Professional Documents
Culture Documents
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 29 Tahun 2004 Tentang Praktek Kedokteran; Kode Etik
Kedokteran Indonesia; Pernyataan IDI; Lampiran SK PB IDI dan Surat edaran Dirjen Yanmed No: YM
02.04.3.5.2504 th. 1997 tentang Pedoman Hak dan Kewajiban Pasien, Dokter dan Rumah Sakit
HAK DOKTER
Hak dokter adalah kekuasaan/kewenangan dokter untuk mendapatkan atau memutuskan untuk berbuat sesuatu:
KEWAJIBAN DOKTER
1. Mematuhi peraturan rumah sakit sesuai hubungan hukum antara dokter tersebut dengan
rumah sakit
2. Memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur
operasional serta kebutuhan medis pasien yg sesuai dengan jenis dan strata sarana
pelayanan kesehatan
3. Merujuk pasien ke dokter lain/rumah sakit lain yang memiliki keahlian atau kemampuan
yang lebih baik, apabila ia tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan
4. Memberikan kesempatan kepada pasien agar senantiasa dapat berhubungan dengan
keluarga dan dapat menjalankan ibadah sesuai dengan keyakinanya.
5. Merahasiakan segala sesuatu yang diketahui tentang pasien (menjaga kerahasiaan
pasien) bahkan setelah pasien meninggal dunia.
6. Melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali ia yakin ada orang
lain yang bertugas & mampu melaksanakan .
7. Meminta persetujuan pada setiap melakukan tindakan kedokteran/kedokteran gigi,
khusus untuk tindakan yang berisiko persetujuan dinyatakan secara tertulis. Persetujuan
dimintakan setelah dokter menjelaskan tentang : diagnosa, tujuan tindakan, alternatif
tindakan, risiko tindakan, komplikasi dan prognose.
8. Membuat catatan rekam medis yang baik secara berkesinambungan berkaitan dengan
keadaan pasien.
9. Menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran/kedokteran
gigi
10. Memenuhi hal- hal yang telah disepakati/perjanjian yang telah dibuatnya
11. Bekerjasama dengan profesi dan pihak lain yang terkait secara timbal balik dalam
memberikan pelayanan kepada pasien
12. Dokter wajib mengadakan perjanjian tertulis dengan pihak rumah sakit
13 Dalam melakukan praktik kedokteran di Indonesia wajib memiliki surat izin praktik dokter /
dokter gigi.
14 Dalam melakukan praktik kedokteran di Indonesia wajib memiliki surat tanda registrasi
dokter dan surat tanda registrasi dokter gigi.
15. D okter atau dokter gigi yang berhalangan menyelenggarakan praktik kedokteran harus
membuat pemberitahuan atau menunjuk dokter atau dokter gigi pengganti
16. Wajib menyelenggarakan kendali mutu dan kendali biaya dalam memberikan pelayanan
kesehatan.
17. Wajib menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan Sumpah Dokter dan Kode Etik
Kedokteran I ndonesia.
Persidangan MKEK bersifat inkuisitorial khas profesi, yaitu Majelis (ketua dan
anggota) bersikap aktif melakukan pemeriksaan, tanpa adanya badan atau perorangan
sebagai penuntut. Persidangan MKEK secara formiel tidak menggunakan sistem
pembuktian sebagaimana lazimnya di dalam hukum acara pidana ataupun perdata,
namun demikian tetap berupaya melakukan pembuktian mendekati ketentuan-ketentuan
pembuktian yang lazim.
Dalam melakukan pemeriksaannya, Majelis berwenang memperoleh :
Majelis etik ataupun disiplin umumnya tidak memiliki syarat-syarat bukti seketat
pada hukum pidana ataupun perdata. Bar’s Disciplinary Tribunal Regulation, misalnya,
membolehkan adanya bukti yang bersifat hearsay dan bukti tentang perilaku teradu di
masa lampau. Cara pemberian keterangan juga ada yang mengharuskan didahului
dengan pengangkatan sumpah, tetapi ada pula yang tidak mengharuskannya. Di
Australia, saksi tidak perlu disumpah pada informal hearing, tetapi harus disumpah pada
formal hearing (jenis persidangan yang lebih tinggi daripada yang informal).[2]
Sedangkan bukti berupa dokumen umumnya di”sah”kan dengan tandatangan dan/atau
stempel institusi terkait, dan pada bukti keterangan diakhiri dengan pernyataan
kebenaran keterangan dan tandatangan (affidavit).
Dalam persidangan majelis etik dan disiplin, putusan diambil berdasarkan bukti-
bukti yang dianggap cukup kuat. Memang bukti-bukti tersebut tidak harus memiliki
standard of proof seperti pada hukum acara pidana, yaitu setinggi beyond reasonable
doubt, namun juga tidak serendah pada hukum acara perdata, yaitu preponderance of
evidence. Pada beyond reasonable doubt tingkat kepastiannya dianggap melebihi 90%,
sedangkan pada preponderance of evidence dianggap cukup bila telah 51% ke atas.
