You are on page 1of 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Nilai, norma, dan moral adalah konsep-konsep yang saling berkaitan.
Dalam hubungannya dengan Pancasila maka ketiganya akan memberikan
pemahaman yang saling melengkapi sebagai sistem etika.
Pancasila sebagai suatu sistem filsafat pada hakikatnya merupakan
suatu nilai yang menjadi sumber dari segala penjabaran norma baik norma
hukum, norma moral maupun norma kenegaran lainnya. Di samping itu,
terkandung juga pemikiran-pemikiran yang bersifat kritis, mendasar, rasional,
sistematis dan komprehensif. Oleh karena itu, suatu pemikiran filsafat adalah
suatu nilai-nilai yang bersifat mendasar yang memberikan landasan bagi
manusia dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Nilai-nilai tersebut dijabarkan dalam kehidupan yang bersifat praksis
atau kehidupan nyata dalam masyarakat, bangsa dan negara maka diwujudkan
dalam norma-norma yang kemudian menjadi pedoman. Norma-norma itu
meliputi : (1) Norma Moral yaitu yang berkaitan dengan tingkah laku
manusia yang dapat diukur dari sudut baik maupun buruk, sopan atau tidak
sopan, susila atau tidak susila. (2) Norma Hukum yaitu suatu sistem
peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam suatu tempat dan waktu
tertentu dalam pengertian ini peraturan hukum. Dalam pengertian itulah
Pancasila berkedudukan sebagai sumber dari segala sumber hukum.
Dengan demikian, Pancasila pada hakikatnya bukan merupakan suatu
pedoman yang langsung bersifat normatif ataupun praksis melainkan
merupakan suatu sistem nilai-nilai etika yang merupakan sumber norma.
Pancasila banyak memegang peranan yang sangat penting bagi
kehidupan bangsa Indonesia, salah satunya adalah “Pancasila sebagai suatu
sistem etika”. Di dunia internasional bangsa Indonesia terkenal sebagai salah
satu negara yang memiliki etika yang baik, rakyatnya yang ramah tamah,
sopan santun yang dijunjung tinggi dan banyak lagi, dan pancasila memegang
peranan besar dalam membentuk pola pikir bangsa ini sehingga bangsa ini

1
dapat dihargai sebagai salah satu bangsa yang beradab di dunia.
Kecenderungan menganggap acuh dan sepele akan kehadiran pancasila
diharapkan dapat ditinggalkan. Karena bangsa yang besar adalah bangsa yang
beradab. Pembentukan etika bukan hal yang susah dan bukan hal yang
gampang, karena berasal dari tingkah laku dan hati nurani. Oleh karena itu,
makalah ini akan membahas Pancasila dalam perspektif Etika agar dapat
membuka pikiran akan pentingnya arti sebuah pancasila bagi kehidupan
bangsa ini.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang
timbul adalah :
1. Apakah yang dimaksud dengan etika?
2. Bagaimanakah nilai-nilai etika yang terkandung dalam Pancasila?
3. Bagaimanakah Pancasila dalam perspektif etika?

