You are on page 1of 19

Gulma Perkebunan dan Strategi

Pengendaliannya

PENGENDALIAN GULMA DI TANAMAN PERKEBUNAN

Istilah “perkebunan” atau estate sudah lama dikenal di Indonesia. Pada tahun
1938 terdapat 243 perkebunan besar di Indonesia. Berdasarkan fungsinya perkebunan
merupakan usaha untuk menciptakan lapangan kerja, peningkatan pendapatan dan
devisa negara, dan pemeliharaan kelestarian sumber daya alam. Perkebunan
berdasarkan pengelolaannya dibagi menjadi perkebunan rakyat, perkebunan besar,
perkebunan inti rakyat, dan unit pelaksana proyek.
Tahapan prosedur pengelolaan gulma di perkebunan dimulai dengan identifikasi
masalah, pemilihan cara pengendalian dan implementasinya. Jika terjadi kesalahan
dalam pemilihan ncara atau implementasi pengendalian, maka diperlukan umpan balik
(Gambar 9.1). Masalah gulma di perkebunan timbul sejak land clearing sampai
dengan tanaman menghasilkan (Gambar 9.2). Untuk itu perlu pengelolaan secara
efisien dan bijaksana. Dampak negatif yang ditimbulkan gulma antara lain persaingan
sarana tumbuh, mengganggu operasional di lapangan, sumber hama dan penyakit
tumbuhan, sekresi zat-zat alelopati, serta penurunan nilai estetika. Semua kerugian
tersebut dapat menurunkan produksi pertanian.

Identifikasi Masalah

Pemilihan Cara Pengendalian

Implementasi Pengendalian

Perencanaan Pengelolaan
Gulma Jangka Panjang
Gambar 9.1 Empat Tahapan Prosedur Pengelolaan Gulma

Pengendalian Gulma 100


Diikuti tahapan berikutnya
= Tanpa tahapan
Umpan balik

Pemetaan (Bloking)

Pembibitan Land Clearing Masalah Gulma

Pengajiran

Lubang Tanam LCC

Tanam

Tan. Tahun Ini


Pemeliharaan

TBM

Panen TM

Gambar 9.2 Skema Budidaya Tanaman Perkebunan dan Hubungannya dengan


Masalah Gulma (Zaman, 2007)

Klasifikasi Gulma
Berdasarkan tingkat bahayanya gulma diklasifikasikan secara teknis sebagai berikut :
1. Kelas A : Gulma sangat berbahaya (noxious weed)
2. Kelas B : Gulma berbahaya
3. Kelas C : Gulma yang kurang kompetitif dan dapat ditolerir, akan tetapi
memerlukan pengendalian yang teratur. Bisa bermanfaat untuk
mencegah erosi

Pengendalian Gulma 101


4. Kelas D : Gulma yang relatif tidak berbahaya, dapat bermanfaat bagi ekosistem
kebun.
Imperata cylindrica (alang-alang) dan Chromoaena odorata (kirinyu) adalah
contoh gulma yang termasuk dalam kelas A. Gulma yang termasuk dalam klasifikasi
B diantaranya Mikania micrantha dan Clidemia hirta. Contoh gulma yang termasuk
dalam kelas C adalah Borreria alata. Gulma Ageratum conyzoides (babadotan)
termasuk dalam klasifikasi D.

Gambar 9.3 Imperata cylindrica Gambar 9.4 Mikania micrantha

Gambar 9.5 Asystasia gangetica Gambar 9.6 Cyclossorus aridus

Landclearing dan Masalah Gulma


Landclearing adalah langkah awal dalam pembukaan kebun. Vegetasi umum
yang terdapat pada saat dilakukannya landclearing antara lain semak berkayu, alang-

Pengendalian Gulma 102


alang di pakis (pada lahan gambut). Kondisi lahan dan vegetasi akan berpengaruh
terhadap teknik pembukaan yang dilakukan.

