent berpengaruh signifikan
terhadap harga saham. Hasil parsial (uji-t) menunjukkan bahwa variabel risiko
sistematis dan inflasi berpengaruh negatif signifikan terhadap harga saham.
Variabel nilai tukar berpengaruh positif signifikan terhadap harga saham,
sedangkan variabel suku bunga tidak berpengaruh signifikan terhadap harga
saham. Hasil penelitian ini sesuai dengan hipotesis yaitu terdapat pengaruh
signifikan variabel independent terhadap harga saham, dan secara parsial risiko
sistematis, nilai tukar, dan inflasi berpengaruh signifikan terhadap haarga saham

2.2 Tinjauan Teori


2.2.1 Teori Suku Bunga
Menurut Nopirin (1996) suku bunga adalah biaya yang harus dibayar oleh
peminjam atas pinjaman yang diterima dan merupakan imbalan bagi pemberi
pinjaman atas investasinya. Suku bunga mempengaruhi keputusan individu
terhadap pilihan membelanjakan uang lebih banyak atau menyimpan uangnya
dalam bentuk tabungan. Suku bunga juga merupakan sebuah harga yang
menghubungkan masa kini dengan masa depan, sebagaimana harga lainnya maka
tingkat bunga ditentukan oleh interaksi permintaan dan penawaran (Suhaedi,
2000).
Tingkat suku bunga digunakan pemerintah untuk mengendalikan tingkat
harga, ketika tingkat harga tinggi dan jumlah uang yang beredar dalam
masyarakat banyak sehingga konsumsi masyarakat tinggi akan diantisipasi oleh
pemerintah dengan menetapkan tingkat suku bunga yang tinggi. Dengan demikian
suku bunga yang tinggi diharapkan berkurangnya jumlah uang yang beredar
sehingga permintaan agregatpun akan berkurang dan kenaikan harga dapat diatasi.
Menurut Laksmono (2001), nilai suku bunga domestik di Indonesia sangat
terkait dengan tingkat suku bunga internasional. Hal ini disebabkan oleh akses
9

pasar keuangan domestik terhadap pasar keuangan internasional serta kebijakan


nilai tukar mata uang yang kurang fleksibel.
Selain suku bunga internasional, tingkat diskonto Suku Bunga Indonesia
(SBI) juga merupakan faktor penting dalam penentuan suku bunga di Indonesia.
Peningkatan diskonto SBI segera direspon oleh suku bunga Pasar Uang Antar
Bank (PUAB) sedangkan respon suku bunga deposito baru muncul setelah 7
sampai 8 bulan.
Keynes (Boediono, 1985) berpendapat bahwa tingkat suku bunga
ditentukan oleh permintaan dan penawaran uang. Dalam menentukan tingkat suku
bunga berlaku hukum permintaan dan penawaran. Apabila penawaran uang tetap,
semakin tinggi pendapatan nasional semakin tinggi tingkat suku bunga.
Kenaikan suku bunga akan sangat berpengaruh bagi pelaku pasar modal.
Pergerakan suku bunga SBI yang fluktuatif dan cenderung meningkat akan
mempengaruhi pergerakan sektor riil yang dicerminkan oleh pergerakan return
saham. Akibat meningkatnya suku bunga, para pemilik modal akan lebih suka
menanamkan uangnya di bank dari pada berinvestasi dalam bentuk saham
(Dornbusch & Fischer, 1992).

2.2.2 Teori Inflasi


Inflasi adalah ukuran ekonomi yang memberikan gambaran tentang
meningkatnya harga rata-rata barang dan jasa yang diproduksi pada suatu sistem
perekonomian (Suseno Hg, 1990 dalam Sugeng, 2004). Menurut Herman (2003),
inflasi adalah suatu keadaan yang ditandai dengan peningkatan harga-harga pada
umumnya atau turunnya nilai mata uang yang beredar.
Secara sederhana inflasi diartikan sebagai meningkatnya harga-harga
secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja
tidak dapat disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu meluas (atau mengakibatkan
kenaikan harga) pada barang lainnya. Kebalikan dari inflasi disebut deflasi.
Menurut A.P.Lehner inflasi adalah keadaan terjadi kelebihan permintaan
(Excess Demand) terhadap barang-barang dalam perekonomian secara
keseluruhan (Anton H Gunawan,1991). Sementara itu Ackley mendefinisikan
10

inflasi sebagai suatu kenaikan harga yang terus-menerus dari barang dan jasa
secara umum. Menurut Boediono(1995) inflasi adalah kecenderungan dari harga-
harga untuk naik secara umum dan terus-menerus.
Indikator yang sering digunakan untuk mengukur tingkat inflasi adalah
Indeks Harga Konsumen (IHK). Perubahan IHK dari waktu ke waktu
menunjukkan pergerakan harga dari paket barang dan jasa yang dikonsumsi
masyarakat. Sejak Juli 2008, paket barang dan jasa dalam keranjang IHK telah
dilakukan atas dasar Survei Biaya Hidup (SBH) Tahun 2007 yang dilaksanakan
oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Kemudian, BPS akan memonitor perkembangan
harga dari barang dan jasa tersebut secara bulanan di beberapa kota, di pasar
tradisional dan modern terhadap beberapa jenis barang/jasa di setiap kota.
Indikator inflasi adalah sebagai berikut (www.bi.go.id ):
a) Indeks Harga Konsumen (IHK) merupakan indikator yang umum
digunakan untuk menggambarkan pergerakan harga. Perubahan IHK dari
waktu ke waktu menunjukkan pergerakan harga dari paket barang dan jasa
yang dikonsumsi oleh masyarakat. Tingkat inflasi di Indonesia biasanya
diukur dengan Indeks Harga Konsumen (IHK).
b) Indeks Harga Perdagangan Besar merupakan indikator yang
menggambarkan pergerakan harga dari komoditi-komoditi yang
diperdagangkan di suatu daerah.
Hardiningsih, dkk (2001) menambahkan bahwa peningkatan harga-harga
pada umumnya dapat diukur dengan menggunakan indeks harga. Beberapa indeks
harga yang sering digunakan dalam indikator inflasi antara lain: indeks biaya
hidup (consumer price index), indeks harga perdagangan besar (wholesale price
index) dan GNP deflator.

Indikator inflasi lainnya berdasarkan international best practice antara lain:

1. Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB). Harga Perdagangan Besar


dari suatu komoditas ialah harga transaksi yang terjadi antara
penjual/pedagang besar pertama dengan pembeli/pedagang besar
berikutnya dalam jumlah besar pada pasar pertama atas suatu komoditas.
[Penjelasan lebih detail mengenai IHPB dapat dilihat pada web site Badan
Pusat Statistik (www.bps.go.id)
11

2. Deflator Produk Domestik Bruto (PDB) menggambarkan pengukuran


level harga barang akhir (final goods) dan jasa yang diproduksi di dalam
suatu ekonomi (negeri). Deflator PDB dihasilkan dengan membagi PDB
atas dasar harga nominal dengan PDB atas dasar harga konstan.

