You are on page 1of 118

ABSTRAK

Risnawati. Biologi Keperawatan

Abstrak

Sitogenetika: Berasal dari kata Sitologi: Ilmu yang mempelajari struktur, fungsi,
perkembangan, reproduksi, dan sejarah hidup dari sel; Genetika: Ilmu yang
mempelajari struktur materi genetik, replikasi dan transmisi materi genetik, mutasi,
dan segregasi gengen dari tetua (parental) kepada keturunannya; Sitogenetika:
Merupakan ilmu yang berkembang dari ilmu pengetahuan sitologi dan genetika. Ilmu
ini mempelajari perilaku kromosom-kromosom selama mitosis dan meiosis,
hubungan kromosom dengan transmisi dan rekombinasi dari gen-gen, dan
mempelajari penyebab serta akibat dari perubahan struktur dan jumlah kromosom

Hereditas Mendel: Percobaan hukum Mendel menggunakan kacang ercis yaitu:


mudah untuk dilakukan persilangan, cepat menghasilkan keturunan, memiliki
pasangan-pasangan yang mencolok (bersifat galur murni), menghasilkan banyak
keturunan, daur hidupnya pendek (cepat menghasilkan keturunan). Hukum Mendel
ada 2 yaitu: Hukum Mendel I yaitu hukum segregasi menyatakan bahwa pasangan-
pasangan alel selama pembentukan gamet dan berpasangan kembali secara acak pada
saat fertilisasi antar gamet;Hukum Mendel II yaitu hukum pemisahan bebas
menyatakan bahwa pada persilangan dengan dua sifat beda atau lebih maka sifat
yang sepasang tidak tergantung dengan sifat pasangannya. Macam-macam
Persilangan: Persilangan Monohibrid adalah persilangan antar induk yang memiliki
satu sifat beda.

Aberasi Kromosom: Penyimpangan struktur atau jumlah kromosom dari keadaan


yang normal. Aberasi kromosom dapat terjadi secara spontan atau diinduksi oleh
mutagen kimiawi, radiasi dan sebagainya. Aberasi kromosom dapat dideteksi secara
sitologis selama pembelahan mitosis dan meiosis yaitu dengan membuat kariotip.

Probabilitas adalah ekspresi matematis dari kemungkinan (chance), yakni merupakan


rasio atau perbandingan dari jumlah kejadian dari suatu peristiwa dengan jumlah dari
semua kemungkinan yang dapat terjadi.
Darah diklasifikasikan menjadi empat kelompok utama berdasarkan antigen
permukaan sel darah merah, antibodi yang bersirkulasi dalam plasma, dan ada
tidaknya antigen Rhesus (D). Gen-gen yang mengkode antigen memiliki tiga alel,
yaitu A, B, dan O. Gen A dan B merupakan ko-domain sehingga dapat muncul
bersama-sama, tetapi jika A atau B berpasangan dengan O, maka fenotipe O tidak
diekspresikan.
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT atas

segala nikmat iman, rahmat dan hidayah-Nya yang telah diberikan kepada penulis

sehingga dapat menyelesaikan penulisan resume Biologi Keperawatan ini walaupun

dalam bentuk yang sederhana. Teriring pula salam dan syalawat kepada junjungan

kami Nabi Besar Muhammad SAW, beserta keluarga dan para sahabatnya.

Banyak hal yang diperoleh penulis selama melaksanakan prosedur

pemunculan ide penulisan dan pengolahan usulan resume hingga selesainya

penyusunan makalah proposal ini, dan hal tersebut menjadi suatu tantangan yang

dapat memotivasi penulis untuk menyelesaikan penyusunannya.

Akhirnya dengan segala kerendahan hati penulis sampaikan resume ini kepada dunia

pendidikan, khususnya bidang keperawatan, walaupun penulis menyadari bahwa resume ini

masih jauh dari kesempurnaan karena keterbatasan pengetahuan dan kemampuan yang

dimiliki penulis, olehnya itu diharapkan adanya saran dan kritikan yang sifatnya membangun

dari semua pihak. Semoga ini dapat bermanfaat dan mendapat pahala di sisi Allah SWT.

Amin.

Makassar, Desember 2010

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL................................................................................................ i

ABSTRAK ............................................................................................................... ii

KATA PENGANTAR ............................................................................................. iii

DAFTAR ISI ............................................................................................................ iv

DAFTAR TABEL .................................................................................................... vi

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................... vii

PENDAHULUAN

Latar Belakang ............................................................................................ 1

Hipotesa ....................................................................................................... 3

Tujuan dan Kegunaan ................................................................................... 3

TINJAUAN PUSTAKA

Genetika dan Karakteristik Sapi Perah Friesh Holland ................................. 4

Tinjauan Umum Susu ................................................................................... 8

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Air Susu ................................. 9

Periode Laktasi ............................................................................................. 11

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat........................................................................................ 13

Materi Penelitian .......................................................................................... 13

Metode Penelitian ........................................................................................ 13


Parameter Yang Diukur ................................................................................ 16

Analisa Data ................................................................................................. 17

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 24

LAMPIRAN..............................................................................................................
DAFTAR TABEL

Nomor Teks Halaman


1. Genotif dan fenotipnya botak
2. Hubungan antara usia ibu dengan resiko kelahiran
trisomi 21
3. Terminologi golongan darah
4. Fenotipe dan Genotipe pada penggolongan darah
sisterm ABO
5. Penggolongan darah sistem MN
6. Sawar permukaan tubuh
7. Komponen sistem imun
8. Sel-sel sistem imun
9. Faktor terlarut pada sistem imun
10. Jenis imunoglubin dalam serum manusia
11. Jadwal imunisasi untuk anak-anak
12. Imunoglobin spesifik yang digunakan untuk
imunisasi pasif
13. Golongan darah manusia
14. Perkembangan janin perbulan
15. Perbandingan zat gizi dalam beberapa jenis susu
16. Alat dan mekanisme kerja alat KB
DAFTAR GAMBAR

Nomor Teks Halaman


1. Struktur pengemasan DNA pada kromosom
2. Bentuk-bentuk kromosom
3. Klasifikasi kromosom manusia
4. Pasangan gen alel
5. Daur mitosis
6. Pembelahan meiosis
7. Gametogenesis
8. Pembelahan miosis
9. Balanced translocation
10. Struktur reproduksi laki-laki
11. Sistem reproduksi wanita dan uterus pada manusia
PENDAHULUAN

Di sekitar kita terdapat beragam variasi yang kita lihat, baik pada manusia,
hewan, dan tumbuhan. Dalam satu keluarga kita misalnya, terdapat beragam variasi
sifat yang diturunkan orangtua kepada kita. Mungkin ada yang berambut keriting,
lurus maupun ikal. Hal tersebut semuanya disebabkan oleh faktor keturunan atau
yang biasa kita kenal sebagai gen. Ilmu yang mempelajari gen disebut genetika
dimana Gregor Mendel adalah ahli genetiknya. Kemudian mendel mengemukakan 2
teorinya yaitu teori mendel yang pertama mengenai hukum segregasi dimana pada
waktu pembentukan gamet terjadi segregasi atau pemisahan alel alel secara bebas,
dari diploid menjadi haploid. Contoh dari teori mendel yang pertama adalah pada
persilangan monohibrid.
Teori mendel yang kedua dinamakan juga hukum penggabungan bebas
mengenai ketentuan penggabungan bebas yang harus menyertai terbentuknya gamet
pada perkawinan dihibrid. Contoh dari teori mendel kedua yaitu pada persilangan
dihibrid. Namun pada hukum mendel juga terdapat penyimpangan, penyimpangan
tersebut dikarenakan adanya interaksi antar alel dan genetik, juga adanya tautan dan
pindah silang. Salah satu contoh dari penyimpangan hukum mendel pautan yaitu gen
tertaut kromosom X. Gen tertaut kromosom X adalah gen yang terdapat pada
kromosom X. Gen tertaut kromosom X merupaka gen tertau tidak sempurna. Pada
perempuan yang memiliki susunan kromosom kelamin XX, terdapat kromosom seks
yang bener bener homolog. Hal ini menyebabkan hukum hukum dominansi dan
resesif bagi sifat sifat yang ditentukan oleh gen gen tertaut hukum X pada perempuan
sama dengan sifat sifat yang ditentukan oleh gen gen pada autosom. Dan biasanya
gen gen yang tertaut pada kromosom X ini banyak terdapat pada pria. Contoh dari
gen tertaut kromosom X adalah penderita anodontia. Di mana anodontia adalah suatu
keadaan di mana semua benih gigi tidak terbentuk sama sekali, dan merupakan suatu
kelainan yang sangat jarang terjadi. Anodontia dapat terjadi hanya pada periode gigi
tetap/permanen, walaupun semua gigi sulung terbentuk dalam jumlah yang lengkap.
Sedangkan bila yang tidak terbentuk hanya beberapa gigi saja, keadaan tersebut
disebut hypodontia atau oligodontia. Hereditas juga terdapat pada golongan darah, di
mana golongan darah dibedakan menjadi empat golongan yaitu A, B, AB dan O
BAB I
SITOGENETIKA

I.1 LOKASI GEN/DNA DALAM KROMOSOM

Unit herediter yang mengarahkan atau menentukan pembentukan sifat-

sifat tubuh dengan cara mengatur proses metabolisme dan diwariskan dari

generasi ke generasi berikutnya disebut gen. Istilah ini diberikan oleh Johanssen

(bukan oleh Mendel). Dan istilah ini dibentuk kata “genetika” (genesis artinya

kejadian).Kinii diketahui bahwa gen adalah suatu segmen dari DNA yang

mengarahkan pembentukan (sintesis) suatu polipeptida tertentu (satu gen-satu

polipeptida).

Cukup banyak bukti yang dikemukakan oleh ahli genetika, bahwa

gen/DNA berlokus di dalam kromosom. Beberapa persyaratan utama dari DNA

sebagai material genetik bersesuaian dengan sifat kromosom, antara lain struktur

kromosom stabil (meskipun seperti DNA dapat pula mengalami mutasi),

kromosom dapat bereproduksi/replikasi dan dapat diwariskan secara konsisten

dari sel ke sel (mitosis) dan dari generasi ke generasi berikutnya, oleh reproduksi

seksualis dan vegetatif.

Perilaku kromosom dalam pembentukan gamet (meiosis) dan fertilisasi

bersesuaian pula dengan hukum segregasi dan hukum Asortasii Bebas dari

Mendel. Tiga segmen DNA yang merupakan 3 gen yang berurutan, terpaut tinier

pada molekul DNA diberi sandi genetik A, B, dan C. Letak gen A pada DNA

yang mengambil tempat tertentu di kromosom disebut lokus gen A.


Seluruh gen/DNA yang terdapat pada ke 23 pasang kromosom manusia

disebut genom. Karena pakar-pakar biologi molekuler berusaha membuat peta

gen manusia. Human Genomen Project (HGP) yang dimulai sekitar tahun 1980

bertujuan untuk mendeteksi secara total informasi genetik (ger vane berada di 23

perangkat kromosom (genom) dan lokasinya dalam setiap kromosom (peta gen).

Jika susunan kimia dan dari segmen DNA, umpama gen A mengalami

perubahan secara alamiah atau oleh pengaruh radiasi UV, sinar X, gamma,

partikelradioaktif zat mutagen dan lain-lain, maka peristiwa ini disebut mutasi

gen. Gen mutasi ini diberi sandi a huruf kecil yang sejenis. Gen A bermutasi

menjadi a.

Suatu mutasi balik (point mutation) pada manusia, dimana asam glutamik

pada polipeptida dari hemoglobin A normal diganti oleh asam amino valin,

sehingga mengakibatkan eritrosit normal yang berbentuk bikonkaf menjadi

bentuk sabit dan orang ini disebut menderita sicklemia (sicklecells disease).

I.2 ORGANISASI DNA

Jumlah DNA di dalam genom haploid merupakan ciri khas bagi setiap

spesies. Pada manusia terhadap 275 x 109 (bp = base pairs atau pasangan basa)

didalam genom haploida. Dihitung dari jumlah pasangan base ini, diperkirakan

bahwa jumlah panjang DNA di dalam satu genom haploid dari satu set adaalah

97 cm. Dapat diambil kesimpulan bahwa molekul DNA tidak mungkin terentang

memanjang di dalam kromosom yang jauh lebih pendek dibanding panjang

molekul DNA. Untuk dapat termuat didalam ruang kromosom, maka molekul

DNA melingkar padat. Tiap kromosom mengandung asam molekul rantai


double helix DNA yang linier dan, tidak terputus-putus melingkar dan ujung ke

ujung kromosom. Struktur kromosom dibentuk terutama pada protein histon.

DNA, dan protein non histon. Peranan protein histon ini ialah mengikat DNA

didalam kromosom. Pada sebuah kromosom terdapat dua kali lebih banyak

protein histon dibanding jumlah DNA dengan protein disebut kromatin.

Ada 2 macam kromatin, yakni eukromatin dan heterokromatin.

Eukromatin berkondensasi selama pembelahan sel mitosis dan memanjang

kembali pada waktu interfase. Heterokromatin tetap berkondensasi selama daur

mitosis. Eukkromatin aktif berfungsi sedang heterokromatin tidak aktif secara

genetik. Pada fase S dan daur mitosis eukromatin bereplikasi lebih dahulu dari

heterokromatin.

Ada beberapa tingkat pengemasan (packing) rantai heliks DNA di dalam

kromosom, sehingga memungkinkan kromosom menempati ruang nukleus yang

terbatas. Panjang kromosom dapat beberapa mm atau cm sedang diameter

nukleus hanya beberapa mikrometer. Tingkat pengemasan yang sederhana ialah

melingkarnya DNA disekeliling suatu batang histon dalam suatu struktur disebut

nukleosom pada interfase. Lihat gambar 1.2 :


Gambar : 1.2 Struktur pengemasan DNA pada kromosom
(suumber: substansigenetika.net)

Tingkat pengemasan yang tinggi terjadi pada kromosom metafase.

Pelingkaran DNA lebih intensif dan terjadi pada tonjolan-tonjolan batang histon

agar memperbanyak tempat lingkaran DNA. Diagram pengemasan DNA pada

nukleosom. Bagian DNA yang menghubungkan lukleosom yang satu dengan

tetanngganya disebut DNA penghubunng (linker DNA).

I.3 MORFOLOGI DAN JUMLAH KROMOSOM

Identitas setiap kromosom diketahui dengan jelas pada sediaan

mikroskopis dan sel yang sedang membelah mitosis dalam stadium metafas :

pada stadium metafase kromosom telah berkondensasi secara maksimal dan

memencar dibidang equator sehingga morfologi setiap kromosom dapat dilihat

dengan jelas, kromosom yang berada pada metafasesetiap telah mengalami

replikasi DNA pada fase S dan kromosom telah berduplikasi terdiri atas 2
kromatid yang masih berpegang pada sentromer. Berdasarkan letak sentromer

kromosom manusia dibagi atas 3 bentuk.

a. Mentasentris jika sentroomer terletak dibagian tengah dan kromosom (lengan

p dan q sama panjang)

b. Submetasentris jika sentromen membagi lengan kromosom tidak sama

panjang. Lengan p lebih pendek dari lengan q.

c. Telosentris jika sentromen berada di ujung kromosom. Adakalahnya di ujung

kromosom ini ada perpanjangan disebut set kromosom.

Gambar : 1.3 Bentuk-bentuk kromosom


(Sumber http://substansigenetika.net)

Berdasarkan morfologi kromosom, diketahui bahwa tiap kromosom

mempunyai pasangan yang berbentuk sama, kecuali sepasang kromosom

kelamin X dan Y pada sel lakii-laki. Sepasang kromosom yang berbentuk sama

disebut sepasang kromosom homolog. Kromosom yang satu dibawa oleh

spermatozoa disebut kromosom paternal, dan pasangannya dibawa oleh ovum

disebut kromosom maternal pada waktu fertilisasi. Karena kromosom


berpasangan, mak jumlah kromosom pada set soma dan bakal sel kelamin

(gametogonium) senantiasa genap. Setiap individu anggota suatu species

mempunyai jumlah kromosom yang tetap dan khas (dalam keadaan normal),

sebagai contoh sapiens mempunyai 46 kromosom (23 pasang) dalam setiap sel

soma atau bakal sel kelamin. Jika ada n passang kromosom dalam sebuah sel,

maka jumlah kromosom adalah 2n. Set yang mengandung 2n kromosom disebut

diploid dan set yang hanya mengandung n kromosom (sel kelamin) disebut

haploid.

Pada beberapa spesies, termasuk manusia jenis kelamin laki-laki = tak

jantang ditentukan oleh sepasang kromosom yang heteromorfik, artinya

berbedaF bentuk. Kromosom ini disebut kromosom kelamin, yakni yang satu

kromosom X dan yang lain kromosom Y. Pada perempuan, jenis kelamin

ditentukan oleh 2 kromosom X. Laki-laki adalah heterogametik karena

menghasilkan 2 macam gamet, yakni yang satu mengandung kromosom X dan

yang lain mengandung kromosom Y. Perempuan adalah homogametik. Setiap

ovum mengandung satu kromosom X. Kromosom lain disebut kromosom

autosom. Pada manusia ada 22 pasang kromosom autosom. (A) dan 1 pasang

kromosom kelamin. Laki-laki ditulis 44A + XY- dan perempuan 44A + XX.

I.4 KROMOSOM MANUSIA YANG NORMAL

Klasifikasi kromosom manusia mula-mula dilakukan pada tahun 1960

oleh para ahli sitogenetika manusia di kota Denver, Colorado, sehingga disebut

“Klasifikasi Denvee". Klasifikasi ini membagi kromosom manusia dalam 7

kelompok, diidentifikasi dengan huruf A, B, C, D, E, F, dan G. Pengelompokan


didasarkan terutama atas panjang kromosom dan letak sentromer pada fase

metafase dan pembelahan mitosis. Tiap kromosom diberi nomor mulai dari

nomor 1 sampai dengan nomor 22 untuk kromosom autosom dan huruf besar X

dan Y untuk kromosom kelamin.

