You are on page 1of 20

POLIP NASI

BAB  I

PENDAHULUAN

Polip nasi merupakan salah satu penyakit yang cukup sering ditemukan di bagian THT.
Keluhan pasien yang datang dapat berupa sumbatan pada hidung yang makin lama
semakin berat. Kemudian pasien juga mengeluhkan adanya gangguan penciuman dan
sakit kepala. Untuk mengetahui massa di rongga hidung merupakan polip atau bukan
selain perlu dikuasai anatomi hidung juga perlu dikuasai cara pemeriksaan yang dapat
menyingkirkan kemungkinan diagnosa lain. Di dalam referat ini akan dijelaskan
mengenai anatomi, fisiologi hidung serta patofisiologi, gejala klinis, pemeriksaan dan
penatalaksanaan pada polip nasi.

Gambar 1: Pasien dengan Polip Nasi pada hidung sebelah kiri.

(Sumber: Nasal polypectomy: Article by Kevin T Kavanagh,  All Rights Reserved


www.ent-usa.com)

Gambar 2 : close up view of the right nasal cavity and polyp #5 in a 5-month-old infant.
The obstructing reddish polyp is visible. This is an intranasal glioma that was arising
from the attachment of the inferior turbinate anteriorly; it was removed transnasally.

Sumber: www.eMedicine – Nasal Polyps  Article by John E McClay GOOD.htm

BAB  II

PEMBAHASAN

1. I. Latar Belakang

Sumbatan hidung adalah salah satu yang paling sering dikeluhkan ke dokter pada
pelayanan primer. Ini adalah gejala bukan diagnosis, banyak faktor dan kondisi anatomi
yang dapat menyebabkan sumbatan hidung. Pasien juga sering mengeluhkan sakit kepala
dan napas yang lebih sulit dan sensasi penuh pada wajah. Penyebab dari sumbatan hidung
dapat struktur maupun sistemik. Yang disebabkan struktur termasuk perubahan jaringan,
trauma, gangguan congenital. Yang disebabkan sistemik terkait dengan perubahan
fisiologis dan patologis. Polip merupakan salah satu dari penyebab rasa hidung
tersumbat.

Polip nasal adalah masa polipoidal yang biasanya berasal dari membran mukosa dari
hidung dan sinus paranasal. Polip tumbuh melebihi dari mukosa yang sering berhubungan
rhinitis alergi.
Patogenesis polip nasal adalah tidak diketahui, Polip hidung paling sering bersamaan
dengan rhinitis alergi dan kadang dengan fibrosis kistik, walaupun pada dewasa terdapat
angka yang siqnifikan di kaitkan dengan non alergi. Polip ini tidak ada hubungan dengan
“colonic” atau polip uteri. Polip yang irregular unilateral yang dikaitkan dengan sakit dan
berdarah akan memerlukan investigasi penting mungkin mereka presentasi dari sebuah
tumor intra nasal.

1. Anatomi dan Fisiologi

Hidung Luar

Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian – bagiannya dari atas ke bawah :

1. Pangkal hidung (bridge)


2. Dorsum nasi
3. Puncak hidung
4. Ala nasi
5. Kolumela
6. Lubang hidung (nares anterior)

Gambar 3: Anatomy hidung.

Sumber: Anatomy Sobota

Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi kulit, jaringan
ikat dan beberapa otot kecil yaitu M. Nasalis pars transversa dan M. Nasalis pars allaris.
Kerja otot – otot tersebut menyebabkan nares dapat melebar dan menyempit. Batas atas
nasi eksternus melekat pada os frontal sebagai radiks (akar), antara radiks sampai apeks
(puncak) disebut dorsum nasi. Lubang yang terdapat pada bagian inferior disebut nares,
yang dibatasi oleh :

-    Superior: os frontal, os nasal, os maksila

-   Inferior : kartilago septi nasi, kartilago nasi lateralis, kartilago alaris mayor dan
kartilago                        alaris minor

Dengan adanya kartilago tersebut maka nasi eksternus bagian inferior menjadi  fleksibel.

Perdarahan :

1. A. Nasalis anterior (cabang A. Etmoidalis yang merupakan cabang dari A.


Oftalmika, cabang dari a. Karotis interna).
2. A. Nasalis posterior (cabang A.Sfenopalatinum, cabang dari A. Maksilaris
interna, cabang dari A. Karotis interna)
3. A. Angularis (cabang dari A. Fasialis)

Persarafan :
1. Cabang dari N. Oftalmikus (N. Supratroklearis, N. Infratroklearis)
2. Cabang dari N. Maksilaris (ramus eksternus N. Etmoidalis anterior)

Kavum Nasi

Dengan adanya septum nasi maka kavum nasi dibagi menjadi dua ruangan yang
membentang dari nares sampai koana (apertura posterior). Kavum nasi ini berhubungan
dengan sinus frontal, sinus sfenoid, fossa kranial anterior dan fossa kranial media. Batas –
batas kavum nasi:

Posterior          :  berhubungan dengan nasofaring

Atap                 :  os  nasal, os  frontal, lamina  kribriformis  etmoidale, korpus  sfenoidale


dan

sebagian os vomer

Lantai              :  merupakan bagian yang lunak, kedudukannya hampir horisontal,


bentuknya

konkaf  dan bagian  dasar  ini  lebih  lebar  daripada  bagian  atap. Bagian ini

dipisahkan dengan kavum oris oleh palatum durum.

