Professional Documents
Culture Documents
Kepemimpinan boleh didefinisikan sebagai suatu proses yang kompleks di mana dengannya seseorang itu
(pemimpin) mempengaruhi orang-orang lain (pengikut) melaksanakan dan menyempurnakan misi, tugasan,
atau objektif-objektif dan dengan itu membawa organisasi menjadi lebih jelekit dan bersepadu. Seseorang
pemimpin itu melakukan proses ini dengan mengaplikasikan sifat-sifat kepemimpinan dirinya iaitu
kepercayaan, nilai, etika, perwatakan, pengetahuan, dan kemahiran-kemahiran yang dimilikinya.
Sungguhpun kedudukan anda sebagai seorang 'pengurus' (Guru Besar?), penyelia, ketua dan sebagainya;
memberikan anda 'kuasa' melakukan tugas dan objektif tertentu organisasi, ketahuilah 'kuasa' ini tidak
menjadikan anda seorang 'pemimpin'...ia hanya menjadikan anda seorang 'boss'. Kepemimpinan
menjadikan orang lain mahu mencapai matlamat-matalamat dan objektif-objektif yang tinggi, sementara
sebaliknya boss mengarah orang menyempurnakan objektif dan tugasan.
Donald Clark (1997) menyatakan; "The basis of good leadership is honourable character and selfless
service to your organization. In your employee's eyes, your leadership is everything you do that effects the
organization's objectives and their well being. A respected leader concentrates on what she is (be) (beliefs
and character), what she knows (job, tasks, human nature), and what she does (implement, motivates,
provide direction). Apa yang menyebabkan seseorang itu mahu mengikut seseorang pemimpin? Orang
mahu dipimpin oleh orang yang mereka hormati dan seseorang pemimpin yang mempunyai 'clear sense of
direction'. Untuk mendapat penghormatan, pemimpin mesti beretika, dan 'halatuju' dapat dicapai dengan
menyampaikan visi masa depan yang kuat. Jadi pada dasarnya anda mestilah boleh dipercayaai dan anda
boleh mengkomunikasikan visi berhaluan yang anda tujui. Jika anda seorang pemimpin yang boleh
dipercayai, maka orang di sekeliling anda akan belajar menghornati anda. Untuk menjadi pemimpin yang
baik, ada beberapa perkara yang anda mesti jadi, tahu dan buat. Semua ini terletak di bawah apa yang
digelar Kerangka Kepemimpinan:
Jadi seorang profesional. Contohnya setia kepada organisasi, berkhidmat tanpa pentingkan diri,
dan bertanggungjawab.
Jadi seorang profesional yang punyai ciri-ciri perwatakan yang baik. Contohnya kejujuran,
ketrampilan, lurus, komitmen, integriti, keberanian, berterus-terang dan imaginasi.
Tahu (kenali) diri sendiri,. Contohnya kekuatan dan kelemahan diri, pengetahuan dan kemahiran.
Tahu sifat manusia. Contohnya kepada keperluan manusia dan emosi, dan bagaimana manusia
bertindakbalas terhadap stress.
Tahu kerja anda. Contohnya mahir dan pakar serta mampu melatih orang-orang lain.
Tahu organisasi anda. Seperti tahu ke mana hendak mendapatkan bantuan, iklim dan budayanya,
serta tahu siapa pula 'pemimpin-pemimpin tak rasmi' dalam organisasi.
Memotivasi: mampu membina morale dan semangat kekitaan di dalam organisasi, melatih dan
membimbing serta memberikan kaunseling.
Di peringkat operasional seseorang pemimpin mestilah mempunyai tiga ciri penting yang mesti pula
diterjemah dan direalisasikan di dalam seluruh budaya kerja dan budaya organisasi dan dihayati oleh
seluruh ahli organisasi. Tiga ciri utama tersebut ialah mengongsi visi, penggunaan sumber (manusia,
maklumat, dan sumber modal), dan nilai. Hanya seorang pemimpin yang ada visi sahaja yang boleh
membawa organisasi dan pengikutnya menuju wawasan, yang mampu menggerakkan dan mendorong
subordinat dengan meletak dan memberi nilai yang tinggi dalam semua aspek kelangsungan survival
individu dan organisasi.
