You are on page 1of 15

MAKALAH

PANCASILA SEBAGAI FILTER

Oleh: - Maria Yulita (0933010006)


- Aprilianti Dwi Fitria (0933010007)
- Agustina Leonita (0933010008)
- Khalimatul Janah (0933010012)
- Halimatur Rosidah (0933010022)
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sekitar awal tahun 1949, Pancasila sangatlah berperan dilihat dari aspek kehidupan. Oleh
sebab itu, semua tingkah laku masyarakat Indonesia merupakan cerminan dari setiap sila yang
ada. Di sini, fungsi dari Pancasila tersebut selain sebagai salah satu alat pemersatu bangsa, juga
berfungsi untuk meningkatan pemahaman dan pengamalan nilai-nilai Pancasila sebagai filter dari
pengaruh budaya asing yang negatif bagi generasi muda dan Pancasila adalah identitas diri
bangsa Indonesia sehingga bangsa kita terlihat senasib sepenanggungan.

Tetapi apa yang terjadi pada tahun sekarang ini? Dengan melemahnya kekuatan serta
martabat Pancasila sebagai filter atau penyaring pengaruh budaya asing yang negatif bagi
generasi muda, justru semakin melemah dan banyak sekali kebudayaan luar negeri yang dapat
masuk dengan mudah mempengaruhi pikiran-pikiran generasi bangsa sekarang. Oleh sebab itu,
seharusnya kita sebagai generasi bangsa yang sadar akan pentingnya kebudayaan Indonesia, ikut
serta dalam melakukan pembentukan pikiran-pikiran yang lebih mencintai bangsa Indonesia
dengan menerima kebudayaan-kebudayaan serta peninggalan-peninggalan sejarahnya.

Selain itu, bukan hanya kita yang harus sadar akan kebudayaan bangsa, melainkan juga
pemerintah harus sadar dan harus tanggap dengan apa yang ada di sekitar ataupun di daerah-
daerah yang membuat pola pikir masyarakat berubah menjadi lebih mencintai budaya dari luar.
Dengan kata lain, pemerintah harus lebih menyeleksi apa saja yang diijinkan masuk ke Indonesia
dan yang tidak boleh masuk ke Indonesia.

Harapan yang lain adalah agar pemerintah lebih gencar menyuarakan dan mengeluarkan
dana yang besar untuk mengangkat budaya-budaya yang ada di Indonesia sehingga bagi
masyarakat pedesaan yang belum mengerti tentang asal-usul budaya Indonesia akhirnya menjadi
mengerti dikarenakan penyebaran yang merata. Dan harapan yang paling terpenting adalah
membuat kebudayaan Indonesia menjadi tuan rumah sendiri di mata masyarakat Indonesia dan
juga di anggap penting oleh masyarakat mancanegara.

Diharapkan bagi generasi muda penerus bangsa Indonesia terlebih dahulu harus
berintrospeksi terhadap diri sendiri. Setelah itu, kita mengajak teman, ayah, ibu dan saudara-
saudara kita untuk sadar akan mencintai budaya yang ada di Indonesia sehingga budaya tersebut
tidak punah dan hilang akibat perkembangan jaman.

Begitu juga cara pengemasan budaya adalah salah satu hal yang membuat masyarakat
akan mudah menerima budaya itu sendiri. Hal tersebut adalah PR terbesar bagi kita para generasi
penerus bangsa untuk mengemas sebagus mungkin dan sekreatif mungkin. Jadi itu semua adalah
harapan-harapan kami sebagai seorang generasi penerus bangsa Indonesia yang mempunyai jiwa
Pancasila.