Medial             :  septum  nasi  yang  membagi kavum nasi  menjadi  dua ruangan (dekstra
dan

sinistra),  pada  bagian  bawah  apeks  nasi, septum  nasi  dilapisi oleh kulit,

jaringan  subkutan  dan  kartilago  alaris  mayor.  Bagian  dari  septum  yang

terdiri   dari   kartilago  ini   disebut   sebagai   septum   pars  membranosa  =

kolumna  =  kolumela.

Lateral             :  dibentuk  oleh  bagian dari  os  medial,  os  maksila,  os  lakrima, os
etmoid,

konka nasalis inferior, palatum dan os sfenoid.

Konka nasalis suprema, superior dan media merupakan tonjolan dari tulang etmoid.
Sedangkan konka nasalis inferior merupakan tulang yang terpisah. Ruangan di atas dan
belakang konka nasalis superior adalah resesus sfeno-etmoid yang berhubungan dengan
sinis sfenoid. Kadang – kadang konka nasalis suprema dan meatus nasi suprema terletak
di bagian ini.
Gambar 4: Anatomy hidung.

Sumber: Anatomy Sobota

Perdarahan :

Arteri yang paling penting pada perdarahan kavum nasi adalah A.sfenopalatina yang
merupakan cabang dari A.maksilaris dan A. Etmoidale anterior yang merupakan cabang
dari A. Oftalmika. Vena tampak sebagai pleksus yang terletak submukosa yang berjalan
bersama – sama arteri.

Persarafan :

1. Anterior kavum nasi dipersarafi oleh serabut saraf dari N. Trigeminus yaitu N.
Etmoidalis anterior
2. Posterior kavum nasi dipersarafi oleh serabut saraf dari ganglion pterigopalatinum
masuk melalui foramen sfenopalatina kemudian menjadi N. Palatina mayor
menjadi N. Sfenopalatinus.

Gambar 5: Anatomy hidung.

Sumber: Anatomy Sobota

Tempat asal

Tumbuhnya polip terutama di bagian-bagian sempit di bagian atas hidung, di bagian


lateral konka media, dan sekitar muara sinus maksila dan sinus etmoid. Di tempat inilah
mukosa hidung saling berdekatan. Bila ada fasilitas pemeriksaan dengan endoskop,
mungkin tempat asal tangkai polip dapat dilihat. Dari penelitian Stammberger didapati
80% polip nasi berasal dari celah antara prosesus unsinatus, konka media dan
infundibulum.

Mukosa Hidung

Rongga hidung dilapisi oleh mukosa yang secara histologik dan fungsional dibagi atas
mukosa pernafasan dan mukosa penghidu. Mukosa pernafasan terdapat pada sebagian
besar rongga hidung dan permukaannya dilapisi oleh epitel torak berlapis semu yang
mempunyai silia dan diantaranya terdapat sel-sel goblet. Pada bagian yang lebih terkena
aliran udara mukosanya lebih tebal dan kadang-kadang terjadi metaplasia menjadi sel
epital skuamosa. Dalam keadaan normal mukosa berwarna merah muda dan selalu basah
karena diliputi oleh palut lendir (mucous blanket) pada permukaannya. Palut lendir ini
dihasilkan oleh kelenjar mukosa dan sel goblet.

Silia yang terdapat pada permukaan epitel mempunyai fungsi yang penting. Dengan
gerakan silia yang teratur, palut lendir di dalam kavum nasi akan didorong ke arah
nasofaring. Dengan demikian mukosa mempunyai daya untuk membersihkan dirinya
sendiri dan juga untuk mengeluarkan benda asing yang masuk ke dalam rongga hidung.
Gangguan pada fungsi silia akan menyebabkan banyak sekret terkumpul dan
menimbulkan keluhan hidung tersumbat. Gangguan gerakan silia dapat disebabkan oleh
pengeringan udara yang berlebihan, radang, sekret kental dan obat-obatan.

Mukosa penghidu terdapat pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga bagian
atas septum. Mukosa dilapisi oleh epitel torak berlapis semu dan tidak bersilia
(pseudostratified columnar non ciliated epithelium). Epitelnya dibentuk oleh tiga macam
sel, yaitu sel penunjang, sel basal dan sel reseptor penghidu. Daerah mukosa penghidu
berwarna coklat kekuningan.

Fisiologi hidung

1. Sebagai jalan nafas

Pada inspirasi, udara masuk melalui nares anterior, lalu naik ke atas setinggi konka media
dan kemudian turun ke bawah ke arah nasofaring, sehingga aliran udara ini berbentuk
lengkungan atau arkus. Pada ekspirasi, udara masuk melalui koana dan kemudian
mengikuti jalan yang sama seperti udara inspirasi. Akan tetapi di bagian depan aliran
udara memecah, sebagian lain kembali ke belakang membentuk pusaran dan bergabung
dengan aliran dari nasofaring.

2.     Pengatur kondisi udara (air conditioning)

Fungsi hidung sebagai pengatur kondisi udara perlu untuk mempersiapkan udara yang
akan masuk ke dalam alveolus. Fungsi ini dilakukan dengan cara:

a.  Mengatur kelembaban udara. Fungsi ini dilakukan oleh palut lendir. Pada musim
panas, udara hampir jenuh oleh uap air, penguapan dari lapisan ini sedikit, sedangkan
pada musim dingin akan terjadi sebaliknya.

b.  Mengatur suhu. Fungsi ini dimungkinkan karena banyaknya pembuluh darah di bawah
epitel dan adanya permukaan konka dan septum yang luas, sehingga radiasi dapat
berlangsung secara optimal. Dengan demikian suhu udara setelah melalui hidung kurang
lebih 37o C.

