You are on page 1of 88

Risalah Ramadhan

Judul:
RISALAH RAMADHAN
Mendulang Ilmu Menuai Pahala

Penyusun:
TIM ULIN NUHA MA’HAD ‘ALY AN-NUUR

Muraja’ah:
Ust. Abdullah Manaf Amin

1
Risalah Ramadhan

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang telah menjadikan bulan Ramadhan sebagai
bulan untuk berlomba dalam kebaikan dan beramal sholeh serta bulan dilipatgandakannya pahala
kebaikan dan diampuninya dosa-dosa. Aku bersaksi bahwa tiada ilah yang berhak disembah
selain Allah dan Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya. Semoga shalawat dan salam
dilimpahkan kepada beliau, keluarga dan segenap sahabat beliau.
Marhaban ya Ramadhan. Demikian ucapan yang terlontar dari mulut kita ketika tamu
agung tersebut datang. Kaum muslimin menyambutnya dengan gembira. Tempat-tempat
perbelanjaan penuh sesak dengan pengunjung yang ingin memborong sembako dan kebutuhan
lainnya untuk bekal selama satu bulan. Tubuh dibersihkan, tempat ibadah pun diperindah.
Begitulah mungkin sedikit gambaran masyarakat disekitar kita dalam menyambut bulan yang
penuh berkah ini. Ada yang terlupa dan ada pula yang perlu dijelaskan. Kehadiran Ramadhan
mestinya menyentak kesadaran kita untuk menggali nilai-nilai keagamaan kita dari Al Qur'an dan
Sunnah. Karena dengan berpegang teguh dengan keduanya kita tidak akan tersesat. Karena
ibadah yang diterima oleh Allah tidak saja menghajatkan pada keikhlasan namun juga
kesesuaiannya dengan apa yang dicontohkan oleh Rasulullah saw, termasuk shaum di bulan
Ramadhan. Rasulullah pernah mengingatkan kita, berapa banyak orang yang shoum namun tidak
mendapatkan apa-apa kecuali sekedar lapar dan dahaga. Hal itu terjadi karena ketidak sesuaian
amalan mereka dengan apa yang diajarkan oleh Rasulullah saw. Maka membekali diri dengan
ilmu adalah satu hal yang penting sebelum kita beramal.
Buku RISALAH RAMADHAN, Mendulang Ilmu Menuai Pahala yang ada di hadapan
pembaca ini, insya Allah akan menjadi pemandu bagi kita dalam memahami berbagai
permasalahan seputar Ramadhan. Tentang keutamaan bulan Ramadhan dan hukum-hukum
shoum serta permasalahan lain yang berkaitan dengan fiqih Ramadhan. Buku ini adalah hasil
karya dari Tim Ulin Nuha Ma’had ‘Aly An-Nuur, dalam penerbitannya kami bekerja sama
dengan Muhammadiyah Universiti Press (MUP).
Mudah-mudahan Allah Yang Maha Rahman memberikan taufiq-Nya kepada kita,
sehingga kita bisa memahami syareat secara benar, khususnya yang berkaitan dengan fiqih
Ramadhan. Dan semoga kita diberi kemudahan dalam melipatgandakan amal kebajikan di bulan
yang penuh maghfirah ini. Semoga shalawat dan salam selalu terlimpahkan kepada Nabi kita
Muhammad, keluarga dan segenap sahabat beliau. Amin.
.Sukoharjo 13 Rajab 1429 H
.Agustus 2008 16

Penyusun
Tim Ulin Nuha Ma’had ‘Aly An-Nuur

2
Risalah Ramadhan

MUQADIMAH

Segala puji hanyalah milik Allah, pujian yang benar. Shalawat dan salam semoga tercurah
pada Rasul dan hamba-Nya, keluarga dan para shahabat sepeninggal beliau.
Amma ba'du:
Sungguh, shaum merupakan salah satu rukun Islam yang agung yang pahalanya tidak ada
bandingannya. Sebagaimana sabda Rasulullah kepada Abu Umamah, “Hendaknya kamu shaum
karena shaum itu tidak ada bandingan pahalanya.” (HR. An-Nasa’i)
Dalam kesempatan ini, kami ingin memberikan gambaran singkat mengenai materi buku
ini. Kami sengaja memulai penulisan isi buku ini dengan pembahasan Risalah Ramadhan, yang
pada bab ini kami tulis penjelasan ibadah shaum Ramadhan secara khusus mulai dari definisi,
syarat wajib shaum, sunah-sunah shaum, hal-hal yang membatalkan shaum dan masalah-masalah
lainnya yang berkaitan dengan ibadah shaum ramadhan itu sendiri. Harapan kami, dengan
penjelasan ini para pembaca akan mendapatkan gambran secara global tentang ibadah shaum
Ramadhan beserta hukum-hukunya.
Kemudian pada bab-bab berikutnya, kami bahas secara rinci dan berurutan beberapa
ibadah yang menyertai pelaksanaan ibadah shaum Ramadhan, seperti penentuan awal Ramadhan,
niat shaum, sahur, shalat tarawih, i’tikaf, zakat fithri dan shalat idain. Kami sengaja memisahkan
pembahasan-pembahasan ini dari bab pertama, mengingat dibutuhkan penjelasan yang lebih luas
untuk mendapatkan kejelasan hukum-hukumnya.
Harapan kami, semoga buku ini dapat menjadi pegangan dan tuntunan bagi kaum
muslimin dalam menjalankan ibadah shaum Ramadhan dan ibadah-ibadah lain yang
menyertainya, sesuai dengan tuntunan dari Allah dan Rasul-Nya. Saran dan masukan yang
membangun dari pembaca kami sambut dengan baik demi mencari kebenaran dan keridhan dari
Allah.

3
Risalah Ramadhan

BAB I
RISALAH RAMADHAN

Bulan Ramadhan adalah bulan yang penuh barakah. Bulan yang di dalamnya ada malam
yang lebih baik dari seribu bulan. Dibelenggunya syetan, dibukanya pintu-pintu jannah, dan
ditutupnya pintu neraka, adalah keistimewaan yang Allah berikan dalam bulan Ramadhan, yang
tidak ditemukan pada bulan-bulan lain. Dan yang jelas pada bulan tersebut kaum muslimin
diwajibkan untuk menerjakan shaum selama satu bulan penuh.

A. Definisi Shaum
a. Secara bahasa, shaum artinya menahan diri dari sesuatu.
b. Secara syar’i, shaum adalah menahan diri dari hal-hal yang membatalkannya, seperti
makan, minum dan melakukan hubungan suami isteri, dengan disertai niat, mulai terbitnya
fajar shadiq sampai terbenamnya matahari.1

B. Keutamaan-Keutamaan Shaum
Rasulullah SAW telah menjelaskan dalam sunnhanya bahwa shaum merupakan benteng
dari nafsu syahwat, penangkal dari api neraka, dan Allah SWT telah mengkhususkannya sebagai
nama salah satu dari pintu-pintu jannah-Nya. Selain itu shaum juga dapat mengendalikan diri dari
gejolak nafsu dan menahan dari perangai buruknya, sehingga dia bisa mendapat ketenangan
hidup. Pahala yang besar ini, serta keutamaan yang agung akan dijelaskan secara rinci dan
gamblang oleh hadits-hadits shahih sebagai berikut;
a. Shaum sebagai perisai.
Rasulullah SAW memerintahkan kepada remaja yang telah mampu untuk mandiri agar
menikah, jika dia tidak mampu untuk melaksanakannya beliau memerinthkannya agar shaum,
dan menjadikan shaumnya sebagai pengekang nafsu syahwatnya. Sebab shaum bisa menahan
gejolak anggota tubuh dan mengekangnya dari tindakan yang menyimpang. Telah ditegaskan
dalam sebuah penelitian bahwa shaum memiliki pengaruh yang sangat menakjubkan untuk
menjaga fisik dan kekuatan batin.
Rasulullah SAW bersabda:

ِ ْ ‫ست َط ِعْ فَعَل َي‬


‫ه‬ ْ َ‫ن ل‬
ْ َ‫م ي‬ ْ ‫م‬ ْ ّ‫م ال َْباَءة َ فَل ْي َت ََزو‬
َ َ‫ج و‬ ْ ُ ‫من ْك‬ َ َ ‫ست‬
ِ َ ‫طاع‬ ْ ‫نا‬
ْ ‫م‬َ ‫ب‬ ِ ‫شَبا‬ّ ‫شَر ال‬ َ ْ‫مع‬
َ ‫َيا‬
‫جاٌء‬
َ ِ‫ه و‬ُ َ‫ه ل‬
ُ ّ ‫صوْم ِ فَإ ِن‬
ّ ‫ِبال‬
"Wahai para pemuda, barangsiapa di antara kalian sudah mampu2 maka hendaknya dia
menikah, karena menikah itu dapat menjaga pandangan dan memelihara kemaluan. Dan
barangsiapa yang tidak mampu untuk menikah, maka hendaknya dia shaum, karena shaum itu
bisa menjadi perisai baginya."3

1
Al Mughni, 3/85; Ad-Dienul Khalish, 8/317, Minhajul Muslim, hal 300, Fiqhul Ibadat, hal 201, Al-Fiqh ‘Ala
Al-Madzahib Al-Arba’ah, 1/492.
2
Mampu (ba'ah) adalah kemampuan menikah dengan segala konsekwensi dan tanggung jawabnya.
3
HR. Al-Bukhari, 4/106, Muslim, 1400 dari Ibnu Mas'ud RA.

4
Risalah Ramadhan
Rasulullah SAW juga telah menjelaskan bahwa jannah dikelilingi oleh hal-hal yang tidak
disukai, sedangkan neraka dikelilingi oleh berbagai kesenangan syahwat, oleh karena itu jelaslah
bahwa shaum dapat mematahkan syahwat dan menumpulkan ketajamannya yang bisa
mendekatkan seseorang kepada api neraka dan shaum dapat menjadi penyekat antara orang yang
mengerjakannya dengan api neraka. Diriwayatkan dari Abi Sa'id Al-Khudri RA bahwa
Rasulullah SAW bersabda:

‫ن‬
ْ َ‫ه ع‬ ْ َ‫ك ال ْي َوْم ِ و‬
ُ َ ‫جه‬ ُ ّ ‫ل الل ّهِ إ ِل ّ َباع َد َ الل‬
َ ِ ‫ه ب ِذ َل‬ ِ ‫سِبي‬
َ ‫ما ِفي‬
ً ْ‫م ي َو‬
ُ ‫صو‬
ُ َ ‫ن ع َب ْد ٍ ي‬
ْ ‫م‬
ِ ‫ما‬
َ
‫فا‬
ً ْ ‫خرِي‬
َ ‫ن‬
َ ‫سب ِْعي‬
َ ِ‫الّنار‬
"Tidaklah seorang hamba shaum satu hari dalam berjihad di jalan Allah, melainkan
Allah akan menjauhkan wajahnya dari api neraka, sejauh perjalanan tujuh puluh musim"4
Diriwayatkan dari Jabir RA Rasulullah SAW bersabda:

ِ‫ن الّنار‬ ِ ُ ‫ن ب َِها ال ْعَب ْد‬


ْ ‫م‬ ّ ‫ج‬
ِ َ ‫ست‬
ْ َ‫ة ي‬
ٌ ّ ‫جن‬
ُ ‫م‬
ُ ‫صَيا‬
ّ ‫ال‬
"Shaum adalah perisai yang dapat melindungi seorang hamba dari api neraka"5
Diriwayatkan dari Abu Umamah Al-Bahili RA Rasulullah SAW bersabda:

‫ن‬ َ َ ‫خن ْد ًَقا ك‬


َ ْ ‫ما ب َي‬ َ ِ‫ن الّنار‬
َ ْ ‫ه وَب َي‬ ُ ّ ‫ل الل‬
ُ َ ‫ه ب َي ْن‬ َ ِ‫ل الل ّه‬
َ َ‫جع‬ ِ ‫سِبي‬
َ ‫ما ِفي‬
ً ْ‫م ي َو‬
َ ‫صا‬
َ ‫ن‬ ْ ‫م‬
َ
‫ض‬ َْ
ِ ‫ماِء َوالْر‬ َ ‫س‬
ّ ‫ال‬
"Barangsiapa shaum satu hari di jalan Allah, maka Allah akan menjadikan antara
dirinya dan api neraka sebuah parit selebar jarak antara langit dan bumi."6

b. Shaum dapat memasukan seseorang ke dalam jannah.


Telah disebutkan bahwa shaum dapat menjauhkan pelakunya dari api neraka, maka
sebaliknya shaum dapat mendekatkan pelakunya kepada jannah dan menghantarkan untuk
memasukinya. Dari Abu Umamah berkata, "Aku bertanya kepada Rasulullah, 'Wahai Rasulullah
tunjukan kepadaku suatu amal yang dapat memasukanku ke dalam jannah!' Rasulullah
menjawab, 'Hendaknya kamu shaum, karena shaum itu tidak ada tandingan pahalanya."7
c. Orang yang shaum akan menapatkan pahala yang tak terhitung
nilainya.
d. Orang yang shaum akan mendapatkan dua kebahagiaan yaitu;
kebahagiaan ketika berbuka dan kebahagiaan ketika berjumpa dengan Rabbnya.
e. Bau mulut orang yang shaum lebih harum di hadapan Allah
SWT dari bau misik (Kasturi).
Dari Abu Hurairah RA berkata, Rasulullah SAW bersabda:
َ َ
َ ِ ‫ة وَإ‬
‫ذا‬ ٌ ‫جن ّن‬
ُ ‫م‬ ُ ‫صنَيا‬ّ ‫زي ب ِنهِ َوال‬ِ ‫جن‬
ْ ‫ه ِلي وَأن َننا أ‬ُ ّ ‫م فَإ ِن‬ ّ ‫ه إ ِّل ال‬
َ ‫صَيا‬ ُ َ‫م ل‬ َ َ ‫ن آد‬
ِ ْ ‫ل اب‬
ِ ‫م‬َ َ‫ل ع‬ ّ ُ‫ك‬
ُ َ ‫ه فَل ْي‬ َ َ ‫خب فَإن ساب‬ َ
ْ ‫قن‬
‫ل‬ ُ َ ‫حد ٌ أوْ قَننات َل‬
َ ‫هأ‬ُ ّ َ ْ ِ ْ َ ‫ص‬ ْ َ ‫ث وََل ي‬ ْ ُ‫م فََل ي َْرف‬ْ ُ ‫حد ِك‬
َ ‫صوْم ِ أ‬ َ ‫م‬ ُ ْ‫ن ي َو‬ َ
َ ‫كا‬
4
HR. Al-Bukhari, 6/35 dan Muslim dari Abu Sa'id Al-Khudri, no. 1153. 70 musim yaitu perjalanan 70 tahun,
lihat Fathul Bari, 6/48.
5
Ahmad, 3/241, 3/296 dari Jabir, dan Ahmad, 4/22 dari 'Utsman bin Abi Ash RA, hadits ini shahih.
6
HR. At-Turmudzi, no. 1624.
7
HR. An-Nasai, 4/165

5
Risalah Ramadhan
َ
َ ‫عن ْند‬ِ ‫ب‬ُ ‫صننائ ِم ِ أط ْي َن‬ ُ ‫خل ُننو‬
ّ ‫ف فَ نم ِ ال‬ ُ َ ‫مد ٍ ب ِي َد ِهِ ل‬
ّ ‫ح‬َ ‫م‬ُ ‫س‬ ُ ‫ف‬ ْ َ ‫ذي ن‬ِ ّ ‫م َوال‬ ٌ ِ ‫صائ‬َ ٌ ‫مُرؤ‬ ْ ‫إ ِّني ا‬
َ َ ‫فرحهما إ‬
‫ه‬ُ ّ ‫ي َرب‬
َ ‫ق‬ِ َ ‫ذا ل‬ َ ِ‫ذا أفْط ََر فَر‬
َ ِ ‫ح وَإ‬ ِ َ ُ ُ َ ْ َ‫ن ي‬ ِ ‫حَتا‬ َ ‫صائ ِم ِ فَْر‬
ّ ‫ك ِلل‬ ِ ‫س‬ ْ ‫م‬ ِ ْ ‫ح ال‬ ِ ‫ن ِري‬ ْ ‫م‬ِ ِ‫الل ّه‬
‫ه‬
ِ ‫م‬ ِ ْ ‫صو‬
َ ِ‫ح ب‬َ ِ‫فَر‬
"Setiap amal anak Adam adalah untuk dirinya sendiri kecuali shaum8, sesunggunhnya
shaum itu untuk-Ku dan Aku akan memberikan pahala atasnya. Shaum itu adalah perisai, maka
pada saat shaum hendaknya seseorang di antara kalian tidak melakukan rafats (bersenggama
atau berbicara keji) dan tidak juga membuat kegaduhan. Jika ada oang yang mencacinya atau
menyerangnya maka hendaklah dia mengatakan, 'Sesungguhnya aku sedang shaum' Demi Allah
yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, sesungguhnya bau mulut orang yang shaum lebih
harum di sisi Allah dari pada minyak kasturi, bagi orang yang shaum itu ada dua kegembiraan,
yaitu kegembiraan ketika berbuka dan kegembiraan ketika berjumpa dengan Rabbnya, gembira
dengan shaumnya."9
Dalam riwayat Muslim disebutkan, "Setiap amal anak Adam akan dibalas dengan
berlipat ganda, kebaikan itu dibalas dengan sepuluh kali lipat bahkan sampai tujuh ratus kali
lipat. Allah berfirman, 'Kecuali shaum, sesungguhnya shaum itu untuk-Ku dan Aku akan
membalasnya. Dia meninggalkan nafsu syahwat dan makanan demi diri-Ku, dan orang yang
shaum memiliki dua kegembiraan saat berbuka dan kegembiraan ketika berjumpa dengan
Rabbnya, dan bau mulut orang yang shaum itu lebih harum disisi Allah dari pada bau minyak
misik (kasturi)."
f. Shaum dan Al-Qur'an akan memberikan syafaat bagi orang
yang menjalankannya.
Rasulullah bersabda,
"Shaum dan Al-Qur'an itu akan memberikan syafaat kepada setiap hamba (yang
melakukan dan membacnya) pada hari kiamat nanti. Shaum akan berkata: "Wahai Rabbku
saya telah menahannya dari makan dan nafsu syahwat, karenanya berikanlah dia syafaat karena
aku, dan Al-Qur'an berkata, "Saya telah menghalanginya dari tidur pada malam hari, karenanya
berikanlah dia syafaat karenaku." Belau bersabda, "Maka syafaat keduanya diperkenankan."10
g. Shaum merupakan kaffarat (penghapus dosa).
Di antara keutamaan yang hanya dimiliki oleh ibadah shaum adalah bahwa Allah SWT
telah menjadikan shaum sebagai penebus dosa bagi orang yang tiak melakukakan tahallul pada
malam ihram, karena adanya halangan baginya, baik kerena sakit atau karena gangguan yang
terdapat pada kepala. Dan shaum juga dapat dijadikan kaffarat karena yang bersangkutan tidak
mau memotong, dan membunuh seseorang dalam suatu perjanjian karena kesalahan dan tidak
sengaja melanggar sumpah, membunuh binatang buruan pada saat ihram dan menzhihar11.
Allah berfirman:

8
Maksudnya adalah bahwa seorang hamba itu akan menadapatkan pahala yang terbatas kecuali shaum, karena
pahala shaum tanpa hitungan.
9
HR. Al-Bukhari, 4/88 dan Muslim, no. 1151.
10
Ahmad, no. 6626
11
Zhihar adalah ungkapan suami terhadap istrinya, “Bagiku kamu seperti punggung ibuku”, dengan maksud dia
hendak mengharamkan istrinya bagi dirinya.

6
Risalah Ramadhan
ُ ‫وأ َت ِموا ال ْحج وال ْعمرة َ ل ِل ّه فَإ‬
‫قننوا‬ ْ َ ‫ي وَل َ ت‬
ُ ِ ‫حل‬ ِ ْ ‫ن ال ْهَ ند‬ َ ‫م‬ ِ ‫سَر‬ َ ْ ‫ست َي‬ ْ ‫ما ا‬ َ َ‫م ف‬ ْ ُ ‫صْرت‬ ِ ‫ح‬ ْ ‫نأ‬ ْ ِ ِ َ ْ ُ َ ّ َ ّ َ
‫ن‬ْ ‫من‬ ِ ‫ذى‬ ً َ ‫ضننا أ َوْ ب ِنهِ أ‬ ً ‫ري‬ ِ ‫م‬ َ ‫م‬ ْ ‫من ْك ُن‬ِ ‫ن‬ َ ‫ن ك َننا‬ ْ ‫من‬ َ َ‫ه ف‬ ُ ‫حل ّن‬
ِ ‫م‬َ ُ‫حّتى ي َب ْل ُغَ ال ْهَد ْي‬ َ ‫م‬ ْ ُ ‫سك‬ َ ‫ُرُءو‬
َ َ ‫ة من صيام أ َو صدقَة أ َو نسك فَ نإ‬ ْ
‫ة‬
ِ ‫مَر‬ ْ ُ‫مت ّنعَ ب ِننال ْع‬ َ َ‫ن ت‬ْ ‫من‬ َ َ‫م ف‬ ْ ‫من ْت ُن‬ِ ‫ذا أ‬ ِ ٍ ُ ُ ْ ٍ َ َ ْ ٍ َ ِ ْ ِ ٌ َ ‫فد ْي‬ ِ َ ‫سه ِ ف‬ ِ ‫َرأ‬
َ
‫ج‬ َ ْ ‫م ث َل َث َةِ أّيام ٍ فِنني ال‬
ّ ‫حن‬ ُ ‫صَيا‬ ِ َ ‫جد ْ ف‬ ِ َ‫م ي‬ ْ َ‫ن ل‬ْ ‫م‬ َ َ‫ي ف‬ ِ ْ ‫ن ال ْهَد‬ َ ‫م‬ِ ‫سَر‬َ ْ ‫ست َي‬ ْ ‫ما ا‬ َ َ‫ج ف‬ ّ ‫ح‬ َ ْ ‫إ َِلى ال‬
َ ‫ك ل ِم نن ل َنم يك ُن‬
‫ري‬ ِ ‫ضن‬ ِ ‫حا‬ َ ‫ه‬ ُ ‫ن أهْل ُن‬ ْ َ ْ ْ َ َ ‫ة ذ َل ِن‬ ٌ ‫مل َن‬ َ ٌ ‫ش نَرة‬
ِ ‫كا‬ َ َ‫ك ع‬ َ ‫م ت ِل ْن‬ْ ُ ‫جعْت‬
َ ‫ذا َر‬ َ ِ ‫سب ْعَةٍ إ‬ َ َ‫و‬
َ ِ‫ديد ُ ال ْع‬ َ
‫ب‬ِ ‫قا‬ ِ ‫ش‬ َ ‫ه‬ َ ّ ‫ن الل‬ّ ‫موا أ‬ ُ َ ‫ه َواع ْل‬ َ ّ ‫قوا الل‬ُ ّ ‫حَرام َوات‬ َ ْ ‫جد ِ ا ل‬ ِ ‫س‬ْ ‫م‬ َ ْ ‫ال‬
"Dan sempurnakanlah ibadah haji dan `umrah karena Allah. Jika kamu terkepung
(terhalang oleh musuh atau karena sakit), maka (sembelihlah) korban yang mudah didapat, dan
jangan kamu mencukur kepalamu, sebelum korban sampai di tempat penyembelihannya. Jika
ada di antaramu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu ia bercukur), maka wajiblah
atasnya berfid-yah, yaitu: shaum atau bersedekah atau berkorban. Apabila kamu telah (merasa)
aman, maka bagi siapa yang ingin mengerjakan `umrah sebelum haji (didalam bulan haji),
(wajiblah ia menyembelih) korban yang mudah didapat. Tetapi jika ia tidak menemukan
(binatang korban atau tidak mampu), maka wajib shaum tiga hari dalam masa haji dan tujuh
hari (lagi) apabila kamu telah pulang kembali. Itulah sepuluh (hari) yang sempurna. Demikian
itu (kewajiban membayar fidyah) bagi orang-orang yang keluarganya tidak berada (di sekitar)
Masjidil-haram (orang-orang yang bukan penduduk kota Mekah). Dan bertakwalah kepada
Allah dan ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksaan-Nya." (QS. Al-Baqarah [2]: 196).

َ
ٍ ‫ريُر َرقََبنن‬
‫ة‬ ْ َ ‫ة إ َِلى أهْل ِهِ وَت‬
ِ ‫ح‬ َ ّ ‫سل‬
ٌ ‫م‬ َ ‫م‬ ُ ‫ة‬ ٌ َ ‫ميَثاقٌ فَد ِي‬ ِ ‫م‬ ْ ُ‫م وَب َي ْن َه‬ْ ُ ‫ن قَوْم ٍ ب َي ْن َك‬ْ ‫م‬ ِ ‫ن‬َ ‫كا‬َ ‫ن‬ ْ ِ ‫وَإ‬
‫ما‬ ُ ّ ‫ن الل‬
ً ‫ه ع َِلي‬ َ ‫كا‬ َ َ‫ن الل ّهِ و‬
َ ‫م‬ِ ‫ة‬ ً َ ‫ن ت َوْب‬
ِ ْ ‫مت ََتاب ِعَي‬
ُ ‫ن‬
ِ ْ ‫شهَْري‬َ ‫م‬ ُ ‫صَيا‬ِ َ ‫جد ْ ف‬ ِ َ‫م ي‬ْ َ‫ن ل‬ْ ‫م‬َ َ‫من َةٍ ف‬
ِ ْ ‫مؤ‬ُ
‫ما‬
ً ‫كي‬
ِ ‫ح‬
َ
"Dan jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada perjanjian (damai) antara mereka
dengan kamu, maka (hendaklah si pembunuh) membayar diat yang diserahkan kepada
keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang mukmin. Barangsiapa yang
tidak memperolehnya, maka hendaklah ia (si pembunuh) shaum dua bulan berturut-turut sebagai
cara taubat kepada Allah. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana." (QS. An-
Nisa [4]: 92).

َ َ
‫ن‬ َ ‫مننا‬ َ ْ ‫م اْلي‬ ُ ُ ‫قند ْت‬
ّ َ ‫مننا ع‬ َ ِ‫م ب‬ ْ ُ ‫خنذ ُك‬ِ ‫ؤا‬ َ ُ‫ن ي‬ْ ‫م وَل َك ِن‬ ْ ُ ‫مننان ِك‬َ ْ ‫ه ِبنالل ّغْوِ فِنني أي‬ ُ ّ ‫م الل‬ ُ ُ ‫خذ ُك‬ ِ ‫ؤا‬َ ُ‫ل َ ي‬
‫م أ َْو‬ ْ ‫كنن‬ ُ ‫ن أ َهِْلي‬ َ ‫مننو‬ ُ ِ‫مننا ت ُط ْع‬ َ ‫ط‬ ِ ‫سنن‬
َ ‫شننرة مسنناكين م ن‬
َ ْ‫ن أو‬ ْ ِ َ ِ َ َ ِ َ َ َ‫م ع‬ ُ ‫ه إ ِط َْعننا‬ ُ ُ ‫فنناَرت‬ ّ َ ‫فَك‬
َ َ ِ ‫م ث َل َث َةِ أ َّيام ٍ ذ َل‬ َ ‫كسوته‬
‫م‬ْ ُ ‫مننان ِك‬ َ ْ ‫فنناَرة ُ أي‬ ّ َ‫ك ك‬ ُ ‫صَيا‬ ِ َ ‫جد ْ ف‬ ِ َ‫م ي‬ْ َ‫ن ل‬ ْ ‫م‬ َ َ‫ريُر َرقَب َةٍ ف‬ِ ‫ح‬ ْ َ ‫م أوْ ت‬ ْ َُُ ْ ِ
َ ُ ‫ف‬
َ ‫شك ُُرو‬
‫ن‬ ْ َ‫م ت‬ ْ ُ ‫م َءاَيات ِهِ ل َعَل ّك‬ ْ ُ ‫ه ل َك‬ ُ ّ ‫ن الل‬ُ ّ ‫ك ي ُب َي‬َ ِ ‫م ك َذ َل‬ ْ ُ ‫مان َك‬
َ ْ ‫ظوا أي‬ َ ‫ح‬ْ ‫م َوا‬ ْ ُ ‫فت‬ْ َ ‫حل‬
َ ‫ذا‬ َ ِ‫إ‬
"Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud
(untuk bersumpah), tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu
sengaja, maka kaffarat (melanggar) sumpah itu, ialah memberi makan sepuluh orang miskin,

7
Risalah Ramadhan
yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi pakaian kepada
mereka atau memerdekakan seorang budak. Barangsiapa tidak sanggup melakukan yang
demikian, maka kaffaratnya shaum selama tiga hari. Yang demikian itu adalah kaffarat sumpah-
sumpahmu bila kamu bersumpah (dan kamu langgar). Dan jagalah sumpahmu. Demikianlah
Allah menerangkan kepadamu hukum-hukum-Nya agar kamu bersyukur (kepada-Nya)."(QS. Al-
Maidah [5]: 89).

َ َ
‫دا‬
ً ‫من‬ ّ َ‫مت َع‬
ُ ‫م‬ ْ ‫من ْك ُن‬
ِ ‫ه‬ُ ‫ن قَت َل َن‬ْ ‫من‬ َ َ‫م و‬
ٌ ‫حنُر‬ ُ ‫م‬ ْ ‫صني ْد َ وَأن ْت ُن‬ّ ‫قت ُل ُننوا ال‬ ْ َ ‫مُنوا ل َ ت‬ َ ‫ن َءا‬ َ ‫ذي‬ ِ ّ ‫َياأي َّها ال‬
َ
ْ‫هند ًْيا َبنال ِغَ ال ْك َعَْبنةِ أو‬ َ ‫م‬ ْ ُ ‫من ْك‬
ِ ‫ل‬ٍ ْ ‫م ب ِهِ ذ ََوا ع َد‬ ُ ُ ‫حك‬ ْ َ ‫ن الن ّعَم ِ ي‬َ ‫م‬ ِ ‫ل‬ َ َ ‫ما قَت‬ َ ‫ل‬ ُ ْ ‫مث‬ِ ‫جَزاٌء‬ َ َ‫ف‬
َ َ ‫ذوقَ وبا‬ ُ ْ ‫ن أ َوْ ع َد‬
‫مننا‬ّ َ‫ه ع‬ ُ ‫فننا الل ّن‬َ َ ‫مرِهِ ع‬ ْ ‫لأ‬ ََ ُ َ ‫ما ل ِي‬ً ‫صَيا‬ ِ ‫ك‬ َ ِ ‫ل ذ َل‬ َ ‫كي‬ِ ‫سا‬ َ ‫م‬ َ ‫م‬ ُ ‫فاَرة ٌ ط ََعا‬ ّ َ‫ك‬

ٍ ‫قام‬ ُ ‫زيٌز‬
َ ِ ‫ذو ان ْت‬ ُ ّ ‫ه َوالل‬
ِ َ‫ه ع‬ ُ ْ ‫من‬ ُ ّ ‫م الل‬
ِ ‫ه‬ ِ َ ‫عاد َ فَي َن ْت‬
ُ ‫ق‬ َ ‫ن‬
ْ ‫م‬ َ َ ‫سل‬
َ َ‫ف و‬ َ
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu membunuh binatang buruan, ketika
kamu sedang ihram. Barangsiapa di antara kamu membunuhnya dengan sengaja, maka
dendanya ialah mengganti dengan binatang ternak seimbang dengan buruan yang dibunuhnya,
menurut putusan dua orang yang adil di antara kamu, sebagai had-ya yang di bawa sampai ke
Ka`bah, atau (dendanya) membayar kaffarat dengan memberi makan orang-orang miskin, atau
shaum seimbang dengan makanan yang dikeluarkan itu, supaya dia merasakan akibat yang
buruk dari perbuatannya. Allah telah mema`afkan apa yang telah lalu. Dan barangsiapa yang
kembali mengerjakannya, niscaya Allah akan menyiksanya. Allah Maha Kuasa lagi mempunyai
(kekuasaan untuk) menyiksa." (QS. Al-Maidah [5] : 95).

‫ل‬ِ ‫ن قَب ْن‬ ْ ‫من‬ ِ ٍ‫ريُر َرقَب َنة‬ ِ ‫ح‬ ْ َ ‫ما َقاُلوا فَت‬ َ ِ‫ن ل‬ َ ‫دو‬ ُ ‫م ي َُعو‬ ّ ُ‫م ث‬ْ ِ‫سائ ِه‬
َ ِ‫ن ن‬ْ ‫م‬
ِ ‫ن‬ َ ‫ظاه ُِرو‬ َ ُ‫ن ي‬ َ ‫ذي‬ ِ ّ ‫َوال‬
َ
‫م‬
ُ ‫ص نَيا‬ِ َ ‫ج ند ْ ف‬ ِ َ‫م ي‬ْ ‫ن ل َن‬ْ ‫م‬ َ َ‫خِبيٌر ف‬ َ ‫ن‬ َ ‫مُلو‬ َ ْ‫ما ت َع‬ َ ِ‫ه ب‬ُ ّ ‫ن ب ِهِ َوالل‬ َ ‫ظو‬ُ َ ‫م ُتوع‬ ْ ُ ‫سا ذ َل ِك‬ ّ ‫ما‬ َ َ ‫ن ي َت‬ ْ ‫أ‬
َ ‫شهرين متتننابعين منن قَبن‬
‫ن‬ َ ‫سنّتي‬ِ ‫م‬ ُ ‫سنت َط ِعْ فَإ ِط ْعَننا‬ ْ َ‫م ي‬ْ ‫ن ل َن‬ ْ ‫من‬ َ َ‫سننا ف‬ ّ ‫ما‬ َ َ ‫ن ي َت‬ْ ‫لأ‬ ِ ْ ْ ِ ِ ْ َِ ََ ُ ِ ْ َ ْ َ
َ َ ْ ‫دود ُ الل ّهِ وَل ِل‬ َ ْ ‫سول ِهِ وَت ِل‬
‫م‬
ٌ ‫ب أِلي‬ ٌ ‫ذا‬َ َ‫ن ع‬ َ ‫ري‬ِ ِ‫كاف‬ ُ ‫ح‬ ُ ‫ك‬ ُ ‫مُنوا ِبالل ّهِ وََر‬ِ ْ ‫ك ل ِت ُؤ‬ َ ِ ‫كيًنا ذ َل‬ِ ‫س‬ ْ ‫م‬ ِ
"Orang-orang yang menzhihar isteri mereka, kemudian mereka hendak menarik kembali
apa yang mereka ucapkan, maka (wajib atasnya) memerdekakan seorang budak sebelum kedua
suami isteri itu bercampur. Demikianlah yang diajarkan kepada kamu, dan Allah Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan. Barangsiapa yang tidak mendapatkan (budak), maka
(wajib atasnya) shaum dua bulan berturut-turut sebelum keduanya bercampur. Maka siapa yang
tidak kuasa (wajiblah atasnya) memberi makan enam puluh orang miskin. Demikianlah supaya
kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan itulah hukum-hukum Allah, dan bagi orang-
orang kafir ada siksaan yang sangat pedih." (QS. Al-Mujadilah [58] 3-4).
Dari Hudzaifah bin Yaman RA bahwa Rasulullah SAW bersabda:

َ
ُ َ‫صد َق‬
‫ة‬ ّ ‫م َوال‬ ّ ‫صَلة ُ َوال‬
ُ ْ‫صو‬ ّ ‫ها ال‬
َ ‫فُر‬ َ َ‫مال ِهِ وَوَل َد ِهِ و‬
ّ َ ‫جارِهِ ت ُك‬ َ َ‫ل ِفي أهْل ِهِ و‬
ِ ‫ج‬
ُ ‫ة الّر‬
ُ َ ‫فِت ْن‬

8
Risalah Ramadhan
"Fitnah (ujian) seseorang dalam keluarga, harta dan tetangganya dapat di hapus dengan
shalat, shaum serta sedekah."12
h. Ar-Rayyan adalah salah satu nama pintu Jannah yang
disediakan bagi orang-orang yang megerjakan shaum.

ُ ْ ‫مةِ ل َ ي َد‬
ُ ‫خ‬
‫ل‬ ِ ْ ‫م ال‬
َ ‫قَيا‬ َ ْ‫ن ي َو‬َ ‫مو‬ ُ ِ ‫صائ‬
ّ ‫ه ال‬ ُ ْ ‫من‬
ِ ‫ل‬ ُ ‫خ‬ُ ْ ‫ن ي َد‬ ُ ‫ه الّرّيا‬ ُ َ‫ل ل‬ ُ ‫قا‬ َ ُ ‫جن ّةِ َباًبا ي‬َ ْ ‫ن ِفي ال‬ ّ ِ‫إ‬
ُ ُ‫خره‬ َ ‫ل من‬ ُ َ ‫من‬
َ ِ ‫م أغ ْل‬
‫ق‬ ْ ُ ِ ‫لآ‬ َ ‫خ‬ َ ِ ‫حد ٌ ) فَإ‬
َ َ ‫ذا د‬ َ ‫هأ‬ ُ ْ ِ ْ ‫خ‬ ْ َ ‫خُلوا أغ ْل ِقَ فَل‬
ُ ْ ‫م ي َد‬ َ َ ‫ذا د‬َ ِ ‫حد ٌ فَإ‬ َ ‫هأ‬ ُ ْ ِ
َ ْ ْ ‫شرب ل َم يظ‬ َ ‫خ‬
(‫دا‬ ً َ ‫مأ أ ب‬َ َ ْ َ ِ َ ‫ن‬ ْ ‫م‬ َ َ‫ب و‬ َ ِ‫شر‬ َ ‫ل‬ َ َ‫ن د‬ْ ‫م‬ َ َ‫و‬
"Sesungguhnya di dalam jannah itu terdapat satu pintu yang diberi nama Ar-Rayyan.
Dari pintu tersebut orang-orang yang shaum akan masuk di hari kiamat nanti dan tidak seorang
pun yang masuk ke pintu tersebut kecuali orang-orang yang shaum. Dan apabila mereka masuk,
maka pintu tersebtu ditutup sehingga tidak ada seorng pun yang masuk melelaui pintu tersebut,
(Apabila orang yang paling terakhir di antara mereka sudah masuk, maka pintu itu akan ditutup.
Dan barangsiapa sudah masuk, dia akan minum, dan barangsiapa yang sudah minum, maka dia
tidak akan pernah haus selamanya).13

C. Keutamaan Bulan Ramadhan


Ramadhan merupakan bulan yang penuh kebaikan dan keberkahan, Allah SWT
melimpahkan di dalam bulan tersebut beberapa keutamaan. Antara lain14:
1. Bulan Al-Qur’an
Allah SWT telah menurunkan kitab-kitab-Nya yang mulia sebagai petunjuk bagi umat
manusia sekaligus sebagai obat penyembuh bagi orang-orang yang beriman, petunjuk kepada
jalan yang lurus, penunjuk kepada jalan kebaikan. Pada malam Lailatul Qadar yang penuh
dengan kabaikan Al-Qur'an diturunkan.
Allah berfirman:

َ ‫ن ال ْهُن‬
‫دى‬ َ ‫من‬
ِ ‫ت‬
ٍ ‫س وَب َي ّن َننا‬
ِ ‫دى ِللن ّننا‬
ً ‫ن ه ُن‬ ُ ‫قنْرَءا‬ ُ ْ ‫ل ِفينهِ ال‬َ ِ‫ذي أ ُن ْنز‬ِ ‫ن ال ّن‬
َ ‫ضا‬ َ ‫م‬ َ ‫شهُْر َر‬ َ
‫ه‬
ُ ‫م‬
ْ ‫ص‬ُ َ ‫شهَْر فَل ْي‬ ّ ‫م ال‬ُ ُ ‫من ْك‬
ِ َ ‫شهِد‬َ ‫ن‬ ْ ‫م‬َ َ‫ن ف‬ِ ‫فْرَقا‬ُ ْ ‫َوال‬
"(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya
diturunkan (permulaan) Al Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan
mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa
di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia shaum pada
bulan itu,.." (QS. Al-Baqarah [2] : 185)
2. Setan-setan dibelenggu, pintu-pintu neraka ditutup dan pintu-pintu jannah dibuka.
Pada bulan Ramadhan kejahatan di muka bumi menjadi semakin sedikit, karena jin-jin
jahat dibelenggu dengan rantai, sehingga mereka tidak bisa melakukan pengerusakan terhadap
umat manusia sebagaiman mereka biasa melekukannya pada bulan-bulan selain Ramadhan. Ini
12
Shahih Bukhari, 2/7 dan Muslim, no. 144.
13
HR. Al-Bukhari, 4/95 Muslim, no. 1152.
14
Puasa Bersama Nabi, 35-40.

9
Risalah Ramadhan
akan terjadi apabila kaum muslimin telah berkonsentrasi menjalankan shaum yang merupakan
pengekang hawa nafsu. Dan juga mereka sibuk membaca Al-Qur’an dan berbagai macam ibadah
lainnya yang mampu mendidik sekaligus mensucikan jiwa. Allah SWT berfirman:

َ
ْ ‫ن قَب ْل ِك ُن‬
‫م‬ ْ ‫من‬
ِ ‫ن‬ ِ ‫ب ع َل َننى ال ّن‬
َ ‫ذي‬ َ ‫مننا ك ُت ِن‬
َ َ‫م ك‬
ُ ‫صَيا‬ ُ ُ ‫ب ع َل َي ْك‬
ّ ‫م ال‬ َ ِ ‫مُنوا ك ُت‬
َ ‫ن َءا‬َ ‫ذي‬ِ ّ ‫َياأي َّها ال‬
‫ن‬
َ ‫قو‬ ْ ُ ‫ل َعَل ّك‬
ُ ّ ‫م ت َت‬
"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu Shaum sebagaimana diwajibkan
atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa." (QS. Al-Baqarah [2] : 185)
Oleh karena itu ditutuplah pintu-pintu jahannam, dan dibukalah pintu-pintu jannah,
karena banyaknya amal shalih yang diperbuat manusia, serta banyaknya dzikir, tahmid dan tahlil
yang mereka ucapan.
Rasulullah SAW bersabda:
َ َ ّ ‫جن ّةِ وَغ ُل‬ َ
‫ن‬
ُ ‫طي‬ ّ ‫ت ال‬
ِ ‫شَيا‬ ْ َ ‫فد‬
ّ ‫ص‬
ُ َ‫ب الّنارِ و‬
ُ ‫وا‬
َ ْ ‫ت أب‬
ْ ‫ق‬ َ ْ ‫ب ال‬
ُ ‫وا‬
َ ْ ‫ت أب‬ َ ّ ‫ن فُت‬
ْ ‫ح‬ ُ ‫ضا‬
َ ‫م‬
َ ‫جاءَ َر‬ َ ِ‫إ‬
َ ‫ذا‬
“Jika bulan Ramadhan tiba maka pintu-pintu jannh dibuka sedangkan pintu neraka
ditutup, dan setan pun dibelenggu.”15
Semua itu berlangsung dari permulaan malam bulan Ramadhan yang penuh barakah.
Sebagaimana tersebut dalam hadits Rasulullah:

‫ت‬ْ ‫ق‬َ ّ ‫ن وَغ ُل‬ّ ‫ج‬ ِ ْ ‫مَرد َة ُ ال‬ َ َ‫ن و‬ ُ ‫طي‬ِ ‫شَيا‬ ّ ‫ت ال‬
ْ َ ‫فد‬ ّ ‫ص‬ُ ‫ن‬ َ ‫ضا‬َ ‫م‬َ ‫شهْرِ َر‬ َ ‫ن‬ ْ ‫م‬ ُ ّ‫ن أ َو‬
ِ ٍ‫ل ل َي ْل َة‬ َ ‫ذا‬
َ ‫كا‬ َ ِ‫إ‬
َ َ
‫ب‬ٌ ‫من ْهَننا َبنا‬ ِ ْ‫م ي ُغْل َنق‬ ْ ‫جن ّنةِ فَل َن‬
َ ْ ‫ب ال‬
ُ ‫وا‬َ ْ ‫ت أب‬ ْ ‫ح‬َ ّ ‫ب وَفُت‬
ٌ ‫من َْها َبا‬ِ ‫ح‬ ْ َ ‫ب الّنارِ فَل‬
ْ َ ‫م ي ُفْت‬ ُ ‫وا‬
َ ْ ‫أب‬
َ َ ‫صْر وَل ِل ّهِ ع ُت‬ َ ّ ‫ل ويا باِغي ال‬ َ َ ْ ‫ي ال‬
‫ن الن ّنناِر‬ ْ ‫من‬ِ ‫قاُء‬ ِ ْ‫شّر أق‬ َ َ َ َ ْ ِ ‫خي ْرِ أقْب‬ َ ‫مَناد ٍ َيا َباِغ‬ ُ ‫وَي َُناِدي‬
ٍ‫ل ل َي ْل َة‬
ّ ُ‫ك ك‬
َ ‫ذل‬
َ َ‫و‬
“Apabila malam pertama bulan Ramadhan tiba, maka setan-setan dan jin Ifrit
dibelenggu, pintu-pintu nereka ditutup sehingga tidak ada satu pun darinya terbuka, dan pintu-
pintu jannh dibuka sehingga tidak satu pun pintu yang tertutup. Kemudian ada seorang penyeru
yang memanggil-manggil, ‘Wahai pencari kebaikan sambutlah dan pencari kejelekan
kurangilah, dan Allah membebaskan orang-orang bertakwa dari api neraka pada setiap
malam.”16
3. Lailatul Qadar

D. Dalil Disyari’atkannya Shaum Ramadhan


Firman Allah :

َ
ْ ‫مننن قَب ْل ِك ُن‬
‫م‬ ِ ‫ن‬ ِ ‫ب ع َل َننى ال ّن‬
َ ‫ذي‬ َ ‫مننا ك ُت ِن‬
َ َ‫م ك‬
ُ ‫صَيا‬ ُ ُ ‫ب ع َل َي ْك‬
ّ ‫م ال‬ َ ِ ‫مُنوا ك ُت‬ َ ‫ن َءا‬َ ‫ذي‬ِ ّ ‫َياأي َّها ال‬
َ
‫دات‬ َ ‫دو‬ُ ْ‫مع‬ّ ‫ما‬ ً ‫ أّيا‬.‫ن‬ َ ‫قو‬ ْ ُ ‫ل َعَل ّك‬
ُ ّ ‫م ت َت‬

15
HR. Al-Bukhari, 4/97 dan Muslim, no. 1079
16
At-Tirmidzi, no. 682 Ibnu Majjah, no. 1642

10
Risalah Ramadhan
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu shiyam sebagaimana diwajibkan
atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa. ( yaitu ) dalam beberapa hari yang
tertentu,” (QS. Al Baqarah [2]: 183-184).