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Etika
Sebagai suatu usaha ilmiah, filsafat dibagi menjadi beberapa cabang
menurut lingkungan bahasannya masing-masing. Cabang–cabang itu dibagi
menjadi dua kelompok bahasan pokok yaitu filsafat teoritis dan filsafat
praktis. Kelompok pertama mempertanyakan segala seusuatu yang ada,
sedangkan kelompok yang kedua membahas bagaimana manusia bersikap
terhadap apa yang ada tersebut. Jadi filsafat teoritis mempertanyakan dan
berusaha mencari jawabannya tentang segala sesuatu, misalnya hakikat
manusia, alam, hakikat realitas sebagai suatu keseluruhan, tentang
pengetahuan, tentang apa yang kita ketahui, tentang yang transenden dan lain
sebagainya. Dalam hal ini filsafat teoritispun juga mempunyai maksud-
maksud dan berkaitan erat dengan hal-hal yang bersifat praktis, karena
pemahaman yang dicari menggerakkan kehidupannya.
Etika termasuk kelompok filsafat praktis dan dibagi menjadi dua
kelompok yaitu etika umum dan etika khusus. Etika merupakan suatu
pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-
pandangan moral. Etika adalah suatu suatu ilmu yang membahas tentang
bagaimana dan mengapa kita harus mengambil sikap yang bertanggung jawab
berhadapan dengan pelbagai ajaran moral (Suseno, 1987). Etika umum
mempertanyakan prinsip-prinsip yang berlaku bagi setiap tindakan manusia,
sedangkan etika khusus membahas prinsip-prinsip itu dalam hubungannya
dengan pelbagai aspek kehidupan manusia (Suseno, 1987). Etika khusus
dibagi menjadi etika individual yang membahas kewajiban manusia terhadap
diri sendiri dan etika sosial yang membahas tentang kewajiban manusia
terhadap manusia lain dalam hidup masyarakat, yang merupakan suatu bagian
terbesar dari etika khusus.
Etika berkaitan dengan pelbagai maslaah nilai karena etika pada
pokoknya membicarakan masalah-masalah yang berkaitan dengan predikat
nilai “susila” dan “tidak susila”, “baik” dan “buruk”. Sebagai bahasan khusus

3
etika membicarakan sifat-sifat yang menyebabkan orang dapat disebut susila
atau bijak. Kualitas-kualitas ini dinamakan kebajikan yang dilawankan
dengan kejahatan yang berarti sifat-sifat yang menunjukkan bahwa orang
yang memilikinya dikatakan orang yang tidak susila. Sebenarnya etika lebih
banyak bersangkutan dengan prinsip-prinsip dasar pembenaran dalam
hubungan dengan tingkah laku manusia (Kattsoff, 1986). Dapat juga
dikatakan bahwa etika berkaitan dengan dasar-dasar filosofis dalam hubungan
dengan tingkah laku manusia.

B. Nilai-nilai Etika yang Terkandung dalam Pancasila


Sebagaimana dipahami bahwa sila-sila Pancasila adalah merupakan
suatu sistem nilai, artinya setiap sila memang memiliki nilai akan tetapi
masing-masing sila berhubungan, saling ketergantungan secara sistemik dan
diantara nilai satu sila dengan lainnya memiliki tingkatan. Oleh karena itu,
dalam kaitannya dengan nilai-nilai etika yang terkandung dalam sila-sila
Pancasila juga bersifat bertingkat. Nilai-nilai yang terkandung dalam
Pancasila merupakan sekumpulan nilai yang diangkat dari prinsip-prinsip
nilai yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Nilai-nilai tersebut
berupa nilai-nilai religius, nilai adat-istiadat kebudayaan dan setelah disahkan
menjadi dasar negara terkandung di dalamnya nilai kenegaraan.
Dalam kedudukannya sebagai dasar filsafat negara, maka nilai-nilai
Pancasila harus dijabarkan dalam suatu norma yang merupakan pedoman
pelaksanaan dalam penyelenggaraan kenegaraan, bahkan kebangsaan dan
kemasyarakatan. Terdapat dua macam norma dalam kehidupan kenegaraan
dan kebangsaan yaitu norma hukum dan norma moral atau etika.
Sebagaimana dipahami bahwa suatu norma hukum positif, maka Pancasila
dijabarkan dalam suatu peraturan perundang-undangan yang berifat eksplisit,
hal ini secara kongkrit dijabarkan dalam tertib hukum indonesia. Namun
demikian disamping tertib hukum, di dalam pelaksanaannya memerlukan
suatu norma moral yang merupakan dasar pijak pelaksanaan tertib hukum di
Indonesia. Bagaimanapun baiknya suatu peraturan perundang-undangan
jikalau tidak dilandasi oleh moral yang luhur dalam pelaksanaan dan