Teknik landclearing meliputi :


1. Pembakaran
Pembakaran merupakan cara yang termurah tapi dapat menimbulkan bahaya
kebakaran dan polusi asap, sehingga cara tersebut dilarang untuk dilakukan.
Pembukaan lahan dengan api termasuk kategori tindak pidana.
2. Cara Mekanis
Cara mekanis dilakukan bila kemiringan lahan kurang dari 15 %. Semak belukar
yang ada dibersihkan dengan buldoser, lalu dikumpulkan pada jalur-jalur tertentu.
3. Cara Manual
Cara ini lebih fleksibel tetapi membutuhkan Hari Orang Kerja yang besar. Semak
belukar yang ada ditebas, dan sisa-sisa akar dari semak belukar didongkel (DAK)
lalu di rumpuk.
4. Cara Kimia
Herbisida diaplikasikan sebagai herbisida pra tanam. Pada tanah mineral digunakan
herbisida yang selektif dan sistemik. Sedangkan pada tanah gambut dan pasang
surut digunakan herbisida kontak dan non selektif. Di tanah mineral, teknik ini
sering dipakai pada lahan yang didominasi alang-alang. Penyemprotan pertama
adalah Blanket Spraying yang kemudian diikuti oleh semprotan koreksi dua minggu
setelah penyemprotan pertama (Gambar 9.3).

Blanket Spraying Spot Spraying

Alang-Alang Glifosat 6-8l/ha Glifosat 1%


Volume semprot Volume semprot
500-800 l/ha tergantung kondisi.

Ajir dan Lubang Tanam Rebahkan

Gambar 9.7 Contoh Mekanisme Pembukaan Lahan yang Diinvasi Gulma Alang-alang
dengan Aplikasi Herbisida.

Pengendalian Gulma 103


A. KELAPA SAWIT
Kelapa sawit berperan penting sebagai penghasil devisa negara. Kontribusi
minyak sawit terhadap konsumsi minyak nabati di dunia, yaitu sebesar 13.6 % pada
tahun 1990 dan sebesar 18.4 % pada tahun 1999 (Poeloengan et al., 2001). Untuk
produksi CPO di Indonesia tahun 1988 sebesar 1 713 335 ton dan meningkat menjadi
6 004 889 ton pada tahun 1999 (Dirjenbun, 2001).
Kerugian yang ditimbulkan akibat gulma di perkebunan kelapa sawit, antara lain
(1) pertumbuhan tanaman kelapa sawit muda terhambat sehingga biaya pemeliharaan
TBM meningkat, (2) produksi TBS menurun karana kompetisi tanaman dengan gulma
sehingga menyulitkan kegiatan operasional kebun seperti pemupukan, dan panen, (3)
ancaman bahaya kebakaran, serta (4) keberadaan gulma di piringan atau yang
menempel pada pokok sawit akan menyulitkan pengamatan jatuhnya brondolan
sehingga terlambat panen. Sebelum tahun 1970 pengendalian gulma kelapa sawit
umumnya manual, sedangkan setelah tahun 1970 sekitar 75 % pengendalian dilakukan
secara kimia

Pengendalian Gulma di Pembibitan


Pada saat prenursery (pembibitan pendahuluan), lahan harus diupayakan bebas
gulma. Gulma-gulma yang berada di sekitar polybag dikendalikan secara manual
dengan cara mencabutnya dengan tangan, sedangkan gulma di sekitar polybag
dibersihkan dengan cara dikored atau dicangkul. Standard kerja untuk pengendalian
gulma di pembibitan kelapa sawit adalah 15-20 HK/ha/pusingan dengan rotasi 3
minggu. Gulma diantara polybag, dapat disemprot dengan diuron 2.0 – 2.5 kg/ha,
volume semprot 550 – 600 l/ha.

Pengendalian Gulma di Areal Pertanaman


Kusnanto (1991) melakukan analisis biaya pengendalian gulma di perkebunan
kelapa sawit selama satu tahun. Pada Tanaman Belum Menghasilkan (TBM), jika
dibandingkan dengan biaya pengendalian manual, biaya pengendalian dengan
herbisida kontak lebih rendah 13-21%, sedangkan dengan herbisida sistemik mampu
menekan hingga lebih rendah 33-42%.

Pengendalian Gulma 104


Pada Tanaman Menghasilkan (TM), jika dibandingkan dengan pengendalian
manual biaya pengendalian dengan herbisida kontak lebih murah 13-17%, sedangkan
dengan herbisida sistemik lebih rendah 18-27%.

Pengendalian Gulma di TBM


Alang-alang (Imperata cylindrica (L) Beauv) dan sembung rambat (Mikania
mcrantha HBK) sering menjadi masalah di areal perkebunan kelapa sawit TBM.
Kondisi alang-alang tersebut bisa berbentuk sheet,vlekken atau sporadis.