َ ‫ن ال ْهُن‬
‫دى‬ َ ‫من‬
ِ ‫ت‬
ٍ ‫س وَب َي ّن َننا‬ ّ ً ‫ن ه ُن‬
ِ ‫دى للن ّننا‬ ُ ‫قنْرَءا‬ ُ ْ ‫ل ِفينهِ ال‬َ ِ‫ذي ُأننز‬ ِ ‫ن ال ّن‬
َ ‫ضا‬ َ ‫م‬ َ ‫شهُْر َر‬ َ
‫ه‬
ُ ‫م‬
ْ ‫ص‬ُ َ ‫شهَْر فَل ْي‬ ّ ‫م ال‬ُ ُ ‫منك‬
ِ َ ‫شهِد‬َ ‫من‬ َ َ‫ن ف‬ِ ‫فْرَقا‬ُ ْ ‫َوال‬
“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya
diturunkan (permulaan) Al Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan- penjelasan
mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil). Karena itu barangsiapa
diantara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia
melaksanakan shaum pada bulan itu… “ (QS. Al baqarah [2]: 185).
Sabda Rasulullah :

َ َ
‫ه‬ ُ ْ ‫سو‬
ِ ‫ل اللنن‬ ُ ‫دا َر‬
ً ‫م‬
ّ ‫ح‬
َ ‫م‬
ُ ‫ن‬ ُ ‫ه إ ِل ّ الل‬
ّ ‫ه وَ أ‬ َ َ ‫ن ل ّ إ ِل‬ْ ‫شَهاد َةِ أ‬ َ :‫س‬ ٍ ‫م‬ َ ‫م ع ََلى‬
ْ ‫خ‬ ُ َ ‫سل‬ْ ِ ‫ي ال‬
َ ِ ‫ب ُن‬
.‫ن‬
َ ‫ضا‬
َ ‫م‬ َ ‫صوْم ِ َر‬ َ َ‫ج و‬ّ ‫ح‬ َ ْ ‫كاةِ َوال‬
َ ‫صل َةِ وَإ ِي َْتاَء الّز‬ ّ ‫وَإ َِقام ِ ال‬
“Islam dibangun di atas lima perkara: “Bersaksi bahwasannya tiada ilah kecuali Allah
dan Muhammad utusan Allah, menegakkan shalat, menunaikan zakat, berhaji ke baitullah, dan
shaum Ramadhan.”17
Dari Thalhah bin Ubaidillah RA, ia berkata, “Bahwasannya ada seorang laki-laki dari
negeri Najd yang datang kepada Nabi seraya bertanya tentang islam. Maka Nabi SAW
menjawab, “Lima kali shalat sehari semalam.” Orang itu bertanya lagi, “Apakah ada yang
lain ?” Nabi SAW menjawab, “Tidak, kecuali jika engkau mau melakukan yang sunnah.” Nabi
SAW bersabda, “( Lalu ) shiyam di bulan ramadhan.” Orang itu bertanya lagi, “Apakah ada
yang lainnya ?”Beliau menjawab, “Tidak kecuali jika engkau mau melakukan yang sunnah.”
Kemudian Rasulullah SAW menyebut zakat, lalu orang itu bertanya lagi, “Apakah ada yang
lainnya ?“ Nabi SAW menjawab, “Tidak, kecuali jika engkau mau melakukan yang sunnah.”
Lalu orang itu membalikkan tubuhnya seraya berkata, “Demi Allah, aku tidak akan menambah
dan tidak akan mengurangi.” Kemudian Nabi SAW bersabda,“Orang itu akan beruntung jika
dia benar.”18

E. Penetapan Awal Dan Akhir Ramadhan


1. Awal dan akhir bulan Ramadhan ditetapkan dengan ru’yah hilal (melihat bulan sabit),
yaitu minimal dengan kesaksian paling sedikit satu orang muslim yang adil untuk awal
Ramadhan, dan dua orang muslim untuk awal Syawal.19
2. Apabila cuaca mendung dan hilal bulan Ramadhan tidak dapat dilihat pada malam 30
Sya’ban, maka hukum yang harus diambil ialah dengan menggenapkan bilangan bulan Sya’ban

17
Shahih Al-Bukhari, no. 8; Muslim, no 16.
18
Shahih Al-Bukhari, no. 46; Muslim, no 11
19
Lihat Zaadul-Ma’ad, 2/36-37

11
Risalah Ramadhan
menjadi 30 hari, kemudian dipastikan untuk shaum pada hari berikutnya, yaitu awal bulan
Ramadhan.
3. Begitu pula ketika hilal bulan Syawal tidak terlihat, maka hukum yang harus diambil ialah
dengan menyempurnakan bilangan Ramadhan menjadi 30 hari, kemudian hari berikutnya
dipastikan sebagai hari raya, yaitu sebagai awal bulan Syawal.20
Rasulullah SAW bersabda :

‫م‬ ُ ْ ‫م ع َل َي‬
ْ ‫كنن‬ ُ ‫ن‬
ّ ‫غنن‬ ْ ِ ‫حّتننى َتننَروْه ُ َفننإ‬
َ ‫طننُروا‬ ْ ُ ‫ل وَل َ ت‬
ِ ‫ف‬ َ َ ‫حّتننى َتننَرْوا اِلهل‬
َ ‫موا‬ُ ْ‫صننو‬ُ َ‫ل َ ت‬
ُ َ ‫َفاقْد ُُروْل‬
.‫ه‬
“Janganlah klian melakukan shaum sampai kalian melihat hilal, dan jangan pula
berbuka (mengakhiri shaum Ramadhan) sampai kalian melihatnya. Dan jika ada yang
menghalangi sehingga bulan tidak kelihatan oleh kalian, sempurnakanlah bilangannya (menjadi
30 hari)”.21

َ
ْ ُ ‫مل‬
‫وا‬ ْ ُ ‫م ع َل َي ْك‬
ِ ْ ‫م فَأك‬ ّ َ‫ن غ‬
ْ ِ ‫حّتى ت ََروْه ُ فَإ‬
َ ‫موا‬
ُ ْ ‫صو‬ ً َ ‫ن ل َي ْل‬
ُ َ ‫ة فَل َ ت‬ ْ ‫ع‬
َ ْ‫شُرو‬ ِ َ‫سعَ و‬ ْ ِ ‫شهُْر ت‬ ّ ‫ال‬
َ ْ ‫العِد ّة َ ث َل َث ِي‬
.‫ن‬
“Satu bulan itu jumlahnya 29 malam, maka janganlah kamu melakukan shaum sampai
kalian melihatnya (hilal). Dan jika ada yang menghalangi sehingga bulan tidak kelihatan oleh
kalian, sempurnakanlah bilangannya menjadi 30 hari.”22
4.Adapun menetapkan awal Ramadhan dengan ilmu hisab di saat langit mendung, maka
pendapat ini banyak dibantah oleh para ulama’. Para fuqaha’ telah menegaskan tentang
dilarangnya bersandar pada perhitungan-perhitungan ilmu falak dalam menetapkan hilal, karena
sesungguhnya syari’at Islam ini mengaitkan shaum dengan ru’yah bukan dengan hisab.23
Jumhur fuqaha’ mengatakan, “Dan tidak betul jika yang dimaksud adalah hisab ahli
perbintangan, sebab jika orang banyak dibebani dengan hal tersebut, tentulah akan memberatkan
mereka, sebab masalah hisab perbintangan tidak ada yang mengetahuinya kecuali hanya
beberapa orang saja, sedang syari’at dapat dipahami orang apabila kebanyakan mereka
mengetahuinya. Wallahu a’lam.”24
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata, “Berdasarkan As-Sunnah Ash-Shahihah serta
kesepakatan para shahabat Radhiyallahu ‘anhum, tidak diragukan bahwasannya tidak boleh
bersandar kepada hisab perbintangan”.25
Rasulullah bersabda :

َ ‫ذا وَهَك َن‬


َ ‫شهُْر هَك َن‬ ُ ٌ ‫إنا أ ُم‬
‫ة‬
ً َ‫سنع‬
ْ ِ ‫منّرة ً ت‬
َ ‫ ي َعْن ِنني‬: ‫ذا‬ ّ ‫ ال‬،‫ب‬
ُ ‫س‬ ْ َ ‫ب وَل َ ن‬
َ ‫ح‬ ُ ُ ‫ة ل َ ن َك ْت‬ٌ ّ ‫مي‬
ِ ‫ةأ‬ ّ ِّ
َ ْ ‫مّرة ً ث َل َث ِي‬
.‫ن‬ َ َ‫ن و‬ َ ْ ‫شرِي‬ْ ‫ع‬
ِ َ‫و‬

20
Dua cara inilah yang menjadi petunjuk Nabi dalam menetapkan awal dan akhir Ramadhan. Dan begitulah
pendapat jumhur fuqaha’. Lihat Zaadul-Ma’ad, 2/47; Ensiklopedi Hukum Wanita dan Keluarga, 2/158-160
21
Shahih Al-Bukhari, no. 1906, Shahih Muslim, Kitab Ash-Shiyam, no. 3.
22
Shahih Al-Bukhari, no. 1907, Shahih Muslim, Kitab ash-Shiyam, no. 6.
23
Ensiklopedi Hukum Wanita dan Keluarga, 2/180
24
Syarh Shahih Muslim, 7/190.
25
Al-Fatawa Al-Kubro, 2/464.

12
Risalah Ramadhan
“Sesungguhnya kami adalah umat yang ummi, tidak menulis dan tidak melakukan hisab.
Bulan itu begini dan begini, yang terkadang 29 hari dan terkadang 30 hari.”26

َ ّ ‫مُلوا ال ْعِد‬ َ َ ‫ل قَبل‬


‫حّتى ت ََرُو‬
َ ‫موا‬
ُ ْ‫صو‬ ّ ُ ‫ ث‬،‫ة‬
ُ ‫م‬ ُ ْ َ َ ‫حّتى ت ََروُ ال ْهِل‬
ِ ْ ‫ه أوْ ت ُك‬ َ ‫شهَْر‬ ّ ‫موا ال‬ َ َ ‫ل َت‬
ُ ّ ‫قد‬
َ َ َ ‫ال ْهل‬
ٌ َ ‫مُلوا ال ْعِد ّة ُ قَب ْل‬
.‫ه‬ ِ ْ ‫ل أوْت ُك‬ ِ
“Janganlah kalian mendahului bulan sebelum kalian melihat hilal, atau sampai
menyempurnakan bilangannya. Kemudian laksanakanlah shaum sampai kalian lihat hilal, atau
menyempurnakan bilangan bulan sebelumnya.”27
Dan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah juga mengatakan, “Orang yang bersandar kepada
hisab dalam masalah hilal, sebagaimana bahwasa ia telah sesat di dalam syari’at, berlaku bid’ah
di dalam dien, maka dia juga keliru terhadap akal dan ilmu hisab.”28
Bagaimana halnya dengan kelompok yang menetapkan awal Ramadhan dan Syawal
dengan hisab sementara langit cerah tanpa sepotong awanpun. Bahkan beberapa bulan
sebelumnya mereka telah berani menetapkan awal bulan Ramadhan dengan menggunakan ilmu
hisab, cara yang tidak pernah dipergunakan oleh Rasulullah SAW, para shahabat, tabi’in dan
tabi’ut tabi’in.

F. Penetapan Shaum Ramadhan Berdasarkan Tempat Terbitnya Hilal


Madzhab Syafi’i mengatakan, “Apabila hilal terlihat di suatu negeri sedangkan orang-
orang di negeri lain tidak melihatnya, maka yang diputuskan adalah perkara berikut ini. Kalau
kedua negeri itu berdekatan, maka hukumnya sama dengan satu negeri, dan penduduk negeri
tersebut diwajibkan untuk melakukan shaum. Tetapi kalau negeri tersebut berjauhan, maka ada
dua pendapat, yang paling shahih menyatakan bahwa shaum tidak diwajibkan atas penduduk
negeri yang lain.29
Kuraib (hamba sahaya dari shahabat Ibnu Abbas RA) meriwayatkan, Bahwasannya
Ummu Fadhl binti Al-Haris (ibunya Ibnu ‘Abbas RA) mengutus dia untuk menemui Khalifah
Mu’awiyah RA di Syam. Maka Kuraib berkata, “Kemudian aku datang ke Syam untuk
menyelesaikan segala keperluan Ummu Fadhl RA, dan terjadilah hilal Ramadhan, di Syam aku
melihatnya pada malam Jum’at. Kemudian aku kembali ke Madinah pada akhir bulan Ramadhan,
maka Abdullah bin ‘Abbas RA menanyakanku dan membicarakan masalah hilal, “Kapan kalian
melihat hilal?” Maka aku katakan, “Kami melihat hilal malam Jum’at”, kemudian ia bertanya,
“Engkau melihatnya sendiri?” "Ya, dan semua orang melihatnya, mereka melaksanakan shaum,
begitu juga Mu’awiyah RA.” Abdullah bin ‘Abbas RA berkata, “Tetapi kami melihatnya malam
Sabtu, maka kami akan tetap shaum hingga kami menyempurnakannya menjadi 30 hari, atau
sampai kami melihat hilal Syawal”. Aku bertanya, “Apakah tidak cukup dengan ru’yah dan

26
Shahih Bukhari, no. 1913, Shahih Muslim, Kitab Ash-Shiyam, no. 15.
27
Sunan Abu Daud, no. 2326; Sunan An-Nasai, no. 2128, dan dinyatakan shahih oleh Syaikh Al-Albani dalam
Shahih Al-Jami’ Ash-Shagir, no. 7394.
28
Al-Fatawa Al-Kubro, 2/464.
29
Al-Majmu’ Syarh Al-Muhadzdzab, 6/274-275.

13
Risalah Ramadhan
shaum Khalifah Mu’awiyah RA?” Beliau menjawab, “Tidak, beginilah Rasulullah menyuruh
kami.”30
Menurut madzhab Maliki, hadits di atas merupakan hujjah bahwasannya apabila suatu
negeri saling berjauhan sebagaimana Syam dan Hijaz, maka setiap penduduk dari masing-masing
negeri tersebut wajib melaksanakan hasil ru’yah negerinya bukan ru’yah negeri orang lain,
walaupun ru'yah telah menjadi keputusan Khalifah, selama Khalifah tidak mewajibkan kepada
rakyatnya. Apabila dia mewajibkannya, maka siapapun tidak boleh menyelisihi perintahnya.”31

G. Syarat Wajib / Sah Shaum32


1. Islam.
Apabila ada orang kafir yang masuk Islam di pertengahan Ramadhan, maka dia tidak wajib
mengqadha’ shaum yang telah berlalu, karena shaum pada hari-hari yang lalu belum menjadi
kewajibannya, sehingga tidak wajib mengqadha’nya. Demikian menurut madzhab Hambali,
Syafi’i, Hanafi, Maliki, Al-Auza’i, Abu Tsaur dan Qatadah. Dia cukup melaksanakan shaum
pada hari-hari selanjutnya setelah ia memeluk Islam.33
2. Baligh.
Jika anak kecil (laki-laki atau perempuan) telah mampu melaksanakan shaum, maka seorang
wali berkewajiban untuk menyuruh mereka melaksanakan shaum yaitu bila mereka telah
mencapai usia 7 tahun, dan memukulnya apabila meninggalkan shaum ketika telah berusia 10
tahun.34
3. Berakal.
Shaum Ramadhan tidak diwajibkan atas orang gila. Dan jika telah sembuh, dia cukup shaum
pada hari-hari yang masih tersisa di bulan Ramadhan, dan tidak wajib mengqadha’ shaum yang
ditinggalkannya di saat dia gila. Demikian pendapat Abu Tsaur, As-Syafi’i, dan Imam Ahmad.35
Berbeda dengan orang yang kehilangan akalnya karena pingsan kemudian dia siuman, maka
dia wajib mengqadha’ shaum yang telah dia tinggalkan, karena pingsan termasuk salah satu
penyakit, bukan gila.36
4. Mukim (tidak dalam keadaan safar).
5. Sanggup untuk melaksanakannya, di antaranya, sehat jasmani.
6. Suci dari haidh dan nifas.
Menurut ijma’ (kesepakatan) ulama, wanita yang sedang haidh dan nifas tidak diperbolehkan
untuk melaksanakan shaum. Mereka wajib berbuka dan mengqadha’ shaum yang telah
ditinggalkannya, jika telah suci dari haidh atau nifasnya.
Jika haidh dan nifasnya terjadi pada sebagian siang, maka shaum pada hari itu batal, baik
haidh atau nifasnya itu terjadi di awal atau akhir siang. Jika wanita yang sedang haidh atau nifas

30
Shahih Muslim, hadits no. 1087, Sunan Abu Daud, no. 2332, Sunan At-Tirmidzi, no. 693.
31
Tafsir Al-Qurthubi, 2/295-296.
32
Ad-Dien Khalish, 8/347-350, Fiqhul Ibadat, hal. 212, Minhajul Muslim, hal. 307-308.
33
Al Mughni, 3/155.
34
Al-Majmu’ Syarh Al-Muhadzdzab, 6/250.
35
Al Mughni, 3/156.
36
Al-Majmu’ Syarh Al-Muhadzdzab, 6/251.

14
Risalah Ramadhan
berniat shaum dan menahan diri dari hal-hal yang membatalkan shaum, padahal dia mengetahui
bahwa shaum diharamkan untuknya, maka dia berdosa dan shaumnya tersebut tidak sah.37
Ummul Mukminin ‘Aisyah RA berkata:

ِ َ ‫صل‬
.‫ة‬ ّ ‫ضاِء ال‬
َ ‫ق‬ َ ْ ‫صوْم ِ وَل َ ن ُؤ‬
َ ِ ‫مُر ب‬ ّ ‫ضاِء ال‬
َ ‫ق‬ َ ْ ‫ك ُّنا ن ُؤ‬
َ ِ ‫مُر ب‬
"Kami diperintahkan untuk mengqadha’ shaum dan tidak diperintahkan untuk
mengqadha’ shalat.”38
Kalau haidh seorang wanita terhenti pada malam hari kemudian dia mandi pada subuh di
pagi harinya, maka hukumnya sama dengan hukum orang yang junub. Orang yang junub
diperbolehkan untuk mengakhirkan mandinya hingga subuh kemudian dia mandi dan
menyempurnakan shaumnya, sebagaimana dikatakan oleh umumnya para ulama’. Namun dengan
syarat haidh tersebut telah berhenti sebelum fajar, karena apabila dia haidh pada sebagian siang
hari, maka shaumnya batal. Selain itu, disyaratkan juga agar dia berniat untuk shaum di malam
hari setelah haidhnya terhenti, karena shaum seseorang tidak dianggap sah kecuali jika dia berniat
pada malam harinya.39

H. Rukun-Rukun Shaum40
1. Niat.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata, “Setiap orang yang tahu bahwa besok hari telah
masuk bulan Ramadhan, kemudian dia ingin melaksanakan shaum di bulan itu, maka dia telah
berniat shaum, baik dilafalkan atau tidak. Dan hal ini merupakan amaliyah yang umumnya
dilakukan kaum muslimin, mereka semua meniatkan shaumnya.41
Waktunya adalah pada bagian malam manapun di bulan tersebut hingga terbit fajar
shadiq. Demikian menurut madzhab Hambali, Syafi’i, Maliki dan lainnya.42
Rasulullah SAW bersabda :

ُ َ‫م ل‬
‫ه‬ ِ َ ‫جرِ فَل‬
َ ‫صَيا‬ َ ْ ‫ل ال‬
ْ ‫ف‬ َ ْ ‫م قَب‬
َ ‫صَيا‬
ّ ‫مِع ال‬
ِ ‫ج‬ ْ َ‫ن ل‬
ْ ُ‫م ي‬ ْ ‫م‬
َ
“Barangsiapa yang tidak meniatkan shaum sebelum fajar, maka tidak ada shaum
baginya.”43
Adapun setelah berniat lalu ia melakukan sesuatu yang dapat membatalkan shaum, seperti
makan, minum, atau mencampuri isterinya, atau tidak melakukan semua itu sebelum terbit fajar
shadiq, maka tidak mengapa.44
Menurut madzhab Hambali, Hanafi, Syafi’i dan Ibnul Mundzir, niat wajib dilaksanakan
setiap hari di bulan Ramadhan. Berbeda dengan pendapat Imam Ahmad yang mengatakan, bahwa
satu kali niat sudah dianggap sah untuk menjalankan shaum selama sebulan, apabila diniatkan
untuk shaum selama satu bulan. Dan demikian juga menurut madzhab Maliki dan Ishaq.45
37
Al Mughni, 3/142.
38
Shahih Muslim, kitab Al-Haidh, hadits no. 69; Sunan Abu Daud, hadits no. 263.
39
Al Mughni, 3/137,138.
40
Minhajul Muslim, hal 308, Ad-Dien Khalish, 8/440-451, Fiqhul Ibadat, hal 232-235.
41
Majmu’ Fatawa,25/215.
42
Al Mughni, 3/91, Ad-Dien Khalish, 8/344.
43
ٍSunan An-Nasai, hadits no. 2335, Sunan At-Tirmidzi, hadits no 730, Sunan Abu Daud, hadits no. 2454, dan
dinyatakan shahih oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’ Ash-Shagir, hadits no. 6538.
44
Ensiklopedi Hukum Wanita dan Keluarga, 2/200.
45
Al-Mughni, 3/93.

15
Risalah Ramadhan
2. Imsak (menahan diri) dari hal-hal yang membatalkan shaum.
3. Dilakukan pada siang hari.
Allah SWT berfirman :

َ ْ ‫ن ال‬ َ ِ ْ ‫خي‬ َ ُ ْ ‫خي‬


‫ر‬
ِ ‫ج‬
ْ ‫ف‬ َ ‫م‬ ْ ‫ط ا ْل‬
ِ ِ ‫سوَد‬ َ ْ ‫ن ال‬
َ ‫م‬ ُ َ ‫ط ا ْلب ْي‬
ِ ‫ض‬ َ ْ ‫م ال‬
ُ ُ ‫ن ل َك‬
َ ّ ‫حّتى ي َت َب َي‬
َ ‫شَرُبوا‬ْ ‫وَك ُُلوا َوا‬
َ ُ‫ث‬
ِ ْ ‫م إ َِلى ال ّي‬
‫ل‬ َ ‫صَيا‬
ّ ‫موا ال‬ ّ ِ ‫م أت‬
ّ
“Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu
fajar. Kemudian sempurnakanlah shaum sampai malam hari.” ( QS. Al-Baqarah [2]: 187 )

I. Sunnah-Sunnah Shaum46
1. Bersegera berbuka.
Rasulullah SAW bersabda :

‫فط َْر‬
ِ ْ ‫جُلوا ال‬
ِ َ ‫ما ع‬
َ ٍ‫خي ْر‬
َ ِ‫س ب‬ ُ ‫ل َي ََزا‬
ُ ‫ل الّنا‬
“Manusia tetap akan berada dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka.”47
2. Berbuka dengan kurma atau air. Dan yang lebih utama adalah dengan kurma.
Diriwayatkan dari Anas bin Malik RA, dia berkata:

َ َ ‫فطر ع ََلى رط َبننات قَبن‬


َ ّ ‫ص نل‬
‫ي‬ َ ُ‫ن ي‬ْ ‫لأ‬ ْ ٍ َ ُ ُ ِ ْ ُ‫م ي‬ َ ّ ‫سل‬
َ َ‫ه ع َل َي ْهِ و‬ُ ّ ‫صّلى الل‬
َ ِ‫ل الل ّه‬ ُ ‫سو‬ ُ ‫ن َر‬ َ ‫كا‬َ
‫ماٍء‬
َ ‫ن‬ ْ ‫م‬
ِ ‫ت‬ٍ ‫وا‬
َ ‫س‬
َ ‫ح‬َ ‫سا‬َ ‫ح‬
َ ‫ن‬ ْ َ‫ن ل‬
ْ ُ ‫م ت َك‬ ْ ِ ‫ت فَإ‬ٍ ‫مَرا‬ َ َ ‫ت فَعََلى ت‬ ٌ ‫ن ُرط ََبا‬ ْ َ‫ن ل‬
ْ ُ ‫م ت َك‬ ْ ِ ‫فَإ‬
“Rasulullah berbuka dengan beberapa ruthab (biji kurma basah) sebelum menunaikan
shalat. Jika tidak ada, maka dengan beberapa tamr (biji kurma kering). Dan jika tidak ada,
maka beliau minum beberapa teguk air.”48
3. Berdo’a ketika akan berbuka.
Adapun do’a yang dibaca Rasulullah SAW ketika akan berbuka adalah :

ُ ّ ‫ذ َهب الظ‬
َ ‫ن‬
‫شاَء الله‬ ْ َ ‫ت ال‬
ْ ِ ‫جُر إ‬ َ َ ‫ت ال ْعُُروْقُ وَث َب‬
ِ ّ ‫مأ َواب ْت َل‬
َ َ َ
“Telah hilang dahaga, telah basah kerongkongan, dan telah tetap pahalanya, Insya
Allah.”49
4. Sahur, yaitu makan dan minum diakhir malam dengan niat shaum.

Rasulullah SAW bersabda :

ً َ ‫حوْرِ ب ََرك‬
‫ة‬ ُ ‫س‬ ّ ِ ‫حُروا فَإ‬
ّ ‫ن ِفي ال‬ ّ ‫س‬
َ َ‫ت‬

46
Minhajul Muslim, hal. 310-311.
47
Shahih Al-Bukhari, hadits no. 1987, Shahih Muslim, hadits no. 1098.
48
HR. Ahmad, Abu Daud, dan At-Tirmidzi, hadits ini dinyatakan hasan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih Al-
Jami’ Ash-Shaghir, hadits no. 4995.
49
Sunan Abu Daud, hadits no. 2357, dan dinyatakan hasan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’ Ash-
Shaghir, hadits no. 4678.

16
Risalah Ramadhan
“Bersahurlah, sesungguhnya di dalam sahur itu terdapat barokah.”50
5. Mengakhirkan sahur hingga bagian akhir malam, yaitu sebelum terbitnya fajar shadiq
(shubuh).
Rasulullah SAW bersabda :

‫حوَْر‬
ُ ‫س‬ ّ َ ‫طاَر وَأ‬
ّ ‫خُروا ال‬ َ ْ‫جُلوا ا ْل ِف‬
ّ َ‫ع‬
“Segerakanlah berbuka dan akhirkanlah sahur.”51

J. Hal-Hal Yang Dimakruhkan Ketika Shaum52


Adapun beberapa perkara yang dimakruhkan atas orang yang shaum, yang dikhawatirkan
akan merusak shaumnya, walaupun sebenarnya tidak merusak shaum.
1. Berlebih-lebihan ketika berkumur dan menghirup air ke hidung saat
berwudhu’.
2. Mencium (istri/suami), sebab terkadang dapat membangkitkan
syahwat sehingga shaumnya rusak, baik karena keluar mani, atau kemudian ia
meneruskannya dengan berjima’ (menggauli isterinya).
3. Terus menerus memandang istri dengan syahwat.
4. Berfikir urusan jima’.
5. Bercumbu dengan isteri.
6. Mencicipi masakan atau makanan.
7. Berkumur-kumur bukan karena wudhu’, atau kepentingan lainnya
yang dianggap perlu.
8. Bercelak di awal siang.
9. Berbekam, apabila khawatir menjadikan dirinya lemah dan membuat
ia berbuka.

K. Hal-Hal Yang Membatalkan Shaum Dan Wajib Atasnya Qadha’53


1. Memasukan cairan ke dalam kerongkongan, baik lewat hidung atau
telinga, seperti memasukkan obat lewat hidung, atau dubur dan qubul (kemaluan) wanita, atau
meneteskan ke dalam telinga.
2. Dan menurut madzhab Maliki bahwa cairan yang masuk ke dalam
kerongkongan melalui mata, dapat merusak shaum, baik sengaja maupun lupa.
3. Air yang masuk ke dalam kerongkongan karena terlalu dalam ketika
berkumur dan menghirup air ke hidung saat bewudhu’.
4. Keluar air mani karena terus menerus memandang atau berpikir
(jima’), atau mencium, atau bercumbu, atau sebab lainnya. Adapun keluar mani karena
bermimpi, maka tidak membatalkan shaum.

50
Shahih Al-Bukhari, hadits no. 1923, Shahih Muslim, hadits no. 1095.
51
Riwayat Imam Thabrani, dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’ Ash-Shaghir, hadits
no. 3989.
52
Minhajul Muslim, hal 311-312.
53
Ad-Dien Khalish, 8/477-483, Minhajul Muslim, hal 312-313, Fiqhul Ibadat, hal 246-249.

17
Risalah Ramadhan
5. Muntah dengan sengaja. Adapun muntah dengan tidak sengaja, maka
tidak membatalkan shaum.
6. Makan, minum, dan berjima’.
7. Makan, minum, atau berjima’, sedangkan ia mengira kalau keadaan
masih malam (belum terbit fajar), dan ternyata fajar telah terbit.
8. Makan atau minum, karena ia menyangka kalau malam telah masuk
(datang waktu maghrib) dan ternyata masih siang.
9. Makan atau minum karena lupa, kemudian membatalkan shaumnya,
karena menyangka bahwasannya tidak wajib untuk kembali meneruskan shaumnya.
10. Berbuka dalam keadaan ragu, apakah matahari telah terbenam atau
belum, dan belum jelas baginya.
11. Betul-betul berniat untuk berbuka (mbongkah : jawa) sebelum datang
waktu maghrib.
12. Sengaja memasukkan sesuatu yang tidak memberikan faedah bagi
badan ke dalam kerongkongan lewat mulut, seperti menelan batu, mutiara, benang, atau besi.
13. Sengaja memasukkan air ke dalam dubur ketika istinja’.
14. Memasukkan potongan kain, atau kayu, atau jari yang basah ke
dalam dubur maupun qubul wanita, apabila masuk seluruhnya, dan kalau masuk sebagiannya
saja, maka tidak merusak shaum.
15. Murtad (keluar dari Islam).

L. Hal-Hal Yang Membatalkan Shaum Dan Wajib Atasnya Qadha’ Dan Kafaroh54
1. Berjima’ ( bersenggama ) dengan sengaja tanpa dipaksa.
Dari Abu Hurairah RA dia berkata: Ketika kami duduk di sisi Rasulullah SAW tiba-tiba
datang laki-laki kepada Nabi SAW seraya berkata, “Celaka saya ya Rasulullah”. “Kenapa
kamu celaka ?”, Tanya beliau. Laki-laki itu menjawab, “Saya telah bersetubuh dengan isteri
saya pada siang hari Ramadhan.” Rasulullah SAW bertanya, “Sanggupkah kamu
memerdekakan seorang budak ?”. “Tidak “,jawab laki-laki itu. “Kuatkah kamu shaum dua
bulan berturut-turut ?”, Tanya Rasulullah SAW pula. “Tidak”, jawabnya. “Sanggupkah
kamu memberi makan kepada 60 orang miskin ?”, Tanya beliau. Dan laki–laki itu pun tetap
menjawab, "Tdak”. Kemudian ia duduk, maka datanglah Nabi SAW dengan membawa
sebakul kurma seraya berkata : “Sedekahkanlah kurma ini”, kata Nabi SAW. “Apakah
kepada orang yang lebih fakir dari kami ya Rasulullah, padahal tidak ada satu warga pun di
kampung kami yang lebih miskin daripada kami”, kata laki-laki itu menerangkan. Dan Nabi
SAW pun tersenyum sampai kelihatan gigi gerahamnya, lalu beliau katakan : “Pulanglah,
berikan kurma ini kepada keluargamu.”55
2. Makan dan minum dengan sengaja tanpa adanya udzur yang membolehkan dia
berbuka.

54
Minhajul Muslim, hal 313.
55
Shahih Al-Bukhari, hadits no. 1936, Shahih Muslim, hadits no. 1111.

18
Risalah Ramadhan

ً ‫ن ي ّعْت ِنقَ َرقَب َن‬


‫ة‬ َ ‫ع َن أ َبي هُريرة َ أ َن النبي أ َمر رجل ً أ َفْط َر في رمضننا‬
ْ ‫نأ‬َ َ َ َ ِ َ ُ َ َ َ ّ ِّ ّ َْ َ ِ ْ
َ ‫شهري‬ َ
‫سك ِي ًْنا‬
ْ ‫م‬
ِ ‫ن‬
َ ْ ‫ست ّي‬ِ ‫م‬َ ِ‫ن أوْ ي ُط ْع‬
َ ْ َ ْ َ ‫م‬ َ ْ‫صو‬
ُ َ ‫أوْ ي‬
Dari Abu Hurairah RA bahwasannya Nabi SAW menyuruh seorang laki-laki yang
sengaja berbuka pada bulan Ramadhan, agar membebaskan budak, atau shaum selama dua
bulan, atau memberi makan 60 orang miskin.56

M. Hal-Hal Yang Diperbolehkan Bagi Orang Yang Shaum57


1. Bersiwak (menggosok gigi) di sepanjang waktu siang, kecuali
menurut Imam Ahmad, bahwasannya makruh bersiwak setelah matahari tergelincir.
2. Mendinginkan tubuh dengan air karena cuaca sangat panas, baik
dengan diguyur air atau berendam di dalamnya.
3. Makan, minum dan melakukan hubungan suami isteri di malam hari
sebelum terbit fajar.
4. Melakukan safar (perjalanan) karena keperluan yang diperbolehkan
(bukan maksiyat), meskipun dia tahu kalau safarnya itu dapat mengakibatkan dirinya
berbuka.
5. Berobat dengan obat apapun selama halal, yang tidak
menyebabkannya masuk ke dalam kerongkongan walau pun sedikit, di antara (yang
dibolehkan) adalah dengan jarum suntik selama itu bukan infus.
6. Mengunyah makanan untuk anak kecil karena tidak ada orang lain
yang mengunyahkannya, dengan syarat tidak sedikit pun yang masuk ke dalam
kerongkongan.
7. Menggunakan parfum, atau harum-haruman yang sifatnya dibakar
dahulu.
8. Memakai minyak wangi, baik yang dioleskan ke badan, ataupun
minyak rambut.
9. Berbekam, apabila tidak khawatir menjadikan badannya lemah.

N. Hal-Hal Yang Dimaafkan Bagi Orang Yang Shaum58


1. Menelan ludah sendiri, walaupun banyak.
2. Lalat yang tertelan tanpa ia kehendaki.
3. Asap jalanan dan pabrik, asap kayu dan seluruh asap yang tidak
mungkin dihindari.
4. Dalam keadaan junub di waktu subuh (setelah melakukan jima’
sebelum terbit fajar namun belum mandi setelah datang waktu subuh).
5. Mimpi junub di siang hari.

56
Shahih Muslim, Kitab Ash-Shiyam, hadits no. 84.
57
Minhajul Muslim, hal 314, Ad-Dien Al-Khalish, 8/454-459.
58
Minhajul Muslim, hal. 314-315.

19
Risalah Ramadhan
6. Makan dan minum karena lupa atau tidak sengaja, lalu melanjutkan
shaumnya.
Rasulullah bersabda:

ُ‫قاه‬
َ ‫س‬
َ َ‫ه و‬
ُ ‫ه الل‬
ُ ‫م‬
َ
َ َ‫ما أط ْع‬
َ ّ ‫ فَإ ِن‬،‫ه‬
ُ ‫م‬
َ ْ‫صو‬ ّ ِ ‫ب فَل ْي ُت‬
َ ‫م‬ َ ِ‫شر‬ َ َ ‫ي فَأ َك‬
َ َ‫ل و‬ َ ‫س‬ َ ِ‫إ‬
ِ َ ‫ذا ن‬
“Apabila seseorang lupa lalu makan dan minum, hendaklah ia sempurnakan shaumnya,
tidak lain karena Allah memberinya makan”.59

َ َ ‫ضاءَ ع َل َي ْهِ وَل َك‬ َ ‫م‬


َ‫فاَرة‬ َ َ‫سًيا فَل َ ق‬
ِ ‫ن َنا‬
َ ‫ضا‬ َ ‫ن أفْط ََر ِفي َر‬
َ ‫م‬ ْ َ
“Barangsiapa yang berbuka (makan atau minum) pada bulan Ramadhan karena lupa
maka tidak ada qadha’ dan kafarah atas dirinya”.60

O. Beberapa Amalan Di Bulan Ramadhan61


1. Shadaqah.
Rasulullah SAW bersabda:

َ ‫قص م‬ َ َ َ ْ ‫كان ل َه مث‬


ِ ‫صننائ ِم‬
ّ ‫ج نرِ ال‬
ْ ‫نأ‬ْ ِ ُ ُ ْ ‫ه ل َي َن‬
ُ ّ ‫ غ َي َْر أن‬،‫ه‬
ِ ِ‫جر‬
ْ ‫لأ‬ ِ ُ َ َ ‫ما‬ َ ‫ن فَط َّر‬
ً ِ ‫صائ‬ ْ ‫م‬
َ
ً ‫شْيئا‬
َ
“Barangsiapa memberi makan untuk berbuka orang yang shaum, baginya pahala orang
yang shaum tersebut tanpa dikurangi sedikit pun dari pahalanya”.62
2. Qiyamul lail.
Rasulullah SAW bersabda :

ِ ِ ‫ن ذ َن ْب‬
‫ه‬ ْ ‫م‬
ِ ‫م‬
َ ّ ‫قد‬
َ َ ‫ما ت‬ ُ َ ‫فَر ل‬
َ ‫ه‬ ِ ُ ‫ساًبا غ‬
َ ِ ‫حت‬
ْ ‫ماًنا َوا‬
َ ْ ‫ن إ ِي‬
َ ‫ضا‬
َ ‫م‬ َ ‫ن َقا‬
َ ‫م َر‬ ْ ‫م‬
َ
“Barangsiapa yang melaksanakan qiyamul lail pada bulan Ramadhan dengan penuh
keimanan dan penuh mengharap ridha Allah, diampuni baginya dosa-dosanya yang lalu”.63
3. Tilawah (membaca) Al-Qur’an
Rasulullah SAW bersabda :

َ
‫ب‬ّ ‫ أيْ َر‬:‫م‬ ُ ‫ص نَيا‬ ّ ‫ل ال‬ ُ ْ‫ ي َقُ نو‬،‫ة‬
ِ ‫من‬ ِ ْ ‫م ال‬
َ ‫قَيا‬ َ ْ‫ن ل ِْلعب ْد ِ ي َو‬
ِ ‫فَعا‬
َ ‫ش‬ ّ َ‫ن ي‬ ُ ‫م وَ ْال‬
ُ ‫قْرآ‬ ُ ‫صَيا‬
ّ ‫ال‬
:‫ن‬َ ‫قْرآ‬ ُ ْ ‫قو‬
ُ ‫ل ال‬ ُ َ ‫ ي‬،‫ه‬
ِ ْ ‫ي فِي‬ْ ِ ‫فعْن‬ِ ‫ش‬َ َ‫ت ِبالن َّهارِ ف‬ َ ‫وا‬ َ َ ‫شه‬ّ ‫م وَ ال‬َ ‫من َعُْته الط َّعا‬
َ ‫إ ِّني‬
‫ن‬
ِ ‫فَعا‬ ْ َ ‫ فَي‬،‫ه‬
َ ‫ش‬ ِ ْ ‫ي فِي‬
ْ ِ ‫فعْن‬
ِ ‫ش‬ ِ ْ ‫م ِبالل ّي‬
َ َ‫ل ف‬ َ ْ‫ه الن ّو‬
ُ ُ ‫من َعْت‬
َ ‫ب‬
ّ ‫َر‬
“Shiyam dan bacaan Qur’an dapat memberi syafa’at kepada seseorang (yang melakukan
dan membacanya) pada hari kiamat. Shiyam mengatakan: “Ya Rabb, aku telah
mencegahnya dari makan dan minum di siang hari.” Sedangkan bacaan Qur’annya berkata:

59
HR. Al-Bukhari, dan Muslim, lihat Al-Lu’lu’ wa Al-Marjan, hadits no. 710.
60
HR. Al-Baihaqi, hadits ini dinyatakan hasan oleh Syaikh Al-Albani dalm Shahih Al-Jami’ ash-Shaghir, hadits
no. 6070.
61
Minhajul Muslim, hal. 305-306.
62
HR. Ahmad, dan At-Tirmidzi, hadits ini shahih menurut Syaikh Al-Albani dalam Shahih Al-jami’ ash-Shaghir,
hadits no. 6415.
63
HR. Al-Bukhari dan Muslim, lihat Al-Lu’lu’ wa Al-Marjan, no. 435.

20
Risalah Ramadhan
“Aku telah melarangnya dari tidur di malam hari. Maka dari itu berikanlah dia syafa’at
karena kami”. 64
4. I’tikaf, yaitu berdiam diri di dalam masjid untuk beribadah mendekatkan diri kepada
Allah sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan.
‘Abdullah bin ‘Umar berkata:

‫ن‬
َ ‫ضا‬
َ ‫م‬
َ ‫ن َر‬
ْ ‫م‬ ِ ‫شَر ال ََوا‬
ِ ‫خَر‬ ْ َ‫ف ال ْع‬ ُ ْ ‫سو‬
ُ ِ ‫ل الله ي َعْت َك‬ ُ ‫ن َر‬ َ
َ ‫كا‬
"Adalah Rasulullah melaksanakan I’tikaf pada sepuluh hari terakhir Ramadhan.”65
5. Melakukan ‘umrah, yaitu menziarahi Baitullah Al-Haram untuk melakukan thawaf sa’i.
Rasulullah SAW bersabda:
َ ً ‫قضي حج‬
‫ي‬
ْ ِ‫مع‬
َ ‫ة‬
ً ‫ج‬
ّ ‫ح‬
َ ْ‫ة أو‬ ّ َ ِ ْ َ‫ن ت‬
َ ‫ضا‬
َ ‫م‬
َ ‫مَرة َ ِفي َر‬ ّ ِ ‫فَإ‬
ْ ُ‫ن ع‬
“Sesungguhnya ‘umrah pada bulan Ramadhan, dapat mencapai (pahala) haji, atau
melaksanakan haji bersamaku”.66

P. Mereka Yang Mendapat Rukhshah (Keringanan) Untuk Tidak Shaum


1. Laki-laki dan wanita yang tua renta.
Allah SWT berfirman:

‫ن‬
ٍ ‫كي‬
ِ ‫س‬
ْ ‫م‬ ُ ‫ة ط ََعا‬
ِ ‫م‬ ُ َ ‫ه فِد ْي‬
ُ َ ‫قون‬
ُ ‫طي‬
ِ ُ‫ن ي‬ ِ ّ ‫وَع ََلى ال‬
َ ‫ذي‬
“…dan wajib bagi orang yang berat menjalankannya (tidak shaum) untuk membayar
fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin…” ( QS. Al Baqarah [2]: 184 )
Ibnu ‘Abbas RA berkata, “Ayat ini merupakan rukhshah (keringanan) bagi laki-laki atau
wanita tua renta yang apabila tidak sanggup menjalankan shaum, diperbolehkan bagi mereka
untuk berbuka dan setiap harinya memberi makan seorang miskin sebagai ganti satu hari
shaumnya”.67
2. Orang sakit.
Orang sakit yang tidak dapat diharapkan kesembuhannya, diperbolehkan untuk berbuka
dan memberi makan seorang miskin untuk setiap hari sebagai fidyah shaum yang telah dia
tinggalkan.68
Namun jika masih bisa diharapankan kesembuhannya tapi jika dia shaum akan
menyulitkannya atau sakitnya bertambah parah dan lebih lama sembuhnya, atau kalau shaum
dia akan bertambah sakit, atau tidak dapat meminum obat yang dapat membantu
penyembuhannya, maka untuk kasus-kasus semacam ini dia diperbolehkan untuk berbuka,
dan dia wajib mengqadha’ shaum yang dia tinggalkan, apabila telah sembuh.69
Allah SAW berfirman:

َ ُ ‫ن أ َّيام ٍ أ‬
‫خَر‬ ّ ٌ ‫فرٍ فَعِد ّة‬
ْ ‫م‬ َ ‫س‬ َ
َ ‫ضا أوْ ع ََلى‬
ً ‫ري‬
ِ ‫م‬
َ ‫ن‬ َ ‫من‬
َ ‫كا‬ َ َ‫و‬
64
HR.Imam Ajmad, At-Thabrani, Al Hakim, Al Baihaqi, shahih menurut Syaikh al-Albani dalam Shahih al-Jami’
Ash-Shaghir, no. 3882.
65
HR.Al-Bukhari dan Muslim,lihat Al-Lu’lu’ wa Al-Marjan, no. 727.
66
Shahih Al-Bukhari, no. 1863, Shahih Muslim, Kitab Al-Hajj, no. 222.
67
Lihat shahih Bukhari, no. 4505, Tafsir Ath-Thabari, 2/79.
68
Al-Mughni, 3/141.
69
Al-Majmu’ Syarh Al-Muhadzdzab, 6/255-256.

