You are on page 1of 15

1

Bobotengan
(Leptochloa chinensis L.)

Tugas Terstruktur
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menempuh Ujian
Mata Kuliah Organisme Pengganggu Tumbuhan (PNU 212)

Semester Gasal :
2010/2011

Oleh:
Nama : Mokhammad Reza Ramdhan Putra
NIM : A1L009134
Kelas :C
Dosen Pengampu : Ir. Tridjoko Agustono, M.P.

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2010
2

BAB I
PENDAHULUAN

Gulma adalah suatu tumbuhan lain yang tumbuh pada lahan tanaman
budidaya, tumbuhan yang tumbuh disekitar tanaman pokok (tanaman yang
sengaja ditanam) atau semua tumbuhan yang tumbuh pada tempat (area) yang
tidak diinginkan oleh sipenanam sehingga kehadirannya dapat merugikan tanaman
lain yang ada di dekat atau disekitar tanaman pokok tersebut (Sastroutomo,
1990).
Pendapat para ahli gulma yang lain ada yang mengatakan bahwa gulma
disebut juga sebagai tumbuhan pengganggu atau tumbuhan yang belum diketahui
manfaatnya, tidak diinginkan dan menimbulkan kerugian.
Kehadiran gulma pada lahan pertanian atau pada lahan perkebunan dapat
menimbulkan berbagai masalah. Secara umum masalah-masalah yang
ditimbulkan gulma pada lahan tanaman budidaya ataupun tanaman pokok adalah
sebagai berikut.
1. Terjadinya kompetisi atau persaingan dengan tanaman pokok (tanaman
budidaya) dalam hal: penyerapan zat makanan atau unsur-unsur hara di
dalam tanah, penangkapan cahaya, penyerapan air dan ruang tempat
tumbuh.
2. Sebagian besar tumbuhan gulma dapat mengeluarkan zat atau cairan yang
bersifat toksin (racun), berupa senyawa kimia yang dapat mengganggu
dan menghambat pertumbuhan tanaman lain disekitarnya. Peristiwa
tersebut dikenal dengan istilah allelopati.
3. Sebagai tempat hidup atau inang, maupun tempat berlindung hewan-
hewan kecil, insekta dan hama sehingga memungkinkan hewan-hewan
tersebut dapat berkembang biak dengan baik. Akibatnya hama tersebut
akan menyerang dan memakan tanaman pokok ataupun tanaman budidaya.
4. Mempersulit pekerjaan diwaktu panen maupun pada saat pemupukan.
3

5. Dapat menurunkan kualitas produksi (hasil) dari tanaman budidaya,


misalnya dengan tercampurnya biji-biji dari gulma yang kecil dengan biji
tanaman budidaya.
Gulma dapat dibedakan menjadi beberapa golongan atau kelompok
berdasarkan kepada: bentuk daun, daerah tempat hidup (habitat), daur atau siklus
hidup, sifat botani dan morfologi, dan cara perkembangbiakan.
1. Penggolongan berdasarkan bentuk daun
Penggolongan berdasarkan bentuk daun ini berpatokan atas lebar atau
sempitnya daun. Gulma berdaun lebar yaitu apabila lebar dari helaian daunnya
lebih dari setengah ukuran panjangnya.
Sedangkan gulma berdaun sempit yaitu apabila helaian daun atau laminanya
berbentuk memanjang dan ukuran lebarnya helaian daun kecil atau sempit.
2. Penggolongan gulma berdasarkan habitat
Berdasarkan habitat atau tempat hidup maka gulma dapat dikelompokkan
menjadi beberapa golongan yaitu:
1. Gulma darat (terristerial weed) yaitu semua tumbuhan gulma yang hidup
dan tumbuhnya di darat
2. Gulma sawah tanaman palawija
3. Gulma ladang,
4. Gulma kebun
5. Gulma hutan
6. Gulma Padang rumput
7. Gulma air yaitu semua tumbuhan gulma yang hidup, tumbuh dan
berkembang biaknya terjadi di dalam air, di daerah perairan atau ditempat
yang basah dan tergenang,
3. Penggolongan berdasarkan daur hidup
Menurut Sastroutomo (1990), berdasarkan daur hidup (siklus hidup), maka
gulma dapat dikelompokkan pada beberapa golongan yaitu.
1. Annual (semusim)
4

