You are on page 1of 23

Pemikiran Politik Ibnu Khaldun1

Oleh : H. Agus Jaya2

Pendahuluan

Sepanjang sejarah pemikir politik mulai dari Socrotes hingga para pemikir
kontemporer, mereka senantiasa eksis dengan masalah-masalah relevan untuk dikaji yang
mereka suguhkan. Karena itu mempelajari, menelaah dan merenungkan masalah-masalah
yang mereka kemukakan tetap urgen terutama dalam rangka menanggulangi problem nyata
yang kita hadapi.
Di antara topik besar yang mereka kemukakan adalah masalah kehidupan berpolitk
manusia dalam sebuah masyarakat yang dikemukan oleh Ibnu Khaldun. Dalam makalah
ini, penulis berusaha mengemukakan pendapat Ibnu Khaldun (1332-1406) yang
berdasarkan pengalamannya yag sangat luas di bidang politik praktis dan pengamatannya
yang tajam dalam bidang pemikiran Politik yang dituangkan dalam bukunya yang berjudul
Muqoddimah3
Dalam bukunya tersebut Ibnu Khaldun menawarkan suatu penafsiran yang
sekaligus sederhana dan mendasar terhadap masalah kekuasaan dan negara sehingga rele-
vansinya sangat kental terhadap pemikiran politik yang demikian dominan terjadi saat ini.

Kondisi Masyarakat Islam Masa Ibnu Khaldun


Era Ibnu Khaldun hidup dipandang dari segi sejarah Islam adalah era kemunduran
dan perpecahan. Beberapa abad sebelumnya semenjak abad ke-8 sampai sekitar abad 12
dan 13 arab pernah dijuluki ”mukjizat Arab”4. Tokoh Ibnu Khaldun digambarkan sebagai
tokoh budaya Arab-Islam yang paling kuat dimasa kemundurannya.5

1
Tugas Makalah bidang studi Filsafat Politik, Dosen Pembimbing : DR Hatamar Rasyid, MA,
disajikan pada Seminar Kelas SPI Semester II.
2
Mahasiswa Pasca Sarjana IAIN Raden Fatah Palembang, Semester II, Program Studi Sejaraha
Peradaban Islam, Konsentrasi Tafsir Hadits.
3
A. Rahman Zainuddin, Kekuasaan dan Negara, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 1992. hal : x
4
Ibid, Mengutip dari Yves Lacoste, “la Grande Oeuvre d’Ibn Khaldoun,” La Pensee (Paris) LXIX
(1956), 11
5
M. Talbi, Encyclopedia Of Islam, dalam bab Ibnu Khaldun

1

Dimasa hidup Ibnu Khaldun, di Afrika Utara bagian Barat tepatnya Maghrib
tempat Beliau lahir dan malang melintang dalam bidang politik aktif terdapat tiga buah
negara yang selalu berperang antar sesamanya.masing-masing berusaha menghancurkan
pihak lain. Ketika itu perpindahan loyalitas dari negara Islam yang satu kepada negara
Islam yang lain tidak diangggap sebagai hal yang luar biasa. Hal yang demikian
menimbulkan penafsiran pada sebagian pemerhati politik Ibnu Khaldun bahwa ia tidak
mengenal loyalitas dan bersifat sangat oportunis.6
Sementara itu Di Eropa telah tanpak tanda-tanda perubahan dan kebangkitan, suatu
suasana yang bisa langsung dirasakan oleh Ibnu Khaldun sendiri. Abad ke-13 di Eropa
didominasi para pemikir konstruktif positif, masa para ahli teologi dan filosof spekulatif.
Saling kritik dalam sebuah masalah menjadi sebuah fenomena baru yang
membangun, meskipun demikian mereka tetap menerima prinsip-prinsip metafisis yang
mendasar. Mereka juga mempercaya bahwa otak manusia memiliki kemampuan untuk
melampaui dunia fenomena ini dan mencapai kebenaran metafisis. Karena itu abad ke-13
itu juga merupakan abad yang sangat menonjol dibidang intelektual, karena di waktu itu
disadari adanya sintesa antara rasio dan keyakinan atau antara filsafat dan teologi.7
Pada abad ke-14, di Barat terjadi kecendrungan kuat kalangan penguasa sipil untuk
menegaskan kemandiriannya dari Gereja. Dari abad inilah dimulainya sejarah timbulnya
negara-negara nasional yang kuat yang kemudian menjadi ciri yang sangat penting dari
bentuk negara di Eropa setelah masa abad pertengahan. Proses sentralisasi kekasaan itu
dipercepat juga oleh peristiwa pengasingan para Paus yang berasa di Avignon antara tahun
1305-1377.
Jadi, apabila abad ke-13 digambarkan sebagai abad pemikir kreatif dan orisinal,
maka abad ke-14 adalah abad timbulnya berbagai mazhab yang saling berbeda pendapat.8
Sedangkan dipandang dari segi kehidupan universitas, terutama di Paris merupakan abad
berkembangnya sains.9


Maroko
6
Muhammad Abdullah Enan, Ibnu Khaldun : His Life and Work, Lahore : M. Asraf, 1973 hal.
1941
7
Frederik Copleston, A History Of Fhilosophy, Volume III: Ockham To Suarez The Bellarmine
Series XIV, London : Search Press Limited, 1953. Hal. 1
8
Copleston, 10.
9
Copleston, 15

2
Ibnu Khaldun sendiri telah menyadari fenomena ini, dalam al-Muqoddimah, Beliau
menulis10 :
Demikianlah dimasa sekarang ini telah sampai berita-berita kepada kami bahwa
ilmu-ilmu filsafat ini telah mengalami kemajuan yang pesat di negeri Franka
(Ifranjah), di tanah Roma dan daerah-daerah bagian utara yang berdekatan
dengannya. Teori-teoraninya telah diperbahaarui kembali, tempat-tempat
mempelajarinya banyak sekali, buku-buku serba mencakup dan dan terdapat dalam
jumlah yang memadai, sedangkan orang-orang yang mempelajarinya juga sangat
banyak jumlahnya. Hanya Tuhanlah yang lebih tahu tentang apa sebenarnya yang
sedang terjadi. Ia menciptakan dan memilih apa saja yang dikehendaki-Nya.

