You are on page 1of 28

Laporan Buku

Oleh : Sawaludin, S.Pd


JUDUL BUKU : Membangun Karakter dan Kepribadian melalui PKn
PENULIS : Syahrial Syarbaini, Aliaras Wahid, H.A Djasli, Sugeng Wibowo
PENERBIT : Graha Ilmu, Yogyakarta
TAHUN : I, 2006
JUMLAH BAB : IX BAB
TEBAL : IX dan 191 Halaman

BAB I
PENDAHULUAN
Apabila kita simak bersama, bahwa dalam pendidikan atau mendidik tidak hanya sebatas
mentransfer ilmu saja, namun lebih jauh dan pengertian itu yang lebih utama adalah dapat
mengubah atau membentuk karakter dan watak seseorang agar menjadi lebih baik, lebih
sopan dalam tataran etika maupun estetika maupun perilaku dalam kehidupan sehari-hari.
Memang idealnya demikian. Namun apa yang terjadi di era sekarang? Banyak kita
jumpai perilaku para anak didik kita yang kurang sopan, bahkan lebih ironis lagi sudah tidak
mau menghormati kepada orang tua, baik guru maupun sesama. Banyak kalangan yang
mengatakan bahwa "watak" dengan "watuk" (batuk) sangat tipis perbedaannya. Apabila
"watak" bisa terjadi karena sudah dari sononya atau bisa juga karena faktor bawaan yang sulit
untuk diubah, namun apabila "watak" = batuk, mudah disembuhkan dengan minum obat
batuk. Mengapa hal ini bisa terjadi? Jelas hal ini tidak dapat terlepas adanya perkembangan
atau laju ilmu pengetahuan dan teknologi serta informasi yang mengglobal, bahkan sudah
tidak mengenal batas-batas negara hingga mempengaruhi ke seluruh sendi kehidupan
manusia.
Banyak kalangan memberikan makna tentang pendidikan sangat beragam, bahkan sesuai
dengan pandangannya masing-masing. Azyumardi Azra dalam buku "Paradigma Baru
Pendidikan Nasional Rekonstruksi dan Demokratisasi", memberikan pengertian tentang
"pendidikan" adalah merupakan suatu proses di mana suatu bangsa mempersiapkan generasi
mudanya untuk menjalankan kehidupan dan untuk memenuhi tujuan hidup secara efektif dan
efisien. Bahkan ia menegaskan, bahwa pendidikan lebih sekedar pengajaran, artinya, bahwa
pendidikan adalah suatu proses dimana suatu bangsa atau negara membina dan
mengembangkan kesadaran diri diantara individu-individu (www.tnial.mil.id).
Dengan wacana di atas kita harus sadar, bahwa salah satu yang utama adalah
pembentukan karakter dan watak atau kepribadian karena hal ini sangat penting, bahkan
sangat mendesak dan mutlak adanya (tidak bisa ditawar-tawar lagi). Hal ini cukup beralasan.
Mengapa mutlak diperlukan? Karena adanya krisis yang terus berkelanjutan melanda bangsa
dan negara kita sampai saat ini belum ada solusi secara jelas dan tegas, lebih banyak berupa

Membangun Karakter dan Kepribadian melalui Pendidikan Kewarganegaraan 1


Laporan Buku
Oleh : Sawaludin, S.Pd
wacana yang seolah-olah bangsa ini diajak dalam dunia mimpi. Tentu masih ingat beberapa
waktu yang lalu Pemerintah mengeluarkan pandangan, bahwa bangsa kita akan makmur,
sejahtera nanti di tahun 2030. Suatu pemimpin bangsa yang besar untuk mengajak bangsa
atau rakyatnya menjadi "pemimpi" dalam menggapai kemakmuran yang dicita-citakan.
Tidak perlu disangsikan lagi, bahwa pendidikan karakter merupakan upaya yang harus
melibatkan semua pihak baik rumah tangga dan keluarga, sekolah dan lingkungan sekolah,
masyarakat luas. Oleh karena itu, perlu menyambung kembali hubungan dan educational
networks yang mulai terputus tersebut. Pembentukan dan pendidikan karakter tersebut, tidak
akan berhasil selama antar lingkungan pendidikan tidak ada kesinambungan dan
keharmonisan.
Dengan demikian, rumah tangga dan keluarga sebagai lingkungan pembentukan dan
pendidikan karakter pertama dan utama harus lebih diberdayakan. Sebagaimana disarankan
Philips, keluarga hendaklah kembali menjadi school of love, sekolah untuk kasih sayang
(Philips, 2000 dalam www.tnial.mil.id) atau tempat belajar yang penuh cinta sejati dan kasih
sayang (keluarga yang sakinah, mawaddah, dan warrahmah). Sedangkan pendidikan karakter
melalui sekolah, tidak semata-mata pembelajaran pengetahuan semata, tatapi lebih dari itu,
yaitu penanaman moral, nilai-nilai etika, estetika, budi pekerti yang luhur dan lain
sebagainya. Pemberian penghargaan (prizing) kepada yang berprestasi, dan hukuman kepada
yang melanggar, menumbuhsuburkan (cherising) nilai-nilai yang baik dan sebaliknya
mengecam dan mencegah (discowaging) berlakunya nilai-nilai yang buruk. Selanjutnya
menerapkan pendidikan berdasarkan karakter (characterbase education) dengan menerapkan
ke dalam setiap pelajaran yang ada di samping mata pelajaran khusus untuk mendidik
karakter, seperti; pelajaran Agama, PKn dan sebagainya.
Untuk itu pendidikan kewarganegaraa yang bertujuan untuk menjadikan warga negara
yang baik (good citizen) dan menjadikan warga negara yang cerdas (smart citezen) memiliki
peran penting dalam pelaksanaan pemeblajaran untuk mencapai apa yang dicita-citakan oleh
bangsa dan negara kita.
Buku yang dilaporkan ini terdiri dari IX bab yang secara umum membahas menganai
tentang bagamana membangun karakter dan kepribadian melalui pembelajaran pendidikan
kewarganegaraan yang meliputi pembelajaran tentang filsafat pancasila, identitas nasional,
politik dan strategi, demokrasi, HAM dan Rule of Law, hak dan kewajiban warga negara,
geopolitik dan geostrategi Indonesia.
BAB II

Membangun Karakter dan Kepribadian melalui Pendidikan Kewarganegaraan 2


Laporan Buku
Oleh : Sawaludin, S.Pd
PEMBAHASAN

A. RUMUSAN ISI POKOK PEMIKIRAN PENULIS


Buku ini terdiri dari IX bab, yang secara umum memuat materi tentang mata kuliah
“Pendidikan Kewarganegaraan Membangun Karakter dan Kepribadian”. Berikut ini
kami rumuskan isi pokok pemikiran penulis buku yang diuraikan dengan menelusuri bab
demi bab.

BAB I Pendahuluan
Ruang lingkup pada Bab I ini, penulis menggambarkan tiga point penting yang
dimulai dengan latar belakang Filsafat pendidikan kewarganegaraan di perguruan tinggi
Umum, kemudian visi dan misi kelompok mata kuliah pengembangan kepribadian, dan
kompetensi dasar mata kuliah PKn.
a. Latar belakang filsafat pendidikan kewarganegaraan di perguruan tinggi umum
Perubahan yang terjadi di dunia dewasa ini tersa begitu cepat, sehingga berakibat
pada tatanan yang telah ada di dunia ini berubah, sedangkan disisi lain tatanan yang
baru masih belum terbentuk. Hal ini berakibat pada sendi-sendi kehidupan yang
selama ini diyakini kebenarannya menjadi usang. Nilai-nilai yang selama ini menjadi
panutan hidup telah kehilangan otoritasnya, sehingga manusia menjadi bingung.
Kebingungan itu menimbulkan berbagai krisis, terutama ketika tejadi krisis moneter
yang dampaknya terasa sekalidibidang politik sekaligus juga mempengaruhi bidang
moraldan sikap prilaku manusia di berbagai belahan dunia, khususnya negara
berkembang termasuk Indonesia. Guna mengantisipasi kondisi tersebut diatas,
pemerintah perlu membuat tindakan yang signifikan agar tidak menuju suatu kondisi
yang lebih memperhatinkan. Salah satu tindakan yang dapat dilakukan pemerintah
dalam menjaga nilai-nilai panutan hidup dalam bangsa dan bernegara secara lebih
efektif yaitu melalui bidang pendidikan. Adapun upaya dibidang pendidikan
khususnya dibidang pendidikan tinggi yaitu mengadakan perubahan-perubahan di
bidang kurikulum yang diharapkan mampu menjawab problem transformasi nilai-
nilai tersebut.

b. Visi dan misi kelompok mata kuliah pengembangan kepribadian

Membangun Karakter dan Kepribadian melalui Pendidikan Kewarganegaraan 3


Laporan Buku
Oleh : Sawaludin, S.Pd
Visi kelompok MPK di perguruan tinggi merupakan sumber nilai dan pedoman
dalam mengembangkan dan menyelenggarakan program studi guna mengantar
mahasiswa memantapkan kepribadiannya sebagai manusia Indonesia seutuhnya.
Misi kelompok MPK diperguruan tinggi membantu mahasiswa memantapkan
kepribadiannya agar secara konsisten mampu mewujudkan nilai-nilai dasar
keagamaan dan kebudayaan, rasa kebangsaan dan cinta tanah air sepanjang hayat
dalam menguasai, menerapkan dan mengembangkan ilmu pengtahuan, teknologi dan
seni yang dimilikinya dengan rasa tanggung jawab.
c. Kompetensi dasar mata kuliah PKn
Kompetensi dasar mata kuliah PKn dirumuskan sebagai berikut: Agar mahasiswa
menjadi ilmuan dan propesional yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air
demokratis yang berkeadaban, menjadi warga negara yang memiliki daya saing,
bedisiplin dan berdedikasi aktif dalam membangun kehidupan yang damai
bedasarkan sistem nilai-nilai Pancasila.