Tetapi apa yang terjadi jika kita lihat dari segi kenyataannya. Contoh yang paling
sederhana terjadi pada saat ini. Banyak para remaja yang bahasa sehari-harinya menggunakan
kata-kata, seperti “loe”, “gue”, “men-download”, dan masih banyak lagi daripada menggunakan
bahasa Indonesia yang baik dan benar. Lalu, contoh lainnya adalah dapat kita lihat di lingkungan
sekitar kita sehari-hari seperti remaja perempuan mengenakan pakaian yang “minim” di muka
umum. Lalu, remaja laki-laki yang bergaya ala orang barat seperti berdandan gaya emo, punk,
dan sebagainya. Hal tersebut dapat merusak jati diri bangsa Indonesia. Mereka berpakaian
kurang sopan dan tidak patut untuk dipertontonkan di muka umum karena bangsa Indonesia
dikenal sebagai bangsa yang mempunyai rakyat yang sopan.

Contoh lainnya adalah kurangnya rasa peduli generasi muda penerus bangsa untuk ikut
serta dalam melestarikan budayanya sendiri sehingga banyak budaya-budaya kita yang diakui
oleh negara lain. Contohnya saja kesenian Reog Ponorogo, Batik, dan Wayang kulit. Itulah
akibatnya jika kita sebagai generasi penerus bangsa tidak peduli terhadap budaya-budaya bangsa
kita. Contoh lainnya adalah permainan-permainan daerah, seperti permainan glangsing, dakon,
congklak, engrang, dan masih banyak lagi. Bahkan, anak-anak lebih tertarik pada Play Station
atau juga lebih tertarik pada game online. Lalu, alat musik daerah, misalnya angklung, kolintang,
gamelan, dan sebagainya juga sudah jarang dimainkan apalagi dilestarikan. Mereka lebih tertarik
pada alat musik yang modern seperti gitar, drum, keyboard, dan masih banyak lagi. Selain itu,
musik-musik daerah juga jarang diminati generasi muda penerus bangsa. Bahkan, mereka selalu
berkata, “Kuno. Nggak jaman, “ ketika mendengar music-musik daerah. Mereka cenderung
tertarik pada musik-musik dari luar negeri, seperti musik Rock, Pop, R&B, dan masih banyak
lagi. Mungkin kita pernah mendengar lirik salah satu lagu hits yang dibawakan oleh Matta band
di bawah ini:

Ooo.. kamu ketahuan pacaran lagi


Dengan dirinya,teman baikku
Tapi tak mengapa aku tak heran
Karena dirimu cinta sesaatku

Atau bahkan lirik lagu “Makhluk Tuhan yang Paling Sexy” dari Mulan Jameela yang sedang
melejit:
Otakmu sexy, itu terbukti
Dari caramu memikirkan aku
Matamu sexy, itu terbukti
Dari caramu menatap aku
Ah.. ku seperti ada di dalam penjara cintamu.

Dan masih banyak lagi lagu yang pernah melejit, beredar di masyarakat begitu cepatnya.

Kita tidak membicarakan tentang siapa yang menciptakan lagu tersebut atau siapa yang
menyanyikan lagu tersebut karena mungkin tidak terlalu menarik. Yang lebih menarik lagi
barangkali kalau lagu tersebut dinyanyikan oleh seorang anak yang baru mengenyam pendidikan
kelas 1 SD atau bahkan yang masih berumur di bawah 5 tahun sudah terbiasa menyanyikan lagu-
lagu tersebut. Dengan begitu ringannya mereka menyuarakan lagu tersebut dengan suara lantang.
dari awal hingga akhir lagu.

Memang tidak bisa di pungkiri, bahwa anak-anak jaman dulu sangat jauh berbeda dengan
anak-anak jaman sekarang. Anak-anak jaman dulu belum mengenal lagu semacam ini. Lagu-lagu
yang dinyanyikan anak-anak jaman dulu hanya sebatas lagu-lagu yang diajarkan oleh para guru
di sekolah. Berbeda dengan anak-anak jaman sekarang, mereka kurang hafal dengan lagu-lagu
yang diajarkan oleh gurunya di sekolah, tetapi mereka justru lebih hafal dengan lagu-lagu
kalangan remaja. Lalu, contoh lainnya adalah agama dan norma-norma yang mulai diabaikan
oleh para generasi muda. Generasi muda sekarang kalau beribadah kurang menghayati bahkan
banyak yang meninggalkan ibadah mereka. Sengaja atapun tidak disengaja, ibadah yang mereka
lakukan kebanyakan hanyalah sekedar rutinitas. Di luar negeri, fenomena seperti ini sudah terjadi
sejak lama dan lebih parah dari negara kita. Akibatnya, banyak orang yang rela mengorbankan
harga dirinya demi mendapatkan materi. Semua ini terjadi karena kurang kuatnya iman yang
mereka miliki.