3.    Sebagai penyaring dan pelindung

Fungsi ini berguna untuk membersihkan udara inspirasi dari debu dan bakteri dan
dilakukan oleh:

1. Rambut (vibrissae) pada vestibulum nasi


2. Silia
1. Palut lendir (mucous blanket). Debu dan bakteri akan melekat pada palut
lendir dan partikel – partikel yang besar akan dikeluarkan dengan refleks
bersin. Palut lendir ini akan dialirkan ke nasofaring oleh gerakan silia.
2. Enzim yang dapat menghancurkan beberapa jenis bakteri disebut lysozime.

4.     Indra Penghidu

Hidung juga bekerja sebagai indra penghidu dengan adanya mukosa olfaktorius pada atap
rongga hidung, konka superior dan sepertiga bagian atas septum. Partikel bau dapat
mencapai daerah ini dengan cara difusi dengan palut lendir atau bila menarik nafas
dengan kuat.

5.     Resonansi suara

Penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan menyanyi. Sumbatan hidung akan
menyebabkan resonansi berkurang atau hilang, sehingga terdengar suara sengau.

6.    Proses bicara

Membantu proses pembentukan kata dengan konsonan nasal (m,n,ng) dimana rongga
mulut tertutup dan rongga hidung terbuka, palatum molle turun untuk aliran udara.

1. Refleks nasal

Mukosa hidung merupakan reseptor refleks yang berhubungan dengan saluran cerna,
kardiovaskuler dan pernafasan. Contoh: iritasi mukosa hidung menyebabkan refleks
bersin dan nafas terhenti. Rangsang bau tertentu menyebabkan sekresi kelenjar liur,
lambung dan pankreas.

1. III. Definisi Polip Nasi

Polip nasi merupakan kelainan mukosa hidung berupa massa lunak yang bertangkai,
berbentuk bulat atau lonjong, berwarna putih keabuan, dengan permukaan licin dan agak
bening karena mengandung banyak cairan. Polip nasi bukan merupakan penyakit
tersendiri tapi merupakan manifestasi klinik dari berbagai macam penyakit dan sering
dihubungkan dengan sinusitis, rhinitis alergi, fibrosis kistik dan asma.

Gambar 6: Polip pada hidung

Polip yang multipel dapat timbul pada anak-anak dengan sinusitis kronik, rhinitis alergi,
fibrosis kistik atau sinuisitis jamur alergi. Polip sangat bervariasi pada setiap individu,
polip dapat berupa polip antro-koanal, polip jinak yang besar ataupun polip multipel yang
dapat merupakan lesi jinak atau merupakan suatu keganasan seperti: glioma,
hemangioma, papiloma, limfoma, neuroblastoma, sarcoma, karsinoma nasofaring dan
papiloma inverted.

Kita harus mewaspadai setiap anak dengan polip jinak yang multipel yang dihubungkan
dengan fibrosis kistik dan asma.
Gambar 7:  gambaran polip nasi

(Sumber: Nasal polyps: Article by Bechara Y Ghorayeb, www.otolaryngology


Houston.htm)

Gambar 8: Endoskopik Polip Nasi.

(Sumber: Nasal polypectomy: Article by Kevin T Kavanagh,  All Rights Reserved


www.ent-usa.com)

Gambar 9: The pictures shown to the right are of a patient’s CT Scan (far right) and of
her polyps in the left (middle picture) and right (far left picture) nasal cavities.  The CT
Scan shows polyps “*” and opacified maxillary sinus “MS” and an opacified posterior
ethmoid sinus “ES”.

(Sumber: Nasal polyp: Article by Kevin T Kavanagh,  All Rights Reserved www.ent-
usa.com)

Gambar 10: The nasal polyps on the right are from a 65 year old patient who has had four
previous sinus operations.  The last one was twelve years ago.  The polyps fill his nasal
cavity.  On CT Scan there was erosion of the posterior table of the frontal sinus and
intracranial air.

(Sumber: Nasal polyp: Article by Kevin T Kavanagh,  All Rights Reserved www.ent-
usa.com)

Gambar 11: Rigid endoscopic view of the left nasal cavity, showing the septum on the
left. Polyps with some blood and hemorrhage are on top of them in the center portion.
The rim of white from 1 o’clock to 4 o’clock indicates the lateral nasal wall vestibule.
The polyps cover the inferior turbinate, which is partially visible at 4 and 5 o’clock.

Sumber: www.eMedicine – Nasal Polyps  Article by John E McClay GOOD.htm

1. IV. Epidemiologi

Di Amerika insiden polip nasi pada anak adalah 0,1%, namun insiden ini meningkat pada
anak-anak dengan fibrosis kistik yaitu 6-48%.

Insiden pada orang dewasa adalah 1-4% dengan rentang 0,2-28%. Insiden di seluruh
dunia tidak jauh berbeda dengan insiden di Amerika
Polip nasi terjadi pada semua ras dan kelas ekonomi. Walaupun ratio pried an wanita
pada dewasa 2-4: 1, ratio pada anak – anak tidak dilaporkan. Dilaporkan prevalensinya
sebanding dengan pasien dengan asma.