21
Risalah Ramadhan
“…dan barangsiapa yang sakit atau dalam perjalanan ( lalu dia berbuka ), maka
( wajiblah baginya shaum ) sebanyak hari yang ditinggalkannya itu pada hari-hari yang
lain… ( QS. Al Baqarah [2]: 185 )
3.Pekerja berat.
Seorang pekerja jika dihadapkan pada pekerjaan berat yang ia khawatir bila melakukan
shaum akan membahayakan dirinya, maka dia diperbolehkan berbuka dan mengqadha’
shaumnya, apabila dengan meninggalkan pekerjaan beratnya itu dapat membahayakan
dirinya. Namun jika tidak membahayakan dirinya, maka dia berdosa apabila berbuka.70
4. Musafir
Orang yang sedang safar dan menempuh jarak yang memperbolehkannya shalat qashar,
maka diperbolehkan untuk berbuka pada bulan Ramadhan, sesuai kesepakatan para ‘ulama,
baik dia mampu untuk melakukan shaum ataupun tidak, dan baik shaumnya itu memberatkan
dirinya maupun tidak.
Adapun jarak yang memperbolehkan seseorang untuk mengqashar shalatnya dan berbuka,
menurut madzhab Maliki, Syafi’i dan Ahmad adalah perjalanan yang ditempuh dengan unta
atau berjalan kaki selama dua hari, misalnya perjalanan antara Makkah dan Jeddah, atau
perjalanan yang berjarak 16 farsakh, yaitu sekitar 48 mil ( 88,7 Km).71 Dan menurut Imam
Abu Hanifah adalah perjalanan yang ditempuh selama tiga hari.
Para ulama’ salaf dan khalaf lainnya mengatakan, “Bahkan dia diperbolehkan untuk
mengqashar dan berbuka dalam perjalanan yang ditempuh kurang dari dua hari.” Inilah
pendapat yang kuat menurut Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, selama safarnya itu bukan
untuk maksiyat.72
5. Wanita hamil dan menyusui.
Apabila wanita hamil dan menyusui khawatir akan keselamatan jiwa mereka, atau beserta
anak-anak mereka sendiri, maka diperbolehkan bagi mereka untuk berbuka. Namun wajib
untuk mengqadha’ shaum yang ditinggalkannya dan tidak diwajibkan membayar fidyah,
seperti halnya orang sakit yang diperbolehkan berbuka.73
Dan jika mereka hanya mengkhawatirkan keselamatan anak-anaknya saja, bukan
keselamatan jiwa mereka sendiri, maka diperbolehkan berbuka, dan diwajibkan untuk
mengqadha’ shaum yang ditinggalkannya, ditambah dengan membayar fidyah shaum yang
ditinggalkannya, karena sebenarnya mereka mampu untuk melaksanakan shaum.74
Namun Ibnu Abbas RA dan Ibnu Umar RA berpendapat bahwa wanita hamil dan
menyusui jika meninggalkan shaum cukup baginya untuk membayar fidyah, tidak perlu
untuk mengqadha shaum yang ditinggalkannya.
Dari Imam Malik, dari Nafi', bahwa Ibnu 'Umar RA ditanya tentang wanita hamil bila
khawatir terhadap (kesehatan) anaknya. Dia menjawab, "Dia berbuka dan memberi makan
kepada satu orang miskin setiap hari sebanyak satu mud gandum." Dan Ad-Daroquthni

70
Fatawa Al-Lajnah Ad-Da’imah lil Buhuts Al-‘Ilmiyyah wa Al-Ifta’, 10/233, 236.
71
Lihat ukuran farsakh dalam Fiqhul Islami Waadilatuhu, 1 : 75
72
Lihat Majmu’ Fatawa, 25/209-214.
73
Al-Mughni, 3/139, Fatawa Al-Lajnah Ad-Da’imah lil Buhuts Al-‘Ilmiyyah wa Al-Ifta’,10/220,161.
74
Al-Mughni, 3/139, Majmu’ Fatawa,25/218.

22
Risalah Ramadhan
meriwayatkan (1/207) dari Ibnu Umar RA dan dia menshahihkannya, ia berkata, "Wanita
hamil dan menyusui boleh berbuka dan tidak wajib mengqhada.' Dan dia meriwayatkan dari
jalur yang lain, "Bahwasanya istrinya bertanya kepadanya disaat dia sedang hamil, ia berkata,
"Berbukalah dan berilah makan kepada seorang miskin setiap hari dan dia tidak wajib
mengqhada." Dan isnadnya jayyid (baik). Dan dari jalur ketiga, darinya, "Sesungguhnya
anak perempuannya dinikahi oleh seseorang dari kaum Quraisy, dan dia sedang
mengandung. Lalu dia merasa kehausan di bulan Ramadhan. Maka dia menyuruhnya
berbuka, dan memberi makan satu orang miskin setiap hari."75
Sedangkan ukuran fidyah adalah satu mud gandum, yang sepadan dengan ¼ sha’ atau
675 gram bahan makanan lain.76
Allah berfirman:

‫ن‬
ٍ ‫كي‬
ِ ‫س‬
ْ ‫م‬ ُ ‫ة ط ََعا‬
ِ ‫م‬ ُ َ ‫ه فِد ْي‬
ُ َ ‫قون‬
ُ ‫طي‬
ِ ُ‫ن ي‬ ِ ّ ‫وَع ََلى ال‬
َ ‫ذي‬
“…dan wajib bagi orang yang berat menjalankannya ( tidak shaum ) untuk membayar
fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin…” (QS. Al-Baqarah [2]: 184)

‫ل‬
ِ ‫م‬ َ ْ ‫سافِرِ َوال‬
ِ ‫حا‬ ُ ْ ‫ن ال‬
َ ‫م‬ ِ َ ‫ وَع‬،‫ة‬ ّ ‫شط َْر ال‬
ِ َ ‫صل‬ َ ِ‫سافِر‬ ُ ْ ‫ن ال‬
َ ‫م‬ ِ َ ‫ضعَ ع‬َ َ‫ل و‬ ّ ‫ج‬
َ َ‫ه ع َّز و‬
َ ‫ن الل‬
ّ ِ‫إ‬
‫م‬ َ ‫وال ْمرضع الصو‬
َ ‫صَيا‬ّ ‫م أِوال‬ َ ْ ّ ِ ِ ْ ُ َ
“Sesungguhnya Allah ‘Azza wa jalla telah membebaskan separuh shalat bagi musafir,
dan juga membebaskan shaum dari seorang musafir, wanita yang hamil dan wanita yang
menyusui.”77

75
Puasa Bersama Nabi, hal 163
76
Lihat ukuran mud dalam Fiqhul Islami Waadilatuhu, 1/75
77
Shahih Sunan Ibnu Majah, 2/64-65.

23
Risalah Ramadhan

BAB II
PENENTUAN AWAL RAMADHAN

Perihal ru'yah untuk menentukan awal Ramadhan dan awal Syawal merupakan masalah
yang sangat asasi, tetapi kurang mendapatkan perhatian. Hal ini mungkin banyak dipengaruhi
oleh fenomena penentuan awal Ramadhan atau Syawal dengan hisab hitungan ilmu falaq.
Oleh karena itu dalam bab ini akan dibahas perihal penentuan awal Ramadhan. Semoga
pembahasan ini dapat menambah khazanah keilmuan bagi kaum muslimin yang mendambakan
agar setiap amal ibadahnya sesuai dengan tuntunan yang telah diajarkan Rasulullah SAW.

A. Definisi-Definisi
a. Hilal
Hilal adalah permulaan rembulan ketika ia tampak di mata orang banyak di awal bulan.78
b. Matlha'
Mathla' adalah tempat munculnya hilal.
c. Ru'yah
Ru'yah adalah melihat hilal dengan mata telanjang yang ditopang dengan bantuan alat
pembesar dan yang sejenisnya.
d. Hisab
Hisab adalah menghitung garis edar benda-benda langit dengan rumus-rumus tertentu.

78
Lisanul Arab, hal. 4690

24
Risalah Ramadhan
B. Penentuan Awal Ramadhan
a. Dalil-dalil penetapan masa awal Ramadhan.
Dari Ibnu 'Umar RA bahwa Rasulullah menyebut-nyebut Ramadhan. Kemudian beliau
bersabda:

ْ ُ ‫م ع َل َي ْك‬
‫م َفاْقنند ُُروا‬ ّ ُ‫ن غ‬
ْ ِ ‫حّتى ت ََروْه ُ فَإ‬
َ ‫فط ُِروا‬ َ َ ‫حّتى ت ََرْوا ال ْهِل‬
ْ ُ ‫ل وَل َ ت‬ َ ‫موا‬ ُ َ‫ل َ ت‬
ُ ‫صو‬
ُ َ‫ل‬
‫ه‬
“Janganlah kalian melakukan shaum sampai kalian melihat hilal, dan jangan pula
berbuka (mengakhiri shaum Ramadhan) sampai kalian melihatnya. Dan jika penglihatan
terhalang (oleh awan) maka, sempurnakanlah bilangan bulan menjadi 30 hari.”79
Sabda Nabi dalam hadits yang lain, hadits Ibnu Abbas RA, dia berkata, "Rasulullah
bersabda:

َ
‫ه‬
ُ ‫دون َن‬ ْ َ ‫حننال‬
ُ ‫ت‬ ْ ِ ‫موا ل ُِرؤ ْي َت ِهِ وَأفْط ُِروا ل ُِرؤ ْي َت ِنهِ فَ نإ‬
َ ‫ن‬ ُ ‫صو‬
ُ ‫ن‬ َ ‫ضا‬ َ ‫م‬َ ‫ل َر‬ َ ْ ‫موا قَب‬ ُ ‫صو‬ُ َ‫ل َ ت‬
َ
‫ما‬ َ ‫مُلوا ث َل َِثي‬
ً ْ‫ن ي َو‬ ِ ْ ‫ة فَأك‬ٌ َ ‫غ ََياي‬
"Janganlah kalian shaum sebelum Ramadhan, shaumlah jika kalian telah melihat hilal
dan berbukalah jika kalian telah melihatnya. Jika penglihatan kalian terhalang oleh awan maka
sempurnakan bilangan Sya'ban menjadi 30 hari".80
Hadits dari Ibnu Umar, bahwasannya Nabi menyebut-nyebut Ramadhan kemudian beliau
bersabda:
ُ ‫فطنروا حتننى تنروه فَنإ‬
ْ ‫ي ع َل َي ْك ُن‬
‫م‬ ِ ْ ‫ن أغ‬
َ ‫من‬ ْ ِ ُ ْ َ َ ّ َ َ َ ‫حت ّننى ت َنَرْوا ال ْهِل‬
ُ ِ ْ ُ ‫ل وَل َ ت‬ َ ‫موا‬ ُ َ‫ل َ ت‬
ُ ‫صننو‬
ُ َ ‫َفاقْد ُُروا ل‬
‫ه‬
“Janganlah kalian shaum sampai kalian melihat hilal, dan jangan pula berbuka
(mengakhiri shaum Ramadhan) sampai kalian melihatnya. Dan jika pandangan kalian
terhalangi oleh awan maka sempurnakanlah bilangannya."81
Diriwayatkan dari Abdullah bin Qois RA, bahwa 'Aisyah RA berkata:

‫ن‬
ْ ‫م‬ ُ ‫ف‬
ِ ‫ظ‬ َ َ ‫ما ل َ ي َت‬
ّ ‫ح‬ َ ‫ن‬ َ ‫شعَْبا‬ َ ‫ن‬ ْ ‫م‬ ِ ‫ظ‬ ُ ‫ف‬ّ ‫ح‬ َ ّ ‫سل‬
َ َ ‫م ي َت‬ َ َ‫ه ع َل َي ْهِ و‬ُ ّ ‫صّلى الل‬ َ ِ‫ل الل ّه‬ُ ‫سو‬ُ ‫ن َر‬ َ ‫كا‬ َ
‫م‬
َ ‫صا‬ َ ‫م‬ ّ ُ ‫ما ث‬ َ ‫م ع َل َي ْهِ ع َد ّ ث َل َِثي‬
ً ْ‫ن ي َو‬ ّ ُ‫ن غ‬ْ ِ ‫ن فَإ‬ َ ‫ضا‬َ ‫م‬ َ ‫م ل ُِرؤ ْي َةِ َر‬
ُ ‫صو‬
ُ َ‫م ي‬ّ ُ ‫غ َي ْرِهِ ث‬
"Adalah Rasulullah sangat menjaga terhadap hilal Sya'ban tidak sebagaimana beliau
menjaga bulan-bulan lainnya. Kemudian beliau shaum karena melihat hilal dan ketika terhalang
maka beliau menghitung bulan Sya'ban menjadi tiga puluh hari kemudian beliau melaksanakan
shaum."82

b. Pendapat para ulama dalam hal ini.


79
Shahih Al-Bukhari, no. 1906, Shahih Muslim, Kitab Ash-Shiyam, no. 3, Tirmidzi no. 788 dan Abu Dawud no.
23237.
80
Lihat At-Tirmidzi, no. 688, Abu Dawud, no. 2327
81
HR. Al-Bukhari, no. 102, Muslim, no. 108 dan Malik, no. 268.
82
Riwayat ini dinyatakan shahih oleh Ad-Darquthni, Ahmad, 6/149, Abu Dawud, no. 2326. Lihat Zadul Ma'ad
2/45.

25
Risalah Ramadhan
Berdasarkan hadits-hadits di atas, para ulama bersepakat tentang wajibnya mengadakan
ru'yatul hilal pada sore hari tanggal 29 Sya'ban. Apabila hilal terlihat, maka keesokan harinya
ditetapkan sebagai awal Ramadhan. Adapun jika tidak tampak padahal cuaca terang, genapkanlah
bulan Sya'ban menjadi 30 hari. Sampai di sini para ulama sepakat. Mereka berbeda penadapat
jika tidak tampaknya hilal dikarenakan langit mendung atau tertutup debu. Hal ini dikarenakan

perbedaan dalam memahai maksud kalimat ُ َ ‫َفاْقدُروا ل‬. Adapun lebih jelasnya sebagai
‫ه‬
berikut:

ُ َ‫ل‬
1. Pendapat pertama memahami kaliamat ‫ه‬ ‫َفاقْد ُُروا‬ dengan ُ َ ‫وا ل‬
‫ه‬ ْ ‫ق‬
ُ ّ ‫ضي‬
َ
ُ ‫(ال ْعَد َد‬persempitlah bilangannya).
Pendapat ini berdasarkan firman Allah SWT :

ُ ُ‫ن قُد َِر ع َل َي ْهِ رِْزق‬


‫ه‬ ْ ‫م‬
َ َ‫و‬
"Dan orang yang disempitkan rizkinya" (QS. Ath-Thalaq : 7).

‫قد ُِر‬ َ َ‫ن ي‬


ْ َ ‫شاُء وَي‬ ْ ‫م‬ ُ ‫س‬
َ ِ ‫ط الّرْزقَ ل‬ َ ّ ‫ن َرب‬
ُ ْ ‫ك ي َب‬ ّ ِ‫إ‬
"Sesungguhnya Rabmu melapangkan rizki kepada siapa saja yang dikehendaki dan
menyempitkannya." (QS. Al-Isra [17] : 30)
Ini adalah pendapat Umar bin Khatab RA, Abdullah bin Umar RA dan Imam Ahmad bin
Hambal.83
Nafi' berkata:

‫ن ي َن ْظ ُُر‬
ْ ‫م‬
َ ‫ث‬
ُ َ‫ن ي َب ْع‬
َ ‫شُرو‬ ْ ‫ع‬ِ َ‫سعٌ و‬ْ ِ‫ن ت‬َ ‫شعَْبا‬َ ‫ن‬ ْ ‫م‬
ِ ‫ضى‬ َ ‫م‬َ ‫ذا‬ َ ِ ‫ن ع َب ْد ُ الل ّهِ إ‬ َ ‫كا‬َ َ‫ف‬
َ
‫ح‬ ْ ‫ب وََل قَت ٌَر أ‬
َ َ ‫صب‬ ٌ ‫حا‬ َ ‫س‬َ ِ‫من ْظ َرِه‬ َ ‫ن‬ َ ‫دو‬ُ ‫ل‬ ْ ‫ح‬ ْ َ ‫م ي َُر وَل‬
ُ َ‫م ي‬ ْ َ‫ن ل‬ْ ِ ‫ك وَإ‬ َ ‫ذا‬ َ َ‫ي ف‬ َ ِ ‫ن ُرئ‬ْ ِ ‫فَإ‬
َ َ
‫ما‬
ً ِ ‫صائ‬َ ‫ح‬ ْ ‫ب أوْ قَت ٌَر أ‬
َ َ ‫صب‬ ٌ ‫حا‬ َ ‫س‬َ ِ‫من ْظ َرِه‬ َ ‫ن‬ َ ‫دو‬ ُ ‫ل‬ َ ‫حا‬ َ ‫ن‬ ْ ِ ‫فط ًِرا وَإ‬ ْ ‫م‬
ُ
"Apabila bulan Sya'ban telah lewat 29 hari, Abdullah bin Umar RA mengutus seseorang
untuk meliht hilal. Jika utusannya melihat hilal maka itulah yang dijadikannya pedoman
untuk shaum, jika dia tidak melihatnya dan hari itu tidak ada mendung maka keesokan
harinya dia tidak shaum. Namun jika hilal tidak kelihatan karena terhalangi oleh mendung, ia
melaksanakan shaum." (HR. Abu Ahmad).
َ
2. Pendapat kedua, memahami kalimat ‫له‬ ‫َفاقْد ُُروا‬ dengan ِ‫م ال ْعَد َد‬
َ ‫ما‬ ُ َ ‫قَد ُّروا ْ ل‬
َ َ‫ه ت‬
‫ما‬ َ ْ ‫ث َل َث ِي‬
ً ْ‫ن ي َو‬ (tetapkanlah ia dengan menyempurnaka bilangan Sya'ban menjadi 30 hari).

Abu Hurairah ra. Berkata, Rasulullah saw bersabda:

َ َ
َ ‫ن ث ََلِثي‬
‫ن‬ ِ ‫مُلوا‬
َ َ ‫عد ّة‬
َ ‫شعَْبا‬ ْ ُ ‫ي ع َل َي ْك‬
ِ ْ ‫م فَأك‬ َ ّ ‫ن غ ُب‬
ْ ِ ‫موا ل ُِرؤ ْي َت ِهِ وَأفْط ُِروا ل ُِرؤ ْي َت ِهِ فَإ‬
ُ ‫صو‬
ُ

83
Menurut Imam Ahmad, hari Syak adalah hari dilaksanakannya ru'yatul hilal, padahal hari itu adalah tanggal 29
Sya'ban. Atau ada orang yang menyaksinakannya tetapi ia bukanlah orang yang kesaksiannya bisa diterima.
Lihat Fathul Bari, 4/122.

26
Risalah Ramadhan
"Shaumlah jika kalian telah melihat hilal dan berbukalah jika kalian telah
melihatnya. Jika penglihatan kalian terhalang oleh awan maka sempurnakan bilangan
Sya'ban menjadi 30 hari"84

3. Pendapat ketiga memahaminya dengan ‫ل‬ َ ْ ‫ب ال‬


ِ ِ‫مَناز‬ ِ ‫سا‬ ِ ِ ‫(َفاقْد ُُروا ب‬tentukanlah
َ ‫ح‬
dengan menghitung orbit benda-benda langit).
Pendapat ini hanyalah bersumber dari pendapat Ibnu Suraij, Mutharrif bin Abdullah dan Ibnu
Qudamah.85
Ibnu Al-'Arabi meriwayatkan dari ibnu Suraij, bahwa kalmat faqduru lah adalah khitab
(ungkapan yang ditujukan) kepada orang yang dikhususkan oleh Allah SWT dengan ilmu ini
َ
(hisab), sedangkan ِ ‫مُلوا‬
َ‫عد ّة‬ ِ ْ ‫فَأك‬ adalah khitab bagi masyarakat umum.86

Pendapat ini dibantah oleh mayoritas (jumhur) ulama, di antaranya adalah Imam An-
Nawawi, dia berkata, "Tidak benar jika yang dimaksud adalah hiasab para ahli perbintangan.
Sebab jika umat dibebani dengan hal itu, mereka akan keberatan, karena hal itu tidak
dimengerti kecuali oleh beberapa orang saja. Padahal syari'at itu dikatakan dimengerti oleh
umat apabila kebanyakan dari mereka memahaminya. Wallahu A'lam."87
Ibnu Taimiyah berkata, "Tidak diragukan, berdasarkan sunnah shahihah dan kesepakan
para shahabat bahwa tidak boleh bersandar kepada hisab (perhitungan) berbintangan.
Sebagaimana tersebut dalam dua kitab shahih (Al-Bukharai Muslim) bahwa Nabi bersabda:
َ ُ ٌ ‫إنا أ ُم‬
ِ‫وا ل ُِرؤ ْي َت ِهِ وَأفْط ُِرْوا ل ُِرؤ ْي َت ِه‬
ْ ‫م‬
ُ ْ‫صو‬
ُ ‫ب‬
ُ ‫س‬ ْ َ ‫ب وََل ن‬
ُ ‫ح‬ ُ ُ ‫ة ل َ ن َك ْت‬
ٌ ّ ‫مي‬
ّ ‫ةأ‬ ّ ِّ
"Sesungguhnya kami adalah umat yang ummi, tidak bisa menulis dan menghitung,
puasalah karena melihat hilal dan berbukalah karena melihat hilal.”88
Ibnu Taimiyah juga berkata, "Seorang yang bersandar pada hisab, dalam masalah hilal,
selain telah sesat dalam syari'ah dan mengadakan suatu hal yang baru (Bid'ah) dalam agama,
ia juga keliru dalam menetapkan dan dalam ilmu hitung (hisab)."89
Abdurrahman Al-Jaziri berkata dalam bukunya, "Tidak boleh dipakai perkataan ahli
hisab. Mereka dan orang-orang yang percaya kepada mereka tidak diwajibkan melaksanakan
shaum dengan hisab mereka. Sebab syari'at telah menetapkan shiam dengan alamat yang
pasti, tidak akan berubah selamanya. Yaitu disaksikannya hilal atau menggenapkan bulan
Sya'ban menjadi 30 hari. Perkataan ahli perbintangan, walaupun berdasarkan kaidah-kaidah
yang detail, tetapi menurut kami hal itu tidaklah tepat, dengan bukti adanya perbedaan
pendapat di antara mereka dalam banyak persoalan."90
c. Cara menetapkan hilal.
Para fuqaha sepakat bahwa jika hilal telah terlihat oleh khalayak ramai atau oleh dua
orang saksi yang adil (memenuhi keriteria seorang saksi menurut syar'i), maka keesokan harinya
adalah hari pertama bulan Ramadhan.
84
HR. Al-Bukhari, no. 106 dan Muslim, no. 1081
85
Ibnu Abdul Barr berkata, "Tidak shahih riwayat dari Mutarrif, adapun Ibnu Qudamah, dia bukanlah orang yang
bisa dijadikan rujukan dalam maslah ini." Lihat Fathul Bari, 4/122
86
Fathul Bari, 4/122.
87
Syarh Shahih Muslim, 7/190
88
HR. Ahmad, Ad-Darimi, serta Jama'ah kecuali Abu Dawud.
89
Fatawa Al-Kubra, 3/461
90
Kitab Fiqih 'ala Madzahibul 'Arba'ah. Abdurrahman Al-Jazairy, 1/500

27
Risalah Ramadhan
Mereka berbeda pnedapat apabila yang menyaksikan adalah seorang saja. Yang demikian
ini karena adanya banyak atsar dalam malsalah ini dengan lafadz yang berbeda-beda.
Jumhur ulama berpendapat bahwa tetap wajib shaum dengan seorang saksi. Mereka
adalah: Ibnu Mubarak, Imam Ahmad, Imam Asy-Syafi'i91 (dalam satu riwayat) dan Abu Hanifah
(jika langit mendung)92 mereka berhujjah dengan hadits Ibnu Abbas, beliau berkata:

َ َ ‫ت ال ْهِل‬ َ َ
‫ل‬َ ‫ل َقا‬ ُ ْ ‫ل إ ِّني َرأي‬ َ ‫قا‬َ َ‫م ف‬َ ّ ‫سل‬
َ َ‫ه ع َل َي ْهِ و‬ُ ّ ‫صّلى الل‬ َ ‫ي‬ ّ ِ ‫ي إ َِلى الن ّب‬ ّ ِ ‫جاَء أع َْراب‬ َ
َ ‫ل الل ّهِ َقا‬ َ ْ َ ‫ه أ َت‬ َ ْ َ ‫أ َت‬
ُ َ ‫ل َيا ب ِل‬
‫ل‬ َ ‫م َقا‬ ْ َ‫ل ن َع‬ ُ ‫سو‬ ُ ‫دا َر‬ ً ‫م‬
ّ ‫ح‬َ ‫م‬ ُ ‫ن‬ ّ ‫شهَد ُ أ‬ ُ ّ ‫ه إ ِل ّ الل‬َ َ ‫ن ل َ إ ِل‬ ْ ‫شهَد ُ أ‬
َ َ
ً َ ‫موا غ‬
‫دا‬ ُ ‫صو‬ُ َ‫ن ي‬ ْ ‫سأ‬ ِ ‫ن ِفي الّنا‬ ْ ّ ‫أذ‬
"Seorang baduwi mendatangi Rasulullah dan berkata, Aku telah melihat hilal malam ini.
Rasul bertanya, Apakah kamu bersaksi bahwa tidak ada illah kecuali Allah dan bahwa
Muhammad hamba dan utusan-Nya? Dia menjawab, “Ya” Maka Rasulullah bersabda, “Wahai
Bilal, umumkan kepada orang banyak untuk melaksanakan shaum esok hari!”93
Ibnu Ummar ra. berkata:

َ َ ّ ‫ل الل ّه صّلى الل ّه ع َل َيه وسل‬ َ َ َ ‫تراَءى الناس ال ْهل‬


‫ه‬
ُ ُ ‫م أّني َرأي ْت‬
َ َ َ ِ ْ ُ َ ِ َ ‫سو‬
ُ ‫ت َر‬ ْ ‫ل فَأ‬
ُ ‫خب َْر‬ ِ ُ ّ ََ
َ
ِ ‫صَيام‬
ّ ‫س ِبال‬
َ ‫مَر الّنا‬
َ ‫م وَأ‬ َ َ‫ف‬
َ ‫صا‬
"Orang banyak berusaha untuk melihat hilal, maka aku sampaikan kepada Rasulullah
saw. bahwa aku telah melihatnya. Maka Rasulullah pun melaksanakan shaum dan
memerintahkan orang-orang untuk melaksanakannya."94
Sedangkan Imam Malik dan Al-Auza’i, Ishak, dan Imam Asy-Syafi’i (dalam riwayat lain)
berpendapat bahwa penetapan hilal Ramadhan tidak bisa diterima kecuali dari dua orang saksi
yang adil.95 Di antara dalil yang mendukung pendapat ini adalah atsar Abdurrahman bin Zaid bin
Khattab.
Dari Abdurrahman bin Zaid bin Khattab bahwa ia berkhutbah di hadapan orang banyak
pada hari yang syak (diragukan). Ia berkata, “Sungguh saya telah bermajlis dengan beberapa
sahahat Rasulullah saw. Saya telah bertanya kepada mereka dan semua menjawab bahwa
Rasulullah saw bersabda:

َ َ
َ ‫ن‬
َ ‫شهِد‬ َ ْ ‫وا ث َل َث ِي‬
ْ ِ ‫ن فَإ‬ ْ ‫م‬ ْ ُ ‫م ع َل َي ْك‬
ّ ِ ‫م فَأت‬ ّ ُ‫ن غ‬
ْ ِ ‫وا ل ُِرؤ ْي َت ِهِ وَأفْط ُِرْوا ل ُِرؤ ْي َت ِهِ فَإ‬
ْ ‫م‬ُ ْ‫صو‬
ُ
‫وا وَأ َفْط ُِرْوا‬ْ ‫م‬ ُ َ‫ن ف‬
ُ ْ ‫صو‬ ِ ‫دا‬
َ ِ ‫شاه‬ َ
“Shaumlah kalian karena melihat hilal dan berbukalah karenanya. Adapaun jika kalian
terhalangi oleh awan, maka sempurnakanlah bilangan bulan Sya’ban menjadi tigapuluh hari.
Kecuali jika telah bersaksi dua orang saksi, maka shaumlah dan berbukalah.”96

91
Untuk penentuan awal Syawal, Imam Syafi'I mensyaratkan dua saksi. Lihat Bidayatul Mujtahid, 3/154
92
Lihat Syarhus Sunnah, 6/344
93
HR. At-Tirmidzi
94
HR. Abu Dawud, Ad-Darquthni, dan Al-Hakim.
95
Lihat Syarhus Sunnah, 6/344
96
HR. Abu Dawud dan An-Nasai

28
Risalah Ramadhan

C. Penentuan Wilayah Awal Ramadhan


Dalam masalah ini ada dua pendapat:
Pertama. Ikhtilaful Mathali’, yaitu ummat Islam di suatu negeri/tempat harus memulai
shaum dengan melihat hilal di negeri/tempat tinggal masing-masing, walaupun hilal sudah
terlihat di negeri/tampat tinggal orang lain yang jauh.97
Di antara ulama yang berpendapat seperti ini adalah, Ishaq bin Rahawaih, Al-Qasim bin
Muhammad, Salim bin Abdullah bin Umar, Ikrimah, Al-Mawardi, dan sebagian besar pengikut
madzhab Syafi’i. Ibnu Abbas ra dan juga Imam Al-Bukhari.98
Hadits dari Kuraib:

ُ َ ‫ع َن ك ُرينب أ‬
‫ل‬ َ ‫شنام ِ َقنا‬ ّ ‫ة ِبال‬ َ ‫مَعاوَِين‬ ُ ‫ه إ َِلنى‬ ُ ‫ث ب َعَث َْتن‬ ِ ِ‫حنار‬ َ ْ ‫ت ال‬ َ ‫ل ب ِْنن‬ ِ ‫ضن‬ ْ ‫ف‬ َ ْ ‫م ال‬ ّ ‫نأ‬ ّ ٍ ْ َ ْ
َ ّ ‫ن وَأ َن َننا ِبال‬
‫ت‬ ُ ‫شننام ِ فََرأي ْن‬ ُ ‫ضا‬ َ ‫م‬ َ ‫ي َر‬ ّ َ ‫ل ع َل‬ ّ ِ‫ست ُه‬ ْ ‫جت ََها َوا‬ َ ‫حا‬ َ ‫ت‬ ُ ْ ‫ضي‬ َ ‫ق‬ َ َ‫م ف‬ َ ‫شا‬ ّ ‫ت ال‬ ُ ‫م‬ َ َ‫ف‬
ْ ِ ‫قد‬
َ َ‫شهر ف‬
‫ن‬ُ ‫سأل َِني ع َب ْد ُ الل ّهِ ب ْن‬ َ ِ ْ ّ ‫خرِ ال‬ ِ ‫ة ِفي آ‬ َ َ ‫دين‬ ِ ‫م‬َ ْ ‫ت ال‬ ُ ‫م‬ ْ ِ ‫م قَد‬ ّ ُ ‫معَةِ ث‬ ُ ‫ج‬ ُ ْ ‫ة ال‬ َ َ ‫ل ل َي ْل‬ َ َ ‫ال ْهِل‬
َ
‫ت‬ ُ ‫قل ْن‬ ُ َ‫ل ف‬َ َ ‫م ال ْهِل‬ ْ ‫مت َننى َرأي ْت ُن‬ َ ‫ل‬ َ ‫قننا‬ َ َ‫ل ف‬ َ َ ‫م ذ َك َنَر ال ْهِل‬ ّ ‫مننا ث ُن‬ َ ُ‫ه ع َن ْه‬ ُ ‫ي الل ّن‬ َ ‫ض‬ ِ ‫س َر‬ ٍ ‫ع َّبا‬
َ َ َ ‫قا‬ َ َ ‫َرأ َي َْناه ُ ل َي ْل‬
‫م‬ َ ‫صنا‬ َ َ‫موا و‬ ُ ‫صنا‬ َ َ‫س و‬ ُ ‫م وََرآه ُ الّننا‬ ْ َ‫ت ن َع‬ ُ ْ ‫قل‬
ُ َ‫ه ف‬ ُ َ ‫ت َرأي ْت‬ َ ْ ‫ل أن‬ َ َ‫معَةِ ف‬ ُ ‫ج‬ ُ ْ ‫ة ال‬
‫ن أ َْو‬ َ ‫ل ث ََلِثي ن‬ َ ‫من‬ ِ ْ ‫حت ّننى ن ُك‬ َ ‫م‬ ُ ‫صو‬ ُ َ‫ل ن‬ ُ ‫ت فَل َ ن ََزا‬ ِ ْ ‫سب‬ ّ ‫ة ال‬ َ َ ‫ل ل َك ِّنا َرأ َي َْناه ُ ل َي ْل‬ َ ‫قا‬ َ َ‫ة ف‬ ُ َ ‫مَعاوِي‬ ُ
َ َ ‫ل ل َ هَك َن‬ َ
‫ل‬ ُ ‫سننو‬ ُ ‫مَرن َننا َر‬َ ‫ذا أ‬ َ ‫قا‬ َ َ ‫مه ِ ف‬ ِ ‫صَيا‬ِ َ‫ة و‬ َ َ ‫مَعاوِي‬ ُ ِ‫في ب ُِرؤ ْي َة‬ ِ َ ‫ت أوَ ل َ ت َك ْت‬ ُ ْ ‫قل‬ ُ َ‫ن ََراه ُ ف‬
َ ّ ‫سل‬
‫م‬ َ َ‫ه ع َل َي ْهِ و‬ ُ ّ ‫صّلى الل‬ َ ِ‫الل ّه‬
Kuraib (hamba sahaya dari shahabat Ibnu Abbas ra) meriwayatkan, Bahwasannya Ummu
Fadhl binti Al-Haris ra (ibunya Ibnu ‘Abbas) mengutus dia untuk menemui Khalifah Mu’awiyah
ra di Syam. Maka Kuraib berkata, “Kemudian aku datang ke Syam untuk menyelesaikan segala
keperluan Ummu Fadhl ra, dan terbitlah hilal Ramadhan, di Syam aku melihatnya pada malam
Jum’at. Kemudian aku kembali ke Madinah pada akhir bulan Ramadhan, maka Abdullah bin
‘Abbas ra menanyakanku dan membicarakan masalah hilal, “Kapan kalian melihat hilal?” Maka
aku katakan, “Kami melihat hilal malam Jum’at”, kemudian ia bertanya, “Engkau melihatnya
sendiri?” "Ya, dan semua orang melihatnya, merekan pun melaksanakan shaum, begitu juga
Mu’awiyah ra.” Abdullah bin ‘Abbas ra berkata, “Tetapi kami melihatnya malam Sabtu, maka
kami akan tetap puasa hingga kami menyempurnakannya menjadi 30 hari, atau sampai kami
melihat hilal Syawal”. Aku bertanya, “Apakah tidak cukup dengan ru’yah dan shaumnya
Khalifah Mu’awiyah ra?” Beliau menjawab, “Tidak. Beginilah Rasulullah saw menyuruh
kami.”99

97
Khusus bagi yang melihat hilal Ramadhan seorang diri, para Fuqaha bersepakat tentang wajibnya shaum
baginya. Tapi tidak demikian halnya dengan melihat hilal bulan Syawal seorang diri. Menurut Imam Malik, Abu
Hanifah dan Imam Ahmad, hendaknya ia tidak berbuka. Sedangkan menurut Imam Asy-Syafi’i dia wajib
berbuka. Hanya saja jika dikhawatirkan timbulnya fitnah, hendaknya ia menahan diri dari makan dan minum
tetapi dua tetap meyakini hal berbuka. Lihat Bidayatul Mujtahid 4/123
98
Tentang batasan jauh Ibnu Hajar menyebutkan beberapa pendapat, pertama perbedaan mathla’ (terbitnya hilal).
Kedua, jarak diperbolehkannya mengqhashar shalat. Ketiga, perbedaan iklim. Keempat, negeri yang tidak
mungkin hilal tidak tampak bagi mereka. Kelima, ditentukan oleh Imam A’zham.
99
Shahih Muslim, no. 1087, Sunan Abu Daud, no 2332, Sunan At-Tirmidzi, no. 693.

29
Risalah Ramadhan
Hadits di atas menunjukan bahwa Ibnu Abbas ra tidak mengambil ru’yah Ahli Syam.100
Kedua, Wihdatul Matla’. Yaitu apabila hilal sudah terlihat di suatu negeri/tempat, maka
seluru ummat Islam berkewajiban menuanaikan shaum Ramadhan keesokan harinya. Di antara
yang berpendapat demikian adalah: Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Ahmad bin Hambal,
Al-Laits bin Sa’ad, Ibnu Mundzir, sebagian pengikut madzhab Imam Asy-Syafi’i101 dan juga Ibnu
Taimiyah.
Dalil yang dijadikan sebagai pijakan di antaranya adalah:

َ
‫ه‬ ْ َ ‫حننال‬
ُ ‫ت د ُوْن َن‬ ْ ِ ‫وا ل ُِرؤ ْي َت ِهِ وَأفْط ِنُرْوا ل ُِرؤ ْي َت ِنهِ فَ نإ‬
َ ‫ن‬ ْ ‫م‬
ُ ْ‫صو‬
ُ ‫ن‬
َ ‫ضا‬َ ‫م‬ َ ‫ل َر‬َ ْ ‫موا ْ قَب‬ ُ ْ ‫صو‬ُ َ‫ل َ ت‬
‫ن‬ ْ ُ ‫مل‬
َ ْ ‫وا ث َل َث ِي‬ ِ ْ ‫ة َفاك‬ ٌ ‫م‬ َ َ‫غ‬
َ ‫ما‬
"Jangan melakukan shaum sebelum Ramadhan, shumlah karena melihat hilal dan
berbukalah karena melihat hilal. Jika penglihatanmu terhalang oleh awan, maka genapkanlah
bilangan Sya'aban menjadi 30 hari."102
Hadits ini menunjukan dimulainya Ramadhan dengan ru’yah secara mutlak, tanpa dibatasi
oleh jarak.103
Syaikh Abdullah bin Bazz mengkompromikan kedua pendapat di atas. Dia berkta,
“Pernyataan ini pernah ditanyakan kepada Hai’ah Kibaaril ‘Ulama di Saudi Arabiya ketika
diadakan daurah yang kedua pada Sya’ban 1392 H. Mereka (anggota hai'ah) sepakat bahwa
pendapat yang kuat adalah memberi keleluasan untuk hal ini. Yaitu, diperbolehkan mengambil
salah satu dari dari kedua pendapat yang dianggap rajih (kuat) untuk ulama setempat (dalam
suatu negeri). Saya katakan bahwa ini adalah pendapat yang washath (pertengahan). Di dalamnya
terdapat kompromisasi seluruh dalil dan pendapat para ahli ilmu. Jika hal itu telah diketahui,
maka yang wajib bagi alhlul ilmi di setiap negeri, hendaknya selalu memperhatikan permasalahan
ini ketika memasuki dan ketika keluar dari bulan Ramadhan. Dan hendaknya mereka bersepakat
kepada yang lebih dekat kepada kebenaran menurut ijtihadnya. Kemudian mengamalkannya dan
menyampaikan kepada orang banyak. Adapun pemerintah (ulul amri) dan seluruh umat Islam
berkewajiban untuk mengikuti mereka. Dan tidak sepantasnya menyelisihinya, karena hal ini
dapat menyebabkan terpecah-belahnya umat dan banyak perkataan yang tidak berdasar, jika
negaranya bukan negara Islam. Adapun di negara Islam, maka yang wajib bagi pemerintah adalah
berpegang kepada apa yang dikatakan oleh ahlul ilmi dan mengharuskan umat untuk
melaksanakan shaum dan berbuka (ied) dalam rangka mengamalkan hadits-hadits yang telah
disebut dan melaksanakan kewajiban serta menjaga umat dari apa-apa yang diharamkan oleh

100
Imam Al-Qurthubi menulis, “Telah berkata ulama kita “Madzhab Maliki” tentang ungkapan Ibnu Abbas ra:
َ َ َ ‫هَك‬
َ ّ ‫سل‬
‫م‬ َ َ‫ه ع َل َي ْهِ و‬
ُ ّ ‫صّلى الل‬
َ ِ‫ل الل ّه‬
ُ ‫سو‬
ُ ‫مَرَنا َر‬
َ ‫ذا أ‬
Adalah kalimat tashrih (jelas, terang) dalam menyandarkan perkataan itu kepada Nabi saw dan bahwa itu adalah
perintahnya. Maka ia menjadi hujjah, bahwa jika negeri-negeri saling berjauhan sebagaimana jauhnya Syam dan
Hijaz, maka setiap negeri wajib melaksanakan shaum berdasar ru’yahnya sendiri, bukan ru’yah lain. Walaupun
hal itu dianggap benar oleh imam a’zham, selama ia tidak memerintahkan umat untuk mengikutinya. Namun
jika ia memerintahkan, maka seseorang tidak boleh menyelisihinya.” Lihat Al-Jami’ Liahkamil Qur’an, 2/295-
296.
101
Syarhus Sunnah, 6/215.
102
HR. At-Tirmidzi dan Abu Dawud
103
Lihat Al-Fiqih Al-Islami Wa Adilatuhu, 2/608-609.

30
Risalah Ramadhan
Allah SWT. Dan hal yang telah diketahui bersama bahwa Allah SWT menundukan beberapa
perkara yang tidak dapat ditundukan dengan Al-Qur’an, dengan kekuasaan.”104

BAB III
NIAT SHAUM PADA BULAN RAMADHAN

Masalah niat merupakan permasalahan yang asasi. Mengingat niat adalah penentu sah
tidaknya suatu amal.