Bab II Filsafat Pancasila


Permasalah yang paling mendasar di angkat dalam bab ini adalah tentang pancasila
sebagai sistem filsafat yang meliputi kajian Ontologi, Epistimologi, dan aksiologi
pancasila. Secara ontologis kajian pancasila sebagai filsafat dimaksudkan sebagai upaya
untuk mengetahui hakekat dasar dari sila-sila Pancasila. Menurut Notonagoro “hakekat
dasar ontologis Pancasila adalah manusia”. Mengapa? Karena manusia merupakan
subyek hukum pokok dari sila-sila Pancasila.
Hal ini dapat dijelaskan bahwa yang berketuhanan Yang Maha Esa, berkemanusiaan
yang adil dan beradab, berkeastuan Indonesia, berkerakyatan yang dipinpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, berkeadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia pada hakekatnya adalah manusia.
Jadi secara ontologis hakekat dasar keberadaan dari sila-sila pancasila adalah
manusia. Untuk hal ini penulis juga tetap menggunakan penjabaran Notonagoro yang
mengemukakan bahwa manusia sebagai pendukung pokok sila-sila pancasila secara
ontologi memiliki hal-hal yang mutlak, yaitu terdiri atas susunan kodrat, raga dan jiwa,
jiwa jasmani dan rohani. Juga sebagai makhluk individu dan sosial serta kedudukan
kodrat manusia sebagai makluk pribadi dan sebagai makluk Tuhan Yang Maha Esa. Oleh

Membangun Karakter dan Kepribadian melalui Pendidikan Kewarganegaraan 4


Laporan Buku
Oleh : Sawaludin, S.Pd
karena itu, maka secara hirarkis sila pertama mendasari dan menjiwai keempat sila-sila
Pancasila.
Kajian epistimologi filsafat pancasila dimaksudkan sebagai upaya untuk mencari
hakekat Pancasila sebagai suatu sistem pengetahuan. Hal ini dimungkinkan karena
epistimologi merupakan bidang filsafat yang membahas hakekat ilmu pengetahuan (ilmu
tentang ilmu). Kajian epistimologi pancasila tidak dapat dipisahkan dengan dasar
ontologisnya. Oleh karena itu dasar epistimologis Pancasila sangat berkaitan erat dengan
konsep dasarnya tentang hakekat manusia.
Epistimologi Pancasila sebagai suatu obyek kajian pengetahuan pada hakekatnya
meliputi masalah sumber pengetahuan pancasila dan susunan pengetahuan Pancasila.
Tentang sumber pengetahuan Pancasila, sebagaimana telah dipahami bersama adalah
nilai-nilai yang ada pada bangsa Indonesia sendiri. Merujuk pada pemikiran filsafat
Aristoteles, bahwa nilai-nilai tersebut sebagai kausa materialis Pancasila.
Sila pertama memberi landasan kebenaran pengetahuan manusia yang bersumber
pada intuisi. Manusia pada hakekatnya kedudukan dan kodratnya adalah sebagai
makhluk Tuhan Yang Maha Esa, maka sesuai dengan sila pertama Pancasila,
epistimologi pancasila juga mengakui kebenaran wahyu yang bersifat mutlak. Hal ini
sebagai tingkat kebenaran yang tinggi.
Selain itu dalam sila ketiga, keempat, dan kelima, maka epistimologi Pancasila
mengakui kebenaran konsensus terutama dalam kaitan dengan hakekat sifat kodrat
manusia sebagai makhluk individu dan makhlik sosial.
Sebagai suatu paham epistimologi, maka pancasila mendasarkan pandangannya
bahwa ilmu pengetahuan pada hakekatnya tidak bebas nilai karena harus diletakkan pada
kerangka moralitas kodrat manusia serta moralitas religius dalam upaya untuk
mendapatkan suatu tingkatan pengetahuan dalam kehidupan manusia. Itulah sebabnya
Pancasila secara epitimologi harus menjadi dasar moralitas bangsa dalam membangun
perkembangan sains dan teknologi dewasa ini.
Kajian aksiologi filsafat Pancasila pada hakekatnya membahas tentang nilai praktis
atau manfaat suatu pengetahuan tentang Pancasila. Karena sila-sila pancasila sebagai
suatu sistem filsafat memiliki satu kesatuan dasar aksiologi, sehingga nilai-nilai yang
terkandung dalam pancasila pada hakekatnya juga merupakan suatu kesatuan.
Selanjutnya aksiologi pancasila mengandung arti bahwa kita membahas tentang filsafat
niali Pancasila. Istilah nilai dalam kajian filsafat pancasila dipakai untuk merujuk pada

Membangun Karakter dan Kepribadian melalui Pendidikan Kewarganegaraan 5


Laporan Buku
Oleh : Sawaludin, S.Pd
ungkapan abstrak yang dapat juga diartikan sebagai “keberhargaan” (worth) atau
“kebaikan” (goodnes), dan kata kerja yang artinya sesuatu tindakan kejiwaan tertentu
dalam menilai atau melakukan penilaian.
Secara aksiologi, bangsa Indonesia merupakan pendukung nilai-nilai Pancasila
(subscriber of value Pancasila). Bangsa Indonesia yang berketuhanan, yang
berkemanusiaan, yang berpersatuan, yang berkerakyatan dan yang berkeadilan sosial.
Sebagai pendukung nilai, bangsa Indonesia itulah yang menghargai, mengakui,
menerima pancasila sebagai sesuatu yang bernilai. Hal ini akan tampak menggejala
dalam sikap, tingkah laku, dan perbuatan bangsa Indonesia.

Bab III Identitas Nasional


Ruang lingkup bagian ketiga ini penulis mengupas terkait karakteristik identitas
nasional dan proses berbangsa dan bernegara.
Penulis dalam menggambarkan tentang karakteristik identitas nasional memulai
dengan melihat kedaan dan kondisi bangsa kita dewasa ini yang menghadapkan kita pada
suatu keprihatinan dan sekaligus juga mengundang kita untuk ikut bertanggung jawab
atas mozaik Indonesia yang retak bukan sebagai ukiran melainkan membelah dan
meretas jahitan busana tanah air, tercabik-cabik dalam kerusakan yang menghilangkan
keindahannya. untaian kata-kata ini merupakan untaian tamsilan bahwasanya bangsa
inidonesia yang dulunya dikenal sebagai "het zachste volk ter aarde" dalam pergaulan
antar bagsa, kini sedang mengalami tidak saja krisis identitas melainkan juga krisis
dalam berbagai dimensi kehidupan yang melahirkan instabilitas yang berkepanjangan
semenjak reformasi dikomandangkan pada tahun 1998.
Krisis multidimensi yang sedang melanda masyarakat kita semua bahwa pelestarian
budaya sebagai upaya untuk mengembangkan identitas nasional kita telah ditegaskan
sebagai komitmen konstitusional sebagaimana dirumuskan oleh para pendiri negara kita
dalam pembukaan UUD 1945 yang intinya adalah memajukan kebudayaan Indonesia.
Dengan demikian secara konstitusional pengembangan kebudayaan untuk membina dan
mengembangkan identitas nasional kita telah diberi dasar dan arahnya.
Selanjutnya, yang paling penting dalam bagian ini adalah penulis menguraikan
tentang : Pertama, unsur-unsur identitas nasional yang mencakup suku bangsa, agama,
kebudayaan dan bahasa. Kemudia dari unsur-unsur ini penulis merumuskan menjadi tiga
bagian sebagai berikut: 1) identitas fundamental, yaitu pancasila yang merupakan