Tabel 9.1 Klasifikasi kondisi alang-alang ( I. cylindrica).


No. Klasifikasi Kondisi per sampel
1 Sheet ≥ 20 rumpun
2 Vlekken 10 – 20 rumpun
3 Berat 10 – 20 batang
4 Sedang
- Tahun 0 7 – 9 batang
- Tahun 1 6 – 9 batang
- Tahun 2 5 – 9 batang
- Tahun 3 4 – 9 batang
- TM 4 - 9 batang
5 Ringan
- Tahun 0 1 – 7 batang
- Tahun 1 1 – 5 batang
- Tahun 2 1 – 4 batang
- Tahun 3 1 – 3 batang
- TM 1 - 3 batang
Bebas alang-alang
Tahun 0 -TM ≤ 3 batang
Keterangan : ukuran sampel 20 m x 20 m

Untuk mengendalikan gulma alang-alang pada kondisi sheet atau vlekken,


lakukan aplikasi Blanket dengan glifosat 1%, dengan volume semprot 500 l/ha atau
dalapon 1%. Standard hari kerja dengan pengendalian kimia adalah 6-8 HK/ha,
sedangkan cara manual dengan cangkul 75 HK/ha.
Pada kondisi berat hingga sedang, aplikasi spot spraying dengan glifosat 1%
atau dalapon 1% , Standard kerja 3 HK/ha. Pada kondisi ringan lakukan wipping
dengan glifosat 0.6-1.0%, rotasi 8 kali/tahun, Standard kerja 0.5 HK/ha.

Pengendalian Gulma 105


Gulma sembung rambat dikendalikan dengan 2.4 D Amina atau MCPA dengan
dosis 1.5 – 2.0 l/ha dicampur Teepol 0.5 l/ha, volume semprot 500 – 600 l/ha, dan
Standard kerja 6 HK/ha. Sembung rambat dapat dikendalikan secara manual dengan
cara menggulung dan mengeringkan gulma tersebut di tepi jalan kebun.
Perawatan penutup tanah (LCC) dilakukan secara manual hingga kondisi W1.
Stándar kerja 13.5 HK/ha. Untuk perawatan bokoran, dilakukan secara manual
dengan parang panjang atau arit, dengan Standard kerja 3 HK/ha, dan rotasi 8
kali/tahun. Pada TBM 1, jari-jari bokoran yang dibersihkan adalah sekitar 1.0 m. Pada
TBM 2 dan 3, bisa dilakukan aplikasi glifosat atau paraquat dengan konsentrasi 0.4-
0.6 % volume semprot 400-600 l/ha. Pada TBM 2 dan 3, jari-jari bokoran yang
dibersihkan adalah sekita 1.5 dan 2.0 m.
Ada beberapa istilah di kebun yang menunjukkan kebersihan areal.
W0 = Areal bersih gulma, yang ada hanya tanaman pokoknya saja. Areal tersebut
terdapat pada bokoran sawit atau jalur tanaman karet.
W1 = Areal yang ditumbuhi oleh LCC murni, terdapat pada gawangan sawit atau
karet.
W2 = Areal yang ditumbuhi oleh LCC dan gulma lunak dengan perbandingan 85% :
15%.
W3 = Areal yang ditumbuhi oleh LCC dan gulma lunak dengan perbandingan 70% :
30%.
W4 = Areal gawangan yang ditumbuhi oleh gulma lunak. Gulma kelas A dan B
dibersihkan.
W5 = Areal gawangan yang ditumbuhi oleh gulma sampai ketinggian 30 cm. Areal
tersebut tidak boleh ditumbuhi alang-alang dan gulma berkayu.

Pengendalian Gulma di TM
Pada bokoran dengan jari-jari 2 m, dilakukan clean weeding (Wo) dengan
glifosat atau paraquat 0.4-0.6 %, volume semprot 400-600 /ha, rotasi 4 kali/tahun.
Pada pasar pikul/jalan buah dan TPH dapat dilakukan secara manual atau kimia.
Pengendalian secara kimia biasa dilakukan dengan kombinasi glifisat 0,4 % +
metil-metsulfuron 0,005 %, rotasi 3 kali/tahun atau penggunaan paracol 2,0-2,5 l/ha.