A. Definisi Niat
1. Secara bahasa niat berasal dari kata, ‫ي – َنَواًة – َوِنَيًة‬
ْ ‫ َنَوى – َيْنِو‬yang berarti niat atau maksud.
105

2. Sedangkan definisi niat secara istilah adalah: Keyakinan hati untuk melakukan sesuatu dan
beriltizam atasnya, tanpa ragu-ragu.106

B. Disyari’atkannya Niat
Niat disyari’atkan kepada ummat Islam, ketika akan melaksanakan suatu pekarjaan
(amal), karena hal ini telah dilakukan oleh Rasulullah saw dan para shahabatnya radliyallahu
‘anhum.
2. Dalil tentang niat dari Al-Qur’an
ُ
‫ن‬
َ ‫دي‬ ُ َ‫ن ل‬
ّ ‫ه ال‬ َ ‫صي‬
ِ ِ ‫خل‬
ْ ‫م‬ َ ّ ‫دوا الل‬
ُ ‫ه‬ ُ ُ ‫مُروا إ ِل ّ ل ِي َعْب‬
ِ ‫ما أ‬
َ َ‫و‬
"Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan
keta`atan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus." (QS. Al-Bayyinah [95]: 5)

‫وى‬
َ ‫ق‬ ُ ُ ‫ن ي ََنال‬
ْ ّ ‫ه الت‬ ْ ِ ‫ها وَل َك‬ َ ِ ‫مَها وَل َ د‬
َ ُ ‫ماؤ‬ ُ ُ‫ه ل‬
ُ ‫حو‬ َ ّ ‫ل الل‬ ْ َ‫ل‬
َ ‫ن ي ََنا‬
104
Lihat Majalah Al-Buhuts Al-Islamiyah, 22/335
105
Al-Qomus Al-Muhith, 4/459
106
Al-Mughni 4/333

31
Risalah Ramadhan
"Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan)
Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya." (QS. Al-Hajj [22]: 37)
3. Dari As-Sunnah

ُ َ‫م ل‬
‫ه‬ ِ َ ‫جرِ فَل‬
َ ‫صَيا‬ َ ْ ‫ل ال‬
ْ ‫ف‬ َ ْ ‫م قَب‬
َ ‫صَيا‬
ّ ‫ت ال‬ ْ َ‫ن ل‬
ْ ّ ‫م ي ُب َي‬ ْ ‫م‬
َ
"Barangsiapa yang tidak menetapkan niat sebelum terbit fajar maka tidak ada shaum
baginya." (HR. Ahmad, Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasai dan Ibnu Majjah)
Berdasarkan dalil-dalil di atas maka setelah bulan Ramadhan ditetapkan, baik melalui
kesaksian mata maupun penyempurnaan bilangan bulan, setiap musim yang mukallaf
berkewajiban untuk meniatkan shaumnya pada malam hari.

C. Hal-hal yang berkaitan dengan niat pada bulan Ramadhan


1. Niat sebagai syarat sahnya shaum.
Ibnu Qudamah berkata, “Shaum pada bulan Ramadhan dan shaum di bulan-bulan lainnya,
baik yang wajib maupun yang sunnah tidak dianggap shahih kecuali dengan niat. Karena shaum
merupakan ibadah mahdhah yang memerlukan niat."107 Rasulullah saw bersabda:

‫وى‬ ّ ُ ‫ما ل ِك‬ ُ ‫ما‬ َ


َ َ ‫ما ن‬
َ ‫ئ‬
ٍ ِ‫مر‬
ْ ‫لا‬ َ ّ ‫ت وَإ ِن‬
ِ ‫ل ِبالن ّّيا‬ َ ْ ‫ما الع‬
َ ّ ‫إ ِن‬
"Sesungguhnya amal itu tergantung dengan niatnya, dan setiap orang akan mendapatkan
apa yang dia niatkan." (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

ُ َ‫م ل‬
‫ه‬ ِ َ ‫جرِ فَل‬
َ ‫صَيا‬ َ ْ ‫ل ال‬
ْ ‫ف‬ َ ْ ‫م قَب‬
َ ‫صَيا‬
ّ ‫ت ال‬ ْ َ‫ن ل‬
ْ ّ ‫م ي ُب َي‬ ْ ‫م‬
َ
“Barangsiapa yang tidak menetapkan niat sebelum fajar maka tidak ada shaum
baginya.” (Ahmad, Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasai dan Ibnu Majjah).
Para ulama telah sepakat bahwa niat merupakan syarat sahnya shaum Ramadhan. Kecuali
pendapat dari Zuffar, dia berkata, "Shaum Ramadhan tidak membutuhkan niat, kecuali orang
yang mengerjakannya dalam kondisi sakit atau musafir."108 Dan pendapat Zuffar ini dikatakan
lemah oleh para salaf.

2. Waktu niat
Diriwayatkan dari Hafshah ra bahwasannya Rasulullah saw bersabda:

ُ َ‫م ل‬
‫ه‬ ِ َ ‫جرِ فَل‬
َ ‫صَيا‬ َ ْ ‫ل ال‬
ْ ‫ف‬ َ ْ ‫م قَب‬
َ ‫صَيا‬
ّ ‫ت ال‬ ْ َ‫ن ل‬
ْ ّ ‫م ي ُب َي‬ ْ ‫م‬
َ
“Barangsiapa yang tidak menetapkan niat sebelum fajar maka tidak ada shaum
baginya.” (Ahmad, Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasai dan Ibnu Majjah).
Imam As-Shan’ani berkata, “Hadits tersebut menunjukan bahwa tidak sah shaum kecuali
dengan penetapan niat pada malam harinya. Dan orang yang shaum boleh berniat kapan saja, di
hari tersebut (mulai dari terbnam matahari hingga menjelang terbit fajar).109
Dalam hadits yang lain yang diriwayatkan oleh 'Aisyah dia berkata, "Rasulullah bersabda
kepadaku, 'Wahai 'Aisyah apakah kamu punya makanan?' Aku ('Aisyah) berkata, 'Kami tidak

107
Al-Mughni, 4/ 333, Al-Majmu, 6/ 293
108
Bidayatul Mujtahid, 296
109
Subulus Salam, 2/311

32
Risalah Ramadhan
memiliki apa-apa wahai Rasulullah', Maka Rasulullah bersabda, 'Jika demikian maka hari ini
aku akan shaum." (HR. Muslim 2 : 809).
Para 'Ulama berbeda pendapat mengenai waktu niat dalam ibadah shaum. Menurut Imam
Malik; tidak sah shaum keculi telah berniat sebelum terbit fajar, ini berlaku bagi semua shaum.
Imam Asy-Syafi'i berkata, "Berniat shaum setelah siang hari diperbolehkan jika shaum yang
dikerjakan adalah shaum sunnah, sedangkan untuk shaum wajib tidak diperbolehkan." Sedangkan
Imam Abu Hanifah berkata, "Boleh mengerjakan niat di siang hari untuk semua shaum wajib
yang berkaitan dengan waktu tertentu, seperti shaum Ramadhan, nadzar dan shaum tertentu
lainnya. Begitu pula dalam pelaksanaan shaum sunnah."110
Ibnu Rusyd menyebutkan bahwa barangsiapa yang menggunakan madzhab tarjih
(mencari dalil yang paling shahih untuk menghukumi sebuah perkara), maka dia akan
menggunakan hadits yang diriwayatkan oleh Hafshah ra (Sebagai dasar atas wajibnya berniat
shaum sebelum terbit fajar). Sedangkan orang yang menggunakan madzhab jama’ (Yaitu
menggabungkan dua dalil yang seakan kontradiksi) akan membedakan waktu niat bagi sahum
wajib dan shaum sunnah. Maksudnya dia akan menggunakan hadits Hafshah ra sebagai dalil atas
wajibnya berniat sebelum fajar untuk shaum wajib dan hadits 'Aisyah sebagai dalil atas bolehnya
berniat shaum di siang hari untuk shaum sunnah.111
Syaikh Salim bin Ied Al-Hilali dan Syaikh Ali Hasan Abdul Hamid menyatakan, "…
Penetapan niat di malam hari adalah khusus untuk shaum wajib saja, karena Rasulullah pernah
datang ke rumah 'Aisyah ra di luar bulan Ramadhan seraya bertanya, "Apakah kamu mempunyai
persediaan makanan? Jika tidak maka aku akan shaum." 112

3. Tempat niat
Imam Nawawi berkata, “Niat itu tempatnya di dalam hati, tidak ada syarat untuk
diucapkan oleh lisan, dan tidak cukup sekedar dalam hati, tetapi dianjurkan untuk diucapkan
bersama hati.”113
Syaikh Salim bin Ied Al-Hilali dan Syaikh Ali Hasan Abdul Hamid114 menyatakan, "Niat
itu tempatnya berada di dalam hati, dan melafadzkannya adalah bid'ah yang sesat, sekalipun ada
sebagian orang yang memandangnya sebagai kebaikan…."115

4. Apakah niat wajib dilakukan setiap hari


Ibnu Qudamah berkata, “Niat shaum wajib dilakukan setiap hari, demikian pendapat yang
dikemukakan oleh madzhab Hambali, madzhab Hanafi dan Ibnu Mandzur. Sedangkan imam
Ahmad menyatakan satu kali niat sudah cukup untuk melaksanakan shaum selama bulan
Ramadhan. Pendapat Imam Maliki dan Imam Ishak juga demikian, karena sesungguhnya
seseorang telah berniat untuk melakukan perbuatan yang sejenis dengannya. Hal itu
diperbolehkan sebagaimana dia berniat setiap hari pada malam harinya.
110
Bidayatul Mujtahid, 270
111
Ibid
112
HR. Muslim, no. 1154
113
Al-Majmu, 6/293
114
Puasa Bersama Nabi, hal. 62
115
Ibid

33
Risalah Ramadhan
Pendapat ini dianggap lebih kuat, karena sesungguhnya hari-hari dalam bulan Ramadhan
terdiri dari berbagai macam ibadah terpisah, dengan dalil bahwa sebagian ibadah itu tidak rusak
karena rusaknya ibadah yang lain. Selain itu antera ibadah itu diselingi dengan sesuatu yang
manafikan sehingga sahaum itu berganti-ganti dan setiap hari melerlukan niat yang tersendiri.116

5. Menentukan niat
Menurut Imam Malik, dalam berniat harus ditegaskan bahwa shaum yang akan
dijalaninya adalah shaum Ramadhan. Tidak boleh berniat shaum secara mutlaq dan tidak boleh
berniat selain shaum Ramadhan. Sedangkan menurut Imam Abu Hanifah boleh menyatakan niat
secara mutlaq, demikian juga boleh berniat mengerjakan shaum selain Ramadhan, tetapi secara
otomatis shaum tersebut berubah menjadi shaum Ramdhan kecuali musafir.117

6. Niat yang tidak pasti (syak)


Para Fuqaha berpendapat, hari yang diragukan (syak) adalah hari ketigapuluh dari bulan
Sya'ban bila pada hari itu hilal awal Ramadhan tidak kelihatan, baik waktu itu langit cerah atau
mendung.
Menurut madzhab Hambali, “Bahwa yang dimaksud dengan hari syak ialah; apabila
ru’yah hilal bulan Ramadhan pada malam ketigapuluh bulan Sya’ban terhalang oleh mendung
atau kabut pada malam ketigapuluh bulan Sya’ban. Karena hari ini tergolong hari yang tidak
diragukan yang kita dilarang sahum di dalamnya.”118
Berdasarkan pendapat tersebut, seseorang diperbolehkan untuk berniat sebagai berikut,
"Kalau besok sudah masuk Ramadhan, maka saya berniat shaum fardlu pada hari pertama bulan
Ramadhan, tetapi kalau besok belum masuk bulan Ramadhan, maka saya berniat shaum sunnah,
niat yang tetap itu sah walaupun dilakukan pada malam tigapuluh Sya'ban, ternyata besok harinya
bulan Ramadhan."119

7. Berniat membatalkan shaum


Mdzhab Hambali menyatakan, "Barangsiapa yang berniat membatalkan shaum maka
shaumnya dianggap batal. Demikian juga pendapat Syafi'i, Abu Tsur dan Ashabura'yi. Hanya
saja Ashaburra'yi atau madzhab Hanafi menyatakan, "Sesungguhnya apabila orang itu kembali
dan berniat lagi sebelum tengah hari. Maka shaumnya dianggap sah.120

116
Al-Mughni, 4/333
117
Bidayatul Mujtahid, 270
118
Al-Mughni, 4/333
119
Ensiklopedi Hukum Wanita dan Keluarga, 2/261
120
Al-Mughni, 4/337

34
Risalah Ramadhan

BAB IV
SAHUR
A. Pengertian

yang artinya ‫حًرا‬


َ ‫سن‬
َ – ‫حُر‬
ُ ‫س‬
ْ َ ‫ ي‬- ‫حَر‬
َ ‫س‬
َ Secara bahasa sahur berasal dari kata

‫حُر ال َع َْلى‬
َ ‫س‬
ّ ‫ال‬makan malam menjelang shubuh atau ujung segala sesuatu. Sedangkan
121
.berarti waktu sebelum terbit fajar
Az-Zujaj berkata, ‫حُر‬
َ ‫س‬
ّ ‫ال‬ adalah waktu yang dimulai dari Akhir malam hingga terbit

fajar. Sedangkan Ibnu Zaid berkata, ‫حُر‬


َ ‫س‬
ّ ‫ال‬ adalah 1/6 malam teakhir.”122

Kalimat ‫ت‬
ُ ‫حْر‬
َ ‫س‬
َ َ‫ت‬ maknanya adalah kamu makan sahur (memakan makanan pada waktu

sahur). Sedang makna dari ‫حوُْر‬


ُ ‫س‬
ّ ‫ال‬ dengan harokat fathah pada huruf "‫ "س‬berarti apa-apa

yang dimakan pada waktu sahur dan jika menggunakan harokat dhamah yaitu ‫حوُْر‬
ُ ‫س‬
ّ ‫ال‬
maknanya adalah nama dari pekerjaan itu sendiri.123 Jadi memakan makanan yang dilakukan di
waktu sahar namanya adalah as-suhur atau as-sahur.
Sedangkan makna sahur menurut istilah adalah: memakan makanan walau sesuap atau
meminum minuman walau seteguk124 mulai dari pertengahan malam sampai terbit fajar125 yang
dilakukan oleh orang yang meniatkan diri untuk shaum di siang harinya, ataupun belum berniat
dan berniat pada waktu sahur itu sendiri.126

B. Disyari'atkannya Makan Sahur


Sahur disyari’atkan kepada umat Islam yang akan melaksanakan shaum, selain perintah
yang terdapat dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits sahur sendir dicontohkan oleh Rasulullah saw dan
para shahabat beliau radliyallahu ‘anhum.

121
Al-Munjid fi Lughah, 323
122
Tafsir Al-Qurthubi, 4/38
123
Al-Mishabh Al-Munir, hal. 102
124
Lihat Al-Majmu’ Syarhu Muhazzab, 6/381
125
Ibid, 6/379
126
Disarikan dari hadits-hadits tentang sahur.

35
Risalah Ramadhan
Allah SWT berfirman:

َ ْ ‫ن ال‬ َ ِ ْ ‫خي‬
َ ْ ‫ن ال‬ َ ُ ْ ‫خي‬
‫ر‬
ِ ‫ج‬
ْ ‫ف‬ َ ‫م‬
ِ ِ ‫سوَد‬
ْ ‫ط ال‬ َ ‫م‬ ُ َ ‫ط اْلب ْي‬
ِ ‫ض‬ َ ْ ‫م ال‬
ُ ُ ‫ن ل َك‬
َ ّ ‫حّتى ي َت َب َي‬ ْ ‫وَك ُُلوا َوا‬
َ ‫شَرُبوا‬
"dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu
fajar." (QS. Al-Baqarah [2]: 187)
Sabda Rasulullah saw yang diriwayatkan dari Anas bin Malik ra, dia berkata, Rasulullah
bersabda:

ً َ ‫حورِ ب ََرك‬
‫ة‬ ُ ‫س‬ ّ ِ ‫حُروا فَإ‬
ّ ‫ن ِفي ال‬ ّ ‫س‬
َ َ‫ت‬
“Makan sahurlah kalian, karena sesungguhnya di dalam makan sahur itu ada barakah.”
127

Imam As-Syaukani berkata, “Hadits tersebut menunjukan disyari’atkannya makan


sahur.”128
Diriwayatkan dari ‘Amru bin Qais ra, bahwa Rasulullah saw bersabda:

‫حوِْر‬
ُ ‫س‬ َ َ ‫ب أ َك ْل‬
ّ ‫ة ال‬ ِ ‫ل ال ْك َِتا‬
َ
ِ ْ‫صيا َم ِ أه‬
ِ َ‫مَنا و‬
ِ ‫صَيا‬
ِ ‫ن‬
َ ْ ‫ل ب َي‬ ْ َ‫ف‬
ٌ ‫ص‬
“Pembeda antara shaum kami dan shaum Ahlul Kitab terletak pada sahur.”129
Imam Asy-Syaukani juga menjadikan hadits di atas sebagai penguat atas disyari’atkannya
makan sahur, dia berkata, “Dan hal-hal yang menguatkan pensyari’atan sahur adalah kandungan
hadits itu sendiri, yaitu perintah untuk untuk menyelisihi Ahli Kitab yang tidak melaksanakan
sahur.”130
Imam Al-Khotobi berkata, “Apabila Ahlul Kitab tidur setelah berbuka, maka tidak
dihalalkan bagi mereka untuk makan dan minum hingga terbit fajjar.”131

C. Hukum Makan Sahur


Semua ulama sepakat bahwa hukum makan sahur adalah sunnah atau mustahab.132
Demikain juga Ibnu Mundzir telah meriwayatkan ijma’ tentang mustahabnya sahur.133 Landasan
yang dijadikan landasan bahwa hukum sahur itu mustahab adalah karena Rasulullah saw dan para
shahabat radliyallahu ‘anhum pernah melakukan wishal.134 Sebagaimana disebutkan dalam hadits
yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, beliau berkata:

127
HR. Muslim, no. 1095, Ibnu Majjah, no. 1382, Shahih Ibu Majjah Lil Al-Albani, 2/71, At-Tirmidzi, no. 708,
Al-Jami’ As-Shahih Imam At-Tirmidzi, 3/88, An-Nasai, no. 2142, Sunan An-Nasai bi Syarhi Al-Hafidz
Jalaluddin As-Suyuthi Wa Hasyiatu Imam As-Sindi. Abu Dawud, no. 2362, ‘Aunul Ma’bud, 6/468-469 bab fi
taukid As-Sahur.
128
Nailul Authar, Lil Imam As-Syaukani, 4/303.
129
HR. Muslim, no. 1096, Muslim Bisyarhi An-Nawawi, 7/207, bab Fadhlus Sahur. An-Nasa’i no. 2162, Abu
Dawud, no. 2362, ‘Aunul Ma’bud, 6/468-469, bab Taukid fis Sahur.
130
Nailul Authar, 4/303
131
‘Aunul Ma’bud, 6/469
132
Lihat Al-Majmu’ Syarhul Muhadzab, 6/379 dan Syarhu Shahih Muslim Lin Nawawi, 7/207
133
Fathul Bari, 4/175
134
Nilul Authar, 4/303

36
Risalah Ramadhan

ُ ‫ل ل َن‬
‫ه‬ َ ‫قننا‬ َ َ‫ص نوْم ِ ف‬ ّ ‫ل فِنني ال‬ ِ ‫صا‬َ ِ‫ن ال ْو‬ ْ َ‫م ع‬ َ ّ ‫سل‬َ َ‫ه ع َل َي ْهِ و‬ ُ ّ ‫صّلى الل‬ َ ِ‫ل الل ّه‬ ُ ‫سو‬ ُ ‫ن ََهى َر‬
َ َ َ ‫ل الل ّه َقا‬
‫ت‬ ُ ‫مث ِْلي إ ِن ّنني أِبي ن‬ ِ ‫م‬ْ ُ ‫ل وَأي ّك‬ ِ َ ‫سو‬ ُ ‫ل َيا َر‬ ُ ‫ص‬ ِ ‫وا‬َ ُ‫ك ت‬ َ ّ ‫ن إ ِن‬
َ ‫مي‬ ِ ِ ‫سل‬ ُ ْ ‫ن ال‬
ْ ‫م‬ ْ ‫م‬ِ ‫ل‬ ٌ ‫ج‬ ُ ‫َر‬
َ َ
‫م‬ّ ‫مننا ُثن‬ ً ْ‫م ي َو‬ْ ِ‫ل ب ِه‬َ ‫ص‬ َ ‫ل َوا‬ َ ِ‫ن ال ْو‬
ِ ‫صا‬ ْ َ ‫ن ي َن ْت َُهوا ع‬ْ ‫وا أ‬ ْ َ ‫ما أب‬ ّ َ ‫ن فَل‬ ِ ‫قي‬ ِ ‫س‬ ْ َ ‫مِني َرّبي وَي‬ ُ ِ‫ي ُط ْع‬
َ َ ‫حي‬ َ َ َ ‫م َرأ َْوا ال ْهِل‬
‫ن ي َن ْت َُهوا‬ْ ‫وا أ‬ ْ َ ‫ن أب‬َ ِ ‫م‬ ْ ُ‫ل ل َه‬ ِ ‫كي‬
ِ ْ ‫كالت ّن‬َ ‫م‬ ْ ُ ‫خَر ل َزِد ْت ُك‬ّ ‫ل ل َوْ ت َأ‬ َ ‫قا‬ َ َ‫ل ف‬ ّ ُ ‫ما ث‬ً ْ‫ي َو‬
“Rasulullah melarang shaum wishal,135 maka ada seorang laki-laki yang bertanya
kepada Rasulullah, “Bukankah engkau juga melakukannya wahai Rasulullah?”. Rasulullah saw
bertanya, “Siapakah di antara kalian yang menyamaiku? Sesungguhnya aku diberi makan dan
minum di malam hari oleh Rabku.” Maka ketika mereka enggan menginggalkan shaum wishal,
Rasulullah saw melakukan wishal bersama sahabatnya sehari, kemudian sehari berikutnya.
Kemudian Rasulullah saw melihat hilal136 dan beliau bersabda, “Seandainya bulan itu terlambat
maka aku tambahkan shaum buat kalian, sebagaimana kalian membantahku ketika aku
menyuruh kalian meninggalkannya.”137
Maka Imam Al-Bukhari menulis sebuah pembahasan tentang masalah sahur dengan judul,
“Bab barakah makan sahur dan dengan tidak mewajibkannya karena Nabi saw dan para shahabat
beliau radliyallahu ‘anhum pernah melaksanakan wishal,138 dan tidak disebutkan sahur (tidak
sahur).”139
Imam Ibnu Hajar Al-Atsqalani menjelaskan judul di atas sebagai berikut, “Yang saya
fahami dari perkataan Imam Al-Bukhari, bahwa perkataan beliau ‘Karena Rasulullah dan para
shahabatnya melakukan wishal adalah berkenaan dengan hadits yang diriwayatkan oleh Abu
Hurairah ra. Dalam hadits tersebut disebutkan bahwa setelah Rasulullah saw melarang wishal, di
hari berikutnya beliau bersama para shahabat melakasanakan shaum wishal kemudian di tambah
sehari lagi (hingga menjadi dua hari). Baru setelah mereka melihat hilal bulan Syawal Rasulullah
saw bersabda kepada mereka, bahwa seandainya hilal tersebut terlambat (shaum Ramadhan
masih panjang) sungguh akan aku tambahkan shaum wishal untuk kalain hingga kalian merasa
lemah untuk melaksanakannya. Kemudia kalian meminta keringanan agar bisa meninggalkannya.
Keterangan hadits ini menunjukan bahwa hukum sahur tidak wajib, karena jika ia wajib sudah
pasti Rasulullah saw tidak akan melaksanakan wishal bersama para shahabat beliau radliyallahu
‘anhum.140

D. Hikmah dan Fadhilah Makan Sahur


Hikmah dan fadhilah makan sahur adalah bahwa bagi orang yang melaksanakannya akan
mendapatkan barokah. Sebagaiman sabda Rasulullah saw dalam hadits yang diriwayatkan oleh
Anas bin Malik ra, beliau bersabda:

135
Dengan sengaja meninggalkan perkara perkara yang boleh dikerjakan di malam hari bagi orang yang shaum.
Lihat Fathul Bari, 4/254. Dengan kata lain meninggalkan makan dan minum selama sehari semalam dari sejak
makan sahur hingga makan sahur berikutnya (penulis). Lihat Fathul Bari, 4/254
136
Yaitu hilal yang menandakan habisnya bulan Ramadahan dan masuk bulan Syawal.
137
HR. Al-Bukhari. Yaitu menambah wishal hingga kalian merasa lemah untuk melaksanakannya kemudian
kalian meminta keringanan untuk menginggalkannya. Lihat Fathul Bari, 4/258-259.
138
Fathul Bari, 4/174
139
Fathul Bari, 4/254
140
Fathul Bari, 4/175

37
Risalah Ramadhan
“Makan sahurlah kalian, karena sesungguhnya di dalam makan sahur itu ada barakah.”
141

Dalam menerangkan hadits ini Ibnu Hajar berkata, harakat pada huruf " ‫ "س‬dalam

kalimat "‫ر‬
ِ ْ ‫حو‬
ُ ‫س‬
ّ ‫ "ال‬bisa fathah dan bisa juga dhamah. Jika barakah dalam hadits tersebut yang
dimaksud adalah balasan dan pahala, maka harakat yang tepat adalah harakat dhamah, yaitu "

‫حوِْر‬
ُ ‫س‬
ّ ‫ "ال‬bentuk mashdar dari kata "‫حُر‬
ّ ‫س‬
َ ّ ‫ "الت‬yang berarti makan sahur. Namun jika barakah
dalam hadits tersebut yang dimaksud adalah kekuatan, semangat dan rasa ringan melaksanakan

shaum, maka harokat yang tepat adalah harokat fathah, yaitu " ‫ر‬
ِ ْ ‫حو‬
ُ ‫س‬
ّ ‫ "ال‬yang berarti apa yang
dimakan di waktu sahar.
Ada yang berpendapat bahwa maksud dari barokah dari hadits tersebut adalah bisa
bangun dan berdo’a di waktu sahar. Yang lebih tepat makna barakah dalam hadits tersebut
adalah:
- Mengikuti sunnah
- Menyelisihi Ahlul Kitab, sebagaimana disebutkan dalam hadits.
- Menambah kekuatan dalam beribadah
- Menambah semangat
- Mengantisipasi akhlak jelek yang datang akibat dari rasa lapar yang berlebihan
- Peluang untuk bershadaqah jika ada orang yang meminta waktu itu, atau shadaqah bagi
orang-orang yang makan bersamanya di waktu itu
- Salah satu sarana agar bisa berdo’a dan berdzikir di waktu sahar yaitu waktu yang mustajab
untuk berdo’a
- Dan mengingatkan niat shaum bagi orang yang lupa untuk berniat shaum sebelum dia tidur.
142

E. Waktu Sahur
Jika ditinjau secara bahasa tasahhur adalah makan di waktu sahur atau akhir malam. Tapi
yang dimaksud dengan waktu tasahhur di sini adalah makna yang terdapat dalam pengertian
tasahhur secara istilah sebagaimana telah dijelasakan di depan. Maka berdasarkan makna
tasahhur secara istilah dapat diketahui bahwa waktu sahhur adalah dimulai dari pertengahan
malam hingga menjelang terbit fajar.143
Jika seseorang yang ingin mejalankan shaum dia bisa melakukan sahur di antara waktu
pertengahan malam sampai terbit fajar. Jika fajar telah terbit maka dia harus imsak (menahan diri)
dari makan, minum, jima’ dan hal-hal lain yang membatalkan shaum. Sebagaiman firman Allah
SWT, "dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu
fajar." (QS. Al-Baqarah [2]: 187)

141
HR. Muslim, no. 1095, Ibnu Majjah, no. 1382, Shahih Ibu Majjah Lil Al-Albani, 2 : 71, At-Tirmidzi, No. 708,
Al-Jami’ As-Shahih Imam At-Tirmidzi, 3/88, An-Nasai, no. 2142, Sunan An-Nasai bi Syarhi Al-Hafidz
Jalaluddin As-Suyuthi Wa Hasyiatu Imam As-Sindi. Abu Dawud, no. 2362, ‘Aunul Ma’bud, 6/ 468-469 bab fi
taukid As-Sahur.
142
Lihat Fathul Bari, 4/175, Tuhfatul Ahwadzi, 3/338
143
Lihat Majmu’ Syarhul Muhadzab, 6/379

38
Risalah Ramadhan
Dalam ayat tersebut disebutkan, "benang putih dari benang hitam". Maksudnya adalah
perintah untuk makan dan minum hingga jelas bagimu cahaya shubuh di ufuk timur dari
hitamnya malam dan terangnya ketidakjelasan (antara keduanya) yang disebut dengan fajar.144
Dari ‘Adi bin Hatim ra dia berkata, ketka turun ayat, "...hingga terang bagimu benang
putih dari benang hitam, yaitu fajar." Maka ‘Adi ra bertanya kepada Rasulullah saw, Wahai
Rasulullah, aku meletakan dua tali di bawah bantalku, yaitu tali putih dan tali hitam agar aku
mengetahui malam dari siang, maka Rasulullah saw berkata, “Sesungguhnya bantalmu itu lebar.
Yang dimaksud -benang putih dari benang hitam- adalah hitamnya malam dan putihnya siang.”145
Abu Ubai berkata, “benang putih adalah fajar shadiq dan benang hitam adalah malam.”146
Dari Sahal bin Sa’id ra, dia berkata, “Ketika turun ayat, 'dan makan minumlah hingga
terang bagimu benang putih dari benang hitam” Ada seorang laki-laki yang mengambil benang
putih dan benang hitam, kemudian dia makan dan minum sampai melihat jelas keduanya (benang

putih dan benang hitam). Allah pun menurunkan potongan ayat selanjutnya yaitu ( ( ‫ر‬
ِ ‫ج‬ َ ْ ‫ال‬
ْ ‫ف‬ ‫ن‬
َ ‫م‬
ِ
yaitu fajar. Maka potongan ayat terakhir tersebut telah menjelaskan hal itu (benang putih dan
benang hitam).
Madzhab As-Syafi’i, Abu Hanifah, Malik, Ahmad dan jumhur ulama dari kalangan para
shahabat, tabi’in dan orang-orang setelah mereka (tabi’ut tabi’in) menyatakan bahwa waktu
dimulainya shaum adalah dengan terbitnya fajar. Maka dengan terbitnya fajar diharamkan makan,
minum dan jima’.147

F. Sifat Fajar yang Menunjukan Masuknya Waktu Sahur


Telah maklum bahwa fajar ada dua macam, fajar kadzib dan fajar shadiq. Fajar kadzib
disebut juga fajar pertama dan fajar shadiq yaitu fajar kedua. Fajar pertama berupa cahaya putih
yang terbit memanjang bagaikan ekor srigala, kemudian dia menghilang beberapa saat.
Kemudian setelah itu terbitlah fajar tsani yang berupa cahaya putih yang menyebar di ufuk
timur.148
Fajar shadiq merupakan tanda masuknya waktu shubuh dan berakhirnya waktu shalat
isya’, begitu pula batas akhir diperbolehkannya makan dan minum bagi orang yang shaum dan
dimulainya siang. Kaum muslimin sepakat bahwa tidak ada hukum-hukum yang terkait dengan
fajar awal.149
Fajar awal dinamakan fajar kadzib karena dia terbit memencarkan cahaya yang
memanjang sesaat kemudian menghitam kembali dan menghilang. Sedang fajar tsani dinamakan
fajar shadiq karena cahayanya menyebar dan teranglah pagi hari.150
Dari Samurah bin Jundub ra. dia berkata, aku mendengar Nabi saw bersabda:

َ ‫ل َ يغُر‬
‫طيَر‬
ِ َ ‫ست‬
ْ َ ‫حّتى ي‬ ُ ‫ذا ال ْب ََيا‬
َ ‫ض‬ َ َ‫حورِ وَل َ ه‬
ُ ‫س‬
ّ ‫ن ال‬
ْ ‫م‬ ٍ َ ‫داءُ ب ِل‬
ِ ‫ل‬ ْ ُ ‫حد َك‬
َ ِ‫م ن‬ َ ‫نأ‬ّ ّ َ
144
Lihat Tafsir Al-‘Aliyil Qadir Likhtishar Tafsir Ibnu Katsir, 1/149
145
HR. Muslim, no. 1090, Bukhari no. 1916
146
Shahih Muslim Bisyarhin Nawawi, 7/201.
147
Al-Majmu’ Syarhul Muhadzab, 7/310
148
Lihat Majmu’ Syarhul Muhadzab, 3/45 dan ‘Aunul Ma’bud, 6/471.
149
Lihat Majmu’ Syarhul Muhadzab, 3/46
150
Ibid

39
Risalah Ramadhan
“Jangalah kalian terkecoh oleh adzan yang dikumandangkan oleh Bilal151 dan cahaya
putih ini hingg dia menyebar di ufuk.”152
Dari Tholq bin ‘Ali ra, bahwasannya Rasulullah bersabda:

‫ض‬
َ ِ‫حت ّننى ي َعْت َنر‬ ْ ‫صنعِد ُ وَك ُل ُننوا َوا‬
َ ‫شنَرُبوا‬ ُ ْ ‫ساط ِعُ ال‬
ْ ‫م‬ ْ ُ ‫شَرُبوا وَل َ ي َِهيد َن ّك‬
ّ ‫م ال‬ ْ ‫ك ُُلوا َوا‬
‫مُر‬َ ‫ح‬ْ َ ‫م ال‬
ْ ُ ‫ل َك‬
“Makan dan minumlah kamu dan janganlah cahaya yang terbit itu merintangi kamu
sekalian dan makan minumlah kamu sampai terbit kepadamu yang merah.”153

G. Keterangan dari Adzan Bilal dan Adzan Ibnu Ummi Maktum


Ibnu ‘Umar ra berkata, “Rasulullah saw memiliki dua orang muadzin, yaitu Bilal ra dan
‘Abdullah bin Ummi Maktum ra, maka Rasulullah saw bersabda:

ُ ‫شربوا حتى يؤ َذ ّن اب‬


‫ن‬ ْ ‫ل وَل َن‬
ْ ‫م ي َك ُن‬ َ ‫مك ُْتوم ٍ َقا‬
َ ‫م‬
ّ ‫نأ‬ُ ْ َ ُ ّ َ ُ َ ْ ‫ل فَك ُُلوا َوا‬ٍ ْ ‫ن ب ِل َي‬
ُ ّ ‫ن ب َِلًل ي ُؤ َذ‬
ّ ِ‫إ‬
َ
َ َ‫ذا وَي َْرَقى ه‬
‫ذا‬ َ َ‫ل ه‬َ ِ‫ن ي َن ْز‬ ْ ‫ما إ ِّل أ‬ َ ُ‫ب َي ْن َه‬
“Sesungguhnya bilal mengumandangkan adzan di waktu masih malam, maka makan dan
minumlah kalian sampai kalian mendengar adzan yang dikumandangkan oleh ‘Abdullah bin
Ummi Maktum”. Ibnu ‘Umar berkata, “Tidaklah ada jarak antara keduanya kecuali waktu bilal
turun dari sini dan ‘Abullah bin Ummi Maktum naik.”154
Imam An-Nawawi menyebutkan, "Maksud dari perkataan Ibnu 'Umar 'tidaklah ada jarak
antara keduanya kecuali waktu bilal turun dari sini dan 'Abdullah bin Ummi maktum naik dari
sini' menurut para 'ulama adalah, sesungguhnya bilal mengumandangkan adzan sebelum terbit
fajar, setelah itu dia menunggu dan mengawasi terbitnya fajar sambil berdo'a dan semisalnya,
maka bila waktu telah mendekati turunnya fajar, dia turun dan memberi khabar 'Abdullah bin
Ummi Maktum akan hal tersebut. Kemudian 'Abdullah bin Ummi Maktum bersiap-siap dengan
bersuci dan yang lainnya. Setelah itu dia naik dan mengumandangkan adzan bersamaan dengan
terbitnya fajar."155

H. Apakah boleh ketika adzan dikumandangkan kita masih makan dan minum atau
makan dan minum setelahnya.
Sebenarnya yang menjadi batasan bagi seorang yang mau melaksanakan shaum harus
imsak (menahan diri) dari makan dan minum dan hal-hal lain yang bisa membatalkannya adalah
151
Dia mengira bahwa adzan tersebut dikumandangkan di fajar yang kedua hingg dia harus meninggalkan makan
sahurnya.
152
HR. Muslim, no. 1094, Lihat Shahih Muslim Bisyarhin Nawawi, 7 /305, Abu Dawud, no. 2329 bab Waktu
Sahur dan lihat ‘Aunul Ma’bud, 6/471
153
Ibnu Atsir mengatakan, “Maksud dari kalimat ‫م‬ ْ ُ ‫ وَل َ ي َِهيد َن ّك‬adalah janganlah kalian cemas dengan adanya sinar
fajar yang memanjang sehingga kalian tertahan olehnya untuk makan sahur, karena sesungguhnya dia adalah
fajar kadzib. Sedangkan maksud dari ‫مُر‬ ْ َ ‫م ال‬
َ ‫ح‬ ْ ُ ‫ض ل َك‬ َ ِ‫حّتى ي َعْت َر‬ َ adalah putihnya sinar awal siang dan gelapnya
malam atau biasa disebut dengan fajar shadiq. Lihat ‘Aunul Ma’bud 6 : 473, dan Tuhfatul Ahwazi, 3 : 335,
hadits No. 705. Al-Jami’ Shahih Sunan At-Tirmidzi, 3 : 85, bab Ma Ja’a fi Bayanil Fajr. Abu Dawud, No. 2331.
154
HR. Muslim ban Bayanu Anna Dkhula fis Shaoum Yufsholu bi Thulu'il fajri. Bukhari, 1918-1919. lihat Shahih
Muslim Bisyarhin Nawawi, 7/203.
155
Shahih Muslim Bisyarhin Nawawi, 7/203-204.

40
Risalah Ramadhan
terbitnya fajar bukan adzan. Sebagaimana jumhur ulama dari 4 imam madzhab dan ulama yang
lainnya telah sepakat bahwa waktu imsak bagi orang yang mau melaksanakan shaum adalah jika
telah terbit fajar shadiq.
Mereka berhujjah dengan ayat dan hadits di bawah ini.
Allah SWT berfirman:

َ ْ ‫ن ال‬ َ ِ ْ ‫خي‬
َ ْ ‫ن ال‬ َ ُ ْ ‫خي‬
َ ْ ‫م ال‬
‫ر‬
ِ ‫ج‬
ْ ‫ف‬ َ ‫م‬
ِ ِ ‫سوَد‬
ْ ‫ط ال‬ َ ‫م‬
ِ ‫ض‬
ُ َ ‫ط الب ْي‬ ُ ُ ‫ن ل َك‬
َ ّ ‫حّتى ي َت َب َي‬ ْ ‫وَك ُُلوا َوا‬
َ ‫شَرُبوا‬
"dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu
fajar."(QS. Al-Baqarah [2]: 187)
Rasulullah saw bersabda:
ُ ‫شربوا حتى يؤ َذ ّن اب‬
ٍ ‫مك ُْتوم‬
َ ‫م‬
ّ ‫نأ‬ُ ْ َ ُ ّ َ ُ َ ْ ‫ك ُُلوا َوا‬
"…maka makan dan minumlah kalian sampai adzan dikumandangkan oleh 'Abdullah bin
Ummi Maktum…" 156
Di dalam Al-Majmu Syarhul Muhadzab disebutkan, "Apabila fajar telah terbit sementara
di dalam mulut masih ada makanan kemudian dia menelannya, maka shaumnya menjadi batal."157
Imam Asy-Syafi'i menyebutkan, "Mustahab hukumnya melaksanakan sahur pada waktu
yang tidak mendekati terbitnya fajar, karena khawatir akan terbitnya fajar."158
Syaikh Islam Ibnu Taimiyah berkata, ketika ditanya tentang makan dan minum setelah
adzan dikumandangkan. Katanya, "Jika adzan dikumandangkan sebelum terbit fajar sebagaimana
adzannya Bilal ra di zaman Rasulullah saw, atau seperti yang dilakukan oleh para muadzin di
Damaskus, maka tidak mengapa makan dan minum setelah adzan tersebut dikumandangkan, tapi
dalam waktu singkat (harus segera dihabiskan makannya)."159

I. Keterangan tentang hadits jika seseorang mendengar adzan sedang piring atau gelas
masih di tangannya.

َ
‫ه‬
ُ ْ ‫من‬
ِ ‫ه‬
ُ َ ‫جت‬
َ ‫حا‬
َ ‫ي‬
َ ‫ض‬
ِ ‫ق‬
ْ َ ‫حّتى ي‬
َ ‫ه‬ َ َ ‫داَء َوال َِناءُ ع ََلى ي َد ِهِ فَل َ ي‬
ُ ْ‫ضع‬ ْ ُ ‫حد ُك‬
َ ّ ‫م الن‬ َ ‫معَ أ‬
ِ ‫س‬ َ ِ‫إ‬
َ ‫ذا‬
"Jika salah seorang di antaramu mendengar adzan sedangkan piring atau gelas masih
berada di tangannya, maka janganlah dia meletakannya hingga ia menyelesaikan hajatnya." 160
Al-Hafidz Ibnu Qayyim berkata, "Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Al-Qatthan dan
hadits ini memiliki illah (cacat) karena kedudukan hadits ini masykuk (masih diragukan) tentang
sanadnya (bersambung atau tidak). Dia berkata, "Karena Abu Dawud berkata, 'Abdul A'la bin
Hamadi telah menjelaskan kepada kami' maka menurut perkiraan saya hadits tersebut
diriwayatkan dari Hammad (bukan dari Abdul A'la bin Hammad) dari Muhammad bin Amru dari
Abi Hurairah ra.

156
Lihat 'Aunul Ma'bud , 6/476-477. keterangan ayat dan hadits telah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya.
157
Al-Majmu' Syarhul Muhadzab, 6/309
158
Kitab Al-Umm, 2/96.
159
Al-Fatawa Al-Kubra, 2/459.
160
HR. Abu Dawud, no. 2333

41
Risalah Ramadhan
Tapi menurut syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani hadits tersebut adalah shahih.
Kemudian beliau menyebutkan perkataan Al-Hakim dan menyebutkan penguat Hadits tersebut
dalam kitab At-Ta'liqat Al-Jiyyad. Al-Hakim berkata, "Hadits ini shahih berdasarkan syarat
Muslim." Pernyataan ini disepakati oleh Ad-dzahabi dan berdasarkan hadits tersebut beliau
berpendapat jika seseorang mendapati fajar mulai terbit (masuk waktu shubuh) sedangkan tempat
makan dan minum masih berada di tangannya, maka masih diperbolehkan baginya untuk tidak
meletakannya sampai dia memenuhi hajatnya (menyelesaikan makan)."161

J. Jika seseorang ragu tentang fajar ketika sahur.


Jika seseorang makan sahur kemudian dia ragu-ragu apakah fajar telah terbit atau belum,
maka shaumnya tetap dianggap sah. Karena pada dasarnya masih tetapnya waktu malam.
Sebagaiman kaidah ushul fiqhi menyebutkan:

َ
‫ن‬
َ ‫كا‬ َ ‫ن ع ََلى‬
َ ‫ما‬ َ ‫ما‬
َ ‫كا‬ َ ‫قاُء‬ ُ ‫ص‬
َ َ‫ل ب‬ ْ ‫ال‬
“Asal segala sesuatu adalah ketetapan yang telah ada menurut keadaan semula”
Demikian pula jika di sore hari dia makan, kemudian dia ragu-ragu apakah matahari telah
tenggelam atau belum. Maka jika dia mengalami hal yang demikian shaumnya dianggap tidak
sah. Karena pada dasarnya masih tetapnya waktu siang.

K. Sunnah mengakhirkan sahur


Dari Anas dari Zaid bin Tsabit ra, dia berkata:

‫م‬ ُ ْ ‫صل َةِ قُل‬


ْ َ‫ت ك‬ ّ ‫مَنا إ َِلى ال‬
ْ ُ‫م ق‬ َ ّ ‫سل‬
ّ ُ‫م ث‬ َ َ‫ه ع َل َي ْهِ و‬ ُ ّ ‫صّلى الل‬َ ِ‫ل الل ّه‬
ِ ‫سو‬ ُ ‫معَ َر‬ َ ‫حْرَنا‬ّ ‫س‬ َ َ‫ت‬
‫ة‬
ً َ ‫ن آي‬ َ ‫سي‬
ِ ‫م‬ْ ‫خ‬
َ ‫ل‬َ ‫ما َقا‬ َ ‫ن قَد ُْر‬
َ ُ‫ما ب َي ْن َه‬ َ ‫كا‬َ
"Kami sahur bersama Rasulullah, kemudian kami berdiri untuk menegakan shalat". Aku
(Anas) bertanya, tentang berapa jarak antara keduanya? Dia (Zaid) menjawab, "50 ayat." 162
Imam An-Nawawi berkata, "Lamanya sama dengan bacaan 50 ayat."163

L. Sebaik-baik makanan sahur adalah kurma


Dari Abu Hurairah ra, Nabi ra bersabda:

‫مُر‬
َ ّ ‫ن الت‬
ُ ‫م‬ ُ ْ ‫حوْرِ ال‬
ِ ْ ‫مؤ‬ ُ ‫س‬
ّ ‫م ال‬
َ ْ‫ن ِع‬
"Sebaik-baik makanan sahur seorang mukmin adalah kurma."164

161
Lihat Nukilan Muhammad Dahri Qomaruddin dari kitab Tamammul Minnah fit Ta'liqi an Fiqhgis Sunnah, oleh
Syaikh Nasiruddin Al-Albani.
162
HR. Muslim, 1097, At-Tirmidzi, no. 703. Al-Bukhari, no. 1921.
163
Syarh Shahih Muslim Bisyrhin Nawawi, 7/ 307-308
164
HR. Al-Baihaqi. Lihat Al-Majmu' Lin Nawawi, 6/381.