Membangun Karakter dan Kepribadian melalui Pendidikan Kewarganegaraan 6


Laporan Buku
Oleh : Sawaludin, S.Pd
falsafah bangsa, dasar negara, dan idiologi negara. 2) identitas instrumental yang berisi
UUD 1945 dan tata perundangannya, bahasa Indonesia, lembaga negara, lagu
kebangsaan Indonesia raya. 3) identitas alamiah yang meliputi negara kepulauan dan
pluralisme dalam suku, bahasa, budaya dan agama serta kepercayaan.
Kedua, integrasi nasional Indonesia dan identitas nasional. Masalah integrasi
nasional di Indonesia sangat kompleks dan multidemensional. Untuk mewujudkannya
dperlukan keadilan, kebijakan yang diterpakan oleh pemerintah dengan tidak
membedakan ras, suku, agama, dan sebagainya. Sebenarnya upaya membangun keadilan,
kesatuan dan persatuan bangsa merupakan bagian dari upaya membangun dan membina
stabilitas politik disamping upaya lain seperti banyaknya keterlibatan pemerintah dalam
menentukan komposisi dan mekanisme parlemen.
Dengan demikian upaya integrasi nasional dengan strategi yang mantap perlu terus
dilakukan agar terwujud integrasi bangsa Indonesia yang diinginkan. Upaya
pembangunan dan pembinaan integrasi nasional ini perlu karena pada hakekatnya
integrasi nasionaltidak lain menunjukkan tingkat kuatnya persatuan dan kesatuan bangsa
yang diinginkan. Pada akhirnya persatuan dan kesatuan bangsa inilah yang dapat lebih
menjamin terwujudnya negara yang makmur, aman dan tentram. Jika melihat konflik
yang terjadi di Aceh, Ambon, Kalimantan dan berbagai daerah lainnya merupakan
cerminan dan belum terwujudnya integrasi nasional yang diharapkan. Sedangkan
kaitannya dengan identitas nasional adalah bahwa adanya integrasi nasional dapat
menguatkan akar dari identitas nasional yang sedang dibangun.
Sedangkan dalam menguraikan proses berbangsa dan bernegara, penulis
manguraikan tentang paham nasionalisme kebangsaan dan revitalisasi pancasila sebagai
pemberdayaan identitas nasional. Paham nasionalisme atau paham kebangsaan adalah
sebuah situasi kejiwaan dimana kesetiaan seseorang secara total diabdikan langsung
kepada negara bangsa atas nama sebuah bangsa. Munculnya nasionalaisme terbukti
sangat efektif sebagai alat perjuangan bersama merebut kemerdekaan dari cengkraman
kolonial. Semangat nasionalisme diharapkan secara efektif oleh para penganutnya dan
dipakai sebagai metode perlawanan dan alat identifikasi untuk mengetahui siapa lawan
dan kawan.
Secara garis besar terdapat tiga pemikiran besar tentang nasionalisme di Indonesia
yang terjadi pada masa sebelum kemerdekaan yaitu paham ke-Islaman, Marxisme, dan
Nasionalisme Indonesia.

Membangun Karakter dan Kepribadian melalui Pendidikan Kewarganegaraan 7


Laporan Buku
Oleh : Sawaludin, S.Pd
Yang menarik dalam bagian ini, penulis juga memaparkan tentang merevitalisasi
pancasila sebagai manifestasi identitas nasional, penyelenggaan MPK hendaknya
dikaitkan dengan wawasan:
 Spritual, untuk meletakkan landasan etik, moral, nilai relegius, sebagai dasar dan
arah perkembangan suatu profesi.
 Akademik, untuk menunjukkan bahwa MPK merupakan aspek being yang tidak
kalah pentingnya bahkan lebih penting dari pada aspek having dalam kerangka
penyiapan sumber daya manusia (SDM) yang bukan sekedar instrumen
melainkan adalah subjek pembaharuan dan pencerahan.
 Kebangsaan, untuk menumbuhkan kesadaran nasionalismenya agar dalam
pergaulan antar bangsanya, bangga dan respek kepada jati diri bangsanya yang
memiliki idiologi tersendiri.
 Mondial, untuk menyadarkan bahwa manusia dan bangsa di masa kini siap
mengahadapi dialektikanya perkembangan dalam masyarakat dunia yang
“terbuka”.
Revitalisasi sebagai manifestasi identitas nasional mangandung makna bahwa
pancasila harus kita letakkan dalam keutuhannya dengan pembukaan, diekplorasikan
demensi-dimensi yang melekat padanya, yang meliputi:
a. Realitas, dalam arti bahwa nilai-nilai yang terkadung di dalamnya dikonsentrasikan
sebagai cerminan kondisi obyektif yang tumbuhdan berkembang dalam masyarakat
kampus utamanya, suatu rangkaian nilai-nilai yang bersifat sein im sollen dan das
sollen im sein.
b. Identitas, dalam arti bahwa idealisme yang terkandung di dalamnya bukanlah
sekedar utopia tanpa makna, melainkan diobyektivitas sebagai kata kerja untuk
membangkitkan gairah dan optimisme para warga masyarakat guna melihat hari
depan secara prospektif, menuju hari esok yang lebih baik, melalui seminar atau
gerakan dengan tema “Revitalisasi Pancasila”.
c. Fleksibilitas, dalam arti bahwa Pancasila bukanlah barang jadi yang sudah selesai
dan tertutup menjadi suatu yang sakral, melainkan terbuka bagi tafsir-tafsir baru
untuk memenuhi kebutuhan zaman yang terus menerus berkembang.
Melalui revitalisasi Pancasila sebagai wujud pemberdayaan identitas nasional inilah,
maka identitas nasional dalam alur rasional akademik tidak saja segi sektual melainkan
juga segi konseptualnya diekplorasikan sebagai referensi kritik sosial terhadap berbagai

Membangun Karakter dan Kepribadian melalui Pendidikan Kewarganegaraan 8


Laporan Buku
Oleh : Sawaludin, S.Pd
penyimpangan yang melanda masyarakat kita dewasa ini. Untuk membentuk jati diri
maka nilai-nilai yang ada tersebut harus digali dulu misalnya nilai-nilai agama yang
datang dari Tuhan dan nilai-nilai yang lain misalnya gotong royong, persatuan kesatuan,
saling menghargai menghormati yang hal ini sangat berarti dalam memperkuat rasa
nasionalisme bangsa. Dengan saling mengerti antara satu dengan yang lain maka secara
langsung dapat memperlihatkan jati diri bangsa kita yang akhirnya mewujudkan identitas
nasional kita.

Bab IV Politik dan Strategi


Dalam ruang lingkup bab ini, ada dua permasalahan yang paling disoroti oleh penulis
yaitu terkait tentang sistem konstitusi dan sistem politik dan kenegaraan Indonesia.
a. Substansi Konstitusi
Dalam sistem konstitusi dijabarkan mengenai substansi konstitusi yang para
sarjana banyak yang menyamakan dan banyak juga yeng mebedakan antara
konstitusi dan undang-undang dasar. Seperti L.J Van Aveldoorn yang membedakan
konstitusi dengan Undang-Undang Dasar, bahwa Konstitusi (constitution) adalah
memuat peraturan tertulis dan pertauran tidak tertulis, sedangkan Undang-Undang
Dasar (grondwet) adalah bagian bagian tertulis dari konstitusi. Sedangkan Sri
Sumantri menyamakan arti keduanya sesuai dengan praktek ketatanegaraan di
sebagian besar negara-negara dunia termasuk Indonesia.
Herman Heller membagi pengetian konstitusi menjadi tiga, yaitu:
1) Konstitusi adalah mencerminkan kehidupan politik di dalam masyarakat sebagai
suatu kenyataan (mengandung arti politis dan sosiologis).
2) Konstitusi adalah suatu kesatuan kaedah yang hidup dalam dalam masyarakat
(mengandung arti hukum atau yuridis).
3) Konstitusi adalah yang ditulis dalam suatu naskah sebagai undang-undang yang
tertinggi yang berlaku dalam suatu negara.
Selain membedakan dua istilah itu, dalam substansi ini penulis juga
menguraikan tentang sistem dan prosedur Amandemen UUD. Yang secara umum
sistem yang dianut oleh negara-negara dalam mengamandemen UUD-nya dapat
dibedakan menjadi dua sistem, yaitu:
 Sistem Eropa Kontinental, yaitu amandemen dengan membuat UUD yang
secara keseluruhan. Penganutnya adalah Belanda, Jerman, dan Prancis.