Adalah tumbuhan gulma yang mempunyai daur hidup hanya satu musim
atau satu tahunan, mulai dari tumbuh, anakan, dewasa dan berkembang
biak.
2. Biennial (dua musim)
Yaitu tumbuhan gulma yang mempunyai daur hidup mulai dari
tumbuh,anakan,dewasa dan berkembang biak selama dua musim tetapi
kurang dari dua tahun.
3. Perinnial (gulma musiman atau tahunan)
Adalah tumbuhan gulma yang dapat hidup lebih dari dua tahun atau lama
berkelanjutan bila kondisi memungkinkan.
4. Penggolongan berdasarkan sifat morfologi
Menurut Tjitrosoedirdjo et. al (1984), berdasarkan sifat morfologi maka
gulma dapat dikelomp;okkan menjadi tiga golongan yaitu:
1. Golongan rumput-rumptan (grasses)
Yaitu semua tumbuhan gulma yang berasal dari keluarga Gramineae
(Poaceae). Gulma ini ukurannya bervariasi, tumbuh bisa tegak maupun menjalar ,
hidup semusim atau tahunan. Ciri-ciri kelompok gulma yang tergolong kedalam
keluarga rumput ini adalah batangnya umumnya mempunyai ruas-ruas dan buku.
Jarak masing-masing ruas (internodus) bisa sama dan bisa pula berbeda dan
bahkan ada yang cukup panjang, yang tidak sebanding dengan buku (internodus),
batangnya ini ada yang menyebut dengan culm. Ciri lain dari kelompok ini adalah
daunnya yang tidak mempunyai tangkai daun (ptiolus) tapi hanya mempunya
pelepah/ upih (vagina) dan helaian daun (lamina).
Contoh dari gulma ini banyak sekali dan ditemukan pada berbagai tempat,
baik di areal tanaman budidaya maupun di daerah yang terbuka, misalnya;
Eleusine indica, Imperata cylindrical, Panicum repens, Paspalum conjugatum,
Axonopus compressus, Leersea hexandra dan Leptochloa chinensis.
2. Golongan Teki-tekian (sedges)
Yang termasuk kedalam kelompok gulma ini adalah dari keluarga
Cyperaceae. Ciri khas dari kelompok teki ini adalah batangnya yang berbentuk
5

segitiga, dan pada sebagian besar sistim perakarannya terdiri dari akar rimpang
(rhizome) dan umbi (tuber).
3. Golongan gulma berdaun lebar (broad leaf weed)
Kelompok ini terdiri dari gulma yang berdaun lebar (luas) yang umumnya
terdiri dari klas Dicotyledoneae, pertulangan daun umunya menyirip.
5. Penggolongan berdasarkan sifat botani
Menurut Tjitrosoedirdjo et. al (1984), berdasarkan sifat-sifat botaninya
maka gulma dapat dikelompokkan menjadi beberapa golongan yaitu:
1. Golongan gulma Dicotyledoneae (berkeping dua) Yaitu semua tumbuhan
gulma yang berasal dari klas Dikotiledon
2. Golongan gulma Monocotyledoneae (berkeping satu) Adalah semua
tumbuhan gulma yang berasal dari klas Monokotil
3. Golongan gulma Pteridophyta (pakis-pakisan) Yaitu semua gulma yang
berasal dari kelompok pakis-pakisan.
6

BAB II
BOTANI

A. Taksonomi
Klasifikasi Bobontengan (Leptochloa chinensis L.)
Kingdom: Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom:Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi: Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas: Liliopsida (berkeping satu / monokotil)
Sub Kelas: Commelinidae
Ordo: Poales
Famili: Poaceae (suku rumput-rumputan)
Genus: Leptochloa
Spesies: Leptochloa chinensis L.
7

