You are on page 1of 25

HISTORIOGRAFI ISLAM

(Tinjauan Kritis Terhadap “Muqoddimah” Ibnu Khaldun)


Oleh : Agus Jaya

Pendahuluan
Bangsa Arab sebagai sebuah bangsa yang terkenal dengan kemampuan yang luar
biasa dalam menggubah sya’ir, dan sya’ir-sya’ir mereka diperlombakan, kemudian
pemenang dari perlombaan tersebut akan mendapatkan penghormatan dengan
digantungnya karya yang telah dihasilkan pada dinding Ka’bah. Melalui tradisi sastra inilah
diketahui beberapa peristiwa-peristiwa besar yang pernah terjadi. dan nilai-nilai yang
meyertai peristiwa penting itu juga mereka abadikan melalui kisah, dongeng, nasab,
nyanyian, sya’ir dan sebagainya.
Demikian juga dengan para sejarawannya, mereka berusaha merekam setiap
peristiwa penting1 yang terjadi, dan mereka senantiasa eksis dengan masalah-masalah
relevan untuk dikaji yang mereka suguhkan. Karena itu mempelajari, menelaah dan
merenungkan masalah-masalah yang mereka kemukakan tetap urgen terutama dalam
rangka menanggulangi problem nyata yang kita hadapi. Ide-ide para sejarawan dan pemikir
muslim, seperti, Ibnu Ishaq, at-Thobari, al Mas’udi, al-Biruni dan Ibnu Khaldun, serta para
sejarawan lainnya. Pemikiran mereka dengan konpleksitasnya telah berusia berabad-abad,
namun tetap saja eksis untuk dikaji dan diteliti, maka dalam makalah ini, penulis akan
fokus membahas historiografi Islam dan Muqoddimah sebagai sebuah buku sejarah
monumental yang menjadi bagian dari historiografi Islam itu sendiri yang telah dilahirkan
dari seorang sejarawan muslim abad abad pertengahan.2

Pengertian Historiografi
Kata ”historiografi”merupakan gabungan dari dua kata, yaitu history yang berarti
sejarah dan grafi yang berarti deskripsi/penulisan3.

1
Paling tidak penting baginya, walau bagis sejarawan lain dianggap tidak penting.
2
Ibnu Khaldun hidup dari 733-808 H /1332-1406 M.
3
Badri Yatim, Historiografi Islam, Jakarta : Logos. 1997. hal. 1

1
History berasal dari kata benda Yunani ”istoria” yang berarti ilmu. Yang pada
perkembangan selanjutnya lebih banyak diguunakan ntuk pemaparan mengenai gejala-
gejala, terutamam tentang keadaan manusia, dalam urutan kronologis.4 Sedang ”History”
berarti arti masa ;ampau umat manusia.
Sejarah memiliki dua pengertian, yaitu sebagai kejadian yang terjadi pada masa
lampau dan sejarah sebagai ilmu, pada defenisi diatas sejarah hanya dipahami sebagai
kejadian yang terjadi pada masa lampau sehingga untuk mewakili pemahaman bahwa
sejarah sebagai sebuah disiplim ilmu, Taufik Abdllah meletakkan beberapa batasan tertentu
tentang peristiwa masa lampau tersebut,5 yaitu :
1. pembatasan menyangkut waktu. Konsensus sejarah menetapkan bahwa
sejarah bermula ketika bukti-bukti sejarah tertulis telah ditemukan. Sedang
sebelum adanya bukti tersebut masuk dalam kategori ”prasejarah”.
2. pembatasan tentang peristiwa. Hanya peristiwa yang menyangkut
manusia yang menjadi objek sejarah
3. pembatasan tempat. Agar menjadi ilmu maka tempat kejadian sebuah
peristiwa menjadi bagian yang tidak terpisah sehingga bisa menjadi objek
penelitian.
4. seleksi. Tidak semua peristiwa yang terjadi pada manusia termasuk dalam
kategori sejarah, semua kejadian tersebut bisa dianggap sejarah jika bisa
digabung sehingga membentuk bagian-bagian dari suatu proses, atau
dinamika yang menjadi perhatian sejarawan.
Dari uraian diatas bisa dipahami bahwa penulisan sejarah adalah usaha
merekonstruksi peristiwa yang terjadi dimasa lampau. Dan penulisan tersebut baru bisa
dikerjakan setelah melalui penelitian, karena tanpa penelitian terlebih dahulu maka
penulisan yang dilaksanakan hanya akan menjadi sebuah catatan tanpa adanya pembuktian.

Historiografi Arab Pra Islam


4
Louis Gottshalk, Mengerti Sejarah, Jakarta : UI Press, 1986. hal. 27
5
Taufik Abdullah dan Abdurrachman Surjomiharjo, Ilmu Sejarah dan Historiografi: Arab dan
Perspektif, Jakarta : PT Gramedia, 1985, hal. x-xii

2
Orang Arab sebelum Islam dan pada awal kebangkitan Islam tidak menulis sejarah.
Ada dua faktor yang menyebabkan mereka tidak menulis sejarah tersebut. pertama, karena
mayoritas mereka adalah orang-orang yang buta aksara. Kedua, anggapan mereka bahwa
kekuatan mengingat lebih terhormat daripada menulis. Sehingga semua peristiwa hanya
diingat dan diceritakan berulang-ulang.
Adapun sejarah Arab pra Islam yang dapat dipercaya adalah peninggalan-
peninggalan arkeologis yang masih dapat ditemukan didaerah Yaman, Hadhramaut,
sebelah utara Hijaz dan sebelah selatan Syiria.
Untuk mengetahui secara mendalam sejarah perjalanan dan warisan asli penduduk
Jazirah Arab pada masa Jahiliyah, maka hanya tradisi lisan yang bisa ditelusuri, karena
orang-orang Arab pra Islam telah mengenal tradisi yang menyerupai bentuk sejarah lisan
tersebut, baik yang dikenal dengan al Ayyam maupun al Ansab.

Ayyam al Arab
Adapun yang dimaksud dengan ayyam al Arab perang-perang antar kabilah
Arab. Dikalangan kabilah Arab Jahiliyah sangat sering terjadi perang antar kabilah
baik disebabkan perselisihan untuk memilih pemimpin, perebutan sumber air dan
perebutan padang rumput untuk pengembalaan binatang ternak. Ayyam al Arab
sendiri secara etimologi memiliki arti hari-hari penting bangsa Arab. Disebut
demikian karena peperangan tersebut hanya tejadi disiang hari sementara pada
malam harinya mereka berhenti berperang dan beristiharat untuk menanti hari esok
dan melanjutkan perang kembali.6
Adapun isi dari ayyam al Arab ini adalah perang-perang dan kemenangan-
kemenangan, ntuk tjuan membanggakan diri terhadap kabilah-kabilah yang lain.
Informasi ini diabadikan dalam bentuk syair mapun prosa-prosa yang diselingi
syair-syair. Syair inilah yang kemudian melestariakn perpindahan dan
mendiseminasikan berita tersebut. apabila syair itu terlupakan maka riwayat-riwayat
kuno juga terlupakan. Hal inilah yang memngkinkan sejarawan masa Islam
mengetahui masa tentang Arab. Meskipun demikian tidak seluruhnya
menggambarkan kenyataan, berita itu tentu bertolak dari realitas.
6
Badri Yatim, Op.cit, hal. 30

3
Meskipun al Ayyam merupakan karya sastra yang mengandung informasi
sejarah namun peristiwa-peristiwa yang direkamnyatidak sistematis, terputus-putua
dan setiap informasi yang disampaikannya berdiri sendiri-sendiri dan tidak
memperhatikan wakt dan kronologinya serta tidak mempertimbangkan kausalitas
sejarah dan teori-teori sejarah tertentu.7
Ciri-ciri umum ayyam al Arab
1. perhatian dicuarahkan pada kabilah Arab. Dan kisah peperangan disampaikan
secara lisan dalam bentuk prosa yang diselingi syair
2. riwayat atau kisah kabilah diturunkan secara lisan, sehingga menjadi milik
bersama kabilah yang bersangkutan
3. tidak teraturnya kronologi dan waktu
4. objectifitasnya diragukan karena mengagungkan satu kabilah dan merendahkan
kabilah alin
5. disamping sebagian informasinya tidak faktual, masih tetap bisa ditemukan
fakta-fakta yang menunjukan kebenaran sejarah.