Pengendalian Gulma 106


Pengendalian di gawangan dilakukan pembabatan dan DAK hingga kondisi W3-W5.
Pengendalian juga dapat dilakukan dengan aplikasi blanket satu kali setiap tahunnya.

d d
b c b c
W1-W5
x x x
x x
W1-W5

x x x
x x
W1-W5
x x x
x x

x x WI-W5 x
x x

Keterangan :
x : pokok/tanaman kelapa sawit
X perbesaran gambar
a : daerah bokoran (Wo) bokoran/piringan sawit
a
b : pasar pikul atau gawangan hidup
c : pasar mati atau gawangan mati
d : TPH
daerah yang diarsir (areal diluar bokoran) merupakan arealW1-W5.
Gambar 9.8 Skema Pertanaman Sawit

B. KARET
Di beberapa daerah di Indonesia, seperti di Sumatera Selatan dan Jambi, karet
menjadi komoditas sosial. Luas areal perkebunan karet di Indonesia pada 1995 adalah
3 495 901 ha dengan produksi 1 573 303 ton karet kering. Pada 2000 terjadi

Pengendalian Gulma 107


penurunan menjadi 3 372 421 ha dengan produksi 1 501 428 ton karet kering
(Ditjenbun, 2002).
Pengembangan perkebunan karet menurut Direktorat Jenderal Tanaman
Perkebunan (2002) didominasi oleh perkebunan rakyat sebanyak 85.5%, perkebunan
besar swasta menguasai sekitar 8.2%, sedangkan perkebunan negara hanya sebanyak
6.3%.
Kerugian yang ditimbulkan akibat gulma di pertanaman karet, antara lain, (1)
pertumbuhan dan matang sadap terhambat hingga tiga tahun, (2) terjadinya penurunan
produksi lateks hingga 5% (Soedarsan dan Soehendar, 1977), (3) menyulitkan
operasional kebun seperti pemupukan dan penyadapan, (4) mendorong perkembangan
penyakit akar putih (mouldy root), serta (5) resiko bahaya kebakaran
Biaya pengendalian gulma pada karet TBM adalah sebesar 83.56% dari
seluruh biaya pemeliharaan, sedang pada saat TM mencapai 46.47% (Ariyani, 2004).
Contoh biaya pengendalian gulma perhektar seperti pada Tabel 9.2.

Tabel 9.2 Biaya pengendalian gulma perhektar dibanding biaya pemeliharaan


lainnya di Perkebunan Karyadeka Alam Lestari

TBM TM
Kegiatan
Biaya (Rp) % Biaya (Rp) %
Pengendalian Gulma 107 332.28 83.56 38 825.90 46.47
Pemeliharaan Lainnya 21 110.59 16.44 44 729.42 53.53
Total 128 442.83 100.00 83 555.32 100
Keterangan : Upah tenaga kerja Rp 11 450/hari

Pengendalian Gulma di Pembibitan


Pengendalian pada areal pembibitan kurang dari 5 ha dapat dilakukan secara
manual, sedangkan jika luas areal lebih dari 5 ha memerlukan herbisida yang aman
terhadap bibit karet.
Pengendalian secara manual dilakukan dengan cara mencangkul di permukaan
tanah (mengkored) atau mencabut gulma sampai kondisi W0. Norma kerja 15 HK/ha.
Sebelum tajuk menutup rotasi penyiangan dilakukan 2 minggu sekali, sedangkan
setelah tajuk menutup rotasi dilakukan satu kali sebulan.
Pengendalian secara kimia menggunakan herbisida pre dan post emergence
dengan norma kerja 4 HK/ha. Aplikasi herbisida pre emergence (pratumbuh) dapat

Pengendalian Gulma 108


bertahan hingga 3-4 hari. Untuk pengendalian dengan herbisida post emergence
(pascatumbuh) dilakukan ketika bibit berusia 4-5 bulan dimana batang karet telah
berwarna cokelat dengan ketinggian semprot 30 cm di atas permukaan tanah.

Benih Karet Semai (10 hari) Bibit Tanam

H-1
Tanah Semprot Herbisida

Gambar 9.9 Skema Waktu Pengendalian Gulma dengan Herbisida Pratumbuh

Tabel 9.3 Herbisida untuk pengendalian gulma di pembibitan karet


(Mangoensoekardjo dan Kadnan, 1974)

Bahan Aktif Dosis/ha


Herbisida Pratumbuh
Diuron 1.5 kg
Linuron 3.0 kg
Simazine 3.0 kg
Methoxytriazyne 3.0 kg
Herbisida Pratumbuh
Paraquat 1.0 – 1.5 l
Paraquat + Diuron 1.0 – 1.5 l
Keterangan: Volume semprot 600 l/ha. Aplikasi koreksi dilakukan 2 minggu setelah penyemprotan
pertama.