Angka mortalitas polip nasi tidaklah signifikan, namun polip nasi dihubungkan dengan
turunnya kualitas hidup seseorang. Tidak ada perbedaan insiden polip nasi yang nyata
diantara
bangsa-bangsa di dunia dan diantara jenis kelamin. Polip multipel yang jinak
biasanya timbul setelah usia 20 tahun dan lebih sering pada usia diatas 40 tahun. Polip
nasi jarang ditemukan pada anak usia dibawah 10 tahun

1. ETIOLOGI

Polip hidung biasanya terbentuk sebagai akibat reaksi hipersensitif atau reaksi alergi pada
mukosa hidung. Peranan infeksi pada pembentukan polip hidung belum diketahui dengan
pasti tetapi ada keragu-raguan bahwa infeksi dalam hidung atau sinus paranasal
seringkali ditemukan bersamaan dengan adanya polip. Polip berasal dari pembengkakan
lapisan permukaan mukosa hidung atau sinus, yang kemudian menonjol dan turun ke
dalam rongga hidung oleh gaya berat. Polip banyak mengandung cairan interseluler dan
sel radang (neutrofil dan eosinofil) dan tidak mempunyai ujung saraf atau pembuluh
darah. Polip biasanya ditemukan pada orang dewasa dan jarang pada anak – anak. Pada
anak – anak, polip mungkin merupakan gejala dari kistik fibrosis.

Yang dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya polip antara lain :

1. Alergi terutama rinitis alergi.


2. Sinusitis kronik.
3. Iritasi.
4. Sumbatan hidung oleh kelainan anatomi seperti deviasi septum dan hipertrofi
konka

Gambar 11:  gambaran polip nasi

(Sumber: Nasal polyps: Article by Bechara Y Ghorayeb, www.otolaryngology


Houston.htm)

Etiologi yang pasti belum diketahui tetapi ada 3 faktor penting pada terjadinya polip,
yaitu :

1. Adanya peradangan kronik yang berulang pada mukosa hidung dan sinus.
2. Adanya gangguan keseimbangan vasomotor.
3. Adanya peningkatan tekanan cairan interstitial dan edema mukosa hidung.

Fenomena Bernoulli menyatakan bahwa udara yang mengalir melalui tempat yang sempit
akan mengakibatkan tekanan negatif pada daerah sekitarnya. Jaringan yang lemah akan
terhisap oleh tekanan negatif ini sehingga mengakibatkan edema mukosa dan
pembentukan polip. Fenomena ini menjelaskan mengapa polip kebanyakan berasal dari
daerah yang sempit di kompleks ostiomeatal (KOM) di meatus medius. Walaupun
demikian polip juga dapat timbul dari tiap bagian mukosa hidung atau sinus paranasal
dan seringkali bilateral dan multipel.

Selain dari fenomena Bernouli terdapat beberapa hipotesa lainnya.

1.   Perubahan Polisakarida

di postulatkan pada 1971 oleh Jackson dan Arihood.

2.   Infeksi

Infeksi berulang pada sinus predisposisi pada mukosa menjadi perubahan polipoid.

3.   Alergi

alergi telah di implikasikan sebagai penyebab, sejak sekresi hidung mengandung


eosinofil dan pasien mempunyai gejala alergi, sering dikaitkan dengan asma dan atopi.

4.   Teori vasomotor

Gangguan keseimbangan otonomik di duga mungkin sebagai penyebab pada individu non
atopi.  Juga di kaitkan dengan mediator inflamasi, faktor anatomi lokal, dan tumor.
Predisposisi genetik diketahui sebagai penyebab polipoid pada fibrosis kistik.

VI.    Patofisiologi

Pada awalnya ditemukan edema mukosa yang timbul karena suatu peradangan kronik
yang berulang, kebanyakan terjadi di daerah meatus medius. Kemudian stroma akan terisi
oleh cairan interseluler sehingga mukosa yang sembab menjadi polipoid. Bila proses ini
berlanjut, mukosa yang sembab makin membesar dan kemudian turun kedalam rongga
hidung sambil membentuk tangkai, sehingga terjadilah polip.

Banyak faktor yang mempengaruhi pembentukan polip nasi. Kerusakan epitel merupakan
patogenesa dari polip. Sel-sel epitel teraktivasi oleh alergen, polutan dan agen infeksius.
Sel melepaskan berbagai faktor yang berperan dalam respon inflamasi dan perbaikan.
Epitel polip menunjukan hiperplasia sel goblet dan hipersekresi mukus yang berperan
dalam obstruksi hidung dan rinorea.

Polip dapat timbul pada hidung yang tidak terinfeksi kemudian menyebabkan sumbatan
yang mengakibatkan sinusitis, tetapi polip dapat juga timbul akibat iritasi kronis yang
disebabkan oleh infeksi hidung dan sinus.
Gambar 12: Fifteen year-old adolescent boy with allergic fungal sinusitis causing right
proptosis, telecanthus, and malar flattening; position of his eyes is asymmetrical, and his
nasal ala on the right is pushed inferiorly compared to the left.