Al Ansab
Yang dimaksud dari al Ansab adalah silsilah. Orang-orang Arab sangat menjaga
dan memperhatikan silsilah (geneology), ketika itu pengetahuan tentang silsilah
merupakan satu cabang pengethauan yang dianggap sangat penting sehingga setiap
kabilah menghafal seilsilahnya agar silsilah tersebut teta murni dan menjadi
kebanggaan terhadap kabilah lain. Meskipun didalam al Ansab ada petuunjuk
sejarah, namun tidak bisa dikatan bahwa ini adalah ekspresi kesadaran bangsa Arab
terhadap sejarah, karena :
1. pada masa pra Islam perhatian terhadap silsalah belum mengambil tradisi tulis
baru sebatas hafalan.
2. pengetahuan tentang silsilah akan lenyap jika tidak ada yang menghafalnya
3. hafalan mereka tentang nasab-nasab bercampur dengan mitos
4. tradisi ini tidak menyebar pada sejarah ”umum” yang \meliputi setiap kabilah,
karena mereka memang belum mengenal tanah air.
7
Ibid, hal. 35

4
Perhatian orang-orang Arab terhadap nasab semakin berlanjut, walaupun Rsulllah
saw telah melarang umatnya untuk berbangga-bangga dengan kabilah.

Aliran-aliran Penulisan Sejarah Masa Awal Islam


Menurut Husain Nashshar, penulisan sejarah di awal kebangkitan Islam bisa dibagi
menjadi tiga aliran yaitu : aliran Yaman, Aliran Madinah dan aliran Irak.8
A. Aliran Yaman
Riwayat-riwayat tentang Yaman di masa silam kebanyakan dalam bentuk
hikayat (cerita). Isinya adalah cerita-cerita khayal dan dongeng-dongeng kesukuan.
Aliran ini merupakan kelanjutan dari corak sejarah sebelum Islam. Penulis pada
aliran ini bisa dijuluki tukang hikayat sementara hasilnya bisa disebut sebagai novel
sejarah. Karenanya para sejarawan tidak menilai hikayat-hikayatnya memiliki nilai
sejarah.9
Diantara penulis yang termasuk pada golongan ini adalah Ka’ab al Akhbar
(wafat 32 H), Wahb ibn Munabbih (wafat 114 H) dan Abid Ibn Syariyyah al
Jurhumi.

B. Aliran Madinah
Ilmu pengetahuan keagamaan Islam yang pertama kali berkembang adalah ilmu
hadits. Karena melalui ilmu hadits inilah kaum muslimin pertama-tama mengetahui
hukum-hukum Islam, penafsiran al Qur’an, sunnah Rasulullah, keteladanan
Rasulullah, dan lain sebagainya. Perkembangan ilmu hadits ini berlangsung melalui
periwayatan. Dari penulisan hadits-hadits nabilah para sejarawan mengembangkan
cakupannya sehingga membentuk satu tema sejarah tersendiri, yaitu al maghazy
(perang-perang yang dipimpin langsung oleh Rasulullah), dan sirah an Nabawiyah
(riwayat hidp nabi Mhammad saw). Aliran yang muncul ini kemudian disebut
dengan aliran Madinah, yait alirah sejarah ilmiah yang mendalam yang banyak

8
Husein Nashshar, Nas’ah at tadwin at tarikh inda al Arab, Kairo : Maktabah an Nahdoh al
Misriyah, tt. Hal.73
9
Muhammad Ahmad Tarhini, al Muarrikhun wa at tarikh inda al Arab, Beirut : Dar al Kutb al
Ilmiyah, 1991, hal. 14

5
memfokuskan pada al maghazi dan biografi Rasulullah saw. Dengan penekanan sisi
sanad sebagaimana pola ilmu hadits yang berkembang.
Sejalan dengan riwayat perkembangannya, para sejarawan dalam aliran ini
terdiri dari para ahli hadits dan hukum fiqih. Perkembangan dan orientasi aliran
Madinah ini sangat ditentukan oleh usaha-usaha dari dua ulama dalam bidang ilmu
fiqh dan hadits yaitu ; Urwan bin az Zubair dan az Zuhri muridnya. Ditangan az
Zuhri aliran Madinah semakin berkembang. Murid-murid az |Zhri seperti Musa ibn
Uqbah dan Ibnu Ishaq melanjutkan langkahnya, tetapi sangat disayangkan bahwa
Ibnu Ishak banyak mengambil bahan sejarahnya dari isroiliyat10 sehingga nilai
sejarah menjadi merosot kembali.
Sangat jelas bahwa penulisan sejarah bermula dan sangat erat hubungannya
dengan ilmu hadits, bahkan dapat dikatan bahwa sejarah merupakan cabang dari
ilmu hadits itu sendiri. Langgamnya juga menggunakan langgam hadits. Dimana
pemaparan sejarahnya berkaitan tentang keadaan, peristiwa-peristiwa penting
sejarah dalam kehidupan Nabi dan kaum muslimin pertama. Dalam hal ini ada
gagasan tentang pentingnya pengetahuan tentang sirah an nabawiyah dan
pengalaman umat Islam.
Adapun orang yang pertama kali membuat keangka jelas bagi penulisan as
sirah adalah al Zuhri. Ia telah menggariskan dengan jelas sehingga para sejarawan
yang datang setelahnya tinggal menyempurnakan kerangka tersebut dengan rinci.
Dalam penulisannya ini al Zuhri sangat memperhatikan kerangka kronologis
sehingga ia menjelaskan semenjak pra kenabian, priode Mekkah dan Madinah,
selanjutnya ia juga melengkapi karyanya dengan tahun kejadian sehingga
mempermudah ntuk merekonstruksi kembali kerangka karang buku al Zuhri.

10
Isroiliyat adalah kata jama’ yang berarti penisbatan kepada Bani Isroil, Isroil itu sendiri adalah
nabi Ya’kub as, dan Bani Isroil adalah keturunan beliau. Keturunan beliau ini selanjutnya ada yang beriman
kepada nabi Musa as, disebut Yahudi, dan ada yang beriman kepada nabi Isa as, disebut Nasrani dan ada yang
beriman kepada nabi Muhammad saw, yang selanjutnya dikenal dengan Muslim Ahlul Kitab sumber-sumber
utama Isroiliyat itu sendiri adalah kitab-kitab orang Yahudi kitab seperti Taurat, Asfar, Tilmuz dan dongeng-
dongeng serta hayalan yang mereka karang. Kita tidak menafikan ada unsur kebenaran pada sebagian sumber
mereka, namun pada kenyataannya kebatilan lebih menguasai sumber-sumber tersebut. Pada perkembangan
selanjutnya Isroiliyat tidak hanya pada sumber-sumber Yahudi, tapi meluas pada budaya-budaya dan
pengetahuan Nasrani yang bersumber dari Injil, lihat Muhammad bin Muhammad Abu Syuhbah, al-Isroiliyat
wa al-Maudhuat fi Kutubi at-Tafsir 1408, (kairo, Maktabah as Sunnah) cet. 4, hal 12.