Pemimpin yang bervisi sentiasa 'melihat' jauh ke depan melewati ruang dan masa di samping menunjukkan
'arah dan teladan'; sentiasa berkongsi kegemilanagn bersama-sama pengikut (perit dan pedih ditanggung
sendiri), dan berjaya meninggalkan legacy (warisan) bak kata perumpamaan Melayu "Harimau mati
meninggalkan belang, manusia mati meninggalkan nama."ٱ
Perempuan seolah takkan pernah berhenti untuk dibicarakan, diselami dunianya, baik
yang bersifat lahiriahnya: kecantikan maupun gaya hidup mulai dari tidur hingga
bangunnya terus dikuak, maupun yang bersifat batiniah, jiwanya: olah rasa atau hal
lainnya.
Perempuan memang asyik untuk dikaji. Makhluk Tuhan yang satu ini seolah harta atau
khazanah yang mengundang decak kagum maupun sunggingan bibir yang mencoba
mencemoohnya. Entah itu perempuan sendiri, lebih-lebih pria takkan luput untuk trambul
ngomong, entah paham betul atau hanya waton ngomong, yang penting ngomong
perempuan. Meskipun tak jelas apa yang diomongkan.
Begitu pula yang dilakukan oleh divisi keagamaan BEM Pendidikan Kimia, ingin turut
serta mewarnai perbincangan tentang sosok perempuan tersebut. Bertempat di teatrikal
fakultas saintek UIN Yogyakarta, 10 September 2009, dimulai. Dengan menghadirkan
pembicara dekan fakultas SAINTEK, Dra. Meizer Said Nahdli, M. Si, dan aktivis
perempuan, Yaya Setianingsih, S.H.I atu lebih akrab di panggil mbak Yayat.
Tema yangd iangkat pada seminar ini adalah masalah kepemimpinan seorang perempuan
jika dilihat dari ranah agama dan kebudayaan. Berhubungan dengan kacamata Islam
tentunya mempertanyakan bagaimana Islam memandang perempuan tersebut, hakikat dan
syarat bagi pemimpin yang kesemuannya ini sudah tentu harus ada kesesuaian dari
sumber pokok Islam: al-Qur'an dan al-Hadist. Sedangkan budaya melihat dari sisi
bagaimana kebudayaan setempat menempatkan sosok perempuan ditengah pusaran
peradabannya, apa itu perempuan ( apakah keeksisitensiannya terbentuk karena faktor
biologis, fisik, ataukah nama perempuan itu terbentuk karena pergumulan budaya?).
Sejenak jika kita lihat, sebetulnya tema yang diusung pada seminar ini bisa dikatakatkan
sudah usang tetapi kita tidak memandang usang atau aktual permasalahan itu muncul
tetapi bagaimana permasalahan itu terus berkembang dan terus melahirkan polemik di
tengah masyarakat.
Menurut Dra. Meizer Said Nahdli, M.Si, permasalahan siapa yang cocok menjadi
pemimpin, laki-laki atau perempuan sebetulnya lahir karena faktor budaya sedangkan
budaya itu sendiri terbentuk karena adanya interkasi cipta, rasa dan karsa antar manusia.
Sehingga tak dipungkiri permasalahan kepemimpinan, siapa yang pantas memimpin
tergantung tingkat intelektualitas, dan penghormatan masyarkat setempat terhadap
perempuan.
Meskipun secara biologis, dekan sekaligus dosen biologi fakultas SAINTEK ini
melanjutkan, perbedaan antar laki-laki dan perempuan ada. Sebagi contohnya tulang laki-
laki massanya lebih berat dibandingkan perempuan tetapi itu bukanlah dasar untuk
mengangkat pemimpin. Pemimpin dipilih bukan faktor otot melainkan otak. Islam sendiri
juga tidak membeda-bedakan antara keduanya, Islam adalah agama dengan konsep
keseimbangan kalau pun ada perbedaan pembagian kerja hanya semata-mata konsep
kesetimbangan untuk menjaga msayarakat agar dalam keadaan harmonis, tidak tumpang
tindih antara wilayah perempuan dan laki-laki. Dalam al-Qur'aan disebutkan bahwa Allah
akan mengganjar dengan adil bagi siapa saja yang melakukan amal baik dan disertai
keimanan. Pergolakan yang terjadi di tengah masyarakat yang terus menyoal siapa yang
pantas jadi pemimpin, apa perempuan boleh jadi pemimpin, merupakan sebuah ketakutan
yang dibentuk oleh lingkungan, entah ketakutan laki-laki kehilangan harga dirinya sebagai
manusia yang terlanjur dicap sebagai pemimpin bagi perempuan.