Kelompok A adalah kromosom nomor 1, 2 dan 3

Kelompok B adalah kromosom nomor 4 dan 5

Kelompok C adalah kromosom nomor 6 sampai dengan 12

Kelompok D adalah kromosom nomor 13, 14 dan 15

Kelompok E adalah kromosom nomor 16, 17 dan 18

Kelompok F adalah kromosom nomor 19 dan 20

Kelompok G adalah kromosom nomor 21 dan 22

Klasifikasi kromosom dimantapkan kembali pada tahun 1966 di

konferensi Chicago. Klasifikasi Denver dan Chicago disempurnakan lagi pada

tahun 1971 di kota Paris, Perancis dalam suatu konferensi yang melakukan

standarisasi sitogenetika manusia. Dalam konferensi tersebut telah ditetapkan

standar penggunaan simbol atau tanda-tanda untuk kelainan atau struktur

kromosom.

Gambar: 1.4 Klasifikasi kromosom manusia


(Sumber http://substansigenetika.net)
Klasifikasi kromosom digunakan untuk melakukan analisis kromosom

dengan membuat kariotipe dari seorang pasien. Kariotipe dibuat untuk

mengetahui apakah pasien menderita kelainan genetik disebabkan oleh aberasi

kromosom.

I.5 PASANGAN GEN ALEL PADA PASANGAN KROMOSOM HOMOLOG

Jika suatu gen A (suatu segmen dan DNA) berlokus pada sebuah

kromosom paternal pada lokus yang sama dari kromosom maternal yang

sehomolog juga terdapat gen A yang sama atau gen mutan a. Jadi ada 3

kemungkinan pasangan gen pada lokus yang sama (gambar I.4)

P = kromosom paternal
M = kromosom maternal
Gambar 1.5 Pasangan gen alel

Pasangan gen yang berlokus sama pasa sepasang kromosom homolog

disebut sepasang gen alel atau dapat dikatakan bahwa sepasang gen alel berada

pada satu lokus. Jika pasangan gen alel sama disebut homozigot (AA dan aa)

dan jika berbeda disebut heterozigot (Aa). Jika pada genotif heterozigot Aa gen

A berfungsi membentuk fenotip sedang gen a tidak, maka gen A bertindak

dominan dan gen a adalah resesif. Dalam keadaan demikian genotip AA dan Aa

berfenotip sama pada genotip aa berfenotip lain. Jika gen A dan a dalam keadaan

heterozigot kedua-duanya berfungsi menentukan fenotip maka kedua gen

tersebut adalah kodominan. Dalam hal ini genotip M, Aa dan as masing-masing


berlainan fenotipnya. Dari sekian triliun jumlah sel dari seorang dewasa,

semuanya berasal dari satu sel, yakni zigot, dengan cara pembelahan mitosis.

Daur mitosis diperlihatkan pada gambar I.5.

Gambar : 1.6 Daur mitosis


(Sumber http://substansigenetika.net)

Pada fase S dan daur mitosis DNA bereplikasi, sehingga kedua anak

DNA mempunyai susunan kimia yang sama dengan induk DNA. Dengan kata

lain setiap gen didua kalikan. Kemudian kromosom berduplikasi menjadi 2

kromatid yang sampai pada metafase masih berpegang di sentromer, sehingga

tiap kromosom terdiri atas 2 kromatid. Kedua anak DNA yang terbentuk terpisah

pada kedua kromatid. Jadi kedua kromatid dari sebuah kromosom mempunyai

gen yang sama. Perhatikan perilaku gen-gen dan kromosom pada 2 pasang

kromosom homolog selama pembelahan mitosis.

Perkembangan tubuh individu dimulai dari pembelahan zigot secara

mitosis menjadi 2 sel kemudian berlanjut berulang-ulang sampai terbentuk

beberapa triliun sel pada orang yang telah dewasa. Semua sel tersebut

mempunyai genotip sama. Hal ini disebabkan oleh replikasi DNA dan dibagi

sama pada kedua annak sel. Meskipun kemudian sel-sel berdiferensiasi menjadi

berbagai jenis set yang mengambil bentuk dann fungsi yang khusus; seperti set
otot, epitel, saraf tulang dan lain-lain semuanya tetap mempunyai gen yang sama

dengan zigot. Jadi gen yang menentukan mata tidak hanya terdapat pada sel-sel

akan tetapi berada pada semua sel termasuk sel-sel kaki.

Gambar 1.7 Pembelahan meiosis


(Sumber http://substansigenetika.net)
I.6 KLON

Sekelompok sel yang berasal dari satu sel oleh pembelahan mitosis

mempunyai genotip lama disebut klon. Bakteri E.coli dapat klon setelah

dilakukan manipulasi genetik (rekayasa genetik) untuk menghasilkan insulin

manusia. Tahun 1996 peneliti Jan Wilmut di Institut Roslin, Scotlan telah

berhasil mengklon sel epitel kambing domba dan dikembangkan dengan

rekayasa genetik menjadi domba utuh, yang diberi nama Dolly. Genotip Dolly

sama dengan genotip domba dimana sel epitel diambil dan diklon menjadi

Dolly. Peneliti Wolf di Amerika Serikat telah berhasil menciptakan monyet

melalui proses kloning embrio. Monyet yang lahir diklon dari sel embrio dan

bukan dari sel binatang dewasa seperti pada Dolly.

Pada tahun 1993 Dr, Jeny L. Hall dari Amerika Serikat telah berhasil

memisahkan sel-sel embrio manusia dan mengembangkannya menjadi beberapa


embrio. Bakal sel kelamin (gametogonium) pada manusia adalah produk

pembelahan sel secara mitosis, sehingga bergenotip sama ddengan zigot

(diploid=2n kromosom). Gametogenesis (proses pembentukan gamet dan

gametogonium) pada manusia terdiri atas spermatogenesis pada laki-laki dan

oogenesis pada wanita, Spermatozea dan ovum yang terbentuk adalah haploid.

Terjadinya sel haploid disebabkan oleh berpisahnya pasangan kromosom

homolog pada pembelahan Miosis I, yakni pada waktu oosit I mengalami

pembelahan sel meiosis I menjadi 2 anak sel oosit II dan pada waktu spermatosit

I membelah menjadi 2 anak sel oosit II dan pada waktu spermatosit I membelah

menjadi 2 spermatosit II. Kromosom paternal pada oosit I mendatangi anak sel

oosit II, sedang kromosom maternal mendatangi polosit I atau sebaliknya.

Demikian pula halnya yang terjadi pada spermatosit II, dimana setiap pasangan

kromosom homolog berpisah ke kedua spermatosit II yang terbentuk. Pada

meiosis II dan oogenesis kedua kromatid yang membentuk sebuah kromosom

berpisah ke kedua anak sel, yakni ootid, dan polosit II, sedang pada

spermatogenesis kedua kromatid berpisah ke kedua spermatid. Proses

spermiogenesis atau metamorphosis tidak lagi berpengaruh terhadap kromosom.


Gambar : 1.8 Gametogenesis
(Sumber http://substansigenetika.net)

perilaku kromosom pada miosis pertama dimana tiap pasangan

kromosom homolog berpisah bersesuaian dengan hukum Segregasi dari Mendel.

Pemisahan tiap pasangan kromosom homolog terjadi secara acak, sehingga anak

sel miosis pertama (oosit II dan spermatosit II) dapat mengandung berbagai

kombinasi dari kromosom paternal dan maternal. Hal ini bersesuaian dengan

Hukum Asortasi bebas dari Mendel. Untuk lebih jelasnya lihat diagram

pembelahan sel miosis pada spermatogenesis dalam gambar I.7A


Gambar : 1.9 Pembelahan miosis (spermatogenesis)
(Sumber http://substansigenetika.net)

Skema ringkas tentang 2 kemungkinan segregasi kromosom homolog

tanpa terjadi pindah silang. Gamet yang terbentuk, ialah salah satu dari kedua

kemungkinan tersebut. Hal ini menjelaskan bahwa dalam keadaan heterozigot

satu spermatosit I atau satu oosit I hanya dapat menghasilkan 2 macam gamet.

Dua pasang gen alel atau lebih yang berlokus pada sebuah kromosom disebut

sintenik. Jika chiasma berada diantara kedua gen alel sintenik yang heterogizot

maka pindah silang memperkaya jenis genotip dari gamet yang dihasilkan.

Menurut perhitungan, rata-rata pada sebuah pasang kromosom homolog

manusia terdapat 40 gel alel yang bergenotip heterozigot. Jika tidak terjadi

pindah silang pada ke 23 pasang kromosom homolog, maka dapat diperoleh 223

gamet yang dihasilkan (223 = 8.388.608). Jika terjadi pindah silang tunggal

disetiap antara kedua lokus gen sintetik yang berdekatan, maka setiap pasang

kromosom homolog pada akhir meiosis menghasilkan 80 macam kombinasi (2

non=cross over dan 78 cross over). Karena pada pembelahan meiosis I letak

masing-masing tetrad pada bidang ekuator secara acak sehingga kromosom


homolog berpisah secara acak, maka jenis gamet yang dapat dihasilkan ialah

2380 [2380 = 823 x 1023 (223) x 1023 = (8.388,608)3 x 103]. Sekedar mendapat

gambaran kita sederhanakan dengan pembulatan ke bawah untuk memudahkan

perhitungan, yakni angka 8.388.608 dikalikan 8.300.000, maka diperoleh

(8.300.000)3x1023=

58838700.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000 jenis gamet yang

dapat dihasilkan.

Satu kali ejakulasi pada pria “hanya” mengandung kurang lebih 200-300

juta spermatozoa, sedang pada wanita setiap ovulasi umumnya hanya satu ovum.

Dapat dimengerti bahwa praktis setiap spermatozoa dan setiap ovum yang

dihasilkan selama hidup, tidak ada yang bergenotip sama sehingga setiap

individu hasil reproduksi seksualis mempunyai genotip dan fenotip yang unik

(kecuali kembar monozigotik atau produk kloning). Heterozigot, pindah silang,

meiosis dan fertilisasi memperkaya variabilitas dikalangan makhluk hidup.

I.7 DETERMINASI SEKS

Sepasang kromosom kelamin XX pada wanita dan sepasang kromosom

kelamin XY pada laki-laki berpisah pula pada meiosis pertama, ke anak sel yang

berbeda. Dengan demikian wanita adalah homogametik, artinya setiap ovum

yang terbentuk mengandung satu kromosom X. Laki-laki adalah heterogametik,

karena menghasilkan spermatozoa yang berbeda 50% dari spermatozoa

mengandung kromosom X dan 50% lain mengandung kromosom Y. Jika ovum a

mengandung kromosom X dibuahi oleh spermatozoa yang mengandung

kromosom X maka individu yang berkembang dari zigot ini mengandung


kromosom XX yang akan menjadi wanita. Jika ovum dibuahi oleh spermatozoa

yang mengandung Y, maka zigot XY akan berkembang menjadi laki-laki.

Untuk lebih memahami perilaku kromosom kelamin dan kromosom

autosom sejak pembentukan gamet laki-laki dan perempuan, sampai menjadi

individu dewasa diperlihatkan pada gambar I.14A. Pada gambar tersebut

diperlihatkan 1 pasang kromosom kelamin dan 2 pasang kromosom autosom.


BAB II

HEREDITAS MENDEL

II.1 INTISARI TEORI DAN HUKUM MENDEL

Hukum-hukum mendel yang terungkap dari hasil penelitiannya pada

kacang ercis, ternyata berlaku pula pada manusia.

Eksperimen Mendel - Monohibrida

Pisum sativum berbunga putih yang murni (artinya biji diperoleh

dari hasil perkawinan sendiri setelah beberapa generasi dilakukan perkawinan

sendiri tetap menghasilkan bunga berwarna putih), demikian pula cara

memperoleh biji dari tanaman berbunga ungu.

P : putih (♂) x ungu (♀)

F1 : ungu

F2 (hasil perkawinan sendiri F1) : ungu : putih

750 : 224

perbandingan 3 : 1

kesimpulan Mendel:

a. Ada unit penentu sifat yang menyebabkan masing-masing warna putih dan

ungu. Unit penentu sifat oleh Johannsen disebut gen.

b. Semua F1 berbunga ungu, akan tetapi setelah dilakukan perkawinan sendiri

dikalangan F1 maka diperoleh kembali warna putih. Hal ini membuktikan

bahwa gen penyebab putih terdapat pula pada F1 bersama-sama dengan gen

penyebab ungu, tetapi gen putih tidak terekspresi menjadi fenotip.


c. Pada point b di atas ditarik lagi kesimpulan bahwa:

1. Jika pada ungu F1 terdapat 2 gen (satu gen penentu ungu dan satu gen

penentu putih. Kini kita sebut sepasang gen alel). Maka tentu semua

fenotip pada P. F1 dan F2 ditentukan oleh sepasang gen alel.

2. Bertentangan dengan dugaan sebelum Mendel bahwa gen dari induk

jantan dan induk betina melebur menjadi satu (blending) pada F1.

Mendel berkesimpulan bahwa gen putih, dan gen ungu tidak melebur

pada F1, sebab warna bunga F1 tetap ungu sama dengan induk betina

(jika gen-gen melebur, seharusnya warna bunga F1 adalah antara ungu

dan putih, yakni ungu muda). Lebih lanjut pada F2 diperoleh kembali

warna putih, mana mungkin gen penentu putih diwariskan ke F2 jika gen

ini sudah melebur menjadi satu dengan gen penentu ungu di F1. Jadi

masing-masing gen tetap pada F1 sehingga memungkinkan adanya ungu

dan putih di F2.

d. Pada point c2 di atas ini ditarik pula kesimpulan bahwa kedua gen pada F1

memisah (dapat memisah karena tidak melebur) pada pembentukan gamet

(sel kelamin). Lahirlah Hukum Segregasi dari Mendel (segregasi artinya

memisah). Oleh karena itu pula maka jika bakal sel kelamin adalah diploid

(2n), maka pada sel kelamin menjadi haploid (a).

e. Pembuahan gamet (♂) dengan gamet (♀) dari F1 yang menghasilkan F2

terjadi secara acak (random), artinya setiap gamet (♂) mempunyai

kemungkinan yang sama membuahi suatu gamet (♀). Oleh karena itu rasio

fenotip F2 memungkinkan perolehan 3 : 1.


f. Pada F1 semua berbunga ungu, meskipun pada tanaman ini mengandung gen

ungu dan gen putih. Gen penentu putih ternyata pasif atau tidak

berpartisipasi dalam pembentukan warna ungu, jika berada bersama-sama

dengan gen penentu ungu. Gen penentu ungulah yang aktif berfungsi

menentukan warna.

Mendel menyebut gen penentu ungu dominan dan gen penentu putih

resesif. Gen resesif putih baru dapat mengekspresikan dirinya (menyebabkan

fenotip warna putih) jika tidak bersama-sama dengan gen dominan ungu.

Adanya dominasi dari segregasi menyebabkan semua F1 berwarna ungu dan F2

memperlihatkan rasio fenotip 3:1.

Keterangan gen dominan penentu ungu diberi sandi huruf A biasanya

dalam genetika gen dominan diberi sandi huruf beesar dan gen resesif penentu

putih diberi sandi a (huruf kecil). Gen A dan gen a merupakan sepasang gen alel

yang menentukan sifat, yaitu warna. Huruf sandi harus menggunakan huruf

sejenis dan hanya dibedakan dengan menulis huruf besar untuk dominan dan

huruf kecil untuk resesif.

Eksperimen Mendel: Dihibrida

Mendel kemudian berpikir dan bertanya: bagaimana jika 2 sifat

dibastarkan (dihibrida). Salah satu eksperimen dilakukannya sebagai berikut:

P : Biji bernas berwarna hijau (d) X biji kisut berwarna kuning (y) F1: semua

bernas kuning.

F1 : (hasil perkawinan sendiri antara F1):

315 bernas, kuning : 9


108 bernas, hijau : 3

101 kisut, kuning : 3

32 kisut, hijau 1

Kesimpulan:

Bernas : kisut = (315 + 108) : (101 + 32) = 423 : 133 = 3 : 1

Kuning : hijau = (315 + 101) : (108 + 32) = 416 : 140 = 3 : 1

Dari hasil pembatasan ini Mendel mengambil kesimpulan bahwa

untuk masing-masing sifat tetap diwariskan menurut pola monohibrida, dan

antara kedua sifat tersebut tidak ada saling pengaruh, yakni segregasi gen-gen

dalam pembentukan gamet dan kombinasi gen-gen pada pembuahan terjadi

secara acak (random). Dari segi matematika (probabilitas) 9 : 3 : 3 : 1 adalah

hasil kombinasi acak (random) dari 2 rasio 3:1 yang bebas (independent). Dua

rasio yang bebas jika dikombinasikan, maka diperoleh rasio baru dengan cara

membuat perkalian antara rasio yang satu dengan rasio kedua. Jadi contoh

perkawinan di atas diperoleh perbandingan fenotip ddi F2 adalah sebagai

berikut:

P BBHH x bbhh

Bernas, kuning kisut hijau

Gamet : BH

F1 BbHh

Gamet : bakal sel kelamin jantan dan bakal sel kelamin betina dari satu tanaman

F1 adalah BbHh (pisum sativum) adalah monoecius sehingga dapat terjadi

perkawinan sendiri.
II.2 GENETIKA MANUSIA

Ternyata bahwa pola atau mekanisme pewarisan sifat pada tanaman

seperti apa yang diketemukan oleh Mendel, berlaku pada semua makhluk yang

bereproduksi secara seksualis, baik pada hewan maupun pada manusia. Manusia

tentu tidak boleh diadakan eksperimen untuk mengetahui pola pewarisan sifat,

akan tetapi dari hasil-hasil perkawinan dalam masyarakat dapat diambil

kesimpulan bahwa pola penurunan sifat pada manusia dalam banyak hal

mengikuti hukum-hukum Mendel. Contoh: albino pada manusia. Diketahui

bahwa albino disebabkan oleh gen resesif autosom, sedang orang yang normal

oleh gen dominan. Kelainan genetik ini diwariskan seperti pola pewaisan sifat

pada Pisum sativum sesuai hukum Mendel. Beberapa contoh sebagai berikut:

a. albino X albino = semua anak albino (aa) (umumnya albino steril)

(aa) (aa)

b. Homozigot normal X albino = semua anak normal Heterozigot carrier

(AA) (aa) (Aa)

c. Jika anak albino dari kedua orang tuanya normal, maka kedua orang tua

tersebut bergenotip heterozigot (Aa).

d. Jika Aa X aa = anak-anak ada yang normal dan ada pula yang albino

e. AA X AA = semua anak normal

f. AA X Aa = semua anak normal

Contoh yang diberikan di atas berkenaan dengan sifat yang ditentukan

oleh sepasang gen alel, dimana alel yang satu bertindak dominan, sedang alel

lain resesif. Berdasarkan lokus gen perlu dibedakan gen yang berlokus di:
a. Kromosom autosom

b. Kromosom kelamin (X dan Y)

Sifat atau kelainan herditer yang disebabkan oleh sepasang gen alel

dapat diklasifikasikan lebih lanjut berdasarkan lokus dan dominan resesif. ♀♂

II.3 PEDIGREE

Data keluarga mengenai sifat atau kelainan herefiter disusun dalam

suatu bentuk silsilah yang disebut pedigree. Simbol yang digunakan dalam

pedigree.