Sumber: – Nasal Polyps  Article by John E McClay GOOD.htm

Gambar 13:  gambaran endoskopi polip nasi

(Sumber: Nasal polyps: Article by Bechara Y Ghorayeb, www.otolaryngology


Houston.htm)

VII.   Gejala Klinis

Gejala utama yang ditimbulkan oleh polip hidung adalah rasa sumbatan di hidung.
Sumbatan ini tidak hilang – timbul dan makin lama semakin berat keluhannya. Pada
sumbatan yang hebat dapat menyebabkan gejala hiposmia atau anosmia. Bila polip ini
menyumbat sinus paranasal, maka sebagai komplikasinya akan terjadi sinusitis dengan
keluhan nyeri kepala dan rinore.

Bila penyebabnya adalah alergi, maka gejala yang utama ialah bersin dan iritasi di
hidung. Pasien dengan polip yang masif biasanya mengalami sumbatan hidung yang
meningkat, hiposmia sampai anosmia, perubahan pengecapan, dan drainase post nasal
persisten. Sakit kepala dan nyeri pada muka jarang ditemukan dan biasanya pada daerah
periorbita dan sinus maksila. Pasien polip dengan sumbatan total rongga hidung atau
polip tunggal yang besar memperlihatkan gejala sleep apnea obstruktif dan pernafasan
lewat mulut yang kronik.

Pasien dengan polip soliter seringkali hanya memperlihatkan gejala obstruktif hidung
yang dapat berubah dengan perubahan posisi. Walaupun satu atau lebih polip yang
muncul, pasien mungkin memperlihatkan gejala akut, rekuren, atau rinosinusitis bila
polip menyumbat ostium sinus. Beberapa polip dapat timbul berdekatan dengan muara
sinus, sehingga aliran udara tidak terganggu, tetapi mukus bisa terperangkap dalam sinus.
Dalam hal ini dapat timbul perasaan penuh di kepala, penurunan penciuman, dan
mungkin sakit kepala. Mukus yang terperangkap tadi cenderung terinfeksi, sehingga
menimbulkan nyeri, demam, dan mungkin perdarahan pada hidung.

Manifestasi polip nasi tergantung pada ukuran polip. Polip yang kecil mungkin tidak
menimbulkan gejala dan mungkin teridentifikasi sewaktu pemeriksaan rutin. Polip yang
terletak posterior biasanya tidak teridenfikasi pada waktu pemeriksaan rutin rinoskopi
posterior. Polip yang kecil pada daerah dimana polip biasanya tumbuh dapat
menimbulkan gejala dan menghambat aliran saluran sinus, menyebabkan gejala-gejala
sinusitis akut atau rekuren.

Gejala Subjektif:

v  Hidung terasa tersumbat


v   Hiposmia atau Anosmia (gangguan penciuman)

v   Nyeri kepala

v   Rhinore

v   Bersin

v   Iritasi di hidung (terasa gatal)

v  Post nasal drip

v   Nyeri muka

v   Suara bindeng

v   Telinga terasa penuh

v   Mendengkur

v   Gangguan tidur

v   Penurunan kualitas hidup

Gejala  Objektif:

v  Oedema mukosa hidung

v   Submukosa hipertropi dan tampak sembab

v   Terlihat masa lunak yang berwarna putih atau

kebiruan

v   Bertangkai

Gambar 14 : pada beberapa kasus, karena tersumbat, terinfeksi bakteri terjadi dan secret
hidung yang hijau dapat terlihat disekitar polip. (Sumber: Nasal polyps: Article by
Bechara Y Ghorayeb, www.otolaryngology Houston.htm)

VIII.   Diagnosis

Anamnesa

Pada anamnesa kasus polip, keluhan utama biasanya ialah hidung tersumbat. Sumbatan
ini menetap, tidak hilang dan semakin lama semakin berat. Pasien sering mengeluhkan
terasa ada massa di dalam hidung dan sukar membuang ingus. Gejala lain adalah
gangguan penciuman. Gejala
sekunder dapat terjadi bila sudah disertai kelainan organ didekatnya berupa: adanya post
nasal drip, sakit kepala, nyeri muka, suara nasal (bindeng), telinga terasa penuh,
mendengkur, gangguan
tidur dan penurunan kualitas hidup.

Selain itu juga harus di tanyakan riwayat rhinitis alergi, asma, intoleransi terhadap aspirin
dan alergi obat serta makanan.

Pemeriksaan Fisik

1. Inspeksi

Polip yang masif sering sudah menyebabkan deformitas hidung luar. Dapat dijumpai
pelebaran kavum nasi terutama polip yang berasal dari sel-sel etmoid.

Gambar 15: Deformitas hidung

(Sumber: Nasal polyps: Article by Bechara Y Ghorayeb, www.otolaryngology


Houston.htm)

2.   Rinoskopi Anterior

Gambar 16 : gambaran rinoskopi anterior polip nasi

(Sumber: Nasal polyps: Article by Bechara Y Ghorayeb, www.otolaryngology


Houston.htm)

Memperlihatkan massa translusen pada rongga hidung. Deformitas septum membuat


pemeriksaan menjadi lebih sulit. Tampak sekret mukus dan polip multipel atau soliter.
Polip kadang perlu dibedakan dengan konka nasi inferior, yakni dengan cara memasukan
kapas yang dibasahi dengan larutan efedrin 1% (vasokonstriktor), konka nasi yang berisi
banyak pembuluh darah akan mengecil, sedangkan polip tidak mengecil. Polip dapat
diobservasi berasal dari daerah sinus etmoidalis, ostium sinus maksilaris atau dari
septum.