Sedangkan mbak Yayat mengatkan bahwa tidak ada persoalan antara budaya dengan
agama yang mempermasalahkan kepemimpinan. Karena pemimpin diukur dari
intelektualitas, kapabilitas seseorang. Bukti dari tidak adanya persinggungan antara agama
dengan budaya adalah catatan sejarah bagaimana Khodijah dan Asiyah pernah menjadi
pemimpin dimasanya. Ratu Sima yang memimpin kerajaan di tanah jawa era agama
Hindu begitu juga masa Islam di jawa pernah ada ratu yakni ratu Kalinyamat yang sisa
kerajaannya bisa di lihat di Jepara. Ratu Kalinyamat adalah seorang perempuan yang
pernah menjadi Adipati Demak sekaligus penasehat bagi kerajaan Mataram.
Masyarakat akan menyetujui pemimpin perempuan jika kapabilitasnya telah teruji dan
terbukti mampuni bagi mansyarakat. Tinggal kita bagaimana memandang perempuan dan
membuat kriteria-kriteria pemimpin.
DEMOKRASI DALAM PERSPEKTIF ISLAM
Oleh :
BRIGITA WIN ERWINA
04711044
PENDAHULUAN
Konsep kepemimpinan dalam Islam sebenarnya memiliki dasar-dasar yang
sangat kuat dan kokoh. Ia dibangun tidak saja oleh nilai-nilai transendental, namun
telah dipraktekkan sejak berabad-abad yang lalu oleh nabi Muhammad SAW, para
Shahabat dan Al-Khulafa' Al-Rosyidin. Pijakan kuat yang bersumber dari Al-qur'an
dan Assunnah serta dengan bukti empiriknya telah menempatkan konsep
kepemimpinan Islam sebagai salah satu model kepemimpinan yang diakui dan
dikagumi oleh dunia internasional.
Namun dalam perkembangannya, aplikasi kepemimpinan Islam saat ini
terlihat semakin jauh dari harapan masyarakat. Para tokohnya terlihat dengan
mudah kehilangan kendali atas terjadinya siklus konflik yang terus terjadi. Harapan
masyarakat (baca: umat) akan munculnya seorang tokoh muslim yang mampu dan
bisa diterima oleh semua lapisan dalam mewujudkan Negara yang terhormat, kuat
dan sejahtera nampaknya masih harus melalui jalan yang panjang.
Tinjauan Umum Mengenai Kepemimpinan
Secara etimologi kepemimpinan berarti Khilafah, Imamah, Imaroh, yang
mempunyai makna daya memimpin atau kualitas seorang pemimpin atau tindakan
dalam memimpin. sedangkan secara terminologinya adalah suatu kemampuan
untuk mengajak orang lain agar mencapai tujuan-tujuan tertentu yang telah
ditetapkan. Dengan kata lain, kepemimpinan adalah upaya untuk
2
mentransformasikan semua potensi yang terpendam menjadi kenyataan. Tugas
dan tanggungjawab seorang pemimpin adalah menggerakkan dan mengarahkan,
menuntun, memberi mutivasi serta mendorong orang yang dipimpin untuk berbuat
sesuatu guna mencapai tujuan. Sedangkan tugas dan tanggungjawab yang
dipimpin adalah mengambil peran aktif dalam mensukseskan pekerjaan yang
dibebankannya. tanpa adanya kesatuan komando yang didasarkan atas satu
perencanaan dan kebijakan yang jelas, maka rasanya sulit diharapkan tujuan yang
telah ditetapkan akan tercapai dengan baik. Bahkan sebaliknya, yang terjadi
adalah kekacauan dalam pekerjaan. Inilah arti penting komitmen dan kesadaran
bersama untuk mentaati pemimpin dan peraturan yang telah ditetapkan.