B. Morfologi
L. chinensis dikenal dengan nama red sprangletop (Inggris) , ebotengen
(Sunda), timunan, kartokot (Jawa). L. chinensis merupakan tumbuhan
setahun/tahunan, dengan tinggi 50 – 100 cm.
L.chinensis berkembangbiak dengan menghasilkan biji. Biji-biji gulma
dapat tersebar jauh karena ukurannya kecil sehingga dapat terbawa angin, air,
hewan dan sebagainya dengan demikian penyebarannya juga lebih luas. Adapula
terdapat bulu-bulu (rambut halus) yang menempel pada biji, sehingga biji ini
mudah diterbangkan oleh angin,
Disamping itu biji-biji gulma dapat bertahan lama di dalam tanah (masa
dormansi yang panjang) bila situasi lahan tanahnya tidak memungkinkan untuk
tumbuh, kemudian pada saatnya dapat tumbuh bila situasi sudah memungkinkan.
Batang bobotengan agak ramping, licin, kokoh. Daunnya tipis, rata/datar,
berbangun garis, meruncing panjang 10 – 30 cm, lebar 0,5 – 1,5 cm. Karangan
bunga L. chinensis terdapat di ujung, tersusun pada suatu poros, biasanya dengan
panjang lebih kurang separuh dari panjang keseluruhan batang, berwarna
8

kemerah-merahan atau keungu-unguan. Tandan tebal, umumnya tunggal atau


dapat 2 – 4 bersama-sama, dengan panjang 5 – 15 cm. Anak bulir mempunyai ciri
tersusun 3 – 6. L. chinensis biasanya terdapat di tempat-tempat berlumpur, serta di
tempat-tempat basah.
9

BAB III
EKOLOGI DAN DISTRIBUSI

L. chinensis berasal di Asia tropis dan didistribusikan di seluruh Asia


Tenggara, Burma, Sri Lanka, India, Cina, Jepang, Australia dan dari timur ke
Afrika Selatan. L. chinensis lebih dikenal sebagai Merah sprangletop (En),
Indonesia: timunan (Jawa), bebontengan (Sunda), jangkiri (Flores). Filipina:
palay-maya (Tagalog), karukauáyan (Bikol). Thailand: ya-yonhu, ya-dokkhao
(pusat), ya-metnga (timur laut).
L. chinensis menyebar luas dengan cara dimakan oleh ternak ketika muda.
Ini berbeda dengan daun panjang selubung (sampai 13,5 cm), maka yang berbulu
berpapila rambut pada daun dan berbunga-5-spikelets 2. L. panicea banyak
menyerupai L. Amerika filiformis (Manidool 1992). L. chinensis digunakan
sebagai makanan ternak. Ini adalah gulma yang sangat mengganggu di sawah
(Häfliger dan Scholz 1981), tetapi petani mengumpulkan dan dijadikan sebagai
pakan untuk hewan mereka.
L. chinensis. tumbuh dari permukaan laut dekat ketinggian hingga 1400 m.
Hal ini disesuaikan dengan lembab, tempat berawa di habitat terbuka, terutama
jika terganggu, pada tanah berat atau ringan. Ini bunga atas sebagian besar tahun.
L. chinensis diperbanyak dengan biji atau dengan anakan berakar. kelembaban
tanah yang memadai merupakan faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan
tanaman air ini, meskipun telah diamati bahwa kesuburan tanah baik di sawah
juga menghasilkan pertumbuhan yang lebih baik. Bibit berkembang cepat
sehingga mereka dapat mengikuti dengan meningkatnya tingkat banjir dan dengan
demikian bertahan.
Hal ini dipanen dengan memotong hijauan di atas permukaan air di sawah
atau dengan penggembalaan. Tidak ada data hasil yang tersedia, tetapi di tempat-
tempat sampah terbuka harus memberikan hasil yang wajar. Hal ini dapat
membuat jerami baik tapi ketika dipotong maka biasanya dikumpulkan dan diberi
makan hijau untuk ternak. Ini bukan makanan ternak penting, tetapi akan terus
menjadi sumber pakan tambahan yang berguna di daerah dataran rendah.
10