Membangun Karakter dan Kepribadian melalui Pendidikan Kewarganegaraan 9


Laporan Buku
Oleh : Sawaludin, S.Pd
 Sistem negara-negara Anglo-Saxon (Amerika), yaitu apabila konstitusi berubah
makna yang asli tetap berlaku, yang mana perubahan itu sebagai lampiran dari
konstitusi.
Indonesia menganut sistem yang berkembang di negara Anglo Saxon (Amerika)
dengan alasan:
1. Perubahan UUD itu tidak dilakukan secara keseluruhan, melainkan beberapa
pasal yang nyata-nyata dipendang tidak sesuai dengan keadaan atau
bersembranagan dengan tuntutan reformasi.
2. Pasal-pasal hasil amandemen masih merupakan bagian dari UUD aslinya,
sehingga tidak ada distorsi sejarah antara konstsitusi asli dengan ahasil
perubahan.
Ada beberapa pendapat para ahli ketatanegaraan tentang prosedur perubahan
UUD, yaitu:
Goerge Jellinek, membedakan cara perubahan UUD dibedakan atas:
o Cara senagaja sesuai dengan ketentuan dalam UUD.
o Cara yang tidak sesuai dengan cara yang ditentukan dalam UUD-nya melainkan
dengan prosedur istimewa, seperti revolusi, coup d’etat, convensi dan
sebagainya.
C.F. Strong, menyebutkan empat cara perubahan UUD, yaitu:
o Dirubah oleh legislatif dengan persyaratan khusus.
o Prubahan konstitusi dilakukan oleh rakyat melalui referendum.
o Dalam negara federal perubahan itu disetujui oleh negara-negara bagian.
o Perubahan melalui konvensi khusus oleh suatu lembaga negara yang dibentuk
untuk itu.
Perubahan UUD 1945 tidak semata-mata ditentukan oleh kekuatanhukum
mengatur tata cara perubahan, tetapi lebih ditentukan oleh berbagai kekuatan dan
sosial yang sedang bergulir di era reformasi. Apabila menikuti prosedur hukum,
maka harus terlebih dahulu dilakukan referendumdan barulah MPR malakukan
perubahan sesuai pasal 37 UUD 1945 setelah rakyat menyetujui 90% suara.
b. Sistem politik dan kenegaraan Indonesia
Dalam sub kajian ini, penulis memaparkan dua point penting yaitu tentang
stratifikasi politik nasional dan ketatanegaraan Indonesia.

Membangun Karakter dan Kepribadian melalui Pendidikan Kewarganegaraan 10


Laporan Buku
Oleh : Sawaludin, S.Pd
Stratifikasi politik (kebijakan) nasional dalam negara republik Indonesia sebagai
berikut:
1. Tingkat Penentu Kebijakan Puncak, meliputi kebijakan tertinggi yang
menyeluruh secara nasional dan mencakup: penentuan undang-undang dasar,
pengarisan masalah makro politik bangsa dan negara untuk merumuskan tujuan
nasional (national goals) berdasarkan falsafah pancasila dan UUD 1945.
2. Tingkat Kebijakan Umum, merupakan tingkat kebijakan dibawah tingakat
kebijakan puncak yang lingkupnya menyeluruh nasional dan berupa
penggarisan menenai masalah makro strategis guna mencapai tujuan nasional
dalam situasi dan kondisi tertentu.
3. Tingkat Penentu Kebijakan Khusus, merupakan pengagarisan terhadap suatu
bidang utama (major area) pemerintahan. Wewenang pengeluaran kebijakan
khusus ini terletak ditangan pemimpin eselon pertama departemen pemerintahan
dan pemimpin lembaga-lembaga non departemen.
4. Tingkat Penentuan Kebijakan Teknis, meliputi penggarisan dalam satu sektor
dari bidang utama di atas dalam bentuk prosedur serta tekhnik untuk
mengimplementasikan rencana, program dan kegiatan. Kebijakan tekhnis ini
dlakukan oleh kepala daerah, propensi dan kabupaten/kota. Sementara itu
terdapat dua kekuasaan dalam pembuatan aturan di Daerah.
Ketatanegaraa Indonesia, berdasarkan perubahan UUD 1945 tidak mengenal
lembaga tertinggi dan tinggi negara, melainkan lembaga kekuasaan negara yang
terdiri dari:
a. Lembaga legislatif yaitu MPR, terdiri atas DPR, DPD.
b. Lembaga eksekutif, yaitu presiden dan wakil presiden.
c. Lembaga yudikatif yang memegang kekuasaan kehakiman, terdiri dari MA,
MK, dan KY.
d. Badan pemeriksa keuangan (BPK).
Perubahan sistem kelembagaan negara dalam UUD 1945, dalam perubahan
pasal-pasal tentang kelembagaan negara tidak lepas dari konteks dari reaksi keadaan
sosial politik masyarakat, sehingga mempengaruhi substansi perubahan beberapa
pasal reaktif tersebut. Berdasarkan hal tersebut, maka struktur kelembagaan negara
tentu akan mengalami perubahan.

Membangun Karakter dan Kepribadian melalui Pendidikan Kewarganegaraan 11


Laporan Buku
Oleh : Sawaludin, S.Pd
Bab V Demokrasi Indonesia
Ada tiga konsep yang dikupas dalam bab ini, yaitu terjait dengan konsep demokrasi,
prinsip demokrasi, dan pendidikan demokrasi.
a. Konsep demokrasi dan Prinsip demokrasi
Di dalam the advancced learner’s dictionary of current english dikemukakan
bahwa yang dimaksud dengan democracy adalah:
“(1) country with prinsiples of gaverment in which all adult citizens share
through their ellected representatives; (2) country with gaverment which
encourages and allows rights of citizenship such as freedom of speech, religion,
opinion, and association, the assertion of rule of law, majority rule, accompanied by
respect for the rights of minorities. (3) society in which three is treatment of each
other by citizens as equals”.

Dari kutipan pengertian tersebut tanpak bahwa kata demokrasi merujuk kepada
konsep kehidupan kenegaraan atau masyarakat diaman warga negara dewasa turu
berpartisipasi dalam pemerintahan melalui wakilnya yang dipilih; pemerintahannya
mendorong dan menjamin kemerdekaan berbicara, beragama, berpendapat,
berserikat, menegakkan Rule of Law, adanya pemerintahan mayoritas yang
menhormati hak-hak kelompok minoritas; dan masyarakat yang warga negaranya
saling memberi peluang yang sama.
Istilah demokrasi, pertama kali dipakai di Yunani kuno, khususnya di Kota
Athena, untuk menunjukkan sistem pemerintahan yang berlaku disana.
Secara umum demokrasi itu ada dua yaitu demokrasi langsung dan demokrasi
tidak langsung. Demokrasi langsung adalah demokrasi yang secara langsung rakyat
diikut sertakan dalam proses pengambilan keputusan untuk menjalankan kebijakan
pemerintah. Sedangkan demokrasi tidak langsung adalah demokrasi yang dijalankan
melalui wakil rakyat yang dipilihnya melalui pemilu.
Menurut Henry B.Mayor merincikan nilai-nilai demokrasi sebagai berikut:
1) Menyelesaikan perselisihan dengan damai secara melembaga
2) Menjamin terselenggaranya perubahan secara damai dan dalam suatu
masyarakat yang sedang berubah.
3) Menyelenggarakan pergantian pemimpin secara teratur
4) Membatasi pemakaian kekerasan sampai minimum
5) Mengakui dan menganggap wajar adanya keanekaragaman
6) Menjamin tegaknya keadilan.