6
Kajian sejarah al Zuhri tidak terbatas pada al Maghazi, akan tetapi juga merambah
al Ansab (nasab, garis keturunan). Ia juga menjelaskan tentang peristiwa-peristiwa
apda masa khulafa ar rasidin. Dalam kajian-kajiannya, al Zuhri selalu bersikap
netral dan obyektif. Meskipun ia telah lama bekerja di Istana Bani Umayyah di
Damaskus, akan tetapi pandangan-pandangan sejarahnya tidak terpengaruh oleh
perkembangan politk pada masa itu. Ia tetap merupakan seorang cendikiawan yang
kritis.11

C. Aliran Irak
Aliran ini lahir sesudah dua aliran sebelumnya dengan bahasan yang lebih luas
karena mencakup arus sejarah pra Islam dan masa Islam. Dalam karya-karya
sejarawan aliran ini, sejarah Irak biasanya diuraikan lebih terperinci dan panjang,
sedangkan yang berkenaan dengna kota-kota lain hanya dibahasa sepintas.
Kelahiaran aliran sjarah ini sangat dipengaruhi oleh aspek-aspek politik, sosial dan
budaya Islam yang sedang tmbuh di kota-kota dan komunitas-komunitas baru.
Langkah pertama yang sangat menetukan perkembangan penulisan sejarah di Irak
dilakkan oleh bangsa Arab adalah pembukuan tradisi lisan sebagaimana yang
dilakukan oleh Ubaidullah ibn Abi Rifa’i.
Karena cakupan informasi dan subyek kajiannya lebih luas daripada dua
aliran sebelumnya, aliran Irak ini dapat diaktakan sebagai kebangkitan sebenarnya
penulisan sejarah sebagai ilmu.sejarah pada masa ini mulai melepaskan diri dari
pengaruh ilmu hadits dan bersamaan dengna itu terlihat adanya uaya meninggalkan
pengaruh pra Islam yang mengandung banyak ketidak benaran, sepeti dongeng dan
cerita khayal. Aliran ini selanjutnaya melahirkan sejarawan-sejarawan besar dan
diikuti oleh hampir seluruh sejarawan yang datang kemudian. Diantara para
sejarawan yang berasal dari aliran ini adalah Awanah bin al Hakam (wafat 147 H),
Sayf bin Umar al Asadi at Tamimi (wafat 180 H) dan Abu Mikhnaf (wafat 157 H).

Corak Penulisan Sejarah Islam Klasik Dan Pertengahan

11
Op.cit. Badri Yatim. Hal. 68

7
Corak penulisan sejarah para sejarawan semenjak masa klasik hingga munculnya
sejarawan sejarawan besar dapat dikategorikan menjadi tiga kategori yaitu :
1. Khabar
Beberapa ciri yang berkenaan dengan riwayat antara lain : pertama, antara
satu riwayat dengan riwayat lain tidak ada hubungan. Kedua, riwayat ditulis dalam
bentuk cerita dan terkadang dalam bentuk dialog. ketiga, riwayat-riwayat tersebut
kadang diselingi dengan syair untuk memperkuat isi khabar tersebut.
Setengah abad setelah wafatnya Rasulullah saw kaum muslimin belum
melahirkan tradisi menulis. Pada masa itu riwayat berpindah dari satu orang
keorang lain atau dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui tradisi lisan.
Pada masa ini para sejarawan tidak lebih dari sekedar menjadi perawi dan
menuliskannya dalam tulisan. Riwayat yang berdiri sendiri itulah yang dikenal
dalam ilmu sejarah sebagai khabar.
Al Mas’udi memuji at Thobary yang mengkritik metode ini, ia berkata12 :
Karya sejarah Abu Ja’far Muhammad Ibn Jarir al Thobari, sebuah karya
cemerlang melebihi karya-karya sejarah yang lain, telah menghimpun
beberapa macam khabar, meliputi berbagai peninggalan, berisi beragam
ilmu. Kitab ini adalah sebuah buku yang mempunyai faidah besar dan
sangat bermanfaat.

2. Hauliyat (kronologi berdasar tahun)


Priode sebelumnya, para sejarawan muslim menuliskan sejarah dengan acak
dan beratur (tidak kronoligis), maka pada perkembangan selanjutnya para sejarawan
menggunakan metode penulisan : hauliyat (pelukisan sejarah berdasarkan tahun
kejadian). Adapun yang dimaksud dengan metode ini adalah penulisan sejarah yang
menggunakan pendekatan tahundemi tahun. Dalam metode ini bermaca macam
peristiwa dihimpun sesuai tahun kejadian peristiwa tersebut. apabila peristiwa yang
terjadi dalam tahun tersebut telah selesai dipaparkan maka akan beralih ketahu
berikutnya.at tobari adalah salah satu tokoh besar dalam kategori ini, oleh banyak
pemerhati sejarah ia dipandang sebagai sejawaran muslim pertama yang
menghasilkan metode hauliyat, yang terkenal dengan karyanya ”tarikh al umam wa
al mulk”.
12
Al Mas’udi, Muruzu az Zahab, Beirut : darl Fikr, 1973. hal. 15.

8
Walaupn metode penulisan ini telah mengalami kemajuan dari metode
sebelunya namun tetap memiliki kelemahan yaitu, terputusnya komunitas sejarah
yang panjang dan memiliki hubungan yang berkelanjutna dalam beberapa tahun.
Sehingga sejarah tersebut menjadi terpisah-pisah dan sulit untuk diadakan
rekonstruksi kembali.

3. Madhuiyat (tematik)
Melihat kesulitan yang dihadapi dalam metode hauliyat maka Ibnu Atsir
melontakan kritikan terhadap metode tersebut dan mangajukan corak tematik
sebagai alternatif. Walau demikian, ia tidak termasuk sejarawan yang pertama
menggunakan metode tematik dalam karyanya, karena sebelumnya telah ada al
Ya’qubi (wafat 284 H)

Sejarawan Muslim Era Klasik dan Pertengahan


a. Al Thabari
Nama lengkapnya adalah Abu Ja’far Muhammad Ibn Jarir At Thobari. Kahir
di Amul, Tharabaristan tahun 224 H/839 M dan wafat di Baghdad tahun 310 H/923
M.13
Ia adalah seorang sejarawan besar, ensiklopedis, ahli tafsir, ahli Qiroat, ahli
hadits dan ahli fiqih. Pada usia tujuh tahun ia telah hafal al Qur’an.