Menurut Samuelson (1992), inflasi menunjukkan suatu kondisi dimana


terjadi peningkatan arus harga secara umum yang pengukurannya dapat
menggunakan perubahan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebagaimana yang
dikemukakan oleh Clark et.al, (1990).
Ada berbagai cara untuk menggolongkan jenis inflasi, diantaranya dengan
cara menggolongkan inflasi berdasarkan parah atau tidaknya suatu inflasi
(Dornbusch & Fischer, 1992 ):
a) Inflasi ringan (< 10% setahun)
b) Inflasi sedang (10%-30% setahun)
c) Inflasi berat (30%-100% setahun)
d) Hiper inflasi (>100% setahun)
Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi,
kecuali apabila kenaikan tersebut meluas kepada atau mengakibatkan kenaikan
sebagian besar dari barang-barang lain. Selain itu, inflasi dapat digolongkan
berdasar sebab akibat terjadinya inflasi yaitu sebagai berikut (Dornbusch &
Fischer, 1992): Inflasi diakibatkan oleh:
a) Demand-pull Inflation.
Inflasi ini bermula dari adanya permintaan total (agregat demand), sedangkan
produksi telah berada pada keadaan kesempatan kerja penuh atau hampir
mendekati kesempatan kerja penuh.
b) Cost-Push Inflation
Cost plush inflation ditandai dengan kenaikan harga serta turunnya produksi.
Jadi inflasi yang dibarengi dengan resesi. Keadaan ini timbul dimulai dengan
adanya penurunan dalam penawaran total (aggregate supplay) sebagai akibat
kenaikan biaya produksi.
Menurut Keynes terjadinya inflasi disebabkan oleh permintaan agregat
sedangkan permintaan agregat ini tidak hanya karena ekspansi bank sentral,
namun dapat pula disebabkan oleh pengeluaran investasi baik oleh pemerintah,
12

maupun oleh swasta dan pengeluaran konsumsi pemerintah yang melebihi


penerimaan (defisit anggaran belanja negara) dalam kondisi full employment.
Para pelaku pasar modal lebih memandang inflasi sebagai suatu resiko
yang harus dihindari. Pemilik saham dan pelaku pasar modal akan lebih suka
melepas saham yang mereka miliki ketika inflasi tinggi.

2.2.3 Kurs Valas (Rp./$)


Menurut FASB No.52, valuta asing dapat didefinisikan sebagai:
“Acurrency other than an entity’s functional currency” sehingga dapat
disimpulkan bahwa valuta asing adalah pertukaran mata uang suatu negara
terhadap negara lainnya. Perbandingan nilai antara mata uang suatu negara
terhadap negara lain menimbulkan suatu nilai, yang disebut foreign exchange rate
(kurs valuta asing).
Foreign Exchange (FOREX) atau dalam pengertian Bahasa Indonesia
boleh juga disebut sebagai Valuta Asing (VALAS) adalah suatu mata uang
tertentu yang dimiliki oleh negara lain sebagai alat pembayaran yang sah. Valuta
asing akan mempunyai suatu arti apabila valuta tersebut dapat ditukarkan dengan
valuta lainnya tanpa pembatasan. Tempat bertemunya penawaran dan permintaan
valuta asing disebut dengan Bursa Valuta Asing atau Foreign Exchange Market.
Forex (Foreign Exchange) atau Valuta Asing adalah pasar mata uang yang
merupakan pasar derifatif terbesar di dunia. Perdagangan ini diawali pada tahun
1971 berdasarkan perjanjian Bretton Woods yang menetapkan perubahan nilai
mata uang suatu negara dari kurs tetap menjadi kurs mengambang yang nilainya
ditentukan oleh pasar.
Definisi sederhana dari forex adalah perubahan nilai dari satu mata uang
ke mata uang lainnya. Besarnya transaksi pasar valuta asing berdasarkan survey
yang dilakukan oleh Bank of International Settlements (BIS) adalah US$ 80 juta
per hari pada tahun 1980 dan saat ini meningkat menjadi US$ 1.5 triliun per hari,
dimana lebih dari 50% dari jumlah tersebut ditransaksikan di pasar London.
3. Teori Paritas Internasional
13

Seberapa besar variabel-variabel fundamental ekonomi dalam


mempengaruhi fluktuasi kurs valas akan dikaji dengan beberapa model kurs valas
dengan pendekatan moneter yang telah dipakai oleh beberapa peneliti sebelumnya
dengan menggunakan dasar teori paritas daya beli (purchasing power parity) dan
paritas suku bunga (interest rate parity). Salah satu teori yang digunakan untuk
menjelaskan kurs mata uang adalah teori Paritas Daya Beli (purchasing power
parity). Teori kurs daya beli ini menyatakan bahwa kurs mata uang antar negara
harus mencerminkan nilai perbandingan nilai mata uang satu negara terhadap
negara lainnya yang ditentukan oleh daya beli masing-masing negara.
Teori paritas daya beli ini diperkenalkan oleh seorang ekonom Swedia,
Gustav Cassel, pada tahun 1918. Teori paritas daya beli ini menghubungkan kurs
valas dengan dengan harga-harga komoditi yang dinyatakan dalam uang lokal di
pasar internasional (Baile & McMohan, 1989:16-19). Hubungan antara kurs valas
dan harga komoditi dalam doktrin paritas daya beli yaitu kurs valas akan
cenderung menurun dengan proporsi yang sama dengan kenaikan harga.
Teori paritas daya beli memiliki dua bentuk yaitu paritas daya beli absolut
dan paritas daya beli relatif. Paritas daya beli absolut menyatakan bahwa
keseimbangan nilai mata uang dalam negeri terhadap nilai mata uang luar negeri
merupakan perbandingan harga absolut dalam dan luar negeri. Teori paritas daya
beli ini dapat dinyatakan:
P
S=
P*
di mana S adalah nilai kurs valas, P adalah tingkat harga, dan tanda (*)
menunjukkan variabel luar negeri. Paritas daya beli absolut ini selanjutnya
menghasilkan hukum satu harga (law of one price) yang menyatakan bahwa untuk
satu jenis barang yang sama, maka harga di tempat lain juga harus sama.
Paritas daya beli relatif menyatakan bahwa kurs valas merupakan suatu
prosentase perbandingan perubahan harga absolut dalam negeri terhadap luar
negeri. Paritas daya beli relatif ini dapat dinyatakan sebagai berikut:
%∆ P
%∆ S =
%∆ P *
14