BAB IV
PENGENDALIAN

Pengendalian dapat berbentuk pencegahan dan pemberantasan. Mencegah


biasanya lebih murah tetapi tidak selalu lebih mudah. Di negara-negara yang
sedang membangun kegiatan pengendalian yang banyak dilakukan orang adalah
pemberantasan. Pengendalian gulma dapat dilakukan dengan cara-
cara(Rukmana,1999) :
1. Preventif (pencegahan)
Cara ini teruatama ditujukan terhadap spesies-spesies gulma yang sangat
merugikan dan belum terdapat tumbuh di lingkungan kita. Spesies gulma asing
yang cocok tumbuh di tempat-tempat baru dapat menjadi pengganggu yang
dahsyat (eksplosif). Cara-cara pencegahan masuk dan menyebarkan gulma antara
lain adalah (Rukmana,1999):
a. Dengan pembersihan bibit-bibit pertanaman dari kontaminasi biji-biji
gulma
b. Pencegahan pemakaian pupuk kandang yang belum matang
c. Pencegahan pengangkutan jarak jauh jerami dan rumput-rumput makanan
ternak
d. Pemberantasan gulma di sisi-sisi sungai dan saluran-saluran pengairan
e. Pembersihan ternak yang akan diangkut
f. Pencegahan pengangkutan tanaman berikut tanahnya dan lain sebagainya.
Apabila hal-hal tersebut di atas tidak dapat dilaksanakan dengan baik,
maka harus dicegah pula agar jangan sampai gulma berbuah dan berbunga. Di
samping itu juga mencegah gulma tahunan (perennial weeds) jangan sampai
berbiak terutama dengan cara vegetatif.
2. Pengendalian gulma secara fisik
Pengendalian gulma secara fisik ini dapat dilakukan dengan jalan
(Rukmana,1999) :
a. Pengolahan tanah
11

Pengolahan tanah dengan menggunakan alat-alat seperti cangkul, garu,


bajak, traktor dan sebagainya pada umumnya juga berfungsi untuk memberantas
gulma. Efektifitas alat-alat pengolah tanah di dalam memberantas gulma
tergantung beberapa faktor seperti siklus hidup dari gulma atau kropnya, dalam
dan penyebaran akar, umur dan ukuran infestasi, macamnya krop yang ditanaman,
jenis dan topografi tanah dan iklim.
b. Pembabatan (pemangkasan, mowing)
Pembabatan umumnya hanya efektif untuk mematikan gulma setahun dan
relatif kurang efektif untuk gulma tahunan. Efektivitas cara ini tergantung pada
waktu pemangkasan, interval (ulangan) dan sebagainya. Pembabatan biasanya
dilakukan di perkebunan yang mempunyai krop berupa pohon, pada halaman-
halaman, tepi jalan umum, jalan kereeta pai, padang rumput dan sebagainya.
Pembabatan sebaiknya dilakukan pada waktu gulma menjelang berbunga atau
pada waktu daunnya sedang tumbuh dengan hebat.
c. Penggenangan
Penggenangan efektif untuk memberantas gulma tahunan. Caranya dengan
menggenangi sedalam 15 – 25 cm selama 3 – 8 minggu. Gulma yang digenangi
harus cukup terendam, karena bila sebagian daunnya muncul di atas air maka
gulma tersebut umumnya masih dapat hidup.
d. Pembakaran
Suhu kritis yang menyebabkan kematian pada kebanyakan sel adalah 45 –
550 C, tetapi biji-biji yang kering lebih tahan daripada tumbuhannya yang hidup.
Kematian dari sel-sel yang hidup pada suhu di atas disebabkan oleh koagulasi
pada protoplasmanya.
Pembakaran secara terbatas masih sering dilakukan untuk membersihkan
tempat-tempat dari sisa-sisa tumbuhan setelah dipangkas. Pada sistem peladangan
di luar Jawa cara ini masih digunakan oleh penduduk setempat. Pembakaran
umumnya banyak dilakukan pada tanah-tanah yang non pertanian, seperti di
pinggir-pinggir jalan, pinggir kali, hutan dan tanah-tanah industri.
Keuntungan pembakaran untuk pemberantasan gulma dibanding dengan
pemberantasan secara kimiawi adalah pada pembakaran tidak terdapat efek residu
12