II.4 KRITERIA PEWARISAN SIFAT

Sebagai contoh diperlihatkan pada pedigree (gambar II.4) dimana ada

individu yang menderita Dentinogenesis imperfekcta disebabkan oleh gen

dominan autosom. Insidens kelainan herditer tersebut 1 dari 8000 orang. Gen D

dominan menyebabkan Dentinogenesis imperfecta dan gen alel d menyebabkan

normal. Meskipun genotip heterozigot Dd dan homozigoc DD memperlihatkan

fenotip sama akan tetapi di dalam dunia kedokteran praktis tidak diketemukan

orang yang bergenotip homozigot DD, karena homozigot DD hanya diperoleh

jika suami isteri menderita kelainan tersebut dan keduanya bergenotip

heterozigot. Karena langkahnya kelainan ini maka dari segi statistik praktis tidak

ada kemungkinan 2 orang bergenotip heterozigot Dd akan kawin. Perkawinan

yang melahirkan anak menderita kelainan disebabkan oleh gen dominan,

umumnya terjadi antara individu bergenotip heterozigot yang menderita dengan

orang yang normal. Contoh perkawinan antara Dd (menderita) X dd (normal)


dapat diprediksi bahwa setiap kelahiran dihadapkan pada 50% kemungkinan

menderita Dd dan 50% kemungkinan normal (dd).

Orangtua : Dd (♂) x dd (♀)

Anak Dd dd

Menderita Normal

Suami istri normal : dd x dd tentu tidak mungkin melahirkan anak yang

menderita.

II.4.1 Gen dominan autosom

a. Sifat/kelainan tampak pada setiap generasi, kecuali jika terjadi mutasi

pada probandus.

b. Setiap anak dan seorang yang menderita atau mempunyai sifat herediter

disebabkan oleh gen dominan autosom beresiko sebesar 50% mewarisi

sifat kelainan tersebut.

c. Suami isteri yang normal & IA akan melahirkan anak yang menderita.

d. Pola penurunan sifat/kelainan ini tidak dipengaruhi oleh jenis kelamin,

artinya baik laki-laki maupun perempuan mempunyai kemungkinan yang

sama menderita dan dapat mewariskan kelainan tersebut kepada anak

laki-laki dan anak perempuan.

II.4.2 Gen Resesif Autosom

Contoh pewarisan albino disebabkan oleh gen resesif autosom telah

dikemukakan sebelumnya. Contoh pedigree disebabkan oleh gen resesif

autosom.
Konsangunitas adalah perkawinan antara 2 individu yang masih

mempunyai hubungan keluarga dekat. Dalam pedigree perkawinan ini

dihubungkan oleh 2 garis seperti contoh pedigree di atas. Perkawinan

konsanguinitas dapat memperbesar kemungkinan memperoleh anak yang

menderita kelainan genetik disebabkan oleh gen resesif autosom, jika

sekurang-kurangnya salah satu orang bergenotip heterozigot. Makin dekat

kekeluargaan pada perkawinan konsanguinitas makin besar kemungkinan

memperoleh anak menderita. Kriteria pewarisan sifat disebabkan oleh gen

resesif autosom.

a. Kelainan atau penyakit genetik ini umumnya diwarisi dari kedua orang

tua yang normal.

b. Rata-rata Y jumlah dari saudara-saudara (kakak-adik) probandus

menderita kelainan genetik ini.

c. Orang tua dari anak yang menderita penyakit genetik ini dapat merupakan

perkawinan konsanguinitas.

d. Baik laki-laki maupun wanita berkemungkinan yang sama menderita

kelainan ini.

e. Kelainan genetik ini dapat tampak terlampaui satu atau beberapa generasi.

II.4.3 Gen terpaut pada kromosom kelamin

Makhluk yang bertipe kelamin XY, lokus gen-gen dapat dibagi

pada 3 daerah kromosom X dan Y.

a. Daerah I, terdapat di ujung kromosom X dan kromosom Y. Daerah ini

disebut daerah homolog, yang dapat bersinapsis pada waktu meiosis I dan
profase. Tiap gen pada daerah 1 dari kromosom X mempunyai pasangan

gen homolog (gen alel) pada daerah 1 dan kromosom Y. Gen-gen ini

disebut sex-linkage tidak sempurna atau sex Linkage parsial.

b. Daerah II pada kromosom X tidak mempunyai bagian yang homolog

dengan kromosom Y. Gen-geen yang berlokus di sini disebut sex linkage

sempurna. Pada laki-laki satu gen sex linkage langsung menentukan

fenotip karena hanya mempunyai satu kromosom X, sedang pada

perempuan fenotip ditentukan oleh sepasang gen alel sex linkage

sempurna (XX).

c. Daerah III ialah daerah pada kromosom Y yang tidak mempunyai bagian

homolog dengan bagian dari kromosom X. Gen-gen di sini disebut gen

holandrik. Gen holandrik hanya menurun dari laki-laki ke anak laki-laki,

karena kromosom Y hanya menurun dari ayah kepada anak laki-laki.

Gen-gen sex linkage sempurna yang berloci pada daerah II dan

kromosom X pada manusia antara lain menyebabkan:

a. Hemofilia (gen resesif)

b. Buta warna merah-hijau (gen resesif)

c. Duchene’s muncular dystrophy (gen resesif)

d. Hypophosphaternia (gen dominan)

Gen pada kromosom Y jarang diketemukan pada manusia. Gen

holandrik yang diketahui ialah menyebabkan pinggiran daun telinga

berambut.
II.4.4 Gen Resesif Sex Linkage

Buta warna merah-hijau ditentukan oleh gen resesif yang terpaut

pada kromosom X di daerah II, simbol diberikan sebagai berikut:

CY : laki-laki normal (C=gen dominan-normal) (Y kromosom Y)

cY : laki-laki buta warna

CC : wanita normal homozigot

Cc : wanita normal beterozigot

cc : wanita buta warna

II.4.5 Gen dominan terpaut pada daerah II dari kromosom X

Sifat ditemukan oleh gen dominan terpaut pada daerah II

kromosom X lebih banyak diketemukan pada wanita (apa sebabnya?).

seorang laki-laki yang mempunyai sifat atau menderita kelainan ini

mewariskannya kepada semua anak perempuan dan tidak kepada anak laki-

lakinya (apa sebabnya?). golongan darah sistem Xg adalah contoh yang

ditentukan oleh gen dominan terpaut pada kromosom X (daerah II).

Kriteria

a. Laki-laki yang menderita mewariskan gen penyebab penyakit genetik ini

kepada anak perempuan dan tidak kepada anak laki-laki.

b. Wanita yang menderita heterozigot mewariskan sifat atau kelainan ini

kepada setengah jumlah anaknya, baik laki-laki maupun perempuan.

c. Lebih banyak wanita menderita dibanding laki-laki.


II.5 SINDROM X YANG RAPUH (FRAGILE X SYNDROME)

Penyakit genetik ini banyak diketemukan pada laki-laki. Pasien ini

menderita retardasi mental yang disebabkan oleh adanya bagian yang rapuh di

ujung distal lengan q dan kromosom X. Di daerah ini terjadi konstruksi.

II.6 SIFAT YANG DIPENGARUHI OLEH JENIS KELAMIN (SEX

INFLUENCED TRAITS)

Gen-gen yang menentukan sifat-sifat ini berada pada kromosom

autosom, akan tetapi ekspresi gen-gen ini berbedsa pada laki-laki dan

perempuan. Jika suatu gen B bertindak dominan pada laki-laki, maka pada

perempuan gen tersebut menjadi resesif. Ekspresi gen-gen tersebut dipengaruhi

oleh perbedaan lingkungan internal, yakni adanya perbedaan jumlah dan jenis

hormon kelamin. Contoh sifat-sifat yang dipengaruhi jenis kelamin ialah botak

herediter, yang lebih banyak diketemukan pada laki-laki dibanding pada

perempuan. Jari telunjuk lebih panjang dari jari manis lebih banyak pada wanita.

Genotif dan fenotipnya botak diperlihatkan pada tabel berikut ini:

Fenotip
Genotif
Laki-laki Perempuan
BB Botak Botak

Bb Botak Normal (tidak botak)

bb Normal Normal
II.7 SIFAT ATAU KELAINAN GENETIK

Kelainan genetik, seperti pubertas precocios, diwariskan oleh gen

autosom dan hanya diekspresikan dalam keadaan heterozigot pada laki-laki.

Pubertas precocious menyebabkan laki-laki yang bergenotip heterozigot


mengalami pertumbuhan tanda-tanda seksual sekunder pada usia 4 tahun atau

kurang. Pewarisannya terjadi dari ayah kepada anak laki-laki oleh gen dominan

autosom.

II.8 ANALISIS PEDIGREE

Jika anda telah mendapatkan seorang probandus yang menderita atau

memiliki sifat yang diperkirakan adalah heredirer, dan sudah dibuatkan

pedigreenya, maka anda tentu ingin mengetahui tentang gen penyebab penyakit

sifat genetik tersebut. Untuk mencari tahu jenis apa gen tersebut, dilakukan

analisis pedigree.

a. Apakah penyakit/sifat tersebut disebabkan oleh gen resesif autosom?

Jawab: Tidak mungkin, sebab menurut salah satu kriteria pewarisan gen

resesif autosom ialah suami isteri yang menderita tidak mungkin

melahirkan anak yang normal (perhatikan II1, II2, III1 dan III2).

b. Apakah penyakit/sifat tersebut dissebabkan oleh gen dominan autosom?

Jawab: Tidak mungkin, sebab suami isteri yang normal tidak mungkin

melahirkan anak yang menderita. Perhatikan II4, II5, dan III4.

c. Apakah penyakit ini disebabkan oleh gen resesif terpaut pada kromosom X?

Jawab: Tidak mungkin, sebab wanita yang menderita tidak mungkin

melahirkan anak laki-laki yang normal (perhatikan II1, dan III2).

d. Apakah penyakit/sifat ini disebabkan oleh gen holandrik?


Jawab: Tidak mungkin, sebab penyakit/sifat yang disebabkan oleh gen

holandrik hanya ditemukan pada laki-laki (perhatikan II1).

e. Apakah penyakit ini disebabkan oleh gen dominan terpaut pada kromosom

X?

Jawab: Tidak mungkin, sebab wanita yang normal tidak mungkin

memperoleh anak laki-laki yang menderita (perhatikan II5 dan II4).

Demikian seterusnya dalam melakukan analisis pedigree.

II.9 VARIASI DALAM EKSPRESI GEN

a. Penetrans

Suatu gen mutan tidak selalu diekspresikan dalam suatu fenotip.

Jika dieskpresikan, adakalanya fenotip bervariasi pada individu-individu yang

berbeda. Penetrans artinya pada suatu individu gen mutan mengekspresikan

diri secara penuh dalam suatu fenotip, sedang pada orang lain tidak

terekspresi. Jika genotip dd berpenetrans 90%, berarti 90% dari individu yang

bergenotip dd memperlihatkan fenotipnya (umpama berupa penyakit

genetik), sedang 10% yang sisa meskipun bergenotip dd tidak menderita

penyakit genetik tersebut (tampak normal). Orang tua yang tampak normal

bergenotip dd mewariskan gen ini kepada anaknya dan anak ini dapat

menderita. Gen d tidak mengekspresi diri pada orang tua, tetapi terekspresi

pada anaknya.

b. Ekspresikan gen
Jika gen penyebab suatu penyakit genetik terekspresi, maka orang yang

mengandung gen tersebut menderita. Akan tetapi variasi ekspresi dari suatu

gen dapat terjadi pada beberapa orang, ada yang ringan, sedang dan parah.

c. Pleiotropi

Suatu gen menyebabkan lebih dari satu efek. Suatu gen mutan dapat

menyebabkan efek multipel terhadap fenotip. Kelainan tunggal efek primer

disebabkan oleh suatu gen pada perkembangan dini dan embrio dapat

menyebabkan sindroma dikemudian hari. Contoh: penyakit phenylketonuria,

yang disebabkan oleh gen resesif autosom. Gen mutan ini dalam keadaan

homozigot tidak mampu mensintesis enzim phenylalanine hydroxylase (efek

primer), sehingga mengakibatkan efek sekunder berupa retardasi mental yang

parah, mengekskresi phenylketon dalam urine dan lain-lain (sindroma).

Penyakit genetik lain oleh pleiotropi ialah galactosemia yang disebabkan oleh

gen resesif/autosom.

d. Heterogeneitas

Banyak gen menyebabkan satu efek. Jika banyak gen pada beberapa lokus

atau beberapa mutasi pada satu lokus masing-masing menyebabkan suatu

kelainan genetik yang sama, maka keadaan ini disebut heterogeneitas. Contoh

bisa tuli. Orang-orang yang bergenotip Ddee. ddEE atau ddee semuanya bisu

tuli.

e. Gen Lethal
Gen lethal, artinya gen yang menyebabkan kematian pada individu.

Umumnya gen lethal adalah resesif (apa sebabnya?). berbagai macam gen

lethal memberikan efek mematikann, ada yang mematikan gamet, zigot,

embrio, foetus, masa kanak-kanak sampai dewasa. Gen lethal yang pada

seseorang mematikan tetapi pada orang lain tidak, disebut sub-vital.


BAB III

ABERASI KROMOSOM

III.1 UMUM

Penyimpangan struktur atau jumlah kromosom dari keadaan yang

normal disebut aberasi kromosom. Aberasi kromosom dapat menjadi secara

spontan atau diinduksi oleh mutagen kimiawi, radiasi dan lain-lain. Aberasi

kromosom dapat dideteksi secara sitologis selama pembelahan mitosis dan

meiosis yakni dengan membuat kariotip.

III.2 KELAINAAN JUMLAH KROMOSOM

Kelainan jumlah kromosom dapat dibagi atas:

a. Aneuploidi , jika bertambah atau berkurang satu atau beberapa kromosom

tertentu.

b. Monoploidi disebut juga haploidi, jika individu hanya mengandung jumlah n

kromosom.

c. Poliploidi, jika jumlah kromosom digandakan, umpama 3n, 4n dan

seterusnya.

Aneuploidi

Satu atau beberapa kromosom hilang atau bertambah pada jumlah

yang normal. Aneuploidi umumnya letal pada binatang sedang pada tumbuhan

banyak dapat hidup. Aneuploidi dapat terjadi oleh nondisjunction, dimana satu

atau lebih pasangan kromosom homolog tidak berpisah pada anafase meiosis

pertama.
Ada 4 macam individu aneuploid:

a. Kehilangan satu pasang kromosom homolog sehingga jumlah kromosom

menjadi (2n – 2).

b. Monosomi, kehilangan hanya satu kromosom (2n – 1).

c. Trisomi, penambahan 1 kromosom tertentu (2n + 1).

d. Tetrasomi, penambahan satu pasang kromosom homolog (2n + 2).

Beberapa contoh aneuploidi pada manusia:

a. Trisomi 21

Pasien mempunyai 3 kromosom nomor 21 (insidens + 1500 anak dari

1 juta kelahiran). Orang trisomi 21 menderita Sindroma Down (IQ sangat

rendah), lipatan epicantus menutupi sebagian mata. Tangan pendek dan lebar,

tinggi badan lebih rendah dari rata-rata populasi). Pasien trisomi 21 dapat hidup

sampai dewasa pada manusia, karena kromosom No. 21 kecil dan mengandung

sedikit gen sehingga penambahan satu kromosom.

Ternyata ada kaitan antara usia ibu dengan kelahiran anak yang

menderita trisomi 21. Apakah anda masih ingat bahwa semua oogonia dari

wanita sudah selesai terbentuk pada waktu wanita masih berupa fetus dalam

kandungan ibunya. Oogenesis (meiosis I) berhenti pada substadium diploten

sampai wanita lahir dan memasuki masa pubertas (mulai menstruasi), yakni

masa fertil. Mulai masa ini umumnya setiap bulan satu oosit I diovulasi, sedang

yang lain menunggu gilirannya pada bulan-bulan mendatang. Masa menunggu

ini disebut masa diktioten.


Ovum yang paling lama masa diktioten, ialah ovum yang diovulasi

menjelang menopause. Diduga bahwa makin tua usia wanita (lihat tabel III.1),

artinya makin lama masa diktioten makin lebih besar kemungkinan lanjutan

pembelahan meiosis I dan II mengalami nondisjunction sehingga ovum

mempunyai 24 kromosom (21 kromosom autosom lain + 2 kromosom noo 21

hasil nondisjunction + kromosom kelamin X atau Y), maka zigot mengandung

42 kromosom autosom lain + 3 kromosom no.21 ditambah XX atau XY,

sehingga berjumlah 47 kromosom. Karyotifnya diberi rumus (konvensionaal):

47, XX, 21 atau 47, XY, +21.

Tabel III.1 Hubungan antara usia ibu dengan resiko kelahiran trisomi 21

Usia Ibu Resiko melahirkan anak trisomi 21

(sindroma down)
< 29 1 dari 3000 kelahiran

30-34 1 dari 600 kelahiran

35-39 1 dari 280 kelahiran

40-44 1 dari 70 kelahiran

45-49 1 dari 40 kelahiran

Selain nondisjunction, translokasi Robertson dapat pula menyebabkan

tisomi 21. Translokasi Robertson ialah dimana lengan panjang (lengan q) dari 2

kromosom yang non homolog menyambung pada satu sentromer. Dalam hal ini

satu kromosom 21 menyambung pada salah satu kromosom 14 (atau pada salah

satu kelompok kromosom D) (gambar III.2). Fenotip orang yang mengalami

translokasi Robertson tetap normal, karena tidak kehilangan kromosom.


Peristiwa ini disebut “balanced trannslocation”, dan diberi rumus: 45, XX, -14,

-21, +t(1+q, 21q). Berarti wanita yang mempunyai 45 kromosom, kehilangan

satu kromosom 14 dan satu kromosom 21 dan penambahan satu kromosom baru

yang merupakan pertautan antara lengan q kromosom no 14 dengan lengan q

kromosom no.21 hasil translokasi (t).