Metode Sejarah At Thabari


1. informasi yang disampaikannya senantias abersandar pada riwayat.
2. menyebtkan sanad hingga sampai pada tangan pertama
3. sistematika penulisan sejarahnya sesuai kronologisnya (menggunakan metode
hauliyat)
4. informasi sejarah yang tidak diketahui tahunnya ditulisnya dengan menggunakan
maudhui (tematik)
5. menyajikan teks-teks sastra seperti syait dan pidato

13
Muhammad Husain az Zahabi, at tafsir wa al muFassirun, Kairo : Maktabah Wahbah, 1992. jil.
1. hal 202

9
b. Al Mas’udi
Nama lengkapnya adalah Abu Hasan Ali Ibn Husayn Ibn Ali. Ia adalah
sejarawan dan ahli geografi, ahli geologi, ahli zoologi, ilmu kalam dan sebagainya.
Dalam penulisan sejarah14 dimasanya yang mayoritas menggunakan
pendekatan tahun, justru al Mas’udi telah menggunakan pendekatan tematik. Tema-
temanya bertolak dari :
1. bangsa-bangsa
2. raja-raja
3. dinasti-dinasti.
Dalam pemaparan sejarah ia menyajikannya dengan sangat menarik, diramu
dengan peristiwa-peristiwa politik, peperangan dan informasi tentang masyarakat dan
adat istiadanya. Disamping pembahasan geografis yang bernilai tinggi. Dalam hal
geografis ini banyak sejarawan yang mengikuti langkahnya termasuk Ibnu Khaldun.

c. Al Biruni
Nama lengkapnya adalah Abu Rayhan Muhammad bin Ahmad al Biruni al
Khawarizmi. Lahir di Khawarizm, turkmenia pada tahun 363 H dan wafat di Ghazna
pada tahun 448 H. Pada masanya ia termasuk ulam besar yang menguasai ilmu-ilmu
sejarah, matematika, fisika, ilmu falak, kedokteran, ilmu-ilmu bahasa, geologi,
geografi dan filsafat.
Dalam penulisan sejarah15, ia memulainya dengan :
1. wawancara terhadap ahlul kitab, penganut sekte-sektenya dan orang-orang yang
memiliki pengetahuan tentang masalah yang diteliti.
2. jawaban dari wawancara yang diadakan dijadikan sebagai dasar pertama
3. hasil wawancara dibandingkan antara satu dengan wawancara yang lain
14
Diantara karya-karyanya adalah : (1) Dzakhair Al Ulum Wa Ma Kana Fi Sair Ad Duhur, (2) Al
Istidzkar Lima Marra Fi Salaf Al Amar, (3) Tarikh Fi Akhbar Al Umam Min Al Arab Wa Al Ajam, (4) Akhbar
Al Zaman Wa Man Abadahu Al Hadsan Min Al Mam Al Madhiyah Wa Ajyal Al Haliyah Wa Al Mamalik Al
Dairah. (5) Al Wasith (6) Muruj Az Zahab Wa Al Maadin (7) At Tanbih Wa Al Isyraf (8) Al Shofwah Fi Al
Imamah (9) Al Istinshar, Dll
15
Diantara karya-karyanya yang bisa dikategorikan sebagai buku sejarah adalah : (1) Al Atsar Al
Baqiyah An Al Qurun Al Kholiyah (2) Tahqiq Maali Al Hind Min Maqulah Maqbulah Fi Al Aqli Al
Ma’zulah.

10
4. lalu dengan kekuatan rasio maka diadakanlah kritik sehingga dapat diketahui yang
mana yang benar dan yang mana yang diragukan kebenarannya.
Cara ini diakui oleh al Biruni adalah jalan yang sulit, apalagi jika yang
diteliti berkenaan dengan zaman yang sudah lama berlalu. Ia berkata ”jalan yang saya
tempuh dalam penelitian untuk ini bukanlah dekat dari sumbernya, sehingga karena
demikian jauh dan sulitnya, bisa jadi tidak mencapai sasaran. Apalagi informasi yang
saya terima sdah bercampur dengan kebathilan yang sangat banyak. Namun, sejauh
yang dapat dikerjakan adalah menganggap informasi tertentu sebagai informasi yang
benar, apabila tidak ada bukti langsung (syawahid) ata tidak langsung (Qorinah)
bahwa informasi itu salah.

d. Ibnu Khaldun
Nama lengkapnya adalah Abd al-Rahman ibn Muhammad ibn Muhammad ibn Abi
Bakr Muhammad ibn al-Hasan Ibn Khaldun. Lahir pada 27 Mei 1332 di Tunisia dan
meninggal 17 Maret 1406 di Kairo, Mesir.

Kondisi Masyarakat Islam Masa Ibnu Khaldun


Era Ibnu Khaldun hidup dipandang dari segi sejarah Islam adalah era kemunduran
dan perpecahan. Beberapa abad sebelumnya semenjak abad ke-8 sampai sekitar abad 12
dan 13, Arab pernah dijuluki ”mukjizat Arab”16. Tokoh Ibnu Khaldun digambarkan sebagai
tokoh budaya Arab-Islam yang paling kuat dimasa kemundurannya.17

Dimasa hidup Ibnu Khaldun, di Afrika Utara bagian Barat tepatnya Maghrib
tempat Beliau lahir dan malang melintang dalam bidang politik aktif terdapat tiga buah
negara yang selalu berperang antar sesamanya.masing-masing berusaha menghancurkan
pihak lain. Ketika itu perpindahan loyalitas dari negara Islam yang satu kepada negara
Islam yang lain tidak diangggap sebagai hal yang luar biasa. Hal yang demikian

16
A. Rahman Zainuddin, Kekuasaan dan Negara, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. 1992 . hal.
24, Mengutip dari Yves Lacoste, “la Grande Oeuvre d’Ibn Khaldoun,” La Pensee (Paris) LXIX (1956), 11
17
M. Talbi, Encyclopedia Of Islam, dalam bab Ibnu Khaldun

Maroko

11
menimbulkan penafsiran pada sebagian pemerhati politik Ibnu Khaldun bahwa ia tidak
mengenal loyalitas dan bersifat sangat oportunis.18
Sementara itu Di Eropa telah tanpak tanda-tanda perubahan dan kebangkitan, suatu
suasana yang bisa langsung dirasakan oleh Ibnu Khaldun sendiri. Abad ke-13 di Eropa
didominasi para pemikir konstruktif positif, masa para ahli teologi dan filosof spekulatif.
Saling kritik dalam sebuah masalah menjadi sebuah fenomena baru yang
membangun, meskipun demikian mereka tetap menerima prinsip-prinsip metafisis yang
mendasar. Mereka juga mempercaya bahwa otak manusia memiliki kemampuan untuk
melampaui dunia fenomena ini dan mencapai kebenaran metafisis. Karena itu abad ke-13
itu juga merupakan abad yang sangat menonjol dibidang intelektual, karena di waktu itu
disadari adanya sintesa antara rasio dan keyakinan atau antara filsafat dan teologi.19
Pada abad ke-14, di Barat terjadi kecendrungan kuat kalangan penguasa sipil untuk
menegaskan kemandiriannya dari Gereja. Dari abad inilah dimulainya sejarah timbulnya
negara-negara nasional yang kuat yang kemudian menjadi ciri yang sangat penting dari
bentuk negara di Eropa setelah masa abad pertengahan. Proses sentralisasi kekuasaan itu
dipercepat juga oleh peristiwa pengasingan para Paus yang berasa di Avignon antara tahun
1305-1377.
Jadi, apabila abad ke-13 digambarkan sebagai abad pemikir kreatif dan orisinal,
maka abad ke-14 adalah abad timbulnya berbagai mazhab yang saling berbeda pendapat. 20
Sedangkan dipandang dari segi kehidupan universitas, terutama di Paris merupakan abad
berkembangnya sains.21
Ibnu Khaldun sendiri telah menyadari fenomena ini, dalam al-Muqoddimah, Beliau
menulis22 :
Demikianlah dimasa sekarang ini telah sampai berita-berita kepada kami bahwa
ilmu-ilmu filsafat ini telah mengalami kemajuan yang pesat di negeri Franka
(Ifranjah), di tanah Roma dan daerah-daerah bagian utara yang berdekatan