Pengendalian gulma di areal TBM


Pengendalian gulma di TBM salah satunya dilakukan dengan penanaman
Legum Cover Crop (LCC). Benih LCC yang lazim digunakan adalah Centrosema
pubescens (Cp), Calopogonium mucunoides (Cm), dan Pueraria javanica (Pj). Fungsi
LCC adalah selain untuk mengendalikan gulma, terutama alang-alang, adalah untuk
menambahkan bahan organik pada tanah, serta sebagai pencegah erosi.

Pengendalian Gulma 109


1m 1m 1 m 1.3 m 2m

Cp Cm Pj Cm Cp Cp Pj Cm Cm Pj Cp

A B
Keterangan: Jarak tanam karet 6 m x 4 m, (A) Jarak antar jalur 1 m, (B) jarak antar jalur 0.3 m

Gambar 9.10 Penanaman LCC di Gawangan Pertanaman Karet

Dosis benih LCC yang biasa digunakan, untuk Cp adalah 8 kg/ha, Cm 8 kg/ha,
serta Pj sebanyak 4 kg/ha. Benih tersebut ditanam dalam lubang sepanjang jalur yang
terpisah. Benih LCC dicampur dengan 15 kg RP, kemudian ditabur. Setelah benih
tumbuh, dilakukan pemupukan 30 kg urea + 15 kg SP-36 + 10 kg KCl per ha. Aplikasi
pupuk disebar disamping barisan. Pada gambar A, pembersihan LCC dapat dilakukan
secara kimia atau manual, sedangkan diantara kelompok jalur (3 jalur) dilakukan
dengan herbisida pasca tumbuh (Gambar B).
Pengendalian gulma secara manual di perkebunan karet areal TBM dilakukan
dengan menggunakan kored atau cangkul. Apabila ada aplikasi pra tumbuh maka 3-4
bulan pertama tidak ada penyiangan.

Tabel 9.4 Waktu Pengendalian Gulma Secara Manual berikut Standard Kerja dan
Rotasi
Tahun ke- Bulan ke- Standard Kerja (HK) Rotasi (Minggu)
1 1 15 2
2 10 2
3-6 6 2
7-12 4 2
2-3 1-12 3 4

Pengendalian Gulma 110


Pengendalian secara kimia diawali dengan pemurnian LCC dengan
menggunakan herbisida selektif. Aplikasi dilakukan dengan menggunakan knapsack
sprayer dengan volume semprotan 600 l/ha. Norma kerja adalah 4 HK/ha.
Pengendalian gulma di jalur atau piringan karet pada TBM 1 dilakukan secara manual
dengan babat merah, sedangkan pada TBM 2 dilakukan dengan kombinasi manual
dan herbisida pascatumbuh. Untuk penyemprotan piringan atau jalur, dikenakan faktor
semprotan (spray factor) sebesar ¼. Herbisida yang umum digunakan Glifosat 0.6-
1.0 %, Paraquat 0.6 %, Paraquat+Diuron 0.4-0.6 %, Amitrole+Diuron+MCPA 0.6 %.

x x

x x

x x

x x

(a) (b)
Gambar 9.11 Teknik Aplikasi Herbisida pada (a) Piringan dan (b) Jalur Tanaman
Karet

Pengendalian Gulma pada Areal TM


Gulma yang ada pada areal TM umumnya adalah gulma tahan naungan seperti
Axonopus compressus (alang-alang), Mikania micrantha (sembung rambat),
Nephrolepis bisserata (pakis kinca), Cyclossorus aridus (pakis kadal).
Tujuan pengendalian gulma pada jalur TM, adalah (1) menjaga keseimbangan
persaingan antara tanaman dengan gulma, (2) memudahkan pengumpulan lateks, (3)
memudahkan pemupukan, dimana pupuk segera terserap oleh tanaman, serta (4)
memudahkan pengawasan.
Pengendalian gulma dilakukan dengan kombinasi cara manual dan herbisida.
Herbisida yang lazim digunakan antara lain Paraquat (kontak dan non sistemik) serta

Pengendalian Gulma 111


Glifosat (sistemik dan non selektif ). Tabel 9.5 menunjukkan beberapa herbisida yang
sering digunakan di tanaman karet yang telah menghasilkan.