Membangun Karakter dan Kepribadian melalui Pendidikan Kewarganegaraan 12


Laporan Buku
Oleh : Sawaludin, S.Pd
Dengan demikian, bahwa untuk melaksanakan nilai-nilai demokrasi perlu
diselenggarakan beberapa lembaga sebagai berikut:
o Pemerintahan yang bertanggung jawab
o Suatu dewan perwakilan rakyat yang mewakili golongan-golongan dan
kepentingan-kepentingan dalam masyarakat yang dipilih melalui pemilihan
umum secara bebas dan rahasia. Dewan ini harus mempunyai fungsi
pengawasan terhadap pemerintah tentu saja pengawasan yang konstruktif (kritik
membangun) dan sesuai normatif (aturan yang berlaku).
o Semua organisasi politik yang mencakup satu atau lebih partai politik. Parpol ini
menjalin hubungan yang rutin dan berkesinambungan antara rakyat dengan
pemerintah.
o Pers dan media massa yang bebas untuk menyatakan pendapat
o Sistem peradilan yang bebas untuk menjamin hak-hak azasi dan
mempertahankan keadilan.
b. Pendidikan Demokrasi
Pendidikan demokrasi dibagi atas tiga bagian:
1. Pendidikan demokrasi secara formal yaitu pendidikan yang melewati tatap
muka, diskusi timbal balik, presentasi, studi kasus untuk memberikan gambaran
kepada siswa agar supaya mempunyai kemampuan untuk cinta negara dan
bangsa. Pendidikan formal biasanya dilakukan disekolah atau di perguruan
tunggi.
2. Pendidikan demokrasi secara informal yaitu pendidikan yang melewati tahap
pergaulan dirumah maupun dimasyarakat, sebagai bentuk aplikasi nilai
berdemorasi sebagai hasil intraksi terhadap lingkungan sekitarnya, langsung
dapat merasakan hasilnya.
3. Pendidikan nonformal yaitu pendidikan melewati tahap diluar lingkungan
masyarakat lebih makro dalam berintraksi sebab pendidikan di luar sekolah
mempunyai variabel maupun parameter yang signifikan terhadap pembentukan
jiwa seseorang.
Visi Pendidikan Demokrasi
Sebagai wahana substantis, pedagogis dan sosial kulturaluntuk membangun
cita-cita, nilai, konsep, prinsip, sikap dan keterampilan demokrasi dalam diri warga

Membangun Karakter dan Kepribadian melalui Pendidikan Kewarganegaraan 13


Laporan Buku
Oleh : Sawaludin, S.Pd
negara melalui pengalaman hidup dan berkehidupan demokrasi dalam berbagai
konteks.
Misi Pendidikan Demokrasi
Mampasilitasi warga negara untuk mendapatkan bebagai akses kepada dan
menggunakan secara cerdas bebagai sumber informasi tentang demokrasi dalam
teori dan praktek untuk berbagi konteks kehidupan. Sehingga memiliki wawasan
yang luas dan memadai.
Mampasilitasi warga negara untuk dapat malakukan kajian konseptual dan
oprasional secara cermat, dan bertanggung jawab terhadap barbagai cita-cita,
instrumentasi praksis demokrasi guna mendapatkan keyakinan dalam melakukan
pengambilan keputusan individual dan atau kelompok dalam kehidupannya sehari-
hari serta berargumentasi atas keputusannya itu.
Mempasilitasi warga negara untuk memperoleh dan memafaatkan kesempatan
berpartisipasi serta cerdas dan bertanggung jawab dalam praktis kehidupan
demokrasi di lingkungannya, seperti mengeluarkan pendapat, berkumpul, berserikat,
memilih, serta memonitor dan mempengaruhi kebijakan publik.

Bab VI HAM dan Rule of Law


Ruang lingkup yang dibahas dalam bab ini adalah arti, makna HAM dan rule oflaw.
a. Arti dan makna Hak Asasi Manusia
HAM adalah hak-hak yang melekat pada diri manusia, dan tanpa hak-hak itu
manusia tidak dapat hidup layak sebagai manusia. Hak tersebut diperoleh
bersamadengan kelahiran atau kehadiran didalam kehidupan masyarakat.
Ruang lingkup ham meliputi : hak pribadi: hak-hak persamaan hidup, kebebasan
keamanan, dan lain sebagainya; hak milik pribadi dalam kelompok sosial diamana ia
ikut serta; kebebasan sipil dan politik untuk dapat ikut serta dalam pemerintahan;
hak-hak yang berkenaan dengan maslah ekonomi dan sosial.
Konsep HAM ini dibidani oleh sebuah komisi PBB yang dipimpin oleh Elenor
Roosevelt (10 Desember 1948) dan secara resmi disebut “Universal Deklaration of
Human Rigths” didalamnya dijelaskan tentang hak-hak sipil, politik ekonomi, sosial
dan kebudayaan yang dinikmati manusia di dunia yang mendorong penghargaan
terhadap hak-hak asasi manusia. Sejak tahun 1957, konsep ham dilengkapi dengan
tiga perjanjian, yaitu; 1) hak ekonomi sosial dan budaya, 2) perjanjian internasional

Membangun Karakter dan Kepribadian melalui Pendidikan Kewarganegaraan 14


Laporan Buku
Oleh : Sawaludin, S.Pd
tentang hak sipil dan politik, 3) protokol opsional bagi perjanjian hak sipil dan
politik internasional. Pada sidang PBB pada tanggal 16 Desember 1966 ketiga
dokumen tersebut diterima dan di ratifikasi.
Di Indonesia HAM di dasarkan pada Konstitusi NKRI, yaitu: Pembukaan UUD
1945 (alenia I), Pancasila sila ke-4, Batang Tubuh UUD 1945 (pasal 27, 29, dan 30),
UU no.39/1999 tentang HAM dan UU no.26/2000 tentang pengadilan HAM. HAM
di Indonesia menjamin hak untuk hidup, hak bekeluarga dan melanjutkan keturunan,
hak mengembangkan diri, hak memperoleh keadilan, hak atas kebebasan, hak atas
rasa aman, hak atas kesejahteraan, hak turut serta dalam pemerintahan, hak wanita
dan hak anak.
b. Rule of Law
Rule of Law adalah suatu doktrin hukum yang mulai muncul pada abad ke 19,
bersama dengan kelahiran negara konstitusi dan demokrasi. Ia lahir sejalan dengan
tumbuh suburnya demokrasi dan meningkatkan peran parlemen dalam
penyelenggaraan negaradan sebagai reaksi terhadap negara absolut yang
berkembang sebelumnya. Rule of Law merupakan konsep tentang common law
dimana segenap lapisan masyarakat dan negara beserta seluruh kelembagaannya
menjunjung tinggi supremasi hukum yang dibangun diatas prinsip keadilan dan
egalitarian. Rule of Law adalah rule by the law dan bukan rule by the man. Ia lahir
yang mengmbil alih dominasi yang dimiliki kaum gereja, ningrat dan kerajaan dan
munculkan negara konstitusi dari mana doktrin Rule of Law ini lahir. Ada tidaknya
Rule of Law disuatu negara tergantung dari kenyataan, apakah rakyat benar-benar
menikmati keadilan dalam arti mendapat perlakuan yang adil, baik sesama
warganegara, maupun dari pemerintah. Oleh karena itu pelaksanaan kaidah-kaidah
hukum yang berlakudi suatu negara merupakan suatu premis bahwa kaedah-kaedah
yang dilaksnakan itu merupakan hukum yang adil, artinya kaidah hukum yang
menjamin perlakuan yang adil bagi masyarakat.
Untuk membangun kesadaran dimasyarakat tentang pentingnya Rule of Law, not
rule by the man, maka dipandang perlu dimasukkan materi intruksional Rule of Law
sebagai salah satu materi di dalam mata kuliah pendidikan kewarganegaraan (PKn).
PKn merupakan desain baru kurikulum inti di PTU yang menunjang pencapaian Visi
Indoensia 2020 (Tap MPR No. VII/MPR/2001) dan Visi pendidikan Tinggi 2010
(HELTS 2003-2010-DGHE) dan merupakan elemen dalam kelompok mata kuliah

Membangun Karakter dan Kepribadian melalui Pendidikan Kewarganegaraan 15


Laporan Buku
Oleh : Sawaludin, S.Pd
pengembangan kepribadian (MPK). Ia salah satu bentuk penjabaran UU No.20 tahun
2003 tentang Sikdiknas yang tidak lagi menyinggung masalah pendidikan
pendahuluan bela negara (PPBN) atau diperguruan tinggi di sebut pendidikan
kewiraan dan ditiadakannya pendidikan pancasila sebagai mata kuliah tersendiri dari
kurikulum perguruan tinggi.
Di Indonesia, prinsip-prinsip rule of law secara formal tertera dalam pembukaan
UUD 1945 yang menyatakan: (1) bahwa kemerdekaan itu adalah hak segala
bangsa,...... karena tidak sesuia dengan peri kemanusiaan dan “peri keadilan”,
(2) ......kemerdekaan Indonesia yang merdeka, bersatu, bedaulat “adil” dan makmur;
(3) .....untuk memajukan “kesejahteraan umum”,.....dan “keadilan sosial”;
(4)..........disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu “Undang-
Undang Dasar Negara Indonesia”; (5)........”kemanusiaan yang adil dan beradab”;
dan (6) ............serta dengan mewujudkan suatu “keadilan sosial” bagi seluruh rakyat
Indonesia.
Inti dari rule of law adalah jaminan adanya keadilan bagi masyarakat, teruatama
keadilan sosial. Prinsip-prinsip Rule of Law diatas merupakan dasar hukum
pengambilan kebijakan bagi penyelenggara negara/pemerintah, baik ditingkat pusat
maupun tingkat daerah, yang berkaitan dengan jaminan atas rasa keadilan tertama
keadilan sosial.
Strategi pelaksanaan (pengembangan) Rule of Law
Agar pelaksanaan Rule of Law berjalan efektif sesuai dengan yang diharapkan,
maka:
1. Keberhasilan “the enforcement of the rule of law” harus didasarkan pada corak
masyarakat hukum yang bersangkuta dan kepribadian nasional masing-masing
bangsa.
2. Rule of Law merupakan indtitusi sosial harus didasarkan pada akar budaya yang
tumbuh dan berkembang pada bangsa.
3. Rule of Law sebagai suatu legalisme yang memuat wawasan sosial, gagasan
tentang hubungan antara manusia, masyarakat dan negara, harus dapat
ditegakkan secara adil, dan hanya memihak kepada keadilan.
Untuk mewujudkan hal tersebut, perlu dikembangkan hukum progresif yang
hanya memihak kepada keadilan itu sendiri, bukan sebagai alat politik yang
memihak kepada kekuasaan seperti yang selama ini diperlihatkan. Hukum progresif