18
Muhammad Abdullah Enan, Ibnu Khaldun : His Life and Work, Lahore : M. Asraf, 1973 hal.
1941
19
Frederik Copleston, A History Of Fhilosophy, Volume III: Ockham To Suarez The Bellarmine
Series XIV, London : Search Press Limited, 1953. Hal. 1
20
Copleston, 10.
21
Copleston, 15
22
Abdurrahman Ibn Kholdun, Tarikh Ibnu Khaldun (Diwan al-Mubtada’I wa al-Khobar fi Tarikh
al-Arab wa al-Barbar wa Man A’shorohum min Zawi as-Syakni al-Akbar), Libanon : Dar al-Fikr, 1996, hal.
117-118

12
dengannya. Teori-teoraninya telah diperbaharui kembali, tempat-tempat
mempelajarinya banyak sekali, buku-buku serba mencakup dan dan terdapat dalam
jumlah yang memadai, sedangkan orang-orang yang mempelajarinya juga sangat
banyak jumlahnya. Hanya Tuhanlah yang lebih tahu tentang apa sebenarnya yang
sedang terjadi. Ia menciptakan dan memilih apa saja yang dikehendaki-Nya.

Sementara Di Afrika Utara kampung halaman Ibnu Khaldun dibesarkan, terjadi


perkembangan politik yang sangat pesat. Ketika itu Imperium al-Muwahhidun baru saja
pecah dan berdirilah sejumlah negara-negara kecil, Di Tunis terdapat Emirat Bani Hafs

(1228-1574). Di Tlemsen dan Di Barbaria Tengah berdiri Emirat Bani Wad. Di Maroko
terdapat kerajaan Bani Marin (1269-1420). Di Mesir Mamluk tengah berkuasa (1250-
1517), pada masa itu juga terdapat Imperium Timurlane yang usianya dan masa hidupnya
hampir sama dengan Ibnu Khaldun. Mereka sempat bertemu pada tahun 1401 di luar
dinding kota Damaskus. Suatu pertemuan yang sangat bersejarah.23

Di Iran masa Ibnu Khaldun adalah sama dengan seorang penyair dari Syiraz (1320-
1389), demikian juga seorang ahli sejarah yang bernama Nizamuddin Syami, yang pernah
menulis tentang sejarah pemerintahan Timurlane pada tahun 1401. selain mereka, Ibnu
Khaldun menulis beberapa nama penulis Arab diantaranya : Ibnu Battuta yang tak pernah
bertemu (1304-1369), demikian juga seorang ahli Ilmu Bumi, Umary (1349)- Mesir dari
Suriah, dan al-Maqrizi mendapatkan kesempatan duduk dalam kelas yang diajar oleh Ibnu
Khaldun di al Azahar.24

Sebagai perbandingan dengan dunia yang dihadapi Ibnu Khaldun di Afrika Utara
dan di Andalusia, di belahan dunia yang lain bisa kita temukan Premiers Valois (1328-
1498) di Prancis, dan seorang ahli kebudayaan Jean Froissart.25


Al-Jazair Sekarang
23
Ibnu Khaldun, Discours sur I’historie Universelle (al-Muqoddimah) Tradction novella, preface
et notes par Vincent monteil; Beirut : Bommisiopn internationale pour la traduction des chefs d’oevres, 1967,
Jil. I, Hal. Vii.
24
Monteil, Jil. I, Hal. vii
25
Monteil, Jil I hal. viii

13
Afrika Utara, Semasa dgn :
Terjadi Timurlane,
cekcok Nizamuddin,
Politik Ibnu Batuta,
sesama Islam Umary, dll

Masa hidup
Ibnu
Khaldun
Eropa, sejak Paris, klngn
Abad 14
abad 13 Universitas
terjadi terjadi
kebangkitan perkemba-
intelektual ngan sains

Barat, abad
14, upaya
kemandirian
Negara dari
Gereja

Riwayat Hidup Ibnu Khaldun

Keluarga Ibn Khaldun merupakan orang berada yang memberikan pendidikan


terbaik kepadanya. Ibn Khaldun merupakan salah seorang pakar sejarah Arab teragung,

14
juga dikenali sebagai bapak sejarah kebudayaan dan sains sosial modern. Ibn Khaldun turut
mengembangkan falsafah tidak berasaskan keagamaan paling awal, terkandung dalam
karyanya Muqaddimah (“Pengenalan”). Ibn Khaldun juga menulis sejarah Muslim di
Afrika Utara yang terulung.
Dari riwayat hidup Ibnu Khaldun dalam bukunya Muqoddimah, dapat diketahui
bahwa asal usul keluarga Ibnu Khaldun adalah dari Hadramaut, Yaman Selatan. Nenek
moyangnya pindah ke Hijaz sebelum datangnya Islam, ada diantara nenek moyangnya
yang menjadi sahabat Rasulullah saw yang terkenal bernama Wa’il bin Hujr. Beliau pernah
meriwayatkan sejumlah hadits, serta pernah pula dikirim Nabi ke daerah-daerah untuk
mengajarkan agama Islam kepada penduduk daerah itu.26
Di Andalusia keluarga Khaldun ini memainkan peranan yang sangat menonjol, baik
dari segi ilmu pengetahuan maupun dari segi politik. Mula-mula mereka menetap di kota
Carmona, dan kemudian pindah kekota Sevilla. Kemudian situasi di Andalusia sudah mulai
kacau. Adapun faktor munculnya kekacauan tersebut adalah :
- perpecahan yang terjadi diantara kaum muslimin sendiri
- serangan pihak Kristen dari utara semakin lama semakin meningkat sehingga
akhirnya seluruh semenanjung itu jatuh ketangan mereka.
Disaat terjadi gejolak di Sevilla itu, tokoh-tokoh dari keluarga Khaldun juga ikut
memainkan peranan aktif.27 Ketika situasi semakin gawat di Andalusia, kelurga khaldun
pindah ke Tunis. Di tempat baru ini, mereka juga memainkan peranan penting, baik di
bidang politik maupun di bidang ilmu pengetahuan, kecuali bapaknya Ibnu Khaldun yang
memahami demikian berbahanya bergerak dibidang politik sehingga ia memutuskan untuk
menjauh dari bidang politik dan lebih fokus di bidang ilmu pengetahuan. Ibnu Khaldun
adalah lima orang bersaudara, akan tetapi yang cukup dikenal dalam sejarah hanya dia dan
saudaranya yang bernama Yahya.28
Dari latar belakang ini dapat disimpulkan bahwa keluarga Ibnu Khaldun banyak
bergerak dibidang politik dan ilmu pengetahuan, karenanya adalah hal yang sangat logis
jika Ibnu Khaldun mampu menyatukan kedua hal ini dalam dirinya.