Asumsi utama yang mendasari teori paritas daya beli adalah bahwa pasar
komoditi merupakan pasar yang efisien baik dari segi alokasi, operasional,
penentuan harga, dan informasi. Asumsi ini selanjutnya menyatakan bahwa
(Kuncoro, 1996: 182): (1) Semua barang merupakan barang yang diperdagangkan
di pasar internasional (tradable goods) dan tidak ada biaya transportasi; (2) Tidak
ada restriksi-restriksi dalam perdagangan internasional; (3) Barang dalam negeri
dan luar negeri bersifat homogen sempurna untuk masing-masing barang; (4)
Terdapat kesamaan indeks harga yang digunakan untuk memperhitungkan daya
beli mata uang asing dan domestik, terutama untuk indeks harga dan elemen
indeks harga.
2. Spesifikasi Model Kurs Valas Rp/US$
Model-model kurs valas dengan pendekatan moneter di atas akan dipakai
untuk menganalisis kurs Rp/US$ dengan spesifikasi model awal sebagai berikut:
LSU =l +µLM l − αLY l + βil

LSU =l +µLM l −αLY l − βil + γINF 1

LSU =l +µLM l −αLY l − βil + γINF 1 − δCA1

Keterangan :
LSU= Log. Kurs spot Rp/US$
LM1= Log. Selisih JUB (M2) Indonesia terhadap JUB Amerika
(M1+quasy money)
LY1= Log. Ratio tingkat pendapatan nasional (PDB) Indonesia terhadap
pendapatan nasional (PDB) Amerika.
i1 = Selisih tingkat bunga deposito (i) Indonesia terhadap Amerika (i*)
Inf1 = Selisih tingkat Inflasi (η) Indonesia terhadap inflasi (η*) Amerika
CA1= Selisih neraca transaksi berjalan (CA) Indonesia terhadap neraca
transaksi berjalan (CA*) Amerika.

2.2.4 Risiko
Risiko merupakan suatu bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan
investasi karena tidak ada investasi yang dilakukan yang bebas dari risiko.
Seorang investor dituntut untuk memiliki pengetahuan yang cukup tentang
15

pengembalian dan risiko investasi yang dilakukan karena antara pengembalian


dengan risiko memiliki korelasi yang langsung, yaitu semakin tinggi
pengembalian yang diperoleh maka semakin tinggi resiko yang akan dihadapi
oleh investor yang bersangkutan. Oleh karena itu, investor harus dapat menjaga
tingkat risiko dengan pengembalian yang seimbang.
Risiko merupakan prospek dari hasil yang tidak disukai yang dapat
diartikan sebagai suatu pengembalian yang diperkirakan yang dapat diukur
dengan deviasi standard. (Keown, dkk; 2004:202). Pada dasarnya, investor tidak
mampu untuk memindahkan semua risiko (variabel pengembalian) yang dihadapi
tetapi investor dapat mengambil kebijakan dengan membagi total risiko (variabel
total) portofolianya dalam dua jenis risiko yaitu :
1. Risiko perusahaan spesifik atau perusahaan unik, atau risiko yang
dapat didiversifikasikan karena risiko tersebut dapat didiversifikasi.
2. Risiko yang terkait dengan pasar, merupakan risiko yang tidak dapat
didiversifikasikan, tidak dapat dihapuskan, dan tidak peduli berapa
banyak investor menganekaragamkan. (Keown, dkk; 2004:206)

Jenis risiko investasi yang di pasar modal bermacam-macam, diantaranya


adalah risiko likuiditas, risiko valas, risiko suku bunga dan sebagainya, tetapi pada
dasarnya dari jenis-jenis risiko yang ada tersebut dapat dikelompokkan menjadi
dua jenis risiko yaitu risiko sistematis (systematic risk) dan risiko tidak sistematis
(unsystematic risk).
Risiko Sistematis
Risiko sistematis atau risiko yang tidak dapat didiversifikasi (dihindarkan),
disebut juga dengan risiko pasar. Risiko sistematis merupakan bagian dari variasi
(berubah-ubahnya) pengembalian investasi yang dapat dihapuskan melalui
perndiversifikasin investor. Risiko yang dapat didiversifikasi ini merupakan
pengembalian dari faktor yang unik pada perusahaan tertentu. (Keown, et al;
2004:206)
Risiko sistematis merupakan risiko suatu proyek yang diukur dari segi
pandang pemegang saham terdiversifikasi dengan baik. Dalam artian, ini
merupakan proyek yang hanya satu dari sekian banyak proyek di dalam
16

perusahaan, dan saham tidak lain hanya satu dari sekian banyak saham di dalam
portofolio pemegang saham. (Keown, et al; 2004:206)
Risiko sistematis berkaitan dengan kondisi yang terjadi di pasar secara
umum, misalnya perubahan dalam perekonomian secara makro, risiko tingkat
bunga, risiko politik, risiko inflasi, risiko nilai tukar dan risiko pasar. Risiko
tersebut dapat mempengaruhi semua perusahaan dan karenanya tidak bisa
dihilangkan dengan diversifikasi. Parameter yang dapat dipergunakan dalam
mengukur risiko sistematis adalah beta.
Pengertian beta menurut Jones (2000) dalam Suharli M (2005:104) adalah :
“Beta a measure of volatility, or relative systematic risk”. Dimana
pengertian volatilitas adalah sebagai fluktuasi dari return suatu sekuritas
dalam suatu periode tertentu. Jika fluktuasi return sekuritas secara statistik
mengikuti fluktuasi return pasar, maka beta dari sekuritas tersebut bernilai 1.
Misalnya apabila return pasar naik sebesar 5%, maka investor akan
mengharapkan kenaikan return sekuritasnya sebesar 5% pula.

Sedangkan menurut Scott et al. (2000) dalam Suharli M (2005:104) yang


menyatakan bahwa “Beta a measure stock’s volatility relative to an average
stock”. Jadi, beta merupakan pengukur volatilitas suatu risiko sistematis pada
sekuritas atau saham-saham yang dapat dihitung dengan titik estimasi yang
menggunakan data historis maupun estimasi secara subjektif.