Dari sini, barulah terlihat adanya ketidakselarasan antara harapan yang diinginkan dengan
berbagai contoh akibat melemahnya kekuatan Pancasila sebagai filter atau penyaring
kebudayaan-kebudayaan negatif yang masuk dan berkembang di Indonesia.

1.2 Perumusan Masalah

1. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan budaya asing yang negatif mudah masuk dan
ditiru oleh bangsa Indonesia?
2. Apakah contoh-contoh yang dapat menggambarkan adanya budaya asing yang masuk ke
Indonesia?
3. Bagaimana cara mengatasi agar budaya asing yang negatif tidak lagi mempengaruhi
bangsa Indonesia terutama terhadap budaya asli bangsa Indonesia?

1.3 Ruang Lingkup Masalah

Di samping sebagai dasar negara bangsa Indonesia, Pancasila juga sebagai filter
terhadap pengaruh budaya asing yang negatif terutama bagi generasi muda penerus bangsa.
Maksudnya adalah Pancasila juga sebagai alat pembatas untuk mencegah masuknya
pengaruh negatif dari luar, yaitu dengan cara mempertahankan budaya-budaya asli
Indonesia.
BAB II

PEMBAHASAN

Pancasila sebagai dasar negara Indonesia memegang peranan penting dalam setiap aspek
kehidupan masyarakat Indonesia. Pancasila banyak memegang peranan yang sangat penting bagi
kehidupan bangsa Indonesia, salah satunya adalah “Pancasila sebagai suatu sistem etika”. Di
dunia internasional, bangsa Indonesia terkenal sebagai salah satu negara yang memiliki etika
yang baik, rakyatnya yang ramah tamah, sopan santun yang dijunjung tinggi dan masih banyak
lagi. Pancasila memegang peranan besar dalam membentuk pola pikir bangsa ini sehingga dapat
dihargai sebagai salah satu bangsa yang beradab di dunia. Kecenderungan menganggap acuh dan
sepele akan kehadiran Pancasila diharapkan dapat ditinggalkan karena bangsa yang besar adalah
bangsa yang beradab. Pembentukan etika bukan hal yang susah dan bukan juga hal yang mudah
karena semua itu berasal dari tingkah laku dan hati nurani.

Pancasila yang dirumuskan 1 Juni 1945 oleh Soekarno dan disepakati menjadi ideologi
dan cita hukum bangsa Indonesia, hari-hari ini berada dalam kondisi kesepian. Ia seperti
ditinggalkan di panti, jarang ditengok dan megap-megap. Mungkin, kita sebagai bangsa, lebih
tertarik menggunakan kemeja dan jas orang lain, bisa itu neo liberal-kapitalistik, sosialisme atau
sedikit agak komunis dan sebagainya. Tapi, kalau Pancasila? Muram. Padahal, Pancasila
merupakan common platform atau istilah Cak Nurcholis, kalimatun sawa, titik temu berbagai
kepentingan dari bangsa ini yang plural. Pancasila juga menjadi cita hukum di mana kalau
mengikuti pendapat A Hamid S Attamimi, ia bisa menjadi bintang pemandu (leittern) bagi
tegaknya hukum di tanah air. Sebab, Pancasila merupakan guiding principle dan kaidah evaluasi
dan kritik baik bagi pembentukan hukum maupun penegakan hukum.