III. Kepemimpinan dalam Islam
III. a. Hakekat Kepemimpinan
Dalam pandangan Islam, kepemimpinan merupakan amanah dan
tanggungjawab yang tidak hanya dipertanggungjawabkan kepada anggotaanggota
yang dipimpinya, tetapi juga akan dipertanggungjawabkan dihadapan
Allah Swt. Jadi, pertanggungjawaban kepemimpinan dalam Islam tidak hanya
bersifat horizontal-formal sesama manusia, tetapi bersifat vertical-moral, yakni
tanggungjawab kepada Allah Swt di akhirat nanti. Seorang pemimpin akan
dianggap lolos dari tanggungjawab formal dihadapan orang-orang yang
dipimpinnya, tetapi belum tentu lolos ketika ia bertanggungjawab dihadapan Allah
Swt. Kepemimpinan sebenarnya bukan sesuatu yang mesti menyenangkan, tetapi
merupakan tanggungjawab sekaligus amanah yang amat berat yang harus
diemban dengan sebaik-baiknya. Allah Swt berfirman:
"dan orang-orang yang memelihara amanah (yang diembankannya) dan janji
mereka, dan orang-orang yang memelihara sholatnya, mereka itulah yang akan
mewarisi surga firdaus, mereka akan kekal didalamnya" (QS.Al Mukminun 8-9)
Seorang pemimpin harus bersifat amanah, sebab ia akan diserahi
tanggungjawab. Jika pemimpin tidak mempunyai sifat amanah, tentu yang terjadi
adalah penyalahgunaan jabatan dan wewenang untuk hal-hal yang tidak baik.
Itulah mengapa nabi Muhammad SAW juga mengingatkan agar menjaga amanah
3
kepemimpinan, sebab hal itu akan dipertanggungjawabkan, baik didunia maupun
diakhirat. Nabi bersabda: "setiap kalian adalah pemimpin, dan kalian akan dimintai
pertanggungjawaban atas kepemimpinannya" (HR. Bukhori) Nabi Muhammad
SAW juga bersabda: "Apabila amanah disia-siakan maka tunggulah saat
kehancuran. Waktu itu ada seorang shahabat bertanya: apa indikasi menyianyiakan
amanah itu wahai Rasulullah? Beliau menjawab: apabila suatu perkara
diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya maka tunggulah saat
kehancurannya" (HR. Bukhori)
Oleh karenanya, kepemimpinan mestinya tidak dilihat sebagai fasilitas untuk
menguasai, tetapi dimaknai sebagai sebuah pengorbanan dan amanah yang harus
diemban dengan sebaik-baiknya. Kepemimpinan juga bukan kesewenangwenangan
untuk bertindak, tetapi kewenangan untuk melayani dan mengayomi
dan berbuat dengan seadil-adilnya. kepemimpinan adalah sebuah keteladanan
dan kepeloporan dalam bertindak. Kepemimpinan semacam ini akan muncul jika
dilandasi dengan semangat amanah, keikhlasan dan nilai-nilai keadilan.
III. b. Hukum dan Tujuan Menegakkan Kepemimpinan
Pemimpin yang ideal merupakan dambaan bagi setiap orang, sebab
pemimpin itulah yang akan membawa maju-mundurnya suatu organisasi, lembaga,
Negara dan bangsa. Oleh karenanya, pemimpin mutlak dibutuhkan demi
tercapainya kemaslahatan umat. Tidaklah mengherankan jika ada seorang
pemimpin yang kurang mampu, kurang ideal misalnya cacat mental dan fisik,
maka cenderung akan mengundang kontroversi, apakah tetap akan dipertahankan
atau di non aktifkan.
Imam Al-mawardi dalam Al-ahkam Al sulthoniyah menyinggung mengenai
hukum dan tujuan menegakkan kepemimpinan. beliau mengatakan bahwa
menegakkan kepemimpinan dalam pandangan Islam adalah sebuah keharusan
dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara. Lebih lanjut, beliau
mengatakan bahwa keberadaan pemimpin (imamah) sangat penting, artinya,
antara lain karena imamah mempunyai dua tujuan: pertama: Likhilafati an4
Nubuwwah fi-Harosati ad-Din, yakni sebagai pengganti misi kenabian untuk
menjaga agama. Dan kedua: Wa sissati ad-Dunnya, untuk memimpin atau
mengatur urusan dunia. Dengan kata lain bahwa tujuan suatu kepemimpinan
adalah untuk menciptakan rasa aman, keadilan, kemasylahatan, menegakkan
amar ma'ruf nahi munkar, mengayomi rakyat, mengatur dan menyelesaikan
problem-problem yang dihadapi masyarakat.