Gambar 3.1 Balance translocasion


Sumber http://substansigenetika.net)

Rumus ini dapat dipersingkat menjadi 45 XX, t (14q.2 Lq). Jika

kromosom t(14q.21q) ini masuk ke dalam ovum dan dibuahi oleh spermatozoon

Y akan dapat menghasilkan zigot 46, XY, -14, + t(14.21q). Anak laki-laki ini

menderita sindroma down yang mempunyai 3 kromosom no.21, yakni satu

melekat pada kromosom 14 dan 2 bebas. Trisomi kromosom autosom lain,


umppama trisomi 18 (sindroma Edward) dan trisomi 13 (sindroma Patau) sangat

jarang terjadi dan umumnya letal.

Aneuploidi kromosom kelamin manusia

Aberasi jumlah kromosom X dan Y cukup banyak terdapat pada orang

dewasa. Orang yang mempunyai kelebihan kromosom X dan Y ternyata dapat

hidup sampai dewasa.

Perempuan:

45,X : monosomi (Sindroma Turner)

47,XXX : trisomi

48,XXXX : tetrasomi

49,XXXXX : pentasomi

Laki-laki:

47,XYY : trisomi (normal)

47,XXY : trisomi (sindroma Klinefelter)

48,XXYY : tetrasomi

48,XXXY : tetrasomi

49,XXXXY : pentasomi

50XXXXXY : hexasomi

Apa sebab orang yang kelebihan kromosom X dapat hidup sampai

dewasa? Hal ini dikaitkan dengan teori Lyon tentang “Dosage compensation”.

Menurut teori ini hanya 1 kromosom X yang aktif sedang kromosom X

selebihnya pasif dan berkondensasi berupa butir pada dinding nukleas, disebut

“Barr body”. Sel laki-laki normal XY, hanya mempunyai satu kromosom X
yang aktif dan tidak berkondensasi sehingga tidak terbentuk Barr body. Sel

wanita normal XX mempunyai satu Barr body, laki-laki tetrasomi mempunyai 3

Barr body, dan wanita pentasomi mempunyai 4 Barr body. Proses inaktivasi

kromosom X menjadi Barr body disebut Lyonisasi (untuk menghormati Lyon).

Monopoli dan poliploidi

Monoploidi hanya mempunyai satu sel kromosom, sebab itu individu

disebut pula haploidi. Haploidii terdapat pada binatang seperti semut dan lebah.

Poliploidi mempunyai kromosom lebih dari jumlah sel yang normal, seperti 3n,

4n dan seterusnya. Keadaan ini ditemukan pada binatang dan tumbuhan (tidak

pada manusia).

III.3 ABERASI STRUKTUR KROMOSO

Variasi aberasi struktur kromosom, ialah antara lain:

a. Delesi

b. Duplikasi

c. Inversi

d. Translokasi

Delesi

Hilangnya suatu segmen dari kromosom, termasuk informasi genetik

dibagian yang hilang ini. Delesi climatal dengan retaknya kromosom yang

diinduksi oleh panas radiasi (terutama radiasi ionisasi), virus dan zat kimia atau

kesalahan dalam rekombinasi enzim.

Duplikasi
Pada duplikasi terjadi penggandaan suatu segmen dan kromosom.

Invers

Suatu segmen dari kromosom terpotong kemudian terpasang kembali

tetapi tetap terbalik 1800 dan orientasii semula. Jika urutan kromosom normal

ditandai dengan huruf ABCDEFGH dan segmen yang mengalami inversi BCD,

maka setelah inversi berakhir urutan menjadi: ADCBEFGH.

Translokasi

Translokasi atau transposisi terjadi jika suatu segmen dan suatu

kromosom pindah dan menyambung atau tersisip pada kromosom nonhomolog

lain. Jenis translokasi ini disebut translokasi interkromosomal. Jika pindah

tempat pada kromosom yang sama disebut translokasi intrakromosomal. Akibat

translokasi ialah gen-gen mengalami perubahan urutannya. Translokasi

resiprokal jika terjadi pertukaran antara 2 segmen kromosom yang nonhomolog

(berbeda dengan pindah saling pada meiosis). Translokasi Robertson jika

seluruh lengan dari suatu kromosom pnidah melekat di ujung kromosom

nonhomolog.

Aberasi kromosom dan tumor manusia

a. Burkitt lymphoma, penyakit ini banyak di Afrika, berupa tumor yyang

diinduksi oleh virus yang merusak sistem immun sel-sel B. Kurang lebih

90% dari pasien ini mengalami translokasi resiprokal antara kromosom no.8

dan 14.
b. Kromosom Phiadelphia penyebab leukemia myelogen yang kronis terdapat

pada pasien yang mengalami translokasi resiprokal antara kromosom 9

dan 22.

c. Retinoblastoma, terjadi delesi pada suatu pita segmen dari kromosom no.13.

Teknik Deteksi Aberasi Kromosom

Sel-sel jaringan apapun yang dapat diinduksi mengalami mitosis dapat

dibuat preparat untuk kepeluan analisis kromosom. Banyak digunakan darah.

Kelainan genetik dapat dideteksi pada fetus yang sedang berkembang in utero,

dengan menggunakan teknik amnioncentesis atau teknik sampling vulus chorion.

Amniocentesis

Fetus berkembang di dalam kantong amnion yang berisi pula cairan

amnion. Cairan amnion mengandung sel-sel yang terlepas dari kulit fetus.

Dengan alat suntik diambil carian amnion dan kemudian dibuat kultur jaringan.

Dan hasil kultur ini dibuat kariotip dan dilakukan analisis kromosom, apakah

fetus mempunyai kelainan kromosom.

Amniocentesis dilakukan pada fetus berusia 4 bulan, antara lain untuk

keperluan konseling genetik.

Teknik sampling villus chorion

Teknik ini dapat dilakukan pada usia kehamilan antara 8 dan 12

minggu. Teknik ini lebih menguntungkan karena dapat dilakukan lebih awal dari

teknik amniocentesis. Jaringan chorion berasal dari fetus, sehingga jika dikultur

dan dibuat kariotip maka akkan menggambarkan keadaan genetik dari fetus.

Kedua teknik tersebut tidak hanya digunakan untuk mendeteksi kelainan


kromosom, akan tetapi digunakan pula mendeteksi kelainan metabolisme

berlatar belakang mutasi gen/DNA yang menyebabkan defisiensi suatu enzim.

III.4 GENETIKA BIOKIMIAWI MANUSIA

Defisien enzim berlatar belakang genetik. Archibald Garrod (dokter

Inggris) adalah orang pertama yang membuktikan adanya hubungan antara gen

dan enzim pada tahun 1902.

Penyakit Alkaptonuria

Urine akan menjadi hitam jika berada diudara, dan pasien cenderung

menderita arthritis. Bersama William Bateson mereka menemukan:

a. Beberapa anggota dari suatu keluarga yang sama menderita alkaptonuria.

b. Lebih banyak anak menderita dari perkawinan konsanguinitas

Dari analisis pedigree diketahui bahwa alkaptonuria disebabkan oleh

gen resesif aautosom. Orang yang menderita alkaptonuria mengeksresi semua

homogentisic acid (HA) yang dimakannya ke dalam urine. HA dalam urin

menjadi hitam di udara. Garrod mengambil kesimpulan bahwa orang yang

menderita tidak dapat mengkatabolisme atau menguraikan (dekomposisi) HA,

sebab tidak mempunyai enzim tertentu untuk menguraikan HA. Penyakit

herediter demikian disebut Garrod ‘inborn error of metabolism’. Tahapan

biokimiawi dari katabolisme dari phenylalanine-tyrosine pada orang normal dan

yang menderita alkaptonuria. Pada penderita alkaptonuria, HA-oxidase yang

seharusnya menguraikan HA tidak ada atau cacat, sehingga HA terakumulasi,

dan tubuh membuangnya melalui urine. Dalam hal ini terjadi ”genetic block”.

Kini kita ketahui bahwa gen/DNA yang memproduksi enzim HA-oxidase


mengalami mutasi resesif sehingga tidak dapat menghasilkan enzim tersebut.

Bukan hanya katabolisme akan tetapi sintesis (anabolisme) juga berlangsung

tahap demi tahap dan tiap tahap memerlukan enzim yang spesifik. Tiap enzim

disintesis oleh gen tertentu.

Dari pengertian inilah disusun hipotesis satu: satu gen-satu enzim.

Albino pada manusia disebabkan oleh mutasi resesif. Mutasi terjadi pada suatu

gen yang memproduksi enzim yang diperlukan pada suatu tahapan biokimiawi

dan tyrosine menjadi pigmen melanin. Melanin berfungsi mengabsorbsi cahaya,

termasuk UV. Sehingga melanin mencegah kerusakan kulit oleh radiasi cahaya

matahari. Albino sangat sensitif terhadap cahaya. Sekurang-kurangnya ada 2

macam albino, yakni tergantung gen manusia pada tahapan biokimiawi

mengalami mutasi.

Umpama

Tyrosine  subst.A  subst.b . .  melanin

enzim a enzim b

gen A gen B

Jadi ada sejenis albino disebabkan oleh mutasi gen A dan ada jenis

albino lain disebabkan oleh mutasi gen B. Dengan demikian ada kemungkinan

sepasang suami istri albino dapat melahirkan anak normal, jika suami isteri

berbeda genotip albino.


Umpama:

aaBB x Aabb

albino 1 albino 2

anak kemungkinan normal bergenotip AaBb.

Contoh lain:

a. Sindroma Lesch – Nyhan, disebabkan oleh defisiensi enzim hypoxanthine

guanine phosphoribosyl transferase (NG PRT), yang diakibatkan oleh

terjadinya mutasi resesif pada gen yang memproduksi enzim tersebut pada

kromosom X. Biasanya pasien meninggal pada usia sebelum 20 tahun dan

sindroma ini hanya diderita oleh laki-laki (diwariskan oleh ibu yang carrier).

b. Tay-Sachs disease disebabkan oleh mutasi resesif pada gen berlokus pada

kromosom no.15, sehingga tidak dapat mensintesis enzim N-acetyl-

hexosaminidase A.(hex A). Pasien mengalami degenerasi otak dan mati pada

usia sekitar 3 tahun.

c. Pada golongan darah sistem ABO, terjadinya fenotip O disebabkan oleh

mutasi gen H menjadi gen resesif. Terjadinya sickle cells disease (sicklemia)

yang disebabkan oleh mutasi gen sehingga satu asam amino glu diganti oleh

val.

d. Beberapa penyakit genetik yang telah diketahui disebabkan oleh defisiensi

enzim tertentu diakibatkan oleh mutasi gen.


III.5 MUTASI GEN

Protein non-enzimatik atau protein struktural merupakan massa

organik tubuh makhluk hidup. Kebanyakan protein sangat kompleks dan

mempunyai berat molekul tinggi. Urutan asam amino dalam protein sudah

diketahui pada beberapa jenis protein, seperti hemoglobin, insulin, ribonuklease

pankreas sapi, TMV, lysozym, dan tryptophan synthetase. Hemoglobin dapat

menyebabkan sicklernia. Mutasi disebabkan oleh terjadinya penggantian asam

amino glutamik oleh asama amino lysin. Salah satu kodon asam amino glutanik

adalah GAA. Jika terjadi mutasi, yakni basa A pertama diganti oleh U, maka

kodon menjadi GUA dan kodon ini mentranslasi valine. Jika G diganti A, maka

kodon menjadi AAA dan kodon ini mengkode lysin. Jadi perubahan nukleotida

dalam gen hemoglobin sudah cukup menyebabkan substitusi satu asam amino

dalam rantai hemoglobin, sehingga terjadi perubahan fenotip.

Radiasi ionisasi

Radiasi ionisasi, seperti sinar X dapat mempertinggi mutasi gen dan

berkorelasi positif dengan dosis radiasi. Hubungan tinier antara dosis (diukur

dengan unit rontgen = r) dengan induksi mutasi gen resesif sex linkage pada

Drosophila diperlihatkan dalam grafik. Diketahui bahwa tidak ada tingkat dosis

yang aman dipandang dari sudut genetika. Jika suatu jumlah kecil radiasi

diberikan secara kontinyu dalam jangka waktu yang panjang (dosis kronis, maka

kerusakan genetik kadang-kadang lebih kurang dibanding dengan dosis akut

yakni keseluruhan dosis jangka panjang diberikan dalam interval waktu yang
pendek. Radiasi ionisasi sering menyebabkan efek mutagenik dengan

menginduksi delesi kecil pada kromosom.

III.6 KLASIFIKASI MUTASI

1. Ukuran

a. Mutasi titik (point mutation). Perubahan pada suatu segmen kecil dari

DNA, umumnya terjadi pada satu atau sepasang nukleotida.

- Mutasi diam (silent mutation), penggantian suatu kodon oleh kodon

sinonim (umumnya pada posisi ke 3 dan triplet) sehingga tidak

terjadi perubahan fenotip.

- Mutasi Nonsens (nonsense mutation), penggantian suatu kodon oleh

kodon terminal, sehingga produk protein menjadi pendek dan cacat.

- Mutasi missens (missense mutation), penggantian nukleotida oleh

nukleotida lain, sehingga suatu asam amino diganti oleh asam amino

lain dalam rantai polipeptida (umpama hemoglobin HbA menjadi

HbS).

- Frameshift mutation, pergeseran nukleotida, sehingga terbentuk

kodon nonsens.

b. Mutasi Besar

Perubahan lebih dari sepasang nukleotida, sehingga terjadi perubahan

pada seluruh gen, kromosom atau suatu perangkat kromosom

(poliploidi).
2. Kualitas

a. Mutasi struktural, perubahan pada nukleotida yang menyusun gen.

1. Mutasi substitusi, penggantian suatu nukleotida oleh nukleotida lain.

- Mutasi transisi, substitusi suatu purine lain atau satu pirimidin

oleh pirimidin lain.

- Mutasi transverse, substitusi suatu purine old pirimidin atau

sebaliknya.

2. Mutasi delesi kehilangan sebagian dari gen.

3. Mutasi insersi, penambahan satu atau lebih nukleotida ekstra pada

suatu gen.

b. Mutasi pengaturan ulang (rearrangement mutation), perubahan lokasi

geen dalam genom (position effect).

1. Dalam suatu gen. Dua mutasi dalam suatu gen dapat menyebabkan

efek berbeda.

2. Jumlah gen per kromosom seperti duplikasi gen pada sepasang

kromosom homolog.

3. Perpindahan lokus gen, seperti pada translokasi dan inversi.

3. Asal Mula

a. Mutasi spontan, asalnya tidak diketahui disebut pula “background

mutation”.

b. Kontrol genetik, mutabilitas dari suatu gen dipengaruhi oleh gen mutator.

c. Mutasi induksi, diekspos pada lingkungan abnormal.


1. Radiasi ionisasi, perubahan valensi kimia oleh injeksi elektron yang

disebabkan oleh proton, neutron atau oleh sinar α, β, γ atau X.

2. Radiasi non-ionisasi, peningkatan tingkat energi dari atom (eksitasi),

sehingga menjadi kurang stabil, umpama radiasi UV, panas, dan lain-

lain. UV sering memproduksi dimerthymin, yakni Ikatan thymin

pada satu rantai DNA.

3. Mutagen kimiawi, substansi kimia yang meningkatkan mutabilitas

dari gen.

- Kesalahan cetak (copy error). Oleh kekeliruan, mutan terbentuk

pada waktu replikasi DNA (umpama oleh kekeliruaan, biasa dan

mutagen yang menyerupai basa asam nukleat dapat diinkoporasi

ke dalam DNA).

- Perubahan langsung terjadi pada DNA yang tidak bereplikasi.

4. Besarnya efek mutasi terhadap fenotip

a. Perubahan kecepatan mutasi

Beberapa alel hanya diketahui dari frekuensi dalam populasi besar.

b. Isoalel, menghasilkan fenotip identik dalam keadaan homozigot atau

heterozigot jika berkombinasi antara mereka, tetapi berbeda fenotip jika

berkombitiasi dengan alel lain.

c. Efek terhadap viabilitas.

1. Subvital, viabilitas lebih dari 10% tetapi kurang dari 100%.

2. Semiletal, mortalitas lebih dari 90% akan tetapi kurang dari 100%.

3. Letal, membunuh semua indiviidu sebelum dewasa.


5. Arah Mutasi

a. Mutasi ke depan (forward mutation), perubahan dsari jenis liar ke fenotip

abnormal.

b. Mutasi balik (reverse atau back mutation), perubahan dari fenotip

abnormal ke fenotip jenis liar.

1. Mutasi satu tempat (singel site mutation), perubahan hanya terjadi

pada satu nukleotida dari gen.

Contooh:

kedepan balik

Adenin guanine Adenin

2. Mutasi repressor, perubahan gen yang terjadi pada tempat yang

berbeda dari mutasi primer.

- Supresor ekstragenik, terjadi pada gen yang berbeda denngan gen

mutan.

- Supresor intragenik, terjadi pada nukleotida berbeda dalam gen

yang sama.

6. Jenis Sel

a. Mutasi Somatik

Terjadi pada sel-sel soma yang dapat menyebabkan perubahan fenotip

pada suatu sektor dari tubuh individu (mosaik atau chimera).

b. Mutasi Gametik
Definisi Gen

Setelah genetika berkembang mutasi dari era genetika klasikal sampai pada era

genetika molekuler, maka gen perlu diredefinisi. Mendel mengemukakan bahwa

tiap gen menentukan satu fenotip tertentu. Gen A menyebabkan biji Pisum

sativum menjadi bernas. Penelitian yang dilakukan sesudah Mendel ternyata

bahwa ada fenotip yang ditentukan oleh banyak gen (poligen) dan ada pula satu

gen menyebabkan beberapa fenotip (pleiotropi).

Konsep gen tentang kelainan metabolisme pada manusia menyatakan bahwa

kelainan tersebut disebabkan oleh reaksi enzim tertentu yang melahirkan

hipotesis:

“Satu gen satu enzim” kemudian diketemukan bahwa beberapa enzim terdiri atas

lebih dari satu macam rantai polipeptida. Umpama enzim triptofan synthetase

terdiri atas 2 rantai, yang masing-masing dispesifikasi oleh 2 gen yang berbeda

locus. Definisi gen berubah menjadi: satu gen – Sama rantai polipeptida.
BAB IV

PROBABILITAS DAN GOLONGAN DARAH

IV.1 PROBABILITAS

Jika sepasang suami isteri berfenotip normal datang kepada anda

sebagai dokter dan bertanya. “Dokter, anak pertama kami seorang albino”. Kami

merencanakan menambah seorang anak. Berapa besar kemungkinan bagi kami

memperoleh anak kedua seorang albino lagi? Apakah karena anak pertama

albino, maka anak kedua pasti normal? Untuk menjawab kasus tersebut anda

memerlukan pemahaman tentang dasar-dasar teori probabilitas.