Sementara Di Afrika Utara kampung halaman Ibnu Khaldun dibesarkan, terjadi


perkembangan politik yang sangat pesat. Ketika itu Imperim al-Muwahhidun baru saja
pecah dan berdirilah sejumlah negara-negara kecil, Di Tunis terdapat Emirat Bani Hafs

(1228-1574). Di Tlemsen dan Di Barbaria Tengah berdiri Emirat Bani Wad. Di Maroko
terdapat kerajaan Bani Marin (1269-1420). Di Mesir Mamluk tengah berkuasa (1250-
1517), pada masa itu juga terdapat Imperium Timurlane yang usianya dan masa hidupnya
hampir sama dengan Ibnu Khaldun. Mereka sempat bertemu pada tahun 1401 di luar
dinding kota Damaskus. Suatu pertemuan yang sangat bersejarah.11

Di Iran masa Ibnu Khaldun adalah sama dengan seorang penyair dari Syiraz (1320-
1389), demikian juga seorang ahli sejarah yang bernama Nizamuddin Syami, yang pernah
menulis tentang sejarah pemerintahan Timurlane pada tahun 1401. selain mereka, Ibnu
Khaldun menulis beberapa nama penulis Arab diantaranya : Ibnu Battuta yang tak pernah
bertemu (1304-1369), demikian juga seorang ahli Ilmu Bumi, Umary (1349)- Mesir dari
Suriah, dan al-Maqrizi mendapatkan kesempatan duduk dalam kelas yang diajar oleh Ibnu
Khaldun di al Azahar.12

10
Abdurrahman Ibn Kholdun, Tarikh Ibnu Khaldun (Diwan al-Mubtada’I wa al-Khobar fi Tarikh
al-Arab wa al-Barbar wa Man A’shorohum min Zawi as-Syakni al-Akbar), Libanon : Dar al-Fikr, 1996, hal.
117-118

Al-Jazair Sekarang
11
Ibnu Khaldn, Discours sur I’historie Universelle (al-Muqoddimah) Tradction novella, preface
et notes par Vincent monteil; Beirut : Bommisiopn internationale pour la traduction des chefs d’oevres, 1967,
Jil. I, Hal. Vii.
12
Monteil, Jil. I, Hal. vii

3
Sebagai perbandingan dengan dunia yang dihadapi Ibnu Khaldun di Afrika Utara
dan di Andalusia, di belahan dunia yang lain bisa kita temukan Premiers Valois (1328-
1498) di Prancis, dan seorang ahli kebudayaan Jean Froissart.13

Afrika Utara, Semasa dgn :


Terjadi Timurlane,
cekcok Nizamuddin,
Politik Ibnu Batuta,
sesama Islam Umary, dll

Masa hidup
Ibnu
Khaldun
Eropa, sejak Paris, klngn
Abad 14
abad 13 Universitas
terjadi terjadi
kebangkitan perkemba-
intelektual ngan sains

Barat, abad
14, upaya
kemandirian
Negara dari
Gereja

13
Monteil, Jil I hal. viii

4
Sumber Munculnya Pemikiran Excellent Ibnu Khaldun

Munculnya pemikiran-pemikiran exellent Ibnu Khaldun baik dibidang sosiologi,


ekonomi maupun politik menimbulkan spekulasi bahwa hal itu merupakan dorongan-
dorongan ajaran Islam yang dianutnya, atau karena ia berani melanggar batas-batas yang
telah ditentukan ajaran Islam? Ada yang mengatakan bahwa pemikiran genius Ibnu
khaldun tersebut dimotivasi oleh pemahamannya yang dalam terhadap agama Islam yang
sempurna.14 Ada pula yang berpendapat bahwa sebabnya adalah karena Ibnu Khaldun telah
berani melanggar pendapat-pendapat yang baku dalam Islam.15 Dengan mengamati dan
mencerna pola fikir Ibnu Khaldun dalam bukunya al Muqoddimah kita bisa tarik sebuah
kesimpulan bahwa ia tidak sejalan dengan cara penafsiran Ulama Islam pada ummnya yang
selalu meletakan masalah kemasyarakatan kedalam hukum agama sebagaimana yang telah
dirumuskan oleh para ulama itu sendiri. Justru Ibnu Khaldun lebih melihat bahwa
fenomena itu adalah sebuah sunnatullah. Dari hal ini Beliau tidak bisa dikatakan melanggar
ketentuan agama, karena-dalam pemikiran Ibnu Khaldun- justru para ulama itu sendiri
yang telah mempersempit ruang bahasan kemasyarakatan yang demikian luas.16

Ibnu Khaldun adalah seorang Islam yang lahir dan tumbuh berkembang di keluarga
dan lingkungan Islam, dididik dalam cabang-cabang ilmu pengetahuan yang baku dalam
kalangan umat Islam dan ia juga tidak pernah keluar dari dunia Islam. Satu-satunya
kesempatan keluar dari kawasan yang diperintah oleh orang Islam adalah sewaktu ia diutus
sebagai delegasi Raja Muhammad untuk menemui Pedro yang kejam yang saat itu menjadi
penguasa daerah sevilla.

14
Hamilton Gibb, Studies on The Civilation of Islam, Boston : Beacon Press, 1962. hal. 173
15
Gibb, Studies. 168
16
Penulis memperkuat pendapat Ibnu Khaldun. Sebagaimana firman Allah swt dalam surat al
Baqoroh ayat 184, …. Allah menghendaki kemudahan bagi kalian dan bukan kesusahan.....

5
Ibnu
Kaldun

Sosiologi
Wawasan
Pemikiran yang luas
Exxelent terhadap
Ibnu Ekonomi
syariat
Khaldun Islam

Politik

Riwayat Hidup Ibnu Khaldun

Nama lengkapnya adalah Abd al-Rahman ibn Muhammad ibn Muhammad ibn Abi
Bakr Muhammad ibn al-Hasan Ibn Khaldun. Lahir pada 27 Mei 1332 di Tunisia dan
meninggal 17 Maret 1406 di Kairo, Mesir. Keluarga Ibn Khaldun merupakan orang berada
yang memberikan pendidikan terbaik kepadanya. Ibn Khaldun merupakan salah seorang
pakar sejarah Arab teragung, juga dikenali sebagai bapak sejarah kebudayaan dan sains
sosial modern. Ibn Khaldun turut mengembangkan falsafah tidak berasaskan keagamaan
paling awal, terkandung dalam karyanya Muqaddimah (“Pengenalan”). Ibn Khaldun juga
menulis sejarah Muslim di Afrika Utara yang terulung.
Dari riwayat hidup Ibnu Khaldun dalam bukunya Muqoddimah, dapat diketahui
bahwa asal usul keluarga Ibnu Khaldun adalah dari Hadramaut, Yaman Selatan. Nenek
moyangnya pindah ke Hijaz sebelum datangnya Islam, ada diantara nenek moyangnya
yang menjadi sahabat Rasulullah saw yang terkenal bernama Wa’il bin Hujr. Beliau pernah