42
Risalah Ramadhan

BAB V
SHALAT TARAWIH

A. Sebab Penamaan
Kata tarawih adalah bentuk jama’ dari dari kata “tarwihah” yang artinya istirahat pada
tiap-tiap empat roka’at.165 Kemudian tiap empat roka’at dari shalat malam disebut juga dengan
istilah tarawih. Hal ini didasarkan pada riwayat Imam Al Baihaqi dari Aisyah Radhiyallahu’anha,
beliau berkata:

165
Al-Qamus Al-Muhith, 1/307

43
Risalah Ramadhan
َ
ِ ْ ‫ت ِفي الل ّي‬
ّ ُ‫ل ث‬
‫م‬ ٍ ‫صّلي أْرب َعَ َرك ََعا‬ َ ّ ‫سل‬
َ ُ‫م ي‬ َ َ‫ه ع َل َي ْهِ و‬
ُ ‫صّلى الل‬ َ ‫ول الله‬ ْ ‫س‬ُ ‫ن َر‬ َ
َ ‫كا‬
ِ‫مت ِه‬
َ ‫ح‬
ْ ‫حّتى َر‬
َ ‫ل‬ َ َ ‫يتروح فَأ‬
ُ ‫طا‬
“Rasulullah shalat malam empat rakaat lalu istirahat lama sekali sehingga saya merasa
iba kepada beliau.”
Shalat Sunnah yang dikerjakan pada malam hari disebut qiyamullail atau shalat lail, shalat
lail juga sering disebut dengan nama shalat tahajjud. Bila shalat lail/ qiyamullail/ tahajud
dikerjakan di bulan Ramadhan, maka disebut shalat tarawih. Dinamakan shalat tarawih karena
para salaf mengerjakan shalat malam tersebut dengan cara berhenti sejenak untuk beristirahat di
tiap-tiap empat rakaat. 166

B. Dalil Dan Keutamaannya


a.Hadits dari Abu Hurairah ra

ِ‫ن ذ َن ْب ِه‬
ْ ‫م‬
ِ ‫م‬
َ ّ ‫قد‬
َ َ ‫ما ت‬ ُ َ ‫فَر ل‬
َ ‫ه‬ ِ ُ ‫ساًبا غ‬
َ ِ ‫حت‬
ْ ‫ماًنا َوا‬
َ ْ ‫ن إ ِي‬
َ ‫ضا‬
َ ‫م‬ َ ‫ن َقا‬
َ ‫م َر‬ ْ ‫م‬
َ
“Barang siapa yang mendirikan shalat malam di bulan Ramadhan karena iman dan
mengharap pahala (dari Allah) niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu”. (Al-Bukhari
Muslim).

2. Hadits dari Abu Hurairah ra

‫ن‬ َ َ‫ن قَِيامه ف‬


ْ ‫م‬ َ ْ ‫مي‬
ِ ِ ‫سل‬ ُ ْ ‫ت ل ِل‬
ْ ‫م‬ ُ ْ ‫سن َن‬
َ ‫ه وَإ ِّني‬
ُ ‫م‬
َ ‫صَيا‬
ِ ‫ه‬
ُ ‫ض الل‬ َ ‫شهُْر فََر‬ َ ‫ن‬ َ ‫ضا‬َ ‫م‬َ ‫ن َر‬ ّ ِ‫إ‬
ُ ‫خرج من الذ ّنوب ك َيوم ول َدت‬
‫ه‬
ُ ‫م‬ّ ‫هأ‬ ُ َْ َ ِ ْ َ ِ ْ ُ َ ِ َ َ َ ‫ساًبا‬ َ ِ ‫حت‬ْ ‫ماًنا َوا‬
َ ْ ‫ه إ ِي‬ َ ‫ه وََقا‬
ُ ‫م‬ ُ ‫م‬َ ‫صا‬َ
“Sesungguhnya Ramadhan adalah bulan yang diwajibkan Allah untuk shaum dan aku
sunnahkan shalat pada malamnya. Maka barang siapa yang menjalankan shaum dan shalat
pada malamnya karena iman dan mengharap pahala, niscaya ia bebas dari dosa-dosanya
seperti saat ia dilahirkan oleh ibunya.” (HR. An Nasa’i).
3. Hadits dari Abu Dzar ra

ِ‫م ل َي ْل ِه‬ ُ َ‫ب ل‬


ُ ‫ه قَِيا‬ َ ِ ‫ف ك ُت‬
َ ِ‫صر‬
َ ْ ‫حّتى ي َن‬
َ ِ ‫مام‬
َ ِ ‫معَ ال‬ َ ‫ذا َقا‬
َ ‫م‬ ُ ‫ج‬
َ ِ‫ل إ‬ ُ ‫الّر‬
“Sesungguhnya apabila seorang shalat (tarawih) bersama imam hingga selesai baginya
dicatat melaksanakan shalat semalam suntuk.” (HR. Abu Daud, At-Turmudzi, An-Nasa’i dan
Ahmad).

C. Bilangan Rakaat
a. Jumlah rakaat yang bisa dilaksanakan oleh Rasulullah adalah 11 atau 13 rakaat,
dihitung 11 rakaat jika tanpa shalat iftitah sebanyak dua rakaat. Berdasarkan riwayat dari
Aisyah Radhiyallahu’anha beliau berkata:

ُ‫ن وَل َ غ َي ُْره‬


َ ‫ضا‬
َ ‫م‬ ْ ِ‫سّلم ي َزِي ْد ُ ف‬
َ ‫ي َر‬ َ َ‫صّلى الله ع َل َي ْهِ و‬
َ ‫ل الله‬ ُ ْ ‫سو‬
ُ ‫ن َر‬ َ ‫كا‬َ ‫ما‬ َ
‫شَر َرك ََعة‬
َ َ ‫دى ع‬ َ ‫ح‬ْ ِ ‫ع ََلى إ‬
166
Subulus Salam, 2/10

44
Risalah Ramadhan
“ Tidaklah Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam shalat malam di bulan Ramadhan
maupun di luar Ramadhan lebih dari 11 rakaat”. (HR. Al-Bukhari, Muslim, An-Nasa’i dan At-
Tirmidzi).
Dari Aisyah ra beliau berkata:

ً ‫شَرة َ َرك ْعَن‬


‫ة‬ َ َ‫ث ع‬ ِ ْ ‫ن الل ّي‬
َ َ ‫ل ث َل‬ َ ‫م‬ َ ّ ‫صل‬
ِ ‫ي‬ َ ّ ‫سل‬
َ ُ‫م ي‬ َ َ‫صّلى الله ع َل َي ْهِ و‬ َ ‫ي‬ َ َ ‫كا‬
ُ ِ ‫ن الن ّب‬
ِ‫جر‬ َ ْ ‫من َْها َرك ْعََتا ال‬
ْ ‫ف‬ ِ
“Nabi Shalallahu’alaihi wasalllam shalat malam di bulan Ramadhan sebanyak 13 rakaat
sudah termasuk witir dan dua rakaat shalat sunnah fajar.” (Al-Bukhari, Muslim).
b. Namun boleh juga shalat tarawih lebih dari sebelas rakaat. Demikianlah pendapat
para Ulama’. Mereka beralasan dengan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Al Baihaqi.
Secara ringkas pendapat para ulama’ dalam masalah ini sebagai berikut:
• 20 rakaat tarawih belum termasuk witir, dengan lima kali tarwihat (Istirahat
sejenak tiap empat rakaat), setiap dua rakaat salam. ini adalah pendapat Imam Asy-
Syafi’i, Imam Ahmad, Imam Abu Hanifah, dan Imam Daud Adh Dhohiri. Al Qodli
Iyadl meriwayatkan ini dari jumhur Ulama’.
• 40 rakaat tarawih, ditambah 7 rakaat witir. Ini adalah pendapat Imam Aswad Bin
Yazid.
• 36 rakaat tarawih belum termasuk wiitir, dikerjakan dalam sembilan kali tarwihat,
ini adalah pendapat Imam Malik. Dasarnya adalah shalat penduduk Madinah,
sebagaimana yang diriwayatkan oleh Nafi’ maula Ibnu Umar ra “Saya mendapati
kaum muslimin di Madinah shalat tarawih 39 rakaat, yang tiga rakaat adalah witir. 167
Bolehnya shalat tarawih lebih dari 11 rakaat menjadi pendapat jumhur Ulama’,
sebagaimana yang tegaskan oleh para ulama’:
Syaikh Abdul Aziz Muhammad Salman menyatakan:
“Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra bahwa shalat tarawih adalah 20 rakaat secara
berjama’ah. Ini juga menjadi pendapat Imam Malik. Imam Ibnu Abdil Barr memilih pendapat ini,
namun beliau mengatakan riwayat dari Imam Malik adalah 11 rakaat”.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menyatakan “… boleh shalat 20 rakaat dengan berjama’ah
sebagiamana pendapat yang masyhur dalam madzhab Syafi’i dan Ahmad. Boleh juga shalat 36
rakaat sebagaimana pendapat Imam Malik dan ia juga oleh shalat 11 dan 13 rakaat, semuanya
baik, banyak dan sedikitnya rakaat tergantung panjang dan pendeknya berdiri (lama tidaknya
shalat).
Dia juga mengatakan “Yang lebih utama adalah berbeda dengan keadaan makmum, kalau
mereka sanggup berdiri lama, maka yang lebih utama adalah 10 rakaat, tarawih dan 3 witir,
sebagaimana yang dikerjakan oleh Rasulullah saw saat shalat sendirian di bulan Ramadhan dan
bulan-bulan lainnya. Kalau makmum tidak kuat, maka yang lebih utama adalah 20 rakaat dan ini
merupakan pendapat sebagian besar (ulama’) kaum Muslimin, sebagai pertengahan antara 10 dan
167
Al Majmu’ Syarhul Muhadzzab, 4/ 38, Al Mughni 2/ 604.

45
Risalah Ramadhan
40 (11 dan 36), shalat 40 rakaat atau lebih juga boleh dan tidak dilaksanakn. Barang siapa yang
mengira bahwa jumlah rakaatnya sudah ditentukan sehingga tidak boleh lebih atau kurang, berarti
dia telah berbuat salah. Karena seseorang kadang-kadang rajin sehingga yang lebih utama adalah
memanjangkan ibadah, namun kadang-kadang juga malas sehingga yang lebih utama adalah
meringankannya”. 168
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan:
“Nabi Shalallahu’alaihi wasallam shalat malam di bulan Ramadhan dan bulan-bulan yang
lainnya sebanyak 11 atau 13 rakaat, tetapi shalat beliau sangat panjang (lama). Ketika kaum
muslimin merasa berat, pada masa Umar Ibnu Khathab ra, Ubay bin Ka’ab ra mengimami
mereka sebanyak 20 rakaat, kemudian shalat witir. Dia meringankan berdirinya sehingga jumlah
rakaat yang lebih banyak ini menjadi pengganti dari lamanya berdiri. Sebagaimana Salaf Ash
Shalih shalat tarawih 40 rakaat dengan meringankan berdirinya, lalu witir 3 rakaat, sebagian
Ulama’ salaf lainnya shalat 36 rakaat, kemudian shalat witir”. 169
Setelah menerangkan pendapat Ulama’ Salaf dalam masalah jumlah rakaat tarawih Imam
Asy Syaukani menyimpulkan: “Kesimpulan yang ditunjukkan oleh hadits-hadits dalam masalah
ini dan hadits-hadits yang semisal adalah disyari’atkannya shalat malam pada bulan Ramadhan
yang dikenal dengan nama tarawih, baik secara berjama’ah maupun sendiri-sendiri. Membatasi
jumlah rakaat atau bacaan tertentu tidak ada dasarnya dari As Sunnah”. 170

D. Waktu Shalat Tarawih


Para Ulama telah sepakat bahwa waktu shalat tarawih dan wiitir adalah setelah selasainya
shalat Isya’ sampai sebelum subuh. diriwayatkan dari Masruq, dari 'Aisyah ra berkata:

َ ‫ل الل ّه صنّلى الل ّنه ع َل َينه وسنل ّم من‬ َ


ِ ‫ل الل ّي ْن‬
‫ل‬ ِ ّ‫ن أو‬
ْ ِ َ َ َ ِ ْ ُ َ ِ ُ ‫سو‬ ُ ‫ل قَد ْ أوْت ََر َر‬ِ ْ ‫ل الل ّي‬
ّ ُ‫ن ك‬ْ ‫م‬ ِ
َ
‫ر‬
ِ ‫ح‬ ّ ‫خرِهِ َفان ْت ََهى وِت ُْره ُ إ َِلى ال‬
َ ‫س‬ ِ ‫سط ِهِ َوآ‬ َ ْ‫وَأو‬
“Aisyah ra berkata, 'Tiap malam Rasulullah melakukan shalat witir di awal malam, di
pertengahan malam atau akhir malam, dan witir beliau berakhir di waktu Sahur”. 171
Dari Abi Sa'id Al-Khudri ra berkata, bahwa Nabi saw bersabda:

‫حوا‬ َ َ ‫أ َوت ِروا قَب‬


ُ ِ ‫صب‬
ْ ُ‫ن ت‬
ْ ‫لأ‬ ْ ُ ْ
“Witirlah kalian sebelum shalat subuh”. 172
Sedangkan mengenai waktu mana yang lebih utama (Afdal), sebagian Ulama’
menyatakan setelah shalat isya’ adalah lebih utama berdasarkan shalatnya Ubay bin Ka’ab di
masa Umar ra, yang selanjutnya dilaksanakan oleh umat Islam sampai hari ini, namun pendapat
yang lebih kuat – Wallahu’a’lam - adalah yang menyatakan bahwa yang afdal adalah
melaksanakannya di akhir malam. Berdasarkan dalil:
1. Firman Allah Ta’la:
168
( Al Asilah wal Ajwibah Al Fiqhiyah, 2/186, Mawardlu Adz Dham’an, 1/406-412 ).
169
Al Fatawa Al Kubra, 1/255 .
170
Nailul Authar, 3/ 64 .
171
HR. Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Daud .
172
HR. Muslim, At-Tirmidzi, An-Nasa’i, Ibnu Majjah.

46
Risalah Ramadhan
Artinya: "Adalah mereka sedikit tidur malam. Dan di waktu-waktu sahur mereka
beristighfar”. (QS. Adz Dzariyat: 17-18).
2. Hadits:
Dari Abdulah bin Amru ra bahwa Rasulullah Shalallahu’laihi wasallam bersabda
kepadanya:

َ َ
‫م‬ ِ ِ‫صَيام ِ إ َِلى الل ّه‬
ُ ‫صَيا‬ ّ ‫ال‬ ‫ب‬ّ ‫ح‬ َ ‫لم وَأ‬َ ‫س‬ّ ‫داوُد َ ع َل َي ْهِ ال‬ َ ُ ‫صَلة‬ َ ِ‫صل َةِ إ َِلى الل ّه‬ّ ‫ب ال‬ ّ ‫ح‬ َ ‫أ‬
‫فط ِنُر‬ْ ُ ‫مننا وَي‬
ً ْ‫م ي َو‬
ُ ‫صننو‬
ُ َ ‫وَي‬ ‫ه‬
ُ ‫س‬َ ُ ‫سد‬ُ ‫م‬ ُ َ ‫م ث ُل ُث‬
ُ ‫ه وَي ََنا‬ ُ ‫قو‬
ُ َ ‫ل وَي‬ِ ْ ‫ف الل ّي‬
َ ‫ص‬ ْ ِ‫م ن‬
ُ ‫ن ي ََنا‬ َ َ‫داوُد َ و‬
َ ‫كا‬ َ
‫ما‬
ً ْ‫ي َو‬
“Shalat yang paling dicintai Allah ta’ala adalah shalatnya Nabi Daud Alaihisalam.
Shaum yang paling dicintai oleh Allah adalah shaumnya Nabi Daud. Beliau tidur setengah
malam dan shalat sepertiganya, dan tidur lagi seper enamnya, beliau berpuasa sehari dan
berbuka sehari”. 173
Dari Abu Ishak, dari Al Aswad dia berkata, "Saya bertanya kepada Aisyah ra, bagaimana
sifat shalat malam Rasulullah ? Dia menjawab:

َ َ ‫خره فَيصّلي ث ُم يرجع إَلى فراشنه فَنإ‬ َ ‫كان ينا‬


ُ ْ ‫ن ال‬
ُ ّ ‫منؤ َذ‬
‫ن‬ َ ّ ‫ذا أذ‬ِ ِ ِ َ ِ ِ ُ ِ َْ ّ َ ُ ُ َ ِ ‫مآ‬ ُ ‫قو‬ُ َ ‫ه وَي‬ُ َ ‫م أوّل‬
ُ ََ َ َ
َ ‫ل وإل ّ تو‬ َ ‫ن‬
‫ج‬
َ ‫خَر‬ ّ َ َ َِ َ ‫س‬
َ َ ‫ضأ و‬ َ َ ‫ة اغ ْت‬
ٌ ‫ج‬
َ ‫حا‬َ ِ‫ن ب ِه‬ َ ‫كا‬ ْ ِ ‫ب فَإ‬
َ َ ‫وَث‬
“Beliau tidur diawal malam dan bangun di akhir malam lalu shalat. Kemudian beliau
kembali ke tempat tidur. Bila Muadzin mengumandangkan adzan beliau bangun, bila ada hajat
beliau mandi, bila tidak ada hajat beliau segera berwudlu dan keluar ke masjid”. (HR. Al-
Bukhari).
Dan masih banyak lagi hadits-hadits yang menerangkan tentang keutamaan shalat pada
akhir malam.

E. Berjama’ah Atau Sendirian ?


Dalam hal ini para Ulama’ berbeda pendapat:
a. Yang lebih utama adalah berjama’ah
Ini adalah pendapat Imam Ahmad, Al Muzani, Ibnu Abdil Hakam, dan sebagian shahabat
Abu Hanifah. Imam Ahmad berkata, “Shalat tarawih berjama’ah adalah lebih baik. Jika
seseorang menjadi panutan lantas shalat tarawih sendirian di rumah, saya khawatir orang-orang
akan ikut-ikutan shalat di rumah.” Dia juga mengatakan, “Shahabat Jabir, Ali dan Abu Hurairah
ra juga shalat tarawih berjama’ah”.
Imam Ath Thahawi dan Al Laits menyatakan, “Setiap orang yang mengutamakan shalat
tarawih sendirian di rumah harus memastikan bahwa ketidak hadirannya di masjid tidak

173
HR. Al-Bukhari Muslim.

47
Risalah Ramadhan
menyebabkan shalat tarawih berjama’ah di masjid tidak terlaksana. Jika ketidak hadirannya
menyebabkan shalat tarawih berjama’ah tidak terlaksana maka ia tidak boleh shalat sendirian”. 174
Dalilnya adalah:
1. Perbuatan para shahabat sejak masa Umar bin Khatab ra yang melaksanakan shalat
tarawih berjama’ah.
2. Rasulullah saw pernah shalat tarawih 3 atau 4 malam. Beliau tidak meneruskannya karena
takut kalau shalat tarawih dianggap wajib.
3. Hadits Abu Dzar ra. (Lihat Hal.1 hadist No. 2).
Tentang hadits ini Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkomentar “dalam hadits ini ada
anjuran untuk qiyam Ramadhan di belakang imam ( secara berjama’ah ), hal ini lebih dianjurkan
dari shalat sunnah biasa, orang-orang shalat taraawih berjama’ah pada masa Rasululah saw dan
beliau mengakuinya. Pengakuan beliau ini adalah Sunnah beliau”. 175

b.Shalat sendirian lebih baik


Imam Malik dan sebagaian Ulama Syafi’iyyah menyatakan, bagi orang yang kuat shalat
tarawih sendirian maka itu lebih baik, dasarnya adalah hadits yang menyatakan sebaik-baik shalat
sunnah adalah di rumah.
Imam An Nawawi menyatakan:
“Para Ulama sepakat bahwa shalat tarawih itu sunnah. Namun mereka berbeda pendapat
mana yang lebih utama, secara sendirian di rumah atau berjama’ah di masjid. Imam Asy-Syafi’i
dan sebagian besar shahabat beliau, Abu Hanifah, Ahmad, sebagian Ulama’ Malikiyah dan
Ulama’ lain menyatakan bahwa yang lebih utama adalah berjama’ah. Sebagaimana yang
dikerjakan shahabat Umar ra dan para Shahabat yang lain dan terus dikerjakan oleh kaum
muslimin dikarenakan merupakan syi’ar yang nyata sehingga kedudukannya seperti shalat ied.
Imam Ath Thahawi menambahkan menegaskan “Shalat tarawih berjama’ah adalah fardlu
kifayah”.
Adapun Abu Yusuf, Imam Malik sebagian Syafi’iyyah dan Ulama’ yang lain menyatakan
yang lebih utama adalah shalat sendirian di rumah berdasarkan hadits:

َ ‫فَصّلوا أ َيها الناس في بيوت ِك ُم فَإ‬


َ‫صنل َة‬ َ ْ ‫صل َةِ ال‬
ّ ‫منْرءِ فِنني ب َي ْت ِنهِ إ ِل ّ ال‬ َ ‫ل‬ َ ْ‫ن أف‬
َ ‫ض‬ ّ ِ ْ ُُ ِ ُ ّ َّ َ
َ َ ‫مك ُْتوب‬
‫ة‬ َ ْ ‫ال‬
“Shalatlah kalian di rumah kalian wahai manusia, karena sebaik-baik shalat adalah
shalat seseorang di rumahnya kecuali shalat wajib”. (HR. An-Nasai)176

174
Al Mugni, 1/ 605, Al-Asilah wa Al-Ajwibah Al Fiqhiyah, 2/174.
175
Al-Asilah wa Al-Ajwibah Al Fiqhiyah, 2/174 .
176
Nailul Authar, 3/ 60, Fatwa Lajnah Daimah, 7/201-203 .

48
Risalah Ramadhan

BAB VII
LAILATUL QODAR

Segala puji bagi Allah swt yang telah menurunkan malam Lailatul Qodar. Satu malam
yang lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu Al Qur`an Al Karim diturunkan oleh Allah swt
(30 juz) sekaligus ke Baitul Izzah. Kemudian dari Baitul Izzah inilah diturunkan kepada
Rasulullah saw selama secara berangsur-angsur selama kurang lebih 23 tahun, yaitu 13 tahun di
Makkah dan 10 tahun di Madinah. Peristiwa turunnya Al-Qur’an pertama kali diabadikan oleh
Allah dalam frimnan-Nya:

َ ْ ‫إ ِّنا أ َن َْزل َْناه ُ ِفي ل َي ْل َةِ ال‬


‫قد ِْر‬
49
Risalah Ramadhan
“Sesungguhnya kami telah menurunkannya (Al-Qur’an) pada malam kemuliaan.” (QS.
Al-Qadar [97] : 1).
Lailatul qadar merupakan anugerah besar yang Allah swt berikan kepada umat Nabi
Muhammad saw, dan belum pernah diberikan kepada umat-umat terdahulu. Al-Qadar berarti asy-
syarf wat ta’zhim (mulia dan agung). Dinamakan demikian karena malam itu memang sarat
dengan kemuliaan, keagungan, kesucian, keutamaan, keberkahan, dan pahala. Keutamaannya
jauh lebih bernilai daripada seribu bulan.
Pada malam ini juga ditentukan taqdir seluruh makhluk untuk kurun waktu satu tahun.
sebagaimana firman Allah:
َ ّ ُ ‫فرقُ ك‬
ٍ ‫كيم‬
ِ ‫ح‬
َ ٍ‫مر‬
ْ ‫لأ‬ َ ْ ُ ‫ِفيَها ي‬
“Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah," (QS. Ad-Dukhan [44] : 4).
Maksud dari urusan tersebut adalah urusan rizki, ajal dan urusan lainnya yang akan terjadi selama
satu tahun. Hal ini sebagaimana pendapat Ibnu Umar ra, Mujahid, Abu Malik, Ad-Dhahak, serta
yang lainnya dari kalangan salaf.177

A. Makna Lailatul Qodar


Lailatul Qodar adalah suatu malam yang penuh dengan kemuliaan dan kebesaran, karena
pada malam itulah Al Quran diturunkan.178
Imam Al Azhari berkata, “Lailatul Qodar adalah malam yang agung dan mulia.”
Az Zuhri salah seorang tabi`in berkata, “Dikatakan Lailatul Qodar karena malam itu
hanyalah untuk amal keta`an, di dalamnya ditetapkan ketetapan-ketetapan yang agung dan
balasan yang besar. Jadi malam itu dinamakan dengan Lailatul Qodar karena keagungan nilainya
dan juga keutamaannya di sisi Allah Subhanahu wata'ala. Di malam itulah ajal dan rizki manusia
ditentukan untuk setahun kedepan.” 179

B. Sebab-sebab Turunnya Lailatul Qodar


Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam pernah bercerita tentang empat orang180 dari Bani
Isroil yang beribadah selama 80 tahun tanpa melakukan maksiat sedikit pun. Pada waktu itu para
sahabat banyak yang ta`ajub, maka datanglah malaikat Jibril menemui Nabi Shallallahu 'alaihi
wasallam seraya memberi kabar, “ Wahai Muhammad umatmu heran terhadap mereka semua
yang beribadah selama 80 tahun tanpa dibarengi maksiat sedikit pun. Sungguh Allah swt telah
menurunkan bagimu dan juga bagi umatmu yang lebih baik dari itu. Kemudian Jibril membaca,
“Inna anzalna hu fi Lailatil Qodar. “
Imam Malik dalam kitab ‘Al-Muwatho` menyebutkan bahwa telah diperlihatkan umur-
umur umat terdahulu kepada Rasulullah saw. Dan Rasulullah melihat bahwa amal umat islam
dengan umur yang pendek tidak bisa menyamai amal orang-orang terdahulu dengan umur yang

177
Tafsir Ibnu Katsir, 4/124
178
Tafsir Fathul Qodir, 5/ 593
179
Risalah Romadhan Abdullah Bin Jarullah Bin Ibrohim Al Jarullah, hal. 130
180
Mereka adalah: Ayyub, Zakaria, Hazkil Bi Azaz dan Yusa bin Nun

50
Risalah Ramadhan
demikian panjang. Maka Allah swt memberikan malam Lailatul Qodar, yang nilainya sama
dengan seribu bulan.”181

C. Kapan Lailatul Qodar Terjadi


Dari Ubadah bin Shomit ra, sesungguhnya Nabi saw bersabda, “Lailatul Qodar itu ada
pada 10 akhir dari bulan Ramadhan. Barang siapa yang menghidupkannya dengan penuh
pengharapan sungguh Allah akan mengampuni dosa-dosanya yang telah lalu dan yang akan
datang. Dan dia adalah malam-malam yang ganjil, 9 akhir, 7 akhir, 5 akhir, atau 3 akhir di
bulan Romadhan.” 182
Dari Anas ra, Rasulullah saw bersabda, “Bersungguh-sungguhlah kalian pada malam itu,
malam itu terjadi pada malam ke-23.”183
Dari Ibnu Abbas ra, Rasulullah saw bersabda “Sesungguhnya Lailatul Qodar itu ada
pada malam ke-27.” 184

D. Bagaimana Seorang Muslim Mencari Lailatul Qadar185


Sesungguhnya malam yang penuh berkah ini, siapa yang terhalang mendapatkannya
berarti dia terhalang mendapatkan semua kebaikan. Dan tidak terhalang mendapatkan
kebaikannya kecuali orang yang benar-benar merugi. Karena itulah dianjurkan kepada muslim
yang benar-benar ta'at kepada Allah agar menghidupkan malam Lailatul Qadar dengan didasari
rasa keimanan dan penuh pengharapan pahala yang besar. Jika dia melakukan hal itu, niscaya
Allah mengampuni dosanya yang telah lalu. Nabi bersabda, "Barangsiapa yang mendirikan
ibadah shalat pada malam Lailatul Qadar karena iman dan mengharapkan pahala, niscaya akan
diampuni dosanya yang telah lalu."186
Dianjurkan untuk memperbanyak berdo'a pada malam itu. Diriwayatkan dari 'Aisyah, ia
berkata, "Saya berkata, 'Ya Rasulullah, bagaimana pendapatmu jika aku mendapatkan Lailatul
Qadar, apa yang saya baca?' Beliau bersabda, 'Bacalah do'a:

‫ف ع َّني‬ ْ َ‫ب ْالع‬


ُ ْ ‫فوَ َفاع‬ ّ ‫ح‬
ِ ُ ‫فو ّ ت‬ َ ّ ‫م إ ِْن‬
ُ َ‫ك ع‬ ّ ُ‫الل ّه‬
“ Ya Allah sesungguhnya Engkau Maha Pengampun, mencintai ampunan. Maka
ampunilah aku.” 187
Diriwayatkan dari 'Aisyah beliau berkata:
َ
ُ ‫حي َننا ل َي ْل َن‬
‫ه‬ ْ ‫مئ َْزَره ُ وَأ‬ ْ َ‫ل ال ْع‬
َ ‫ش نُر‬
ِ ّ ‫ش ند‬ َ ‫خن‬ َ ّ ‫س نل‬
َ ِ‫م إ‬
َ َ ‫ذا د‬ َ َ‫ه ع َل َي ْهِ و‬
ُ ّ ‫صّلى الل‬
َ ‫ي‬ ّ ِ ‫ن الن ّب‬َ ‫كا‬ َ
َ َ ‫ق‬ َ ْ ‫وَأ َي‬
ُ َ ‫ظ أهْل‬
‫ه‬

181
Lihat Tafsir Al Qurthubi, 20/132.
182
Lihat Tafsir Aly Al Qodir, 4/ 537.
183
Lihat Tafsir Ad Duur Al Mantsur, 8/ 571-572.
184
Lihat Tafsir Aly Al Qodir, 4/ 537
185
Puasa Bersama Nabi, hal. 72
186
HR. Al- Bukhari, 4/217 dan Muslim no. 759
187
Hadits hasan shahih riwayat Imam At-Turmudzi, no. 3760

51
Risalah Ramadhan
"Apabila memasuki sepuluh (malam terakhir di bulan Ramadhan), Nabi mengencangkan
ikatan kainnya188, menghidupkan malamnya dan membangunkan keluarganya (istri-istrinya)."189

E. Keutamaan Lailatul Qodar


Allah swt telah menjelskan di dalam kitab-Nya bahwa Lailatul Qodar itu lebih baik dari
seribu bulan. Dan ini telah menjadi ijma` umat Islam. Artinya beribadah pada malam itu nilainya
adalah lebih baik dari ibadah selama seribu bulan, baik ibadah siyam, sholat, membaca al qur`an
atau ibadah yang lainnya.190
Sebagai pengingat dan untuk memudahkan kita dalam menghayati hakikat Lailatul Qadar, akan
kami sebutkan beberapa keutamaan malam Lailatul Qadar sebagai berikut :
1. Pada malam tersebut, malaikat turun ke bumi dalam jumlah yang sangat banyak, karena
bersamaan dengan turunnya barokah dan rohmat. Sebagaimana firman Allah, “Pada
malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin dari Rabbnya untuk
mengatur segala urusan. Malam itu penuh kesejahteraan sampai terbit fajar.” (QS. Al-
Qadar [97] : 4).
2. Syaithon tidak bisa berbuat kejahatan atau berbuat kerusakan.191
3. Dari Abi Hurairoh ra Nabi saw brsabda, “Barang siapa yang menegakkan (beribadah)
pada malam Lailatul Qodar atas dasar iman dan penuh mengharap, maka akan diampuni
dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR. Al-Bukhori dan Muslim) 192
4. Lailatul Qodar belum pernah diturunkan kepada umat sebelum umat Muhammad saw. 193.
5. Malam itu penuh kesejahteraan hingga terbit fajar. Maksudnya; malam itu adalah malam
yang penuh keselamatan dan kebaikan, tak sedikit pun terdapat kejelekan sampai terbit
fajar. Sebagaimana firman Allah swt, “Malam itu penuh kesejahteraan sampai terbit
fajar.” (QS. Al-Qadar [97] : 4). 194
6. Pada malam itu para malaikat termasuk malaikat Jibril mengucapkan salam kepada orang-
orang mukmin.195
7. Abu Bakar Al Waroki berkata, “Masa kerajaan Nabi Sulaiman 500 bulan dan kerajaan
Dzul Qornain selama 500 bulan. Maka jadilah masa dua kerajaan tersebut 1000 bulan.
Lalu Allah menjadikan malam Lailatul Qodar mencukupi dua kerajaan tersebut.196
8. Allah swt menurunkan surat Al-Qadar secara sempurna (keseluruhan) yang akan
dikumandangkan hingga hari kiamat.

188
Maksudnya mengencangkan kainnya adalah meninggalkan hubungan badan dengan istrinya untuk beribadah
serta berusaha keras untuk mencari Lailatul Qadar.
189
HR. Al- Bukhari, 4/233 dan Muslim, no. 1174
190
Risalah Romadhan Abdullah Bin Jarullah Bin Ibrohim Al Jarullah, hal. 131-132.
191
Lihat Tafsir Ali Al Qodir, 4/537.
192
Lihat Ad Durul Mantsur, 8/585
193
Tapi ada juga pendapat yang mengatakan bahwa malam itu juga dipunyai oleh umat-umat terdahulu.
194
Risalah Romadhan Abdullah Bin Jarullah Bin Ibrohim Al Jarullah, hal. 131-132
195
ibid
196
HR. Al Baihaqi

52
Risalah Ramadhan
F. Tanda-tanda Lailatul Qodar
Dari Ibnu Abbas ra, bahwa Rasulullah saw bercerita tentang Lailatul Qodar “Malam itu
terlihat tenang dan cerah, tidak panas dan tidak pula dingin. Pada pagi hari matahari tidak
terlalu merah.”197
Dari Ubadah bin Shomit ra, sesungguhnya Nabi saw bersabda, “Lailatul Qodar itu ada
pada 10 akhir dari bulan Romadhan. Yaitu pada malam-malam ganjil, seperti pada malam 21, 23,
25,27 29 atau pada malam terakhir dari bulan Romadhan. Barang siapa yang menghidupkannya
dengan penuh pengharapan sungguh Allah akan mengampuni dosa-dosanya yang telah lalu dan
yang akan datang. Tanda-tandanya, malam itu tampak terasa cerah dan berseri-seri, bersih,
tenang, tidak panas dan tidak pula dingin. Seakan-akan pada malam itu bulan sedang terbit dan
bersinar. Bintang-bintang terlihat tanpa ada yang mengahalanginya sampai datang waktu pagi.
Dan, diwaktu pagi matahari terbit tanpa bersinar (panas), persis seperti cahaya rembulan. Dan
Allah mengaharamkan bagi syetan untuk keluar pada waktu itu bersamaan dengan terbitnya
matahari.”198

G. Amalan Di Malam Lailatul Qodar


Aisyah ra berkata, “Aku bertanya, ‘Wahai Rasulullah, apa yang hendaknya kita baca
jika menemui Lailatul Qodar? Beliau menjawab, “Bacalah:

‫ف ع َّني‬ ْ َ‫ب ْالع‬


ُ ْ ‫فوَ َفاع‬ ّ ‫ح‬
ِ ُ ‫فو ّ ت‬ َ ّ ‫م إ ِْن‬
ُ َ‫ك ع‬ ّ ُ‫الل ّه‬
“ Ya Allah sesungguhnya Engkau Maha Pengampun, mencintai ampunan. Maka
ampunilah aku.” 199
Dari Abi Aqrob Al Asadi, ia berkata: Kami mendatangi Ibnu Mas`ud ra di rumahnya, lalu
kami mendengar ia berkata, ” Shodaqohullahu Wa Rasuluhu.“ Lalu aku tanyakan hal itu
kepadanya. Maka ia pun menjelaskan kepada kami tentang malam Lailatul Qodar, yaitu pada
tujuh bagian yang akhir, dan hari itu matahari putih tiada bersinar. Aku (Ibnu Mas`ud ra) melihat
kelangit, aku dapati seperti yang disampaikan oleh Rasulullah itu benar adanya. Maka aku pun
bertakbir.200
Syaikh Abdullah Bin Ibrohim Al Jarullah dalam risalahnya201 mengatakan bahwa ada
beberapa do`a tentang kebaikan dunia dan akhirat yang dianjurkan untuk dibaca pada malam itu.
Di antaranya adalah:

‫ب الّنار‬ َ َ ‫ة وَقَِنا ع‬
َ ‫ذا‬ ً َ ‫سن‬
َ ‫ح‬ ِ َ ‫ة وَِفي ا ْل‬
َ ِ‫خَرة‬ ً َ ‫سن‬
َ ‫ح‬
َ ‫َرب َّنآ َءات َِنا ِفي الد ّن َْيا‬
“Wahai Robb kami berikanlah kepada kami kebaikan dunia dan akhirat, serta jagalah

kami dari api neraka.”ِ

‫ف َوال ْغَِنى‬ َ َ‫قى َوال ْع‬


َ ‫فا‬ َ ّ ‫دى َوالت‬ َ ُ ‫سأ َل‬
َ ُ‫ك ال ْه‬
َ
ْ ‫يأ‬ ّ ُ‫ال َل ّه‬
ْ ّ ‫م إ ِن‬
197
HR. At-Thayalisi, no. 349, Ibnu Khuzaimah, 3/231, Al-Bazzar 1/486, sanadnya hasan. Dinukil dari Puasa
Bersama Nabi, hal. 176.
198
Lihat Ad Durul Mantsur, 8/ 571. Ibnu Katsir, 4/484
199
Hadits hasan shahih riwayat Imam At Turmudzi
200
Lihat Ad Durul Mantsur, 8/572
201
Risalah Romadhan, Abdullah Bin Jarullah Bin Ibrohim Al Jarullah, hal. 134-137

53
Risalah Ramadhan
Ya Allah saya memohon pada-Mu petunjuk dan takwa, kesucian dan kekayaan

‫ح ِلي د ُن َْيايَ ال ّذ ِيْ فِي َْها‬ َ َ ُ ‫عصم‬ َ ‫َالل ّه‬


ْ ِ ‫صل‬ْ ‫ وَأ‬، ‫ري‬ ِ ‫م‬
ْ ‫ةأ‬ َ ْ ِ َ‫ي د ِي ِْني ال ّذ ِيْ هُو‬ ْ ِ‫ح ل‬ْ ِ ‫صل‬
ْ ‫مأ‬ ّ ُ
َ
‫ي‬
ْ ِ‫ي ف‬ َ ْ ‫ل ال‬
ْ ِ ‫حَياة َ زَِياد َة ً ل‬ ِ َ‫جع‬ ْ ‫ َوا‬، ْ‫مَعاد ِي‬ ْ ِ ‫ي ال ّت‬
َ ‫ي فِي َْها‬ ْ ِ ‫خَرت‬
ِ ‫يآ‬
ْ ِ‫ح ل‬
ْ ِ ‫صل‬
ْ ‫ وَأ‬، ‫ي‬ ْ ‫ش‬
ِ ‫مَعا‬
َ
ّ ُ‫ن ك‬
َ ‫ل‬
. ‫شّر‬ ْ ‫م‬
ِ ‫ي‬
ْ ِ‫ة ل‬
ً ‫ح‬
َ ‫ت َرا‬ َ ْ ‫جَعل ال‬
َ ْ ‫مو‬ ْ ‫ َوا‬، ٍ‫خي ْر‬ ّ ُ‫ك‬
َ ‫ل‬
”Ya Allah perbaikilah agamaku yang merupakan penjaga urusannku, perbaikilah duniaku
yang aku hidup di dalamnya, perbaikilah akhiratku yang kesanalah tempat kembaliku, jadikan
kehidupan ini sebagai tambahan dalam meraih dalam setiap kebaikan bagiku, dan jadikan
kematian sebagai istirahat dari setiap keburukan bagiku"
ْ َ ‫فسي ط َرفَة عين و أ َصلح لي‬ َ َ ‫الل ّهم رحمت‬
‫ي‬
ْ ِ ‫شأن‬ ْ ِ ْ ِ ْ َ ٍ َْ َ ْ ْ ِ ْ َ ‫ي إ َِلى ن‬
ْ ِ ‫جوْ فَل َ ت َك ِل ْن‬
ُ ‫ك أْر‬ َ َ ْ َ ّ ُ
َ
‫ت‬ َ َ ‫ه ل َ إ ِل‬
َ ْ ‫ه إ ِل ّ أن‬ ُ ّ ‫ك ُل‬
"Ya Allah, aku mengharap rahmat-Mu, maka janganlah Engkau pikulkan (bebanku)
kepada diriku sendiri meski hanya sekejap mata, dan perbaikilah keadaanku seluruhnya, tidak ada
Ilah (yang berhak disembah) selain Engkau."

‫ه َو‬
ُ َ ‫ظاه َِره ُ وَ َباط ِن‬ َ َ‫ه و‬ ُ َ‫مع‬ ِ ‫وا‬ َ ‫ج‬ َ َ‫ه و‬ ُ ‫م‬َ ِ ‫وات‬
َ ‫خ‬َ َ‫خي َْر و‬َ ْ ‫ح ال‬ َ ْ ‫فات ِي‬َ ‫م‬َ ‫ك‬ َ ُ ‫سأ َل‬
ْ ‫يأ‬
َ
ّ ‫ال ُّله‬
ْ ّ ‫م إ ِن‬
َ
‫ي‬
ْ ِ‫م ف‬ ْ ‫ح‬
َ ‫ي وَ اْر‬ ْ ِ ‫دنَيا غ ُْرب َت‬ّ ‫ي ال‬ ْ ِ‫م ف‬ ْ ‫ح‬َ ‫م اْر‬ ّ ُ‫ اّلله‬.‫ه‬ ُ ‫سّر‬ ِ َ‫ه و‬ ُ َ ‫خَره ُ وَ ع َل َن ِي َت‬ ِ َ ‫ه وَ ا‬ ُ َ ‫أوّل‬
‫م َيا‬ ٌ ْ‫ي َيا قَي ّو‬ ّ ‫ح‬ َ ‫ك َيا‬ َ ْ ‫ن ي َد َي‬َ ْ ‫خَرةِ قُوِْفي ب َي‬ ِ َ ‫ي ا ْل‬ْ ِ‫م ف‬ ْ ‫ح‬ َ ‫ي َواْر‬ ْ ِ ‫شت‬ َ ‫ح‬ ْ َ‫قب ْرِ و‬ َ ‫ْال‬
ْ ِ ‫جَل‬ َ ْ ‫ذاال‬
ِ ‫ل وَال ِك َْرام‬ َ
"Ya Allah. Aku memohon kepada-Mu pintu-pintu kebaika , kesudahan (hidup) dengannya,
serta segala yang menghimpunnya, secara lahir batin baik di awal atapun di akhirnya, secara
terang-terangan atau pun rahasia. Ya Allah. Kasihilah keterasinganku di dunia dan kasihilah
kengerianku di dalam kubur serta kasihilah berdiriku dihadapan-Mu kelak di akhirat. Wahai
Zat Yang Maha Hidup Yang memiliki keagungan dan kemuliaan."

BAB VII
ZAKAT FITHRI

A. Definisi Zakat Fithri


Zakat fithri yaitu shadaqah yang dikeluarkan pada akhir Ramadhan, pada malam hari
Raya dan pagi harinya. Disebut dengan zakat fithri karena ia disyariatkan ketika bulan
Ramadhan telah sempurna dan pada saat umat Islam telah mengakhiri siyam Ramadhan
mereka.202

202
Kifayatul Akhyar.

54
Risalah Ramadhan
Al-’Allamah Ibnu Manzhur menyebutkan, arti zakat secara bahasa adalah thaharah
(kesucian), pertumbuhan, barokah dan pertumbuhan. Dari kata bersinonim hal yang dikeluarkan
dan pekerjaannya.203
Menurut Imam An-Nawawi rahimahullah, zakat fithri dan shadaqah fithri merupakan satu
lafazh terlahir, bukan bahasa arab asli, bukan pula kata pinjaman dari bahasa lainnya, akan tetapi

merupakan istilah fuqaha’. Seolah-olah dari kata ‫ة‬ َ ْ ‫خل‬


ٌ ‫ق‬ ِ (ciptaan), yaitu zakat untuk ciptaan (
‫ة‬ َ ْ ‫خل‬
ِ ‫ق‬ ِ ْ ‫كاة ُ ال‬
َ ‫ )َز‬. Penulis Al-Hawy juga mengatakan itu.204
Adapun secara syara’, Abdurrahman Al-Jazairy berkata, “Zakat adalah penetapan hak
milik tertentu untuk orang yang berhak dengan syarat-syarat yang telah ada.” 205 Para ulama’ dari
madzhab Hanbali menambahkan, “...dan dalam waktu tertentu.” 206
Dinamakan zakat fithri karena dengannya mewajibkan berbuka mengakhiri siyam
ramadhan. Adapun penamaan lain dari zakat fithri adalah; shadaqah fitri, zakat fitrah, zakat
al-badan, dan zakat ar-ru’us.207

B. Disyariatkannya Zakat Fithri


Zakat fithri disyariatkan dan diwajibkan ketika siyam Ramadhan, yakni ketika bulan
sya’ban tahun ke-2 Hijriah.
Diwajibkan oleh Allah swt pada bulan ramadhan 2 hari sebelum dilaksanakannya shalat
‘Ied (hari raya ‘Iedul fitri). Sebab zakat fithri disandarkan kepada Ramadhan dan dalam rangka
mengakhiri siyam. Di samping itu, tidak pernah disebutkan bahwa Nabi saw dan para sahabat ra
siyam Ramadhan tanpa mengeluarkan zakat fithri.