IV.1.1 Definisi Probabilitas

Probabilitas adalah ekspresi matematis darri kemungkinan (chance),

yakni merupakan rasio (perbandingan) dari jumlah kejadian dari suatu

peristiwa tertentu dengan jumlah dari semua kemungkinan yang dapat

terjadi.

Jadi probabilitas berkisar antara 0 sampai 1 atau 0 sampai 100%. Nol

artinya tidak ada kemungkinan. Artinya pasti terjadi.

a. Berapa besar kemungkinan bagi suami isteri melahirkan anak laki-laki

(isteri sedang hamil)?

Jawab:

Hanya ada 2 kemungkinan, yakni laki-laki atau perempuan. Jadi laki-

laki 1 dari 2 kemungkinan = ½


b. Jawaban atas pertanyaan suami isteri normal yang sudah beranak

pertama albino, yakni berapa besar kemungkinan bagi mereka

melahirkan anak kedua albino adalah sebagai berikut:

Anak pertama albino (aa), sedang suami isteri normal. Jadi suami istri

tersebut bergenotip Aa (carier). Perkawinan Aa x Aa, menghasilkan

kemungkinan genotip anak:

AA, Aa, Aa dan aa. Genotip aa adalah albino dan hanya muncul 1 kali

dari keempat genotip tersebut.

Jadi kemungkinan memperoleh albino adalah satu dari 4 kemungkinan =

Kemungkinan memperoleh anak normal = ¾

Kemungkinan anak bergenotip AA = ¼

Kemungkinan anak bergenotip Aa = 2/4 (Aa muncul 2 kali dari 4

kemungkinan).

IV.1.2 Aturan Produk Probabilitas

Probabilitas dari 2 peristiwa yang tidak bergantung satu sama lain

(independen atau bebas) jika dikombinasikan adalah produk (hasil kalian)

dan kedua probabilitas masing-masing peristiwa.

Contoh:

a. Tiap kelahiran anak tidak berpengaruh atau independen terhadap

kelahiran berikutnya. Jika ditanya berapa besar kemungkinan

melahirkan anak pertama laki-laki dan anak kedua perempuan?


Jawab: Kelahiran pertama ½ kemungkinan laki-laki dan kelahiran kedua

½ kemungkinan perempuan. Jadi kemungkinan melahirkan anak

pertama laki-laki dan anak kedua perempuan adalah: ½ x ½ = ¼.

b. Kembali ke suami isteri normal dan anak pertama yang sudah lahir

seorang albino. Jika mereka ingin menambah 3 anak lagi, berapa besar

kemungkinan anak kedua normal, anak ketiga albino dan anak keempat

normal?

Jawab: ¾ x ¼ x ¾ = 9/64.

IV.1.3 Aturan Menjumlahkan Probabilitas

Jika peristiwa yang satu atau peristiwa yang lain dikombinasikan, maka

probabilitas ialah: probabilitas peristiwa-peristiwa ditambahkan dengan

probabilitas kedua (jumlah dari kedua probabilitas).

Contoh:

a. Berapa besar kemungkinan bagi suami isteri memperoleh 2 anak, terdiri

atas 1 laki-laki dan 1 perempuan.

Jawab: 2 anak terdiri atas 1 laki-laki dan 1 perempuan dihadapkan pada

2 kemungkinan kombinasi yaitu:

Anak I dan anak II =½x½=¼

Anak I dan anak II =½x½=¼+

Jumlah = 2/4

Jadi 2/4 kemungkinan memperoleh 2 anak terdiri atas 1 perempuan dan

1 laki-laki.
b. Perhatikan kembali suami isteri di atas yang berkonsultasi dengan anda

sebagai dokter. Jika mereka bertanya berapa besar kemungkinan bagi

mereka menambah lagi 3 anak (anak pertama sudah lahir seorang

albino) terdiri atas 2 anak normal dan 1 albino.

Jawab:

Kemungkinan kommbinasi I: normal – normal – albino:

¾ x ¾ x ¾ = 9/64

c. Kemungkinan kombinasi II: normal – albino – normal:

¼ x ¾ x ¾ = 9/64

d. Kemungkinan kombinasi III: albino – normal – normal:

¼ x ¾ x ¾ = 9/64

Jumlah 3 = (9/64) = 27/64

Ekspansi Binominal

Ambil contoh probabilitas tiap kelahiran anak laki-laki. p = ½ dan

kelahiran anak perempuan q = ½, maka kemungkinan melahirkan 2 anak

terdiri atas:

a) 2 anak ♂ adalah: p x p = p2

b) 1 anak ♂ dan 1 anak ♀:

 Anak pertama ♂ anak kedua ♀ = p x q = pq

 Anak pertama ♀ anak kedua ♂ = p x q = Pq

Jumlah = 2 pq

c) 2 anak ♀ adalah q x q = q2

Probabilitas 2 anak mengikuti distribusi binomial:


(p + q)2 = p2 + 2pq + q2 = 1

Probabilitas probabilitas probabilitas 2 anak ♀

2 anak ♂ 1 anak ♂

dan 1 anak ♀

Mari kita uji dengan 2 anak. Probabilitas untuk:

 3 anak ♂ adalah: p x p x p = p3

 2 anak ♂ dan 1 anak ♀

Laki – laki – perempuan =pxpxq = p2q

Laki – perempuan – laki =pxqxp = p2q

Perempuan – laki – laki =qxpxp = p2q

Jumlah 3 p2q

 1 anak ♂ dan 2 ♀

Laki – perempuan – perempuan =pxqxq = pq2

Perempuan – laki – perempuan =qxpxq = pq2

Perempuan – perempuan – laki =qxpxp = pq2

Jumlah 3 pq2

 3 anak ♀ adalah = q x q x q = q3

Probabilitas 3 anak tetap mengikuti distribusi binomial:

(p+q) = p3 + 3p2q + 3pq2 + q3=1

Probabilitas 3♂ 2♂1♀ 1♂2♀ 3♀


Demikianlah seterusnya sehingga rumus binomium dapat kita

tulis:

(p+q)n, n adalah jumlah trial, dalam hal ii jumlah anak. Makin

banyak jumlah n, makin sulit mencari angka koefisien atau

jumlah kombinasi anak. Kesulitan ini dapat diatasi dengan

menerapkan segi tiga Pascal. Contohnya berapa besar

kemungkinan memperoleh anak, terdiri atas 3 laki-laki dan 2

perempuan. Koefisien jumlah kombinasi dicari dengan segi tiga

Pascal sebagai berikut:

1 Probabilitas dari

1 2 1 3 laki dan 2 perempuan

1 3 3 1

1 4 6 4 1 10 p3q2 = 10 (1/2)3(1/2)2

1 5 10 10 5 1

Tetapi jika jumlah anak banyak maka banyak waktu untuk

mengembangkan. Koefisien atau jumlah kombinasi dapat

menggunakan rumus sebagai berikut:

n!
Jumlah kombinasi =
a ! b!

IV.1.4 Penerapan Probabilitas dalam Pedigree

Perhatikan pedigree berikut ini

Individu yang dihitamkan menderita albino disebabkan oleh gen resesif

autosom.
Jika suami istri II2 x II3 ingin menambah satu anak lagi, berapa besar

kemungkinan bagi mereka melahirkan anak ketiga seorang albino.

Jawab:

 Karena II1 dan II4 adalah albino, maka kedua suami isteri I1 x I2 dan I3 x

I4 bergenotip heterozigot (Aa).

 Untuk dapat memperoleh anak menderita albino, hanya mungkin jika II2

x II3 bergenotip heterozigot (carrier) Aa x Aa.

 Tetapi berapa besar kemungkinan II2 x II3 bergenotip heterozigot (Aa)?

 Kedua orang tua dari II2 bergenotif Aa x Aa, sehingga kemungkinan

genotip anak-anak mereka adalah: AA, Aa, Aa, dan aa. Tetapi II2 adalah

normal, jadi kemungkinan ia bergenotif Aa adalah 2/3, bukan 2 dari 4,

karena albino tidak termasuk dalam kemungkinan normal.

 Demikian pula II3 mempunyai kemungkinan kemungkinan bergenotip

Aa sebesar 2/3.

Contoh kelahiran anak, maka

n = jumlah anak yang dikehendaki

a = jumlah anak laki-laki

b = jumlah anak perempuan


hitunglah probabilitas 5 anak terdiri atas 3 laki-laki dan 2 perempuan.

Rumus lengkap ialah:

n!
p a qb
a ! b!

p = probabilitas tiap kelahiran anak laki-laki ½

q = probabilitas tiap kelahiran anak perempuan ½

Jadi, probabilitas memperoleh 5 anak terdiri atas 3 anak laki-laki dan 2 anak

perempuan yaitu:

5!
(1/ 2)3 (1/ 2)3 = 10 (1/ 2)3 (1/ 2) 2
3! 2!

Jika suami istri bergenotif Aa, berapa besar kemungkinan memperoleh 4

anak terdiri atas 3 normal 1 albino?

Jadi, kemungkinan II2 x II3 memperoleh anak ketiga albino adalah:

2/3 Aa x 2/3 Aa =

(2//3) x (2/3) x (Aa x Aa) =

4/9 x ½ albino = 1/9 kemungkinan albino

(2/3 x 2/3) disebut koefisien perkawinan.

IV.1.5 Gen Dominan Autosom

Perhatikan pedigree di bawah ini individu yang dihitamkan mampu

menggulung lidahnya disebabkan oleh gen dominan autosom.


Jika II3 kawin dengan sepupu pertamanya yang tidak dapat menggulung

lidah, berapa kemungkinan anak mereka tidak mampu menggulung lidah?

Jawab:

Kemungkinan genotif II3 adalah 2/3 Rr 1/3 RR.

Sepupu pertamanya tidak dapat menggulung lidah, sehingga genotiipnya

pasti rr. Kemungkinan kombinasi perkawinan

2/3 x ½ rr = 1/3 rr

2/3 Rr x rr =

2/3 x ½ Rr = 1/3

1/3 RR x rr

Jadi kemungkinan memperoleh anak tiddak dapat menggulung lidah (rr)

adalah 1/3.

IV.2 GOLONGAN DARAH

Golongan darah manusia sangat penting diketahui untuk keperluan

transfusi darah. Transpalantasi jaraingan dan pemahaman tentang penyakit.

Hemolitik pada bayi yang baru lahir (HDN) = hemolitic disease of the new born)

dan polimorfisme darah yang terkait dengan antrhopologi dan evolusi. Apakah

suatu jenis sistem golongan darah tertentu penting secara klinis, tergantung

terutama pada kemampuan antibodi dari sistem tersebut meniadakan atau

memperkecil ketahanan eritrosit in vivo, dan banyak sedikitnya antibodi tersebut

terdapat di dalam tubuh.


Terminologi golongan darah

Year of
Sistem Comments
discovery
ABO 1900 major clinical importance
MNSs 1927 useful marken little clinical importance
P 1927
Secretor 1930 determines presence of ABH antigens in secretions
Rh 1940 major clinical importance
Lutheran 1945 lutheran secretor was the first culosamal linkage know
Kell 1946 clinical importance
Lewis 1946 relcied to ABO see text
Duffy 1950 first to be assigned to a chromosome
Kidd 1951 clinical importance
Diego 1955 oneptol marker
Camright 1956
Auberger 1961
Xg 1962 X-linked
Domerockk 1965
Calton 1967
Sid 1967
Scianna 1974
Complement C4 1967 after activation of comeciement, red ceils carry
C4 antigents 1976 (chida and Rodgers)
Terminologi notasi utama digunakan untuk alel sistem golongan darah.

a. Urutan huruf (A dan B, M dan N)

b. Huruf besar dan huruf kecil (S dan s, K dan k, C dan c). Huruf kecil tidak

berarti resesif.

c. Alel dinyatakan dengan simbol huruf yang diberi superskrip, seperti Lua dan

Lub, Fya dan Fyb.


Beberapa golongan darah diberi nama dan orang yang pertama kali jenis

antibodinya diketemukan. Umpama Duffy dan Kidd. Beberapa huruf dari

namanya digunakan untuk simbol gen alel atau lokus gennya. Umpama

gen/lokus Fy untuk Duffy, Jk untuk J. Kidd. Sistem Lutheran diberi nama dari

donor yang mengandung antigen unik.

IV.3 PRODUKSI ANTIBODI

Antibodi diprodukssi oleh beberapa cara:

a. Secara alamiah, seperti sistem ABO dan Lewis (natural antibody)

b. Hasil imunisasi pada binatang (MN, P)

c. Dalam tubh ibu yang mengandung foetus HDN (Rh, Kell, Kidd Diego)

(provoked antibody).

IV.3.1 Sistem golongan darah ABO

Furuhata, ilmuwan Jepang, pada tahun 1952 menegaskan bahwa

golongan darah merupakan sifat yang diwariskan. Secara fisiologi,

berdasarkan adanya Aglutinin dalam plasma darah dan aglutinogen dalam

eritrosit yang telah dikemukakan oleh K. Landsteiner (1868-1943), darah

dibedakan menjadi empat golongan, yaitu A, B, O dan AB. Tinjauan secara

genetika menurut hipotesis Bernstein (Jerman) dan Furuhata (Jepang)

adalah bahwa golongan darah ditentukan oleh tiga macam alel, yaitu: IA, IB,

dan IO (I : isoaglutinogen). Contoh perkawinan antara laki-laki yang

bergolongan darah AB dengan perempuan yang bergolongan darah O,

kemungkinan golongan darah anak-anaknya adalah sebagai berikut:


P : AB X O

Genotipe : |A|B |O|O

Gamet : | A |O

|B

Famet : | A|O = 50% Golongan darah A

: |B|O = 50 % Golongan darah B

Jadi anak-anaknya memiliki kemungkinan bergolongan darah A (50%)

dan bergolongan darah B (50%).

Genotipe Genotipe
Fenotipe
homozigot heterozigot
AB - |A|B
A |A|A |A|O
B |B|B |B|O
O |O|O -

Tabel 4.2 Fenotipe dan Genotipe penggolongan darah sistem ABO

IV.3.2 Golongan Darah Rhesus (Rh)

K. Landsteiner dan Weiner tahun 1940 menemukan cara penggolongan

darah yang disebut Rhesus (Rh). Kedua ahli ini telah menyuntikkan sel

darah kera Macaca mulatta ke dalam tubuh kelinci dan marmut. Kelinci dan

marmut kemudian membentuk antibodi terhadap antigen rhesus dalam

serum darahnya. Antiserum dari kelinci ini jika disuntikkan ke dalam tubuh

kera akan menyebabkan penggumpalan eritrosit. Antiserum dari kelinci itu

kemudian digunakan untuk menguji darah manusia dengan hasil sebagai

berikut:
a) Seseorang bergolongan darah (Rh+), apabila mempunyai antigen Rh

(factor rhesus di dalam eritrositnya), sehingga darah menggumpal jika

diuji dengan antiserum antiRh.

b) Seseorang bergolongan darah (Rh-), apabila di dalam eritrositnya tidak

terdapat antigen Rh, sehingga darah tidak menggumpal jika diuji dengan

antiserum anti Rh.

Menurut Landsteiner, golongan darah Rh ini diatur oleh gen yang

terdiri dari dua buah alel, yaitu (Rh+) dan (Rh-). (Rh+) dominan terhadap

(Rh-). Oleh karena itu, kedua golongan darah menurut sistem Rh dapat

dirumuskan sebagai berikut: golongan darah yang fenotipenya (Rh+)

memiliki genotipe |Rh|Rh atau |Rh|rh, sedangkan fenotipe (Rh-) memiliki

genotipe |rh|rh. Embrio (Rh+) yang dikandung oleh seoranng ibu (Rh-) pada

kandungan pertamanya biasanya normal (tidak ada kelainan). Akan tetapi

kalau ibu itu mengandung lagi, dan embrionya juga (Rh+) maka pada

kandungan yang kedua ini kelak bayi yang dilahirkan menderita anemia

parah, yaitu di dalam darahnya hanya ada eritroblas (eritrosit yang belum

matang). Inilah yang dinamakan eritroblastosis faetalis yang dapat

menyebabkan kematian. Proses adalah jika eritrosit janin kandungan

pertama masuk ke peredaran darah ibu, maka tubuh ibunya akan

memproduksi antibodi. Antibodi ini akan masuk ke peredaran darah pada

kehamilan keduanya dan mengaglutinasikan (menggumpalkan) eritrosit

janin yang dikandungnya. Inilah yang menyebabkan eritroblastosis tersebut.


Gejala bayi penderita eritroblastosis adalah tubuhnya berwarna. Hal ini

disebabkan pembuluh darah dalam hati terseumbat oleh sel-sel darah yang

rusak sehingga empedu terserap oleh darah. Tubuhnya menggembung

kuning keemasan. Darahnya banyak mengandung eritroblas yang memiliki

daya afinitas (kemampuan mengikat) rendah terhadap O2.

IV.3.3 Golongan Darah Lewis

Angglutinogen : Lea dan Leb

Angglutinin : anti Lea dan anti Leb

Antigen Lewis sebenarnya bukan antigen eritrosit, tetapi antigen cairan

tubuh yang diserap oleh eritrosit dari plasma darah. Antigen disintesis oleh

gen Le dan le.genotip dapat LeLe, Lele dan lele. Antigen Lewis dapat

disekresikan di air ludah oleh gen sekreter yang berkaitan dengan sistem

ABO - H.

IV.3.4 Golongan Darah Sistem MN

Pada tahun 1927, K. Landsteiner dan P. Levine menemukan antigen baru

yang diberi nama antigen M dan antigen N. Sel darah merah seseorang

dapat mengandung salah satu atau kedua antigen tersebut.

Pengelompokannya ada tiga macaam, yaitu golongan darah M, N dan MN.

Tabel 4.3 Penggolongan Darah Sistem MN

Golongan Antigen dalam


Genotype
Darah eritrosit
M M LMLM
N N LNLN
MN MN LMLN
Jika terjadi persilangan antara golongan darah M dan golongan darah

MN, maka keturunannya (F1) bergolongan darah M dan MN. Lihat diagram

berikut!

