Professional Documents
Culture Documents
E-mail: yossysuparyo@combine.or.id
Website: http://pelosokdesa.wordpress.com
Lisensi Dokumen:
Copyright © http://kombinasi.net
Sebagian atau seluruh berkas ini dapat digunakan dan disebarluaskan secara bebas
untuk tujuan bukan komersial (nonprofit) dengan syarat tidak menghapus atau mengubah
atribut penulis dan pernyataan hak cipta yang disertakan dalam dokumen ini.
Menurutnya, ada beberapa teori yang bisa digunakan untuk mengkaji masalah ini, yaitu,
teori peluru ajaib, pudarnya kepekaan, pembudidayaan atau kultivasi, pendekatan
sosiologis, dan penetapan agenda.
Pertama, teori peluru ajaib atau jarum suntik adalah teori yang populer di awal abad 20.
Teori ini mengatakan pesan media berdampak pada orang secara langsung, bisa diukur,
dan dampak itu bersifat segera. Jadi, dampaknya seperti peluru yang menghantam
tubuh, atau seperti tubuh yang ditusuk jarum suntik.
Namun, sekarang banyak ilmuwan berpendapat, dampak semacam ini jarang terjadi.
Misalnya, seseorang yang melihat iklan sepeda motor Honda dan dia langsung membeli
motor Honda itu, persis dengan model yang diiklankan di TV. Ada orang yang melihat
tayangan tentang teroris yang mengebom Hotel Marriott dan orang ini pun segera
membuat bom untuk menyerang hotel.
Kedua, pudarnya kepekaan. Teori ini mengatakan, karena orang sudah terlalu banyak
terekspos oleh kekerasan di media, misalnya, maka kekerasan tidak lagi memberi
dampak emosional pada dirinya. Banyak orang tampaknya akan setuju dengan
pandangan bahwa karena sering melihat tayangan kekerasan di televisi, maka seseorang
tidak akan terlalu terganggu jika disuruh melihat film yang mengandung adegan
kekerasan.
Pertanyaannya, apakah orang juga akan kehilangan kepekaan terhadap kekerasan dalam
kehidupan nyata. Jika seseorang meninggalkan gedung bioskop sehabis menonton film
berisi adegan kekerasan, dan lalu melihat sesosok mayat nyata yang tergeletak di jalan,
apakah dia tetap mengalami hilangnya kepekaan?
Banyak dari riset ini melibatkan perbandingan sikap dari para pengguna berat, pengguna
menengah, dan pengguna ringan media.
Salah satu temuan riset ini adalah bahwa ketika orang terekspos oleh kekerasan yang
sarat di media, mereka tampaknya akan memiliki salah konsepsi dalam penyikapan,
yang dinamakan sindrom dunia yang ganas. Ini berarti mereka melebih-lebihkan
besarnya tingkat kekerasan yang benar-benar terjadi dalam komunitasnya dan di bagian
dunia lain. Orang yang kurang terekspos pada kekerasan di media memiliki rasa yang
lebih realistis dalam memandang tingkat kekerasan di dunia nyata.
Keempat, pendekatan sosiologis terhadap (kekerasan di) Media. Cara yang kurang
umum dalam mempelajari kekerasan di media adalah pendekatan sosiologis. Teori-teori
sosiologis tentang kekerasan di media mengeksplorasi cara-cara di mana media
berdampak dan memperkuat ideologi-ideologi dan nilai-nilai yang dominan dalam
sebuah budaya.
Kelima, teori penetapan agenda. Menurut teori ini, media menetapkan agenda bagi opini
publik, dengan cara mengangkat isu-isu tertentu. Sesudah mempelajari cara peliputan
kampanye politik, ternyata dampak utama media berita adalah dalam penetapan agenda.
Misalnya, dengan memberitahu masyarakat untuk berpikir tentang topik-topik tertentu.
Topik-topik yang tidak diangkat oleh media menjadi kurang atau tidak dianggap penting
oleh publik. Jadi, pengaruh media bukanlah dalam persuasi (bujukan) atau perubahan
sikap audiens. Penetapan agenda ini biasanya lebih sering dirujuk sebagai fungsi media,
dan bukan teori.