Mungkin, kita harus kembali mengingat sila-sila Pancasila. Merefleksikan dan


mempraktikkan dalam perkembangan bangsa ini. Untuk itu, setback ke jati diri merupakan
keniscayaan. Sebab, bangsa yang abai pada ideologinya sendiri hanya akan menjadi "santapan”
bangsa lain di dunia. Ia kehilangan identitas, seperti kehilangan KTP. Bisa sesat di belantara
globalisasi.

Bagaimana mempraktikan lagi falsafah Pancasila? Pertama, kita harus berwawasan


terbuka, berfikir global dan bertindak lokal. Kedua, merenungi semua prilaku dan praktik
bernegara apakah bersenyawa dengan Pancasilan. Ketiga, membangun iptek dan perekonomian
dengan dasar Pancasila sehingga tercipta semangat kesejahteraan bersama dan keutuhan bangsa.
Mungkin, berbagai pernyataan di atas terasa klise. Tapi, tidak ada jalan lain untuk menuju
perubahan yang lebih baik.

Kelompok orang yang sudah mulai alergi terhadap Pancasila, sering mengira bahwa
penghambat kemajuan bangsa ini adalah Pancasila. Pendapat itu merupakan pendapat yang
sangat keliru, karena tidak disertai pemahaman yang menyeluruh tentang makna serta hakikat
Pancasila. Pancasila itu ibarat pisau emas yang bermata berlian. Ditinjau dari bahannya, pisau itu
terbuat dari logam mulia serta batu yang sangat mulia. Dan pisau emas bermata berlian itu sangat
tajam. Kemuliaan dan ketajamannya dapat digunakan untuk apa saja oleh siapa saja. Pisau itu
dapat digunakan untuk memasak, untuk berkarya membuat ukiran patung yang indah, untuk
mencari air dan mata pencaharian demi kesejahteraan dan ketenteraman, tetapi dapat pula untuk
menodong, bahkan membunuh. Pisau itu pun dapat dibuang, digadaikan, atau dijual bagi orang
yang tidak mengerti nilai. Permasalahannya sangat bergantung pada manusia pemakainya.

Seekor monyet jika disuruh memilih antara pisang atau pisau emas yang bermata berlian
tadi, pasti akan memilih pisang. Lain halnya dengan manusia yang memang menyadari akan
harkat dan martabat kemanusiaannya. Manusia seperti ini pasti akan memilih pisau emas yang
bermata intan itu karena sadar akan nilai yang terkandung di dalamnya. Kalau toh pisau emas
bermata berlian tadi berada di tangan monyet, paling digunakan untuk mencuri pisang dengan
segala keserakahannya, setelah itu dibuang.

Pancasila yang luhur yang selama ini berada di bumi pertiwi sering sekali mengalami
nasib bagaikan mahkota emas bertatahkan intan, berlian dan permata mulia, tetapi dipakai oleh
babi-babi yang tidak berbudaya atau monyet yang tak mengerti nilai. Manusia yang tak tahu
nilai, ibarat makhluk yang sudah kehilangan sifat insani kemanusiaannya (lir jalma kang wus
koncatan sipat kamanungsane).

Kandungan Pancasila yang merupakan ikhtisar dari Sapta Warsita Panca Pancataning
Mulya memiliki kesesuaian dengan fitrah Ilahiyah yang termuat di dalam ajaran kitab suci Al-
Qur’an. Nilai luhur yang terkandung di dalam Pancasila, walaupun tidak tertulis dalam bentuk
rumusan, sangat sesuai dengan nilai-nilai keluhuran budi pekerti yang dimiliki, dijunjung tinggi,
serta diamalkan sebagai landasan hidup oleh bangsa-bangsa maju yang berperadaban tinggi di
dunia. Dengan demikian Pancasila ini merupakan ideologi yang bersifat universal. Di dalam
Pancasila terkandung pula nilai-nilai sosialis religius, bahkan lebih sempurna. Tetapi sayang,
nilai-nilai luhur itu nampaknya belum pernah terlihat dalam kehidupan sehari hari, bahkan sering
ditafsir miring atau diselewengkan oleh oknum-oknum pemimpin sehingga banyak orang yang
meributkan atau mempermasalahkan atau mempertentangkan antara Pancasila dengan Islam.
Pancasila dianggap kurang baik jika dibandingkan dengan paham Sosialis Religius dan
sebagainya.