2.3 Perumusan Hipotesis


1) Terdapat pengaruh yang kuat antara inflasi, tingkat suku bunga dan kurs valas
(Rupiah/US. Dollar) terhadap Risiko sistematis saham PT. Bank Mandiri
Januari 2005 – Januari 2010
2) Terdapat perbedaan yang paling dominan antara inflasi, tingkat suku bunga
dan kurs valas terhadap Risiko sistematis saham PT. Bank Mandiri Januari
2005 – Januari 2010.
17

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian yang Digunakan


Sesuai dengan permasalahan yang dihadapi,maka jenis penelitian yang
dieprgunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian
deskriptif yaitu suatu metode dalam meneliti status kelompok manusia, suatu
objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa
pada masa sekarang guna membuat deskriptif, gambaran atau lukisan secara
sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan
antara fenomena yang diselidiki, dianalisis, kemudia menyimpulkan. (Narbuko. C.
Achmadi, Abu. 2001:44)
Winarno (1992) mengatakan bahwa penelitian deskriptif adalah penelitian
yang tertuju pada pemecahan masalah yang ada pada masa sekarang ini dengan
cara mengumpulkan data, menyusun, menjelaskan, menganalisa, mengklasifikasi-
kan dan menginterpretasikan kemudian menarik kesimpulan.
Berkaitan dengan penulisan ini, maka penggunaan metode tersebut adalah
untuk memperoleh gambaran dan kesimpulan yang benar secara ilmiah tentang
fenomena perilaku tingkat suku bunga, inflasi dan kurs valas (Rp/$) terhadap
risiko sistematis (beta) saham pada perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia.
3.2 Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan yang
bergerak di bidang perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia sebanyak 29
buah bank yang listing di BEI dari bulan Januari 2005 sampai dengan Januari
2010 dengan pertimbangan bahwa pada pada tahun 2005 perkembangan industri
perbankan sedang dalam kondisi yang baik.
Sampel penelitian yang di ambil adalah PT. Bank Mandiri Tbk. Tahun
2008 merupakan tahun pembuktian keunggulan Bank Mandiri dalam pelayanan
perbankan kepada nasabah. Dua lembaga yaitu Marketing Research Indonesia
18

(MRI) dan Indonesia Contact Center Association (ICCA), telah menganugerahi


penghargaan tertinggi kepada Bank Mandiri.
MRI menilai Bank Mandiri layak mendapatkan The Best Bank Service
Excellence (BSEM) 2007/2008, setelah melakukan riset pada 19 bank di
Indonesia, baik lokal maupun asing.
“Penghargaan tertinggi dalam bidang pelayanan perbankan merupakan
bukti nyata bahwa Bank Mandiri sebagai bank terbesar di tanah air tidak hanya
berorientasi pada keuntungan semata tetapi juga pada customer focus,” ujar Agus
Martowardojo, Direktur Utama Bank Mandiri.

3.3 Jenis dan Sumber Data


3.3.1 Jenis Data
Jenis data yang dipergunakan adalah data sekunder atau data time series
(runtun waktu) adalah data yang bersumber dari pihak kedua yaitu website-
website yang mempublikasikan data tersebut. Adapun data-data tersebut adalah
data suku bunga, inflasi, kurs valas, IHSG dan harga saham dari bulan Januari
2005 sampai dengan Januari 2010.
3.3.2 Sumber Data
Sumber data yang dipergunakan adalah dari website:
a) www.duniainvestasi.com, untuk data harga saham PT. Bank Mandiri
b) Bursa Efek Indonesia. www.idx.co.id, untuk data laporan keuangan
perusahaan
c) Badan Pusat Statistik. www.bps.go.id, untuk data inflasi dan suku bunga
d) Bank Indonesia. www.bi.go.id, untuk data kurs valuta asing.

3.4 Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1) Studi dokumenter, yaitu metode pengumpulan data dengan mengambil
data-data kuantitatif yang ada pada lembaga-lembaga yang terkait
dengan penelitian ini.
19

2) Studi kepustakaan, yaitu pengumpulan data dengan cara mengadakan


penelaahan kepustakaan dengan objek-objek yang dibahas atau
pengumpulan data yang diperoleh dari instansi-instansi yang terkait
dan bahan-bahan bacaan yang berhubungan permasalahan yang diteliti.

3.5 Teknik Analisis Data


Ada beberapa teknik analisis data yang dapat dilakukan untuk menjawab
permsalahan penelitian ini adalah:

3.5.1 Risiko Sistematis (Beta) Saham


Risiko saham dalam penelitian ini akan diukur dengan beta. Risiko
sistematis saham (Beta) ini dihitung dengan menggunakan indeks model tunggal
dengan rumus sebagai berikut:
Ri = α + βi ( Rm ) − εi

atau
βi = Cov ( Ri .Rm ) / Var ( Rm )
Keterangan:
Rm = adalah tingkat keuntungan saham
βi = adalah risiko sistematis (beta) saham i
α = adalah konstanta
Ri = adalah tingkat keuntungan saham i
Tingkat keuntungan pasar (Rm) dihitung dengan menggunakan data
indeks harga saham gabungan per bulan selama periode 2005 sampai dengan 2010
dengan formula sebagai berikut:
IHSGt − IHSGt −1
Rmt =
IHSGt −1
Tingkat keuntungan saham i (Ri) ditentukan dengan menggunakan
perubahan harga yang terjadi setiap bulan dari bulan Januari 2005 sampai dengan
Januari 2010 dengan formulasi sebagai berikut:
Pt − Pt −1
Rit =
Pt −1
Pt = adalah harga saham untuk periode t
20

Pt-1 = adalah harga saham untuk periode sebelum t

3.5.2 Uji Kriteria Statistik (First Order Test)


Pengujian bentuk ini dimaksudkan untuk tercapainya makna secara
statistik dari parameter pada model yang diamati.

1. Uji secara Individu (Parsial)


Untuk membuktikan bahwa koefisien regresi suatu model regresi secara
statistik signifikan atau tidak dapat dilakukan dengan mempergunakan uji
signifikan koefisien regresi secara parsial dengan mempergunakan uji Z (Z test),
yang bertujuan untuk menguji hipotesis bahwa variabel independen (X)
mempenaruhi variabel dependent (Y) dengan asumsi variabel bebas lainnya
dianggap konstant. Adapun tahapan sebagai berikut:
a) Uji Hipotesis
H0 : βi = 0 Artinya, tidak terdapat pengaruh yang signifikan secara parsial
dari variabel bebas (X) terhadap variabel terikat (Y).
H0 : βi ≠ 0 Artinya, terdapat pengaruh yang signifikan secara parsial dari
variabel bebas (X) terhadap variabel terikat (Y).
b) Penentuan α = 5%
c) Kriteria pengujian yang dipergunakan sebagai berikut:

Daerah HO di
Daerah HO di tolak Daerah HO di tolak
terima
(Ha di terima) (Ha di terima)

-2,000 0 2,000

H0 diterima, jika: − Z α / 2 ≤ Z hitung ≤ Z α / 2


Ha diterima, jika: Z hitung < −Z α / 2
Z hitung > Z α / 2

Z tabel pada level of signifikan 5 persen (Z0,025)


d) Kesimpulan
21

Kesalahan baku regresi sama dengan simpangan baku (standar deviasi) dari
kesalahan pengganggu dengan formulasi:

2. Uji Simultan
Uji ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh semua variabel
independent yang terdapat di dalam model secara bersama-sama (simultan)
terhadap variabel dependent.
Oleh karena itu, untuk membuktikan kebenaran hipotesis digunakan
uji F, yaitu untuk mengetahui sejauh mana variabel-variabel bebas yang
digunakan mampu menjelaskan variabel terikat.
Apabila dari perhitungan Fhitung > Ftabel maka H0 tidak diterima,
sehingga dapat dikatakan bahwa variabel bebas dari model regresi dapat
menerangkan variabel terikat secara serentak. Sebaliknya Fhitung < Ftabel
maka HO diterima. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa variabel bebas
dari model regresi linear berganda tak mampu menjelaskan variabel
terikatnya.
Adapun prosedur pengujiannya adalah sebagai berikut:
1) Rumusan Hipotesis H0 dan Ha
H0 = β1 = β2 = 0
Artinya: Seluruh variabel independent tidak mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap variabel dependent.
H0 ≠ β1 ≠ β2 ≠ 0
Artinya: Seluruh variabel independent mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap variabel dependent.
2) Penentuan α (5 %), df: k – 1, n – k
3) Criteria pengujian
22

4)

Daerah HO di terima Daerah HO di tolak


(Ha di terima)

Fα (5%), df : k −1, n − k

H0 diterima jika:
F hitung ≤ Fα ; df ; k −1, n − k

Ha diterima jika:
F hitung >Fα ; df ; k −1, n − k

5) F Hitung dengan formula:


R 2 / k −1
F hitung =
(1 − R 2 ) / n − k

6) Kesimpulan
3. Koefisien Determinasi (R2)
Pengujian koefisien determinasi (R2) yaitu menerapkan besarnya variasi di
dalam variabel terikat yangmampu diterapkan oleh variabel bebas.
Koefisien determinasi merupakan koefisien yangmenunjukkan fraksi variabel
tak bebas yang dapat dihubungkan dengan variabel bebas dalam persamaan
regresi. Dengan mempergunakan koefisien determinasi kita juga dapat
mengetahui berapa besar nilai stokastic residual (yang berasal dari aliran
stokastik) yang berada di dalam model regresi. Adanya variabel lain selain
variabel independen yang akan mempengaruhi variabel dependen, walaupun
variabel lain tersebut kecil tetapi akan mempengaruhi variabel dependen dengan
pernambahan variabel pengganggu.
Untuk menguji hipotesis bahwa ada pengaruh antara variabel independen
dengan variabel dependen, dengan mempergunakan koefisien determinasi senagai
berikut: (Supranto, J; 1990:288).
Σei 2
R2 =1− 2
Σy i
23

Keterangan:
R2 = Koefisien Determinasi
2
Σei = Jumlah kuadrat kesalahan (Residual Sum of Squares) di saat Xi
terregresi pada variable selain k – 1.
2
Σy i = Jumlah kuadrat total (Total Sum of Squares)
4. Analisis Regresi Linier Berganda
Dalam penelitian ini menggunakan model Regresi Linier Berganda, melalui
metode ini peneliti berusaha menemukan bentuk atau pola hubungan antara
variabel dependen dengan lebih dari satu variabel independent.
Persamaan garis regresi dalam penelitian adalah:
Y = α + β1 X 1 + β2 X 2 + β3 X 3 + e

Keterangan:
Y = Variabel Risiko sistematis (beta) saham
α = Konstanta regresi berganda.
β1, β2, β3 = Koefisien regresi.
X1 = Variabel Suku Bunga.
X2 = Variabel Inflasi.
X3 = Variabel Kurs Valas (Rp/$)
e = Error (variabel bebas lain diluar model regresi)
24

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Data Penelitian


Penelitian ini untuk mengamati dan mengetahu seberapa besar pengaruh
tingkat suku bunga, inflasi dan kurs valas terhadap risiko sistematis saham PT.
Bank Mandiri, Tbk dari bulan Januari 2005 sampai dengan Januari 2010. untuk
itu, dalam sub bab berikut akan memberikan gambaran mengenai perkembangan
tingkat suku bunga, inflasi dan kurs valas selama periode penelitian.
Perusahaan sampel yang menjadi obyek penelitian adalah perusahaan
properti dan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta (BEJ) selama tahun
2000 – 2005 serta memiliki laporan keuangan tahunan selama perode penelitian.
Daftar perusahaan sampel yang menjadi obyek dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
Tabel 2:
Nama-nama Perusahaan Perbankan yang Tercatat di Bursa Efek Indonesia
2010
No Nama Perusahaan No Nama Perusahaan
1. Bank Agroniaga (AGRO) 17. Bank Mega (MEGA)
2. Bank Artha Graha Internasional (INPC) Bank Mutiara (BCIC)
3. Bank Bukopin (BBKP) 18. Bank Negara Indonesia (BBNI)
4. Bank Bumi Arta (BNBA) Bank Nusantara Parahyangan (BBNP)
5. Bank Capital Indonesia (BACA) 19. Bank OCBC NISP (NISP)
6. Bank Central Asia (BBCA) Bank Pan Indonesia (PNBN)
7. Bank CIMB Niaga (BNGA) 20. Bank Permata (BNLI)
8. Bank Danamon Indonesia (BDMN) Bank Rakyat Indonesia (BBRI)
9. Bank Ekonomi Raharja (BAEK) 21. Bank Swadesi (BSWD)
10. Bank Eksekutif Internasional (BEKS) Bank Tabungan Negara (BBTN)
Bank Himpunan Saudara 1906 (SDRA) 22. Bank Tabungan Pensiunan Nasional
11. Bank ICB Bumiputera (BABP) (BTPN)
Bank Internasional Indonesia (BNII) 23. Bank Victoria International (BVIC)
12. Bank Kesawan (BKSW) Bank Windu Kentjana International
Bank Mandiri (BMRI) 24. (MCOR)
13. Bank Mayapada Internasional (MAYA)
25.
14.
26.
15.
27.
16.
25

28.

29.