Membangun Karakter dan Kepribadian melalui Pendidikan Kewarganegaraan 16


Laporan Buku
Oleh : Sawaludin, S.Pd
merupakan gagasan yang ingin mencari cara untuk mengatasi keterpurukan hukum
di Indonesia secara lebih bermakna. Asumsi dasar hukum positif bahwa “hukum
adalah untuk manusia”, bukan sebaliknya, hukum bukan institusi yang absolut dan
final, hukum selalu berada dalam proses untuk terus menerus menjadi (law as
process, law in the making). Hukum progresif memuat kandungan moral yang
sangat kuat, karena tidak ingin menjadikan hukum sebagai teknologi yang tidak
bernurani, melainkan suatu institusi yang bermoral yaitu kemanusiaan.

Bab VII Hak dan Kewajiban Warga Negara


Ada tiga hal yang dibahas dalam bab ini, yaitu terkait dengan negara dan kedaulatan,
warga negara Indonesia, dan hak dan kewajiban warga negara.
a. Negara dan Kedaulatan
Bangsa Indonesia adalah sekelompok manusia yang mempunyai kepentingan
yang sama dan menyatakan dirinya sebagai suatu bangsa serta berproses di dalam
suatu wilayah; nusantara/Indonesia.
Banyak para ahli memberikan definisi tentang negara, namun syarat dan
pengrtiannya mencakup elemen sebagai berikut:
1) Penduduk, yaitu semua orang yang berdomisili dan menyatakan dirinya ingin
bersatu.
2) Wilayah, yaitu batas teritorial yang jelas atas darat dan laut serta udara
diatasnya.
3) Pemerintah, yaitu organisasi utama yang bertindak menyelenggarakan
kekuasaan, fungsi-fungsi dan kebijakan mencapai tujuan.
4) Kedaulatan, yaitu supremasi wewenang secara merdeka dan bebas dari dominasi
negara lain dan negara memperoleh pengakuan dunia Internasional.
b. Warga Negara Indonesia
Warga negara dari suatu negara berarti anggota dari negara itu yang merupakan
pendukung dan penanggung jawab terhadap kemajuan dan kemunduran suatu
negara. Oleh karena itu seorang menjadi anggota atau warga suatu negara aruslah
ditentukan oleh undang-undang yang dibuat oleh negara tersebut. Sebelum negara
yang menentukan siapa-siapa yang menjadi warga negara terlebih dahulu negara
harus mengakui bahwa setiap orang berhak memilih kewarganegaraan, mamilih
tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya serta berhak

Membangun Karakter dan Kepribadian melalui Pendidikan Kewarganegaraan 17


Laporan Buku
Oleh : Sawaludin, S.Pd
kembalisebagaimana dinyatakan oleh pasal 28E ayat (1) UUD 1945. Pernyataan ini
mengandung makna bahwa orang-orang yang tinggal dalam wilayah negara dapat
diklasifikasikan menjadi berikut ini:
1) Penduduk, ialah yang memiliki domisili atau tempat tinggal tetap di wilayah
negara itu, yang dapat dibedakan warga negara dengan warga negara asing
(WNA).
2) Bukan penduduk, yaitu orang-orang asing yang tinggal dalam negara bersifat
sementara sesuai dengan visi yang diberikan oleh negara (kantor imigrasi) yang
bersangkutan, seperti turis.
Asas Kewarganegaraan
 Asas Kelahiran (Ius Soli)
 Asas Keturunan (Ius Sanguinis)
 Asas Perkawinan
 Unsur Pewarganegaraan (Naturalis)
Problem status kewarganegaraan
Problem status kewarganegaraan seseorang apabila asas kewarganegaraan diatas
diterapkan secara tegas dalam sebuah negara akan menakibatkan status
kewarganegaraan seseorang sebagai berikut:
 Apatride, yaitu seorang tidak mendapat kewarganegaraan disebabkan oleh orang
yang tersebut lahir disebuah negara yang menganut asas ius sanguinis.
 Bipatride, yaitu seorang akan mendapatkan dua kewarganegaraan apabila orang
tersebut berasal dari orang tua yang mana negaranya menganut sanguinis
sedangkan dia lahir di sutu negara yang manganut asas ius soli.
 Multipatride, yaitu seorang penduduk yang tinggal diperbatasan antara dua
negara.
c. Hak dan Kewajiban Warga Negara
1) Hak Warga Negara
Dalam UUD 1945 telah dinyatakan hak warga negara sebagai berikut:
a) Hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak.
b) Berhak berserikat, berkumpul serta mengeluarkan pikiran.
c) Berhak untuk hidup dan mempertahankan kehidupan.
d) Berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan.

Membangun Karakter dan Kepribadian melalui Pendidikan Kewarganegaraan 18


Laporan Buku
Oleh : Sawaludin, S.Pd
e) Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta
perlindungan kekerasan dan diskriminasi.
f) Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan
dasarnya.
g) Berhak mendapatkan pendidikan, ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan
budaya demi meningkatkan kualitas hidupnya demi kesejahteraan hidup
manusia.
h) Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan.
i) Dan seterusnya.
2) Kewajiban Warga Negara
 Wajib menjunjung hukum dan pemerintahan
 Wajib ikut serta dalam upaya membela negara
 Wajib menghormati hak asasi manusia orang lain
 Wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang
untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan
orang lain.
 Wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.
 Wajib mengikuti pendidikan dasar.

Bab VIII Geopolitik Indonesia


Ruang lingkup dalam bab ini, penulis memaparkan tentang dua hal yaitu: wilayah
sebagai ruang hidup dan otonomi daerah.
1. Wilayah sebagai Ruang Hidup
a. Geopolitik Indonesia
Geopolitik Indonesia adalah wawasan nusantara merupakan cara pandang
dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkungannya yang serba beragam
dan bernilai strategis dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan wilayah dan
tetap menghargai serta menghormati kebhinekaan dalam setiap aspek kehidupan
nasional untuk mencapai tujuan nasonal.
Wawasan nusantara sebagai wawasan nasional bangsa Indonesia merupakan
ajaran yang dinyakini kebenarannya oleh seluruh rakyat agar tidak terjadi
penyesatan dan penyimpangan dalam upaya mencapai dan mewujudkan cita-cita
dan tujuan nasional.

Membangun Karakter dan Kepribadian melalui Pendidikan Kewarganegaraan 19


Laporan Buku
Oleh : Sawaludin, S.Pd
Wawasan nusantara berfungsi sebagai pedoman, motivasi, dorongan serta
rambu-rambu dalam menentukan segala kebijaksanaan, keputusan, tindakan, dan
perbuatan begi penyelenggara negara di tingkat pusat dan di daerah maupun bagi
seluruh rakyat Indonesia dalam kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara.
Wawasan nusantara bertujuan mewujudkan nasionalisme yang tinggi
disegala aspek kehidupan rakyat Indonesia yang lebih mengutamakan
kepentingan nasional dari pada kepentingan individu, kelompok, golongan, suku
bangsa ataupun daerah. Nasionalisme yang tinggi disegala bidang kehidupan
demi tercapainya tujuan nasional tersebut merupakan pancaran dari makin
meningkatnya rasa, paham, dan semangat kebangsaan dalam jiwa bangsa
Indonesia sebagai hasil pemahaman dan penghayatan Wawasan Nusantara.
Asas wawasan nusantara terdiri atas: kepentingan bersama, tujuan yang
sama, keadilan, kejujuran, solidaritas, kerjasama, dan kesetiaan terhadap ikrar
atau kesepakatan bersama demi terpiliharanya persatuan dan kesatuan dalam
kebhinekaan.
b. Prospek implementasi geopolitik Indonesia
Berkaitan dengan wawasan nusantara yang sarat dengan nilai-nilai budaya
bangsa dan di bentuk dalam proses panjang sejarah perjuangan bangsa, apakah
wawasan bangsa Indonesia tentang persatuan dan kesatuan itu akan hanyut tanpa
bekas atau akan tetap kokoh dan mampu bertahan dalam terpaan nilai globalyang
menantang wawasan persatuan bangsa? Tantangan itu antara lain adalah
pemberdayaan rakyat yang optimal, dunia tanpa batas, era baru kapitalisme dan
kesadaran warga negara.
Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia melui deklarasi tanggal 13
desember 1957 mengajukan NKRI perlu laut wilayah (territory water) selebar 12
mil laut dari Garis Pangkal/Garis Dasar (base line) atas dasar “point to point
theory” . Dengan demikian laut antara pulau menjadi perairan pedalaman
(internal waters). Selanjutnya laut wilayah dan laut pedalaman dikenalkan sebagai
laut nusantara.
2. Otnomi Daerah
Penyelenggaraan negara secara garis besar diselenggarakan dengan dua sistem
yakni sistem sentralisasi dan sistem desentralisasi. Sistem sentralisasi jika urusan