Arus modernisasi yang dengan kencang menghembus Indonesia dewasa ini sedemikian
rupa membawa pengaruh yang tidak sedikit bagi Indonesia. Modernisasi dalam segi peralatan,
pemikiran bahkan budaya begitu mudahnya menghampiri masyarakat Indonesia.Sebagian pihak
mengatakan bahwa ini adalah konsekuensi yang harus dihadapi sebagai imbas modernisasi. Yang
lama kelamaan semakin memperburuk keadaan pola kehidupan dan tatanan nilai pada
masyarakat Indonesia sehingga kemudian modernisasi ini berelevasi menjadi keadaan yang
bernama westernisasi dalam kehidupan bermasyarakat.

Teknologi internet merupakan teknologi yang memberikan informasi tanpa batas dan
dapat diakses oleh siapa saja. Apa lagi bagi anak muda internet sudah menjadi santapan mereka
sehari- hari. Jika digunakan secara semestinya tentu kita memperoleh manfaat yang berguna.
Tetapi jika tidak, kita akan mendapat kerugian. Dan sekarang ini, banyak pelajar dan mahasiswa
yang menggunakan tidak semestinya. Misal untuk membuka situs-situs porno. Bukan hanya
internet saja, ada lagi pegangan wajib mereka yaitu handphone. Rasa sosial terhadap masyarakat
menjadi tidak ada karena mereka lebih memilih sibuk dengan menggunakan handphone.
Seharusnya Indonesia yang beradat ketimuran yang mempunyai sikap cenderung santun
terseret dan kemudian menghilang tergantikan oleh corak budaya kebarat-baratan (westernisasi)
yang sangat bebas dalam berkehidupan dan bermasyarakat. Tradisi- tradisi yang melekat dalam
masyarakat Indonesia secara simultan dikatakan kuno atau katro’, Oleh mereka yang
menghambakan diri pada budaya-budaya barat yang mereka sebut sebagai "budaya modern".
Sikap hedonis pun muncul di tengah- tengah masyarakat kita sebagai manifestasi dari yang lebih
pantas disebut sebagai westernisasi daripada"budaya modern".

Bertolak belakang dari budaya modern yang terus berkembang pesat, generasi muda
bangsa kita seakan-akan malu untuk mempertunjukkan kebudayaan asli daerah atau bahkan
dalam tataran paling permukaan, yaitu mempelajari saja dianggap sebagai suatu aib yang harus
ditutupi dan kalau bisa dilupakan dengan memejamkan mata, maka akan dilakukan detik itu
juga. Sungguh merupakan sebuah kemunduran yang sangat jauh bagi kebudayaan kita yang
diakui sebagai negeri yang berbudaya tinggi. Mereka -generasi muda kita- lebih bangga
mempertunjukkan budaya-budaya asing (kalau memang pantas disebut dengan budaya) yang
sebenarnya dari karakteristik unsur-unsur didalamnmya sangat jauh berbeda dengan budaya
ketimuran kita.

Tidak ada lagi rasa handarbeni, yaitu rasa memiliki yang tinggi dalam kebudayaan lokal
kita . Penyimpangan- penyimpangan budaya pun muncul. Salah satu contoh yang dapat diambil
adalah dalam seni Reog Ponorogo. Dalam suatu kejadian penari jathilan, penari dengan
membaya kuda dari kayu menari diatas punggung warok yang sujud tertelungkup, padahal warok
adalah perlambang sebagi orang yang dihormati karena mempunyai kesaktian yang sangat tinggi
dan jelas bahwa hal ini melanggar pakem yang sudah ada. Dengan mudahnya mereka
mengatakan hal ini sebagai kreasi untuk menarik para wisatawan. Sungguh sangat picik sebuah
budaya yang sakral tergadaikan oleh hal – hal yang sepele. Sebegitu murahkah harga budaya
kita?