Banyak ahli menyatakan bahwa tingkat kepastian pada perkara etik dan disiplin
bergantung kepada sifat masalah yang diajukan. Semakin serius dugaan pelanggaran
yang dilakukan semakin tinggi tingkat kepastian yang dibutuhkan.5
Perkara yang dapat diputuskan di majelis ini sangat bervariasi jenisnya. Di
MKEK IDI Wilayah DKI Jakarta diputus perkara-perkara pelanggaran etik dan
pelanggaran disiplin profesi, yang disusun dalam beberapa tingkat berdasarkan derajat
pelanggarannya. Di Australia digunakan berbagai istilah seperti unacceptable conduct,
unsatisfactory professional conduct, unprofessional conduct, professional misconduct
dan infamous conduct in professional respect. Namun demikian tidak ada penjelasan
yang mantap tentang istilah-istilah tersebut, meskipun umumnya memasukkan dua
istilah terakhir sebagai pelanggaran yang serius hingga dapat dikenai sanksi skorsing
ataupun pencabutan ijin praktik. [3]
Putusan MKEK tidak ditujukan untuk kepentingan peradilan, oleh karenanya
tidak dapat dipergunakan sebagai bukti di pengadilan, kecuali atas perintah pengadilan
dalam bentuk permintaan keterangan ahli. Salah seorang anggota MKEK dapat
memberikan kesaksian ahli di pemeriksaan penyidik, kejaksaan ataupun di persidangan,
menjelaskan tentang jalannya persidangan dan putusan MKEK. Sekali lagi, hakim
pengadilan tidak terikat untuk sepaham dengan putusan MKEK.
Eksekusi Putusan MKEK Wilayah dilaksanakan oleh Pengurus IDI Wilayah
dan/atau Pengurus Cabang Perhimpunan Profesi yang bersangkutan. Khusus untuk
SIP, eksekusinya diserahkan kepada Dinas Kesehatan setempat. Apabila eksekusi telah
dijalankan maka dokter teradu menerima keterangan telah menjalankan putusan.
2. Pelayanan Tingkat Sekunder. Jika diangap perlu, pasien akan dirujuk ke Pelayanan
Tingkat Sekunder. Untuk itu DPU akan menulis surat konsultasi atau rujukan yang
menjelaskan masalah medis dan kendala yang dihadapi pada pasien ybs. Di sini pasien
akan dilayani oleh Dokter Spesialis (DSp) yang sebagian besar praktik di rumah sakit,
sebagian yang lain di Klinik Spesialis atau Klinik Pribadi. Jika masalah kesehatan yang
sulit telah diselesaikan pasien akan dikirim balik ke DPU yang mengirimnya dengan
bekal surat rujuk balik yang berisi ajuran kelanjutan pengobatannya.
3. Pelayanan Tingkat Tersier. Jika masalahnya juga tidak dapat atau tidak mungkin
diselesaikan oleh DSp di tingkat sekunder maka pasien ybs akan dikirim ke tingkat yang
lebih tinggi, yaitu pelayanan Tingkat Tersier (top referral). Di sini pasien akan dilayani
oleh para dokter superspesialis atau Spesialis Konsultan (DSpK) yang biasanya bertempat
di Rumah Sakit Pendidikan atau rumah sakit besar yang mempunyai berbagai pusat riset
yang mapan. Rujuk balik pun tetap berlaku di sini dan bukan tidak mungkin berisi ajuran
untuk kembali ke DPU-nya jika masalah telah diatasi. Jika masalahnya tidak mungkin
dapat diatasi lagi (stadium terminal), sehingga diputuskan untuk dilanjutkan dengan
perawatan di rumah agar dekat dgn keluarganya, maka yang terakhir ini pun menjadi
tugas DPU.
Dari uraian di atas tampak bahwa setiap pasien sebaiknya memilih Dokter Praktik Umum
yang sesuai dengan keinginannya, yang akan memberikan pelayanan primer atau
merujuknya ke pelayanan sekunder yang sesuai jika diperlukan. Sepintas, secara
individual, tata langkah pentahapan ini sepertinya “birokratis” atau memperpanjang
proses dan bukan tidak mungkin menambah biaya. Akan tetapi dalam skala besar cara
inilah yang paling efektif dan efisien. Disebut efektif karena setiap pasien akan
memperoleh pelayanan yang sesuai dengan keperluan dan kemampuannya. Disebut
efisien karena sebenarnya yang memerlukan pelayanan spesialistis hanyalah 15-20% dari
seluruh pasien yang datang ke tempat pelayanan primer. Selebihnya, yang 80-85%
sebenarnya dapat diselesaikan masalahnya di tingkat primer oleh DPU.