26
Ibnu Kholdun, Muqoddimat Ibni Kholdun, ed. Abdul Wahid Wafi, Kairo : Lajnah al-Bayan al-
Araby, 1958. hal. 28
27
wafi, 28-29
28
wafi, 31-32

15
Masa hidup Ibnu Khaldun secara garis besar bisa dibagi menjadi tiga tahapan29
yaitu :
1. masa di Tunis yang merupakan masa pendidikan dan permulaan karir di bidang
pemerintahan (1332-1350)30 pendidikan pertama diperolehnya dari orang tuanya
sendiri dan berbentuk suatu pendidikan tradisional. Mata pelajaran yang
dipelajarinya adalah Bahasa Arab dan sastra, al-Qur’an dan tafsir, hadits dan ilmu-
ilmu hadits, kemudian ia mendapat pelajaran lain seperti logika dan filsafat.
2. masa ketika berada di Fez di Maroko (1351-1382), ditandai oleh keterlibatan Ibnu
Khaldun dalam politik praktis.31 Ketika itu bakat Ibnu Khaldun yang sangat luar
biasa telah tampak. Melalui persekongkolannya dengan berbagai tokoh dan
kelompok, Ibnu Khaldun berhasil memegang berbagai jabatan yang tinggi tanpa
meninggalkan perkembangan ilmu pengetahuan. Keterlibatannya dalam politik
praktis menyebabkannya mendekam dalam penjara selama kira-kira dua tahun.
Petualangan Ibnu Khaldun di bidang politik ini tidak memberikannya ketenangan
dan ketentraman sehinga ia melarikan diri ke Andalusia dan berbakti kepada raja
Muhammad yang sedang berkuasa di Andalusia saat itu. Di Andalusia Ibnu
Khaldun bertemu Ibnu al Khatib seorang pemikir dan budayawan yang juga
menjadi perdana menteri. Ketika berada di Andalusia inilah Ibnu Khaldun
mendapatkan tugas untuk mengadakan perundingan dengan Pedro yang kejam,
penguasa kristiani yang telah menjadikan Sevilla sebagai ibu kotanya. Keberhasilan
Ibnu Khaldun dalam perundingan ini menyebabkan raja semakin percaya dan
memberinya kedudukan penting. Keberhasilan yang diraih oleh Ibnu Khaldun ini
menimbulkan rasa isi pada sahabatnya Ibnu al Khatib, menyadari gelagat ini Ibnu
Khaldun memutuskan kembali ke Afrika Utara. Namun kembali lagi ketika ia
berada di Afrika utara ia terlibat kembali dalam politik praktis yang ditandai dengan
pertempuran dan persaingan yang tidak habis-habisnya antara berbagai dinasti kecil
yang ada. Hal ini membuktikan bahwa Ibnu Khaldun sangat terkenal dan harapkan

29
Menurut Badri Yatim, merujuk kepada al Muqoddimah, bahwa kehidupan Ibnu Khaldun dapat
dibagi menjadi empat fase, yaitu fase kelahiran (1332-1350 M), fase bertugas dipemerintahan dan terjun
kednia politik (1350-1374 M), fase kepengarangan ketika ia berada di Benteng Ibn Salamah milik Banu Arif
(1374-1382 M), fase mengajar dan bertugas sebagai hakim negeri di Mesir hingga wafat (1382-1406 M)
30
wafi, 37
31
wafi, 40

16
oleh setiap penguasa untuk senantiasa berada dibarisannya, karena perananya yang
demikian besar dalam setiap pertepuran. Menyadari demikian berbahanya politik
praktis maka Ibnu Khaldun memutuskan untuk bergerak dibidang ilmu
pengetahuan. Karenanya Ibnu Khaldun mengasingkan diri di tengah padang pasir di
Qol’at Bani Salamah di daerah Aljazair. Disanalah lahirnya Muqoddimah yang
membuat namanya terkenal. Setalah empat tahun terpencil di Qol’at Bani Salamah
ia kembali ke Tunis untuk menyempurnakan tulisannya dengan menggunakan
fasilitas perpustakaan yang terdapat di Tunis Namun karena adanya dua hal yaitu :
- penguasa di Tunis ingin melibatkannya dalam politik praktis
- para ahli ilmu pengetahuan tidak menerimanya dengan baik bahkan
menjadikannya sebagai saingan.
maka Ibnu Khaldun meninggalkan Afrika Utara belahan Barat dan pergi ke Timur
dengan alasan menunaikan ibadah haji.
3. Kehidupannya di Mesir hingga wafat (1382-1406), tahap terakhir dalam
kehidupannya ini dilaluinya dengan menjadi guru dan hakim. Sesampainya di
Mesir, ia sangat cepat menarik perhatian penguasa dan memberikannya kesempatan
untuk memberikan perkuliahan diberbagai perguruan tinggi termasuk juga al Azhar,
disamping itu ia juga diangkat menjadi mufti mazhab Maliki oleh Sultan Abul
Abbas raja Mesir kala itu. Setelah merasa mantap tentram menetap di Mesir iapun
membawa keluarganya Ke Mesir setelah mendapat dukungan dari pemerintah Mesir
saat itu, ketika kapal yang mereka tumpangi tiba di Iskandariah terjadilah angin
topan yang sangat dahsyat hingga menenggelamkan kapal dan seluruh

17
penumpangnya hingga Ibnu Khaldun berkata ”habislah seluruh harta dan keluarga”.

Tahapan Masa Hidup


Ibnu Khaldun

Masa Di Tunis Masa Di Maroko Masa Di Mesir


(1332-1350) (1351-1382) (1382-1406)

Karya Ibnu Khaldun


Diantara karya monumental Ibnu Khaldun adalah Muqoddimah yang merupakan
sebuah pendahuluan dengan konsentrasi manusia dalam kehidupan bermasyarakat serta
aspek-aspek yang akan ditimbulkan sebagai akibat dari kehidupan bermasyarakat baik dari
bidang budaya, sejarah negara, pembangunan, ekonomi, ilmu pengetahuan dan tekhnologi.
Dengan kandungan yang sangat bervariasi maka buku ini bisa dikategorikan sebagai buku
ensiklopedi. Luasnya bidang keilmuan yang dijelajahi Ibnu Khaldun dalam Muqoddimah
sehingga menimbulkan perbedaan pendapat tentang kategori buku tersebut pada saat ini.
Akan tetapi setelah menelaah secara keseluruhan maka orang akan merasa pasti bahwa
buku ini adalah sebuah buku tentang ilmu-ilmu sosial dan merupakan sumbangan yang
sangat besar terhadap khazanah ilmu pengetahuan manusia. Buku Muqoddimah adalah
sebuah buku yang berdiri sendiri, meskipun pada mulanya merupakan bagian dari sebuah
karya yang lebih besar yaitu buku ’Ibar (suri tauladan)32 yang terdiri dari tiga jilid.
Pendahuluan dan jilid pertama dari buku ’Ibar inilah yang kemudian menjadi buku
”Muqaddimah”. Sedang jilid kedua khusus tentang sejarah bangsa Arab serta bangsa-
bangsa lain yang semasa dengannya sedang jilid ketiga khusus membahas tentang bagsa
Berber yang berada di Afrika Utara.

32
Buku “Ibar memiliki nama lengkap : Kitab al-’Ibar wa-Diwan al-Mubtada’wa al-Khobar fi
Ayyam al- a’rab wa al-ajam wa al-Barbar wa Man ‘Asharahummin Dzawi as-Sulthan al-Akbar.