4
penyelenggaraan negara, maka niscaya hukum tidak akan dapat mencapai
suatu keadilan bagi kehidupan kemanusiaan.
Oleh karena itu, selain sila-sila Pancasila merupakan suatu sumber
nilai bagi tertib hukum di Indonesia, sekaligus juga merupakan suatu sumber
norma moral bagi pelaksanaan hukum, penyelenggaraan kenegaraan dan
kebangsaan. Dengan sendirinya nilai-nilai moral yang terkandung dalam sila-
sila Pancsaila tidak dapat ditafsirkan secara sila-demi sila, melainkan sebagai
suatu kesatuan sistem etika serta moral. Sebagaimana dipahami bahwa sistem
etika dalam Pancasila tidak dapat dipisahkan dengan dasar ontologis sila-sila
Pancasila. Jikalau dilakukan suatu abstraksi dasar ontologis sila-sila Pancasila
pada hakikatnya adalah manusia, karena Pancasila adalah dasar negara dan
negara pada hakikatnya adalah lembaga persekutuan hidup bersama yang
unsuru-unsurnya adalah manusia dan demi tujuan harkat dan martabat
manusia. Dengan demikian dasar ontologis Pancasila sekaligus sebagai dasar
antopologis sila-sila Pancasila, merupakan suatu subjek pokok bagi
kehidupan kenegaraan, sehingga merupakan suatu dasar fundamental bagi
penjabaran norma-nomra moral dan etika dalam kehidupan kenegaraan,
kebangsaaan dan kemasyarakatan.
Etika dan moral bagi manusia dalam kehidupan kenegaraan,
kebangsaan dan kemasyarakatan, senantiasa bersifat relasional. Hal ini berarti
bahwa etika serta moral yang terkandung dalam sila-sila Pancasila, tidak
dimaksudkan untuk menusia secara pribadi, namun secara relasional
senantiasa dalam hubungannya dengan yang lain. Sebagaimana dipahami
bahwa secara ontologis, hakikat manusia meliputi susunan kodrat, yaitu
meliputi unsur jasmani dan rokhani. Sifat kodrat manusia, merupakan
makhluk individu dan makhluk sosial, serta kedudukan kodrat manusia
sebagai makhluk pribadi berdiri sendiri dan sebagai makhluk Tuhan Yang
Maha Esa. Oleh karena itu, etika Pancasila mendasarkan hakikat manusia
secara moralitas memiliki hubungan etis, antara manusia dengan dirinya
sendiri dalam pengertian jasmani dan rokhani, antara manusia dengan
manusia lain secara individual, antara manusia dengan masyarakat, bangsa
dan negara, dan antara manusia terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Keseluruhan

5
aspek moral tersebut harus terlaksana secara simultan, sistemik dan
komprehensif.
Oleh karena itu, dalam kehidupan kenegaraan dan kebangsaan di
samping dasar hukum yang merupakan suatu landasan formal bagi
pelaksanaan dan penyelenggaraan negara, juga harus dilandaskan oleh norma-
norma etika dan moral sebagaimana terkandung dalam Pancasila. Hal ini juga
dikemukakan oleh Moh. Hatta, takala mendirikan negara. Ia menyatakan
bahwa “..... negara pada hakikatnya adalah berdasarkan atas Ketuhanan Yang
Maha Esa serta kemanusiaan yang adil dan beradab sebagai landasan moral,
yang mewajibkan kepada pelaksana dan penyelenggara negara agar
memegang teguh moral Ketuhanan dan Kemanusiaan yang luhur, agar negara
tidak terjerumus ke dalam kekuasaan diktaktor”.
Oleh karena itu sebagaimana terkandung dalam pokok pikiran
keempat, bahwa negara berdasar atas Ketuhanan yang Maha Esa, berdasarkan
atas kemanusiaan yang adil dan beradab, menunjukkan dalam kehidupan
kenegaraan terdapat landasan dan dasar-dasar fundamental tentang etika dan
moral. Hal ini jelas kita lihat dalam proses reformasi dewasa ini, yang
seharusnya reformasi itu melakukan suatu penataan dan perbaikan atas negara
agar menuju kepada suatu taraf kehidupan masyarakat dan rakyat yang lebih
sejahtera. Namun dalam kenyataannya sampai tahun keempat proses
reformasi, belum menunjukkan perbaikan yang berarti terhadap nasib rakyat,
dikarenakan kalangan elit politik dalam negara hanya meneriakkan dasar
hukum tanpa mengembangkan dasar moral bernegara. Akibatnya kalangan
elit politik baik legislatif maupun eksekutif bahkan juga elemen-elemen yang
ada dalam masyarakat atau yang populer disebut Lembaga Swadaya
Masyarakat, hanya menurut kemauan lembaga serta golongannya masing-
masing dengan mengatasnamakan rakyat. Sehingga negara hanya merupakan
suatu ajang perebutan kekuasaan, dan bukannya berupaya secara bersama-
sama melakukan perbaikan negara demi kesejahteraan masyarakat dan rakyat
secara luas. Dalam keadaan yang demikian ini secara moral kita berdosa
terhadap rakyat yang menderita di sana-sini, karena sulitnya kehidupan