P :M X MN

Genotipe : |M|M |M|N

Gamet : |M |M dan |N

|B

Famet : |M|N = Golongan darah M

: |M|N = golongan darah MN

Dalam bidang hukum “Medical Genetic”, untuk mengidentifikasi

golongan darah seseorang sering digunakan penggabungan cara antara

penggolongan darah sistem ABO dan sistem MN. Dengan penggabungan

sistem ABO dan sistem MN, kita dapat mengelompokkan darah menjadi 12

kelompok, sehingga makin sempitlah bidang penentuan seseorang yang

diselidiki sifat genetikanya. Jika perlu, dapat dipersempit lagi dengan

menggabungkan sistem Rh.

Contoh: Amir yang bergolongan darah OM mengaku sebagai anak dari

pasangan suami istri yang bergolongan darah AN dan BM. Benarkah

pengakuan Amir tersebut?

I. Menurut tinjauan dari golongan darah sistem ABO, pengakuan Amir

ini benar, sebab kemungkinan dari persilangan golongan darah A

heterozigot dan B heterozigot dapat menghadilkan F1 bergolongan

darah O.
II. Menurut tinjauan dari sistem MN, pengakuan Amir ini salah, sebab

persilangan golongan darah N dengan M akan menghasilkan

keturunan F1 bergolongan darah MN. Jadi, pengakuan Amir tersebut

tidak benar.

IV.3.5 Sistem Lutheren

Gen berlokus pada kromosom no.19. Gen Lua dan Lub. Gen Luse

(sekretor) adalah sintenik dan dapat mengalami pindah silang.

IV.3.6 Sistem Kell

Ada 2 macam golongan darah yakni K+ dan K-. Seperti sistem Rh

dapat menyebabkan HDN. Agglutinogen anti K tidak terbentuk jika ibu dan

anak ABO inkompatibel.

IV.3.7 Sistem Dufty

Gen berlokus pada kromosom no.1. ada 3 alel mmultipel: Fya, Fyb dan

Fy. Fy hanya terdapat pada orang Afrika. Fenotip Fy (a-b-) melindungi

eritrosit terhadap malaria yang disebabkan oleh Palsmodium vivax.

IV.3.8 Polimorfisme Protein Plasma Darah

Lebih dari 100 macam protein dalam plasma darah manusia. Hal ini

berarti bahwa banyak mutasi atau pindah silang yang terjadi pada segmen

DNA di lokus gen yang mensintesis polipeptida protein plasma.

Polimorfisme dapat digunakan untuk penelitian bidang antropologi dan

evolusi manusia.
BAB V

IMUNOLOGI

V.1 SISTEM IMUN

Sistem imun terdiri dari semua sel, jaringan, dan organ yang

diperlukan untuk respons imun. Fungsi sistem imun adalah melindungi tubuh

dari patogen dan menghancurkan sel-sel yang sudah tidak dikenali sebagai ‘sel

tubuh sendiri’. Jika sistem ini tidak bekerja maka dapat menyebabkan penyakit

autoimun, defisiensi imun, atau penyakit alergi.

V.1.1 Sawar Permukaan

Sistem imunlah yang memungkinkan terjadinya penyembuhan dari

infeksi oleh mikroorganisme yang menginvasi pertahana permukaan tubuh.

Pasien rawat inap lebih berisiko terhadap invasi mikroorganisme karena

penyakit mereka atau karena terapi yang yang diberikan harus melewati

mekanisme pertahanan normal. Contohnya adalah pada kasus luka bakar,

kateterisasi urin, neutropenia (jumlah sel darah putih/neutrofil rendah),

kurangnya flora bakteri normal, dan malnutrisi pada pasien pascaoperasi

atau pasien yang dirawat di perawatan intensif. Lini pertahanan tubuh

pertama adalah kulit (sawar permukaan). Jika kulit dilewati atau diinvasi,

maka akan terjadi respons inflamasi (peradangan).


V.1.2 Respon Inflamasi

Tanda kerja sistem imun yang paling terlihat adalah adanya

kemerahan, pembengkakan, dan nyeri yang dilihat/dirasakan saat terluka

atau terinvasi oleh benda asing. Reaksi ini disebut juga respons inflamasi.

Tabel 5.1 Sawar permukaan tubuh.

Sawar Mekanisme
Kulit Sawar fisik
Flora bakteri normal (komensal) Secara efektif berkompetisi dengan
patogen pada kulit, usus, vagina, dan
saluran pernapasan atas
Lisozim pada air mata, cairan sekresi Menghancurkan dinding sel bakteri
tubuh (bukan urin), dan jaringan
pH pH rendah pada lambung dan vagina
menghambat pertumbuhan bakteri
Membran mukosa Menahan mikroorganisme dan
menghentikan penempelan mikro-
organisme ke sel epitel

Tanda-tanda ini disebabkan oleh:

 Dilatasi pembuluh darah yang akan meningkatkan aliran darah sehingga

lebih banyak darah mencapai area yang terkena.

 Meningkatkan permeabilitas kapiler, yang memungkinkan molekul

sistem imun yang berukuran besar dan sel fagosit bermigrasi ke

jaringan.

 Zat kimia seperti histamin dan limfokin yang dilepaskan dari sel-sel

yang rusak.
 Akumulasi cairan inflamasi ke ruang tertutup, sehinggga terjadi

peningkatan tekanan.

Efek ini membuat area inflamasi terlokalisasi, dan terjadi pengenceran

(dilusi) zat iritan serta eliminasi melalui fagositosis. Kondisi inflamasi yang

sering terjadi, misalnya pada kolitis, meningitis, pneumonia, dan pleuritis.

Kadang respons inflamasi berlangsung lama dan dapat menyebabkan

kematian jaringan. Misalnya gengren dan tuberkulosis.

V.2 IMUNITAS ALAMIAH DAN IMUNITAS DAPATAN

Sistem imun dapat membedakan sel-sel atau komponen tubuh


‘sendiri’ dari zat ‘asing’, zat asing ini disebut juga antigen. Respons imun terjadi
berdasarkan pengenalan zat/komponen asing ini dan eliminasinya. Ada dua
bagian fungsional sistem imun, yaitu sistem imun alamiah atau intrinsik (innate)
yang bereaksi terlebih dulu melawan setiap antigen, dan sistem imun dapatan
atau adaptif yang teraktivasi jika sistem imun intrinsik gagal. Kedua sistem ini
kemudian bekerja sama. Respons adaptif bersifat spesifik terhadap antigen
khusus, dan sistem imun akan terus menyimpan memori dan mengingatnya. Hal
ini berarti jika respons imun terhadap suatu antigen telah teraktivasi maka jika
suatu saat anda terpapar dengan antigen yang sama untuk kedua kalinya, akan
terjadi respons yang lebih cepat. Sistem imun alamiah maupun dapatan
bergantung pada sel dan komponen terlarut untuk dapat bekerja dengan baik.

Tabel 5.2 Komponen Sistem Imun

Sel Faktor terlarut


Imunitas alamiah Fagosit Komplemen, lisozim
Imunitas dapatan Sel pembunuh alami (natural killer. NK) Antibodi interferon
Sel T dan B (limfosit)
Tabel 5.3 Sel-sel sistem imun

Jenis sel Fungsi


Limfosit
1. Limfosit B (sel B) Imunitas dapatan (produksi antibodi)
2. Limfosit T (sel T)* Imunitas dapatan (destruksi patogen intraselular)
3. Sel NK Imunitas alamiah (sitotoksik, membunuh sel asing)

Fagosit polimorfonuklear (PMN):


1. Netrofil Fagositosis
2. Eosinofil, basofil Terlibat dalam reaksi alergi dan destruksi parasit

Fagosit mononuklear:
1. Monosit (di jaringan berdiferensiasi Fagositosis mikroorganisme intraselular,
menjadi makrofag) contohnya mycobacteria
2. Makrofag Membantu respons imun, fagositosis
*Sel T dapat dibagi lagi berdasarkan aktivitasnya menjadi helper, supresor, sitotoksik, dan sel
memori

V.2.1 Sel Darah Putih pada Sistem Imun

Sel darah putih merupakan pertahanan utama terhadap mikroorganisme.

Sel ini harus melintasi dinding pembuluh darah untuk mencapai jaringan

yang telah terinfeksi mikroorganissme. Sel darah putih dapat dibagi menjadi

dua golongan berdasarkan fungsinya. Golongan pertama, sel fagosiit, akan

menelan substansi yang menginvasi dan kemudian menghancurkan

substannsi tersebut. Golongan kedua, sel limfosit, penting untuk pertahanan

jangka panjang. Sel fagosit dan limfosit juga dapat bekerja sama terutama

untuk menghasilkan respons imun dapatan.

V.2.2 Faktor Terlarut pada Sistem Imun


Terdapat banyak faktor terlarut yang terlibat dalam respons imun.

Beberapa faktor ini dihasilkan oleh limfosit, misalnya antibody dan sitokin,

dan faktor lainnya terdapat dalam serum darah. Fungsii faktor-faktor ini

dapat dilihat pada tabel 5.4.

Tabel 5.4 Faktor Teratur pada system imun

Komponen Fungsi
Sitokin:
1. Interferon resistensi terhadap virus
2. Interleukin mengarahkan pembelahan dan
diferisiansi sel
3. Faktor pembelahan dan diferesiansi sel-sel
sumsum tulang
Komplemen Kontrol Inflamasi
Protein reaktif-C (C-reaktive protein, Aktivasi komplemen dengan cara
CRP berkaitan dengan bakteri
Antibodi Netralisasi antigen

Komplemen merupakan suatu seri 20 protein serum yang akan

teraktivasi oleh kompleks antigen/antibodi pada imunitas dapatan atau oleh

mikroorganisme pada imunitas alamiah. Aktivasi komponen pertama akan

mengaktivasi komponen berikutnya sehingga terjadi rangkaian beruntun

(kaskade). Dari berbagai bagian reaksi beruntun akan dihasilkan tiga efek

utama:

• Fagositosis yang lebih efektif (opsonisasi), karena komplemen akan

menyelubungi kompleks imun dan mikroorganisme sehingga fagosit


yang mengandung reseptor komplemen dapat berikatan dengan lebih

efektif

• Lisis sel (disrupsi)

• Aktivasi fagosit.

Sitokin merupakan molekul yang berperan sebagai pembawa pesan

antarsel; limfokin merupakan salah satu sitokin yang membawa pesan ke sel

limfosit. Antibodi atau immunoglobulin (Ig) diproduksi oleh sel plasma

(limfosit B berdiferensiasi). Semua antibody memiliki struktur dasar yang

sama yang memungkinkan antibodi untuk berikatan dengan antigen, fagosit

dan komplemen. Akan tetapi, karena semua antigen berbeda, maka tempat

pengikatan antigen akan tersusun dari asam amino yang berbeda (variasi

regio). Hal ini memungkinkan dihasilkannya antibodi yang spesifik untuk

setiap antigen yang terpapar pada tubuh kita.

V.2.3 Jenis Antibodi

Terdapat lima kelas antibodi atau molekul imunoglobulin, dimana

setiap kelasnya memiliki fungsi yang berbeda. IgG adalah imunoglobulin

terbanyak dan dapat melintasi plasenta untuk memberikan perlindungan

terhadap janin. IgM terdiri dari lima unit dasar dan merupakan lini pertama

untuk menyerang bakteri. IgA terdapat dalam cairan sekresi tubuh, seperti

saliva, kolostrum, air susu, dan sekret trakeobronkial. IgD terdapat pada

permukaan sel B tetapi konsentrasinya dalam serum darah sangat rendah,

fungsinya masih belum jelas. IgE dikaitkan dengan reaksi alergi, misalnya
asma. Jumlah relative setiap kelas imunoglobulin dapat dilihat pada tabel

5.5. Jenis Imunoglubin dalam serum manusia.

Tabel 5.5 Jenis imunoglubin dalam serum manusia

Jenis
% dari Ig total dalam serum manusia
Imunoglobulin (Ig)
IgG 70-75
IgM 10
IgA 15-20
IgD >1
IgE Jarang

V.3 STRUKTUR SISTEM IMUN

Sistem imun selalu siaga secara konstan dan setiap komponennya

harus siap sedia dan dapat mencapai area yang terserang dengan cepat agar

sistem bekerja efektif. Sistem limfoid menyediakan jaringan dan sel-sel yang

dibutuhkan untuk respons imun.

Lokasi utama produksi limfosit adalah pada sumsum tulang dan timus. Limpa,

kelenjar getah bening, dan jaringan yang dekat mukosa, seperti tonsil (organ dan

jaringan perifer) merupakan lokasi di mana mikroorganisme adalah limpa. Jika

limpa diangkat, maka sistem imun akan kurang efektif. Limfosit berpindah dari

lokasi produksinya ke jaringan perifer melalui darah dan sistem limfatik

(jaringan yang terdiri dari saluran kecil diseluruh tubuh). Sekitar 1-2% limfosit

akan bersirkulasi setiap jam, tetapi jika terdapat antigen yang dikenali maka

sirkulasinya akan berhenti dan sel-sel yang tersensitisasi oleh antigen dapat
dilokalisasi di kelenjar getah bening tempat antigen pertama kali dikenali.

Dengan cara ini maka respons imun yang baik dapat tercapai dengan cepat.

V.3.1 Pengenalan Antigen

Telah dikatakan bahwa pengenalan (zat asing) merupakan langkah

pertama dalam aktivasi sistem imun. Hal ini berarti bahwa sistem imun

harus mengenali sel mana yang berasal dari tubuh sehingga sel tersebut

tidak dihancurkan. Semua sel telah diberi label yang membuatnya dapat

dikenali yaitu suatu penanda protein yang disebut kompleks

histokompatibilitas mayor (major histocompatibility complex, MHC).

Terdapat dua set MHC, yaitu kelas I dan kelas II. Jika suatu

mikroorganisme memasuki tubuh untuk pertama kalinya, maka

mikroorganisme tersebut akan difagositosis oleh makrofag karena

mikroorganisme teersebut tidak dikenali sebagai sel tubuh normal.

Mikroorganisme akan dihancurkan atau ‘diproses’ sehingga fragmen-

fragmen peptide antigen akan terlihat pada permukaan sel oleh molekul

MHC. Makrofag ini kemudian disebut sel presentan antigen (antigen

presenting cell. APC). Istilah APC dapat digunakan untuk setiap sel yang

memiliki bagian dari antigen yang telah diproses pada permukaan selnya.

Termasuk golongan APC adalah sel B baru yang memiliki molekul antibodi

pada seluruh membran permukaan yang dapat terikat secara spesifik pada

mikroorganisme. Jika mikroorganisme difagositosis ke dalam sel maka

mikroorganisme akan diproses. Presentasi APC dapat dilakukan oleh protein


MHC kelas I maupun II, dan keduanya menentukan jenis sel T yang akan

bereaksi.

V.3.2 Produksi Antibodi

Antibodi diproduksi oleh sel B yang distimulasi untuk membelah saat

terikat pada antigen. Pada sebagian besar antigen, sel B tidak dapat

membelah tanpa adanya sinyal dari sel T helper (Th) (helper : pembantu)

yang akan bereaksi terhadap APC dengan antigen yang sama. Reaksi positif

akan menyebabkan multiplikasi (proliferasi)) dan diferensiasi sel T. Sel T-

helper akan bereaksi dengan sel B yang tersensitisasi dengan mengenali

antigen dan molekul MHC kelas II. Sel T helper akan memproduksi

interleukin (IL) yang menyebabkan produksi banyak sel B efektor (sel

plasma) yang dapat mensekresi antibodi spesifik terhadap antigen tersebut.

Sejumlah kecil sel memori B dan T juga disintesis untuk respons sekunder

di masa depan. Jika suatu antigen telah dieliminasi, maka antibodi tidak

akan dibutuhkan lagi dan sintesis antibodi akan dihentikan oleh sel T

supresor, suatu jenis sel T yang berbeda. Tidak semua antibodi yang

terbentuk akan digunakan, sehingga sebagian antibodi akan terdapat dalam

sirkulasi darah. Antibodi dalam sirkulasi darah ini sangat berguna dalam uji

diagnostik penyakit virus, seperti hepatitis.

V.3.3 Waktu Respon Imun

Jika suatu antigen masih baru, waktu yang diperlukan sampai antibodi

terdapat dalam darah (respons imun primer) akan lebih lama daripada jika
antigen telah dikenali sebelumnya (respons sekunder). Respons sekunder ini

merupakan dasar penjadwalan booster vaksinasi.

V.3.4 Respon Imun Diperantarai Sel

Antibodi efektif dalam melawan patogen dan toksin ekstraselular, tetapi

tidsak dapat mengikat patogen intraselular, misalnya virus dan toksin.

Untungnya, terdapat respons sistem imun lain yang hanya melibatkan sel T,

yaitu respons imun yang diperantarai sel. Respons ini tidak hanya efektif

melawan patogen intraselular, tetapi juga dapat mengenali sel-sel abnormal,

misalnya sel kanker dan sel jaringan organ cangkok (graft) oleh karena itu

pada transpalantasi organ penting diperhatikan kecocokan jaringan, dan

diberikan obat-obatan yang menekan respons imun sehingga tidak terjadi

penolakan terhadap organ donor. Sel T juga akan meningkatkan jumlah sel

lainnya, misalnya makrofag yang akan membantu pembersihan sel-sel yang

terinfeksi. Pada keadaan inflamasi kronik, misalnya tuberkulosis, terbentuk

granuloma (kumpulan makrofag yang berfusi, sel-sel raksasa, sel epitel, dan

sel T) yang mengalami kalsifikasi sehingga menyebabkan gangguan fungsi

jaringan. Sel T matur di dalam timus dan berdiferensiasi menjadi sel T

helper dan sel T sitotoksik serta mensintesis reseptor untuk setiap antigen

spesifik, jadi setiap sel T akan memberi respons pada antigen yang berbeda.

Sel T yang baru ini akan memasuki aliran darah dan tetap tidak aktif sampai

bertemu dengan sel presentan antigen dengan kompleks MHC kelas I atau II

pada permukaan selnya yang dapat dikenali oleh sel T. Pengenalan terhadap

kompleks tersebut akan menstimulasi sel T yang tepat (Th/MHC kelas II,
Tc/MHC kelas I) untuk kemudian membelah dan membentuk suatu populasi

atau klon sel, yang akan bereaksi dengan kompleks antigen MHC yang

sama. Dengan bantuan sel T helper, yang memproduksi interleukin, maka

klon sel T sitotoksik akan berdiferensiasi menjadi sel efektor dan sel

memori yang akan berespons terhadap antigen yang sama. Interaksi dengan

sel yang terinfeksi atau sel ‘asing’ akan mengaktivasi sel T sitotoksik untuk

membunuh dengan melubangi membran plasma dan mensekresi toksin ke

sel asing tersebut. Kemudian sel T sitotoksik bebas menyerang sel lainnya.