3.   Rinoskopi Posterior

Kadang-kadang dapat dijumpai polip koanal. Sekret mukopurulen ada kalanya berasal
dari daerah etmoid atau rongga hidung bagian superior, yang menandakan adanya
rinosinusitis.

1. Naso endoskopi
Adanya fasilitas nasoendoskopi akan sangat membantu diagnosis kasus baru. Polip
stadium awal tidak terlihat pada pemeriksaan rinoskopi anterior tetapi tampak dengan
pemeriksaan
nasoendoskopi. Pada kasus polip koanal juga sering dapat terlihat tangkai polip yang
berasal dari ostium assesorius sinus maksila.

Gambar 17: gambaran endoskopik pada nasal

Picture of an Ethmoid Polyp in the Left Middle Meatus

This picture was taken during endoscopic sinus surgery with a straight (0 degree)
telescope.

1. Pemeriksaan Radiologi

Foto polos sinus paranasal (posisi waters, lateral, Caldwell dan AP) dapat
memperlihatkan penebalan mukosa dan adanya batas udara cairan di dalam sinus, tetapi
sebenarnya kurang bermanfaat pada kasus polip nasi karena dapat memberikan kesan
positif palsu atau negative palsu dan tidak dapat memberikan informasi mengenai
keadaan dinding lateral hidung dan variasi anatomis di daerah kompleks osteomeatal.
Pemeriksaan tomografi computer sangat bermanfaat untuk melihat dengan jelas keadaan
di hidung dan sinus paranasal apakah ada
proses radang, kelainan anatomi, polip atau sumbatan pada kompleks osteomeatal.

Terutama pada kasus polip yang gagal diobati dengan terapi medikamentosa, jika
ada komplikasi dari sinusitis dan pada perencanaan tindakan bedah terutama
bedah endoskopi. Biasanya untuk tujuan penapisan dipakai potongan koronal,
sedangkan polip yang rekuren juga diperlukan potongan aksial.

Gambar 18 : potongan koronal CT Scan menampakan


opaksifikasi yang lengkap pada sinus dan rongga hidumg dengan ekspansi pada ethmoid
yang berasal dari polip hidung sumber : www.emedicine.com

Gambar 19: Gambaran radiologi Polip Nasi

(Sumber:Radiology: Article by Kevin T Kavanagh,  All Rights Reserved www.ent-


usa.com)

6.  Tes alergi

Evaluasi alergi sebaiknya dipertimbangkan pada pasien dengan riwayat alergi lingkungan
atau riwayat alergi pada keluarganya.

7.  Laboratorium
Untuk membedakan sinusitis alergi atau non alergi. Pada sinusitis alergi ditemukan
eosinofil pada swab hidung, sedang pada non alergi ditemukannya neutrofil yang
menandakan adanya sinusitis kronis.

8. Temuan histologis

 Pseudostratified ciliated columnar epithelium


 Epithelial basement membrane yang menebal
 Oedematous stroma

Gambar 20: Gambaran Histologis

Sumber: Article by Bechara Y Ghorayeb, www.otolaryngology Houston.htm)

IX. Diagnosis Banding

Polip didiagnosa bandingkan dengan konka polipoid, yang ciri – cirinya sebagai berikut:

-             Tidak bertangkai

-             Sukar digerakkan

-             Nyeri bila ditekan dengan pinset

-             Mudah berdarah

-             Dapat mengecil pada pemakaian vasokonstriktor (kapas adrenalin).

Pada pemeriksaan rinoskopi anterior cukup mudah untuk membedakan polip dan konka
polipoid, terutama dengan pemberian vasokonstriktor yang juga harus hati – hati
pemberiannya pada pasien dengan penyakit kardiovaskuler karena bisa menyebabkan
vasokonstriksi sistemik, maningkatkan tekanan darah yang berbahaya pada pasien dengan
hipertensi dan dengan penyakit jantung lainnya.

Polip Polipoid mukosa


Bertangkai, dapat digerakkan Tidak bertangkai, sukar digerakkan
Konsistensi lunak Konsistensi keras
Tidak nyeri bila ditekan Nyeri pada penekanan
Tidak mudah berdarah Mudah berdarah
Berwarna putih kebiruan Berwarna merah muda
Tidak mengecil pada pemberianMengecil pada pemberian vasokonstriktor
vasokonstriktor (adrenalin)

Tabel 1.

X.    Penatalaksanaan
Karena etiologi yang mendasari pada polip nasi adalah reaksi inflamasi, maka
penatalaksanaan medis ditujukan untuk pengobatan yang tidak spesifik. Pada terapi
medikamentosa dapat diberikan kortikosteroid. Kortikosteroid dapat diberikan secara
sistemik ataupun intranasal.

Pemberian kortikosteroid sistemik diberikan dengan dosis tinggi dalam waktu yang
singkat, dan pemberiannya perlu memperhatikan efek samping dan kontraindikasi.
Kortikosteroid oral adalah pengobatan paling efektif untuk pengobatan jangka pendek
dari polip nasi, dan kortikosteroid oral memiliki efektivitas paling baik dalam
mengurangi inflamasi polip.