C. Hukum Zakat Fithri


Hukum menunaikan zakat fithri adalah wajib bagi seluruh kaum muslimin yang mampu
membayarnya pada saat itu, hal ini telah disepakati oleh Jumhur Ulama’ berdasarkan dalil-dalil
yang sohih diantaranya adalah firman Alloh Subhanahu Wa Ta'ala dalam surat at taubah : 60

‫م وَِفي‬ْ ُ‫فةِ قُُلوب ُه‬


َ ّ ‫مؤ َل‬ُ ْ ‫ن ع َل َي َْها َوال‬ ِ ‫ن َوال َْعا‬
َ ‫مِلي‬ ِ ‫كي‬
ِ ‫سا‬
َ ‫م‬َ ْ ‫قَراِء َوال‬ ُ ْ ‫ت ل ِل‬
َ ‫ف‬ ُ ‫صد ََقا‬ ّ ‫ما ال‬
َ ّ ‫إ ِن‬
‫ه‬
ُ ‫ن اللهِ َوالل‬ َ ‫م‬ ِ ‫ة‬ ً ‫ض‬َ ‫ري‬ِ َ‫ل ف‬ ِ ‫سِبي‬ّ ‫ن ال‬ ِ ْ ‫ل اللهِ َواب‬ِ ‫سِبي‬َ ‫ن وَِفي‬ َ ‫مي‬ ِ ِ‫ب َوال َْغار‬ِ ‫الّرَقا‬
. ‫كيم‬
ِ ‫ح‬
َ ‫م‬
ٌ ‫ع َِلي‬
"Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin,
pengurus-pengurus zakat, para Mu'allaf yang dibujuk hatinya,untuk (memerdekaan) budak,
orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan,
sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah Subhanahu wa Ta'ala, Dan Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Biajaksana. (QS. At-Taubah [9]: 60).

203
Lisanul-Arab, 14/358.
204
Al-Majmu’ Syarh Al-Muhadzdzab, 6/85.
205
Al-Fiqh ‘Alal-Madzahib Al-Arba’ah, 1/536.
206
Ibid.
207
Fiqh Zakat, Yusuf Qordlowi, 2/917-918

55
Risalah Ramadhan

Juga hadits yang datang dari sahabat Abdullah bin’Umar ra, beliau berkata:

‫مرٍ أ َْو‬
ْ َ‫ن ت‬
ْ ‫م‬
ِ ‫عا‬ً ‫صا‬ َ ِ‫فط ْر‬ ِ ْ ‫كاة َ ال‬
َ ‫ض َز‬َ ‫م فََر‬ َ ّ ‫سل‬ َ َ‫ه ع َل َي ْهِ و‬
ُ ّ ‫صّلى الل‬َ ِ‫ل الل ّه‬
َ ‫سو‬ُ ‫ن َر‬
ّ ‫أ‬
َ
ُ َ َ
‫ن‬
َ ‫مي‬ِ ِ ‫سل‬ ُ ْ ‫ن ال‬
ْ ‫م‬ ْ ‫م‬ ِ ‫حّر أوْ ع َب ْد ٍ ذ َك َرٍ أوْ أن َْثى‬ ُ ‫ل‬ّ ُ ‫شِعيرٍ ع ََلى ك‬
َ ‫ن‬ ْ ‫م‬
ِ ‫عا‬
ً ‫صا‬َ
"Dari Abdullah Bin Umar Radhiyallahu 'anhuma bahwa Rasulullah Sallahu 'Alaihi wa
Sallam mewajibkan zakat fithri setelah ramadlan satu sho’ dari tamar atau satu sho’ dari
gandum terhadap kaum muslimin yang merdeka atau budak, laki-laki atau perempuan" (HR. Al
Jama’ah)
Dalam lafadz lain disebutkan:
َ
ْ‫مرٍ أو‬
ْ َ‫ن ت‬ ْ ‫م‬ ِ ‫عا‬ ً ‫صا‬َ ِ‫فط ْر‬ِ ْ ‫كاة َ ال‬ َ ّ ‫سل‬
َ ‫م َز‬ َ َ‫ه ع َل َي ْهِ و‬
ُ ّ ‫صّلى الل‬ َ ِ‫ل الل ّه‬ ُ ‫سو‬ ُ ‫ض َر‬ َ ‫فََر‬
ِ ِ‫صِغيرِ َوال ْك َِبير‬ ُ
‫ن‬
ْ ‫م‬ ّ ‫حّر َوالذ ّك َرِ َواْلن َْثى َوال‬ ُ ْ ‫شِعيرٍ ع ََلى ال ْعَب ْد ِ َوال‬ َ ‫ن‬ ْ ‫م‬ ِ ‫عا‬ ً ‫صا‬َ
َ َ
ِ‫صل َة‬ّ ‫س إ َِلى ال‬ ِ ‫ج الّنا‬ ِ ‫خُرو‬ُ ‫ل‬ َ ْ ‫دى قَب‬ ّ َ ‫ن ت ُؤ‬
ْ ‫مَر ب َِها أ‬
َ ‫ن وَأ‬ َ ‫مي‬ ِ ِ ‫سل‬ْ ‫م‬ُ ْ ‫ال‬
"Dari Ibnu Umar Radliyallahuanhuma ia berkata:Rasulullah Shalallahu Alaihi
Wasallam telah mewajibkan untuk menunaikan zakat fithri dengan 1 sha’ kurma kering, atau 1
sha’ tepung gandum bagi setiap hamba sahaya, orang merdeka, kaum laki-laki, kaum
perempuan, anak kecil dan orang dewasa dari kaum muslimin, dan beliau juga memerintahkan
untuk menunaikannya sebelum orang-orang pergi mengerjakan shalat(‘Iedul Fitri)”( HR. Al
Bukhori Muslim ). Juga satu hadits lagi dari Ibnu Umar ra, beliau mengatakan:

‫حنّر وَ ال ْعَْبند ِ َو‬ ُ ْ ‫فط ْرِ ع ََلى ال‬ ِ ْ ‫كاة َ ال‬ َ ّ ‫سل‬
َ ‫م َز‬ َ َ‫صّلى الله ع َل َي ْهِ و‬ َ ِ‫ل الله‬ُ ْ ‫سو‬ َ ‫فََر‬
ُ ‫ض َر‬
َ َ ُ
‫ل‬َ ‫دى قَْبن‬ ّ َ ‫ن ت ُؤ‬ ْ ‫مَر ب َِها أ‬
َ ‫ وَأ‬,‫ن‬ َ ْ ‫مي‬
ِ ِ ‫سل‬
ْ ‫م‬ُ ْ ‫ن ال‬ ِ ِ‫صغِي ْرِ وَ ال ْك َب ِي ْر‬
َ ‫م‬ ّ ‫الذ ّك َرِ وَ الن َْثى َوال‬
ّ ‫س إ َِلى ال‬
ِ‫صل َة‬ ِ ‫ج الّنا‬
ِ ْ‫خُرو‬
ُ
“Rasulullah shalallahu alaihi wasallam telah mewajibkan zakat fithri bagi orang
merdeka dan hamba sahaya, laki-laki dan perempuan, anak-anak dan orang dewasa dari kaum
muslimin. Beliau memerintahkan agar ( zakat fithri tersebut ) ditunaikan sebelum orang-orang
melakukan shalat ‘id.” ( Muttafaqun’alaih ).
Adapun dalil yang menunjukkan wajibnya zakat fithri adalah hadits yang diriwayatkan
olrh Al-Hafizh ‘Abdur-Razzaq dengan sanad yang shahih, dari ‘Abd bin Tsa’labah radhiyallaahu
‘anhu, dia berkata: Sehari atau dua hari sebelum ‘Idul Fithri, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa
sallam pernah berkhuthbah seraya bersabda :

‫صغِي ْرٍ أ َْو‬


َ ،‫د‬
َ
ٍ ْ ‫حّر أوْ ع َب‬ ّ ُ‫ن ك‬
ُ ‫ل‬ َ ْ‫مرٍ أ َو‬
ْ َ ‫شعِي ْرٍ ع‬ ْ َ‫ن ت‬
ْ ‫م‬
ِ ‫عا‬
ً ‫صا‬ َ
َ ْ‫ن ب ِّر أو‬
ْ ‫م‬
ِ ‫عا‬
ً ‫صا‬
َ ‫دوا‬ ّ ‫أ‬
َ

ٍ ْ ‫ك َب ِي‬
‫ر‬

56
Risalah Ramadhan
“Tunaikanlah zakat (fithri) satu sha’ (empat mud)208 gandum, atau kurma kering, atau
tepung, atas setiap yang merdeka atau budak, baik kecil atau dewasa.”
Diwajibkan menunaikan zakat fithri bagi seluruh kaum muslimin baik anak kecil maupun
orang dewasa, laki-laki maupun perempuan, orang yang merdeka maupun hamba sahaya yang
mampu menunaikannya pada saat itu, dan ini merupakan kesepakatan Jumhur Ulama’.
Zakat ini wajib dibayarkan terhadap diri sendiri dan terhadap orang-orang yang menjadi
tanggungannya. Seperti isteri dan keluarga, apabila mereka tidak mampu melaksanakannya
sendiri. Akan tetapi apabila mereka mampu melaksanakannya sendiri, itu lebih baik, karena
mereka sendirilah yang dimaksud dalam kewajiban tersebut.
Para ulama sepakat bahwa anak kecil yang belum memiliki harta maka dibebankan
kepada bapaknya, dan budak dibebankan kepada tuan (majikan)nya jika tidak memiliki harta. 209
Madzhab imam dalam hal ini berpendapat bahwa seorang muslim berkewajiban untuk menafkahi
orang-orang yang wajib dinafkahi olehnya menurut syari’at (seperti : istri, anak dan budak).210
Sedangkan bayi yang berada di dalam kandungan Ibunya maka tidak diwajibkan untuk
menunaikan zakat fithri, namun kebanyakan Ahli Ilmu menghukuminya sunnah untuk
ditunaikan, karena hal itu dilakukan oleh Shahabat Utsman bin ‘Affan Radliyallahuanhu.
Zakat fithri tidak diwajibkan kecuali terhadap orang yang mempunyai kelebihan dari
keperluannya ketika hari malam hari Raya dan pagi harinya. Jika ia tidak memiliki kelebihan
kecuali kurang dari satu sha’ maka hendaknya ia dengan kelebihan itu ( yang jumlahnya kurang
dari satu sha’ ) membayar zakat fithrinya. Hal itu berdasarkan firman Allah ta’ala:

َ ‫خي ْرا‬ َ َ
‫ق‬
َ ‫من ُيو‬ ْ ُ ‫سك‬
َ َ‫م و‬ ِ ‫ف‬
ُ ‫لن‬ ً َ ‫قوا‬
ُ ‫ف‬
ِ ‫طيُعوا وَأن‬
ِ ‫مُعوا وَأ‬َ ‫س‬ْ ‫م َوا‬ ْ ُ ‫ست َط َعْت‬
ْ ‫ماا‬ َ ‫ه‬ َ ‫قوا الل‬ ُ ّ ‫َفات‬
‫ن‬
َ ‫حو‬ُ ِ ‫فل‬ ُ ْ ‫م ال‬
ْ ‫م‬ ُ ُ‫ك ه‬ َ ِ ‫سهِ فَأ ُوْل َئ‬ِ ‫ف‬
ْ َ‫ح ن‬ّ ‫ش‬ ُ
Maka bertaqwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu dan dengarlah serta "
taatlah; dan nafkahkanlah nafkah yang baik untuk dirimu. Dan barangsiapa yang dipelihara

.(dari kekikiran dirinya, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung." (At-Taghabun :16
Menurut pendapat Abu Hanifah, bahwa zakat fithri wajib bagi wanita yang mempunyai
suami maupun tidak. Adapun menurut pendapat imam Tiga (Malik, Syafi’i, dan Ahmad), Al
Laits, serta Ishaq, sesungguhnya seorang suami wajib mengeluarkan zakat fithri bagi seorang
istrinya. Karena ia termasuk orang yang menjadi tanggungan untuk menafkahinya. Mereka juga
sepakat bahwa seorang muslim tidak boleh mengeluarkan zakat bagi istri yang kafir, meskipun
dalam urusan nafkah masih menjadi kewajibanya.211
Sementara untuk anak kecil, menurut pendapat jumhur, jika anak tersebut memiliki harta,
wajib dikeluarkan darinya dan yang mengeluarkan adalah walinya. Tetapi jika ia tidak memiliki
harta sendiri, maka kewajiban zakatnya dibebankan atas orang yang menanggung nafkahnya.212

208
Satu sha’ syar’I (Baghdadi) = 4 mud atau 5,5 ritl. 1 mud =1 1/3 ritl = 675 gram. Jadi satu sha’ adalah 2700
gram. Lihat Fiqhul Islami Waadilatuhu, 1/75.
209
Lihat Bidayatul Mujtahid dalam Kitab Zakatul Fithri
210
Ibid
211
Fiqh zakat Yusuf Qordlowi, hal. 2/925
212
Ibid , 2/926

57
Risalah Ramadhan
Adapun berkanaan dengan janin, menurut jumhur fuqoha', Zakat fithri tidak wajib
atasnya.
Sedangkan imam Ibnu Hazm berpendapat:" Jika janin telah genap (dalam perut ibunya)
seratus dua puluh hari sebelum menyingsingnya fajar hari raya, wajib dikeluarkan zakat fithri
atasnya.
Ibnu Hazm berhujjah, Bahwa Rasululloh saw telah memerintahkan untuk mengeluarkan
zakat atas anak kecil dan dewasa. Sedangkan janin termasuk anak kecil. Maka setiap hukum
yang diberlakukan atas anak kecil berlaku juga terhadap janin. Ibnu Hazm meriwayatkan dari
Utsman bin Affan ra bahwasanya ia mengeluarkan zakat fithri atas anak kecil, dewasa, dan janin
dalam kandungan.213
Yang benar bahwa apa yang dikatakan oleh Ibnu Hazm tidaklah memilliki dalil yang kuat
atas wajibnya mengeluarkan zakat fithri atas janin. Dan salah jika dikatakan bahwa kalimat anak
kecil (shoghir) dalam hadits mencakup janin yang ada dalam kandungan. Dan apa yang
diriwayatkan oleh Utsman ra dan yang lainnya tidaklah menunjukkan adanya istihbab dalam
mengeluarkanya. Tetapi barang siapa yang melakukanya itu baik baginya.214
Imam Asy Syaukani menyebutkan bahwa Ibnu Mundir telah menukil sebuah ijma' atas
tidak wajibnya mengeluarkan zakat bagi janin. Sedang Imam Ahmad mengistihbabkan bukan
mewajibkanya.215

D. Pada Siapa Diwajibkan ?


Madzhab Hambali mengatakan, “Zakat fithri wajib atas orang yang mempunyai kelebihan
makanan pokoknya dan untuk keluarganya di hari ‘Ied dan malamnya selain yang dia miliki
yang itu merupakan kebutuhannya, seperti tempat tinggal, pembantu, kendaraan, pakaian
sederhananya, dan buku-buku pengetahuan.” 216

Imam An-Nawawi menjelaskan tentang pengertian kecukupan ( ‫ ) اليسار‬adalah:


orang yang mempunyai kelebihan bahan makanan pokok hari itu untuk dirinya dan
keluarganya dan orang-orang yang harus ditanggungnya pada malam hari’Iedul-Fithri.217

E. Syarat-Syarat Mustahiq Zakat


1. Fakir kecuali Amil, Ibnu sabil, pejuang fisabilillah meskipun mereka termasuk orang yang
kaya. Begitu juga zakat halal bagi tholibul ilmi as syar'iyyah, dikarenakan menuntut ilmu
syar'i adalah fardlu kifayah, ditakutkan karena dengan cenderung untuk bekerja akhirnya ia
meninggalkan kewajiban menuntut ilmu tersebut.
2. Muslim, Tidak boleh memberikan zakat kepada orang kafir (tidak ada khilaf antar fuqoha'
dalam hal ini)
3. Bukan merupakan tanggungan nafaqoh bagi muzakki. Yaitu kaum kerabat, istri, seperti orang
tua (Keatas), anak (kebawah) hal ini dikarenakan menafkahi mereka adalah wajib hukumnya.
213
Ibid, 2/927
214
Ibid
215
Fiqh zakat Yusuf Qordlowi, hal. 2/927
216
Kitab Al-Fiqh Ala Madzahibil Al-Arba'ah, 1/568
217
Al-Majmu’ Syarh Al-Muhadzdzab, 6/88.

58
Risalah Ramadhan
Boleh memberikan zakat kepada kerabatnya yang lain seperti saudara laki-laki maupun
saudara perempuan, paman, bibi, dan lain sebagainya. Sesuai dengan hadits Nabi saw:"
Sebagaiman hadits yang diriwayatkan oleh Thabrani dari Salman bin 'Amir:

ٌ ّ ‫صل‬
‫ة‬ ٌ َ‫صد َق‬
ِ َ‫ة و‬ ِ ‫حم ِ ا ِث ْن ََتا‬
َ ,‫ن‬ ْ ‫ذي ا لّر‬
ِ ِ‫ي ل‬ ٌ َ‫صد َق‬
َ ِ ‫ة وَه‬ َ ‫ن‬
َ ْ ‫مي‬
ِ ِ ‫سل‬ ُ ْ ‫ة ع ََلى ال‬
ْ ‫م‬ ُ ‫صدق‬
ّ ‫ال‬
"Shodaqoh atas muslim adalah shodaqoh dan jika ia diberikan kepada keluarga dekat, ia
mendapat dua perkara yaitu shodaqoh dan menyambung tali persaudaraan."218
Bahkan kerabat itu lebih berhak atas zakat. Imam malik berkata:

‫ل‬ ِ ّ ‫ك ال‬
ُ ‫ذي ل َ َتعو‬ َ َ ‫ك قََراب َت‬ َ ‫ت فِي ْهِ َز‬
َ ُ ‫كات‬ َ ْ‫ضع‬
َ َ‫ن و‬
ْ ‫م‬ ُ ‫َأفض‬
َ ‫ل‬
"Lebih utama jika kamu memberikan zakatmu kepada kerabatmu yang bukan
tanggunganmu.219
4. Tidak dari Bani Hasyim
5. Baligh, berakal, merdeka.220

F. Jenis Dan Ukuran Zakat Fithri


a. Jenis Zakat Fitri
Adapun jenis makanan yang boleh dipergunakan untuk membayar zakat fithri ialah
makanan pokok, seperti kurma,, gandum, beras, kismis, keju kering atau lainnya yang termasuk
makanan pokok manusia.
Ukuran zakat fithri yang telah ditentukan oleh Rasululloh saw adalah satu sho' atau
sebanding dengan empat mud. Dan yang dikeluarkan adalah jenis makanan yang digunakan di
negeri tersebut. Baik itu gandum, Kurma, beras, zabib, dan lain sebagainya. Malikiyah
menambahkan lebih baik lagi kalau jenis yang dikeluarkan berupa bahan makanan yang terbaik
dinegeri tersebut.221
Sebagaimana perkataan Abu Said ra:
َ َ
‫ن‬
ْ ‫م‬
ِ ‫عا‬
ً ‫صا‬ َ ‫ن‬
َ ْ‫شعِي ْرٍ أو‬ ْ ‫م‬
ِ ‫عا‬
ً ‫صا‬
َ ْ‫ن ط ََعام ٍ أو‬ ْ ‫م‬
ِ ‫عا‬ َ ِ‫فط ْر‬
ً ‫صا‬ ِ ْ ‫كاة َ ال‬
َ ‫ج َز‬ ْ ُ ‫ك ُّنا ن‬
ُ ِ‫خر‬
‫ب‬ َ َ
ٍ ْ ‫ن َزب ِي‬
ْ ‫م‬
ِ ‫عا‬ً ‫صا‬
َ ْ‫ط أو‬ٍ ‫ن أق‬ ْ ‫م‬ ِ ‫عا‬ً ‫صا‬َ ْ‫مرٍ أو‬ ْ َ‫ت‬
"Kami (para sahabat Rasululloh saw) mengeluarkan zakat fithri dari setiap orang
perorang baik anak kecil, orang dewasa, hamba sahaya atau merdeka, yaitu mengeluarkan satu
sho' dari makanan pokok atau satu sho' dari susu yang kering,atau satu sho' dari gandum, atau
satu sho' dari kurma atau satu sho' dari zabib." (Mutaffaq 'Alaih) 222

Ibnu Umar ra berkata:

‫مرٍ أ َْو‬
ْ َ‫ن ت‬ْ ‫م‬ ِ ‫عا‬ ً ‫صا‬َ ِ‫فط ْر‬ِ ْ ‫كاة َ ال‬ َ ّ ‫سل‬
َ ‫م َز‬ َ َ‫ه ع َل َي ْهِ و‬
ُ ّ ‫صّلى الل‬ َ ِ‫ل الل ّه‬ ُ ‫سو‬ ُ ‫ض َر‬ َ ‫فََر‬
ِ ِ‫صِغيرِ َوال ْك َِبير‬ ُ
‫ن‬
ْ ‫م‬ ّ ‫حّر َوالذ ّك َرِ َواْلن َْثى َوال‬ ُ ْ ‫شِعيرٍ ع ََلى ال ْعَب ْد ِ َوال‬ َ ‫ن‬ ْ ‫م‬ ِ ‫عا‬ ً ‫صا‬َ
َ َ
ِ ‫صَل‬
‫ة‬ ّ ‫س إ َِلى ال‬ ِ ‫ج الّنا‬ ِ ‫خُرو‬ُ ‫ل‬ َ ْ ‫دى قَب‬ ّ َ ‫ن ت ُؤ‬
ْ ‫مَر ب َِها أ‬
َ ‫ن وَأ‬ َ ‫مي‬ ِ ِ ‫سل‬ْ ‫م‬ُ ْ ‫ال‬
218
HR. Thabrani dinukil dari Al Fiqh Al Islamy Wa Adilatuu, hal. 2/886
219
Al Fiqh Al Islamy Wa Adilatuhu, hal. 2/2885-886
220
Al Fiqh Islamy Wa Adilatuhu, hal. 2/878
221
Lihat Al Fiqh Islamy Wa Adilatuhu, hal. 2/912
222
Muttafaq 'alaih, Lu'lu' wal Marjan, 1/237

59
Risalah Ramadhan
“Rasulullah saw telah mewajibkan zakat fithri bagi orang merdeka dan hamba sahaya,
laki-laki dan perempuan, anak-anak dan orang dewasa dari kaum muslimin. Beliau
memerintahkan agar (zakat fithri tersebut) ditunaikan sebelum orang banyak melakukan shalat
‘id.” ( Muttafaqun’alaih ).
Rasulullah saw telah mewajibkan zakat fithri di bulan Ramadhan satu sha’ kurma atau
gandum, dan gandum dan itu semua disyaratkan dengan zakat berupa makanan pokok penduduk
negeri, hal ini sebagaimana dikatakan Abu Sa’id Al Khudri ra : “Kami membayar zakat fithri
saat hari raya pada masa Rasulullah saw satu sha’ makanan, dan makanan pokok kami adalah
gandum, kismis, keju kering dan kurma.” ( HR.Al-Bukhari ).

b. Ukuran Satu Sho'


Dari keterangan dalil-dalil tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa banyaknya zakat fitri
adalah 1 sha’ untuk setiap orang baik berupa gandum atau selainnya (dari makanan yang
mengenyangkan), hal ini merupakan pendapat Madzhab Imam Malik, Syafi’i, Ahmad, dan
seluruh Jumhur Ulama’. Sedangkan pendapat Imam Abu Hanifah memperbolehkan dengan ½
sha’ gandum.
Satu sho sama dengan empat mud. Menurut Hanafiyah, satu mud sama dengan 1,032 liter
atau 815,39 gram. satu sho' sama dengan 4,128 liter atau 3261,5 gram.223 Adapun menurut Imam
syafi'i, Ahmad, Malik, satu mud sama dengan 0,687 liter atau 543 gram. satu sho' sama dengan
2,748 liter atau 2176 gram224
Kadar zakat fithri itu 1 sha’ kurma kering, tepung gandum, kismis, keju dan makanan
lainnya.
Diperbolehkan pula menunaikan zakat fithri dengan sesuatu yang menjadi kemampuan suatu
negeri, seperti:1 sha’ beras dan lain-lain. Adapun maksud sha’ di sini adalah sha’ menurut Nabi
saw yaitu 4 kali dua telapak tangan laki-laki dewasa yang betul-betul dianggap adil.
Hanyasanya yang paling utama untuk untuk dibayarkan sebagai zakat fitri adalah
makanan yang mengenyangkan, sebab makna yang dzahir (jelas) dari hadits Abu Sa’id Al-
Khudry ra, dia berkata:

َ
‫عا‬ َ ْ‫ن ط ََعام ٍ أو‬
ً ‫صا‬ ْ ‫م‬ ِ ‫عا‬ ً ‫صا‬َ ‫م‬ َ ّ ‫سل‬
َ َ‫ه ع َل َي ْهِ و‬ُ ّ ‫صّلى الل‬ َ ‫ي‬ ّ ِ ‫ن الن ّب‬ ِ ‫ما‬ َ ‫طيَها ِفي َز‬ ِ ْ‫ك ُّنا ن ُع‬
َ َ
‫ت‬ ْ ‫جاَء‬ َ َ‫ة و‬
ُ َ ‫مَعاوِي‬ ُ ‫جاَء‬ َ ‫ما‬ّ َ ‫ب فَل‬ ٍ ْ ‫ن َزب ِي‬ْ ‫م‬ِ ‫عا‬ ً ‫صا‬
َ ْ‫شِعيرٍ أو‬ َ ‫ن‬ ْ ‫م‬ ِ ‫عا‬ ً ‫صا‬ َ ْ‫مرٍ أو‬ ْ َ‫ن ت‬
ْ ‫م‬ ِ
ُ ‫ما أ ََنا فَل َ أ ََزا‬
‫ل‬ َ
ّ ‫ أ‬:‫د‬ ٍ ْ ‫سعِي‬
َ َ َ ‫ل مدين قا‬
َ ْ‫ل أب ُو‬ ِ ْ ّ ُ ُ ِ ‫ذا ي َعْد‬ َ َ‫ن ه‬ْ ‫م‬ِ ‫دا‬ ّ ‫م‬ ُ ‫ل أَرى‬
ُ َ ‫السمراُء َقا‬
َ ْ ّ
َ ّ ‫سل‬
‫م‬ َ َ‫صّلى الله ع َل َي ْهِ و‬ َ ِ‫ل الله‬ ِ ْ ‫سو‬ُ ‫ى ع َهْد ِ َر‬َ ‫عل‬ َ ‫ه‬ ُ ‫ج‬
َ ‫خَر‬ ْ َ‫ت أ‬ ُ ْ ‫ما ك ُن‬
َ َ‫ه ك‬ُ ‫ج‬ َ ‫خَر‬ْ ‫أ‬
”Dari Abu Sa’id al-Khudry ra ia berkata : Kami menunaikan zakat fithri pada zaman
Rasulullah saw dengan 1 sha’dari makanan, atau kurma kering, atau tepung gandum, atau susu
kering(keju), atau anggur kering(kismis), maka ketika Mu’awiyah ra datang dengan membawa
gandum(dari Syam). ia berkata,”saya berpendapat bahwa jika dengan ini (gandum dari Syam)
sebanyak 1 sha’ maka alangkah adil jika untuk yang selainnya adalah 2 sha”, maka Abu Sa’id
223
Kamus Kontemporer, hal. 1161
224
Fiqh Zakat Yusuf qordlowi, hal. 2/946

60
Risalah Ramadhan
ra berkata:”saya tidak akan menghapus cara pengeluarannya sebagaimana kami
mengeluarkan(menunaikan)nya di zaman Rasulullah saw”. (HR. Al-Bukhari)

G. Membayar Zakat Fithri Dengan Uang


Yang wajib dikeluarkan adalah makanan pokok. Adapun selain makanan pokok seperti
uang atau dikiaskan dengan yang lain ini tidak diperkenankan. kecuali kalau memang terpaksa
sekali. Karena yang demikian tidak pernah ditetapkan oleh Rasululloh saw. bahkan tidak pernah
dilakukan oleh para sahabat.225
Zakat fithri tidak boleh diganti dengan nilai nominalnya. Karena hal itu menyalahi apa
yang diperintahkan oleh Rasulullah shalallahu alaihi wasallam. Padahal Rasulullah saw bersabda
:
َ
ْ ‫س ع َل َي ْهِ أ‬
ّ ‫مُرَنا فَهُوَ َرد‬ َ ْ ‫مل ً ل َي‬ َ ‫م‬
َ َ‫ل ع‬ ِ َ‫ن ع‬
ْ ‫م‬
َ
”Barangsiapa melakukan amalan yang tidak kami perintahkan maka amalan itu tidak
diterima.” )HR. Muslim )
Disamping itu, zakat fithri dalam wujud nominal itu menyalahi praktek amalan para
sahabat. Karena mereka membayar zakat fithri dengan satu sha’ makanan, tidak dengan yang
lain. Di samping itu, pada zaman Nabi saw juga telah ada nilai tukar (uang). Seandainya
membayar zakat fithri dengan uang diperbolehkan, tentu beliau telah memerintahkan
mengeluarkan zakat dengan nilai makanan tersebut, tetapi hal itu tidak dilakukan oleh Nabi saw.
Adapun pendapat yang memperbolehkan zakat fithri ini dibayarkan dengan nilai tukar
(uang) hanyalah madzhab Hanafi, tetapi pendapat tersebut lemah karena dalil yang
dipergunakan tidak kuat. Menurut pendapat Asy Syafi’I disebutkan, “Tidak sah membayar zakat
fithri dengan nilai nominal (uang), dan para ulama tidak berbeda pendapat tentang persoalan
ini.” Adapun ukuran zakat fithri itu adalah satu sha’ –nya Nabi saw, atau beratnya kira-kira 2,4
kg.226
Dan diperbolehkan juga menunaikan zakat melebihi kadar yang telah ditentukan yaitu 1 sha’,
tanpa memberitahukan dahulu kepada orang yang menerimanya (faqir dan miskin).
Menurut kelompok Hanafiyah, boleh mengeluarkan zakat dalam bentuk uang, dirham,
dinar. karena Kewajiban yang dibebankan pada hakekatnya adalah menjadikan fakir dab miskin
mereasa tercukupi kebutuhan mereka pada hari itu. Sebagaiman sabda Rasulullah saw.
ُ
ِ ‫ل في هذا اليوم‬
ِ ‫سوا‬
ّ ‫ن ال‬ ْ ُ‫أغ ُْنوه‬
ِ َ‫م ع‬
"Jadikanlah mereka tercukupi kebutuhan mereka dari meminta-minta pada hari ini"

Caranya dapat tercapai dengan uang, bahkan lebih sempurna, dan mudah digunakan.
Sebagaimana pendapat Jumhur:

‫طى‬ َ ْ ‫ن أ َع‬ َ َ‫ ف‬.‫ف‬


ْ ‫م‬ ِ ‫صَنا‬ َ
ْ ‫ن هَذ ِهِ ال‬ْ َ ‫مة ِ ع‬ ِ ْ ‫ج ال‬
َ ْ ‫قي‬ ُ َ ‫خرا‬ ْ ِ ‫مهُوْرِ إ‬ ُ ْ ‫عن ْد َ ال‬
ْ ‫ج‬ ِ ‫جَزئ‬ ْ ُ ‫وَل َ ي‬
َ ّ ‫سل‬
‫م‬ َ َ‫ه ع َل َي ْهِ و‬
ُ ‫صَلى الل‬َ ِ‫ل الله‬ ُ ‫سو‬ ُ ‫ض َر‬ َ ‫ فََر‬:‫مُر‬ َ ُ‫ن ع‬ ِ ْ ‫ل اب‬ ِ ْ ‫قو‬
َ ِ ‫ ل‬,‫ه‬ُ ْ ‫م ُتجزِئ‬ ْ َ‫ة ل‬
َ ‫م‬َ ْ ‫قي‬ِ ‫ال‬
225
Minhajul Muslim, hal. 298
226
Kitab Kifayatul Akhyar, hal. 158

61
Risalah Ramadhan

ْ ‫قد‬ َ ِ ‫ذال‬
َ َ‫ك ف‬ َ ‫ن‬ َ َ ‫ذا ع َد‬
ْ َ‫ل ع‬ َ ِ ‫ فإ‬.‫ر‬ َ ‫ن‬
ٍ ْ ‫شعِي‬ ْ ‫م‬
ِ ‫عا‬
ً ‫صا‬
َ َ‫مرٍ و‬
ْ َ‫ن ت‬
ْ ‫م‬
ِ ‫عا‬ َ ِ‫فط ْر‬
ً ‫صا‬ ِ ْ ‫ة ال‬َ َ‫صد َق‬
َ
‫ض‬
ِ ‫فُرو‬ ْ ‫م‬ َ ‫ك ال‬ َ ‫ت ََر‬
"Tidak diperkenankan mengeluarkan uang sebagai ganti dari jenis-jenis makanan pokok.
Barang siapa yang membayar zakat dengan uang maka tidak mendapatkan pahala. Sebagaimana
perkataan Ibnu Umar ra:" Jika menyelisihi dari jenis yang telah ditentukan (makanan pokok),
maka ia telah meninggalkan kewajiban. 227
Dalam Al Majmu' fi Syarhil Muhadzdzab Imam An Nawawi berkata:

‫ه‬
ُ ‫ق‬ َ ّ ‫ى وَقَد ْ ع َل‬ َ ‫ن الحقّ للهِ ت ََعال‬ ّ ِ ‫كاةِ ل‬َ ‫ن الّز‬
َ ‫م‬
ِ ‫ئ‬ ْ ٍ ‫شي‬ َ ‫ي‬ ْ ِ ‫مة ِ ف‬
َ ْ ‫قي‬ِ ْ ‫خذ ُ ا ل‬ْ َ ‫جوْ ُُز أ‬
ُ َ ‫وَل َي‬
‫قَها ع ََلى‬ َ ّ ‫ما ع َل‬َ َ ‫حي ّةِ ل‬ ْ ُ ‫كال‬
ِ ‫ض‬ َ ِ‫غيرِه‬َ ‫ى‬ َ َ ‫ل‬
َ ‫ذال ِك ِإل‬ ُ ‫ق‬ْ َ ‫جوُْز ن‬ُ َ ‫ص ع َل َي ْهِ فَل َ ي‬ ّ َ ‫ما ن‬ َ ‫ع ََلى‬
َ ِ‫ى غ َي ِر‬
‫ها‬ َ ُ ْ َ ‫جْز ن‬ ْ َ ‫الن َْعام ِ ل‬
َ ‫قلها ِإل‬ ُ َ‫م ي‬
"Tidak diperbolehkan mengambil zakat dari bentuk nominal, Karena ini adalah haq Alloh
swt yang telah ditentukan dalam nash. Maka tidak diperkenankan mengganti dengan yang lain,
sebagaimana hewan sembelihan dalam Udhhiyyah yang telah ditetapkan harus dari binatang
ternak, tidak boleh diganti dengan selain dari binatang tersebut.228

H. Waktu Membayar Zakat Fithri


Waktu membayar zakat fithri dimulai ketika matahari terbenam di hari akhir pada bulan
ramadhan atau malam hari Raya samapai sebelum dikerjakannya shalat Ied. Maka barangsiapa
memiliki kewajiban untuk membayarnya pada waktu itu, ia wajib melaksanakannya.
Imam Hanafi berpendapat tentang diperbolehkannya mendahulukan pelaksanaan zakat
fithri 1 atau 2 hari sebelum shalat ‘Iedul Fitri.
Imam Syafi’i berpendapat tentang diperbolehkannya pelaksanaan zakat fithri itu sejak di
hari pertama bulam ramadhan.
Imam Maliki berpendapat bahwa secara mutlaq hukum mendahulukan pengeluarannya
tidak boleh sama sekali sebagaimana shalat sebelum tiba waktunya.
Imam Hambali berpendapat sebagaimana pendapat Imam Hanafi, berdasarkan hadits:

َ
‫ن‬ َ ْ‫فط ْرِ ب ِي َوْم ٍ أوْ ب ِي َو‬
ِ ْ ‫مي‬ ِ ْ ‫ل ال‬ َ ْ‫وا ي ُعْط ُو‬
َ ْ ‫ن قَب‬ َ
ْ ُ ‫كان‬
"Bahwa (para Shahabat Radliyallahuanhum)menunaikannya(zakat fithri) sehari atau dua
hari sebelum dilaksanakannya shalat ‘Iedul Fitri." (HR. Al-Bukhari).229
Untuk lebih rincinya serta untuk lebih mudahnya waktu pembayaran zakat fitri ini dapat
dibagi dalam beberapa bagian, yaitu :
1. Waktu yang dibolehkan
Yaitu mengeluarkanya satu hari atau dua hari sebelum sholat 'ied (sebagaimana yang
dilakukan oleh sahabat Ibnu Umar ra. Menurut Imam As Syafi'i, diperbolehkan untuk

227
Fiqh Islam, hal, 2/911, dan lihat Al Mughny, hal. 3/65
228
Al Majmu’ Syarh Muhadzdzab, hal. 5/383
229
Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid juz 2

62
Risalah Ramadhan
mengeluarkan zakat fithri diawal bulan romadlon. Sedangkan Hanabilah berpendapat :
diperbolehkan mengeluarkan zakat fithri dua hari sebelum hari raya. Seperti yang diriwayatkan
oleh imam Al-Bukhari:

َ ْ‫كاُنوا ي ُعْط ُو‬


َ ْ ‫ن قَب‬
‫ل‬ ْ ُ ‫ن َيقب َل‬
َ ‫ و‬.‫ونَها‬ َ ْ ‫طيَها ال ّذ ِي‬
ِ ‫ما ُيع‬
َ ُ‫ه ع َن ْه‬
ُ ‫ي الل‬
َ ‫ض‬ ِ ‫مُر َر‬ َ ُ‫ن ع‬ ُ ْ ‫ن اب‬
َ ‫كا‬ َ
‫ن‬ َ ْ‫فط ْرِ ب ِي َوْم ٍ أو ي َو‬
ِ ْ ‫مي‬ ِ ْ ‫ال‬
"Bahwasanya Ibnu Umar ra. mengasihkanya kepada orang yang menerimanya. Dan
mereka mendapatkannya sehari atau dua hari sebelum hari raya fitri."230
Dengan demikian, bila seseorang meninggal sebelum tenggelamnya matahari sekalipun
beberapa menit, maka tidak wajib baginya membayar zakat fithri. Tetapi jika meninggal setelah
tenggelamnya matahari, maka wajiblah dikeluarkan zakat fithrinya. Dan jika seseorang lahir
setelah tenggelam matahari, sekalipun beberapa menit, maka dia tidak wajib dibayarkan zakat
fithrinya, dan jika sebelumnya maka wajib dibayarkan zakat fithrinya. Dan jika seseorang masuk
Islam sebelum tenggelamnya matahari, maka ia wajib mengeluarkan zakat fithri, tetapi jika
sesudahnya maka tidak wajib atasnya. Jadi pada waktu-waktu tersebut adalah waktu
disyariatkannya untuk membayar zakat fithri. Sementara itu ada pula ulama yang
memperbolehkan zakat fitri dibayarkan sehari atau dua hari sebelum ‘ied. Di dalam Kitab Shahih
Al-Bukhari, dari Nafi’, ia berkata:

‫ي‬
ّ ِ ‫ن ب َن‬
ْ َ ‫طى ع‬ ِ ْ‫ن ي ُع‬ َ ‫ن‬
َ ‫كا‬ ْ ِ ‫حّتى إ‬ َ ِ‫صغِي ْرِ َوال ْك َب ِي ْر‬ّ ‫ن ال‬ ِ َ ‫طي ع‬ ِ ْ‫مَر ي ُع‬ َ ُ‫ن ع‬ ُ ْ ‫ن ا ِب‬َ ‫كا‬َ
َ
.‫ن‬
ِ ْ ‫مي‬َ ْ‫فط ْرِ ب ِي َوْم ٍ أوْ ي َو‬ ِ ْ ‫ل ال‬ َ ْ‫وا ي ُعْط ُو‬
َ ْ ‫ن قَب‬ َ َ‫قب َل ُوْن ََها و‬
ْ ُ ‫كان‬ َ ْ ‫ن ي ُعْط ِي َْها ال ّذ ِي‬
ْ َ‫ن ي‬ َ ‫كا‬َ َ‫و‬
“Adalah Ibnu ‘Umar membayarkan zakat fithri untuk anak-anak dan orang dewasa, dan
jika dia membayarkan zakat fithri anakku, dia berikan kepada yang berhak menerimanya. Dan
mereka membayar zakat fithri itu sehari atau dua hari sebelum ‘id.”231
Dari keterangan diatas menjelaskan diperbolehkannya menunaikan zakat fitri 2 hari
sebelum shalat ‘Iedul Fitri dan tidak diperbolehkan dari batasan yang telah ditentukan itu, hal ini
sesuai dengan perkataan Ibnu Umar Radliyallahuanhuma.
Adapun waktu yang disunnahkan dan diutamakan untuk menunaikannya yaitu pada waktu
shubuh sebelum dilaksanakannya shalat ‘Iedul Fitri Hal ini berdasarkan hadits Ibnu ‘Umar ra:

)‫صل َةِ (رواه البخارى و مسلم‬ َ ْ ‫ن ت ُؤ َد ِيَ قَب‬ َ َ


ّ ‫ى ال‬
َ ‫س ِإل‬
ِ ‫ج الّنا‬
ِ ْ‫خُرو‬
ُ ‫ل‬ ْ ‫مَر ب َِها أ‬
َ ‫وَ أ‬
"…dan beliau juga memerintahkan untuk menunaikannya sebelum orang-orang pergi
mengerjakan shalat(‘Iedul Fitri)”.232
Dalam lafadz lain disebutkan :

230
Taisir 'Alam Syarh Umdatul Ahkam, 1/567, Fathul bari, hal. 3/479
231
Fathul Baari bisyarh Shahiihil Al-Bukhari
232
Shahiih Muslim bisyarhin Nawawi

63
Risalah Ramadhan
َ َ ّ ‫إن النبي صّلى الله ع َل َيه وسل‬
‫ج‬
ِ ْ‫خُرو‬ َ ‫دى قَْبن‬
ُ ‫ل‬ ْ ‫فط ْرِ أ‬
ّ َ ‫ن ت ُؤ‬ ِ ْ ‫كاةِ ال‬
َ ‫مَر ب َِز‬
َ ‫مأ‬َ َ َ ِ ْ َ ّ ِّ ّ ِ
‫لة‬ ّ ‫س إ َِلى ال‬
َ ‫ص‬ ِ ‫الّنا‬
"Bahwasannya Nabi saw memerintahkan membayar zakat fithri sebelum orang-orang
pergi untuk shalat ‘id.” (HR. Muslim dan lainnya).
Demikian yang ditetapkan para ulama khususnya madzhab Imam yang empat. Jika
mengerjakannya setelah dilaksanakannya shalat ‘Iedul Fitri maka hukumnya menurut Imam
Ahmad dan seluruh Jumhur Fuqaha’ adalah haram.233

2. Waktu yang afdol dan utama


Waktu yang afdhol dan utama yaitu menunaikan zakat fitri di pagi hari sebelum
dimulainya sholat 'ied. Sebagaiman hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Umar, beliau berkata:

‫ج‬
ِ ‫خرو‬ َ ‫دى َقب‬
ُ ‫ل‬ ّ ‫ن ُتؤ‬
ْ ‫ه عليهِ وسلم ِبزكاةِ الفطرِ أ‬ ُ ‫َأمَر رسو‬
ُ ‫ل اللهِ صلى الل‬
ِ‫صلة‬
ّ ‫س الى ال‬
ِ ‫الّنا‬
Dari Ibnu Umar ra. Berkata, "Rasulullah saw. memerintahkan untuk mengeluarkan zakat
fithri sebelum keluarnya orang banyak untuk sholat ied."234 Begitu juga sebagaimana perrkataan
Ibnu Abbas ra yang termaktub diatas.
3. Waktu mengqodlo'
Yaitu mengeluarkan zakat setelah sholat 'ied, Hukum zakat syah dan mendapat pahala
tetapi makruh.
Kalau seseorang mengakhirkan waktu pelaksanaan zakat fithri sedangkan ia sadar atas
perbuatannya itu maka ia berdosa dan harus bertaubat kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala serta
mengqadha’(tetap mengganti/menunaikan)nya, karena ia merupakan amalan yang tidak bisa
terbebas ( dari kewajibannya ) walaupun waktu untuk melaksanakannya telah habis, namun jika
perbuatannya itu dikarenakan lupa maka ia tidak berdosa dan tetap harus mengqadha’nya.
Sabda Rasulullah saw:

َ ِ‫صل َةِ فَه‬


‫ي‬ َ ْ‫داها َ ب َع‬
ّ ‫دال‬ ّ ‫نأ‬
ْ ‫م‬
َ َ‫ة و‬
ٌ ‫ول‬
ْ ُ ‫قب‬
ْ ‫م‬ َ ‫صلةِ فهي َز‬
َ ٌ ‫كاة‬ ّ ‫ل ال‬َ ْ ‫ها قَب‬
َ ‫دا‬ّ ‫نا‬ْ ‫م‬َ َ‫ف‬...
ِ ‫صد ََقا‬
‫ت‬ ّ ‫ن ال‬ َ ‫م‬ِ ‫ة‬ٌ َ‫صد َق‬
َ
"Barangsiapa yang membayarnya sebelum shalat id, maka ia termasuk zakat
fithri yang diterima sedangkan jika dibayarkan setelah shalat id maka ia termasauk dari sedekah
biasa." (HR. Ibnu Majah dan Abu Dawud)
Secara dlohir hadits ini menyatakan bahwa orang yang mengeluarklan zakatnya setelah
hari raya maka ia sama dengan tidak mengeluarkan zakat. Jumhur berpendapat: "Mengeluarkan
zakat sebelum sholat 'ied adalah perbuatan mustahab. Mereka juga menyatakan bahwa zakat yang
dikeluarkan setelah sholat 'ied itu sah dan berpahala sampai akhir hari raya karena tujuan yang
dicapai dari dikeluarkannya zakat adalah menjadikan orang fakir dan miskin merasa tercukupi
233
Fathul Baari bisyarh Shahiihil Bukhari bab zakat, Imam Ibnu Hajar al-Asqalani
234
Zadul Ma'ad Ibnu Qoyyim hal, 2/20

64
Risalah Ramadhan
dari berkeliling dan meminta-minta pada hari itu. sebagaiman Sabda Rasululloh saw yang
termaktub di atas.
Adapun mengakhirkan-akhirkan sampai akhirnya hari raya, Ibnu Ruslan berkata: "Haram
hukumnya menurut kesepakatan para ulama mengakhirkan waktu pembayaran zakat fitri"
Dikarenakan kewajiban zakat sama dengan kewajiban sholat. Barang siapa yang mengakhirkan
dari waktu yang ditentukan maka berdosalah ia. Al Mansur billah menerangkan bahwa waktu
mengeluarkan zakat fithri adalah sampai hari ketiga dari bulan Syawal. 235
Sedangkan Hanabilah berpendapat akhir dari pembayaran zakat fithri adalah terbenamnya
matahari di hari 'ied itu.236
Dan yang perlu dititiktekankan lagi adalah bahwa tidak diperbolehkan bagi seseorang
muslim mengakhirkan pembayaran zakat fithri itu setelah shalat ‘id. Jika diakhirkan setelah
shalat ‘id dengan tanpa udzur syar’i, maka zakat yang ia keluarkan tidak terhitung sebagai zakat
fithri, akan tetapi dinilai sebagi sedekah biasa. Hal ini berdasarkan hadits Ibnu ‘Abbas ra
Rasulullah saw bersabda:

ٌ َ‫صد َق‬
‫ة‬ َ ِ‫صل َةِ فَه‬
َ ‫ي‬ َ ْ‫داها َ ب َع‬
ّ ‫دال‬ ّ ‫نأ‬
ْ ‫م‬
َ َ‫ة و‬
ٌ ‫ول‬
ْ ُ ‫قب‬
ْ ‫م‬ َ ‫صلةِ فهي َز‬
َ ٌ ‫كاة‬ َ ْ ‫ها قَب‬
ّ ‫ل ال‬ َ ‫دا‬
ّ ‫ا‬ ‫ن‬
ْ ‫م‬
َ
‫ت‬ِ ‫صد ََقا‬ّ ‫ال‬ ‫ن‬
َ ‫م‬
ِ
"Barangsiapa yang menunaikannya sebelum dilaksanakannya shalat(‘Ied Fitri) maka itu
merupakan zakat yang diterima(Allah Subhanahu wa Ta'ala) dan barangsiapa yang
menunaikannya setelah shalat maka itu adalah shadaqah sama dengan yang lian.”