Tabel 9.5 Herbisida Pasca Tumbuh pada Tanaman Karet TM


Bahan Aktif Dosis/ha
Paraquat 1.5 / 1.0 l *
Glifosat 1.5 l
Diuron + Paraquat 1.5 / 1.0 l *
Amitrole + Diuron + MCPA 2.0 / 2.0 l *
*
Aplikasi ke-2 berselang 2 minggu
Rotasi penyemprotan herbisida berkolerasi negatif dengan umur tanaman karet
(Tabel 9.6). Pada tanaman TBM, rotasi sempro akan lebih sering karena tajuk tanaman
belum menutup sehingga masuknya sinar matahari akan memicu pertumbuhan gulma.

Tabel 9.6 Umur dan Rotasi Semprot


Umur Tanaman (tahun) Keadaan Tanaman Rotasi Semprot
- Tajuk belum menutup
2 s.d < 5 3x
- TBM
- Tajuk mulai menutup
5 s.d < 6 2x
- Mulai disadap (TM)
- Tajuk sudah menutup
6 s.d < 8 2x
- TM
- Tajuk sudah menutup
8 s.d < 20 1x
- TM

C. KOPI
Indonesia merupakan negara produsen kopi terbesar ke-4 setelah Brazil,
Kolombia dan Vietnam. Ekspor kopi Indonesia tahun 2002 sebesar U$ 223 916 000,
dengan volume ekspor 325 009 ton. Pengusahaan kopi di Indonesia pada 2002 dapat
dilihat pada Tabel 9.7.

Tabel 9.7 Pengusahaan Kopi di Indonesia (Ditjenbun, 2002)


Jenis Perkebunan Luas Lahan (ha) Produksi (ton)
Perkebunan Rakyat 1 318 020 654 281
Perkebunan Besar Negara 26 954 18 128
Perkebunan Besar Swasta 27 210 9 610

Pengendalian Gulma 112


Gulma penting di kopi antara lain Imperata cylindrica, Mikania micrantha,
Chromolaena odorata, Mimosa pudica, Borreria alata, Setaria plicata, dan Ageratum
conyzoides.

Gambar 9.12 Mimosa pudica Gambar 9.13 Borreria alata

Gambar 9.14 Setaria plicata Gambar 9.15 Ageratum conyzoides

Pengendalian manual dilakukan dengan cara babat gulma di gawangan


sebanyak 12 kali/tahun dengan standard Kerja 10 HK/ha. Pengendalian gulma berkayu
yang tumbuh di sekitar tajuk tanaman dengan metode Dongkel Anak Kayu (DAK)
dengan standard kerja 5 HK/ha.
Pengendalian kimia dilakukan dengan frekuensi 1-5 kali/tahun. Herbisida yang
digunakan adalah herbisida glifosat. Untuk mengendalikan alang-alang digunakan
dosis 5 l/ha, sedangkan gulma umum 2-3 l/ha. Blanket spraying dilakukan dengan
dosis 500-600 l/ha dan spot spraying 0.4-0.6%. Jika gulma dominan adalah daun lebar
maka gunakan 2.4-D atau glifosat.

Pengendalian Gulma 113


D. TEH
Teh merupakan salah satu komoditas tanaman penyegar selain kopi dan kakao.
Lima produsen teh terbesar dunia berturut-turut adalah India, China, Srilanka, Kenya,
dan Indonesia. Luas areal dan produksi teh Indonesia cenderung stagnan, dapat dilihat
pada tabel 9.8.

Tabel 9.8 Luas Areal dan Produksi Teh Kering Indonesia Tahun 2000 - 2002
Luas Areal Produksi Produktivitas
Tahun
(ha) (ton) (kg/ha)
2000 153 675 162 587 1 420.09
2001 150 872 166 867 1 523.94
2002 150 707 165 194 1469.50
Sumber : Deptan (2004)

Kerugian akibat gulma pada tanaman teh, adalah (1) menghambat laju
pertumbuhan tanaman teh muda, periode TBM lebih lama hingga dua tahun lebih
(Sanusi, 1986), (2) menurunkan produksi pucuk hingga 40 % (BPTK, 1997), (3)
meningkatkan biaya pengendalian hama dan penyakit misalnya Commmelina
benghalensis inang bagi helopeltis, (4) menurunkan kapasitas kerja pemetikan dan
pemeliharaan rutin lainnya, serta (5) menurunkan kualitas pucuk. Masalah gulma di
perkebunan teh muncul saat TBM 1 sampai TBM 3, dan setelah dilakukan
pemangkasan.
Tabel 9.9 menunjukkan beberapa spesies gulma penting di perkebunan teh.
Gulma yang perlu mendapat perhatian serius antara lain adalah Commelina
benghalensis, karena selain pertumbuhannya cepat dan tahan naungan, gulma tersebut
juga relatif toleran terhadap herbisida.