6
ekonomi, keamanan tidak terjamin dan masa depan mereka semakin tidak
menentu.

C. Pancasila dalam Perspektif Etika


Pancasila merupakan suatu sitem filsafat pada hakekatnya merupakan
suatu etika atau nilai sehingga sehingga merupakan sumber dari segala
penjabaran norma baik norma hukum, norma moral ataupun kenegaraan
lainnya. Pemikiran filsafat tidak secara langsung menyajikan norma-norma
yang merupakan pedoman dalam suatu tindakan atau aspek praktis suatu
nilai-nilai yang bersifat mendasar.
Sebagai suatu nilai, Pancasila memberikan dasar-dasar yang bersifat
fundamental dan universal bagi manusia baik bermasyarakat berbangsa dan
bernegara.
Nilai atau “value” termasuk bidang kajian filsafat. Persoalan-
persoalan tentang nilai dibahas dan dipelajari salah satu cabang filsafat yaitu
filsafat nilai (Axiology Theory of Value). Filsafat juga diartikan sebagai ilmu
tentang nilai-nilai. Istilah nilai di dalam bidang filsafat dipakai untuk
menunjukkan kata benda abstak yang artinya keberhagaan atau kebaikan dan
kata kerja yang artinya suatu tindakan kejiwaan tertentu dalam menilai atau
melakukan penilaian.
Di dalam Dictionary of Sosciology and Related Sciences dikemukakan
bahwa nilai adalah kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda
untuk memuaskan manusia. Nilai pada hakekatnya adalah sifat atau kualitas
yang melekat pada suatu objek, bukan objek itu sendiri. Sesuatu itu
mengandung nilai artinya ada sifat atau kualitas yang melekat pada suatu itu.
Misalnya bunga itu indah, perbuatan itu susila. Indah, susila adalah sifat atau
kualitas yang melekat pada bunga dan perbuatan. Dengan demikian nilai itu
sebenarnya adalah suatu kenyataan yang tersembunyi dibalik kenyataan
lainnya, nilai itu karena adanya kenyataan-kenyataan lain sebagai pembawa
nilai (wartrager).
Menilai berarti menimbang, suatu kegiatan manusia untuk
menghubungkan sesuatu dengan sesuatu yang lain, kemudian untuk

7
selanjutnya diambil keputusan. Keputusan itu merupakan keputusan nilai
yang dapat menyatakan berguna atau tidak berguna, benar atau tidak benar,
baik atau tidak baik, indah atau tidak indah. Keputusan nilai ditentukan oleh
subjek penilai. Suatu itu dikatakan bernilai apabila suatu itu berharga,
berguna, benar, indah, baik, dan lain sebagainya.
Nilai, norma, dan moral adalah konsep-konsep yang saling berkaitan.
Dalam hubungannya dengan Pancasila maka ketiganya akan memberikan
pemahaman yang saling melengkapi sebagai sistem etika. Di samping itu,
terkandung juga pemikiran-pemikiran yang bersifat kritis, mendasar, rasional,
sistematis dan komprehensif.
Oleh karena itu, suatu pemikiran filsafat adalah suatu nilai-nilai yang
bersifat mendasar yang memberikan landasan bagi manusia dalam hidup
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Nilai-nilai tersebut dijabarkan dalam kehidupan yang bersifat praksis
atau kehidupan nyata dalam masyarakat, bangsa dan negara maka diwujudkan
dalam norma-norma yang kemudian menjadi pedoman. Norma-norma itu
meliputi :
1. Norma Moral
Yang berkaitan dengan tingkah laku manusia yang dapat diukur
dari sudut baik maupun buruk, sopan atau tidak sopan, susila atau tidak
susila.
Dalam kapasitas inilah nilai-nilai pancasila telah terjabarkan dalam
suatu norma-norma moralitas atau norma-norma etika sehingga pancasila
merupakan system etika dalam masyarakat berbangsa dan bernegara.
2. Norma Hukum
Suatu sistem peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam
suatu tempat dan waktu tertentu dalam pengertian ini peraturan hukum
yang berlaku di Indonesia. Dalam pengertian itulah Pancasila
berkedudukan sebagai sumber dari segala sumber hukum di Negara
Indonesia.
Sebagai sumber dari segala sumber hukum nilai-nilai pancasila
sejak dahulu telah merupakan suatu cita-cita moral yang luhur yang

