You are on page 1of 11

Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi V

Program Studi MMT-ITS, Surabaya 3 Pebruari 2007

PENENTUAN NILAI INVENTORY DENGAN INDEX INVENTORY TURN


OVER (ITO) SEBAGAI STANDAR KEY PERFORMANCE INDICATOR (KPI)
DI PT. PETROKIMIA GRESIK

Setiawan Budi Satoto, I Nyoman Pujawan


Program Studi Magister Manajemen Teknologi
Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, Indonesia

ABSTRAK
Index Inventory Turn Over (ITO) merupakan salah satu target dalam bidang
logistik yang ditetapkan dalam Key Performance Indicator (KPI) perusahaan. Dengan
index ITO tersebut nantinya dapat ditentukan besarnya nilai persediaan yang harus ada
dalam perusahaan.
Dalam penelitian yang dilakukan akan dianalisa besarnya index ITO yang harus
ditetapkan sebagai target perusahaan. Dengan dasar perhitungan penentuan ITO dan
referensi dari beberapa sumber maka akan dapat ditentukan besarnya index ITO.
Dengan mengetahui index ITO yang telah ditetapkan maka akan diketahui besarnya
nilai persediaan yang harus ada di perusahaan. Berdasarkan index ITO yang ada dapat
pula ditetapkan besarnya anggaran bulanan untuk pengadaan barang
persediaan/inventory disesuaikan dengan nilai persediaan & nilai pemakaian barang
persediaan.
Kata kunci : Index Inventory Turn Over, Key Performance Indicator, Nilai Persediaan

PENDAHULUAN
Dalam perkembangan teknologi saat ini, dimana setiap perusahaan dituntut
untuk mendapatkan profit yang sebesar-besarnya sehingga kegiatan-kegiatan yang tidak
mempunyai nilai tambah bagi perusahaan sedikit demi sedikit mulai dikurangi
aktivitasnya.
Seiring dengan tuntutan tersebut (profit oriented) maka setiap unit kerja
dipersyaratkan untuk mempunyai target tahunan yang harus dipenuhi atau dicapai di
akhir tahun, dimana target yang ada harus disetujui oleh kedua belah pihak, dalam hal
ini manager dan Direksi. Penetapan target tersebut saat ini dikenal sebagai Key
Performance Indicator (KPI).
Unit kerja Logistik yang dalam hal ini merupakan unit kerja pendukung
perusahaan, yang merencanakan & mengendalikan kebutuhan material untuk
operasional perusahaan tentunya tidak terlepas dari target KPI yang ditetapkan oleh
jajaran Direksi.
Salah satu point penting yang menjadi target KPI adalah Nilai Inventory. Nilai
Inventory selalu menjadi perhatian serius pihak manajemen perusahaan (jajaran
Direksi), namun sampai saat tidak dapat ditentukan berapa nilai Inventory yang optimal.
Pihak Manajemen terkadang menginginkan nilai Inventory dijaga serendah mungkin,
namun hal ini terkadang berimbas pada matinya pabrik karena material stock-out. Atau
bahkan sebaliknya pihak Manajemen menginginkan agar operasional pabrik tetap
terjaga dengan kesediaan stock material yang terjamin, namun hal ini terkadang
menimbulkan over-stock yang merugikan ditinjau dari sisi finansial.
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi V
Program Studi MMT-ITS, Surabaya 3 Pebruari 2007