6
meriwayatkan sejumlah hadits, serta pernah pula dikirim Nabi ke daerah-daerah untuk
mengajarkan agama Islam kepada penduduk daerah itu.17
Di Andalusia keluarga Khaldun ini memainkan peranan yang sangat menonjol, baik
dari segi ilmu pengetahuan maupun dari segi politik. Mula-mula mereka menetap di kota
Carmona, dan kemudian pindah kekota Sevilla. Kemudian situasi di Andalusia sudah mulai
kacau. Adapun faktor munculnya kekacauan tersebut adalah :
- perpecahan yang terjadi diantara kaum muslimin sendiri
- serangan pihak Kristen dari utara semakin lama semakin meningkat sehingga
akhirnya seluruh semenanjung itu jatuh ketangan mereka.
Disaat terjadi gejolak di Sevilla itu, tokoh-tokoh dari keluarga Khaldun juga ikut
memainkan peranan aktif.18 Ketika situasi semakin gawat di Andalusia, kelurga khaldun
pindah ke Tunis. Di tempat baru ini, mereka juga memainkan peranan penting, baik di
bindang politik maupun di bidang ilmu pengetahuan, kecuali bapaknya Ibnu Khaldun yang
memahami demikian berbahanya bergerak dibidang politik sehingga ia memutuskan untuk
menjauh dari bidang politik dan lebih fokus di bidang ilmu pengetahuan. Ibnu Khaldun
adalah lima orang bersaudara, akan tetapi yang cukup dikenal dalam sejarah hanya dia dan
saudaranya yang bernama Yahya.19
Dari latar belakang ini dapat disimpulkan bahwa keluarga Ibnu Khaldun banyak
bergerak dibidan politik dan ilmu pengetahuan, karenanya adalah hal yang sangat logis jika
Ibnu Khaldun mampu menyatukan kedua hal ini dalam dirinya.
Masa hidup Ibnu Khaldun secara garis besar bisa dibagi menjadi tiga tahapan yaitu :
1. masa di Tunis yang merupakan masa pendidikan dan permulaan karir di bidang
pemerintahan (1332-1350)20 pendidikan pertama diperolehnya dari orang tuanya
sendiri dan berbentuk suatu pendidikan tradisional. Mata pelajaran yang
dipelajarinya adalah Bahasa Arab dan sastra, al-Qur’an dan tafsir, hadits dan ilmu-
ilmu hadits, kemudian ia mendapat pelajaran lain seperti logika dan filsafat.

17
Ibnu Kholdun, Muqoddimat Ibni Kholdun, ed. Abdul Wahid Wafi, Kairo : Lajnah al-Bayan al-
Araby, 1958. hal. 28
18
waif, 28-29
19
wafi, 31-32
20
wafi, 37

7
2. masa ketika berada di Fez di Maroko (1351-1382), ditandai oleh keterlibatan Ibnu
Khaldun dalam politik praktis.21 Ketika itu bakat Ibnu Khaldun yang sangat luar
biasa telah tampak. Melalui persekongkolannya dengan berbagai tokoh kelompok
dan kelompok, Ibnu Khaldun berhasil memegang berbagai jabatan yang tinggi
tanpa meninggalkan perkembangan ilmu pengetahuan. Keterlibatannya dalam
politik praktis menyebabkannya mendekam dalam penjara selama kira-kira dua
tahun. Pertualangan Ibnu Khaldun di bidang politik ini tidak memberikannya
ketenangan dan ketentraman sehinga ia melarikan diri ke Andalusia dan berbakti
kepada raja Muhammad yang sedang berkuasa di Andalusia saat itu. Di Andalusia
Ibnu Khaldun bertemu Ibnu al Khatib seorang pemikir dan budayawan yang juga
menjadi perdana menteri. Ketika berada di Andalusia inilah Ibnu Khaldun
mendapatkan tugas untuk mengadakan perundingan dengan Pedro yang kejam,
penguasa kristiani yang telah menjadikan Sevilla sebagai ibu kotanya. Keberhasilan
Ibnu Khaldun dalam perundingan ini menyebabkan raja semakin percaya dan
memberinya kedudukan penting. Keberhasilan yang diraih oleh Ibnu Khaldun ini
menimbulkan rasa isi pada sahabatnya Ibnu al Khatib, menyadari gelagat ini Ibnu
Khaldun memutuskan kembali ke Afrika Utara. Namun kembali lagi ketika ia
berada di Afrika utara ia terlibat kembali dalam politik praktis yang ditandai dengan
pertempuran dan persaingan yang tidak habis-habisnya antara berbagai dinasti kecil
yang ada. Hal ini membuktikan bahwa Ibnu Khaldun sangat terkenal dan harapkan
oleh setiap penguasa untuk senantiasa berada dibarisannya, karena perananya yang
demikian besar dalam setiap pertepuran. Menyadari demikian berbahanya politik
praktis maka Ibnu Khaldun memutuskan untuk bergerak dibidang ilmu
pengetahuan. Karenanya Ibnu Khaldun mengasingkan diri di tengah padang pasir di
Qol’at Bani Salamah di daerah Aljazair. Disanalah lahirnya Muqoddimah yang
membuat namanya terkenal. Setalah empat tahun terpencil di Qol’at Bani Salamah
ia kembali ke Tunis untuk menyempurnakan tulisannya dengan menggunakan
fasilitas perpustakaan yang terdapat di Tunis Namun karena adanya dua hal yaitu :
- penguasa di Tunis ingin melibatkannya dalam politik praktis

21
wafi, 40

8
- para ahli ilmu pengetahuan tidak menerimanya dengan baik bahkan
menjadikannya sebagai saingan.
maka Ibnu Khaldun meninggalkan Afrika Utara belahan Barat dan pergi ke Timur
dengan alasan menunaikan ibadah haji.
3. Kehidupannya di Mesir hingga wafat (1382-1406), tahap terakhir dalam
kehidupannya ini dilaluinya dengan menjadi guru dan hakim. Sesampainya di
Mesir, ia sangat cepat menarik perhatian penguasa dan memberikannya kesempatan
untuk memberikan perkuliahan diberbagai perguruan tinggi termasuk juga al Azhar,
disamping itu ia juga diangkat menjadi mufti mazhab Maliki oleh Sultan Abul
Abbas raja Mesir kala itu. Setelah merasa mantap tentram menetap di Mesir iapun
membawa keluarganya Ke Mesir setelah mendapat dukungan dari pemerintah Mesir
saat itu, ketika kapal yang mereka tumpangi tiba di Iskandariah terjadilah angin
topan yang sangat dahsyat hingga menenggelamkan kapal dan seluruh
penumpangnya hingga Ibnu Khaldun berkata ”habislah seluruh harta dan keluarga”.