Dari sinilah para ulama' berpendapat bahwa menegakkan suatu
kepemimpinan (Imamah) dalam kehidupan berbangsa dan bernegara adalah suatu
keniscayaan (kewajiban). Sebab imamah merupakan syarat bagi terciptanya suatu
masyarakat yang adil dalam kemakmuran dan makmur dalam keadilan serta
terhindar dari kehancuran dalam kehidupan bermasyarakat. Oleh karena itu,
tampilnya seorang pemimpin yang ideal yang menjadi harapan komponen
masyarakat menjadi sangat urgen.
III. c. Kriteria Pemimpin yang Ideal dalam Islam
Imam Al Mawardi dalam Al-ahkam Al sulthoniyyah-Nya memberikan
beberapa kriteria seorang pemimpin yang ideal agar tampilnya pemimpin tersebut
dapat mengantarkan suatu Negara yang adil dan sejahtera seperti yang
diharapkan.
Seorang pemimpin harus mempunyai sifat adil ('adalah)
Memiliki pengetahuan untuk memanage persoalan-persoalan yang ada
kaitannya dengan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Sehat panca indranya seperti pendengaran, penglihatan dan lisannya.
Sehingga seorang pemimpin bisa secara langsung mengetahui persoalanpersoalan
secara langsung bukan dari informasi atau laporan orang lain yang
belum tentu dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Sehat anggota badan dari kekurangan. Sehingga memungkinkan seorang
pemimpin untuk bergerak lebih lincah dan cepat dalam menghadapi berbagai
persoalan ditengah-tengah masyarakat.
5
Seorang pemimpin harus mempunyai misi dan visi yang jelas. bagaimana
memimpin dan memanage suatu Negara secara berstruktur, sehingga ada
perioritas tertentu, mana yang perlu ditangani terlebih dahulu dan mana yang
dapat ditunda sementara.
Seorang pemimpin harus mempunyai keberanian dan kekuatan. Dalam hal ini
seorang pemimpin harus mempunyai keberanian dan kekuatan dalam
menegakkan hukum dan keadilan.
Harus keturunan Quraisy. Namun menurut pandangan Ibnu Khaldun dalam
Muqoddimah-Nya bahwa, hadits "Al Aimmatu min Quraisyin" (HR. Ahmad dari
Anas bin Malik) tersebut dapat dipahami secara konstektual, bahwa hak
pemimpin itu bukan pada etnis Quraisy-nya, melainkan pada kemampuan dan
kewibawaannya. Pada masa Nabi Muhammad SAW orang yang memenuhi
persyaratan sebagai pemimpin dan dipatuhi oleh masyarakat adalah dari kaum
Quraisy. Oleh karena itu, apabila pada suatu saat ada orang yang bukan dari
Quraisy tapi punya kemampuan dan kewibawaan, maka ia dapat diangkat
sebagai pemimpin termasuk kepala Negara.