V.3.5 Hasil Respon Imun Dapatan

Ada dua efek dari proses imun dapatan:

• Antibodi akan menetralisasi antigen untuk membuatnya menjadi tidak

efektif, mengaktivasi komplemen, dan membantu respon imfalmasi.

• Sel T sitotoksik membunuh sel ‘asing’

Kunci dari imunitas dsapatan adalah bahwa respons ini spesifik

terhadap antigen tertentu dan suatu antigen akan terus diingat. Hal ini

memungkinkan tubuh untuk bereaksi bila terpapar lagi dengan antigen yang

sama.

V.4 DEFEK RESPON IMUN

Kadang sistem imun tidak bekerja dengan baik; contoh yang paling

sering adalah pada reaksi hipersensitivitas, di mana terjadi respons imun yang

berlebihan. Hal ini ditandai dengan reaksi inflamasi segera atau lambat terhadap

antigen, yang biasanya tidak berbahaya. Contoh antigen adalah antibiotik,

kosmetik, makanan (seperti kacang-kacangan), dan plester yang lengket. Orang-


orang yang hipersensitif atau ‘alergik’ akan mensintesis IgE setiap kali terpapar

dengan alergen. Alergen ini berikatan dengan permukaan sel darah putih yaitu

sel mast. Pada paparan antigen selanjutnya, alergen akan terikat kepada IgE pada

permukaan sel mast yang kemudian memicu pelepasan histamin dan bahan

kimia lainnya dari sel mast. Hal ini menyebabkan otot saluran napas

berkontraksi dan meningkatkan produksi mukus sehingga dapat menyebabkan

serangan asma.

V.4.1 Desensititisasi Terhadap Antigen

Salah satu pendekatan pada terapi hipersensitivitas adalah dengan

mendesensitisasinya dengan memberikan antigen dosis rendah sehingga

hanya IgG yang diproduksi, bukan IgE. Dengan meningkatkan konsentrasi

antigen pada periode waktu tertentu, maka konsentrasi IgG dalam sirkulasi

juga meningkat. Jika antigen berikatan dengan IgG, maka hal ini akan

menurunkan jumlah antigen yang berikatan dengan IgE pada permukaan sel

mast, sehingga dapat mencegah reaksi hipersensitivitas (respons inflamasi)

dengan efektif.

V.4.2 Inkompetensi Imun

Sebagian orang dapat dilahirkan dengan defisiensi pada sistem imun

(defek pada produksi antibodi atau fungsi sel T) atau defesiensi imun karena

infeksi, seperti AIDS (acquired immunodeficiency syndrome), yang

menyerang populasi sel T helper, atau kanker darah. Selain itu, pasien dapat

mengalami keadaan imunosupresi karena obat-obatan, misalnya pada pasien

pascatransplantasi ginjal, atau pasien kanker yang diterapi dengan obat-


obatan sitotoksik yang dapat menghancurkan sel. Tentu saja pasien-pasien

ini rentan terhadap infeksi yang pada keadaan normal tidak mengancam

nyawa. Perawatan pasien ini harus sangat berhati-hati.

V.4.3 Penyakit Autoimun

Penyakit autoimun adalah keadaan dimana sistem imun tidak lagi

mengenali sel tubuhnya sendiri sehingga menyerangnya. Dua penyakit

autoimun yang sering terjadi adalah arthritis reumatoid dan lupus

eritematosus sistemik (systemic lupus erythematosus, SLE). Artritis

reumatoid mengenai membran sendi dimulai dari sendi kecil pada tangan

dan kaki. Orang yang menderita artritis reumatoid memiliki kadar antibodi

(faktor reumatoid) yang tinggi, yang akan terikat pada molekul IgG seperti

halnya antigen. Kompleks antigen-antibodi yang terbentuk akan

berakumulasi pada membran sendi, kemudian memicu respons inflamasi

kronik yang akhirnya menyebabkan imobilisasi sendi. Pada lupus

eritematosus sistemik, pasien akan membentuk antibody terhadap DNA-nya

dan terjadi akumulasi kompleks antigen-antibodi pada pembuluh darah,

sendi, dan ginjal. Mengapa respons autoimun dapat terjadi masih merupakan

pertanyaan yang belum terjawab, dan belum ada terapi efektif, selama

proses ini masih belum dimengerti.

V.5 APLIKASI SISTEM IMUN

Sebagaimana kita ketahui bahwa antibodi dibuat sebagai respons

terhadap antigen. Pengetahuan ini menjadi dasar pembentukan antibodi oleh

tubuh terhadap suatu penyakit (imunitas aktif) atau pemberian antibody untuk
melindungi tubuh dari penyakit (imunitas pasif). Baru-baru ini telah

dikembangkan suatu antibodi khusus yang disebut antibodi monoklonal yang

dihasilkan oleh sel yang dikultur. Antibodi monoklonal merupakan antibodi

yang identik dan sangat spesifik. Antibodi ini telah berhasil digunakan untuk

meningkatkan teknik diagnostik dan memiliki potensi sebagai terapi berskala

besar.

V.5.1 Imunisasi Aktif

Vaksin diberikan untuk membentuk imunitas seseorang secara aktif

dengan menstimulasi produksi antibodi, yang dapat bertahan hingga

bertahun-tahun. Anda akan terbiasa dengan jadwal imunisasi untuk anak-

anak atau mungkin harus mendapatkan vaksinasi sebelum pergi ke negar

tertentu. Program imunisasi yang efektif dapat mencegah penyakit infeksi

atau mengontrol penyebarannya. Beberapa penyakit misalnya cacar

(smallpox), telah dieliminasi di seluruh dunia melalui vaksinasi. Contoh

terbaru adalah keberhasilan vaksinasi meningitis C yang telah menurunkan

insidensi penyakit ini secara signifikan.

Tabel 5.6 Jadwal imunisasi untuk anak-anak

Usia saat
Vaksin Jenis
diberikan
Difteria/tetanus/pertusis whole cell Toksoid/bakteri yang Tahun pertama
(DPT) dinonaktifkan Tahun pertam
Polio Virus hidup yang dilemahkan Tahun pertama
Haemophilus influenzae tipe B (HiB) Polisakarida kapsul Tahun kedua
(diberikan dalam bentuk DPT-HiB)
Campak/gondongan/rubela Virus hidup yang dilemahkan 5 tahun
(measles/mumps/rubella, MMR) 5 tahun
Ulangan/booster DPT Bakteri/toksin yang 10-14 tahun
Ulangan/booster polio dinonaktifkan di bawah 18 tahun
Bacillus Calmette-Guerin (BCG) Virus hidup yang dilemahkan
Meningitis C Bakteri hidup yang dilemahkan
Konjugat polisakarida kapsul
* Berlaku di Inggris, untuk Indonesia terdapat jadwal imunisasi yang berbeda

V.5.2 Empat Jenis Vaksin

Secara umum di strain patogen hidup yang dilemahkan atau nonvirulen

untuk proteksi terhadap virus, dan bakteri yang dinonaktifkan untuk

penyakit bakterial. Akan tetapi, perkecualian pada kasus tuberkulosis,

digunakan vaksin Bacillus Calmette-Guerin (BCG) yang menggunakan

bakteri hidup yang dilemahkan, dan vaksin influenza yang menggunakan

virus yang telah dimatikan. Perbedsaan penting antara keduanya adalah

strain bakteri yang hidup dan dilemahkan dapat bereplikasi, sedangkan

strain yang dinonaktifkan tidak dapat bereplikasi lagi. Hal ini berarti bahwa

imunitas dari vaksinasi yang menggunakan patogen hidup akan lebih tahan

lama dan umumnya dapat dicapai dengan dosis tunggal, tetapi vaksinasi

dengan patogen nonaktif seringkali membutuhkan suntikan ulangan

(booster) dan hanya bertahan beberapa bulan. Vaksin aselular proteksi

terhadap pertusis (batuk rejan) telah diperkenalkan sebagai bagian dari

booster vaksin balita pada November 2001. Vaksin aselular menggunakan

hanya sebagian kecil dari mikroorganisme seperti kapsul polisakarida untuk

meningkatkan respons antibodi. Vaksin pertusis tidak dibuat dari seluruh sel

bakkteri (whole cell) karena akan meningkatkan reaksi pada anak-anak yang

berusia lebih tua.


V.5.3 Vaksin Tidak Tersedia Untuk Semua Penyakit

Beberapa penyakit tidak mudah dikontrol dengan vaksinasi, seperti

misalnya kolera. Vaksin dibuat dari bakteri yang mati, walaupun demikian,

vaksin kolera yang baru masih dikembangkan. Enterotoksin menyebabkan

diare kolera yang khas, dan enterotoksin maupun bakteri tidak akan

mencapai aliran darah. Sehingga walaupun antibodi terhadap bakteri dari

vaksinasi telah diproduksi melalui respons imun, antibodi harus mencapai

jaringan usus yang terinfeksi oleh bakteri. Hal ini membuat vaksinasi relatif

tidak efektif karena hanya sebagian kecil antibodi yang akan berkontak

dengan bakteri. Contoh lain adalah virus influenza. Virus influenza dapat

bermutasi dengan cepat dan mudah sehingga vaksin influenza harus dikaji

lagi setiap tahun untuk memastikan strain yang digunakan untuk vaksinasi

akan memberikan perlindungan terbaik bagi kelompok berisiko tinggi. Pada

tahun 2001, digunakan dua strain yaitu Influenza A (H3N2 dan H1N1) dan

Influenza B (Sichuan).

V.5.4 Imunisasi Pasig

Imunisasi pasif memberikan proteksi dengan cepat, tetapi hanya

berlangsung selama beberapa minggu. Injeksi plasma yang mengandung

antibodi atau immunoglobulin untuk melawan suatu penyakit diberikan

pada pasien yang berisiko. Saat ini antiserum (plasma yang mengandung

antibodi, berasal dari plasma hewan) sudah jarang diberikan karena

seringkali terjadi efek samping. Ada dua jenis imunoglobulin,

imunoglobulin normal manusia (human normal immunoglobulin, HNIG)


dan immunoglobulin spesifik. HNIG digunakan untuk proteksi terhadap

virus hepatitis A, campak, dan rubela. Imunoglobulin spesifik dapat dilihat

pada tabel berikut:

Tabel 5.7. Imunoglobin spesifik yang digunakan untuk imunisasi pasif

Imunoglobulin spesifik Kegunaan


Imunoglobulin hepatitis B (HBIG) Bayi baru lahir dari ibu yang terinfeksi, tenaaga medis/
karyawan yang bekerja menangani virus
Imunoglobulin tetanus (HTIG) Tata laksana luka yang rentan terinfeksi kuman tetanus
Imunoglobulin varisela zoster (VZIG) Wanita yang terpapar cacar air saat hamil, pasien
imunosupresi

V.5.5 Antibodi Untuk Terapi dan Uji Diagnostik

Produksi antibodi monoklonal merupakan perkembangan baru yang

menarik dan dapat digunakan di berbagai daerah. Antibodi monoklonal

diproduksi melalui kultur sel dan hanya berespons terhadap satu bagian

antigen. Semua antibodi yang terbentuk adalah identik, sehingga reaksi yang

terjadi sangat spesifik dan efektif. Reaksi yang terjadi dapat ‘dilihat’ dengan

memberi label pada antibodi misalnya dengan isotop radioaktif atau tinta

fluoresen. Contoh potensial kegunaan antibodi monoklonal yang relevan

untuk kesehatan pasien adalah: melacak materi asing, misalnya sel kanker;

mencari jenis sel yang cocok sebelum transpalantasi organ, dan uji

diagnostic cepat, seperti tes kehamilan dan tes golongan darah.

V.5.6 Peluru Ajaib

Jika antibodi ditandai dengan suatu bahan kimia yang dapat

menghancurkan sel yang bereaksi, maka secara teoretis, semua sel yang

bereaksi dengan antibodi dapat dieleminasi. Pendekatan ini sedang diteliti


131
untuk pengobatan kanker. Contohnya, isotop radioaktif, seperti | yang

menjadi penanda antibodi dapat berikatan dengan sel tumor dan

menghancurkannya. Isotop radioaktif dapat juga ditransmisikan ke sel yang

tidak terikat antibodi, sehingga meningkatkan dosis radioaktif. Antibodi

terhadap sel tumor yang terikat dengan obat sitotoksik sedang dalam

penelitian.

V.5.7 Transpalansi Organ

Antibodi monoklonal telah meningkatkan kesuksesan transpalantasi

organ melalui dua cara. Pertama, dapat dilakukan pencocokan jenis jaringan

donor dan resipen (penerima) dengan baik. Kedua, dengan mencegah

pengikatan sel T sitotoksik ke organ donor, karena sel T sitotoksik akan

menghancurkan organ donor. Terapi pasien dengan antibodi telah

meningkatkan kesuksesan transpalantasi ginjal besar 90%.

V.5.8 Dipstick/Strip

Pada uji diagnostik, antibodi diberi label sehingga hasilnya dapat dilihat

dengan mudah. Salah satu contoh adlah alat uji kehamilan. Pada uji ini,

antibodi dilekatkan pada partikel lateks berwarna, yang akan bereaksi

dengan hormon hCG (human chorionic gonadotrophin) yang terdapat pada

urin wanita hamil. Strip ini memiliki antibodi yang bebas begerak (mobile)

pada bagian bawah strip dan antibodi yang terfiksasi (tidak dapat bergerak)

pada dua tempat berbeda di atasnya. Jika strip dicelupkan pada sampel urin,

maka antibodi bebas bergerak yang melekat pada partikel lateks berwarna

akan bereaksi dengan hormon dan berdifusi ke bagian atas strip sampai
mencapai pita antibodi terfiksasi pertama yang kemudian mengikat

kompleks antibodi bebas/hCG. Pembentukan pita berwarna ini

menunjukkan hasil uji positif. Jika seorang wanita tidak hamil, maka tidak

akan ada reaksi. Urin akan terus berdifusi ke atas strip di mana terdapat pita

antibodi terfiksasi kedua yang lebih tinggi. Pita ini akan mengikat antibodi

saja. Munculnya satu pita berwarrna pada tempat yang lebih tinggi

menunjukkan hasil tes negatif dan ini menunjukkan bahwa uji ini bekerja

dengan baik. Bila muncul dua pita berwarna, berarti hasilnya positif.

V.5.9 Golongan Darah

Darah diklasifikasikan menjadi empat kelompok utama berdasarkan

antigen permukaan sel darah merah, antibodi yang bersirkulasi dalam

plasma, dan ada tidaknya antigen Rhesus (D). Gen-gen yang mengkode

antigen memiliki tiga alel, yaitu A, B, dan O. Gen a dan B merupakan ko-

dominan sehingga dapat muncul bersama-sama, tetapi jika A atau B

berpasangan dengan O, maka fenotipe O tidak diekspresikan.

Tabel 5.8 golongan darah manusia

Fenotipe darah yang


Genotipe Fenotipe % populasi AB dalam plasma
dapat diterima
I I
|| O 45 A, B O
|A| A atau |A| I A 40 B A dan O
|B| B atau |B| I B 10 A B dan O
|A| B AB 5 Tidak ada Semua

Golongan darah dapat ditentukan dengan mencampur antibodi spesifik

dengan sampel darah. Jadi jika anda memiliki golongan darah A, maka sel
darah merah akan memiliki antigen A dan akan bereaksi dengan antibodi

anti-A. Reaksi terlihat sebagai reaksi penggumpalan atau aglutinasi sel

darah, yang berarti reaksi positif. Menguji sampel darah yang sama tidak

akan terjadi algutinasi bila dicampurkan dengan antibodi antigen anti-B,

yang menunjukkan bukan golongan darah B. Sangat penting mengetahui

golongan darah pasien jika kita akan melakukan transfusi darah.

Mencampur darah yang tidak kompatibel (tidak cocok) akan menyebabkan

aglutinasi sel darah merah dan hemolisis (pecahnya sel darah merah).

Reaksi yang terjadi akan sangat fatal. Antigen utama lainnya yang penting

dalam penentuan golongan darah adalah antigen Rhesus atau antigen D.

Sekitar 85% populasi memiliki Rhesus positif. Antigen ini pertama kali

ditemukan pada monyet, maka dinamakan sesuai nama monyet tersebut,

Rhesus. Bila anda memiliki Rhesus positif berarti terdapat antigen Rh pada

sel darah merah anda, tetapi tidak ada antibodi Rhesus pada sirkulasi darah.

Akan tetapi, jika anda memiliki Rhesus negatif, tanpa antigen pada sel darah

merah, dan mendapat darah dengan Rhesus positif, maka akan terbentuk

antibodi terhadap antigen Rhesus. Rhesus sangat penting pada kehamilan

wanita yang memiliki Rhesus negatif yang janinnya mungkin Rhesus

positif. Saat persalinan, ibu mungkin terpapar dengan sel darah janin

sehingga antibodi terbentuk. Jika bayi berikutnya juga memiliki Rhesus

positif, maka antibodi dari tubuh ibu akan menghancurkan darah bayi yang

kedua (disebut juga penyakit hemolisis neonatus). Saat ini, ibu Rhesus

negatif diberikan suntikan antibodi D segera setelah persalinan, yang akan


menghancurkan sel-sel Rhesus positif jannin yang ada di sirkulasi darah ibu.

Hal ini mencegah tubuh ibu membentuk antibodi Rhesus sehingga anak

berikutnya tidak akan terkena penyakit hemolisis. Dosis suntikan antibodi

hanya sedikit saja agar tidak mempengaruhi kehamilan berikutnya.


BAB VI

SISTEM REPRODUKSI MANUSIA

VI.1 ORGAN REPRODUKSI

Pada manusia, reproduksi berlangsung secara seksual. Alat reproduksi

pada manusia berupa alat kelamin pada laki-laki dan alat kelamin pada wanita.