Dari hal tersebut di atas, maka perlu dicari cara/metode yang dapat mengukur
kinerja manager logistik yang terkait dengan tingginya nilai inventory. Dengan
menetapkan suatu target yang bisa dipahami dan disepakati kedua belah pihak (Manager
Logistik & Direksi) maka nantinya akan terdapat suatu acuan yang bisa berfungsi
sebagai alarm dan data untuk pengambilan keputusan selanjutnya.
Metode yang akan digunakan disini adalah dengan menggunakan Inventory Turn
Over (ITO) yang mempunyai parameter nilai rata-rata inventory & nilai pemakaian
inventory. Dari besaran ITO & kedua parameter tersebut, nantinya pihak manajemen
logistik bisa memberikan informasi mengenai anggaran yang harus dikeluarkan setiap
bulan & berapa target bulanan yang harus dicapai manajemen logistik untuk
mengurangi nilai inventory yang ada, misalnya dengan menawarkan stock yang ada
sebagai substitusi material permintaan user.
Kedua belah pihak tentunya menginginkan nilai ITO yang sebesar mungkin
karena hal ini akan berimbas terhadap makin kecilnya nilai inventory yang ada, namun
di satu sisi juga diharapkan bahwa operasional perusahaan tidak terganggu akibat
terjadinya shortage material.
Sehingga dari 2 (dua) kondisi tersebut akan ditentukan nilai ITO yang optimal,
baik ditinjau dari sisi operasional perusahaan maupun ditinjau dari sisi nilai inventory
(finansial).
Penetapan ITO sebagai standar KPI
Pengambilan topik ini didasarkan bahwa dengan pendekatan index ITO maka
kita akan mendapatkan nilai Inventory yang optimal. Perhitungan index ITO ini
didasarkan pada kondisi sesungguhnya, yaitu berapa kebutuhan rutin akan barang
tersebut, berapa macam kelompok barang yang ditangani, berapa kali pihak manajemen
menginginkan suatu barang ditransaksikan, berapa rupiah yang harus dibelanjakan agar
nilai Inventory tetap optimal.
Dengan penentuan index ITO tersebut, maka nantinya penetapan target KPI
hanya mengacu kepada index ITO yang ada. Di samping menentukan ITO sebagai
standar KPI, penelitian yang dilakukan ditujukan juga antara lain untuk mengetahui
kondisi inventory yang ada saat ini, mengelompokkan nilai inventory yang ada,
mengetahui nilai pemakaian barang inventory, menghitung index Inventory Turn Over
(ITO), menganalisa index ITO dengan kondisi perusahaan saat ini, menetapkan index
ITO dan nilai inventory yang optimal, membuat formula penetapan ITO untuk kondisi 5
tahun ke depan sebagai salah satu target Key Performance Indicator (KPI), mempunyai
acuan untuk anggaran pengadaan barang 3 bulanan, 6 bulanan & 1 tahun.

Manfaat Penelitian
Dengan penelitian ini nantinya diharapkan ada suatu acuan yang digunakan oleh
manager logistik & Direksi untuk menetapkan target Key Performance Indicator (KPI)
terkait nilai Inventory. Di samping itu juga dapat ditentukan besarnya anggaran yang
harus dibelanjakan untuk setiap
bulan dengan mengacu ke index Inventory Turn Over (ITO) yang ada.
Dengan penelitian ini, diharapkan untuk masa mendatang tidak ada pertentangan
antara pihak manajemen logistik dengan jajaran Direksi dalam menentukan besarnya
nilai inventory yang ada. Diharapkan juga hasil penelitian ini bisa digunakan dalam
menentukan target KPI dalam bidang logistik di seluruh pabrik pupuk di bawah holding
APPI (Asosiasi Produsen Pupuk Indonesia).

ISBN : 979-99735-2-X
A-50-2
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi V
Program Studi MMT-ITS, Surabaya 3 Pebruari 2007

Diharapkan juga di masa mendatang dapat dihasilkan lagi penelitian untuk


menentukan nilai inventory optimal dengan menggunakan metode/cara lain yang ada
dalam bidang Logistik.