Tahapan Masa Hidup


Ibnu Khaldun

Masa Di Tunis Masa Di Maroko Masa Di Mesir


(1332-1350) (1351-1382) (1382-1406)

Manusia Makhluk Politik


Manusia dan politik memiliki hubungan yang penting dalam kehidupan
bermasyarakat. Dalam hubungan politik sifat kekerasan, kekuasaan dan pemaksaan lebih
tampak. Definisi tentang politik itu sendiri terkesan membenarkan ungkapan diatas.

9
Worsley22 misalnya memperhatikan adanya dua tingkat penggunaan istilah politik, pada
tahap pertama politik diangggap sebagai suatu konsep yang sangat luas mencakup
pembatasan terhadap orang lain. Ia berpendapat :
.... kita dapat dikatakan bertindak secara politis apabila kita
menghalangi orang lain sehingga mereka bertindak sesuai dengan apa yang
kita inginkan dari mereka. Dengan definisi ini tindakan menghalangi dalam
dalam hubungan apapun bersifat politis. Semua jenis tekanan, mulai dari
perang massal dan penyiksaan yang terorganisir, sampai pada nilai-nilai yang
tersembunyi dalam pembicaraan antar pribadi, semuanya itu merupakan
dimensi yang bersifat politis.23

Dari definisi diatas ciri khas politik yang tampak adalah menghalangi orang lain
untuk mencapai tujuan demi tercapainya tujuan sendiri. Dengan pembatasan yang ada pada
definisi tersebut maka aspek persaingan dan permusuhan lebih menonjol, terutama lagi
contoh yang angkat adalah tindakan kekerasan dan pemaksaan.24
Dalam defenisi seperti diatas tidak kelihatan aspek kerjasama yang menguntungkan
dan keputusan yang bersifat kepentingan bersama, seperti yang akan tampak dalam
pandangan Ibnu Khaldun yang menjadi ciri khas dalam kehidupan berpolitik.
Adapun tahap kedua menurut Worsley, pengertian politik hanya terbatas pada
instansi-instansi khusus pemerintahan bersama dengan peralatan administratif negara dan
organisasi partai politik25
Ibnu Khaldun sebagai seorang ahli sosial, ekonomi dan politik yang besar
dilingkungan dan keluarga muslim memberikan defenisi umum tentang politik yang berasal
dari Yunani Kuno : bahwa manusia itu pada dasarnya adalah makhluk politik, artinya
mereka hidup bermasyarakat dalam sebuah kota atau negara. Jadi yang dimaksud dengan
’umran’ (bermasyarakat) itu adalah kenyataan hidup bermasyarakat.26
Dalam hal ini terdapat pula unsur agama yang menunjukkan bahwa memelihara
kelestarian umat manusia diatas di dunia ini adalah sebuah kewajiban. Karena Allah telah
memerintahkan jenis manusia itu agar dilestarikan. Disamping itu juga Allah

22
Peter Worsley, Power in Britian: Sociological Reading’s, (eds) John Urry dan John Wakeford,
London : Heinemann Educational Books, 1973
23
Worsley, 247
24
A. Rahman Zainudin, Kekuasaan …, 61
25
Worsley, 247
26
Ibnu KHaldun, jil. 1 hal. 89

10
memerintahkan agar bumi ini dibangun.27 Jadi menurut Ibnu Khaldun ada dua tugas pokok
yang tidak boleh dilupakan manusia yaitu :
1. melakukan setiap perbuatan yang akan menjadikan manusia lestari di atas dunia
2. melakukan perbuatan yang bersifat membangun dunia.
Dua hal inilah yang menjadi sasaran utama dari buku Muqoddimah yang ditulisnya.28
Menurut Ibnu Khaldun peranan politk dalam kehidupan kemasyarakatan manusia
sangat penting karena kehidupan politik hanya dimiliki oleh manusia saja. Karenanya
hendaklah dalam menghadapi kehidupan politik itu dengan mengedepankan sisi terbaik
yang ada pada diri manusia bukan yang terburuk.
Politik adalah juga suatu mekanisme yang harus digunakan manusia dalam
mencapai keselamatan dunia akhirat. Politik berusaha agar manusia dapat bekerjasama
untuk memenuhi kebutuhan pokok dan mempertahankan diri, baik terhadap ancaman-
ancaman yang datang dari luar mapun terhadap permusuhan yang terjadi dalam masyarakat
itu sendiri. Politik juga harus mapu menjaga manusia agar tidak tenggelam dalam gejolak
hawa nafsu dan berusaha menaikkan kualitas manusia. Walaupun demikian Ibnu Khaldun
tidak memungkiri terjadinya pemaksaan dalam politik, hal itu bisa terjadi karena adanya
dua faktor, yaitu :
1. ketidak mengertian manusia akan kepentingannya yang sesngguhnya,
terutama karena lebih mementingkan kepentingan pribadi dan melalaikan
kepentingan bersama. Karenanya menurut Ibnu Khaldun, mereka harus
dipaksa untuk mendahulukan kepentingan bersama daripada kepentingan
pribadi.
2. penguasa lebih mementingkan kepentingan pribadi atau kelompoknya
daripada kepentingan rakyat dan masyarakat secara keseluruhan.
Kehidupan politik, dengan segala kelebihan dan kekurangnya dalam pemikiran Ibnu
Khaldun, adalah suatu kemestian dalam kehidupan manusia bermasyarakat. Tanpa politik
kehidupan manusia dalam masyarakat akan kacau. Tolong menolong demi mencapai tujuan
bersama tidak akan terwjud. Karena itu, politik adalah sebuah mekanisme yang menjadikan

27
QS : Hud : 61, ……..Dia telah menciptakanmu dari bumi dan menjadikan kamu pemakmurnya,
….
28
Ibnu Khaldun, jil. 1, hal. 91.

