Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Negara Jerman adalah Salah satu negara yang telah melahirkan filsuf-filsuf besar
dalam perkembangan sosiologi sebagai ilmu pengetahuan. Mulai dari Imanuel
Kant, Fredrich hegel, George Simmel sampai dengan Max Weber (1864-1920)
yang telah melahirkan berbagai konseptual pemikirannya yang sampai saat ini
masih tetep memberi pengaruh bagi kehidupan sosial.
B. Masalah
C. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memahami konsep sosiologi yang
dirumuskan oleh Max Weber, baik dari segi Metodologi maupun teori-teori yang
telah dikonseptualisasi. Dengan memahami apa yang menjadi poko pikiran Max
Weber sebagai tokoh sosiologi, diharapkan kita dapat menerapakan sosiologi serta
paradigma-paradigmanya dengan tepat, baik, dan benar.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Metodologi Weber
b. Pemahaman (verstehen),
secara khusus oleh Weber dalam penelitian historis adalah sumbangan-nya yang
paling banyak dikenal dan kontroversial terhadap metodologi sosiologi
kontemporer. Pe-mikiran Weber tentang verstehen lebih sering di-temukan
dikalangan sejarawan Jerman pada zaman-nyadan berasal dari bidang yang
dikenal dengan hermeneutika. Hermeneutika adalah pendekatan khusus terhadap
pemahaman dan penafsiran tulisan-tulisan yang dipublikasikan. Tujuannya
adalah memahami pemikiran penarang maupun struktur dasar teks. Satu
kesalahpahaman yang sering terjadi menyangkut konsep verstehen adalah bahwa
dia dipahami sekedar sebagai pengguna “intuisi” oleh peneliti. Verstehen
melibatkan pe-nelitian sistematis dan ketat serta bukannya se-kedar “merasakan”
teks atau fenomena sosial.
c. Tipe-tipe Ideal.
Tipe ideal adalah konsep yang dikonstruksi oleh ilmuwan sosial, menurut minat
dan oriesntasi teoritisnya dalam rangka memahami cirri utama fenomena sosial.
Tipe ideal dibentuk oleh aksentuasi satu sisi dari satu atau lebih sudut pandang
dan oleh sistesis dari begitu banyak fenomena individual konkrit yang kabur,
khas, kadang kala kentara dan kadang-kadang tidak, yang diatur menurut sudut
pandang satu sisi ke dalam konstruk analistis terpadu. Dalam kemurnian
konseptualnya konstruk mental ini secara empiris tidak dapat ditemukan di
dalam realitas. Tipe ideal berfungsi sebagai alat pembanding dengan realitas
empiris untuk menentukan ketidaksesuaian atau kemiripan, untuk
menyebarkannya dengan konsep yang dapat dipahami secara tepat dan untuk
me-nentukan dan menjelaskan secara kausal.
Tipe ideal ini, Weber coba terapkan dalam birokrasi. Peneliti mencari
ketidaksesuaian data kasus riil dari tipe ideal rata-rata dan lalu mencari sebab-
sebab ke-tidaksesuaian dan penyimpangan tersebut. Beberapa alasan tipikal bagi
ketidaksesuaian ini adalah: (1) tindakan birokrat yang di dasarkan pada
reformasi yang keliru; (2) kesalahan strategi, ter-utama yang yang dilakukan
oleh para pemimpin birokrasi; (3) kesalahan logika yang menopang tindakan
pemimpin dan pengikut; (5) segala irasionalitas dalam tindakan pemimpin dan
pengikut birokrasi. Beberapa macam tipe ideal: (1) Tipe ideal Historis terkait
dengan fenomena yang ditemukan pada etos sejarah tertentu (misalnya pasar
kapitalis modern); (2) Tipe ideal Sosiologis Umum terkait dengan fenomena
yang bersinggungan dengan beberapa periode historis dan masyarakat (misalnya
birokrasi); (3) Tipe ideal Tindakan adalah tipe tindakan murni yang di dasarkan
pada motivasi pelaku (misalnya tindakan afektual); (4) Tipe ideal Struktural
adalah bentuk kausal tindakan sosial (misalnya dominasi tradisional).
Nilai. Menurut Weber, ilmuwan sosial tidak boleh membiarkan nilai pribadinya
mempengaruhi penelitian ilmiah. Oleh sebab itu, Weber memandang sosiologi
harus bebas-nilai.
Secara eksplisit , Weber menyatakan dia tidak memaksudkan konsep ideal secara
normatif. Weber menggunakan tipe ideal dengan cara yang berbeda, yang terdiri
ada dua jenis yaitu, tipe ideal historis, tipe ideal klasifikasi. Yang dimaksud
dengan tipe ideal historis adalah rekonstruksi dari kejadian lampau atau ide
lampau, dimana dalam beberapa aspek teraksentuasi secara rasional terintegrasi dan
lengkap, dengan mengkonseptualkan kejadian historis maka akan mungkin untuk
membandingkan dengan tipe ideal dan mengobservasi deviasi dari model rasional
dan sampai dengan hukum kausal yang merupakan tradisi dari filsafat Kant
sebagaimana aliran dari karya Weber (41).
2. Tipe kedua tindakan rasional nilai, tindakan berdasarkan orientasi nilai tidak
mementingkan pada kemungkinan sukses, tindakan ini didalamnya berlaku
perintah dan permintaan, contohya : seseorang yang rajin pergi ke Gereja untuk
mengikuti misa agar mendapatkan ketenangan batin.