Sumber: www.idx.co.id
26

4.1.1 Perkembangan Variabel Pengamatan


Model kurs kasus Indonesia, yang melibatkan variabel fundamental
ekonomi pendapatan nasional, jumlah uang beredar (JUB), dan tingkat inflasi
memberikan hasil yang hampir sama. Perbedaan yang ada terletak pada variabel
inflasi yang memberikan pengaruh dalam mendepresiasi nilai Rp/US$. Jadi
kenaikan tingkat inflasi Indonesia terhadap inflasi Amerika akan menyebakan
melemahnya nilai Rupiah terhadap US$.
Adapun data inflasi bulanan selama periode penelitian adalah sebagai
berikut:
Tabel 3:
Inflasi Bulanan Indonesia
TAHUN
Bulan
2005 2006 2007 2008 2009 2010
Januari 1.43 1.36 1.04 1.77 -0.07 0.84
Februari -0.17 0.58 0.62 0.65 0.21
Maret 1.91 0.03 0.24 0.95 0.22
April 0.34 0.05 -0.16 0.57 -0.31
Mei 0.21 0.37 0.1 1.41 0.04
Juni 0.5 0.45 0.23 2.46*) 0.11
Juli 0.78 0.45 0.72 1.37 0.45
Agustus 0.55 0.33 0.75 0.51 0.56
September 0.69 0.38 0.8 0.97 1.05
Oktober 8.7 0.86 0.79 0.45 0.19
November 1.31 0.34 0.18 0.12 -0.03
Desember -0.04 1.21 1.1 -0.04 0.33
Tingkat Inflasi 17.11 6.6 6.59 11.06 2.78 0.84
Sumber: www.bps.go.id
Keterangan:
*) Sejak Juni 2008, IHK didasarkan pada pola konsumsi pada survei biaya hidup
di 66 kota tahun 2007 (2007=100)
Sedangkan untuk data tingkat suku bunga, maka dapat dilihat pada tabel
berikut ini.
27

Tabel 4:
BI Rate periode Januari 2005 – Januari 2010
TAHUN
Bulan
2005 2006 2007 2008 2009 2010
Januari 7.42% 12.75% 9.50% 8.00% 8.75% 6.50%
Februari 7.43% 12.75% 9.25% 8.00% 8.25%
Maret 7.44% 12.75% 9.00% 8.00% 7.75%
April 7.70% 12.75% 9.00% 8.00% 7.50%
Mei 7.95% 12.50% 8.75% 8.25% 7.25%
Juni 8.25% 12.50% 8.50% 8.50% 7.00%
Juli 8.50% 12.25% 8.25% 8.75% 6.75%
Agustus 8.75% 11.75% 8.25% 9.00% 6.50%
September 10.00% 11.25% 8.25% 9.25% 6.50%
Oktober 11.00% 10.75% 8.25% 9.50% 6.50%
November 12.25% 10.25% 8.25% 9.50% 6.50%
Desember 12.75% 9.75% 8.00% 9.25% 6.50%
Sumber: www.bi.go.id
BI Rate dari tahun ke tahun semakin mengalami penurunan. Kondisi ini
merupakan bentuk dari kebijakan moneter yang diambil oleh Bank Indonesia
untuk mendukung pertumbuhan ekonomi nasional. Pada tahun 2009 tingkat BI
Rate sudah mengalami penurunan mencapai 6.50% sampai dengan bulan Januari
tahun 2010.
28

Tabel 5:
KURS TRANSAKSI BANK INDONESIA MATA UANG USD

2005 2006 2007 2008 2009 2010


Kurs Kurs Kurs Kurs Kurs Kurs Kurs Kurs Kurs Kurs Kurs Kurs
Jual Beli Jual Beli Jual Beli Jual Beli Jual Beli Jual Beli

Januari 9211 9119 9442 9348 9135 9045 9337 9245 11412 11298 9412 9318
Februari 9306 9214 9276 9184 9206 9114 9096 9006 12040 11920
Maret 9527 9433 9120 9030 9164 9072 9263 9171 11633 11517
April 9618 9522 8819 8731 9128 9038 9280 9188 10767 10659
Mei 9542 9448 9266 9174 8872 8784 9365 9271 10392 10288
Juni 9762 9664 9347 9253 9099 9009 9271 9179 10276 10174
Juli 9868 9770 9115 9025 9232 9140 9164 9072 9970 9870
Agustus 10291 10189 9146 9054 9457 9363 9199 9107 10110 10010
September 10362 10258 9281 9189 9183 9091 9425 9331 9729 9633
Oktober 10140 10040 9156 9064 9149 9057 11050 10940 9593 9497
November 10085 9985 9211 9119 9423 9329 12212 12090 9527 9433
Desember 9879 9781 9065 8975 9466 9372 11005 10895 9447 9353
Sumber: www.bi.go.id
Perkembangan kurs Rp terhadap dolar setiap bulan mengalami perubahan.
Rupiah yang mengalami penurunan adalah pada bulan Agustus – November 2005
yang mencapai Rp. 10.000-an. Kondisi ini sama dengan yang terjadi pada tahun
2008 walaupun rupiah terdepresiasi sampai mencapai level Rp.12.000-an. Tetapi
posisi terrendah kurs tersebut terjadi pada tahun 2008 pada bulan November
kemudian mengalami apresiasi lagi pada bulan April 2009 sampai dengan Januari
2010.
4.2 Analisis Data
Seperti yang telah diuraikan pada Bab III, dimana variabel yang digunakan
untuk menganalisis permasalahan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan
secara statistik dengan model analisis ”regresi linier berganda”. Pendekatan
statistik ini digunakan untuk mengukur pengaruh dari suk bunga, tingkat inflasi
dan kurs valas terhadap risiko sistematis saham PT. Bank Mandiri.
29

Pendugaan dan pengujian hipotesis tentang koefisien regresi selain mudah


diinterpretasikan, dapat juga dipergunakan sebagai pendekatan (approximation)
atas hubungan yang bukan linier.
Penelitian ini mempergunakan model Firs Order Test yang terdiri dari Uji
Parsial (Z test), Uji Simultan (F test) serta Koefisien Determinasi.
1. Uji Parsial (Z test) dan Regresi Berganda
Uji parsial dilakukan untuk membuktikan bahwa koefisien regresi
Suku Bunga, Tingkat Inflasi dan Kurs Valas secara statistik signifikan atau
tidak.
Berdasarkan hasil pengolahan data yangdilakukan, hasil estimasinya
disajikan dalam tabel 6 berikut:
Tabel 6:
Hasil Estimasi Regresi Suku Bunga, Tingkat Inflasi dan Kurs Valas
terhadap Risiko Sistematis (Beta) Saham PT. Bank Mandiri Tbk
Periode Januari 2005 – Januari 2010
Suku Bunga:
Koefisien Standar
Variabel Z Hitung Keterangan
Regresi Error
Constanta -691.461 263.123 -2.628
SBI 5453.650 2810.765 1.940 Tidak Signifikan
R2 = 0,061 F hitung =
3,765

Inflasi:
Koefisien Standar
Variabel Z Hitung Keterangan
Regresi Error
Constanta -247.758 62.933 -3.937
Inflasi 78.494 45.753 1.716 Tidak Signifikan
R2 = 0,048 F hitung =
2,943