Membangun Karakter dan Kepribadian melalui Pendidikan Kewarganegaraan 20


Laporan Buku
Oleh : Sawaludin, S.Pd
yang besangkutan dengan aspek kehidupan dikelola ditingkat pusat. Pada
hakekatnya sifat sentralistik itu merupakan konsekuensi dari sifat negara kasatuan.
Perdebatan penyelenggaraan negara yang sentralistik yang dipertentangkan
dengan desentralisasi sudah sangat lama diperbincangkan, namun sampai sekarang
isu tentang penyelenggaraan negara yang diinginkan terus berkembang sebagaimana
dikemukakan oleh Graham yang menyatakan “The old over desentralized versus
centralized development strategies may will be dead, but the issues are still much
alive”.
Dalam perkembangan selanjutnya nampak desentralisasi merupakan pilihan
yang dianggap terbaik untuk menyelenggarakan pemerintahan, meskipun
implentasinya dibeberapa negara, terutama di negara ketiga masih banyak mendapat
ganjalan struktural, sehingga penyelenggaraan desentralisasi politik masih setengah
hati (Wahab, 1994).

Bab IX Geostrategi Indonesia


Dalam bab ini, penulis memaparkan dua hal penting yaitu konsep Astra Gatra dan
Indonesia dan perdamaian dunia.
1. Konsep Astra Gatra
Geostrategi merupakan strategi dalam pemamfaatan konstelasi geografis negara
untuk menentukan kebijakan, tujuan, sarana-sarana untuk mencapai tujuan nasional,
geostrategi dapat pula dikatakan sebagai pemenfaatan kondisi lingkungan dalam
upaya mewujudkan tujuan politik.
Geostrategi indonesia pada dasarnya adalah strategi nasional bangsa Indonesia
dalam memanfaatkan wilayah negara republik Indonesia sebagai ruang hidup
nasional guna merancang arahan tentang kebijakan, sarana dan prasarana
pembangunan untuk mencapai kepentingan dan tujuan nasional tersebut diatas.
Geostrategi Indonesia sebagai pelaksanaan geopolitik Indonesia memiliki dua
sifat pokok:
 Bersifat daya tangkal. Dalam kedudukannya sebagai konsepsi penangkalan
geostrategi Indonesia ditujukan untuk menangkal segala bentuk ancaman,
gangguan hambatan dan tantangan terhadap identitas, integritas, eksistensi
bangsa dan Negara Indonesia.

Membangun Karakter dan Kepribadian melalui Pendidikan Kewarganegaraan 21


Laporan Buku
Oleh : Sawaludin, S.Pd
 Bersifat developmental/pengembangan yaitu pengembangan potensi kekuatan
bangsa dalam idiologi, politik, ekonomi, sosial budaya, hankam sehingga
tercapainya kesejahteraan rakyat.
Konsep Astra Gatra merupakan perangkat hubungan bidang-bidang kehidupan
manusia dan budaya yang berlangsung diatas bumi ini dengan memanfaatkan segala
kekayaan alam yang dapat dicapai dengan menggunakan kemampuannya. Model
yang dikembangkan oleh Lemhanas menyimpulkan adanya 8 unsur aspek kehidupan
nasional yaitu: 1) aspek tri gatra kehidupan alamiah mencakup gatra letak dan
kedudukan geografis, gatra keadaan dan kekayaan alam, gatra keadaan dan
kemampuan penduduk; 2) aspek panca gatra kehidupan sosial mencakup gatra
idiologi, gatra politik, gatra okonomi, gatra sosial budaya dan gatra pertahanan
keamanan.
2. Indonesia dan Perdamaian Dunia
Dalam dunia modern era globalisasi hubungan antar bangsa sudah tersebar
keseluruh pelosok dunia, tidak ada suatu bangsa yang dapat membebaskan diri dari
keterlibatan dengan bangsa dan negara lain. Karena semua bangsa merupakan warga
dunia. Hubungan internasional terdapat dalam berbagai bentuk, yaitu:
 Hubungan individual, misalnya turis, mahasiswa, pedagang dll.
 Hubungan antar kelompok, misalnya lembaga sosial, keagamaan, dan
perdagangan dll.
 Hubungan antar negara, yaitu segala macam hubungan internasional yang
dilakukan oleh aparatur negara atas nama negaranya masing-masing.
Hubungan yang beranekaragam antara pribadi, kelompok dan negara itu
menciptakan hubungan yang menyerapseluruh kegiatan manusia diseluruh dunia,
sehingga terciptalah masyarakat internasional. Hubungan internasional dilaksanakan
dengan prinsip persamaan derajat, yang didasari pada kemauan bebas dan
persetujuan dari beberapa atau semua negara.

Membangun Karakter dan Kepribadian melalui Pendidikan Kewarganegaraan 22


Laporan Buku
Oleh : Sawaludin, S.Pd
B. KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat ditarik dari pembahasan didalam buku ini adalah bahwa :
1. Dengan memahami latar belakang filsosofi pendidikan kewarganegaraan di
Perguruan Tinggi Umum, maka pelaksanaan pembelajaran PKn dapat dipertanggung
jawabkan dengan alasan bahwa melalui PKn paradigma pendidikan demokrasi secara
sistemik dengan pengmabangan civic intellegence, civic partisipation, and civic
responcibility dari “civic education” merupakan wahana pendidikan demokrasi yang
diharapkan dapat menghasilkan menusia berkualitas dengan keahlian profesional
serta berkeadaban khas Pancasila.
2. Pancasila bersumber dari nilai-nilai budaya masyarakat Indonesia, dimana budaya
akan selalu mengalami perkembangan sesuai dengan perubahan yang terjadi dalam
dinamika kehidupan masyarakat, maka pancasila akan terbuka dalam menerima nilai-
nilai baru yang lahir akibat perkembangan masyarakat. Oleh karena itu idiologi
pancasila akan melekat dengan sifat keterbukaan.
3. Melalui revitalisasi Pancasila sebagai wujud pemberdayaan identitas nasional inilah,
maka identitas nasional dalam alur rasional akademik tidak saja segi sektual
melainkan juga segi konseptualnya diekplorasikan sebagai referensi kritik sosial
terhadap berbagai penyimpangan yang melanda masyarakat kita dewasa ini. Untuk
membentuk jati diri maka nilai-nilai yang ada tersebut harus digali dulu misalnya
nilai-nilai agama yang datang dari Tuhan dan nilai-nilai yang lain misalnya gotong
royong, persatuan kesatuan, saling menghargai menghormati yang hal ini sangat
berarti dalam memperkuat rasa nasionalisme bangsa. Dengan saling mengerti antara
satu dengan yang lain maka secara langsung dapat memperlihatkan jati diri bangsa
kita yang akhirnya mewujudkan identitas nasional kita.
4. Pendidikan demokrasi merupakan suatu proses untuk melaksanakan demokrasi yang
benar, sehingga sasaran yang akan dicapai adalah mengajak warga negara, terutama
mahasiswa pada umumnya untuk malaksanakan pendidikan ini secara baik dan benar
dengan memperhatikan kaidah-kaidah maupun asas dalam berdemokrasi masyarakat.
5. Hukum progresif merupakan salah satu gagasan yang ingin mencari cara untuk
mengatasi keterpurukan hukum di Indonesia secara lebih bermakna. Asumsi dasar
hukum positif bahwa “hukum adalah untuk manusia”, bukan sebaliknya, hukum
bukan institusi yang absolut dan final, hukum selalu berada dalam proses untuk terus
menerus menjadi (law as process, law in the making). Hukum progresif memuat

Membangun Karakter dan Kepribadian melalui Pendidikan Kewarganegaraan 23


Laporan Buku
Oleh : Sawaludin, S.Pd
kandungan moral yang sangat kuat, karena tidak ingin menjadikan hukum sebagai
teknologi yang tidak bernurani, melainkan suatu institusi yang bermoral yaitu
kemanusiaan.
6. Pemecahan persoalan internasional dalam semua bidang pada akhirnya akan
dikamebalikan kepada permasalahan-permasalahan nasional, keserasian antara
pemerataan, pertumbuhan, dan stabilitas nasionaldari negara masing-masing,
khususnya kepada negara miskindan berkembang. Usaha untuk menggalang negara-
negara berkembang atau negara-negara selatan- atas dasar kemandirian bersama
patatu dikembangkan.