I. Jika Ada Udzur Syar’i Untuk Membayar Pada Waktunya


Orang yang mengakhirkan pembayaran zakat fithrinya disebabkan adanya udzur syar’i
maka zakatnya adalah sah. Seperti seseorang yang baru mendengar kabar tentang hari Raya
secara tiba-tiba, sehingga dia tidak sempat membayar zakat fithri itu sebelum shalat ‘id, atau
seseorang yang berharap kepada orang lain yang membayarkannya, kemudian orang tersebut
lupa, maka tidak apa-apa kalau dia membayarnya setelah ‘id. Karena hal itu termasuk udzur
syar’i.237

J. Inti Dari Kewajiban Zakat Fithri


Yang wajib adalah, zakat fithri itu harus sampai ke tangan orang-orang yang berhak
menerimanya pada waktunya yaitu sebelum shalat ‘id. Bila seseorang berniat membayar zakat
untuk seseorang, tetapi dia tidak bertemu orang yang dimaksud atau yang mewakilinya maka ia
harus menyerahkannya kepada orang lain yang berhak menerimanya, dan tidak boleh
mengakhirkannya dari waktu yang semestinya.

K. Tempat Membayar Zakat Fithri

235
Nailul Autar hal, 4/256
236
Al fiqh Al Islami Wa Adilatuu hal> 2/908.
237
Kifayatul Akhyar.

65
Risalah Ramadhan
Hendaknya zakat fithri itu diserahkan kepada fakir miskin di sekitar tempat ia berada
pada waktu dia mendapati hari raya itu, baik itu tempat tinggalnya atau tempat lain di wilayah
kaum muslimin.
Jika seseorang tinggal di suatu wilayah yang tidak ada orang yang berhak menerimanya,
maka dia boleh mewakilkan pembayaran zakat fithri tersebut kepada orang lain untuk ia
laksanakan di tempat yang di sana terdapat orang-orang yang berhak menerimanya.238

L.Yang Berhak Menerima Zakat Fithri


Orang-orang yang berhak menerima zakat fithri ialah delapan golongan sebagaimana
yang berhak menerima zakat mal (harta benda), karena zakat ini masuk dalam keumuman ayat
yang disebutkan dalam dalam al-Qur’an surat At-Taubah ayat 60 sebagai Mustahiq Zakat
(penerima zakat) yaitu:

‫فةِ قُُلوب ُُهم َوفي‬َ ّ ‫مؤ َل‬ُ ‫مل َِين ع َل َي َْها َوال‬
ِ ‫ساك ِْين والَعا‬َ ‫م‬َ ْ ‫قَراِء َوال‬ ُ ْ ‫ت ل ِل‬
َ ‫ف‬ ُ ‫صد ََقا‬ّ ‫ما ال‬َ ّ ‫إ ِن‬
‫ه‬
ُ ‫ن اللهِ َوالل‬َ ‫م‬ ِ ‫ة‬ ً ‫ض‬َ ْ ‫ل فَرِي‬ ِ ‫سِبي‬
ّ ‫ن ال‬ ِ ‫ل اللهِ َواب‬ِ ‫سِبي‬َ ‫مَين وَِفي‬ ِ ِ‫ب َوالَغار‬ ِ ‫الّرَقا‬
‫م‬
ٌ ْ ‫حك ِي‬
َ ‫م‬
ٌ ْ ‫ع َل ِي‬
"Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin,
pengurus-pengurus zakat, para Mu'allaf yang dibujuk hatinya,untuk (memerdekaan) budak,
orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan,
sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah; Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Biajaksana." (QS. At-Taubah [9]: 60)
Hanyasanya yang lebih berhak menerimanya adalah orang fakir dan miskin demikian
yang telah dilakukan oleh Rasululloh saw dan para sahabatnya.239 Rasululloh saw bersabda:

‫مِهم‬
ِ ‫دا‬ ِ ّ ‫قَراءِ إ ِل‬
َ ‫عند َ انع‬ َ ‫ف‬ُ ‫ذا ال ْي َوْم ِ فَل َ ت ُد ْفَعُ ل ِغَي ْرِ ال‬
َ َ‫ي ه‬ْ ِ‫ل ف‬ َ ‫س‬
ِ ‫ؤا‬ ُ ‫ن ال‬ِ َ ‫هم ع‬ُ ‫أغُنو‬
ِ ‫سَهام‬ّ ‫ن ذ َِوي ال‬ ْ ‫م‬ِ ‫م‬ ْ ِ ‫جةِ غ َي ْرِه‬َ ‫حا‬َ ِ ‫داد‬ ْ ‫هم أوْ ا‬
َ ِ ‫شت‬ ِ ِ‫فةِ َفقر‬
ّ ‫خ‬ِ ْ‫أو‬
"Jadikan mereka merasa cukup untuk hari ini sehingga mereka tidak meminta-minta
kepada orang lain. Jangan dikeluarkan kepada selain mereka kecuali kalau tidak ada orang
miskin sama sekali, atau ringannya kefakiran mereka atau beratnya kebutuhan selain fakir
miskin itu dari golongan yang mendapatkan bagian zakat."240
Dan hendaknya tidak ada basa-basi dalam masalah zakat fithri. Yakni yang semestinya
didahulukan untuk menerimanya haruslah orang yang diketahui paling membutuhkan, sehingga
tidak mendahulukan ta’mir masjid, ustadz/guru ngaji, sesepuh/pengurus kampung, apalagi
dimasukkan ke dalam kas masjid atau sejenisnya.

238
Kifayatul Akhyar.

239
Minhajul Muslim, hal. 298
240
Minhajul muslim, hal, 298

66
Risalah Ramadhan
Zakat fithri itu bisa dibayarkan kepada beberapa orang fakir miskin atau kepada satu
orang saja, karena Nabi saw hanya menentukan jumlah yang dibayarkan saja dan tidak
menentukan jumlah yang boleh diterima seseorang.
Diperbolehkan bagi penerima, jika mendapat zakat fithri dari seseorang untuk
membayarkannya sebagai zakat bagi dirinya atau untuk salah satu anggota keluarganya apabila ia
sendiri telah menakarnya kembali atau diberitahu oleh orang yang membayar zakat fithri itu
bahwa takarannya sudah sempurna dan dia yakin dengan pemberitahuan itu.241
Jumhur ulama mensyaratkan wajibnya mengeluarkan zakat atas orang fakir Jika ia
memiliki makanan yang lebih untuk dipergunakan olehnya dan orang-orang yang menjadi
tanggunganya selama hari raya. Mempunyai kelonggaran dalam tempat tinggal, harta, dan
keperluan sehari-harinya. Jika ada orang yang memiliki sebuah rumah yang hanya digunakan
untuk bertempat tinggal, atau untuk disewakan dalam rangka mencari nafkah, atau memiliki
hewan tunggangan yang digunakan untuk mengangkut atau dimanfaatkan dalam rangka
memenuhi kebutuhan pokoknya, atau memiliki barang dagangan tetapi jika dikeluarkan hartanya
untuk membayar zakat tidak bisa memenuhi kebutuhanya sehari-hari atau akan habis
untungnya, maka ia tidak berkewajiban untuk membayar zakat fitri. Atau jika ia memiliki
beberapa kitab untuk dibaca, maka ia tidak usah menjualnya kemudian digunakan untuk
membayar zakat fithri. Orang perempuan yang memiliki perhiasan untuk dipakai, ia tidak usah
menjualnya dalam rangka untuk membayar zakat. Tetapi jika ia ada kelebihan dari kebutuhan
pokok, ia boleh menjualnya untuk menbayar zakat fithri, dan kalau ini dilakukan pada
hakikatnya tidak ada kerugian yang mendasar terhadap kehidupanya.242
Zakat ini juga diberikan oleh orang yang faqir dari kaum muslimin di negeri yang
mengeluarkan zakat tersebut, dan juga diperbolehkan dipindahkan ke negeri yang lain yang lebih
membutuhkan namun tidak boleh digunakan untuk membangun masjid atau jalan umum.

M. Hikmah Zakat Fithri


Di antara hikmah zakat fithri ialah:
a. Bagi pribadi dan individu muslim
1. Menyucikan jiwa orang yang shoim dari perbuatan laghwun
dan kotor. Bagi orang yang melaksanakan shiyam, zakat berfungsi sebagai pembersih dari
laghwun dan rofats .Hal ini disebabkan karena as sho’im tidak terlepas dari melakukan kedua
hal tersebut. Padahal shoum yang sempurna adalah bukan hanya mencegah syahwat perut dan
kemaluan, namun lisan, pendengaran, penglihatan, tangan dan kakinya juga ikut melakukan
siyam yaitu dengan menjauhi apa yang dilarang Allah swt dan Rasul Nya baik itu berupa
perkatan atau perbuatan. Dengan demikian sangat sedikit yang selamat dari hal tersebut
sehingga datanglah syari’at zakat di akhir ramadlan sebagai pembersih dari kotoran yang
menempel ketika melaksanakan shiyam atau sebagai penutup dari kekurangan sebagaimana

241
Kifayatul Akhyar.
242
Fiqh Zakat, hal. 2/926

67
Risalah Ramadhan
mandi yang dapat membersihkan badan dari kotoran yang melekat padanya. sesunggunya
kebaikan itu menghapuskan kejelekan.243
2. Menanam sikap rela berkorban dan suka membantu orang
lain.
3. Menghilangkan sifat bakhil dan loba pemilik kekayaan
4. Menghindarkan pemupukan harta perorangan yang
dikumpulkan atas penderitaan orang lain.
5. Sebagai penyempurna pelaksanaan ibadah siyam, karena
terkadang ada saja kekurangan dalam pelaksanaan ibadah siyam itu, atau melakukan
perbuatan yang sia-sia dan dosa.
6. Sebagai ungkapan rasa syukur terhadap nikmat Allah swt
berupa kemampuan melaksanakan ibadah siyam secara sempurna, shalat tarawih, juga amal-
amal shalih lain di bulan Ramadhan.

Ibnu 'Abbas radhiyallaahu 'anhuma berkata:

‫ن‬
َ ‫م‬ ّ ‫فط ْرِ ط ُهَْرة ً ِلل‬
ِ ِ ‫صائ ِم‬ ِ ْ ‫كاة َ ال‬َ ‫ َز‬:‫م‬ َ ّ ‫سل‬ َ َ‫ه ع َل َي ْهِ و‬ُ ‫صّلى الل‬ َ ِ‫ل الله‬ ُ ْ ‫سو‬
ُ ‫ض َر‬ َ ‫فََر‬
ٌ َ ‫قب ُوْل‬
‫ة‬ ْ ‫م‬
َ ٌ ‫كاة‬َ ‫ي َز‬
َ ِ‫صل َةِ فَه‬ّ ‫ل ال‬ َ ْ ‫ها قَب‬ َ ‫دا‬
ّ ‫نأ‬ ْ ‫م‬ َ َ‫ن ف‬ ِ ْ ‫ساك ِي‬َ ‫م‬َ ْ ‫ة ل ِل‬
ً ‫م‬َ ْ‫ث وَط ُع‬ِ َ‫الل ّغْوِ َوالّرف‬
َ ‫وم‬
‫ت‬ِ ‫صد ََقا‬ ّ ‫ن ال‬ َ ‫م‬ ِ ‫ة‬ٌ َ‫صد َق‬ َ ‫ي‬ َ ِ‫صل َةِ فَه‬ ّ ‫ها ب َعْد َ ال‬
َ ‫دا‬
ّ ‫نأ‬ْ َ َ
"Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam telah mewajibkan zakat fithri sebagai
penyucian jiwa orang yang siyam dari penyakit laghwun, rofats, dan untuk memenuhi kebutuhan
orang-orang fakir serta miskin." (Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Ibnu Majah serta
dishahihkan oleh al Hakim)
Adapun lengkapnya adalah : Barang siapa yang mengeluarkan sebelum sholat ied maka
itu diterima dan barang siapa yang mengeluarkan setelah sholat ied maka itu adalah sedekah.244
Dalam lafadz lain Yang hampir sama juga dari Ibnu ‘Abbas ra, dia berkata:

‫ن‬
َ ‫م‬ ّ ‫فط ْرِ ط ُهَْرة ً ِلل‬
ِ ِ ‫صائ ِم‬ ِ ْ ‫كاة َ ال‬َ ‫م َز‬ َ ّ ‫سل‬َ َ‫صّلى الله ع َل َي ْهِ و‬ َ ِ‫ل الله‬ ُ ْ ‫سو‬
ُ ‫ض َر‬ َ ‫فََر‬
َ ‫ فَم‬,‫ة ل ِل ْمساكين‬
َ ‫ي َز‬
ٌ‫كاة‬ َ ِ‫صل َةِ فَه‬ ّ ‫ل ال‬ َ ْ ‫ها قَب‬ َ ‫دا‬َ ‫نأ‬ ْ َ ِ ِْ َ َ ً ‫م‬َ ْ‫ث وَط ُع‬ ِ َ‫الل ّْغنوِ َوالّرف‬
َ ‫ة وم‬
.‫ت‬ ِ ‫صد ََقا‬
ّ ‫ن ال‬ َ ‫م‬ ِ ‫ة‬ ٌ َ‫صد َق‬َ ‫ي‬ َ ِ‫صل َةِ فَه‬ ّ ‫ها ب َعْد َ ال‬
َ ‫دا‬
َ ‫نأ‬ ْ َ َ ٌ َ ‫قب ُوْل‬
ْ ‫م‬
َ
"Rasulullah shalallahu alaihi wasallam telah mewajibkan zakat fithri itu sebagai penyuci
bagi orang yang siyam dari perbuatan sia-sia dan ucapan yang kotor dan sebagai pemberi
makan untuk orang yang miskin. Barangsiapa mengeluarkannya setelah shalat (‘ied) maka ia
adalah shadaqah biasa.” (HR. Abu Daud, Ibnu Majah, Ad-Daruquthni, Al Hakim, dan
dishahihkannya ).

b. Bagi Masyarakat Muslim

243
Ibid, 2/922
244
Zad al Ma'ad, 2/21, Sunan Abi Dawud, 2/111, Sunan Ibnu Majah, 1/585

68
Risalah Ramadhan
1. Zakat fithri bagi masyarakat muslim berfungsi sebagai penebar rasa kasih sayang dan
luapan rasa gembira disetiap pejuru masyarakat khususnya bagi fuqoro’ wal masaakin. Hal ini
disebabkan hari raya adalah hari yang penuh dengan kegembiran, maka luapan perasaan ini
sudah seyogyanya bisa dirasakan juga oleh kaum muslimin seluruhnya. Namun fuqoro’ wal
masaakin tidak dapat merasakan perasaan ini ketika melihat orang kaya menikmati hidangan
yang lezat lagi nikmat sedang dia tidak mendapatinya pada hari itu. Di sinilah Islam dengan
syari’at yang sangat peduli terhadap mashlahah kehidupan mensyari’akan adanya zakat guna
memenuhi hajah dan mengingatkan akan pahit dan betapa sulitnya kehidupan mereka.
Sehingga akan muncul perasaan mahabbah waa rahmah dan juga kesan yang mendalam
bahwa masyarakat tidaklah menterlantarkan ataupun melupakan mereka pada hari dimana
kaum muslimin sedang merayakan hari yang penuh kesenangan.
2. Membina dan mempererat tali persudaraan sesama umat islam
3. Berbuat baik terhadap orang-orang fakir serta mencegah mereka agar jangan sampai
meminta-minta pada hari Raya, sehingga mereka bisa ikut merasakan kegembiraan
sebagaimana orang-orang kaya. Dengan demikian maka hari Raya itu betul-betul menjadi
milik semua orang.
4. Memenuhi kebutuhan fakir miskin agar tidak meminta-minta pada hari raya, sebagaimana
sabda Rasululloh saw bersabda:

َ َ‫ي ه‬
(‫ذا الَيوم ِ )البيهقي‬ ْ ِ‫ل ف‬ َ ‫س‬
ِ ‫ؤا‬ ّ ‫ن ال‬
ِ َ‫م ع‬
ْ ُ‫أغنوه‬
" Jadikanlah mereka mereasa tercukupi dan agar mereka tidak meminta-minta pada hari
ini"245
5. Mencegah jurang pemisah antara si miskin dan si kaya yang dapat menimbulkan
masalah dan kejahatan sosial. 246

245
HR. Al- Baihaqi dengan sanad yang dloif .
246
Ensiklopedi wanita , Haya binti Mubarok Al Barik, hal. 66

69
Risalah Ramadhan

BAB IX
S H O L A T 'I D A I N

A. Pengertian Dan Pensyariatannya

Kata ُ ‫ العِي ْد‬berasal dari kata ُ ‫ العَوْد‬yang berarti ُ ‫عاوَد َة‬ ُ ْ ‫َوال‬
َ ‫م‬ ُ ‫جوْع‬
ُ ‫الّر‬ (kembali dan

berulang-ulang), dinamakan demikian karena selalu berulang ‫ي َت َك َّرَر‬ (setiap tahun).

Shalat ‘Iedain adalah shalat hari raya ‘Iedul Fithri dan ‘Iedul Adlha, sebagaimana
disebutkan dalam hadits Anas bin Malik ra, dia berkata:

‫ما‬
َ ِ‫ن ِفيه‬َ ‫ن ي َل ْعَُبو‬ِ ‫ما‬َ ْ‫م ي َو‬ ْ ُ‫ة وَل َه‬ َ َ ‫دين‬
ِ ‫م‬ َ ْ ‫م ال‬ َ ّ ‫سل‬
َ َ‫ه ع َل َي ْهِ و‬ ُ ّ ‫صّلى الل‬ َ ِ‫ل الل ّه‬ ُ ‫سو‬ُ ‫م َر‬ َ ِ ‫قَد‬
ُ ‫سو‬
‫ل‬ ُ ‫ل َر‬ َ ‫قا‬ َ َ‫جاه ِل ِي ّةِ ف‬َ ْ ‫ما ِفي ال‬ َ ِ‫ب ِفيه‬ ُ َ‫ن َقاُلوا ك ُّنا ن َل ْع‬ َ ْ‫ن ال ْي َو‬
ِ ‫ما‬ ِ ‫ذا‬ َ َ‫ما ه‬َ ‫ل‬ َ ‫قا‬ َ َ‫ف‬
َ
‫حى‬
َ ‫ض‬ْ َ ‫م اْل‬
َ ْ‫ما ي َو‬َ ُ‫من ْه‬
ِ ‫خي ًْرا‬ َ ‫ما‬ َ ِ‫م ب ِه‬ ْ ُ ‫ه قَد ْ أب ْد َل َك‬ َ ّ ‫ن الل‬ ّ ِ‫م إ‬َ ّ ‫سل‬
َ َ‫ه ع َل َي ْهِ و‬
ُ ّ ‫صّلى الل‬ َ ِ‫الل ّه‬
ِ ْ ‫م ال ْفِط‬
‫ر‬ َ ْ‫وَي َو‬
"Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam datang ke Madinah, sedangkan penduduk
Madinah mempunyai dua hari raya yang selalu mereka rayakan. Beliau bertanya, “Dua hari

70
Risalah Ramadhan
raya apakah ini ?' Mereka menjawab “Kami merayakannya pada masa jahiliyah.' Beliau
bersabda, 'Allah telah mengganti dua hari raya ini dengan yang lebih baik dari keduanya, yaitu
‘Iedul Adlha dan ‘Iedul Fithri.”247

B. Hukum Sholat Idain


Para Ulama berbeda pendapat tentang hukum shalat ‘Iedain:
Pertama: fardhu kifayah
Ini adalah pendapat Imam Ahmad dan sebagian ulama Syafi’iyah. Pendapat mereka
didasarkan pada firman Allah:

‫حْر‬ َ ّ ‫ل ل َِرب‬
َ ْ ‫ك َوان‬ َ َ‫ف‬
ّ ‫ص‬
“Shalatlah kamu kepada Robbmu dan sembelihlah korban.” 248
Pendapat yang masyhur menyatakan bahwa shalat di sini adalah shalat ‘Ied, sedangkan
asal dari suatu perintah shalat adalah wajib, dan Rasulullah saw selalu mengerjakannya.
Shalat ‘Ied termasuk syiar Islam yang bila satu negeri sepakat tidak mengerjakannya,
maka akan diperangi oleh Imam/pemerintah.
Wajibnya adalah wajib kifayah karena tidak disyariatkan adzan, sehingga hukumnya
seperti shalat jenazah.
Kedua: Fardhu ‘ain
Ini adalah pendapat Imam Abu Hanifah. Dasarnya adalah karena adanya khutbah,
sehingga dihukumi seperti shalat Jum’at.

Sunnah Muakadah
Ini adalah pendapat Imam Malik, Asy-Syafi’i dan Jumhur ulama. Berdasarkan:
Ketika seorang Arab badui datang bertanya kepada Rasulullah saw tentang shalat lima
waktu, “Apakah saya wajib shalat yang lain?” Beliau menjawab, “Tidak, kecuali kamu mau
melakukan shalat sunnah.”
Rasulullah saw bersabda:

ِ ‫ه ع ََلى ال ْعَِباد‬
ُ ّ ‫ن الل‬
ّ ُ‫ت ك َت َب َه‬ َ َ ‫صل‬
ٍ ‫وا‬ َ ‫س‬
ُ ‫م‬
ْ ‫خ‬
َ
“Shalat lima waktu yang telah diwajibkan Allah pada hamba-hamba-Nya.” 249
C. Waktu Pelaksanaan Sholat
Waktunya adalah sebagaimana waktu dhuha, yaitu tatkala matahari sudah setinggi tombak
sampai waktui tergelincirnya matahari. Berdasarkan hadits 'Abdullah bin Busrin ra :

247
HR. Abu Dawud, no. 1134, An Nasa’I no. 1557, Ahmad, 3/103,178,235,250.
248
QS. Al-Kautsar : 2
249
HR. Nasa'i

71
Risalah Ramadhan

‫س‬
ِ ‫معَ الّنا‬ َ ‫م‬ َ ّ ‫سل‬
َ َ‫ه ع َل َي ْهِ و‬
ُ ّ ‫صّلى الل‬ َ ِ‫ل الل ّه‬ ِ ‫سو‬ ُ ‫ب َر‬ ُ ‫ح‬
ِ ‫صا‬
َ ٍ‫سر‬ْ ُ‫ن ب‬ُ ْ ‫ج ع َب ْد ُ الل ّهِ ب‬
َ ‫خَر‬
َ
‫ل إ ِّنا ك ُّنا قَد ْ فََرغ َْنا‬
َ ‫قا‬ َ َ‫مام ِ ف‬ َ ْ ‫حى فَأ َن ْك ََر إ ِب‬
َ ِ ‫طاَء اْل‬ َ ‫ض‬
َ َ
ْ ‫عيد ِ فِط ْرٍ أوْ أ‬ ِ ِ ‫ِفي ي َوْم‬
‫ح‬
ِ ‫سِبي‬
ْ ّ ‫ن الت‬
َ ‫حي‬ َ ِ ‫ساع َت ََنا هَذ ِهِ وَذ َل‬
ِ ‫ك‬ َ
'Abdullah bin Busrin ra salah seorang shahabat Rasulullah saw keluar bersama orang
banyak pada hari raya ‘Idul Fithri atau ‘Idul Adlha, lalu dia memprotes keterlambatan
datangnya imam shalat seraya berkata, “Kita telah menyia-nyiakan waktu ini.” 'Di zaman
Rasulullah saw saat seperti ini kami telah selesai mengerjakan shalat ied, yaitu waktu dhuha.”250
Maksud hadits ini, ia menyatakan bahwa mereka telah mengakhirkan waktu shalat dari
yang sebenarnya, yaitu waktu tasbih yang berarti setelah matahari setinggi tombak adalah
makruh.
Lebih dari itu di sunahkan untuk menyegerakan shalat ‘Idul Adha dan mengkhirkan shalat
‘Idul Fitri.

‫خَر‬ّ َ‫ن أ‬ َ
ْ ‫حْزم ٍ أ‬َ ‫ن‬ ُ ْ ‫مُرو ب‬ ْ َ‫ى ع‬ َ ‫ب ِإل‬ َ ّ ‫سل‬
َ َ ‫م ك َت‬ َ َ‫صَلى الله ع َل َي ْهِ و‬ َ ‫ي‬ َ ِ ‫ن الن ّب‬
َ
ّ ‫ُروِيَ أ‬
ٍ ‫حْزم‬
َ ‫ن‬
ُ ْ ‫مُرو ب‬ْ َ ‫ب إ َِلى ع‬َ َ ‫ ك َت‬- ٍ‫ي رَِواي َة‬
ْ ِ‫ وَ ف‬- ‫حى‬ ْ َ ‫صل َة َ ال‬
َ ‫ض‬ َ ‫ل‬ ّ َ ‫فط ْرِ وَع‬
َ ‫ج‬ ِ ْ ‫صل َة َ ال‬
َ
.‫س‬َ ‫خَر ال ْفِط َْر وَ ذ َك ّرِ الّنا‬ ّ َ ‫حى وَ أ‬ َ ‫ض‬ ْ ‫ل ال‬ َ ‫ج‬
ّ َ‫ن ع‬
َ ‫و هُو بنجرا‬
ْ ‫نأ‬ ٍ َ ْ َِ َ َ
"Diriwayatkan bahwa Nabi saw menulis surat kepada Amru bin Hazm yang isinya,
Akhirkan sholat ‘Iedul Fithri dan segerakan sholat ‘Iedul Adha. Dan dalam suatu riwayat Nabi
saw menulis surat kepada Amru bin Hazm yang saat itu berada di daerah Najron supaya
menyegerakan sholat ‘Iedul Adha dan mengakhirkan sholat ‘Iedul Fithri dan berilah peringatan
kepada manusia." 251

Hadits ini dijelaskan oleh hadits berikutnya, yaitu hadits dari Jundab ra ia berkata:

ِ‫س ع ََلى قَي ْد‬


ُ ‫م‬ ّ ‫فط ْرِ َوال‬
ْ ‫ش‬ ِ ْ ‫م ال‬ َ ّ ‫صل‬
َ ْ‫ي ب َِنا ي َو‬ َ ّ ‫سل‬
َ ُ‫م ي‬ َ َ‫صَلى الله ع َل َي ْهِ و‬َ ‫ي‬ ُ ِ ‫ن الن ّب‬ َ ‫كا‬َ
.‫ح‬ٍ ‫م‬ْ ‫حى ع ََلى قَي ْد ِ َر‬َ ‫ض‬ْ َ ‫ن َوال‬ ِ ْ ‫حي‬
َ ‫م‬ْ ‫َر‬
“Nabi Muhammad saw shalat ‘Idul fithri bersama kami ketika matahari setinggi dua
tombak, dan shalat ‘Idul Adlha ketika matahari setinggi satu tombak.” 252
Imam Asy-Syaukani berkata, "Hadits yang paling baik dalam menerangkan waktu shalat
‘Iedain adalah hadits Jundab di atas. Hikmahnya adalah karena dalam ‘Idul Fithri ada kewajiban
mengeluarkan zakat, sehingga dengan diakhirkan waktu shalat ada waktu untuk membayar dan
membagikan zakat, sedangkan tugas di hari raya ‘Idul Adlha adalah menyembelih hewan
Udhiyyah, dengan disegerakannya shalat berarti waktu menyembelih akan lebih panjang."

250
Hasan, HR. Al-Bukhari secara Mu’allaq, 2/529, Abu Dawud secara Maushul, no. 1135, Al Hakim 1/295, Al
Baihaqi 2/282
251
Sunan Al Kubro lil Baihaqi, 3/282, Asy Syafi’ie, 3/232, hadits ini mursal dhoif karena dalam sanadnya ada
Ibrahim bin Muhammad dan dia dhoif
252
Dha’if, diriwayatkan dari Hasan bin Ahmad Al Banna dalam kitab Al Adlha, lihat talhish Ibnu Najar, 2/83

72
Risalah Ramadhan
Bagaimana kalau berita tentang sholat ‘ied ini baru diketahui setelah siang hari atau
sore hari?
Bagi yang siyam harus segera berbuka, sedang mengenai pelaksanaan shalat terdapat
beberapa pendapat:

a. Imam Malik dan Asy-Syafi’i:

Tidak perlu sholat ‘Ied besok harinya karena sholat ‘Ied harus ada jama’ah dan khutbah
‘Ied. Keduanya tidak diqodlo’ sebagaimana sholat jum’at. Rasululloh saw bersabda:
َ
‫ن‬
َ ْ ‫حو‬
ّ ‫ض‬
َ ُ‫م ت‬ ْ ُ ‫حاك‬
َ ْ‫م ي َو‬ َ ‫ض‬
ْ ‫ن وَ أ‬
َ ُ‫فط ُِرو‬
ْ ُ‫م ت‬ ْ ُ ‫فِط ُْرك‬
َ ْ‫م ي َو‬
“Iedul Fitri kalian adalah pada hari kalian semua berbuka. Iedul Adha kalian adalah
pada hari kalian semua menyembelih Udhiyyah.” 253

b. Pendapat yang kuat menyatakan mereka hendaknya melakukan sholat ‘Ied keesokan harinya.
Ini adalah pendapat Imam Ahmad, Imam Auza’i, Imam Ats Tsaury, Imam Ishaq, Ibnu Mundzir
dan Al khatobi. Dalil yang mereka gunakan adalah hadits 'Umair bin Anis dari paman-pamannya
dari golongan Anshar, mereka berkata:

َ ُ َ ‫م ع َل َي َْنا ه ِل‬
َ َ‫ب ِفى الن َّهارِ ف‬
‫شهَد ُْوا‬ ٌ ْ ‫جاَء َرك‬ َ َ‫ما ف‬ ً ‫صَيا‬ ِ ‫حَنا‬ ْ ‫ل فَأ‬
ْ َ ‫صب‬ ٍ ‫وا‬َ ‫شنن‬ َ ‫ل‬ ْ ُ ‫َقال‬
ّ ُ ‫وا غ‬
َ َ ‫م َرَأى ا ِْلهل‬ َ
َ ‫س فَأ‬
‫مَر‬ ِ ‫م‬ ْ ‫ل ب َِل‬ ْ ُ‫عن ْد َ رسول الله صلى الله عليه وسلنم أن ّه‬ ِ
َ
ّ ‫ن ْالغَد‬َ ‫م‬ِ ‫م‬ ْ ‫هن‬
ِ ِ ‫وا ِلنعِي ْد‬ ْ ‫ج‬ ُ ‫خُر‬
ْ َ‫ن ي‬ْ ‫م وَ أ‬ْ ِ ‫مه‬
ِ ْ‫ن ي َو‬ْ ‫م‬
ِ ‫فط ُِرْوا‬ ْ ُ‫ن ي‬ ْ ‫سأ‬ َ ‫الّنا‬
“Kami terhalang mendung sehingga tidak melihat hilal syawal. Paginya kami siyam dan
siang hari itu juga datang rombongan kafilah dagang lalu bersaksi dihadapan Rasulullah
Shallallahu 'Alaihi Wasallam bahwa mereka telah melihat hilal kemarin. Maka Rasulullah
Shallallahu 'Alaihi Wasallam memerintahkan untuk berbuka dan untuk bersiap sholat ‘Ied
besok harinya.” 254

D. Tentang Takbiran
a. Takbir ‘Idul Fithri
Para ulama berbeda pendapat tentang waktu takbiran idhul fitri:
1. Sejak tengggelamnya matahari malam ‘Ied.
Ini adalah pendapat Sa’id bin Musayyib, Abu Salamah, Urwah, Zaid bin Aslam dan Asy-
Syafi’i.
2. Sejak berangkat menuju tempat sholat.
Ini adalah pendapat jumhur ulama, Ali, Umar, Abu Umamah dan sebagian besar para
shahabat ra. Juga pendapat Abdurrahman bin Abi Laila, Sa’id bin Jubair, An Nakha’i, Abu
Zanad, Umar bin Abdul Aziz, Ubay bin Utsman, Abu Bakar bin Muhammad, Al Hakam,
Hammad, Imam Malik, Ishak, Abu Tsaur dan juga Auza’i dan lain-lain.

253
Abu Dawud, 1/543, At-Tirmidzi ‘Aridzatul, 3/216, Ibnu Majah, 1/531
254
Shahih Ahmad, 5/38, Abu Dawud, no. 1157, Nasa’i 1/180, Ibnu Majah, no. 653, Daruqutni, 2/170, Syarhu
Ma’anil atsar, 1/387, Al Baihaqi, 3/316

73
Risalah Ramadhan
Adapun akhir takbir pada hari ‘Idul Fithri adalah saat Imam datang untuk memulai shalat.
Sebagaimana firman Allah ta’ala:

َ ‫شك ُُرو‬
‫ن‬ ْ ُ ‫م وَل َعَل ّك‬
ْ َ‫م ت‬ ْ ُ ‫داك‬ َ ‫ه ع ََلى‬
َ َ‫ما ه‬ َ ّ ‫مُلوا ال ْعِد ّة َ وَل ِت ُك َب ُّروا الل‬
ِ ْ ‫وَل ِت ُك‬
"…Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu
mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu
bersyukur."255
Bisa dipahami bahwa sempurnanya bilangan shaum Ramadhan satu bulan adalah dengan
tenggelamnya matahari pada akhir bulan Ramadhan dan terbitnya hilal Syawal. Dari situlah
takbir dimulai.
Dasar pendapat yang kedua adalah perkataan Nafi' (bekas budak Abdullah bin Umar
ra) :

‫ه‬ َ ُ‫فط ْرِ وَي ُك َب ُّر وَي َْرفَع‬


ُ َ ‫صوْت‬ ِ ْ ‫حى َوال‬ ْ َ ‫م ال ْعِي ْد ِ ِفي ال‬
َ ‫ض‬ َ ْ‫مُر ي ُك َب ُّر ي َو‬
َ ُ‫ن ع‬
ُ ْ ‫ن اب‬ َ
َ ‫كا‬
”Ibu Umar bertakbir pada hari ‘Idul Fithri dan ‘Idul Adlha, dia bertakbir dan
mengeraskan suaranya.” 256
Abu Jamilah Masyawah bin Ya’kub berkta:

‫حّتى ان ْت ََهى إ َِلى‬ َ


َ ‫ل ي ُك َب ُّر‬ ْ َ ‫م ال ْعِي ْد ِ فَل‬
ْ ‫م ي ََز‬ َ ْ‫ج ي َو‬
َ ‫خَر‬
َ ‫ه‬
ُ ْ ‫ه ع َن‬
ُ ‫ي الل‬ ِ ‫ت ع َِليا ً َر‬
َ ‫ض‬ ُ ْ ‫َرأي‬
َ ْ ‫ال‬
ِ‫جَبان َة‬
“Saya melihat Ali keluar pada hari ‘Ied, ia terus bertakbir sampai ketempat sholat”. 257

Ada pendapat yang mengatakan bertakbir hanya sampai saat tiba di tempat sholat saja.
Bahkan Abu Hanifah berpendapat bahwa tidak ada takbir pada hari raya ‘Idul Fitri karena Ibnu
Abbas ra mendengar takbir pada hari raya ‘Idul fitri, maka dia bertanya :

َ َ ‫قا‬ ْ َ َ ‫ما‬
‫س؟‬
ُ ‫ن الّنا‬
َ ْ ‫جان ِي‬
َ ْ ‫ أن‬: ‫ل‬ َ ْ‫ ي ُك َب ُّرو‬: ‫ل‬
َ َ‫ ف‬.‫ن‬ َ ْ ‫س ؟ قِي‬
ِ ‫ن الّنا‬
ُ ‫شأ‬
“Sedang apa orang-orang itu? 'Bertakbir' Maka beliau berkata, “ Apa mereka sudah
gila?"258
Meski demikian pendapat ini dinilai lemah karena ada hadits yang memerintahkan untuk
bertakbir sampai ditempat sholat akan melaksanakannya. Diriwayatkan:

ْ
ِ ‫صل َة ُ فَإ‬
ّ ‫ضى ال‬
َ ‫ق‬ َ َ‫صّلى و‬
ْ ُ ‫حّتى ي‬ ُ ْ ‫ي ال‬
َ ‫م‬ َ ‫ى ي َأ ت‬ َ ‫فط ْرِ فَي ُك َب ُّر‬
ّ ‫حت‬ ِ ْ ‫م ال‬َ ْ‫ج ي َو‬
ُ ‫خُر‬ َ َ ‫كا‬
ْ َ‫ن ي‬
‫صل َة ُ قُط ِعَ الت ّك ْب ِي ُْر‬ ّ ‫ي ال‬ َ ‫ض‬ ِ ُ‫ذا ق‬ َ
Beliau rasulullah saw keluar pada hari ‘Idul Fitri dan bertakbir sampai tiba ditempat
sholat dan melaksanakan sholat. Jika selesai sholat, beliau menghentikan takbir.” 259

255
QS. Al-Baqarah 2 : 185
256
Ad Daruquthni 2/45, Al- Baihaqi, 3/279
257
Daruqutni, 2/44
258
Ibnu Abi Syaibah, 2/165
259
Ibnu Abi Syaibah, Silsilah Ahadits Shahihah, no. 170

74
Risalah Ramadhan
b. Takbir ‘Idul Adlha
1. Awal mula takbir .
Para ulama berbeda pendapat :
- Ada yang mengatakan dimulai sejak Subuh hari Arofah.
- Ada yang mengetakan dimulai sejak Dhuhur hari Arofah.
- Ada yang mengatakan dimulai sejak Ashar hari Arofah.
- Ada yang mengatakan dimulai sejak setelah tenggelamnya matahari di hari Arofah, pendapat
ini diqiyaskan dengan sholat ‘idul Fitri.
Imam Ash Shon’ani260 berkata, “Tidak ada sebuah hadits shahih pun dari Nabi dalam hal
ini. Yang paling shahih adalah perkataan Ali ra dan Ibnu Mas’ud ra bahwa takbir 'Idul 'Adha
dimulai sejak subuh hari Arofah sampai akhir hari Mina (ashar). Dua Atsar (perkataan Ali ra dan
Ibnu Mas’ud ra) ini diriwayatkan oleh Ibnu Mundzir.
Pendapat ini kuat menurut Ibnu Taimiyyah261 karena merupakan pendapat kebanyakan
shahabat dan ulama. Pendapat ini dikuatkan oleh hadits262 riwayat Muhammad bin Abu Bakr At-
Tsaqafi bahwa dia bertanya kepada Anas bin Malik ra, saat keduanya berangkat dari Mina
menuju Arafah di suatu pagi. “Apa yang kalian kerjakan dahulu bersama Rasulullah pada hari
ini?“ Kemudian dia ( Anas ra ) menjawab :

ِ‫مّنا فَل َ ي ُن ْك َُر ع َل َي ْه‬ ُ ْ ‫مّنا فَل َ ي ُن ْك َُر ع َل َي ْهِ وَي ُك َب ُّر ال‬
ِ ‫مك َب ُّر‬ ُ ْ ‫ل ال‬
ّ ِ ‫مه‬
ِ ‫ل‬ ّ ِ‫ن ي ُه‬ َ
َ ‫كا‬
"Diantara kami ada yang bertahlil dan Rasulullah tidak mengingkari, sebagian yang lain
ada yang betakbir dan beliau juga tidak mengingkari.”263
Ibnu Umar ra meriwatkan dari bapaknya, dia berkata:

‫مّنا‬ ُ ْ ‫مّنا ال‬


ِ َ‫مك َب ُّر و‬ ِ َ‫ة ف‬ َ ّ ‫سل‬
َ َ ‫م ِفي غ‬
َ َ‫داةِ ع ََرف‬ َ َ‫ه ع َل َي ْهِ و‬
ُ ّ ‫صّلى الل‬ َ ِ‫ل الل ّه‬ ِ ‫سو‬ َ ‫ك ُّنا‬
ُ ‫معَ َر‬
‫ن فَن ُك َب ُّر‬ َ ُ ّ ‫ال ْمهل‬
ُ ‫ح‬ ّ ‫ل فَأ‬
ْ َ ‫ما ن‬ َ ُ
“Di suatu pagi pada hari Arofah kami bersama Roaululloh, maka sebagian kami ada
yang bertakbir dan sebagian yang lain bertahlil, dan saya adalah orang yang bertakbir.” 264
Imam Al-Baihaqi dan Al-Hakim juga meriwayatkan takbir sejak habis subuh hari Arofah
sampai akhir hari Tasyrri’. Hadit ini diriwayatkan dari shahabat Ali, Umar dan Ibnu Abbas.265

Akhir Takbir ‘Idul Adha


Takbir berakhir bersamaan dengan berakhirnya waktu Ashar hari tasyri’ yang terakhir. Ini
pendapat Umar, Ali, Ibnu Abbas ra, Sufyan At-Tsaury, Abu Yusuf, Muhammad, Ahmad dan
Abu Tsaur. Akhir Ashar hari nahar / 10 Dzulhijjah. Iini pendapat Ibnu Mas’ud ra, Alqomah,An

260
Subulus Salam, 2/71-72
261
Majmu’ fatawa, 24/220
262
Lihat Al-Majmu' Syarhul Muhadzab, 6/40
263
Imam Malik, 1/337, Al-Bukhori no. 970, 1659, Muslim, no. 1285, Ibnu Majah, no. 3008, Al Baihaqi, 3/313,
5/112, Darimi, 2/56, Ahmad, 3/240, An Nasai, 5/250
264
Muslim, no. 1285, Baihaqi, 5/112
265
Baihaqi, 3/313 dan Al Hakim, 1/299

75
Risalah Ramadhan
Nakhoi dan Abu Hanifah.266 Subuh hari tasyri’ terakhir. Ini adalah pendapat Ibnu Umar ra, Umar
bin Abdul Aziz, Malik dan Asy-Syafi’i. 267

Dhuhur hari tasyri’ terakhir. Ini adalah pendapat Yahya Al Anshori. ( Menurut mereka
awalnya dhuhur hari Arofah, mengikuti kegiatan haji. 268

Pendapat yang kuat mengatakan bahwa takbir tidak hanya sesudah sholat fardhu saja,
namun juga di pasar, jalan, dan di tempat-tempat yang lainnya.