PERMASALAHAN
Secara historis, demokrasi muncul sebagai respon terhadap system
monarchi diktator Yunani pada abad 5 M. pada waktu demokrasi ditetapkan dalam
bentuk systemnya dimana semua rakyat (selain wanita, anak dan budak) menjadi
pembuat undang-undang. Secara umum demokrasi itu kompatibel dengan nilainilai
universal Islam. seperti persamaan, kebebasan, permusyawaratan dan
keadilan. Akan tetapi dalam dataran implementatif hal ini tidak terlepas dari
problematika. Sebagai contoh adalah ketika nilai-nilai demokrasi berseberangan
dengan hasil ijtihad para ulama'. Contoh kecil adalah kasus tentang orang yang
pindah agama dari Islam (baca: murtad). Menurut pandangan Islam berdasarkan
hadits: "Man baddala dinahu faqtuluhu" mereka disuruh taubat dahulu, jika mereka
6
tidak mau maka dia boleh dibunuh atau diperangi. Dalam system demokrasi hal ini
tidak boleh terjadi, sebab membunuh berarti melanggar kebebasan mereka dan
melanggar hak asasi manusia (HAM). Kemudian dalam demokrasi ada prinsip
kesamaan antara warga Negara. Namun dalam Islam ada beberapa hal yang
sangat tegas disebut dalam al-Qur'an bahwa ada perbedaan antara laki-laki dan
perempuan, misalnya tentang poligame. (QS. An-nisa' 33) tentang hukum waris
(QS. An-nisa' 11) tentang kesaksian (QS. Al-baqarah 282). Disamping itu,
demokrasi sangat menghargai toleransi dalam kehidupan sosial, termasuk dalam
ma'siat sekalipun. Seperti pacaran perzinaan. Sedangkan dalam Islam hal ini
jelasjelas
dilarang dalam Al-qur'an. Demikian juga dalam Islam dibedakan antara hak
dan kewajiban kafir dzimmi dengan yang muslim. Hali ini dalam demokrasi tidak
boleh terjadi, sebab tidak lagi menjunjung nilai persamaan. Melihat adanya
problem diatas, berarti tidak semuanya demokrasi kompatibel dengan ajaran
Islam. dalam dataran prinsip, ide-ide demokrasi ada yang sesuai dan selaras
dengan Islam, namun pada tingkat implementatif sering kali nilai-nilai demokrasi
berseberangan dengan ajaran Islam dalam al-Qur'an, Assunnah dan ijtihad para
ulama'
7
PEMBAHASAN
Prinsip-Prinsip Kepemimpinan Islam
Sebagai agama yang sesuai dengan fitrah manusia, Islam memberikan
prinsip-prinsip dasar dan tata nilai dalam mengelola organisasi atau pemerintahan.
Al-qur'an dan As-sunnah dalam permasalahan ini telah mengisyaratkan beberapa
prinsip pokok dan tata nilai yang berkaitan dengan kepemimpinan, kehidupan
bermasyarakat, berorganisasi, bernegara (baca: berpolitik) termasuk di dalamnya
ada system pemerintahan yang nota-benenya merupakan kontrak sosial.
Prinsipprinsip
atau nilai-nilai tersebut antara lain: prinsip Tauhid, As-syura
(bermusyawarah) Al-'adalah (berkeadilan) Hurriyah Ma'a Mas'uliyah (kebebasan
disertai tanggungjawab) Kepastian Hukum, Jaminan Haq al Ibad (HAM) dan lain
sebagainya.
IV. 1. Prinsip Tauhid
Prinsip tauhid merupakan salah satu prinsip dasar dalam kepemimpinan
Islam (baca: pemerintahan Islam). Sebab perbedaan akidah yang fundamental
dapat menjadi pemicu dan pemacu kekacauan suatu umat. oleh sebab itu, Islam
mengajak kearah satu kesatuan akidah diatas dasar yang dapat diterima oleh
semua lapisan masyarakat, yaitu tauhid. Dalam alqur'an sendiri dapat ditemukan
dalam surat An-nisa' 48, Ali imron 64 dan surat al Ikhlas.