Ketiadaan filter atau penyaring adalah salah satu alasan mengapa begitu mudah hal – hal
seperti yang sudah disebutkan diatas mempengaruhi masyarakat Indonesia. Nilai- nilai
kedaerahan atau norma agama yang ada pada setiap masyarakat dilupakan padahal, menurut
Hassan Hanafi bahwa budaya sebenarnya dapat menjadi sebuah otoritas yang kuat untuk
mempertahankan sesuatu dalam konteks ini bangsa tentunya yang harus dipertahankan. Saat ini
kita harus sadar bahwa kewajiban kita untuk menemukan kembali, menggali kembali local
wisdom atau nilai-nilai kearifan lokal dan membingkainya didalam keragaman budaya negeri
kita menjadi bunga rampai kebudayaan nasional sebagai jati diri nasionalisme kita dan harga diri
nasionalisme kita untuk mempertahankan Indonesia dari serangan ganas arus globalisasi.

Selama ini, rasa kebangsaan Indonesia dianggap sudah mulai luntur, hal ini dikaitkan
dengan kenyataan derasnya arus globalisasi dan westernisasi yaitu semakin lunturnya budaya
ketimuran Indonesia. Semakin sulit kita temukan pada anak muda jaman sekarang sopan santun
khas budaya Timur yang dulu dipraktekkan orang-orang tua kita pada jamannya. Semakin sulit
pula kita menemukan generasi muda sekarang yang hafal butir-butir dari sila Pancasila.
Meskipun penguasaan materi butir-butir Pancasila tidak dapat dijadikan indikator
pengamalannya dalam kehidupan sehari-hari, paling tidak hal tersebut menunjukkan adanya
penurunan upaya pemantapan pemahaman kewarganegaraan pada generasi muda. Saya tidak
yakin (bukan berarti pesimis) jika kita ambil sampel di tempat-tempat umum (misalnya mall-
mall) apakah pemuda-pemudi kita hafal 100% Lagu Indonesia Raya? Tanyakan pula, siapa
pencipta lagu Bagimu Negeri? Tapi coba tanyakan, siapa yang menyanyikan lagu “PUSPA”?
Dengan cepat pasti segera dijawab. Sekali lagi, meskipun kadar kebangsaan seseorang tidak
semata-mata diukur dengan bisa tidaknya menyanyikan lagu kebangsaan, atau mengetahui lagu-
lagu wajib perjuangan, paling tidak hal ini menjadi suatu peringatan bagi kita pencinta bangsa
dan negara ini.