pada tanah dan tanaman. Keuntungan lain dari pembakaran ialah insekta-insekta
dan hama-hama lain serta penyakit seperti cendawan-cendawan ikut dimatikan.
Kejelekannya ialah bahaya kebakaran bagi sekelilingnya, mengurangi kandungan
humus atau mikroorganisme tanah, dapat memperbesar erosi, biji-biji gulma
tertentu tidak mati, asapnya dapat menimbulkan alergi dan sebagainya.
e. Mulsa (mulching, penutup seresah)
Penggunaan mulsa dimaksudkan untuk mencegah agar cahaya matahari
tidak sampai ke gulma, sehingga gulma tidak dapat melakukan fotosintesis,
akhirnya akan mati dan pertumbuhan yang baru (perkecambahan) dapat dicegah.
Bahan-bahan yang dapat digunakan untuk mulsa antara lain jerami, pupuk hijau,
sekam, serbuk gergaji, kertas dan plastik.
3. Pengendalian gulma dengan sistem budidaya
Cara pengendalian ini juga disebut pengendalian secara ekologis, oleh
karena menggunakan prinsip-prinsip ekologi yaitu mengelola lingkungan
sedemikian rupa sehingga mendukung dan menguntungkan pertanaman tetapi
merugikan bagi gulmanya. Di dalam pengendalian gulma dengan sistem budidaya
ini terdapat beberapa cara yaitu (Rukmana,1999) :
a. Pergiliran Tanaman
Pergiliran tanaman bertujuan untuk mengatur dan menekan populasi
gulma dalam ambang yang tidak membahayakan. Coontoh : padi – tebu – kedelai,
padi – tembakau – padi. Tanaman tertentu biasanya mempunyai jenis gulma
tertentu pula, karena biasanya jenis gulma itu dapat hidup dengan leluasa pada
kondisi yang cocok untuk pertumbuhannya. Sebagai contoh gulma bobotengan
(Leptochloa chinensis) sering berada dengan baik dan mengganggu pertanaman
tanah basah yang berumur musiman (misalnya pada padi dan sebagainya).
Demikian pula dengan wewehan (Monochoria vaginalis) di sawah-sawah. Dengan
pergiliran tanaman, kondisi mikroklimat akan dapat berubah-ubah, sehingga
gulma hidupnya tidak senyaman sebelumnya.
b. Budidaya pertanaman
Penggunaan varietas tanaman yang cocok untuk suatu daerah merupakan
tindakan yang sangat membantu mengatasi masalah gulma. Penanaman rapat agar
13

tajuk tanaman segera menutupi ruang-ruang kosong merupakan cara yang efektif
untuk menekan gulma.
Pemupukan yang tepat merupakan cara untuk mempercepat pertumbuhan
tanaman sehingga mempertinggi daya saing pertanaman terhadap gulma. Waktu
tanaman lambat, dengan membiarkan gulma tumbuh lebih dulu lalu diberantas
dengan pengolahan tanah atau herbisida. Baru kemudian tanaman ditanam pada
tanah yang sebagian besar gulmanya telah mati terberantas.
c. Penaungan dengan tumbuhan penutup (cover crops)
Mencegah perkecambahan dan pertumbuhan gulma, sambil membantu
pertanaman pokoknya dengan pupuk nitrogen yang kadang-kadang dapat
dihasilkan sendiri.
4. Pengendalian gulma secara biologis
Pengendalian gulma secara biologis (hayati) ialah pengendalian gulma
dengan menggunakan organisme lain, seperti insekta, fungi, ternak, ikan dan
sebagainya. Pengendalian biologis yang intensif dengan insekta atau fungi
biasanya hanya ditujukan terhadap suatu spesies gulma asing yang telah menyebar
secara luas dan ini harus melalui proses penelitian yang lama serta membutuhkan
ketelitian. Juga harus yakin apabila spesies gulma yang akan dikendalikan itu
habis, insekta atau fungi tersebut tidak menyerang tanaman atau tumbuhan lain
yang mempunyai arti ekonomis (Rukmana,1999).
Sebagai contoh pengendalian biologis dengan insekta yang berhasil ialah
pengendalian kaktus Opuntia spp. Di Australia dengan menggunakan Cactoblastis
cactorum, dan pengendalian Salvinia sp. dengan menggunakan Cyrtobagous
singularis. Demikian juga eceng gondok (Eichhornia crassipes) dapat
dikendalikan secara biologis dengan kumbang penggerek Neochetina bruchi dan
Neochetina eichhorniae. Sedangkan jamur atau fungi yang berpotensi dapat
mengendalikan gulma secara biologis ialah Uredo eichhorniae untuk eceng
gondok, Myrothesium roridum untuk kumbang , dan Cerospora sp. untuk kayu
apu.
14