11
kehidupan manusia dalam masyarakat berjalan dengan lancar dan dapat mencapai tujuan
bersama yang dicita-citakan.

Manusia Sebagai
Makhluk Politik
Dalam Konsep
Ibnu Khaldun

Tugas Pokok Tugas Pokok


Manusia : Manusia :
Menjaga menghindarkan

Tidak
Menjadikan Membangun mengertinya Faktor
manusia Dunia manusia thdp Kepentingan
lestari di kepentingan Penguasa
muka bumi sesungguhnya

Kekuasaan dalam Pemikiran Politik Modern

12
Konsep kekuasaan di dalam ilmu politik adalah suatu konsep yang banyak dibahas.
Sekalipun ada banyak pandangan yang berbeda mengenai kekuasaan, akan tetapi ada satu
inti yang bisa dijadikan tolok ukur yaitu bahwa kekuasaan dianggap sebagai kemampuan
pelaku untuk mempengaruhi tingkah laku pelaku lain sedemikian rupa, sehingga tingkah-
laku pelaku terakhir menjadi sesuai dengan keinginan dari pelaku yang mempunyai
kekuasaan.29
Dalam hal ini kekuasaan kadang diartikan sebagai pengaruh tetapi adakalanya
kedua kalimat tersebut dipahami memiliki pengertian tersendiri yang berbeda intensitasnya.
Robert A. Dahl lebih memilih untuk tidak membedakan antara kekuasaan dan pengaruh
serta istilah-istilah lain yang mirip dengan kekuasaan. Dahl menyebutkan istilah-istilah
seperti power, influenca, authority and rule, dan menamakan semua itu dengan kekuasaan.
Dan ia mengajak, “lets us call them “power terms”. Dasar pendapat seperti ini adalah
karena pengertian umumnya sama. Sehingga istilah-istilah itu dapat dipertukarkan, yang
berbeda hanya intensitasnya.
Dahl telah memberikan perhatian yang besar terhadap konsep kekuasaan, namun
tetap saja ia mendapat kritik dari sarjana-sarjana politik lain, Talcott Parsons misalnya
mengeritik konsep kekuasaan yang dikemukakan Dahl yang pokoknya berasal dari Hobes,
dimana gejala kekuasaan itu hanya diartikan sebagai kemampuan untuk mencapai tujuan
dalam hubungan sosial terlepas dari alat yang digunakan, atau dari status wewenang untuk
membat putusan dan menentukan kewajiban.dan konsep kekuasaan Dahl juga lebih
menekankan pada pembicaraan politik dengan dasar kalah-menang total (zero-sum). Dalam
pengertian ini yang satu mendominasi, sedangkan yang lain menyerah kepada dominasi itu
secara keseluruhan.berdasarkan argumen yang dikemukakan diatas jelas bahwa Dahl
memang telah berhasil mengemukakan konsep kekuasaan dalam bentuk yang jelas, namun
harga yang harus dibayar untuk kejelasan itu terlalu mahal karena harus mengorbankan
hakikat kekuasaan itu sendiri.30
Dalam pemikiran Ibnu Khaldun, kekuasaan memegang peranan penting bahkan
dapat di anggap sebagai benang merah yang menelusuri hampir seluruh pemikirannya
dalam Muqoddimah. Sebagaimana dalam buku-buku ulama terdahulu bahwa perhatian dan

29
Miriam Budiardjo, “konsep kekuasaan: Tinjauan Kepustakaan” dalam Aneka Pemikiran
tentang Kuasa dan wibawa, Jakarta : Sinar Harapan, 1984. hal 9
30
A. Rahman Zainudin, Kekuasaan …, 109

13
pokok bahasan telah tergambar sejak ia mengucapkan hamdalah dan syahadat, demikian
juga Ibnu Khaldun. Perhatikanlah kata pengantar dari buku Muqoddimahnya .
Puji-pujian bagi Allah yang memiliki kemegahan (al-izzah) dan
kekuasaan (al-jabaruut). Di tangan-Nyalah kekuasaan di dunia nyata (al-
mulk) dan kekuasaan di dunia gaib (al-malakut).31

Kata kekuasaan banyak terdapat dalam al-Qur’an, Abdullah Yusuf Ali memberikan
penjelasannya sebagai berikut :
Mulk: kekuasaan, ketuhanan, kedaulatan, hak untuk melaksanakan
kehendaknya atau melakukan segala sesuatu yang diinginkannya.
Kekuasaan adalah kemampuan untuk melaksanakan kehendaknya sehingga
tidak ada yang dapat menantangnya atau menetralisisrnya. Ini adalah
kemurahan hati yang seluruhnya diidentifikasikan dengan ketuhanan dan
kekuasaan. Dan hal itu dicontohkan dalam ayat-ayat berikut : perhatikanlah
bahwa ”mulk” surat al-Mulk mempunyai nuansa pengertian yang berbeda
dari kata malakut dalam surat Yasin. Kedua kata itu berasal dari akar kata
yang sama dan saya telah menerjemahkan keduanya dengan kekuasaan,
tetapi malakut menunjukkan pada ketuhanan dalam dunia yang tidak
tampak/terlihat sedangkan mulk menunjukkan pada ketuhanan dalam dunia
yang dapat dilihat. Tuhan adalah penguasa dari keduanya.32

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian kekuasaan dalam pemikiran
politik modern sangat dipengaruhi oleh tokoh yang menjadi prakarsa konsep kekuasaan dan
kondisi sosial serta tatanan masyarakat saat itu.