18
Faktor yang mendorong Ibnu Khaldun untuk menulis buku al ’Ibar karena
persepsinya bahwa sejarah adalah sebuah cabang ilmu pengetahuan yang sangat mulia. Dan
Ibnu Khaldn menjadikan kebenaran sebagai tujuan akhir yang ingin dicapainya. Bagi Ibnu
Khaldun sejarah dibagi menjadi dua, yaitu :
pertama : lahir, sebagai sejarah yang dipandang luarnya yang tidak lebih dari kisah masa-
masa dan bangsa-bangsa lalu yang selalu diagung-agungkan atau dihinadinakan.
kedua : batin, yaitu aspek dalam dan makna dari sebuah sejarah yang menjadi suatu
renungan dan penelitian. Memunculkan teori sebab akibat dan latar belakang
dari perkembangan yang terjadi.
Pengaruh Ibnu khaldun tidak hanya dalam bidang ilmu sosial tapi juga merambah
bidang-bidang lain. Misalnya bahasa, secara ilmiah ungkapan-ungkapan bahasa yang
digunakannya belum lumrah bagi masanya.33 Keistimewaan Ibnu Khaldun dalam
mengungkapkan bahasa ini menyebabkan para pakar Khalduni menyebutnya sebagai pakar
perintis dibidang Bahasa Arab. Hanya saja karena dimasanya belum dikenal foot note maka
terkesan terjadi beberapa pengulangan dalam menyajikan gagasan, seandainya pengulangan
tersebut bisa dihindari niscaya buku Muqaddimah tidak setebal saat ini. Walaupun
demikian pengulangan yang dikemukakannya tidaklah ”kering” karena pengulangan
tersebut selalu dihubungkan dengan hal yang baru dan mengemukakan segi baru yang tidak
dikemukakan pada kesempatan sebelumnya. Jika kita telaah muqoddimah, maka bahasa
yang digunakan Ibnu Khaldun adalah bahasa komunikasi dalam perkuliahan dan bukan
bahasa kitab sehingga sangat mudah untuk dicerna.

Kerangka Penulisan Sejarah ”Muqoddimah” Ibnu Khaldun


Kandungan buku Muqoddimah dari awal sampai akhir tersusun rapih dengan sangat
logis. Ibnu Khaldun memulai bukunya dengan satu pendahuluan ringkas tentang sejarah
dan tentang penyalah gunaan sejarah dalam masyarakat baik dikalangan masyarakat awam
maupun kalangan elit. Menurutnya, sejarah pada hakikatnya adalah suatu ilmu pengetahuan
yang sangat mulia dan seharusnya menghantarkan orang menuju kebenaran.34 Walaupun
demikian karena berbagai kekurangan yang terdapat dalam kehidupan manusia, terutama
33
Mengenai sosoknya yang menjadi perintis bahasa, Franz Rosenthal menulis : Another factor to
make for prolicity was Ibn Khaldun’s use of a terminology that was largely his own.” Ibn Khaldun I, Ixix
34
Ibn Khaldun, 1.15

19
dari aspek kejiwaannya, seperti sikap oportunis terhadap penguasa dan lain sebagainya
sejarah telah disalah gunakan sehingga cabang ilmu pengetahuan ini tidak dapat
menunaikan tugasnya dengan maksimal sebagai sebuah ilmu pengetahuan yang
menghantarkan dan menjelaskan kebenaran.
Salah satu kaidah pokok yang dalam pemikiran Ibnu Khaldun yang mendasari
kaidah-kaidah yang ada dalam bukunya, adalah bahwa segala sesuatu yang ada dialam
semesta ini selalu bergerak dari keadaan yang sederhana menuju keadaan yang lebih
canggih. Demikian juga dengan perkembangan manusia. Karena peradaban manusia
senantiasa berkembang dari keadaan yang sangat sederhana menuju keadaan yang lebih
maju dan lebih canggih hingga pada akhirnya akan sampai pada titik yang paling maju dan
canggih. Karenanya dalam Muqoddimah, Ibnu Khaldun memulai membahas tentang
peradaban yang terbelakang. Dalam pendapatnya jenis tersebut terwakili oleh kelompok
Badui yang hidup ditengah padang pasir tandus, dari peradaban inilah bergerak melaju
hingga masuk pada peradaban sebuah kota metropolitan yang serba maju. Dan dikota yang
paling maju inilah akan terdapat peradaban yang paling maju juga.
Dalam bab-bab berikutnya, ia berbicara tentang peradaban yang lebih maju, tentang
kota dan permasalahannya, tentang ekonomi dan problemanya, tentang Ilmu Pengetahuan
dan tekhnologi serta segala cabang dan permasalahannya. Dalam temanya inilah Ibnu
Khaldun menjelaskan tentang konsep kekuasaan dan konsep negara yang merupakan hal
sentral dalam pemikirannya.
Bagi Ibnu Khaldun manusia adalah makhluk yang paling mulia dan memiliki
peranan terpenting dalam alam semesta karena telah mendapatkan penghargaan langsung
dari Tuhan dengan dijadikan khalifah, karena topik pembahasan adalah manusia sebagai
pelaku sejarah, maka susunan bab-bab selanjutnya diatur dengan sangat rapih. Manusia
dalam perhatiannya tidak saja hanya dipandang sebagai suatu unit dalam alam semesta tapi
posisinya sebagai unit terpenting dari segala hal yang ada di alam semesta ini yang unsur-
unsur pokoknya terdiri dari tanah, air, udara dan api.35
35
Ungkapan Ibnu Khaldun ini sangatlah bijak, karena empat unsur tersebut adalah unsur-unsur
yang sangat penting dalam mengisi alam semesta. Manusia sendiri diciptakan dari saripati tanah, lihat, QS : al
An’am : 2, QS : al Mukminun : 12, QS : as Sajadah : 7, QS : as Shofat : 11, QS : Shod : 71,76. demikian juga
dengan air yang menjadi sumber kehidupan segala sesuatu, lihat, QS : al Anbiya’ : 30. demikian juga udara
memiliki peran yang sangat besar dalam kehidupan semakain terbuka udara maka semakin membuka peluang
ntuk bernafas dengan baik, semakin sedikit udara maka semakin penyesakkan pernafasan. Lihat : QS : al
An’am 125. demikian juga dengan api yang menjadi hal yang sangat penting dan tidak bisa dipisahkan dari

20
Setelah menjelaskan tentang hal ini, iapun menjelaskan tentang makhluk yang ada
di muka bumi seperti benda mati, tumbuh-tumbuhan, binatang, dan manusia sebagai
makhluk terlengkap yang dapat disaksikan oleh panca indera. Demikian juga ia
menjelaskan tentang makhluk yang tidak dapat dijangkau oleh pancaindera seperti
malaikat, kenabian dan kerasualan dan proses tibanya wahyu yang menggunakan sisi alam
malaikat.
Dalam kajian Ibnu Khaldun, manusia lebih banyak dipandang sebagai makhluk
bermasyarakat dan bukan makhluk individu. Karena masyarakat manusia itu hidup diatas
dunia. Seementara dunia ini sendiri dibagi-bagi menjadi beberapa kawasan sesuai iklim dan
cuaca. Walaupun demikian, pengetahuan Ibnu Khaldun tentang ilmu bumi yang dicapainya
kala itu tidak bisa dibandingkan dengan kemajuan yang telah dicapai saat ini.
Selanjutnya dalam pembahasannya ia menjelaskan jenis perbedaan manusia, baik
dari segi warna kulit, bahasa watak dan pembawaan.36 Perbedaan jenis ini sangat
dipengaruhi oleh lingkungan sehingga ia menjelaskan interaksi manusia dengan lingkungan
dalam satu bab khusus.37
Pada bab selanjutnya ia menjelaskan kehidupan golongan primitif yang hidup
dalam kesederhanaannya. Ibnu Khaldun melihat potensi-potensi positif yang terdapat
dalam diri golongan primitif tersebut diantaranya : kemurnian keturunan, sifat kebaikan
yang murni, keberanian dalam menghadapi bahaya, percaya diri dan solidaritas yang tinggi.
Pada bab selanjutnya Ibnu Khaldun menjelaskan manusia sebagai makhluk
berkuasa. Dalam pandangan Ibnu Khaldun, kehidupan berpolitik dan bernegara hanya
milik manusia semata. Sehingga dengan panjang lebar ia menjelaskan tentang kehidupan
bernegara dan perkembangannya. Dari awal sebuah Ashobiyah (solidaritas) tumbuh
menjadi penggerak sehingga melahirkan gerakan untuk menciptakan sebuah negara hingga
pada saat negara telah kokoh dan mantap Ashobiyah (solidaritas) tidak dubutuhkan lagi.
Demikian juga sebuah negara yang berasal dari negara kecil akan berkembang menjadi