LANDASAN TEORI
Definisi Inventory
Dalam melakukan penelitian untuk menentukan besarnya nilai persediaan yang
optimal ditinjau dari index Inventory Turn Over (ITO), maka perlu didefinisikan arti
dari Inventory (persediaan).
Ada sejumlah definisi Inventory dalam beberapa literature. Chase, Aquilano &
Jacobs (1998) mendefinisikan Inventory sebagai sediaan dari seluruh item atau sumber
daya yang digunakan dalam suatu organisasi (perusahaan) . Suatu system Inventory
merupakan suatu kelompok kebijakan dan pengendalian yang memonitor dan
menentukan berapa level sediaan yang harus dijaga, ketika suatu sediaan harus diisi
lagi, dan berapa jumlah yang harus diorderkan.
Sementara itu menurut Taylor (2002), suatu system Inventory merupakan suatu
struktur untuk mengendalikan tingkat inventory dengan menentukan berapa jumlah
yang harus diorderkan & kapan order tersebut harus dibuat. Ada 2 (dua) tipe dasar dari
system inventory yaitu a continuous (fixed-order quantity) system dan a periodic (fixed-
time period) system. Yang pertama mendasarkan order pada berapa jumlah yang harus
diorderkan, sementara yang kedua mendasarkan pada kapan order harus dibuat.
Klasifikasi Inventory
Inventory dalam suatu perusahaan secara tipikal dapat diklasifikasikan menjadi
raw material (bahan baku), finished product (barang jadi), component parts (part untuk
equipment pabrik), operating supplies & barang dalam proses, seperti ditunjukkan pada
gambar 1

INPUT PROSES OUTPUT


- Raw Material - Component Parts - Finished Product
- Operating Supplies
- Barang dalam proses

Gambar 1. Kelompok Barang dalam Inventory

Adapun definisi dari kelompok barang tersebut sebagai berikut :


1. Raw Material
Kelompok barang yang terdiri dari bahan baku, bahan penolong/chemical bahan
bakar yang merupakan input dari suatu proses produksi.
2. Finished Product (Barang Jadi)
Kelompok barang yang terdiri dari barang/produk jadi dan produk samping yang
dapat langsung dipasarkan & merupakan suatu output dari suatu proses produksi.
3. Component Parts
Kelompok barang yang terdiri dari spare part dari suatu equipment/peralatan pabrik
yang mendukung suatu proses produksi.

ISBN : 979-99735-2-X
A-50-3
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi V
Program Studi MMT-ITS, Surabaya 3 Pebruari 2007

4. Operating Supplies
Kelompok barang selain component parts yang mendukung proses produksi,
misalnya tools dan peralatan safety.
5. Barang Dalam Proses
Kelompok barang yang merupakan hasil dari salah satu proses produksi yang masih
memerlukan proses selanjutnya agar dapat mempunyai nilai jual (menjadi produk
jadi).
Fungsi Inventory
Tujuan dasar dari analisa inventory adalah menentukan kapan suatu item harus
diorderkan dan berapa banyak besar order yang seharusnya. Banyak perusahaan yang
melakukan hubungan (kontrak) jangka panjang dengan vendor untuk mensupply
kebutuhan mereka selama periode waktu tertentu (6 bulan atau 1 tahun), sehingga hal
ini merubah konsep yang ada dari semula kapan dan berapa banyak yang harus
“diorderkan” menjadi kapan dan berapa banyak yang harus “dikirim/dideliver”.
Tujuan dari semua perusahaan untuk menjaga kontinuitas supply dari inventory
adalah :
1. Menjaga kebebasan operasional perusahaan. Suatu supply material pada suatu
unit kerja memberikan fleksibilitas unit kerja tersebut dalam beroperasi. Sebagai
contoh, karena adanya biaya untuk membuat setiap set-up produksi yang baru,
inventory ini akan mendorong manajemen perusahaan untuk mengurangi jumlah
set-up yang dilakukan.
2. Memenuhi variasi dalam permintaan (demand) akan produk yang ada. Bila suatu
permintaan diketahui secara pasti, maka akan diproduksi produk untuk
memenuhi permintaan tersebut. Namun sering sekali suatu permintaan tidak
diketahui secara pasti, dan suatu safety atau buffer stock dijaga untuk mengatasi
variasi dalam permintaan (demand) yang ada.
3. Memberikan flesibilitas dalam schedule produksi. Suatu stock dari inventory
akan mengurangi tekanan pada system produksi untuk menghasilkan produk.
4. Menyediakan suatu pengaman untuk variasi waktu pengiriman raw material.
Dengan inventory maka tidak perlu suatu barang harus dikirim dengan peasawat
udara yang memang lebih cepat, namun membutuhkan biaya pengiriman yang
mahal.
5. Untuk mendapatkan keuntungan dari jumlah order pembelian yang ekonomis
(Economic Order Quantity).
Biaya Inventory
Menurut Bowersox (2002), biaya Inventory meliputi semua biaya yang berkaitan
dengan penanganan dan penyimpanan inventory yaitu inventory investment, inventory
obsolescence, work in process dan finished good cost.
Adapun definisi dari biaya-biaya tersebut sebagai berikut :
1. Inventory Investment
Merupakan semua biaya yang dikeluarkan untuk investasi di pabrik, pergudangan
dan distribution center, dapat berupa investasi bangunan, mesin dan peralatan.
2. Inventory Obsolescence
Merupakan semua biaya yang timbul karena kerusakan material dan atau produk
selama penyimpanan.