Negara dan Solidaritas dalam Pemikiran Ibnu Khaldun

Dalam kerangka pemikiran Ibnu Khaldun, perkembangan kekuasaan sangat


dipengaruhi oleh solidaritas. Solidaritas (a’shobiyah) adalah faktor yang menggerakkan
kekuasaan dan para pendukungnya untuk maju terus ke depan. Kata-kata yang dipilih oleh
Ibnu Khaldun untuk mengungkapkan solidaritas adalah ”ashobiyah”. Pilihan kata
”ashobiyah” sebenarnya kurang menguntungkan, karena dalam ajaran Islam gagasan itu
tidak disenangi dan diasosiasikan sebagai praktek kesukuan yang terdapat pada masa

31
Ibnu Khaldun, Jil. 1 hal. 5
32
Abdullah Yusuf Ali, The Holy Qur’an: Text, Translation and Commentary. Beirut : Darl Fikr,
TT. Hal. 1576, No Komentar 5555

14
Jahiliah. Jelas bahwa Ibnu Khaldun dalam hal ini tidak berbicara sebagai seorang
agamawan akan tetapi lebih tampak sebagai seorang sejarawan yang mengemukakan fakta
dalam sejarah. Ibnu Khaldun menyadari keadaan di atas sehingga ia berusaha memberikan
alasan untuk membenarkan praktek yang telah ditempuhnya itu. Ia berkata :
Ketahuilah bahwa kekuasaan negara (al-mulk) itu adalah tujuan
alami dari solidaritas (’ashobiyah). Timbulnya kekuasaan negara dari
sodaritas itu bukan karena pilihan, akan tetapi karena kemestian dan susunan
alam wujud ini, seperti telah dikemukakan sebelumnya, hukum agama dan
agama serta segala hal yang didukung orang banyak, harus dengan
solidaritas. Karena perjuangan tidak dapat dilakukan tanpa adanya hal itu.
Jadi solidaritas penting bagi agama. Dengan adanya solidaritas itu dapat
disempurnakan apa yang dikehendaki Allah dengannya. Dalam sebuah
hadits dikatakan : ”Allah tidak akan mengutus seorang nabi kalau tidak
dengan dukungan bangsanya.33

Dalam ungkapannya di atas Ibnu Khaldun menanamkan statemen bahwa perjuang-


an politik memerlukan solidaritas, bahkan agama dan hukum agama yang diturunkan Allah
pun memerlukan solidaritas untuk kesuksesannya34. Selanjutnya Ibnu Khaldun menulis :
Kemudian kita dapati nabi Muhammad saw telah mencela solidaritas
dan menganjurkannya untuk ditinggalkan. Raslullah berkata : ”Allah telah
menghilangkan dari kamu semangat jahiliah (”ubiyyatul Jahiliyyah) dan
berbangga-bangga degan nenek moyang. Kamu adalah anak cucu adam, dan
adam berasal dari tanah. Allah berfirman : ”Sesungguhnya orang yang
paling mulia di antara kamu dalam pandangan Allah adalah yang paling
bertakwa di antara kamu.35.36

Dari ungkapan di atas jelas ada larangan untuk membangkitkan kembali semangat
solidaritas seperti yang ada pada masa jahiliah, namun menarik untuk dicermati kata yang
dipakai adalah kata ubiyah bukan kata ashobiyah. Walaupun keduanya memiliki segi-segi
kesamaan arti.
Jadi menurut Ibnu Khaldun ajaran agama juga mencela kekuasaan dan orang-orang
yang mengembannya, karena biasanya mereka hidup bermewah-mewahan dan menyele-
weng dari ajaran Allah, sedang yang diharapkan agama adalah persatuan. Kekuasaan
memiliki peran yang sangat penting karena berkaitan erat dengan eksistensi keberadaan
manusia di muka bumi ini. Ibnu Khaldun memiliki penafsiran sendiri terhadap hukum-
33
Ibnu KHaldun, jil. 1 hal : 414-425
34
sukses dalam persepsi manusia.
35
QS : al Hujarat : 13
36
Ibn KHaldun, Jil 1 Hal : 414-425

15
hukum agama, sebuah penafsiran yang mendalam dan tidak terhenti pada bentuk luar
larangan atau perintah saja, tetap ia mengupas sebab yang menjadikan sesuatu larangan
atau perintah itu. Larangan untuk marah tidak berarti mutlak larangan untuk marah, tetapi
perang di jalan Allah, menegakkan kebenaran dan keadilan, membela orang-orang kecil
dan tertindas semua itu memerlukan kamarahan dalam jiwa manusia, karena manusia harus
memiliki rasa tidak senang menghadapi segala hal yang tidak benar dan adil sehingga
timbul dorongan dalam jiwanya untuk bangkit menegakkan kebenaran dan keadilan.
Kemarahan memang tidak dibenarkan jika dikendalikan oleh syaithan dan tidak dalam
koridor kebenaran serta bertujuan duniawi serta hawa nafsu. Demikian juga halnya hawa
nafsu dan syahwat serta hal-hal lain.
Demikian juga kekuasaan jika dipergunakan untuk menindas dan memperlakukan
orang secara sewenang-wenang adalah hal yang tidak diperbolehkan akan tetapi jika
digunakan untuk kepentingan menegakkan kebenaran dan untuk kepentingan umum maka
menjadi hal yang sah dan bisa diterima.

Peranan Agama dalam Negara

Menurut Ibnu Khaldun, agama memiliki peranan yang sangat signifikan dalam
mendirikan negara yang besar. Setiap negara yang luas daerah kekuasaannya pasti didasari
oleh agama baik yang disiarkan oleh seorang nabi atau penyeru/da’i. Peranan agama dalam
menciptakan persatuan di kalangan masyarakat tidak dapat ditandingi oleh faktor apapun.
Dalam al-Quran Allah swt berfirman :
”Walaupun engkau membelanjakan seluruh yang ada di muka bumi
ini, engkau tetap tidak akan mampu mempersatukan hati mereka itu.”37

Persatuan bukanlah hasil usaha manusia akan tetapi karena hidayah dan perkenan
Allah swt. Kekuasaan negara itu hanya dapat diperoleh dengan perantaraan dominasi.
Dominasi itu hanya dapat diraih dengan adanya solidaritas dan persatuan tekad untuk
berjuang. Persatuan seperti ini hanya dapat dicapai dengan perantaraan agama saja.
Agama memiliki peranan yang penting dalam memupuk persatuan, dengan jalan
menghilangkan persaingan dan perasaan saling iri serta dengki yang biasa ada dalam