Berangkat dari uraian di atas, memang kita menyadari terjadinya penurunan pemahaman
dan aplikasi terhadap rasa kebangsaan Indonesia. Namun kita tidak perlu berkecil hati, dengan
berbagai upaya, kita dapat mempertahankan rasa kecintaan terhadap bangsa ini, dengan
memanfaatkan dan menggali potensi yang ada. Berbagai peristiwa dan momen dalam kehidupan
Bangsa Indonesia telah menunjukkan, bahwa bangsa kita masih punya rasa cinta tanah air dan
bangsa, kebanggaan sebagai bangsa Indonesia, harga diri di antara bangsa-bangsa di dunia, rasa
bersatu, dan rasa senasib sepenanggungan. Di antara momen tersebut adalah momen yang
diuraikan pada awal tulisan ini. Momen lain yang bisa kita manfaatkan sebagai momen
pemersatu bangsa namun diarahkan pada hal-hal yang positif, antara lain:
1. Ketika terjadi konflik perbatasan dengan negara tetangga (Malaysia), sebagian masyarakat
Indonesia berbondong-bondong menyatakan kesediaan dirinya untuk menjadi sukarelawan
ikut berperang melawan Malaysia bahkan sebagian sudah melaksanakan latihan kemiliteran
secara mandiri.
2. Ketika budaya bangsa (lagu daerah, kesenian daerah, dan masih banyak lagi) diklaim oleh
bangsa lain (Malaysia) sebagai budaya mereka, masyarakat Indonesia melakukan protes
keras terhadap tindakan negara tersebut.
3. Ketika warga negara Indonesia yang berada di negara asing (TKI, duta olah raga, dan
kepentingan-kepentingan lainnya) mendapat perlakuan buruk atau tidak sebagaimana
mestinya, masyarakat Indonesia melakukan protes keras dan menuntut keadilan terhadap
perlakuan tersebut.
4. Pada acara puncak perayaan Kebangkitan Nasional tanggal 20 Mei 2008 di Stadion Gelora
Bung Karno, masyarakat sangat antusias berpartisipasi, baik sebagai pengisi acara maupun
sebagai penonton, termasuk pemirsa televisi di seluruh Indonesia, karena seluruh stasiun
televisi nasional menyiarkan secara langsung acara tersebut.

Momen-momen dan peristiwa tersebut sangat penting bagi bangsa Indonesia dan
merupakan suatu potensi yang dapat kita kembangkan dalam upaya pemantapan rasa kebangsaan
Indonesia. Upaya-upaya tersebut dapat kita lakukan (pemerintah dan segenap bangsa Indonesia)
dengan:
1. Menggalakkan kembali materi pelajaran wawasan kebangsaan dan kewarganegaraan di
dalam sistem pendidikan di Indonesia, terutama mulai tingkat dasar, sehingga sejak kecil
anak-anak telah ditanamkan rasa kebangsaan yang dalam dan cinta tanah air dan bangsa
(Perlu perhatian yang serius karena kita dihadapkan pada tumbuh dan berkembangnya
sekolah-sekolah yang “global oriented” yang sangat fokus pada sains, teknologi dan masa
depan pribadi (profesi) tetapi kurang perhatian terhadap kesadaran berbangsa dan bertanah
air).
2. Memanfaatkan momen-momen kompetisi antar bangsa, termasuk bidang olahraga dan
pendidikan (kompetisi sains dan teknologi) yaitu dengan terus mendukung prestasi bangsa
Indonesia di dunia Internasional, sehingga semakin banyak hal yang dapat dijadikan
kebanggaan nasional. (Sayangnya, pelajar juara-juara kompetisi sains dan teknologi
terkadang tidak mendapat perhatian khusus dari kita, khususnya pemerintah sehingga
potensinya sering dimanfaatkan oleh institusi di luar Indonesia).
3. Menggalakkan kembali slogan cinta produksi Indonesia. Namun diharapkan tidak hanya
sebagai slogan belaka, tetapi dibarengi usaha peningkatan kualitas dan kuantitas produksi
dalam negeri sehingga tidak terlalu bergantung pada negara lain.
4. Mendukung pemasyarakatan budaya Indonesia untuk membendung masuknya budaya asing.
Misalnya, para pejabat kita agar lebih mendahulukan musik dan lagu-lagu Indonesia seperti
lagu-lagu dangdut dalam kegiatan dengan masyarakat, jangan malah lebih memilih lagu-lagu
barat atau budaya asing lainnya.
5. Kita semua harus punya kesadaran untuk memproteksi (bukan berarti menutup pintu) arus
globalisasi informasi dan teknologi, misalnya dengan membatasi akses internet yang tidak
sesuai dengan budaya bangsa Indonesia seperti yang telah dilakukan pemerintah dengan
aturan pelarangan akses situs porno di seluruh Indonesia.