ISBN : 979-99735-2-X
A-50-4
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi V
Program Studi MMT-ITS, Surabaya 3 Pebruari 2007

3. Work In Process
Merupakan semua biaya yang timbul selama ada penyimpanan produk setengah jadi
yang masih menunggu untuk diproses lebih lanjut menjadi barang jadi.
4. Finished Good Cost
Merupakan semua biaya yang timbul selama proses handling dan penyimpanan
barang jadi
Sedangkan menurut Chase, Aquilano & Jacobs (1998), dalam merencanakan dan
mengendalikan system inventory, perlu diketahui pula biaya-biaya (costs) yang akan
timbul, antara lain :
1. Holding (carrying) costs.
Yang termasuk dalam kategori biaya ini, misalnya biaya fasilitas penyimpanan,
handling, asuransi, depresiasi & pajak-pajak.
2. Setup (production change) costs.
Suatu biaya yang dikeluarkan akibat adanya perubahan set-up mesin karena akan
dibuatnya produk baru yang berbeda dari produk yang ada sebelumnya.
3. Ordering costs.
Semua biaya yang dikeluarkan saat melakukan pembelian barang, misalnya harga
barang & biaya administrasi yang dikeluarkan saat memesan barang tersebut.
4. Shortage costs.
Biaya yang dikeluarkan akibat terjadinya stock-out pada item sediaan. Biaya ini sulit
dihitung karena harus menentukan berapa keuntungan yang hilang, berapa kerugian
yang ada akibat kehilangan customer dan lain-lain.
Tingkat Inventory Minimum – Maximum
Dalam melakukan penelitian ini, selain perlu dipahami mengenai konsep system
inventory, tentunya juga harus diketahui berapa tingkat/level minimum dan maksimum
dari nilai persediaan. Ada beberapa formula yang digunakan untuk menentukan tingkat
minimum dan maksimum tersebut, salah satunya adalah dengan system
ROL (Re-Order Level).
Q

Qmax

ROP
Qmin

SS
LT
T

Gambar 2. Kurva Persediaan

ISBN : 979-99735-2-X
A-50-5
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi V
Program Studi MMT-ITS, Surabaya 3 Pebruari 2007