37
QS : al-Anfal : 63

16
kelompok solidaritas. Dengan adanya unsur agama maka perhatian tertuju pada kebenaran
saja. Dengan adanya faktor agama ini tidak ditemukan sesuatupun yang mampu
menghambat kemajuan mereka, dengan dimasukkannya agama dalam politik maka tujuan
menjadi satu dan tidak terpecah-pecah. Hal ini dibuktikan pada permulaan sejarah Islam,
bahwa tentara yang sangat sedikit jumlahnya mampu mengalahkan Persia yang memiliki
balatentara jauh lebih besar dan dilengkapi persenjataan yang modern.38
Untuk memperkaya makalah ini, penulis mencoba membandingkan pandangan
Ibnu Khaldun dengan Sukarno, Nurkholis Madjid dan Magnis Suseno Tentang Agama dan
Politik sebagai berikut : 39

Pemikiran
Bidang Nurcholis
Ibnu Khaldun40 Soekarno Magnis
Madjid
Agama = Agama = Unsur ”modern” Agama =
Asumsi menunjang penghambat agama menunjang Penghambat
kemajuan kemajuan41 kemajuan Kemajuan
Dialog & Dialog & Dogmatis &
Pendekatan Non-dogmatis
Normatif Normatif Normatif
Konsep
Agama Universal Agama Pribadi Agama Sipil Agama Pribadi
Agama
Gagasan Penyatuan antara Pemisahan Islam berkaitan Agama dipisah
agama dengan Formal: warna dengan total & formal
negara ”Islam Budaya” Kenegaraan (dari negara)
dalam negara

38
A. Rahman Zaimudin, Kekuasaan, hal. 166
39
Muhammad Hari Zamharir, Agama dan Negara, Analisis Kritis Pemikiran Politik Nur Cholish
Madjid, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2004, hal. 278. kecuali pemikiran Ibnu Khaldun karena pada
poin pemikiran Ibnu Khaldun di atas adalah hasil rangkuman penulis.
40
Telaah Penulis.
41
Mungkin tidak terlalu keliru jika dikatakan bahwa Orde Lama (masa Soekarnao) adalah eranya
kaum nasionalis dan komunis. Sementara kaum muslim di era ini tertutup untuk memperjuangkan cita-
citanya. Salah satu partai yang mewakili aspirasi umat Islam kala itu, Masyumi harus dibubarkan pada
tanggal 15 Agustus 1960 oleh Soekarno, dengan alasan tokoh-tokohnya terlibat pemberontakan (PRRI di
Sumatera Barat). Sementara NU bersama dengan PKI dan PNI kemudian menyusun komposisi DPR Gotong
Royong yang berjiwa Nasakom.

17
Pancasila

Apabila peranan faktor agama telah menurun atau hilang sama sekali maka
perimbangan kekuatan itu akan kembali pada keadaanya semula, yaitu kemenangan akan
ditentukan oleh jumlah pendukung solidaritas itu saja.42 Dan kiranya hal seperti inilah yang
saat ini tengah menimpa dunia Islam khususnya Indonesia yang mayoritasnya beragama
Islam.

Penguasa dalam Tinjauan Ibnu Khaldun

Bagi Ibnu Khaldun adanya penguasa adalah ciri yang membedakan manusia dari
makhluk lain yang ada di muka bumi ini. Setiap manusia pasti memerlukan penguasa
karena dalam diri manusia itu masih tersisa sifat-sifat kebinatangan dan kecendrungan
untuk menzolimi orang lain. Seandainya penguasa tidak ada maka kehidupan masyarakat
manusia akan berada dalam keadaan kacau dan penuh dengan situasi anarki yang pada
akhirnya akan berakibat pada eksistensi manusia di muka bumi ini.
Bagi Ibnu Khaldun, penguasa bukanlah orang yang memaksakan kehendaknya
kepada orang lain. Akan tetapi seseorang yang melakukan suatu tugas sosial yang penting
dengan tujuan berkaitan erat dengan kalanjutan eksistensi manusia itu sendiri.
Ibnu Khaldun dengan tegas menyatakan bahwa kekuasaan adalah hubungan. Dalam
bukunya ia berkata :
Ketahuilah bahwa kepentingan rakyat pada penguasa bukan pada diri
dan tubuhnya, seperti keelokan bentuk badannya, kecantikan mukanya,
kebesaran tubuhnya, luasnya ilmu pengetahuannya, indah tulisannya atau
ketajaman otaknya. Kepentingan mereka itu terletak dalam hubungan antara
dia dan mereka. Karena itu kekuasaan dan penguasa itu termasuk hal yang
bersifat relasional. Jadi terdapat keseimbangan antara kedua belah pihak.
Dia dinamakan sebagai penguasa karena ia mengurus soal rakyat, sedangkan
rakyat adalah mereka yang memiliki penguasa.43

Dari kutipan di atas jelas Ibnu Khaldun berpendapat bahwa tidak terdapat suatu
keistimewaan pada penguasa kecuali bahwa ia dipercaya rakyat untuk mengurus mereka.
Baik buruknya seorang penguasa sangat tergantung pada bagaimana caranya ia mengurus
42
Ibnu Khaldun, Jil. 1 hal 322
43
Ibnu KHaldun, 382-383

18
kepentingan rakyat itu. Apabila kekuasaanya dilaksanakan dengan lemah lembut, tegas dan
adil maka semua pihak termasuk penguasa dan rakyat akan berada dalam keadaan yang
sebaik-baiknya. Sedang apabila kekuasaan itu dilaksanakan dengan keras, penuh hukuman,
dan penindasan serta selalu mencari-cari kesalahan-kesalahan kecil yang dilakukan rakyat,
maka rakyat akan diselimuti rasa takut dan merasa tertindas.
Karena hal inilah Ibnu Khaldun berpendapat, ” Bahwa seoarang penguasa yang baik
adalah seseorang yang berada di tengah rakyat, serta berlaku baik dan lemah lembut
terhadap mereka. Dengan demikian rakyat akan menyayanginya serta akan mempertahan-
kannya sampai tetesan darah terakhir. Penguasa yang demikian akan terlindung dari segala
pihak. Dalam ungkapan pendeknya Ibnu Khaldun mengutarakan : al-mahmudu huwa at-
tawassuth (sifat yang terpuji adalah pertengahan).
Dalam melaksanakan tugasnya ini penguasa hendaklah memiliki perangkat fasilitas
yaitu : Dominasi, pemerintahan dan kekuasaan. Kesemua ini digunakan untuk antisipasi
agar tidak terjadi perselisihan dan kesewengan dalam masyarakat.
Perangkat Penguasa adalah :

Dominasi
(al-
Gholabah)

Mewujudkan
kesejahteraan rakyat
Penguasa Pemerinta
dan antisipasi
han (as-
terjadinya
Sulthon)
kesewenangan dalam
masyarakat

Kekuasaan
(al-yad al-
Qohiroh)

Kaitan antara Politik dan Ekonomi dalam Pemikiran Ibnu Khaldun.