Di samping pengendalian biologis yang tidak begitu spesifik terhadap


spesies-spesies tertentu seperti penggunaan ternak dalam pengembalaan, kalkun
pada perkebunan kapas, ikan yang memakan gulma air dan sebagainya.
5. Pengendalian gulma secara kimiawi
Pengendalian gulma secara kimiawi adalah pengendalian gulma dengan
menggunakan herbisida. Yang dimaksud dengan herbisida adalah senyawa kimia
yang dapat digunakan untuk mematikan atau menekan pertumbuhan gulma, baik
secara selektif maupun non selektif. Macam herbisida yang dipilih bisa kontak
maupun sistemik, dan penggunaannya bisa pada saat pratanam, pratumbuh atau
pasca tumbuh. Keuntungan pengendalian gulma secara kimiawi adalah cepat dan
efektif, terutama untuk areal yang luas. Beberapa segi negatifnya ialah bahaya
keracunan tanaman, mempunyai efek residu terhadap alam sekitar dan sebagainya.
Sehubungan dengan sifatnya ini maka pengendalian gulma secara kimiawi ini
harus merupakan pilihan terakhir apabila cara-cara pengendalian gulma lainnya
tidak berhasil. Untuk berhasilnya cara ini memerlukan dasar-dasar pengetahuan
yang cukup dan untuk itu akan diuraikan tersendiri lebih lanjut.
6. Pengendalian gulma secara terpadu
Yang dimaksud dengan pengendalian gulma secara terpadu yaitu pengendalian
gulma dengan menggunakan beberapa cara secara bersamaan dengan tujuan untuk
mendapatkan hasil yang sebaik-baiknya (Fryer,1977).
Walaupun telah dikenal beberapa cara pengendalian gulma antara lain
secara budidaya, fisik, biologis dan kimiawi serta preventif, tetapi tidak satupun
cara-cara tersebut dapat mengendalikan gulma secara tuntas. Untuk dapat
mengendalikan suatu spesies gulma yang menimbulkan masalah ternyata
dibutuhkan lebih dari satu cara pengendalian. Cara-cara yang dikombinasikan
dalam cara pengendalian secara terpadu ini tergantung pada situasi, kondisi dan
tujuan masing-masing, tetapi umumnya diarahkan agar mendapatkan interaksi
yang positif, misalnya paduan antara pengolahan tanah dengan pemakaian
herbisida, jarak tanam dengan penyiangan, pemupukan dengan herbisida dan
sebagainya, di samping cara-cara pengelolaan pertanaman yang lain(Fryer,1977).
15

DAFTAR PUSTAKA

Fryer, J.D. and S. Matsunaka, 1977. Penanggulangan Gulma Secara Terpadu.


Jakarta : PT Bina Aksara.
Häfliger E. dan Scholz H. (1981) ; Manidool C. (1992)
Rukmana, H.R. dan U.S. Saputra, 1999. Gulma dan Teknik Pengendalian.
Yogyakarta : Kanisius.
Sastroutomo, S.S. 1990. Ekologi Gulma. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
Tjitrosoedirdjo, S.; I.H. Utomo dan J. Wiroatmodjo, 1984. Pengelolaan Gulma di
Perkebunan. Jakarta : PT Gramedia.

You might also like