Kurs Valas:
Koefisien Standar
Variabel Z Hitung Keterangan
Regresi Error
Constanta 771.665 695.752 1.109
Inflasi -.099 .072 -1.389 Tidak Signifikan
2
R = 0,032 F hitung =
1,928
Sumber: data Sekunder di olah
30

Regresi Berganda:
Koefisien Standar
Variabel Z Hitung Keterangan
Regresi Error
Constanta 59.630 766.331
SBI 4646.302 2810.677 1.653 Tidak Signifikan
Inflasi 68.838 45.044 1.528 Tidak Signifikan
Kurs Valas -0.075 0.070 -1.065 Tidak Signifikan
R2 = 0,119 F hitung =
2.511

Dari tabel di atas, dapat diperoleh persamaan regresi untuk masing-masing


model regresi sebagai berikut:
Ri = -691.461 + 5453.650 SBI …………………………….……….. (1)
Ri = -247.758 + 78.494 Inflasi …………………………………….. (2)
Ri = 771.665 - 0.099 Kurs Valas …………………………….……… (3)
Ri = 59.630 + 4646.302 SBI + 68.838 Inflasi – 0.075 Kurs Valas ...... (4)

Persamaan regresi pertama dapat dianalisis bahwa jika dilihat dari nilai Z
hitung variabel suku bunga adalah adalah 1.940 untuk koefisien regresi SBI,
1.716 untuk koefisien regresi tingkat Inflasi dan -1.389 Kurs Valas. Jika
dibandingkan dengan nilai Z tabel pada α = 5 persen (2,000), maka pada
persamaan regresi tersebut tidak terdapat pengaruh yang signifikan secara
statistik. Nilai konstanta sebesar -691.461 pada persamaan pertama menunjukkan
bahwa tanpa adanya variabel suku bunga, maka ringkat risiko saham akan
mengalami penurunan sebesar 691.461. sedangkan apabila terjadi peningkatan
sebesar 1 persen pada tingkat suku bunga akan meningkatkankan risiko sistematis
saham sebesar 5453.650.
Pada persamaan regresi yang kedua menunjukkan bahwa jika dilihat dari
nilai Z hitung variabel tingkat Inflasi adalah adalah 1.716 untuk koefisien regresi
tingkat Inflasi. Jika dibandingkan dengan nilai Z tabel pada α = 5 persen (2,000),
maka pada persamaan regresi tersebut tidak terdapat pengaruh yang signifikan
secara statistik. Nilai konstanta sebesar -247.758 pada persamaan kedua
menunjukkan bahwa tanpa adanya variabel inflasi, maka ringkat risiko sistematis
31

saham akan mengalami penurunan sebesar 247.758. Sedangkan apabila terjadi


kenaikan sebesar 1 persen pada inflasi akan meningkatkankan risiko sistematis
saham sebesar 78.494.
Pada persamaan yang ketiga menunjukkan bahwa jika dilihat dari nilai Z
hitung untuk variabel Kurs Valas adalah -1.389. Jika dibandingkan dengan nilai Z
tabel pada α = 5 persen (2,000), maka pada persamaan regresi tersebut tidak
terdapat pengaruh yang signifikan secara statistik. Nilai konstanta sebesar 771.665
pada persamaan ketiga menunjukkan bahwa tanpa adanya variabel kurs valas,
maka ringkat risiko saham akan mengalami peningkatan sebesar 771.665.
Sedangkan apabila terjadi peningkatan sebesar 1 persen pada kurs valas akan
dapat mengurangi risiko sistematis saham sebesar 0.099.
Pada persamaan yang keempat menunjukkan bahwa jika dilihat dari nilai Z
hitung untuk regresi berganda untuk masing-masing variabel adalah SBI = 1.653
Inflasi adalah 1.528 dan Kurs Valas adalah -1.065. Jika dibandingkan dengan nilai
Z tabel pada α = 5 persen (2,000), maka pada persamaan regresi tersebut tidak
terdapat pengaruh yang signifikan secara statistik secara keseluruhan. Nilai
konstanta sebesar 59.630 pada persamaan ketiga menunjukkan bahwa tanpa
adanya variabel SBI, Inflasi dan kurs valas, maka ringkat risiko saham akan
mengalami peningkatan sebesar 59.630. Sedangkan apabila terjadi peningkatan
sebesar 1 persen pada SBI, maka tingkat risiko sistemartis saham adalah sebesar
4646.302, variabel Inflasi sebesar 68.838 dan untuk variabel kurs valas jika
terjadi peningkatan sebesar 1 persen pada variabel kurs valas akan dapat
mengurangi risiko sistematis saham sebesar 0.075.

2. Uji Simultan (Serempak)


Pengujian secara simultan menunjukkan bahwa variabel independen secara
bersama-sama mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependent.
Pengujian secara simultan digunakan uji F dengan nilai F hitung diperoleh dari
hasil estimasi pada persamaan regresi yaitu 2.551 (dengan nilai tabel signifikan
0,068). Dengan demikian dapat dikatan bahwa secara bersama-sama variabel
independen yaitu Suku Bunga, Inflasi, dan Kurs Valas tidak mampu memberikan
32

pengaruh yang signifikan secara statistik pada Risiko sistematis saham PT. Bank
Mandiri Tbk.

3. Koefisien Determinasi
Nilai koefisien determinasi (R2) pada persamaan regresi pada hasil estimasi
di atas menunjukkan seberapa besar pengaruh variabel suku bunga, inflasi dan
kurs valas terhadap risiko sistematis saham.
Pada persamaan regresi diperoleh hasil untuk koefisien determinasnya
adalah sebesar 6,1 persen untuk variabel Suku Bunga. Ini menunjukkan bahwa
kemampuan dari variabel independent ini mempengaruhi risiko sistematis saham
sangat kecil. Ini berarti terdapat 93,3 persen variabel lain diluar variabel suku
bunga yang mempengaruhi risiko sistematis harga saham PT. Bank Mandiri Tbk.
Sedangkan pada persamaan regresi dengan variabel independennya adalah inflasi
nilai koefisien determinasinya adalah sebesar 4,8 persen. Ini menunjukkan bahwa
terdapat 95,2 persen variabel lain di luar variabel inflasi yang mempengaruhi
risiko sistematis saham. Sedangkan untuk variabel dependent kurs valas, nilai
koefisien determinasinya adalah sebesar 3,2 persen. Ini menunjukkan bahwa 96,8
persen variabel lain diluar variabel kurs valas yang mempengaruhi risiko
sistematis saham. Persamaan terakhir adalah ketika dilakukan pengujian secara
bersamaan, maka diperoleh nilai koefisien determinasi adalah 11,9 persen. Ini
menunjukkan bahwa terdapat 88,1 persen variabel lain diluar variabel pengamatan
yang mempengaruhi variabel dependent.