19
Kaitan antara politk dengan ekonomi sudak terjalin sejak lama. Dengan
memperhatikan perkembangan ilmu pengetahuan di Barat, kita bisa menyimpulkan bahwa
hubungan itu sudah ada sejak lama. Adam Smith adalah salah seorang yang terkenal karena
gagasan-gagasan ekonominya melihat bahwa demikian eratnya hubungan politik dengan
ekonomi.44
Demikian juga Ibnu Khaldun melihat adanya hubungan yang sangat erat antara
kehidupan ekonomi suatu kelompok manusia dengan kehidupan mereka di pihak lain pada
umumnya. Kehidupan suatu kelompok manusia ditentukan cara mereka melaksanakan
kehidupan di bidang ekonomi. Pendapat Ibnu Khaldun ini merujuk kepada kehidupan
kelompok-kelompok manusia yang mendiami padang pasir. Dalam bukunya Ibnu Khaldun
berkata :
Ketahuilah bahwa perbedaan kondisi antara berbagai kelompok
manusia disebabkan oleh perbedaan dalam cara kehidupan ekonomi
mereka.45

Dalam pandangan Ibnu Khaldun dalam sebuah negara hendaklah ada bagian-bagian
dari pemerintahan yang mengurus masalah-masalah ekonomi. Yang terpenting di antara
urusan ekonomi itu adalah pengurusan pajak. Lembaga tersebut diberinya nama : Diwan
al-Amal wa al-Jibayah, yang kemudian diterjemahkan kedalam bahasa Inggris dengan
”The ministry of (financial) operations and taxation”. Mengenai operasional badan
tersebut, Ibnu Khaldun menulis :
Ketahuilah bahwa instansi ini adalah salah satu instansi yang sangat
penting bagi kekuasaan negara.tugasnya adalah melaksanakan operasi pajak
dan menjaga hak-hak negara dalam hal yang berkenaan dengan pendapatan
dan pengeluaran. Ia juga membuat daftar nama anggota militer, menentukan
gaji mereka, membayarkan pendapatan mereka pada waktu yang tertentu.
Dalam hal ini bahan rujukannya adalah peraturan-peraturan yang telah
ditetapkan oleh para pakar instansi itu dan para pejabat negara.46

Menurut Ibnu Khaldun orang yang pertama sekali meletakkan dasar pengelolaan
ekonomi dan keuangan dalam sejarah Islam adalah Umar bin Khattab atas dasar usulan
Khalid bin Walid untuk membuat Diwan seperti yang lihatnya selama tinggal tinggal di
Persia dan Syria

44
Adam Smith, The Wealth Of Nations, London : everyman’s Library, 1981
45
Ibnu Khaldun, jil. 1. hal. 249
46
Ibnu KHaldun, Jil. 2 hal. 19-20

20
Dengan demikian Ibnu Khaldun ingin membuktikan bahwa kehidupan ekonomi
sangat penting bagi kehidupan negara. Kekuasaan negara tidak bisa ditegakkan apabila
masalah ekonomi dan keuangan tidak ditata dengan baik.
Penutup
Demi terwujudnya manusia sebagai khalifah di muka bumi ini, Allah sediakan
sarana yang sangat sempurna berupa bumi dan langit beserta isinya, manusia sebagai
makhluk ciptaan Allah yang teragung di muka bumi ini diberikan tugas untuk menjaga,
memberikan kedamaian dan ketentraman demi tercapainya eksistensi manusia di muka
bumi dan nenghindarkan manusia dari percekcokan dan perselisihan.
Untuk mengapresiasikan perintah itu maka Ibnu Khaldun memaparkan konsep
negara dan kekuasaan yang ditatanya dengan sangat rapih dan diabadikannya dalam
karyanya ”Muqoddimah”.
Dengan memahami pemikiran Ibnu Khaldun diharapkan pembaca mampu
mentransfer ide-ide genius Ibnu Khaldun dengan tetap mampu menfilterisasi pemikirannya.

21
Daftar Pustaka

Al-Qur’an.
Abdullah, Muhammad, Enan, Ibnu Khaldun : His Life and Work, Lahore : M. Asraf, 1973
Ali, Abdullah, Yusuf. The Holy Qur’an: Text, Translation and Commentary.
Beirut : Darl Fikr, TT
Copleston, Frederik, A History Of Fhilosophy, Voleme III: Ockham To Suarez The
Bellarmine Series XIV, London : Search Press Limited, 1953.
Budiardjo, Miriam, “Konsep kekuasaan: Tinjauan Kepustakaan” dalam Aneka Pemikiran
tentang Kuasa dan Wibawa, Jakarta : Sinar Harapan, 1984
Gibb, Hamilton, Studies on The Civilation of Islam, Boston : Beacon Press, 1962.
Ibn Kholdun, Abdurrahman, Tarikh Ibnu Khaldun (Diwan al-Mubtada’I wa al-Khobar fi
Tarikh al-Arab wa al-Barbar wa Man A’shorohum min Zawi as-Syakni al-
Akbar), Libanon : Dar al-Fikr, 1996.
Ibnu Khaldn, Discours sur I’historie Universelle (al-Muqoddimah) Tradction novella,
preface et notes par Vincent monteil; Beirut : Bommisiopn internationale pour la
traduction des chefs d’oevres, 1967.
Ibnu Kholdun, Muqoddimat Ibni Kholdun, ed. Abdul Wahid Wafi, Kairo : Lajnah al-Bayan
al-Araby, 1958.
Lacoste, Yves, “la Grande Oeuvre d’Ibn Khaldoun,” La Pensee (Paris) LXIX (1956)
Rahman, A, Zainuddin, Kekuasaan dan Negara, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 1992.
Smith, Adam, The Wealth Of Nations, London : everyman’s Library, 1981
Talbi, M, Encyclopedia Of Islam, dalam bab Ibnu Khaldun
Worsley, Peter, Power in Britian: Sociological Reading’s, (eds) John Urry dan John
Wakeford, London : Heinemann Educational Books, 1973
Zamharir, Muhammad, Hari, Agama dan Negara, Analisis Kritis Pemikiran Politik
Nurcholish Madjid, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2004

22
23

You might also like