8
terwujud dalam kehidupan sehari-hari. Atas dasar inilah maka Pancasila
sebenarnya berasal dari bangsa Indonesia sendiri atau dengan kata lain
perkataan bangsa Indonesia sebagai asal mula materi dari nilai-nilai luhur
pancasila.
Dengan demikian, Pancasila pada hakikatnya bukan merupakan suatu
pedoman yang langsung bersifat normatif ataupun praksis melainkan
merupakan suatu sistem nilai-nilai etika yang merupakan sumber norma.

9
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Etika termasuk kelompok filsafat praktis dan dibagi menjadi dua
kelompok yaitu etika umum dan etika khusus. Etika merupakan suatu
pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-
pandangan moral. Etika adalah suatu suatu ilmu yang membahas tentang
bagaimana dan mengapa kita harus mengambil sikap yang bertanggung jawab
berhadapan dengan pelbagai ajaran moral.
Dalam kedudukannya sebagai dasar filsafat negara, maka nilai-nilai
Pancasila harus dijabarkan dalam suatu norma yang merupakan pedoman
pelaksanaan dalam penyelenggaraan kenegaraan, bahkan kebangsaan dan
kemasyarakatan. Terdapat dua macam norma dalam kehidupan kenegaraan
dan kebangsaan yaitu norma hukum dan norma moral atau etika.
Oleh karena itu, selain sila-sila Pancasila merupakan suatu sumber
nilai bagi tertib hukum di Indonesia, sekaligus juga merupakan suatu sumber
norma moral bagi pelaksanaan hukum, penyelenggaraan kenegaraan dan
kebangsaan. Dengan sendirinya nilai-nilai moral yang terkandung dalam sila-
sila Pancsaila tidak dapat ditafsirkan secara sila-demi sila, melainkan sebagai
suatu kesatuan sistem etika serta moral.
Dengan demikian, dalam perspektif etika Pancasila pada hakikatnya
bukan merupakan suatu pedoman yang langsung bersifat normatif ataupun
praksis melainkan merupakan suatu sistem nilai-nilai etika yang merupakan
sumber norma.

B. Saran
Dalam kehidupan kenegaraan dan kebangsaan di samping dasar
hukum yang merupakan suatu landasan formal bagi pelaksanaan dan
penyelenggaraan negara, juga harus dilandaskan oleh norma-norma etika dan
moral sebagaimana terkandung dalam Pancsaila. Oleh karena itu, elit politik
dalam negara harus berlandaskan dasar hukum dan dasar moral bernegara.

10
DAFTAR PUSTAKA

Kaelan. 2009. Filsafat Pancasila: Pandangan Hidup Bangsa Indonesia.


Yogyakarta: Paradigma.
............. 2001. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: Paradigma.
Suseno, Franz Magnis. 1987. Etika Politik, Prinsip-Prinsip Moral dasar
Kenegaraan Modern. Jakarta: PT. Gramedia.
Kattsoft, Louis O. 1986. Pengantar Filsafat, diterjemahkan oleh Soejono
Soemargono. Yogyakarta: Tiara Wacana.

11

You might also like