IV. 2. Prinsip Musyawarah (Syuro)
usyawarah berarti mempunyai makna mengeluarkan atau mengajukan
pendapat. Dalam menetapkan keputusan yang berkaitan dengan kehidupan
berorganisasi dan bermasyarakat, paling tidak mempunyai tiga cara: 1. keputusan
yang ditetapkan oleh penguasa. 2. kepeutusan yang ditetapkan pandangan
8
minoritas. 3. keputusan yang ditetapkan oleh pandangan mayoritas, ini menjadi ciri
umum dari demokrasi, meski perlu diketahui bahwa "demokrasi tidak identik
dengan syuro" walaupun syuro dalam Islam membenarkan keputusan pendapat
mayoritas, hal itu tidak bersifat mutlak. Sebab keputusan pendapat mayoritas tidak
boleh menindas keputusan minoritas, melainkan tetap harus memberikan ruang
gerak bagi mereka yang minoritas. Lebih dari itu, dalam Islam suara mayoritas
tidak boleh berseberangan dengan prinsip-prinsip dasar syariat. Dalam Al-quran
ada beberapa ayat yang berbicara tentang musyawarah. Pertama: musyawarah
dalam konteks pengambilan keputusan yang berkaitan dengan rumah tangga dan
anak-anak, seperti menyapih (berhenti menyusui) anak. Hal ini sebagaimana
terdapat pada surat al-Baqarah ayat 233. "apabila suami-istri ingin menyapih anak
mereka (sebelum dua tahun) atas dasar kerelaan dan musyawarah antar mereka,
maka tidak ada dosa atas keduanya" Kedua: musyawarah dalam konteks
membicarakan persoalan-persoalan tertentu dengan anggota masyarakat,
termasuk didalamnya dalam hal berorganisasi. Hal ini sebagaimana terdapat pada
surat Ali-imron ayat 158. "bermusyawarahlah kamu (Muhammad) dengan mereka
dalam urusan tertentu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad,
bertawakkalah kepada Allah Swt. Sesungguhnya Allah Swt mencintai orang-orang
yang bertawakkal kepada-Nya". meskipun terdapat beberapa Al-qur'an dan
Assunnah
yang menerangkan tentang musyawarah. Hal ini bukan berarti al-Qur'an
telah menggambarkan system pemerintahan secara tegas dan rinci, nampaknya
hal ini memang disengaja oleh Allah untuk memberikan kebebasan sekaligus
medan kreatifitas berfikir hambanya untuk berijtihad menemukan sistem
pemerintahan yang sesuai dengan kondisi sosial-kultural. Sangat mungkin ini
salah satu sikap demokratis tuhan terhadap hamba-hambanya.
IV. 3. Prinsip Keadilan (Al-'adalah)
Dalam memanage pemerintahan, keadilan menjadi suatau keniscayaan,
sebab pemerintah dibentuk antara lain agar tercipta masyarakat yang adil dan
makmur. Tidaklah berlebihan kiranya jika al- Mawardi dalam Al-ahkam Al9
sulthoniyah-Nya memasukkan syarat yang pertama seorang pemimpin negara
adalah punya sifat adil. Dalam al-Qur'an, kata al-'Adl dalam berbagai bentuknya
terulang dua puluh delapan kali. Paling tidak ada empat makna keadilan yang
dikemukakan oleh ulama. pertama: adil dalam arti sama. Artinya tidak
menbedambedakan
satu sama lain. Persamaan yang dimaksud adalah persamaan hak. Ini
dilakukan dalam memutuskan hukum. Sebagaimana dalam al qur'an surat an-Nisa'
58. "apabila kamu memutuskan suatu perkara diantara manusia maka hendaklah
engkau memutuskan dengan adil". kedua: adil dalam arti seimbang. Disini keadilan
identik dengan kesesuaian. Dalam hal ini kesesuaian dan keseimbangan tidak
mengharuskan persamaan kadar yang besar dan kecilnya ditentukan oleh fungsi
yang diharapkan darinya. Ini sesuai dengan al-Qur'an dalam surat al infithar 6-7
dan al Mulk 3. ketiga: adil dalam arti perhatian terhadap hak-hak individu dan
memberikan hak-hak itu kepada pemiliknya. Keempat: keadilan yang dinisbatkan
kepada Allah Swt. Adil disini berarti memelihara kewajaran atas berlanjutnya
eksistensi. Dalam hal ini Allah memiliki hak atas semuanya yang ada sedangkan
semua yang ada, tidak memiliki sesuatau disisinya. Jadi, system pemerintahan
Islam yang ideal adalah system yang mencerminkan keadilan yang meliputi
persamaan hak didepan umum, keseimbangan (keproposionalan) dalam
memanage kekayaan alam misalnya, distribusi pembangunan, adanya balancing
power antara pihak pemerintah dengan rakyatnya.
IV. 4. Prinsip Kebebasan (al-Hurriyah)
Kebebasan dalam pandangan al-Qur'an sangat dijunjung tinggi termasuk
dalam menentukan pilihan agama sekaligus. Namun demikian, kebebasan yang
dituntut oleh Islam adalah kebebasan yang bertanggungjawab. Kebebasan disini
juga kebebasan yang dibatasi oleh kebebasan orang lain. Dalam konteks
kehidupan politik, setiap individu dan bangsa mempunyai hak yang tak terpisahkan
dari kebebasan dalam segala bentuk fisik, budaya, ekonomi dan politik serta
berjuang dengan segala cara asal konstitusional untuk melawan atas semua
bentuk pelanggaran.