Dalam menentukan tingkat minimum & maksimum persediaan dengan ROL dapat
digunakan formula berikut :
Min Level = (C/R x LT) + SS
dimana :
C/R : Consumption Rate
LT : Lead Time
SS : Safety Stock
: SF (C/R x LT)
SF : Safety Factor
: nilainya berkisar 0 - 1
Sedangkan :
Max Level = 2 x Min Level
Dari formula tersebut nantinya dapat dihitung berapa range nilai dari total minimum &
maksimum inventory, seperti ditunjukkan pada gambar 2.
Dalam penelitian ini akan ditentukan nilai persediaan optimal ditinjau dari
tingkat Inventory Turn Over (ITO) yang telah disepakati manajemen. Menurut Ballou
(1999), penentuan tingkat/level ITO tersebut didasarkan pada besarnya nilai pemakaian
inventory selama setahun dibandingkan nilai rata-rata persediaan bulanan selama 1
(satu) tahun.
Adapun formulanya dapat digambarkan sebagai berikut :
ITO = Σ nilai pemakaian inventory setahun
Σ nilai persediaan bulanan / 12
= X1 + X2 + X3 + X4 + X5 +……+ X12
(Y1 + Y2 + Y3 + …..+ Y12) / 12
dimana :
X1 = nilai pemakaian inventory bulan ke-1
X2 = nilai pemakaian inventory bulan ke-2
X3 = nilai pemakaian inventory bulan ke-3
X4 = nilai pemakaian inventory bulan ke-4
X5 = nilai pemakaian inventory bulan ke-5
X12 = nilai pemakaian inventory bulan ke-12
Y1 = nilai persediaan bulan ke-1
Y2 = nilai persediaan bulan ke-2
Y3 = nilai persediaan bulan ke-3
Y12 = nilai persediaan bulan ke-12
Dengan mengetahui besarnya index ITO tersebut maka nantinya akan diperoleh
suatu nilai persediaan yang optimal. Bila diinginkan lagi bahwa nilai persediaan optimal
tersebut harus diberi batasan toleransi agar tidak terjadi stock-out ataupun over-stock,
maka range standard nilai persediaan tersebut akan dijadikan acuan performance kinerja
manajemen logistik (Key Performance Indicator/KPI).
Sistem Inventory
Untuk menentukan system inventory yang baik, maka ada 2 (dua) model
persediaan, yaitu :
1. Model persediaan deterministik, yaitu volume permintaan sudah diketahui dengan
pasti
2. Model persediaan probabilistik, yaitu volume permintaan belum diketahui dengan
pasti

ISBN : 979-99735-2-X
A-50-6
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi V
Program Studi MMT-ITS, Surabaya 3 Pebruari 2007

Model Persediaan Deterministik


Menurut Tersine (1994), model deterministic digunakan pada kondisi
permintaan yang tetap untuk menentukan kebijakan persediaan yang optimal.
Paramete-parameter yang dibutuhkan adalah :
• volume permintaan
• biaya persediaan
• waktu tunggu

Qmax Q

ROP
Qmin

LT T

Gambar 3. Kurva Persediaan Deterministik

Pada model deterministic, semua parameter dan variabel diketahui atau bisa
dihitung dengan pasti. Tingkat permintaan dan biaya persediaan diasumsikan bisa
diketahui dengan pasti, sedangkan penambahan & waktu tunggu dianggap konstan,
seperti terlihat pada gambar 3
Dalam persediaan yang deterministic tidak diperlukan adanya safety stock,
karena pemakaian barang dan kedatangan barang sudah pasti, sehingga bisa diterapkan
proses pengadaan/pembelian barang secara JIT (Just In Time).
Model persediaan ini digunakan sebagai awal untuk mengetahui lebih dalam
tentang persediaan pada kondisi yang ideal.
Pada kenyataannya kondisi tersebut jarang terjadi, sehingga lebih baik
menggunakan model persediaan probabilistik.
Model Persediaan Probabilistik
Model persediaan probabilistik digunakan apabila permintaan di masa datang
tidak diketahui secara pasti, tetapi dapat diketahui melalui masa lalu. Pola persediaan
probablistik dapat dilihat seperti pada gambar 2, dimana pada pola persediaan ini ada
suatu safety stock untuk mengantisipasi terjadinya ketidakpastian dalam lead time
(waktu tunggu), yaitu waktu yang diperlukan sejak permintaan hingga barang datang.

ISBN : 979-99735-2-X
A-50-7
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi V
Program Studi MMT-ITS, Surabaya 3 Pebruari 2007