Kortikosteroid juga dapat diberikan secara intranasal dalam bentuk spray steroid, yang
dapat mengurangi atau menurunkan pertumbuhan polip nasi yang kecil, tetapi secara
relatif tidak
efektif untuk polip yang masif. Steroid intranasal paling efektif pada periode
post operatif untuk mencegah atau mengurangi relaps.

Pengobatan juga dapat ditujukan untuk mengurangi reaksi alergi pada polip yang
dihubungkan dengan rhinitis alergi. Pada penderita dapat diberikan antihistamin oral
untuk mengurangi reaksi inflamasi yang terjadi. Bila telah terjadi infeksi yang ditandai
dengan adanya sekret yang mukopurulen maka dapat diberikan antibiotik.

Pengobatan Medis sebagai berikut :

 Steroid oral dan topikal di berikan pada pengobatan pertama pada nasal polip.
Antihistamin, dekongestan dan sodium cromolyn memberikan sedikit keuntungan.
Imunoterapi mungkin dapat berguna untuk pengobatan rhinitis alergi, tapi bila di
gunakan sendirian, tak dapat berguna pada polip yang telah ada, pemberian
antibiotik bila terjadi superimposed infeksi bakteri.

 Kortikosteroid adalah pengobatan pilihan, baik secara topikal maupun sistemik.


Injeksi langsung pada polip tidak dibenarkan oleh Food and Drug Administration
karena dilaporkan terdapat 3 pasien dengan kehilangan penglihatan unilateral
setelah injeksi intranasal langsung dengan kenalog. Keamanan mungkin
tergantung pada ukuran spesifik partikel. Berat molekuler yang besar seperti
Aristocort lebih aman dan sepertinya sedikit yang di pindahkan ke area
intrakranial. Hindari injeksi langsung ke dalam pembuluh darah.

 Steroid oral paling efektif pada pengobatan medis untuk nasal polipoid. Pada
dewasa penulis banyak menggunakan prednison (30-60mg) selama 4-7 hari dan
diturunkan selama 1-3 minggu. Variasi dosis pada anak-anak, tetapi maksimum
biasanya 1mg/kb/hari selama 5-7 hari dan diturunkan selama 1-3 minggu.

Respon dengan kortikosteroid tergambar dari ada atau tidaknya eosinofilia, jadi pasien
dengan polip dan rhinitis alergi atau asma seharusnya respon dengan pengobatan ini.
 Pasien dengan polip yang sedikir eosinofil mungkin tidak respon terhadap
steroids. Penggunaan steroid oral jangka panjang tidak direkomendasikan karena
efek sampingnya yang merugikan ( seperti gangguan pertumbuhan, Diabetes
Melitus, hipertensi, gangguan psikis, gangguan pencernaan, katarak, glukoma,
osteoporosis)

 Pemberian topikal kortikosteroid di berikan secara umum karena lebih sedikit


efek yang merugikan dibandingkan pemberian sistemik karena bioavaibilitasnya
yang terbatas. Pemberian jangka panjang khususnya dosis tinggi dan kombinasi
dengan kortikosteroid inhalasi, terdapat resiko penekanan hipotalamus-pituari-
adrenal aksis, pembentukan katarak, gangguan pertumbuhan, perdarahan hidung,
dan pada jarang kasus terjadi perforasi septum.

Pembedahan dilakukan jika:

1.  Polip menghalangi saluran nafas

2.  Polip menghalangi drainase dari sinus sehingga sering terjadi infeksi sinus

3.  Polip berhubungan dengan tumor

4.  Pada anak-anak dengan multipel polip atau kronik rhinosinusitis yang gagal
pengobatan   maksimum dengan obat- obatan.

Tindakan pengangkatan polip atau polipektomi dapat dilakukan dengan menggunakan


senar polip dengan anestesi lokal, untuk polip yang besar tetapi belum memadati rongga
hidung. Polipektomi
sederhana cukup efektif untuk memperbaiki gejala pada hidung, khususnya pada
kasus polip yang tersembunyi atau polip yang sedikit. Bedah sinus endoskopik
(Endoscopic Sinus Surgery) merupakan teknik yang lebih baik yang tidak hanya
membuang polip tapi juga membuka celah di meatus media, yang merupakan tempat
asal polip yang tersering sehingga akan membantu mengurangi angka kekambuhan.
Surgical micro debridement merupakan prosedur yang lebih aman dan cepat,
pemotongan jaringan lebih akurat dan mengurangi perdarahan dengan visualisasi yang
lebih baik.

Gambar 21: Nasal Polypectomy: microderbrider memasuki meatus media kiri

(Sumber: Nasal polypectomy: Article by Kevin T Kavanagh,  All Rights Reserved


www.ent-usa.com)

Gambar 22: Nasal Polypectomy: Nasal polyp. Stalk attached to medial maxillary wall.

(Sumber: Nasal polyps: Article by Kevin T Kavanagh,  All Rights Reserved www.ent-
usa.com)
XI.    Prognosis

Polip nasi dapat muncul kembali selama iritasi alergi masih tetap berlanjut. Rekurensi
dari polip umumnya terjadi bila adanya polip yang multipel.  Polip tunggal yang besar
seperti polip antral-koanal jarang terjadi relaps.

Polip hidung sering tumbuh kembali, oleh karena itu pengobatannya juga perlu ditujukan
kepada penyebabnya, misalnya alergi. Terapi yang paling ideal pada rinitis alergi adalah
menghindari kontak dengan alergen penyebab dan eliminasi.