Membangun Karakter dan Kepribadian melalui Pendidikan Kewarganegaraan 24


Laporan Buku
Oleh : Sawaludin, S.Pd
BAB III
TANGGAPAN TERHADAP ISI BUKU
Setelah membaca buku berjudul “Membangun Karakter dan Kpribadian melalui
Pendidikan Kewarganegaraan” yang ditulis oleh Drs. Syahrial Syarbaini, Ph.D, Drs. Aliaras
Wahid, MM, Drs. H.A. Djali, Drs. Sugen Wibowo, M.Si di terbitkan oleh Garaha Ilmu,
Jogjakarta Tahun: I, 2006 dan tebal bukunya adalah 191 halaman. Kami seakan sadar akan
pentingnya pendidikan kewaraganegaraan untuk membangun karakter dan kepribadian yang
baik dan cerdas (Good and Smart Citizen) melalui Perguruan Tinggi Umum. Dengan bahasa
ilmiah yang lugas dan mudah dicerna, penulis menjelaskan dengan mendalam tanpa ada
kesan berpanjang lebar. Disinilah letak kelebihan dari buku ini. Pembaca baik itu mahasiswa
atau umum tidak akan bosan membaca, karena uraian pada tiap bab sangat singkat namun
padat dan kaya makna.
JUDUL buku ini sangat menarik: membangun karakter dan kepribadian melalui
pendidikan kewarganegaraan! Bagaimana eksistensi pendidikan kewarganegaraan dalam
membangun karakter bangsa dan kepribadian mahasiswa menjadi fokus buku ini.
Mengandalkan pendekatan historis, analisis indikator pemahaman konsep dan melatih
kemampuan implementasi konsep menjadi tujuan dari penulisan buku ini. Pendidikan
kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang mengemban peran untuk mengembangkan
potensi mahasiswa sebagai warga negara Indonesia yang berkepribadian mantap serta
mempunyai rasa tanggung jawab kemsyarakatan dan kebangsaan (halaman 11). Hal ini sesuai
dengan amanat Undang-undang Sisdiknas No 20 tahun 2003 pasal (l), yang menyebutkan
bahwa: ”Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian (karakter),
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa
dan negara”.
Adapun aktualisasi dari pendidikan kewarganegaraan adalah melahirkan mahasiswa
sebagai ilmuan profesional sekaligus warga negara Indonesia yang mamiliki rasa kebangsaan
dan cinta tanah air (nasionalisme) yang tinggi. Hal ini sesuai dengan paragma pendidikan
tinggi nasional yang telah dicanangkan untuk 2003-2010 (halaman 11). Sesuai dengan judul
buku ini, bahwa PKn bisa membangun karakter dan kepribadian menusia adalah merupakan
andil yang sangat mendasar dan sangat besar untuk kemajuan moral bangsa kedepan.
Merbicara tentang karakter dalam literatur lain, sebenarnya memang merupakan bagian

Membangun Karakter dan Kepribadian melalui Pendidikan Kewarganegaraan 25


Laporan Buku
Oleh : Sawaludin, S.Pd
integral dari pendidikan kewarganegaraan sejak Indonesia menyatakan kemerdekaanya.
Sebagai contoh, sepanjang masa Orde Lama (1945-1966), Orde Baru (1966-1998) dan pasca
Soeharto (1998-kini), wacana “pembangunan karakter”, “pengembangan moral” dan
penyiapan warga negara yang berakhlak mulia dan berbudi pekerti tidak pernah luntur dari
pendidikan kewarganegaraan dan tujuan pendidikan nasional yang melandasinya. Akan
tetapi, pendidikan kewarga negaraan yang berupaya untuk memperkuatkan pengembangan
pelbagai atribut keutamaan (virtues, civic virtues, atau moral character) ini sering terdistorsi
secara mendasar oleh strategi dan praktik politikal rezim-rezim yang berkuasa melalui sistem
dan tujuan-tujuan pendidikan kewarganegaraan pada khususnya dan pendidikan nasional
pada umumnya. Alhasil, perhatian dicurahkan pada agenda besar pada tataran makro melalui
indoktrinasi politikal, seperti integrasi sosial, nota bene untuk mencapai kepentingan-
kepentingan rezim dalam mengontrol warga negara. Sementara itu, yang terabaikan adalah
tataran-tataran fungsi sosio mikro atau interaksi sosial antara individu dan kelompok individu
yang justru merupakan basis pengemabangan karakter (jujur, peduli dan bertanggung jawab)
dan pengalaman karakter (disiplin, tabah dan rajin), yang dahulu dikaitkan dengan butir-butir
luhur pancasila (Kalidjernih, F.K. 2010).
Seperti apa yang manjadi tujuan buku ini adalah membangun karakter dan kepribadian,
dalam proses belajar mengajar di kelas pengembangan nilai/karakter dilakasnakan dengan
menggunakan pendekatan terintegrasi dalam semua mata pelajara (embeded aproach).
Pendidikan kewarganegaraan memiliki misi mengmbangkan nilai dan sikap maka
pengembangan nilai/karakter harus menjadi fokus utama yang dapat menggunakan berbagai
strategi/metode pendidikan nilai (value/charakter education). Oleh karena itu, untuk mata
pelajaran pendidikan kewarganegaraan nilai/karakter harus dikembangkan sebagai dampak
pembelajaran (intructional effeccts) dan menjadi dampak pengiring (nurturant effects)
(Budimansyah, D. 2010).
Berdasarkan dampak pembelajaran dan dampak pengiring ini akan mewujudkan
masyarakat yang memiliki “demokratis dan beadab” atau masyarakat yang berkarakter.
Indikator masyarakat berkarakter dalam buku ini adalah sebagai berikut:
1. Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan Pancasilais
2. Demokratik, berkeadaban, menghargai perbedaan, keragaman, pendapat dan
pandangan.
3. Mengakui dan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia (HAM) kesetaraan dan tidak
diskriminatif.

Membangun Karakter dan Kepribadian melalui Pendidikan Kewarganegaraan 26


Laporan Buku
Oleh : Sawaludin, S.Pd
4. Sadar, tunduk pada hukum dan ketertiban.
5. Mampu berpartisipasi dalam pengambilan keputusan publik, memilik keahlian,
keterampilan kompetitif dengan solidaritas universal.
6. Menjunjung tinggi nilai-nilai luhur yang mengakar pada masyarakat beradab dan
demokratis.
7. Belajar dan berlangsung sepanjang hayat, membangun warga negara berkeadaban
(halaman 10).
Untuk itu, sebagai praktisi pendidikan memahami latar belakang filosofis pendidikan
kewarganegaraan di Perguruan Tinggi Umum sangatlah penting, sehingga pelaksanaan
pendidikan pembelajaran dapat dipertanggung jawabkan dengan alasan bahwa pendidikan
kewarganegaraan, paradigma pendidikan karakter secara sistematik dengan pengembangan
civil intellegence, civic partisipation, and civic responsibility dari civic education.

Membangun Karakter dan Kepribadian melalui Pendidikan Kewarganegaraan 27


Laporan Buku
Oleh : Sawaludin, S.Pd

Sumber Bacaan

Syarbaini, S. Wahid, A. Dkk. (2006). Membangun Karakter dan Kepribadian melalui


Pendidikan Kewarganegaraan. Yogyakarta. Graha Ilmu.

Kalidjernih, F.K. (2010). Situsionalisme: Refleksi untuk Pendidikan Karakter di Indonesia


dalam Aktualisasi Pendidikan Karakter Bangsa. Bandung. WAP

Nurokhim Bambang. (2008). Membangun Karakter dan Watak Bangsa Melalui Pendidikan
Mutlak Diperlukan. (Online) http://www.tnial.mil.id. Diakses pada tanggal 06
Desember 2010.

Ramli. (2010). Kreativitas Anak Perlu Dikembangkan Dalam Pembelajaran. (Online)


http://ramlimpd.blogspot.com/2010/09/kreativitas-anak-perlu-dikembangkan.html.
Diakses pada tanggal 04 desmber 2010.

Membangun Karakter dan Kepribadian melalui Pendidikan Kewarganegaraan 28

You might also like