Pandangan-pandangan negatif terhadap Pancasila itu muncul barangkali karena prasangka


bahwa Pancasila itu identik dengan Sukarnoisme (sosialisasi Pancasila) atau Soehartoisme
(liberalisasi Pancasila) seperti yang tercantum dalam materi Pedoman, Penghayatan, dan
Pengamalan Pancasila. Kenyataannya, Pancasila adalah Pancasila.

Salah satu SDM yang dimaksud bisa berupa generasi muda yang merupakan kader
pembangunan yang sifatnya masih potensial, perlu dibina dan dikembangkan secara terarah dan
berkelanjutan melalui lembaga pendidikan sekolah. Beberapa fungsi pentingnya pendidikan
sekolah antara lain untuk:
1. Perkembangan pribadi dan pembentukan kepribadian,
2. Transmisi cultural
3. Integrasi sosial
4. Inovasi, dan
5. Pra seleksi dan pra alokasi tenaga kerja.

Dalam hal ini jelas bahwa tugas pendidikan sekolah adalah untuk mengembangkan segi-
segi kognitif, afektif dan psikomotorik yang dapat dikembangkan melalui pendidikan moral.
Dengan memperhatikan fungsi pendidikan sekolah di atas, maka setidaknya terdapat tiga alasan
penting yang melandasi pelaksanaan pendidikan moral di sekolah, antara lain:
1. Perlunya karakter yang baik untuk menjadi bagian yang utuh dalam diri manusia yang
meliputi pikiran yang kuat, hati, dan kemauan yang berkualitas seperti memiliki kejujuran,
empati, perhatian, disiplin diri, ketekunan, dan dorongan moral yang kuat untuk bisa bekerja
dengan rasa cinta sebagai ciri kematangan hidup manusia
2. Sekolah merupakan tempat yang lebih baik dan lebih kondusif untuk melaksanakan proses
belajar mengajar.
3. Pendidikan moral sangat esensial untuk mengembangkan sumber daya manusia (SDM) yang
berkualitas dan membangun masyarakat yang bermoral.

Langkah-langkah untuk mengantisipasi dampak negatif globalisasi terhadap nilai- nilai


nasionalisme, antara lain:
1. Menumbuhkan semangat nasionalisme yang tangguh, misal semangat mencintai produk
dalam negeri.
2. Menanamkan dan mengamalkan nilai- nilai Pancasila dengan sebaik-baiknya.
3. Menanamkan dan melaksanakan ajaran agama dengan sebaik- baiknya.
4. Mewujudkan supremasi hukum, menerapkan dan menegakkan hukum dalam arti sebenar-
benarnya dan seadil-adilnya.
5. Selektif terhadap pengaruh globalisasi di bidang politik, ideologi, ekonomi, sosial budaya
bangsa.
BAB III

KESIMPULAN

Salah satu cara untuk menghindari budaya asing yang negatif yang masuk sekaligus
mempertahankan budaya asli Indonesia adalah dengan cara menerapkan dan mengamalkan sila-
sila yang dimiliki Pancasila karena Pancasila merupakan ciri khas atau jati diri bangsa Indonesia.
Semua itu perlu dilakukan dengan memberikan pengertian tentang sila-sila Pancasila dan
berusaha menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari sejak dini.
BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

Anonim.2006.Menyegarkan Kembali Semangat, Rasa, dan Paham Kebangsaan Kita.


http://www.apakabar.ws Anonim.2007.Membingkai Indonesia dalam
Budaya.http://www.one777.blog.friendster.com
Fernando, A.2008.Pancasila dan Pembentukan Moral Generasi Muda.
http://www.matauwak.blogspot.com
Edi.2008.Prihatin Calon Generasi Muda Sekarang.http://www.edipsw.com
Turnip, Hiras.Rasa Kebangsaan Indonesia Saat Ini: Haruskah Kita Pesimis.
http://www.tandef.net
Anonim.2008.Pengaruh Globalisasi Terhadap Nilai-Nilai Globalisasi.
http://www.juliuskurnia.wordpress.com

You might also like