Tabel 9.9 Beberapa Gulma Penting pada Perkebunan Teh


No. Kelompok Jenis Gulma
1 Gulma Berkayu Stachytarpheta indica
Melastoma malabatrichum (harendong)
Clidemia hirta (harendong betina)
2 Gulma Merayap Commelina benghalensis (tali said)
Mikania micrantha (sambung rambat)
3 Gulma Tahan Naungan Drymaria cordata
Centella asiatica
Setaria plicata
4 Gulma lain Imperata cylindrica

Pengendalian Gulma 114


Paspalum conjugatum

Teknik pengendalian gulma di perkebunan teh diarahkan pada selective weeding.


Prinsip pengendalian secara kultur teknis antara lain mempercepat pertumbuhan tajuk
agar saling menutupi, mempertahankan populasi yang optimal, serta pembentukan
lapisan kanopi yang subur sehingga memiliki lapisan daun dan pemeliharaan yang
tebal.
Beberapa contoh pengendalian kultur teknis adalah dengan mengatur jarak
tanam optimum 120 cm x 60 cm, sistem dan gilir petik yang tepat untuk mendapatkan
bidang petik yang rata, dan dengan menggunakan mulsa dari hasil pangkasan.
Pengendalian manual diantaranya dilakukan dengan babat dempes yaitu dengan
membabat gulma pada ketinggian tertentu, serta dengan mencabut gulma dengan
tangan atau dikenal dengan istilah jojo. Pengendalian manual diterapkan pada gulma
yang relatif toleran terhadap herbisida misalnya Commelina difussa, Diodia
sarmentosa, dan Clidemia hirta dengan standard kerja 20 HK/ha. Pengendalian gulma
berkayu seperti Melastoma malabatrichum dan Stachytarpheta indica dilakukan
dengan metode Dongkel Anak Kayu (DAK) dengan standard kerja 10 HK/ha.

Gambar 9.16 Diodia sarmentosa

Gambar 9.17 Clidemia hirta

Pengendalian Gulma 115


Gambar 9.18 Melastoma malabatrichum

Gambar 9.19 Stachytarpheta indica

Pengendalian kimia dilakukan menggunakan aplikator dengan volume semprot


400-600 l/ha dengan mempertimbangkan terlebih dahulu faktor cuaca. Untuk
mengendalikan Imperata cylindrica digunakan herbisida glifosat 5 l/ha, sedangkan
gulma lainnya dengan glifosat 2-3 l/ha, paraquat 2-3 l/ha, serta kombinasi antara
glifosat 1.5 l dan 2.4 D 0.5 l.
Pengendalian gulma secara clean weeding memberikan pengaruh berupa
penekanan persaingan gulma, namun menimbulkan bahaya erosi. Pengendalian secara
selective weeding dilakukan dengan cara membiarkan ”gulma lunak” sampai
penutupan tertentu hingga kurang lebih 25%.

Tabel 9.10 Pengaruh Cara Pengendalian Gulma terhadap Aliran Air Permukaan
(runnoff) dan Erosi (Othieno, 1973).
Aliran air permukaaan Jumlah tanah yang tererosi
Perlakuan
% dari total jumlah hujan (ton/ha/tahun)
Penyiangan manual 5.18 38.87
Penyiangan 7.91 12.13
Tanaman sela gandum 3.95 4.31
Mulsa rumput eragrotis 1.48 0.12

Pengendalian Gulma 116


D. TEBU
Indonesia pernah mengalami masa keemasan produksi gula pada tahun 1920-
1930. Pada masa itu Indonesia mampu memproduksi 3 juta ton/tahun dan mampu
mengekspor gula sebanyak 2.6 juta ton/tahun. Namun kini Indonesia justru menjadi
salah satu negara pengimpor gula di dunia. Data produksi, konsumsi, dan impor gula
industri pada 1997-2003 ditunjukkan pada tabel 9.11