ِ ‫ت وَع ََلى فَِرا‬ َ َ ْ ‫مَنى ت ِل‬


‫شهِ وَِفي‬ ِ ‫وا‬َ َ ‫صل‬ّ ‫ف ال‬ َ ْ ‫خل‬ َ َ‫م و‬َ ‫ك اْلّيا‬ ِ ِ ‫مَر ي ُك َب ُّر ب‬ َ ُ‫ن ع‬ ُ ْ ‫ن اب‬ َ
َ ‫كا‬
َ َ ‫ميًعا َوكا‬ َ َ ْ ‫شاه ت ِل‬
ِ ِ ‫ي قُب ّت ِهِ ب‬
‫مَنى‬ ْ ِ‫ن ي ُك َب ُّر ف‬ ِ ‫ج‬َ ‫م‬ َ ‫ك اْلّيا‬ ُ َ ‫م‬ ْ ‫م‬َ َ ‫سه ِ و‬ ِ ِ ‫جل‬ ْ ‫م‬َ َ‫طاط ِهِ و‬ َ ‫س‬ ْ ُ‫ف‬
‫مَنى‬ ِ ‫ج‬ ّ َ ‫حّتى ت َْرت‬َ ‫ق‬ ِ ْ ‫سو‬ ّ ‫ل ال‬ ُ ْ‫ن وَي ُك َب ُّر أ َه‬
َ ْ‫جد ِ فَي ُك َب ُّرو‬
ِ ‫س‬ْ ‫م‬ َ ْ ‫ل ال‬ ُ ْ‫ه أ َه‬ ُ ُ‫مع‬
َ ‫س‬ْ َ‫ى ن‬ ّ ‫حت‬ َ
‫ت َك ْب ِي ًْرا‬
"Pada hari itu Ibnu Umar ra bertakbir di Mina dan juga setelah beliau sholat lima
waktu, di atas ranjang, di dalam kemah, di tempat duduk, ketika jalan-jalan dan ketika beliau
dikubah. Suaranya terdengar oleh orang yamg berada dimasjid, maka mereka ikut bertakbir,
dan dengan serta merta ikut bertakbir pula seluruh penduduk di pasar sehingga Mina
bergemuruh dengan suara takbir." 269

Para ulama berbeda pendapat tentang takbir yang dilakukan setelah shalat lima waktu.
Pendapat mereka adalah:
Pertama, bertakbir meskipun sholat sendirian. Ini adalah pendapat Imam Malik, Asy-
Syafi’I, Al-Auza’I, Abu Yahya, Muhammad dan jumhur ulama. Kedua, tidak bertakbir dalam
sholat sendirian. Ini adalah pendapat Ibn Mas’ud,m Ibnu Umar, Atsaury, Abu Hanifah dan
Ahmad. 270
Apakah sesudah sholat sunnah juga bertakbir? Dalam hal ini ada dua pendapat: pertama
tetap bertakbir, ini pendapat Imam Syafi’i. Kedua tidak bertakbir, Ini pendapat Imam Malik,
Imam Ahmad, Imam Abu Hanifah dan Imam Ats Tsaury. Ini berdasarkan perbuatan Ibnu Umar
dan Ibnu Mas’ud ra.271

E. Adab-adab di Hari Raya


Beberapa adab yang perlu diperhatikan sebelum kita melaksanakan sholat ‘Ied :
1. Mandi dan memakai pakaian yang bagus.
َ
‫حى‬ ْ َ ‫فط ْرِ َوال‬
َ ‫ض‬ ِ ْ ‫م ال‬ ُ ‫س‬
َ ْ‫ل ي َو‬ ِ َ ‫ن ي َغْت‬
َ ‫كا‬ َ ّ ‫سل‬
َ ‫م‬ َ َ‫صَلى الله ع َل َي ْهِ و‬ َ ْ ‫سو‬
َ ‫ل الله‬ ُ ‫ن َر‬
ّ ‫أ‬

266
Ibnu Syaibah, 2/166, berdasarkan QS 22:28
267
Al Majmu’, 5/45
268
Al Mughni, 3/288
269
Al-Bukhori, 2/25
270
Majmu’, 5/45
271
Al Mughni, 3/291

76
Risalah Ramadhan
"Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa salam mandi pada hari raya ‘idul fitri dan ‘idul adha."272
2. Makan dahulu sebelum menunaikan sholat iedul fitri.
"Dari Anas bin Malik ra bahwasanya Rasululloh tidak pergi ke tempat shalat ied sampai
makan dulu beberapa butir kurma."273

Sedang di hari 'Iedul adha beliau tidak makan terlebih dahulu, sebagaimana hadits
riwayat dari Abu Buraidah:

‫ع‬
َ ‫ج‬
ِ ‫حّتى ي َْر‬ ُ ُ ‫حرِ ل َ ي َأ ْك‬
َ ‫ل‬ ْ ّ ‫م الن‬ ُ َ‫حّتى ي َط ْع‬
َ ْ‫م وَي َو‬ َ ِ‫فط ْر‬
ِ ْ ‫م ال‬
َ ْ‫ج ي َو‬ُ ‫خُر‬ ْ َ‫ي ل َ ي‬ُ ِ ‫ن الن ّب‬ َ َ ‫كا‬
ِ‫سي ْك َت ِه‬
ِ َ‫ن ن‬ْ ‫م‬ِ ‫ل‬ َ ُ ‫فَي َأ ْك‬
" Nabi tidak berangkat shalat iedh fitri sampai makan terlebih dahulu sedang padahari
iedhul adha beliau tidak makan sampai pulang dari sholat iedhul adha lalu makan dari
sembelihan beliau.” 274

3. Bertakbir sejak dari rumah sampai tiba di tempat shalat dan saat imam hadir untuk
mengimami shalat.
4. Berjalan kaki ke tempat shalat dan pergi pulang lewat jalan yang berbeda.
Diriwayatkan dari Jabir bin Abdullah ra, dia berkata:

ُ ْ ‫ف الط ّرِي‬
‫ق‬ َ َ ‫خال‬
َ ٍ ‫عي ْد‬
ِ ‫م‬
َ ْ‫ن ي َو‬ َ ‫ذا‬
َ ‫كا‬ َ ِ‫ي إ‬
ُ ِ ‫ن الن ّب‬ َ
َ ‫كا‬
"Pada hari ied beliau berangkat dan kembali lewat jalan yang berbeda.” 275
Ini adalah pendapat jumhur ulama, Imam Malik dan Syafi’i.276
5. Hendaknya shalat diadakan di tanah lapang kecuali dalam keadaan darurat seperti hujan dan
yang semisalnya sebagaimana yang dikerjakan oleh Rasulullah saw dan khulafaur Rosyidin.

6. Saling mengucapkan Tahniah ( َ ْ ‫من‬


‫ك‬ ِ َ‫مّنا و‬
ِ ‫ه‬ َ ّ ‫قب‬
ُ ‫ل الل‬ َ َ‫ت‬ )

Muhammad bin Ziad berkata, "Saya bersama abi Umamah Al Bahiliy dan yang lainnya dari
para shohabat Rasulullah, maka apabila mereka pulang dari sholat ied, mereka saling
mengucapkan:
َ ْ ‫من‬
‫ك‬ ِ َ‫مّنا و‬
ِ ‫ه‬ َ ّ ‫قب‬
ُ ‫ل الل‬ َ َ‫ت‬
“Semoga Alloh Manerima Amal Kita dan Amal anda"277
7. Dimakruhkan membawa senjata tajam kecuali dalam keadaan terpaksa.
Dari Sa’id bin Jubair dia berkata:

‫ت‬ْ َ‫مهِ فَل َزِق‬ِ َ ‫ص قَد‬ ِ ‫م‬ َ ‫خ‬ ْ َ ‫ح ِفي أ‬ ِ ‫م‬ْ ‫ن الّر‬ ُ ‫سَنا‬ ِ ‫ه‬ ُ َ ‫صاب‬
َ ‫حي‬
َ ‫نأ‬ َ ِ ‫مَر‬ َ ُ‫ن ع‬ِ ْ ‫معَ اب‬
َ ‫ت‬ ُ ْ ‫ك ُن‬
َ َ‫ج ف‬
َ َ‫جع‬
ُ‫ل ي َُعود ُه‬ َ ‫جا‬ّ ‫ح‬َ ْ ‫مًنى فَب َل َغَ ال‬ ِ ِ‫ك ب‬ ُ ْ ‫ب فَن ََزل‬
َ ِ ‫ت فَن ََزع ْت َُها وَذ َل‬ َ ‫ه ِبالّر‬
ِ ‫كا‬ ُ ‫م‬ ُ َ ‫قَد‬
َ ‫صب ْت َِني َقا‬
‫ل‬ َ َ َ َ‫ك ف‬
َ ‫قا‬ َ َ ‫صاب‬ َ ‫ل ال ْحجاج ل َو نعل َم م‬ َ ‫قا‬ َ َ‫ف‬
َ ‫تأ‬ َ ْ ‫مَر أن‬ َ ُ‫ن ع‬ُ ْ ‫ل اب‬ َ ‫نأ‬ ْ َ ُ َْ ْ ُ ّ َ
272
Ibnu Majjah 1/417, Ahmad, 4/76. Dhoif
273
Al-Bukhari 953, At-Tirmidzi 543, Ibnu Majah, no. 1754, Ahmad, 3/126
274
At-Tirmidzi, no. 542, Ibnu Majah, 1756, Ahmad, 5/352
275
Al-Bukhari, no. 986, Al-Baihaqi, 3/308
276
Salsabil Fi Ma’rifati Dalil, 2/32, Al Majmu’, 5/15
277
Ahmad berkata, "Isnadnya bagus"

77
Risalah Ramadhan

َ َ ‫سل‬
‫ح‬ ّ ‫ت ال‬ َ ْ ‫ل ِفيهِ وَأ َد‬
َ ْ ‫خل‬ ُ ‫م‬
َ ‫ح‬
ْ ُ‫ن ي‬ ْ َ ‫ح ِفي ي َوْم ٍ ل‬
ْ ُ ‫م ي َك‬ َ َ ‫سل‬ ّ ‫ت ال‬َ ْ ‫مل‬َ ‫ح‬َ ‫ل‬ َ ‫ف َقا‬ َ ْ ‫وَك َي‬
‫م‬َ ‫حَر‬ َ ْ ‫ل ال‬
ُ ‫خ‬
َ ْ ‫ح ي ُد‬ُ َ ‫سل‬
ّ ‫ن ال‬ ْ َ ‫م وَل‬
ْ ُ ‫م ي َك‬ َ ‫حَر‬َ ْ ‫ال‬
"Saya bersama Ibnu Umar ra ketika dia terkena mata tombak ditengah- tengah telapak
kaki, maka ia terjatuh dari tungganganya. Saya turun unuk membantunya dan mencabut
mata tombak itu. Ketika kami berada di Mina, Al Hajjaj menjenguknya sambil mengatakan,
'Seandainya kami tahu siapa yang melukaimu.' Maka Ibnu Umar ra berkata, 'Kamulah yang
telah melukaiku!' Hajaj berkata, 'Bagaimana bisa terjadi yang demikian?' Ibnu Umar ra
menjawab, 'Kamu membawa senjata pada hari yang seharusnya tidak boleh membawanya
dan kamu memasukkan senjata ke tanah haram yang seharusnya tidak boleh membawa
278
senjata di dalamnya.'

8. Setelah menunaikan sholat subuh kaum muslimin dianjurkan untuk segera pergi ke tempat
shalat walaupun matahari belum terbit, kecuali imam. Ini adalah pendapat Imam abu
Hanifah, Imam Asy-Syafi’i dan Imam Hambali. Sedangkan menurut Madzhab Malikyah
disunnahkan setelah terbitnya fajar. 279

9. Hendaknya menampakkan wajah yang berseri-seri penuh kebahagiaan kepada siapa saja yang
ditemuinya dari orang-orang mukmin.280

10. Diperbolehkan membuat makanan dan minuman yang istimewa serta melakukan permainan
yang mubah. Sebagaimana sabda Rasulullah saw:
َ ‫شريق أ َيا‬ َ
ِ‫ي رَِواي َةٍ َزاد َ ِفيهِ وَذ ِك ْرٍ ل ِل ّه‬
ْ ِ‫ب وَ ف‬
ٍ ‫شْر‬ ٍ ْ ‫م أك‬
ُ َ‫ل و‬ ُ ّ ِ ِ ْ ّ ‫م الت‬
ُ ‫أّيا‬
“Hari Tasyriq adalah hari-hari makan dan minum serta' dalam riwayat lain ada tambahan,
' dan berdzikir kepada Alloh .” 281

F. Tata Cara Sholat ‘Ied

1. Ketika tiba di mushala (masjid atau lapangan) hendaknya imam segera maju ke depan untuk
mengimami shalat dan dia menegakkan sutrah (pembatas) di depannya.

2. Kemudian ia bertakbir tanpa ada adzan dan iqomah sebelumnya.


Dari Abu Sa’id Al Khudri ra berkata:
َ
‫ى‬
َ ‫حى ِإل‬ ْ َ ‫طـر َوال‬
َ ‫ض‬ ْ ‫ف‬
ِ ْ ‫م ال‬
َ ْ‫ج ي َو‬
ُ ‫خُر‬
ْ َ‫ن ي‬ َ ّ ‫سل‬
َ ‫م كـا‬ َ َ‫صّلنى الله ع َل َي ْهِ و‬ َ ‫ي‬ َ ِ ‫ن الن ّب‬ّ ‫أ‬
َ
ّ ‫صّلى فَي َب ْد َأِبال‬
ِ َ ‫صل‬
‫ة‬ َ ‫م‬ُ ْ ‫ال‬

278
HR Bukhori
279
Al- Fiqih ‘Ala Madzahil Arba’ah, 1/318
280
Ibid, 1/318
281
HR Muslim

78
Risalah Ramadhan
"Bahwa pada hari raya ‘Idul fitri dan Adha Rasulullah keluar menuju mushala dan yang
pertama kali beliau lakukan adalah sholat.” 282

‫ن‬ َ َ ‫صّلى ال ِْعيد َ ب ِل َ أ‬


ٍ ‫ذا‬ َ ّ ‫سل‬
َ ‫م‬ َ َ‫ه ع َل َي ْهِ و‬
ُ ّ ‫صّلى الل‬َ ِ‫ل الل ّه‬ َ ‫سو‬ُ ‫ن َر‬
َ
ّ ‫سأ‬ ٍ ‫ن ع َّبا‬ ِ ْ ‫ن اب‬ْ َ‫ع‬
َ َ
‫ن‬َ ‫ما‬َ ْ ‫مَر أوْ ع ُث‬َ ُ ‫مةٍ وَأَبا ب َك ْرٍ وَع‬
َ ‫وَل َ إ َِقا‬
Dari Ibnu Abbas ra bahwa Rasulullah saw sholat 'Ied tanpa adzan dan iqomah, begitu
juga dengan Abu Bakar, Umar dan Utsman ra. 283

3. Disunnahkan takbir tujuh kali pada rakaat pertama dan takbir lima kali pada rakaat kedua,
takbir ini tidak terhitung takbirotul ikhram dan intiqol. Disunnahkan juga mengangkat tangan
ketika bertakbir.

َ
‫ن ي ُك َب ُّر‬ َ ‫كا‬ َ ‫م‬ َ ّ ‫سل‬ َ َ‫صّلى الله ع َل َي ْهِ و‬َ ‫ه‬ُ ‫ل الل‬َ ْ ‫سو‬
ُ ‫ن َر‬
ّ ‫مُرو أ‬ْ َ‫ن ع‬
ُ ْ ‫ن ع َب ْد ُ الله ب‬
ْ َ‫ع‬
‫ما‬َ ِ‫قَراَءة ُ ب َعْد َ ك ِل ْت َي ْه‬
ِ ْ ‫خَرةِ َوال‬ِ ‫ي ال‬
ْ ِ‫س ف‬ٌ ‫م‬ ْ ‫خ‬َ َ‫ي ال ُوَْلى و‬ َ ِ‫فط ْر‬
ْ ِ‫سب ًْعا ف‬ ِ ْ ‫ي ال‬ْ ِ‫ف‬
Dari Abdulloh bin Amru ra, bahwa Rasululloh saw bertakbir 7 kali pada rokaat pertama
shalat 'Iedul Fithri dan lima kali pada rokaat kedua. Kemudian barulah beliau membaca
surat.” 284

Mengangkat tangan sunnah menurut Imam Atho’, Imam Auza’i, Imam Abu Hanifah,
Imam Ahmad dan Imam Asy-Syafi’i. Berdasar pendapat Umar ra dan riwayat Abu Humaid.
Namun kedua riwayat ini lemah.285

Imam Malik dan imam Ats-Tsauri menyatakan tidak mengangkat tangan saat takbir.
Meski demikian, para sahabat ra mengangkat tangan mereka ketika bertakbir.
Kemudian, di antara takbir disunnahkan untuk memperbanyak membaca tasbih dan
tahmid. Ini adalah pendapat Imam Ahmad dan Syafi’i. Berdasar fatwa Ibnu Mas’ud ra
kepada Al Walid bin Uqbah:

‫وا‬ َ ّ ‫سل‬
ْ ُ ‫م وَت َد ْع‬ َ َ‫ى الله ع َل َي ْهِ و‬
َ ‫صل‬
َ ‫ي الله‬
َ ِ ‫ى الن ّي‬
َ ‫عل‬
َ ‫ي‬
َ ِ ‫صل‬
َ ُ ‫ك وَ ت‬ َ ّ ‫مُيد َرب‬
ّ ‫ح‬َ ُ ‫ت ُك َب ُّر وَ ت‬
َ ِ ‫ل ذ َل‬
‫ك‬ َ ْ ‫مث‬ ْ َ ‫وَت ُك َب ُّر وَت‬
ُ َ‫فع‬
ِ ‫ل‬
“Kamu bertakbir, bertahmid dan bersholawat lalu berdoa dan bertakbir lagi, begitu
seterusnya.”Shohabat Abu Musa ra dan Hudzaifah ra berkomentar, "Ibnu Mas’ud benar.”286

Adapun Imam Malik, Abu Hanifah dan Auza’i tidak menyukai dzikir diantara takbir,
karena tidak ada riwayat yang jelas dari Rasulullah tentang itu.

282
HR. Al-Bukhori dan Muslim
283
HR. Abu Dawud
284
Abu Daud 1151, Al-Baihaqi, 3/258, Ad-Daruqutni, 2/48, Ibnu Majah, no. 1278
285
Al Majmu’, 5/20-21, Al Mughni, 3/272-273, riwayat Umar ra dalam Al-Baihaqi, 3/243
286
Al-Baihaqi, 2/240

79
Risalah Ramadhan

4. Disunnahkan membaca :
- Rokaat pertama: Surat Qoof atau Al A’la.
- Rokaat kedua: Surat Al Qomar atau Al Ghosiyah.

ُ ْ ‫ل الله صَلى الله ع َل َيه وسل ّم ي‬


‫حى بـ )ق( و‬ ْ َ ‫فط ْرِ وَ ال‬
َ ‫ض‬ ِ ْ ‫ي ال‬
ْ ِ‫قَرأ ف‬َ َ َ َ ِ ْ َ ُ ْ ‫سو‬ُ ‫ن َر‬ َ َ ‫كا‬
(‫ة‬ ُ َ ‫سا ع‬
َ ‫ت ال‬ ْ َ ‫) إقْت ََرب‬

Dari Abu Waqid Al Laitsi ra Rasulullah saw membaca surat Qoof dan Al qomar pada
sholat ‘iedul fitri dan Adha.287

َ
ْ ِ‫م قََراءَ ف‬
‫ي‬ َ ّ ‫سل‬
َ َ‫ه ع َل َي ْهِ و‬
ُ ‫صّلى الل‬ َ ِ‫ل الله‬ َ ْ ‫سو‬
ُ ‫شي ْرٍ أن َّر‬ ِ َ‫ن ب‬ ِ ْ‫ن ب‬ِ ‫ما‬ َ ْ‫ن الن ُع‬ْ َ‫ع‬
‫ة‬ ِ ‫ث ال َْغا‬
ِ َ ‫شي‬ ُ ْ ‫حد ِي‬ َ ‫ك‬َ َ ‫ل أ َت‬
ْ َ‫ك ال َع َْلى وَ ه‬َ ّ ‫م َرب‬ َ ‫س‬
ْ ‫حا‬ِ ّ ‫سب‬َ ِ ‫صل َةِ ال ْعِي ْد‬
ّ ‫ال‬

Dari Nu’man bin Basyir ra, "Rasulullah saw sholat ‘Ied dan membaca Al ‘ala dan Al
Ghosyiyah.” 288

5. Selanjutnya seperti sholat biasa sebanyak dua rokaat.


Bagi yang ketinggalan sholat289:
Menurut Ibnu Mas’ud ra, Imam Ahmad, Imam Asy-Syafi’i dan Ibnu mundzir: sholat dua
rokaat sendirian. Ini juga pendapat Auza’i dan Abu tsaur.
Menurut Imam Abu Hanifah dan Imam Malik : tidak ada sholat Qodho.
Pendapat pertama lebih kuat, berdasar riwayat Ibnu Abi Syaibah dan Al Baihaqi bahwa
Anas ra bila ketinggalan sholat ‘ied bersama imam di Basroh, ia sholat bersama
keluarganya.290
Hadits ini diperkuat oleh Imam Al-Bukhori.291

6. Khutbah sesudah sholat ‘ied hukumnya sunah, begitu juga mendengarkannya.

7. Tidak ada sholat sunnah sesudah dan sebelum sholat ‘Ied.


Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra, dia berkata:
َ
َ ّ ‫صل‬
‫ي‬ ْ َ‫ن ل‬
َ ُ‫م ي‬ ّ َ َ‫فط ْرِ ف‬
ِ ْ ‫صلى َرك ْعَت َي‬ ِ ْ ‫م ال‬
َ ْ‫ج ي َو‬
َ ‫خَر‬ َ ّ ‫سل‬
َ ‫م‬ َ َ‫صَلى الله ع َل َي ْهِ و‬ َ ‫ي‬ َ ِ ‫ن الن ّب‬
ّ ‫أ‬
ٌ َ ‫ه ب ِل‬
‫ل‬ ُ َ‫مع‬ َ َ ‫قَب ْل ََها وَل َ ب َعْد‬
َ َ‫ها و‬

287
Muslim, no. 891, At-Tirmidzi, no. 534, Abu Daud, no. 1154, An-Nasai, 3/83, Ibnu Majah, no. 1282, Ahmad,
5/217, Al-Baghowi, no. 1091, An-Nasai, 3/84
288
Muslim, no. 878, At-Tirmidzi, no. 533, Abu Daud, no. 1122, Ahmad, 4/273, Ibnu Majah, no. 1281, Ad-Darimi,
no. 368, Al-Baghowi, no. 1091, An-Nasai, 3/184
289
Al Mughni, 3/384, Al Majmu’, 5/34
290
Dhoif /Munqothi’, Lihat Al Salsabil, 1/205
291
Fathul Baari, 2/602

80
Risalah Ramadhan
"Sesungguhnya Nabi saw keluar pada hari raya fitri dan Adha dan sholat dua rekaat
dan tidak sholat sebelum dan sesudahnya dan bersaman beliau adalah Bilal ra.” 292
Demikian sekilas gambaran pelaksanaan sholat Iedhul fitri dan adha. Semoga
bermanfaat.

Adapun ucapan “ ‫ة‬


ُ َ‫مع‬
ِ ‫جا‬
َ ُ ‫صل َة‬
ّ ‫“ ال‬ dasarnya adalah hadits riwayat Az Zuhri yang
dhoif dan Mursal.

292
Al-Bukhori, no. 289, Al Fath, 2/204

81
Risalah Ramadhan

82
Risalah Ramadhan

PENUTUP

Al-hamdulillah, atas izin Allah Risalah Ramadhan ini dapat kami susun. Jika ada
kebenaran itu semata dari Allah dan jika ada kesalahan itu semata karena kekurangan yang
dimiliki oleh penyusun dan Allah terbebas dari semua itu. Semoga Allah senantiasa menjadikan
amal kita ikhlash hanya untuk mencari wajah-Nya.
Sebagai penutup, kami mengajak para pembaca untuk merenungi hadits Rasulullah yang
diriwayatkan dari Jabir bin ‘Abdullah. Bahwasannya Rasulullah Naik ke atas mimbar, ketika
beliau naik tingkat pertama beliau berkata, “Amin,” ketika beliau naik tingkat yang kedua beliau
berkata, “Amin,” dan ketika beliau naik tingkat yang ketiga beliau berkata, “Amin.” Para
shahabat bertanya kepada beliau, “Wahai Rasulullah, kami mendengar anda menucapkan amin
sebanyak tiga kali?” Beliau menjawab:

‫ن‬ َ ‫ضننا‬ َ ‫م‬ َ ‫ك َر‬ َ ‫ي ع َب ْند ٌ أ َد َْر‬ٌ ‫ق‬ِ ‫شن‬ َ :‫ل‬ َ َ ‫ل َفق نا‬ ُ ‫جب ْرِي ْن‬
ِ ‫ي‬ ْ ِ ‫جاَءن‬ َ ‫ة ال ُوَْلى‬ َ ‫ج‬ َ ‫ت الد َّر‬ ُ ْ ‫ما َرقَي‬ ّ َ‫ل‬
‫ك َواِلنند َي ْهِ أ َْو‬َ ‫ي ع َب ْد ٌ أ َد َْر‬ٌ ‫ق‬ ِ ‫ش‬ َ :‫ل‬ َ ‫م َقا‬ ّ ُ ‫ ث‬.‫ن‬َ ْ ‫مي‬ِ ‫تآ‬ ُ ْ ‫قل‬ ُ َ‫ ف‬.‫ه‬ُ َ ‫فْر ل‬ َ ْ‫م ي ُغ‬ْ َ ‫ه وَل‬ ُ ْ ‫من‬ِ ‫خ‬ َ َ ‫سل‬َ ْ ‫َفان‬
َ
ُ‫عن ْند َه‬ِ ‫ت‬ َ ‫ي ع َب ْند ٌ ذ ُك ِنْر‬ ٌ ‫ق‬ِ ‫شن‬ َ :‫ل‬ َ ‫م َقا‬ ّ ُ ‫ ث‬.‫ن‬ َ ْ ‫مي‬ِ ‫تآ‬ ُ ْ ‫قل‬ُ َ‫ ف‬.‫ة‬ َ ّ ‫جن‬َ ْ ‫خل َه ُ ال‬ ِ ْ ‫م ي ُد‬ْ َ ‫ما فَل‬ َ ِ ‫حد ِه‬ َ ‫أ‬
.‫مْين‬ ُ ْ ‫قل‬
ِ ‫تآ‬ َ ْ ‫ل ع َل َي‬
ُ َ‫ ف‬.‫ك‬ ّ ‫ص‬ ْ َ ‫وَل‬
َ ُ‫م ي‬
“Ketika aku naik tingkat (mimbar) yang pertama, Malikat Jibril as datang kepadaku
seraya berkata, ‘Celakalah seorang hamba yang mendapati bulan Rmadhan tapi hingga bulan
Ramadhan tersebut berlalu dia belum diampuni.’ Maka aku berkata, ‘Amin.’ Kemudian Malaikat
Jibril berkata lagi, ‘Celakalah seorang hamba yang menemui kedua orang tuanya atau salah
satunya, tapi kedua orang tua tersebut tidak bisa menjadikannya masuk surga.’ Maka aku berkata,
‘Amin.’ Kemudian Maliakat Jibril berkata lagi, ‘Celakalah seorang hamba yang namamu disebut
di depannya tapi dia tidak bershalawat kepadamu.’ Maka aku berkata, ‘Amin.” ( HR. Bukhari
dalam kitab Al-Adabul Mufrad, bab Man Dzukira ‘Indahu An-Nabiyu Falam Yushalli ‘Alaih,
Hadits Shahih Ligharihi).
Shalawat dan salam semoga tetap tercurah pada teladan kita, Rasulullah
Muhammad saw, para shahabat, keluarga dan umat Islam yang konsisten dengan agamanya
hingga hari kiamat. Amin

‫تم بحمدالله‬

83
Risalah Ramadhan

DAFTAR PUSTAKA

1. Ad Dinul Kholis, Syaikh Mahmud Muhammad As Subki.


2. Al Fatawa Al Kubra, Syaikh Islam Ibnu Taimiyah.
3. Al Kaafi Fie Fiqhi Al Imam Ahmad, Ibnu Qudamah.
4. Al Majmu’ Syarhul Muhadzdzab, Imam An Nawawy.
5. Al Mughni, Ibnu Qudamah (Abu Muhammad Abdulloh bin Ahmad bin Muhammad bin
Qudamah Al Maqohsy).
6. Al-Fiqih Al-Islami Wa Adillatuhu, Dr. Wahbah Az-Zuhaili.
7. Al-Jami’ li Ahkamil Qur’an, Imam al-Qurthubi.
8. Al-Lu’lu’ Wal Marjan, Muhammad Abdul Baqi.
9. Al-Mishbah Al-Munir, Imam Ahmad bin Muhammad Al Fayummi Al Muqri’i.
10. Al-Munjid fil Lughah, Louis Ma’luf.
11. Al Muwaththa’, Imam Malik bin Anas bin Malik bin Abi Amir bin Amr bin Al Harits Al
Ashbahi Al Hamiri Abu Abdillah Al Madani
12. Al-Qomus Al-Muhith, Imam Majduddin Muhammad bin Ya’qub bin Muhammad bin
Ibrahim Al Fairuz Abadi Asy Syirazi Asy Syafi’i
13. Aunul Ma’bud, Abu Thayyib Syamsul Haq Al ‘Adhim Abadi.
14. Bidayatul Mujtahid wan Nihayatul Muqtasid, Ibnu Rusyd al Hafidz.
15. Ensiklopedi Hukum Wanita dan Keluarga, Dr. Abdul Karim Zaidan.
16. Fatawa Al-Kubra, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.
17. Fatawa Al-Lajnah Ad-Da’imah lil Buhuts Al-‘Ilmiyyah wa Al-Ifta’, Asy-Syaikh Ahmad
bin Abdur Rozaq Ad-Duwaisy.
18. Fathul Bari Syarhu Shahih al-Bukhari, Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani.
19. Fiqhuz Zakah, Yusuf Qordlowi.
20. Fiqhul ‘Ibadat, Hasan Ayyub.
21. Fiqih I'tikaf, Nashir bin Sulaiman Al-Umar.
22. Jami’ At Tirmidzi, Imam Abu Isa Muhammad bin Isa bin Surah bin Musa bin Adh
Dhahhak As Salmi Adh Dharir Al Bughi At Tirmidzi.
23. Jami’ul Bayan ‘An Ta’wili Ayyil Quran, Imam Ath-Thabari
24. Kamus Al Munawwir Arab-Indonesia, Ahmad Warson Munawwir.
25. Kifayatul Akhyar, Muhammad Al-Husaini.
26. Kitab Al-Umm, Imam Asy-Syafi'i.
27. Kitabul Fiqh ‘ala Madzahibil ‘Arba’ah, Abdurrahman al-Jazary.
28. Lisanul-Arab, Abul Fadhl Jamaluddin bin Makram bin Mandzur Al Afriki Al Mishri.
29. Majalutul Buhuts Al-Islamiyah, Idaratul Buhuts Al-Ilmiyah Wal Ifta Wad Dakwah Wal
Irsyad.
30. Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyah, 'Abdurrahman bin Muhammad bin Qasim dan Anaknya.
31. Mawaridludh Dham’an, Abdul Aziz Muhammad Salman.

84
Risalah Ramadhan
32. Minhajul Muslim, Abu Bakar Jabir Al-Jazairi.
33. Musnad Ahmad, Imam Ahmad bin Muhammad bin Hambal bin Hilal.
34. Nailul Authar, Imam As-Syaukani.
35. Puasa Bersama Nabi, Syaikh Salim bin Id Al-Hilali dan Syaikh Ali Hasan Abdul Hamid.
36. Risalah Romadhan, Abdullah Bin Jarullah Bin Ibrohim Al Jarullah.
37. Salsabil Fi Ma’rifati Dalil, Shalih bin Ibrahim Al-Balaihi
38. Shahih Al-Bukhari, Imam Abu Abdillah Muhammad bin Isma’il bin Ibrahim bin Al-
Mughirah Al-Ja’fi Al-Bukhari
39. Shahih Al-Jami’ Ash-Shagir, Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani.
40. Shahih Al-Jami’ Ash-Shagir, Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani.
41. Shahih Ibnu Majah, Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani.
42. Shahih Muslim bi Syarhin Nawawi, Imam Abu Zakariya Yahya bin Syarafuddin an-
Nawawi Ad-Damsyiqi
43. Shahih Muslim, Imam Muslim bin Al-Hajjaj bin Muslim al-Qusyairi Abul Hasan An-
Naisaburi.
44. Subulus Salam, Ash Shon’aniy.
45. Sunan An Nasa’I, Imam Abu Abdurrahman Al Hafidz Ahmad bin Syu’aib bin Ali bin
Sinan bin Bahr An Nasa’I.
46. Sunan Abi Dawud, Imam Abu Daud As Sijistani Sulaiman bin Al ‘Asy’ats bin Syidad bin
Amr Al Azdi.
47. Sunan Ad-Darimy, Imam Ad Darimi
48. Sunan Ad-Daruquthni, Ali bin ‘Umar Abul Hasan Ad-Daruquthni Al-Baghdadi.
49. Sunan Ibnu Abi Syaibah, Abu Bakar Abdullah bin Muhammad bin Abi Syaibah.
50. Sunan Ibnu Majah, Abu Abdullah Muhammad bin Yazid Arrabi’ie Ibnu Majah.
51. Syarhus Sunnah, Imam Abu Muhammad Al-Husain bin Mas'ud Al-Baghawi.
52. Tafsir Ad Duur Al Mantsur, Imam As-Suyuthi.
53. Tafsir Al-‘Aliyil Qadir li Ikhtishar Tafsir Ibnu Katsir, Muhammad Nasib Ar-Rifa'i.
54. Tafsir Al-Qur’anul ‘Adhim, Imam Ibnu Katsir.
55. Tafsir Fathul Qodir Al Jami’ Baina Riwayah Wa Diroyah Ilmu Tafsir, Imam Muhammad
Bin Ali Bin Muhammad Syaukani.

56. Taisir 'Alam Syarh Umdatul Ahkam, Abdullah Ali Bassam.


57. Tuhfatul Ahwadzi Syarh Sunan At-Tirmidzi, Syaikh 'Abdurrahman 'Abdurrahim Al-
Mubarakfuri.
58. Zadul Ma'ad, Imam Syamsyuddin Syihabuddin Abu Abdullah Muhammad bin Bakar Az-
Zaraiy ad-Damsyiqy/Ibnul Qoyyim

85
Risalah Ramadhan

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................2
Tim Ulin Nuha Ma’had ‘Aly An-Nuur.............................................................................................2
MUQADIMAH...........................................................................................................................3
BAB I................................................................................................................................................4
R I S A L A H R A M A D H A N.................................................................................................4
A. Definisi Shaum........................................................................................................................4
B. Keutamaan-Keutamaan Shaum...............................................................................................4
C. Keutamaan Bulan Ramadhan...................................................................................................9
D. Dalil Disyari’atkannya Shaum Ramadhan............................................................................10
E. Penetapan Awal Dan Akhir Ramadhan...............................................................................11
F. Penetapan Shaum Ramadhan Berdasarkan Tempat Terbitnya Hilal..................................13
G. Syarat Wajib / Sah Shaum ...................................................................................................14
H. Rukun-Rukun Shaum............................................................................................................15
I. Sunnah-Sunnah Shaum ..........................................................................................................16
J. Hal-Hal Yang Dimakruhkan Ketika Shaum...........................................................................17
K. Hal-Hal Yang Membatalkan Shaum Dan Wajib Atasnya Qadha’........................................17
L. Hal-Hal Yang Membatalkan Shaum Dan Wajib Atasnya Qadha’ Dan Kafaroh...................18
M. Hal-Hal Yang Diperbolehkan Bagi Orang Yang Shaum......................................................19
N. Hal-Hal Yang Dimaafkan Bagi Orang Yang Shaum.............................................................19
O. Beberapa Amalan Di Bulan Ramadhan.................................................................................20
P. Mereka Yang Mendapat Rukhshah (Keringanan) Untuk Tidak Shaum................................21
BAB II............................................................................................................................................24
P E N E N T U A N A W A L R A M A D H A N.....................................................................24
A. Definisi-Definisi....................................................................................................................24
B. Penentuan Awal Ramadhan...................................................................................................25
C. Penentuan Wilayah Awal Ramadhan....................................................................................29
BAB III...........................................................................................................................................31
N I A T S H A U M P A D A B U L A N R A M A D H A N...........................................31
A. Definisi Niat.........................................................................................................................31
B. Disyari’atkannya Niat............................................................................................................31
C. Hal-hal yang berkaitan dengan niat pada bulan Ramadhan...................................................32
BAB IV...........................................................................................................................................35
S A H U R.......................................................................................................................................35
A. Pengertian..............................................................................................................................35
B. Disyari'atkannya Makan Sahur .............................................................................................35
C. Hukum Makan Sahur.............................................................................................................36
D. Hikmah dan Fadhilah Makan Sahur......................................................................................37
E. Waktu Sahur...........................................................................................................................38
F. Sifat Fajar yang Menunjukan Masuknya Waktu Sahur.........................................................39
G. Keterangan dari Adzan Bilal dan Adzan Ibnu Ummi Maktum.............................................40
H. Apakah boleh ketika adzan dikumandangkan kita masih makan dan minum atau makan
dan minum setelahnya........................................................................................................40
I. Keterangan tentang hadits jika seseorang mendengar adzan sedang piring atau gelas masih di
tangannya............................................................................................................................41
J. Jika seseorang ragu tentang fajar ketika sahur........................................................................42
K. Sunnah mengakhirkan sahur..................................................................................................42
L. Sebaik-baik makanan sahur adalah kurma.............................................................................42
BAB V............................................................................................................................................43
S H A L A T T A R A W I H........................................................................................................43
A. Sebab Penamaan....................................................................................................................43
B. Dalil Dan Keutamaannya.......................................................................................................44
C. Bilangan Rakaat ....................................................................................................................44
D. Waktu Shalat Tarawih ..........................................................................................................46
E. Berjama’ah Atau Sendirian ? ................................................................................................47
BAB VII.........................................................................................................................................49
L A I L A T U L Q O D A R........................................................................................................49
A. Makna Lailatul Qodar............................................................................................................50

86
Risalah Ramadhan
B. Sebab-sebab Turunnya Lailatul Qodar..................................................................................50
C. Kapan Lailatul Qodar Terjadi................................................................................................51
D. Bagaimana Seorang Muslim Mencari Lailatul Qadar...........................................................51
E. Keutamaan Lailatul Qodar.....................................................................................................52
F. Tanda-tanda Lailatul Qodar...................................................................................................53
G. Amalan Di Malam Lailatul Qodar.........................................................................................53
BAB VII.........................................................................................................................................54
Z A K A T F I T H R I .................................................................................................................54
A. Definisi Zakat Fithri..............................................................................................................54
B. Disyariatkannya Zakat Fithri.................................................................................................55
C. Hukum Zakat Fithri...............................................................................................................55
D. Pada Siapa Diwajibkan ?.......................................................................................................58
E. Syarat-Syarat Mustahiq Zakat................................................................................................58
F. Jenis Dan Ukuran Zakat Fithri...............................................................................................59
G. Membayar Zakat Fithri Dengan Uang...................................................................................61
H. Waktu Membayar Zakat Fithri.............................................................................................62
I. Jika Ada Udzur Syar’i Untuk Membayar Pada Waktunya.....................................................65
J. Inti Dari Kewajiban Zakat Fithri...........................................................................................65
K. Tempat Membayar Zakat Fithri ............................................................................................65
L. Yang Berhak Menerima Zakat Fithri ....................................................................................66
M. Hikmah Zakat Fithri .............................................................................................................67
BAB IX...........................................................................................................................................70
S H O L A T 'I D A I N................................................................................................................70
A. Pengertian Dan Pensyariatannya...........................................................................................70
B. Hukum Sholat Idain...............................................................................................................71
C. Waktu Pelaksanaan Sholat.....................................................................................................71
Bagaimana kalau berita tentang sholat ‘ied ini baru diketahui setelah
siang hari atau sore hari?.....................................73
D. Tentang Takbiran...................................................................................................................73
E. Adab-adab di Hari Raya.........................................................................................................76
F. Tata Cara Sholat ‘Ied..............................................................................................................78
PENUTUP.................................................................................................................................83
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................................84
DAFTAR ISI..................................................................................................................................86

COVER DEPAN

87
Risalah Ramadhan

Penyusun: Tim Ulin Nuha Ma’had Aly An Nuur

FIQIH RAMADHAN

Mendulang Ilmu Menuai Pahala

Penerbit: MUP (Muhammadiyah Univercity Press)

SINOPSIS (COVER BELKANG)

Ibadah yang diterima oleh Allah tidak saja menghajatkan pada keikhlasan namun juga
kesesuaiannya dengan apa yang dicontohkan oleh Rasulullah saw, termasuk shaum di bulan
Ramadhan. Rasulullah pernah mengingatkan kita, berapa banyak orang yang shaum namun tidak
mendapatkan apa-apa kecuali sekedar lapar dan dahaga. Hal itu terjadi karena ketidak sesuaian
amalan mereka dengan apa yang diajarkan oleh Rasulullah saw. Maka membekali diri dengan
ilmu adalah satu hal yang penting sebelum kita beramal.
Buku yang ada di hadapan pembaca ini, insya Allah akan menjadi panduan bagi Anda
dalam memahami berbagai permasalahan seputar Ramadhan serta permasalahan lain yang
berkaitan dengan fiqih Ramadhan. Seperti penentuan awal Ramadhan, niat shaum, sahur, shalat
tarawih, i’tikaf, zakat fithri dan shalat ‘idain.
Selamat mendulang ilmu yang terpendam dalam buku ini. Semoga kita dikuatkan untuk
melipatgandakan amal kebajikan di bulan Ramadhan yang penuh berkah. Sehingga kitapun akan
menuai pahala yang melimpah sesuai yang dijanjikan oleh-Nya. Amin.

88

You might also like