3. Tipe tindakan yang ketiga adalah tindakan tradisional, dimana tindakan ini
dalam konteks sosial, kepercayaan dan nilai yang sudah mapan dalam suatu
masyarakat, maka individu didalamnya tidak mempunyai banyak pilihan untuk
bertindak dan menjadi makhluk dari struktur normatif yang terikat kepada
kestabilan dan kekohesivan kelompok, contohnya : seseorang yang bersuku
bangsa Jawa dan tinggal di Jawa sejak kecil, maka bagi dia etika Jawa sudah
menjadi kebiasaan,ketika ia pergi ketempat lain yang tidak menganut
kebudayaan Jawa, tapi individu tersebut tetap menerapkan kebudayaan Jawa
sebagai suatu kebiasaan .
4. Tipe yang keempat adalah afeksi, dimana perilaku dideterminasi oleh emosi
individu kepada situasi yang diberikan, misalnya : seorang ibu yang
menyelamatkan anaknya ketika ia mengetahui anaknya terjebak dalam
kebakaran tanpa memperhatikan keselamatan diri sendiri.
Substansi lainnya dari sosiologi Weber yang terformalkan dari otoritas rasional
legal adalah birokrasi, dimana menurut dia, birokrasi merupakan wujud dari
rasionalisasi manusia untuk mempermudah hidupnya karena menurut dia birokrasi
yang ada pada saat itu tidak efisien, dan menghabiskan waktu. Birokrasi menurut
Weber itu sendiri mempunyai beberapa karakteristik dan tipe ideal pembagian
kerja, spesialisai, hirarki otoritas, peraturan formal, impersonal, dan juga objektif.
Kebutuhan akan perangkat yang mempermudah kehidupan manusia ini juga
merupakan hasil dari proses rasionalitas, yang mana intinya adalah efisiensi dan
efektifitas, dan dimaksudkan dengan adanya organisasi birokrasi yang ideal dapat
mempermudah manusia dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam masalah agama, Weber amat bertentangan dengan Marx, dimana menurut
Marx perjuangan kelas sebagai kunci untuk memahami perubahan historis dan
transisi dari satu tipe struktur sosial ke tipe lainnya, dimana dibutuhkan kondisi
kesadaran kelas yang tiggi, tapi pada saat kesadaran kelas tersebut berada pada
level rendah, menurut Marx ini disebabkan agama yang menjadi candu bagi
masyarakat. Karena itu perubahan yang revolusioner memerlukan penghancuran
dari ilusi agama, pada pandangan Marx. Sangat berbeda dengan pandangan Weber
yang melihat peran krusial dari agama sebagai penjaga moral dalam masyarakat,
dia percaya bahwa pemikiran Marx tentang agama hanya bersifat satu sisi saja.
Weber juga melihat bahwa manusia mempunyai tipe ideal seperti kepentingan
material, dimana kepentingan tersebut dapat meningkatkan motivasi, bahkan suatu
saat dapat melawan kepentingan ideal tersebut. Karya Weber yang paling termasyur
pun menggabungkan analisisnya tentang perkembangan kapitalisme yang berjalan
searah dengan meningkatnya etika protestan pada masyarakat Barat tanpa adanya
suatu hubungan yang bersifat kausalitas. Pada analisisnya ini, Weber menjelaskan
konsepnya tentang hubungan afinitas antara semangat kapitalisme dan etika
protestan membantu menstimulus tipe perilaku yang mendukung kapitalisme
borjuasi modern. Protestan yang muncul akibat protesnya terhadap gereja Katholik
mengatakan tentang adanya doktrin pre-destinasi, dimana doktrin tersebut
mengajarkan bahwa kita hidup sudah mempunyai takdir yang menunggu, menjadi
yang terselamatkan dan yang terbuang, maka akan menjadi aman bagi kita untuk
menjaga takdir yang kita dapatkan dengan berbuat baik, tidak konsumtif sesuai
dengan etika protestan. Karena itulah Weber berpendapat bahwa agama Kristen
Protestan adalah agama yang paling rasional karena dapat memberikan sistem
nilai terhadap kaum birokratik dan teknokratik agar tidak bersikap konsumtif dan
tetap bekerja keras.
Dari keseluruhan substansi teori Max Weber ini, penulis menganalisis bahwa yang
menjadi tema besar adalah rasionalitas, dan proses rasionalisasi, dimana kita dapat
melihat adanya rasionalitas dalam birokrasi untuk mempermudah kehidupan
manusia, terdapat juga dalam tindakan sosial yang dapat diidentifikasi secara
rasional dan tipe-tipe dari otoritas yang juga menggunakan konsep rasionalitas.
Pada metode verstehen juga dapat ditemukan tema rasionalitas yang diterpakan
pada tipe ideal / ideal type, yang digunakan sebagai acuan dari penelitian, dan juga
pemahaman terhadap makna subjektif. Dan terakhir pada konsepnya tentang
Protestan sebagai agama yang paling rasional, yang dapat membuat kapitalisme
menjadi semakin efektif dalam masyarakat (terutama pada masyarakat Barat)
melalui pembentukan moral yang berjalan secara afinitas. Pada intinya, terdapat
pesan secara implisit dari Weber yang seakan ingin mengatakan tentang pentingnya
rasionalitas (logis) dalam setiap substantifnya dan menjadi dasar dalamt pemaknaan
individu menghadapi realita sosial.
DAFTAR PUSTAKA
Ibid hlm230