10
KESIMPULAN
Syari'at Islam diperuntukkan bagi kemaslahatan hidup di dunia dan di
akhirat. Dan cakupan syari'at Islam meliputi wilayah agama dan negara. syari'at
Islam berlaku umum untuk seluruh umat manusia dan bersifat abadi sampai hari
kiamat. Hukum-hukumnya saling menguatkan dan mengukuhkan satu sama lain,
baik dalam bidang akidah, ibadah, etika maupun mu'amalah, demi mewujudkan
puncak keridlaan Allah Swt, ketenangan hidup, keimanan, kebahagian,
kenyamanan dan keteraturan hidup bahkan memberikan kebahagian dunia secara
keseluruhan. Semua itu dilakukan melalui kesadaran hati nurani, rasa tanggung
jawab atas kewajiban, perasaan selalu dipantau oleh Allah Swt dalam seluruh sisi
kehidupan, baik ketika sendirian maupun di hadapan orang lain, serta dengan
memuliakan hak-hak orang lain. Lebih lanjut lagi, Syari'at Islam merupakan
satusatunya
syariat yang sesuai dengan perkembangan zaman, cocok untuk segala
generasi, dan selaras dengan realitas kehidupan. Dalam prinsip-prinsip syariat
Islam, terdapat kekuatan paripurna yang akan selalu membantu kita dalam
menetapkan hukum yang selalu hidup, tumbuh, dan berkembang bagi kehidupan
manusia dengan beragam latar-belakang budayanya. Syariat Islam yang dinamis
sungguh menjamin rasa keadilan, ketenangan, dan kehidupan yang mulia dan
bersih. Mampu membawa izzul Islam wal muslimin dalam bingkai Negara kesatuan
republik Indonesia yang Baldatun Thoyibatun Wa Robbun Ghofur.
11
PENUTUP
Pemerintah Negara Indonesia dibentuk untuk melindungi segenap bangsa
Indonesia, seluruh tumpah darah Indonesia, untuk memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan social.
Namun kenyataanya, kekuatan kapitalisme global dengan bebas mengeruk
kekayaan alam Indonesia, membiarkan rakyatnya termiskinkan, sehingga jurang
antara kaya dan miskin makin menjulang. Dan mayoritas rakyatnya tetap dalam
penderitaan. dengan merasakan penderitaan rakyat, menyimak peringatan Allah
Swt, merenungkan sinyalemen Rasulullah SAW, dan menyaksikan musibah yang
silih berganti, maka tidak ada pilihan lagi selain menjadikan tuntunan Allah Swt
yang maha kuasa (baca: Syari'at Allah) sebagai pedoman dalam mengelola
bangsa dan Negara kesatuan republik Indonesia, dan satu-satunya solusi terhadap
masalah bangsa.
Indonesia yang mayoritas penduduknya umat Islam selalu mendambakan
tampilnya kepemimpinan Islam didalam setiap level kehidupan bermasyarakat dan
bernegara, yang diharapkan mampu untuk memperjuangkan kepentingan umat
Islam dan menjalankan system pemerintahan berdasarkan syari'at Islam secara
kaffah, bukan dengan system demokrasi yang identik dengan kekufuran. Juga
untuk menjaga kemurnian ajaran ahlussunnah wal jama'ah versi wali-songo
sekaligus untuk mengamandemen undang-undang yang bertentangan dengan
syari'at Islam, diganti dengan undang-undang yang sesuai dengan syari'at Islam
yang berpihak dengan kepentingan umat Islam, sehingga tidak ada lagi aset-aset
Negara yang dikuasai oleh perusahaan-perusahaan asing seperti blok Cepu,
12
Freeport, dan lain-lain. Untuk mewujudkan cita-cita luhur itu, diperlukan kesatuan
visi antara umat Islam dan dukungan dari orang-orang yang punya kapabilitas
ketokohan Islam, pondok pesantren, lembaga-lembaga dan organisasi Islam serta
membangun poros Islam yang melibatkan semua partai yang berbasis dan
berazaskan Islam.
TIPS Membangun Kepemimpinan
1. membangun kekuatan pribadi
2. membangun keahlian hidup dalam berkelompok
3. membangun keahlian dalam memimpin kelompok