Tabel 9.11 Data Produksi, Konsumsi, dan Impor Gula Industri 1997-2003
Tahun Produksi Konsumsi Impor
(Juta ton) (Juta ton) (Juta ton)
1997 2.19 3.40 1.36
1998 1.49 3.38 1.81
1999 1.50 3.48 2.19
2000 1.69 3.55 1.56
2001 1.71 3.59 1.28
2002 1.75 3.63 1.60
2003 1.65 3.30 1.54
Sumber : Warta Ekonomi, 2004

Ciri umum pengelolaan tebu antara lain dengan penggunaan alat mekanis,
pemakaian pestisida (terutama herbisida), dan sistem keprasan (rotooring system).
Keberadaan gulma di pertanaman tebu menjadikan spesies-spesies gulma tersebut
mantap berasosiasi dengan tebu setelah ditanami beberapa musim (3 musim atau
lebih).
Kerugian akibat gulma terhadap penurunan bobot tebu di lahan sawah pola
reynoso sebanyak 18.1-53.7 %, sedangkan dengan pola mekanis 22.4 %. Kerugian
akibat gulma di lahan tegalan dengan tanaman yang baru ditanam sekitar 3.7 – 45.7 %.
Gulma Teki (C. Rotundus) pada pola reynoso mampu menurunkan bobot tebu 30.4 –
34.6 %, sedangkan pada pola mekanis lahan sawah, hanya menurunkan 1.2 – 6.6 %.

Tabel 9.12 Jenis-Jenis Gulma di Kebun Tebu di Jawa


Lahan Sawah Lahan Tegalan
Reynoso* Mekanisasi Tanaman baru Keprasan
Polystris amaura Cyperus rotundus Momordica Momordica
charantia charantia
Cynodon dactylon Euphorbia sp. Digitaria spp. Digitaria spp.
Echinochloa Portulaca oleraceae Cyperus rotundus Panicum spp.

Pengendalian Gulma 117


colonum
Cyperus rotundus Echinochloa Axonopus spinosus
colonum
Keterangan : *) merupakan cara bercocok tanam tebu secara tradisional di Jawa

Pengendalian gulma secara manual banyak diterapkan pada tebu rakyat di lahan
sawah di Jawa, alat yang digunakan adalah arit kecil, pacul atau kored. Pengendalian
pada pertanaman tebu baru, butuh 4-6 kali penyiangan per musim dengan norma 75
HK-180 HK. Pada tanaman keprasan, penyiangan dilakukan sebanyak 2-3 kali/musim
dengan norma 40-90 HK, dan dilakukan pada 3, 6, 9 dan 12 MST.
Pengendalian secara mekanis diterapkan pada lahan tegalan dengan
menggunakan traktor yang menarik alat penyiang mekanis seperti weeder rake, multi
weeder, dan spiner weeder. Penyiangan pertama pada 3-4 MST, penyiangan kedua
dilakukan ketika gulma agak lebat, dan penyiangan ketiga dilakukan hanya bila
diperlukan saja.
Pengendalian secara kimiawi merupakan cara yang semakin meluas dan sering
dipakai. Pada sawah berpengairan dapat dilakukan aplikasi dengan campuran
ametryne 1.3 kg/ha dan 2.4 D amina 1.0 kg/ha segera setelah penanaman. Di daerah
yang banyak terinfasi gulma daun lebar diaplikasikan dengan campuran atrazine 1.5
kg/ha dan 2.4 D amina 1.0 kg/ha. Aplikasi pertama dilakukan segera setelah tanam,
sedangkan aplikasi kedua pada 4-6 minggu setelah aplikasi pertama.

Tabel 9.13 Gulma, Daerah Tegalan, Jenis-Jenis Herbisida yang di Rekomendasikan


Dominasi gulma Daerah kering Daerah basah
Daun lebar Atrazine + 2,4 D Atrazine +2,4 D
Ametrine + 2,4 D
Tebuthiuron + 2,4 D
Daun sempit Paracol + 2,4 D Paracol + 2,4 D
Diuron + 2,4 D
Campuran (Atrazine + Asulam) (Atrazine + Asulam)
Keterangan:
Basah : musim kemarau kurang dari 4 bulan
Kering : musim kemarau lebih dari 4 bulan

Pengendalian Gulma 118

You might also like