4.3 Intepretasi Hasil Penelitian


Studi tentang variabel makro ekonomi dalam mempengaruhi harga suatu
harga saham telah banyak dilakukan oleh ekonom saat ini. Tingkat suku bunga,
tingkat inflasi dan kurs valas diharapkan secara tidak langsung ikut
mempengaruhi harga saham suatu perusahaan. Seiring dengan hal tersebut,
kondisi perekonomian amat memberikan dampak yang besar pada keputusan
investasi yang dilakukan oleh investor.
33

Kondisi perekonomian makro merupakan salah satu faktor yang tidak bisa
diabaikan begitu saja oleh para investor, karena akan mempengaruhi investasi
perusahaan pada negara yang bersangkutan. Kebijakan makro ekonomi yang
diambil oleh pemerintah dalam usaha untuk mendukung kondisi investasi yang
aman di suatu negara akan tercermin lewat kebijakan-kebijakan-kebijakan yang
diambil oleh pemerintah terutama bank sentral dalam penetapan tingkat suku
bunga, respon masyarakat lewat daya beli yang dapat dilihat pada tingkat inflasi
yang ada serta kepercayaan investor lewat nilai tukar mata uang yang ditunjukkan
dengan tingkat kurs valas yang ada pada suatu negara.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, risiko sistematis saham
pada salah satu Bank yang telah go publik di Bursa Efek Indonesia tidak hanya
dipengaruhi tingkat suku bunga, tingkat inflasi pada suatu negara dan kurs valuta
asing negara tersebut terhadap dollar. Masih banyak faktor-faktor lain di luar
ketiga faktor independen tersebut yang sangat mempengaruhi risiko sistematis
saham.
34

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitan yang dilakukan dan beberapa uraian-uraian
tersebut di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa:
1) Variabel independen tingkat suku bunga, tingkat inflasi dan kurs valas
baik secara parsial maupun secara serempak (simultan) tidak berpengaruh
signifikan secara statistik pada α = 5 persen.
2) Pengujian regresi berganda yang dilakukan pada ke tiga variabel
independen diperoleh hasil bahwa tidak terdapat pengaruh yang signifikan
secara statistik pada variabel risiko sistematis saham PT. Bank Mandiri Tbk.
3) Hanya Kurs Valas yang mampu mengurangi risiko sistematis saham
Bank Mandiri selama periode penelitian yaitu dari Januari 2005 sampai
dengan Januari 2010.
4) Besarnya risiko sistematis suatu saham bukan hanya ditentukan oleh
suku bunga SBI, inflasi dan kurs valas, melainkan terdapat faktor-faktor lain
yang ikut mempengaruhi risiko sistematis saham tersebut.
5) Faktor-faktor ekonomi makro seperti inflasi, tingkat suku bunga dan
nilai tukar Rupiah/US Dollar dalam mempengaruhi investasi di pasar modal
khususnya saham, yang selanjutnya akan berdampak terhadap harga pasar
saham di bursa ternyata pada Bank Mandiri kondisi tersebut tidak terbukti.

5.2 Saran/Rekomendasi
Dari kesimpulan atas penelitian yang dilakukan, maka diperoleh beberapa
saran, antara lain:
1) Kebijakan akan suku bunga akan mempengaruhi investor dalam
berinvestasi di indonesia. Oleh karena besaran suku bunga perlu ditinjau
ulang oleh otoritas moneter dalam upaya meningkatkan minat investor dan
meminimalkan risiko sistematis saham masing-masing perusahaan.
35

2) Penelitian selanjutnya hendaknya dilakukan dengan periode yang lebih


lama yaitu dari perubahan perkembangan perekonomian di Indonesia sampai
dengan kondisi terkini untuk lebih mempertajam analisis.
3) Diharapkan setelah penelitian ini hendaknya dilakukan pada beberapa
perusahaan untuk melihat perbandingan risiko sistematis yang dihadapi oleh
perusahaan dalam meminimalkan risiko yang ada.
36

DAFTAR PUSTAKA

Adiatmo R. T., (2009). Analisis Pengaruh Inflasi, Suku Bunga Sbi, Pdb, Jub,
Kurs Dollar Amerika, dan Suku Bunga SIBOR Terhadap Indeks Saham
LQ 45 di Bursa Efek Jakarta 2002. 1 – 2007. 4. Surakatra. Fakultas
Ekonomi Universitas Muhamadiya Surakarta.
Boediono, (1995), Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi No.5: Ekonomi
Moneter. Yogyakarta. BPFE.
Dornbusch, R & S.Fisher (1980). Exchange Rate and Current Account, American
Economic Review.
Hadi K. & Mudrajad K. (2005). Analisis Kurs Valas dengan Pendekatan Box-
Jenkins: Studi Empiris Rp/US$ dan Rp/Yen, 1983.2-2000.3. Yogyakarta.
Fakultas Ekonomi. Universitas Gajah Mada.
Keown, Arthur. J., Martin, John D., Petty, J William dan Scott, David F., (2005).
Financial Management, International Edition. New Jersey. Prentice
Hall
Keown, Arthur. J., Martin, John D., Petty, J William dan Scott, David F., (2000).
Dasar-dasar Manajemen Keuangan. Terjemahan Chaerul D. Djatman
& Dwi Sulistyorini. Jakarta. Salemba Empat
Nopirin, (1996). Ekonomi Moneter, Buku I dan II. Yogyakarta. BPFE- UGM.
Sekar R.M. (2007). Perbedaan Pengaruh Inflasi, Tingkat Suku Bunga dan Nilai
Tukar Rupiah/US Dollar terhadap Return Saham (Studi Kasus Pada
Saham Properti Dan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Jakarta
2000 - 2005).
Sudarwanti, Retno. Pengaruh Return Saham dan Laba Akuntansi terhadap Risiko
Sistematis (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek
Indonesia Periode 2006-2006). Surakatra. Fakultas Ekonomi Universitas
Muhamadiya Surakarta.
Supranto, J; (1990). Statistik, Teori dan Aplikasi. Jakarta. Erlangga
Sutrisno, (2003). Manajemen Keuangan (Teori, Konsep dan Aplikasi) Edisi
Pertama. Yogyakarta, Ekonisia
www.antaranews.com
www.bi.go.id
www.bps.go.id
www.fiskal.depkeu.go.id
www.idx.co.id
37

www.duniainvestasi.com
Wibowo A. & Suhendra S., (2009). Analisis Pengaruh Nilai Kurs, Tingkat
Inflasi, dan Tingkat Suku Bunga Terhadap Dana Pihak Ketiga pada Bank
Devisa di Indonesia (Periode Triwulan I 2003 – Triwulan III 2008).
Jakarta. Universitas Gunadarma.

You might also like