Secara medikamentosa, dapat diberikan antihistamin dengan atau tanpa dekongestan yang
berbentuk tetes hidung yang bisa mengandung kortikosteroid atau tidak. Dan untuk alergi
inhalan dengan gejala yang berat dan sudah berlangsung lama dapat dilakukan
imunoterapi dengan cara desensitisasi dan hiposensitisasi, yang menjadi pilihan apabila
pengobatan cara lain tidak memberikan hasil yang memuaskan.

BAB  III

KESIMPULAN

1.   Polip nasi merupakan salah satu penyakit THT yang memberikan keluhan sumbatan
pada hidung yang menetap dan semakin lama semakin berat dirasakan.

2.   Etiologi polip di literatur terbanyak merupakan akibat reaksi hipersensitivitas yaitu
pada proses alergi, sehingga banyak didapatkan bersamaan dengan adanya rinitis alergi.

3.  Pada anamnesis pasien, didapatkan keluhan obstruksi hidung, anosmia, adanya
riwayat rinitis alergi, keluhan sakit kepala daerah frontal atau sekitar mata, adanya sekret
hidung.

4.   Pada pemeriksaan rinoskopi anterior ditemukan massa yang lunak, bertangkai, mudah
digerakkan, tidak ada nyeri tekan dan tidak mengecil pada pemberian vasokonstriktor
lokal.

5.  Penatalaksanaan untuk polip nasi ini bisa secara konservatif maupun operatif, yang
biasanya dipilih dengan melihat ukuran polip itu sendiri dan keluhan dari pasien sendiri.

6.  Pada pasien dengan riwayat rinitis alergi, polip nasi mempunyai kemungkinan yang
lebih besar untuk rekuren. Sehingga kemungkinan pasien harus menjalani polipektomi
beberapa kali dalam hidupnya.

DAFTAR PUSTAKA

1. Soepardi, Efiaty. Iskandar, Nurbaiti. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok edisi IV cetakan I. Balai Penerbit FK-UI, Jakarta 2000
1. Soepardi, Efiaty. Hadjat, Fachri. Iskandar, Nurbaiti. Penatalaksanaan dan
Kelainan Telinga Hidung Tenggorok edisi II. Balai Penerbit FK-UI, Jakarta 2000

1. Kapita Selekta Kedokteran edisi III jilid I hal. 113 – 114. Penerbit Media
Aesculapius FK-UI 2000

1. Adams, George. Boies, Lawrence. Higler, Peter. Buku Ajar Penyakit Telinga
Hidung Tenggorok. W.B. Saunders, Philadelphia 1989

1. Ballenger, John Jacob. Diseaes of The Nose Throat Ear Head and Neck. Lea &
Febiger 14th edition. Philadelphia 1991

1. www.ent-usa.com

1. www.otolaryngology Houston.htm

1. www.eMedicine .com- Nasal Polyps  Article by John E McClay GOOD.htm

1. Ear, Nose & Throat Journal,  August, 2000 by Ken Yanagisawa,  Steven Y. Ho,
Eiji Yanagisawa

Rencana Asuhan keperawatan Klien COPD

No Diagnosis Keperawatan Perencanaan


(NANDA) Outcome (NOC) Intervention
(NIC)
Bersihkan jalan nafas tidak Status respirasi : a.Manajemen
efektifyang jalan nafas
berhubungan dengan : b. Penurunan
 Bronkospasme Kepatenan jalan nafas kecemasan
 Peningkatan produksi dengan skala..... ( 1-5 )
sekret ( sekret
yang ter tahan kental ) setelah c. Pencegahan
 Menurunnya energi / aspirasi
fatigue
Data-data : diberikan d. Fisioterapi dada
 Pasien mengeluh sulit perawatan selama.... hari
untuk bernafas e. Latihan batuk
 Perubahan kedalaman / dengan kriteria : efektif
jumlah nafas, dan
penggunaan otot bantu Tidak ada demam f. Terapi oksigen
pernafasan Tidak ada cemas g. Pemberian
 Suara nafas abnormal c. RR ( Respiratory Rate ) posisi
seperti : wheezing, dalam batas normal h. Memonitor
ronchi, dan crackles d. Irama respirasi
 Batuk ( persisten ) dengan nafas i. Memonitor
atau tanpa dalam keaadan
produksi sputum batas normal umum
e. Pergerakan j. Memonitor
sputum tanda vital
keluar dari jalan nafas
f. Bebas dari suara nafas
tambahan

Kerusakan Status Respirasi :


pertukaran
gas
yang Pertukaran gas dengan
berhubungan dengan : skala..... ( 1-5 ) setelah
 Kurangnya suplai O²
( obstruksi jalan diberiakan
nafas oleh sekret,
bronkospasme, dan
terperangkapnya udara ) perawatan
 Destruksi alveoli selama....... hari dengan
Data-data :
kriteria :

 Di s p n ea a. Status mental dalam


 Bingung, lemah
batas normal
 Tidak mampu
b. Benafas dengan mudah
mengeluarkan sekret
c. Tidak ada sianosis
 Nilai ABGs abnormal
d.PO² dan PCO² dalam
( hipoksia dan hiperkapnia ) batas normal
 Perubahan tanda vital e. Saturasi
 menurunnya toleransi O2
aktivitas dalam
rentang normal

You might also like