kehidupan manusia, bahkan Iblis memandang api sebagai satu hal yang sangat mulia sehingga menjadi
argumennya ketika membantah perintah Tuhan-nya. QS : al A’raf : 12, QS : Shod : 76.
36
Perbedaan kafilah dan negara/daerah telah dijelaskan dalam al Qur’an. Lihat al Hujarat : 13,
demikian juga perbedaan warna kulit dan bahasa. QS : ar Rum : 22
37
Dalam hal hbungan manusia dan lingkungan ini, para pakar berpendapat bahwa asal usul
pemikiran Montesquie ”pengarh iklim terhadap kelompok manusia” berasal dari Ibnu Khaldun. Lihat :
Warren E. Gates, ” the Spread of Ibn Khaldun’s Ideas on Climate and Culture,” Journal Of History of Ideas,
28 (1967), hal. 415-422.

21
negara yang sangat besar dan mencapai kejayaannya lalu kemudian akan memudar yang
hancur. Hal ini sejalan dengna sunnatullah bahwa tidak ada yang kekal dimuka bumi ini
kecuali Allah swt.38
Di dalam karya sejarahnya ini, Ibnu Khaldun tidak menggunakan ungkapan filsafat
sejarah sebagai sebutan kajiannya, tetapi menyebtnya dengan nama al Umran al basyary
yang secara harfiah berarti masyarakat manusia. Namun menurut Zaynab al Khdhary,
banyak para peneliti yang berpendapat bahwa yang dimaksud Ibnu Khaldun dengan al
Umran al basyary adalah kebudayaan.39

Metode Sejarah Ibnu Khaldun


Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh seorang sejarawan dan sebab-sebab
kesalahan dalam penulisan sejarah.

A. Syarat-Syarat Yang Harus Dipenuhi Oleh Seorang Sejarawan


1. memiliki pengetahuan tentang prinsip-prinsip politik, watak segala yang ada,
perbedaan bangsa-bangsa, tempat-tempat dan priode-priode dalam hubungannya
dengan sistem kehidupan, nilai-nilai akhlak, kebiasaan, sekte-sekte, mazhab-
mazhab, dan segala ihwal lainnya. Selanjutnya iapun perlu memiliki
pengetahuan tentang situasi-situasi dan kondisi mendatang dalam semua
aspeknya.
2. harus mampu mmbandingkan kesamaan dan perbedaan kini dengan masa lalu.
3. harus mampu mengetahui keadaan dan sejarah orangorang yang mendukung
suatu peristiwa.

B. Sebab-Sebab Kesalahan Dalam Penulisan Sejarah


1. keberpihakan terhadap suatu pihak atau kepercayaan
2. terlalu percaya kepada penutur tanpa dilakukan ta’dil dan tarjih

38
QS; Ar Rahman : 27, dan QS : al Ahzab : 62
39
Op.cit, Badri Yatim, hal. 154

22
3. tidak sanggup memahami hakikat dari sebuah peristiwa (maksud sebenarnya
dari sebuah informasi)
4. memutlakkan sebuah kebenaran
5. tidak mampu menempatkan sebuah peristiwa dalam hubungannya dengan
peristiwa-perostiwa yang sebenarnya
6. adanya latar belakang kepentingan
7. tidak memahami hukum-hukum, watak dan perubahan masyarakat
8. kesalahan dalam memahami sebuah berita/informasi
9. Menganalogikan secara mutlak masa lalu dengan masa kini.40

Penutup
Buku Muqoddimah merupakan sebuah buku yang membicarakan sejarah dan
interaksi sosial baik secara individu maupun dalam ruang lingkup yang lebih besar yang
berbentuk negara. Kandungan buku ini sangat perlu untuk ditelaah dan dikaji lanjut
sehingga bisa memberikan inspirasi dan mampu ditarik sebuah manfaat untuk
menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi manusia era globalisasi saat ini.

40
Op.cit, Badri Yatim, hal. 144-151

23
Daftar Pustaka

Abdullah, Taufik dan Abdurrachman Surjomiharjo, Ilmu Sejarah dan Historiografi: Arab

dan Perspektif, Jakarta : PT Gramedia, 1985

Abu Syuhbah, Muhammad bin Muhammad, al-Isroiliyat wa al-Maudhuat fi Kutubi at-

Tafsir 1408, kairo, Maktabah as Sunnah

Ibnu Khaldun, Discours sur I’historie Universelle (al-Muqoddimah) Tradction novella,

preface et notes par Vincent monteil; Beirut : Bommisiopn internationale pour la

traduction des chefs d’oevres, 1967

Ibn Kholdun, Abdurrahman, Tarikh Ibnu Khaldun (Diwan al-Mubtada’I wa al-Khobar fi

Tarikh al-Arab wa al-Barbar wa Man A’shorohum min Zawi as-Syakni al-

Akbar), Libanon : Dar al-Fikr, 1996

Ibnu Kholdun, Muqoddimat Ibni Kholdun, ed. Abdul Wahid Wafi, Kairo : Lajnah al-Bayan

al-Araby, 1958

Copleston, Frederik, A History Of Fhilosophy, Volume III: Ockham To Suarez The

Bellarmine Series XIV, London : Search Press Limited, 1953.

Enan, Muhammad, Abdullah, Ibnu Khaldun : His Life and Work, Lahore : M. Asraf, 1973

Al Mas’udi, Muruzu az Zahab, Beirut : darl Fikr, 1973.

24
Nashshar, Husein , Nas’ah at tadwin at tarikh inda al Arab, Kairo : Maktabah an Nahdoh

al Misriyah, tt.

Talbi, M, Encyclopedia Of Islam, dalam bab Ibnu Khaldun

Tarhini, Muhammad Ahmad , al Muarrikhun wa at tarikh inda al Arab, Beirut : Dar al

Kutb al Ilmiyah, 1991, Muhammad Husain az Zahabi, at tafsir wa al muFassirun,

Kairo : Maktabah Wahbah, 1992.

Zainuddin, A. Rahman, Kekuasaan dan Negara, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. 1992.

Mengutip dari Yves Lacoste, “la Grande Oeuvre d’Ibn Khaldoun,” La Pensee

(Paris) LXIX (1956),

Yatim, Badri,Historiografi Islam, Jakarta : Logos. 1997

25

You might also like