Model persediaan probabilistik digunakan apabila permintaan di masa datang


tidak diketahui secara pasti, tetapi dapat diketahui melalui masa lalu. Pada persediaan
probabilistik, permintaan barang dan waktu tunggu merupakan variabel yang real,
sehingga factor resiko & ketidakpastian diperhitungkan dalam model-modelnya. Untuk
itu perlu safety stock yang tujuannya untuk menghindari ketiadaan persediaan (stock-
out) selama proses pemesanan atau jumlah actual permintaan yang lebih besar daripada
permintaan yang diperhitungkan.
Metoda Peramalan
Menurut Henke dan Reitch (1995), peramalan adalah sebuah prediksi mengenai
apa yang akan terjadi di masa yang akan datang. Terdapat 2 (dua) langkah dasar yang
harus dilakukan dalam membuat atau menghasilkan suatu peramalan yang akurat dan
berguna.
Langkah dasar yang pertama adalah pengumpulan data yang relevan dengan
tujuan peramalan yang dimaksud dan menurut informasi-informasi yang dapat
menghasilkan peramalan yang akurat.
Langkah dasar yang kedua adalah memilih metoda peramalan yang tepat yang akan
digunakan dalam mengolah informasi yang terkandung dalam data yang telah
dikumpulkan. Salah satu metoda peramalan yang dapat digunakan adalah Analisa Deret
Waktu.
Analisa deret waktu adalah suatu analisa yang dilakukan berdasarkan nilai masa
lalu dari suatu variabel dan atau kesalahan masa lalu dengan tujuan untuk menemukan
pola dalam deret data histori dan mengekstrapolasikan pola tersebut ke masa yang akan
datang sebagai suatu perkiraan kondisi masa depan (Makridakis, Whellwright dan
Mc Gee, 1999).
Langkah penting memilih suatu metoda deret berkala yang tepat adalah dengan
mempertimbangkan jenis pola data, sehingga metoda yang paling tepat dengan pola data
tersebut dapat diuji. Menurut Makridakis, Whellwright dan Mc Gee (1999), pola data
dapat dibedakan menjadi 4 (empat) jenis, yaitu :
1. Pola Trend (T) yang terjadi bilamana terdapat kenaikan atau penurunan sekuler
jangka panjang dalam data
2. Pola Siklus (C) yang terjadi bilamana datanya dipengaruhi oleh fluktuasi jangka
panjang seperti yang berhubungan dengan siklus bisnis
3. Pola Musiman (S) yang terjadi bilamana suatu deret dipengaruhi oleh factor
musiman
4. Pola Horisontal (H) terjadi bilamana nilai data berfluktuasi di sekitar nilai rata-
rata yang konstan.
Pengelolahan Inventory
Menurut Williams (2001), ada 10 (sepuluh) cara untuk menurunkan nilai
inventory, yaitu :
1. Improve inventory accuracy, yaitu Improvisasi ketepatan data inventory
2. Eliminate obsolete inventory, yaitu membatasi stock yang slow moving atau
surplus
3. Implement ABC inventory management strategies, yaitu mengimplementasikan
strategi pengelompokkan ABC
4. Review safety stocks, yaitu mereview besarnya safety stock yang ada
5. Reduce lead times, yaitu mengurangi lamanya waktu tunggu (lead time)

ISBN : 979-99735-2-X
A-50-8
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi V
Program Studi MMT-ITS, Surabaya 3 Pebruari 2007

6. Partner with customer, yaitu bermitra dengan pelanggan atau saling


berkoordinasi dengan user atau peminta barang
7. Partner with suppliers, yaitu bermitra dengan pemasok melalui kontrak
pembelian jangka panjang atau blanket order
8. Reduce WIP space, yaitu mengurangi pekerjaan-pekerjaan work in process
dalam proses pengadaan barang yang tidak mempunyai nilai tambah
9. Eradicate Individual Incentive Systems, yaitu memperlakukan system incentive
per kelompok untuk meningkatkan performance kerja
10. Educate & train, yaitu memberikan pendidikan & pelatihan tambahan
Pengelompokkan ABC
Pengelompokkan ABC dalam manajemen inventory berangkat dari konsep 80-
20 yang dikenal sebagai hukum Pareto. Ballou (1999) menjelaskan bahwa konsep 80-20
berguna untuk merencanakan persediaan bilamana klasifikasi ABC akan diterapkan.
Sejumlah persediaan akan dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu 20% item disebut
kelompok A, 30% item disebut kelompok B dan sisanya 50% disebut kelompok C.
Kelompok A yang terdiri dari 20% item akan mempunyai nilai persediaan
sekitar 60-75% dari total nilai persediaan, sedangkan kelompok B akan mempunyai
nilai persediaan sekitar 25-40% nilai persediaan dan sisanya kelompok C yang hanya
mempunyai nilai persediaan sebesar 10-20% dari nilai persediaan.

METODOLOGI PENELITIAN
Dalam penelitian ini, tahapan yang akan dilakukan meliputi observasi awal
hingga didapatnya suatu hail penelitian yang berupa kesimpulan. Adapun urutan
metodologi penelitian ini, digambarkan dalam bentuk diagram alir (flow chart) seperti
pada gambar 4.
Data yang dikumpulkan tersebut berasal dari data persediaan di PT.Petrokimia
Gresik, yang nantinya akan dianalisa untuk ditentukan besarnya nilai ITO yang ada.
Data yang akan diambil adalah data sejak bulan Januari 2005 sampai dengan bulan
Desember 2005.
Mulai

Observasi Awal

Perumusan Masalah
& Tujuan Penelitian

Studi Literatur :
- Peramalan
- Sistem Inventory
- Pemilihan Metode Persediaan Optimal

Pengumpulan Data

Gambar 4. Diagram Alir Metodologi Penelitian

ISBN : 979-99735-2-X
A-50-9
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi V
Program Studi MMT-ITS, Surabaya 3 Pebruari 2007

Analisa Data

Menghitung ITO per kelompok barang

Pengelompokkan ABC &


Pemetaaan ITO terhadap Kelompok ABC

Benchmarking

Evaluasi ITO & Penentuan Nilai Persediaan Optimal

Penetapan Anggaran Pengadaan Bulanan / 3 bulanan

Kesimpulan & Saran

Selesai

Gambar 4. Diagram Alir Metodologi Penelitian (lanjutan)

Analisa data nilai pemakaian & persediaan selama tahun 2005 akan dilakukan
setelah terkumpulnya data yang ada. Dari data hasil analisa tersebut nantinya akan dapat
ditetapkan realisasi nilai ITO. Dengan mempertimbangkan parameter-parameter lainnya
seperti nilai persediaan slow moving (tidak ada transaksi selama 3 tahun) dan nilai
persediaan Insurance, maka akan ditetapkan standard nilai ITO yang harus dicapai.
Penelitian ini juga akan didasarkan pada literature-literature yang ada (study literature).
Analisa yang dilakukan akan melalui beberapa tahapan, yaitu :
1. Menghitung ITO per kelompok barang
2. Pengelompokkan ABC dan pemetaan ITO terhadap kelompok ABC
3. Benchmarking
4. Evaluasi ITO dan penentuan nilai persediaan optimal
5. Penetapan anggaran pengadaan bulanan / 3 bulanan
Data tersebut selain dapat digunakan sebagai acuan dalam menetapkan anggaran
pengadaan barang, nantinya juga akan berguna untuk menentukan nilai safety stock,
nilai persediaan minimal & maksimal, nilai pemakaian bulanan, dan nilai persediaan
rata-rata bulanan sehingga nilai ITO & nilai persediaan akan tetap terjaga sesuai target
yang ditetapkan dalam KPI (Key Performance Indicator).

DAFTAR PUSTAKA
Ballou, R.H. (1999) ’Business Logistics/Supply Chain Management’, Fifth Edition,
Prentice Hall, New Jersey
Chase, R.B., Aquilano, N.J., Jacobs, F.R. (1998) ’Production and Operation
Management’, Eighth Edition, Mc Graw Hill, Boston

ISBN : 979-99735-2-X
A-50-10
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi V
Program Studi MMT-ITS, Surabaya 3 Pebruari 2007

Henke, E. dan Reitch, G., (1998) ’Bussiness Forecasting’, Sixth Edition, Prentice Hall,
New Jersey
Makridakis, S., Whellwright, S.C., dan Mc Gee, V.E., (1999) ’Metoda dan Aplikasi
Peramalan’, Edisi Kedua, Bunaputra Aksara, Jakarta
Taylor III, B.W. (2002) ’Management Science’, Sixth Edition, Prentice Hall, New
Jersey
Tersine, R.J., (1994) ’Principles of Inventory and Materials Management’, Third
Edition, Prentice Hall, New Jersey
Williams, M.K. (2001) ’Ten Keys to Inventory Reduction’, International Conference
Proceedings, APICS

ISBN : 979-99735-2-X
A-50-11

You might also like