1. Alat Kelamin Laki-laki

Alat kelamin laki-laki berfungsi menghasilkan gamet jantan, yaitu

spermatozoa (sperma). Alat kelamin laki-laki dibedakan menjadi alat

kelammin luar dan alat kelamin dalam.

a. Alat Kelamin Luar

Alat kelamin luar berupa penis yang fungsinya sebagai alat kopulasi

(persetubuhan).

b. Alat Kelamin Dalam

Alat kelamin dalam terdiri dari bagian-bagian sebagai berikut:

1) Testis

Testis berbentuk bulat telur dan jumlahnya sepasang, terdapat pada

skrotum (zakar). Testis merupakan tempat pembentukan sel kelamin

jantan (spermatozoa) dan hormon kelamin (testosteron). Pada testis

terdapat pembuluh-pembuluh halus yang disebut tubulus seminiferus.

Pada dinding tubulus seminiferus terdapat calon-calon sperma

(spermatogonium) yang diploid. Di antara tubulus seminiferus

terdapat sel-sel intersisial yang menghasilkan hormon testosteron dan


hormon kelamin jantan lainnya. Selain itu, terdapat pula sel-sel

berukuran besar yang berfungsi menyediakan makanan bagi

spermatozoa. Sel ini disebut sel Sertoli.

2) Saluran Reproduksi

Saluran reproduksi terdiri dari duktus epididimis, yaitu tempat

pematangan sperma lebih lanjut dan tempat penyimpaangan sperma

sementara. Selanjutnya terdapat vasa deferensia yang merupakan

suatu saluran untuk mengangkut sperma ke vesika seminalis (kantong

sperma). Arah vasa deferensia ini ke atas, kemudian melingkar dan

salah satu ujungnya berakhir pada kelenjar prostas. Di belakang

kantong kemih, saluran ini bersatu membentuk duktus ejakulatorius

pendek yang berakhir di uretra. Uretra dan duktus ejakulatorius sama-

sama berakhir di ujung penis.

Gambar 6.1 Struktur Reproduksi Laki-laki


(Sumber: lembarkesehatan.blogspot.com)
3) Saluran Reproduksi

Saluran kelamin dilengkapi dengan tiga kelenjar yang dapat

mengeluarkan getah/semen. Kelenjar-kelenjar ini antara lain Vesikula

seminalis, kelenjar prostat, kelenjar bulbouretral (Cowper).

a) Vesikula seminalis

Vesikula seminalis berjumlah sepasang dan terletak di atas dan

bawah kantong kemih. Vesikula seminalis menghasilkan 60% dari

volume total semen. Cairan dari vesikula seminalis berwarna

jernih, kental, berlendir, mengandung asam amino dan fruktosa.

Cairan ini berfungsi untuk memberi makan sperma. Selain itu,

vesikula seminalis juga mengekskresikan prostaglandin yang

berfungsi membuat otot uterin berkontraksi untuk mendorong

semen mencapai uterus.

b) Kelenjar prostat

Kelenjar prostat berukuran lebih besar dibandingkan dengan dua

kelenjar lainnya. Cairan yang dihasilkan encer seperti susu dan

bersifat alkalis (basa) sehingga dapat menyeimbangkan keasaman

residu urin di uretra dan keasaman vagina. Cairan ini langsung

bermuara ke uretra lewat beberapa saluran kecil.

c) Kelenjar bulbouretral (Cowper) kelenjar ini kecil, berjumlah

sepasang, dan terletak di sepanjang uretra. Cairan kelenjar ini

kental dan disekresikan sebelum penis mengeluarkan sperma dan

semen.
2. Alat Kelamin Wanita

Alat kelamin wanita dibedakan menjadi alat kelamin luar dan alat kelamin

dalam.

a. Alat Kelamin Luar

alat kelamin luar terdiri atas bagian-bagian sebagai berikut:

1) Labia mayor (bibir luar vagina yang tebal) berlapiskan lemak

2) Mons veneris, pertemuan antara kedua bibir vagina dengan bagian

atas yang tampak membukit

3) Labia minor (bibir kecil), yaitu sepasang lipatan kulit yang halus dan

tipis, tidak dilapisi lemak

4) Klitoris, tonjolan kecil disebut juga kelentit

5) Orificium urethrae (muara saluran kencing), tepat di bawah klitoris

6) Himen (selaput dara), berlokasi di bawah saluran kencing yang

mengelilingi lubang vagina.

b. Alat Kelamin Dalam\

Alat kelamin dalam terdiri atas bagian-bagian sebagaii berikut:

1) Indung telur (ovarium)

Ovarium berjumlah sepasang dan terletak di rongga perut, yaitu di

daerah pinggang kiri dan kanan. Ovarium diselubungi oleh kapsul

pelindung dan mengandung beberapa folikel. Tiap folikel mengandung

satu sel telur yang diselubungi oleh satu atau lebih lapisan sel-sel

folikel. Folikel adalah struktur seperti bulatan-bulatan yang


mengelilingi oosit dan berfungsi menyediakan makanan dan

melindungi perkembangan sel telur.

2) Oviduk (tuba fallopi)

Oviduk berjumlah sepasang. Saluran oviduk menghubungkan ovarium

dengan rahim (uterus). Ujung oviduk berbentuk wrong berjumbai-

jumbai (fimbriae). Fimbriae berfungsi menangkap ovum. Setelah ovum

ditangkap oleh fimbriae, kemudian diangkat oleh bagian oviduk yang

menyempit dengan gerak peristaltik dinding tuba menuju ke rahim.

3) Uterus (rahim)

Pada manusia, rahim hanya satu ruang dan beroto serta tebal. Pada

wanita yang belum pernah melahirkan, ukuran rahim biasanya

mempunyai panjang 7 cm dan lebarnya 4-5 cm. Rahim bawah

mengecil dan dinamakan leher rahim (serviks uteri) sedangkan bagian

yang besar disebut badan rahim (korpus uteri). Rahim tersusun atas

tiga lapisan, yaitu perimetrium, mioinetrium, dan endometrium.

Endometrium menghasilkan banyak lendir dan mengandung banyak

pembuluh darah. Lapisan inilah yang mengalami penebalan yang akan

mengelupas setiap bulannya bila tidak ada zigot (sel telur yang telah

dibuahi) yang ditanamkan (implantasi).

4) Vagina

Vagina ialah sebuah tabung berlapiskan otot yang membujur ke arah

belakang dan atas. Dinding vagina lebih tipis daripada rahim dan

banyak memiliki lipatan. Hal ini untuk mempermudah jalan kelahiran


bayi. Vagina juga memiliki lendir yang dihasilkan oleh dinding vagina

dan kelenjar Bartholin (Marieb & Mallatt 2001).

Gambar 6.2 Sistem Reproduksi Wanita Gambar 6.3 Uterus Pada Wanita
(Sumber: gurungeblog.wordpress.com ) (Sumber: forum.vivanews.com)

VI.2 MEKANISME PEMBENTUKAN GAMET

Gamet jantan dibentuk di dalam testis pada skrotum, sedangkan gamet

betina dibentuk di dalam ovarium. Pembentukan gamet jantan disebut

spermatogenesis dan pembentukan gamet betina disebut oogenesis.

1. Mekanisme Spermatogenesis

Spermatogenesis terjadi setelah seorang laki-laki mengalami masa

puber (dewasa secara biologis). Spermatogenesis kemudian akan terjadi

secara teratur dan terus menerus seumur hidup laki-laki. Di dalam testis,

spermatogenesis terjadi di tubulus seminiferus. Pada dinding tubulus

seminiferus telah tersedia calon-calon sperma (spermatogonia) yang

berjumlah ribuan. Setiap spermatogonia melakukan pembelahan mitosis

membentuk spermatosit primer. Spermatosit primer melakukan pembelahan

meiosis pertama membentuk 2 spermatosit sekuder. Tiap spermatosit

sekunder melakukan pembelahan meiosis kedua, menghasilkan 2 spermatid

yang bersifat haploid. Keempat spermatid ini berkembang menjadi sperma


matang yang bersifat haploid. Sperma yang telah matang akan menuju

epididimis. Setiap spermatogenesis memerlukan waktu 65067 hari. Struktur

sperma matang terdiri dari kepala, leher, bagian tengah, dan ekor. Kepala

sperma tebal mengandung inti haploid yang ditutupi badan khusus yang

disebut akromosom. Akromosom mengandung enzim yang membantu sperma

menembus sel telur. Bagian tengah sperma mengandung mitokondria spiral

yang berfungsi menyediakan energi untuk gerak ekor sperma. Setiap

melakukan ejakulasi, seorang laki-laki mengeluarkan kurang lebih 400 juta

sel sperma.

2. Mekanisme Oogenesis

Oogenesis terjadi di ovarium. Di ovarium ini telah tersedia calon-

calon sel telur (oosit primer) yang terbentuk sejak bayi lahir. Saat pubertas,

oosit primer melakukan pembelahan meiosis mnghasilkan oosit sekunder

dan badan polar pertama (polosit primer). Proses ini terjadi di bawah

pengaruh FSH (Follicle Stimulating Hormone). Oosit sekunder dikelilingi

oleh folikel. Oosit yang terms berkembang. Lama kelamaan akan dipisahkan

dari folikel-folikel di sekelilingnya oleh zona pelusida. Di bawah pengaruh

FSH, folikel-folikel ini membelah berkali-kali dan membentuk Folikel Graaf

(folikel yang telah masak), di antaranya mempunyai rongga. Kemudian, sel-

sel folikel ini memproduksi estrogen yang merangsang hipfisis untuk

mensekresikan LH (Luteinizing Hormone). LH berfungsi mendorong

terjadinya ovulasi (pelepasan sel telur). Jika pada saat ovulasi terjadi

pembuahan, maka oosit sekunder meneruskan pembelahan menjadi ootid


(haploid) dan badan polar kedua. Ootid berdiferensiasi menjadi ovum. Jadi

dalam oogenesis ini dihasilkan oosit sekunder yang akan dibuahi oleh

sperma. Setelah pembuahan, oosit sekunder membelah lagi secara meiosis

hingga dihasilkan ovum.

Berbeda dengan laki-laki, wanita hanya mengeluarkan 1 sel telur saja

selama waktu tertentu (siklus). Ovulasi pada wanita berhubungan dengan

siklus yang dikontrol oleh hormon. Pada manusia dan primat, siklus

reproduksinya disebut siklus menstruasi sedangkan pada mamalia lain

disebut siklus estrus. Menstruasi dapat diartikan sebagai luruhnya ovum

yang tidak dibuahi beserta lapisaan dinding uterus yang terjadi secara

periodik. Darah menstruasi wring disertai jaringan-jaringan kecil yang bukan

darah. Siklus reproduksi ini umumnya memiliki periode 28 hari hingga 1

bulan, oleh karena itu disebut mens (berasal dari bahasa latin, menses yang

artinya bulan). Siklus estrus merupakan suatu perilaku seksual yang aggresif

dari hewan betina pada saat terjadi ovulasi. Estrus ini merupakan peristiwa

yang paling menonjol dari siklus reproduksi mamalia selain manusia dan

primata. Oleh karena itu, siklus reproduksinya disebut siklus estrus.

Perbedaan utama antara siklus estrus dan menstruasi ini adalah pada siklus

menstruasi, jika tidak terjadi pembuahan maka endometrium akan

dikeluarkan bersama darah. Sedangkan pada siklus estrus tidak terjadi

pendarahan karena endometrium diserap (reabsopsi) oleh uterus. Siklus

menstruasi wanita umumnya 28 hari sekali, sedangkan siklus estrus pada

tikus hanya 5 hari sekali, beruang dan anjing satu tahun sekali dan gajah
beberapa kali dalam setahun. Selama ovulasi, kandungan estrogen tinggi

sehingga lendir pada serviks tipis. Keadaan itu melancarkan sperma untuk

bergerak dari vagina ke uterus. Setelah ovulasi, kandungan progesteron

meningkat, dan lendir serviks menebal dan lengket. Lendir itu akan

menghalangi jalan masuk sperma ke uterus (Marieb 2004).

VI.3 SIKLUS MENSTRUASI

Siklus menstruasi pada wanita terdiri dari tiga fase, yaitu fase aliran

menstruasi, fase proliferasi, dan fase sekresi.

1. Fase proliferasi

Fase ini dikendalikan oleh hormon estrogen maka disebut juga “fase

estrogenik”. Fase ini dimulai pada hari ke-5 sampai hari ke-14 dari siklus.

Setiaap bulan setelah haid, hipofisis anterior mensekresikan FSN (Follicle

Stimulating Hormone). Hormon ini berpengaruh terhadap proses

pertumbuhan dan pematangan ovum dan folikel Graaf. Selama pertumbuhan

folikel menjadi folikel Graaf terjadi proses pembentukan dan pengeluaran

hormon estrogen. Estrogen berfungsi untuk membangun endometrium

sehingga endometrium rahim emenbal hingga 5-7 cm. Selain itu, estrogen

juga mempengaruhi kelenjar serviks untuk menghasilkan cairan encer.

Adanya estrogen akan menghabat pengeluaran FSH dan memacu

pengeluaran LH yang dikeluarkan oleh lobus anterior hipofisis. Pada tahap

akhir, dengan pecahnya folikel Graaf, ovum terlepas dan terlempar keluar,

disebut ovulasi, kira-kira hari ke-14 dari suatu siklus.


2. Fase Sekresi (Fase Progesteron)

Fase ini terjadi pada hari ke-14 sampai hari ke-28 dari siklus. Folikel

Graaf yang pecah pada saat ovulasi berubah menjadi korpus rubrum yang

mengandung banyak darah. Adanya LH menyebabkan korpus rubrum

berubah menjadi korpus luteum (badan kuning). Korpus luteum

mensekresikan hormon progesteron. Selama fase sekresi, endometrium terus

menebal. Arteri-arteri membesar, dan kelenjar endometrium tumbuh.

Perubahan endometrium dipengaruhi oleh hormon estrogen dan progesteron

yang disekresikan oleh korpus luteum sesudah ovulasi. Jika tidak ada

kehamilan korpus luteum berdegenerasi sehingga progesteron dan estrogen

menurun bahkan sampai hilang.

3. Fase Menstruasi

Tahap ini berlangsung selama 4-6 hari dalam satu siklus. Oleh karena

hormon estrogen dan progesteron berhenti dikeluarkan, maka endometrium

mengalami degenerasi. Darah, mukus, dan sel-sel epitel dikeluarkan sebagai

darah haid dari rongga uterus ke vagina. Dengan menurun dan hilangnya

progesteron dan estrogenn, FSH aktif diproduksi lagi dan siklus dimulai

kembali.

VI.4 FERTILISASI DAN KEHAMILAN

Fertilisasi adalah proses penggabungan sperma dan ovum. Setelah

ejakulasi ke dalam saluran reproduksi wanita, sperma akan tetap hidup selama

beberapa hari. Sedangkan ovum akan tetap fertil selama 24 jam setelah ovulasi.

Setelah sperma memasuki uterus, kontraksi pada dinding uterin akan membantu
sperma mendekati ovum. Setelah sperma bertemu dengan ovum, akan muncul

bukaan di bagian akrosom sperma. Bukaan tersebut akan mengeluarkan enzim

pelarut zona pelusida pada oosit sekunder. Setelah sperma memasuki ovum,

akan segera terjadi perubahan yang mencegah sperma lain masuk. Biasanya

sperma akan kehilangan ekornya ketika masuk untuk membuahi ovum. Proses

masuknya sperma akan merangsang oosit sekunder menyelesaikan pembelahan

meiosis keduanya. Kepala sperma yang bersifat haploid membengkak dan

membentuk pronukleus jantan. Pronukleus jantan akan melebur dengan

pronukleus betina, kemudian membentuk nukleus zigot yang diploid. Zigot akan

tumbuh menjadi embrio di dalam uterus sejak terjadi fertilisasi hingga

dilahirkan. Waktu kehamilan manusia berkisar rata-rata 266 hari atau 38

minggu. Kehamilan pada rodentia, misalnya tikus berlangsung selama 28 hari;

pada anjing 60 hari; pada kerbau 270 haari; pada jerapah 420 hari; dan pada

gajah 600 hari.

1. Perkembangan Embrio di Rahim

Proses perkembangan embrio di dalam rahim adalah sebagai berikut:

Telur yang telah dibuahi oleh sperma membentuk zigot. Kemudian zigot

digerakkan oleh silia oviduk mennuju ke uterus. Setelah 24 jam, terjadilah

pembelahan sel (cleavage). Pembelahan ini terjadi saat telur yang dibuahi

berjalan dari oviduk ke uterus yang memakan waktu 3-5 hari. Sel telur yang

sudah dibuahi tadi akan mengalami pembelahan menjadi dua sel, empat sel,

delapan sel, enam belas sel, dan akhirnya akan menjadi satu kelompok sel

baru yang merupakan suatu benda bulat seperti buah murbei yangdisebut
stadium/fase morula. Morula kemudian membentuk bola berongga; bentuk

ini diseubt blastosit. Blastosit berdiferensiasi menjadi 3 bagian yaitu:

a. Sel-sel terluar disebut tropoblas

b. Sel-sel bagian dalam disebut embrioblas

c. Rongga berisi cairan disebut blastosol

Proses perubahan morula menjadi blastosit disebut blastulasi. Blastosit

kemudian turun ke uterus dan menanammkan diri di endrometrium atau

melakukan implantasi. Implantasi terjadi pada hari ke-7 atau ke-8. Implantasi

terjadi karena sel tropoblas mengeluarkan enzim proteolitik. Selanjutnya

embrioblas membelah diri sehingga menjadi satu kelompok sel yang sedikit

menonjol dan diberi nama bintik benih. Sel0sel lapisan tropoblas

mengeluarkan semacam cairan sehingga antara tropoblas dan bagian bintik

benih terpisah. Antara keduanya terbentuk suatu ruangan yang berisi cairan

yang makin lama makin luas. Akan tetapi antara bintik benih dengan

tropoblas masih berhubungan pada satu tempat yang dinamakan selom

(coelom). Stadium/fase ini dinamakan fase blastula. Setelah terjadi blastula

maka stadium selanjutnya adalah stadium gastrula. Di stadium ini bintik

benih mengalami pertumbuhan sel yang berbeda-beda dan membagi diri

menjadi beberapa lapisan sel-sel yang berlainan sifatnya. Lapisan-lapisan itu

antara lain ektoderma (lapisan luar) yang dekat dengan tropoblas, lapisan

endoderma (lapisan dalam) yang sedikit menonjol ke dalam ruangan

eksoselom, dan mesoderma (lapisan tengah). Saat embrio tumbuh,

endoderma berkembang menjadi batas epitelium gastrointestinum, alat


pernapasan dan sejumlah organ. Mesoderma membentuk peritonium, otot,

tulang dan jaringan ikat lain. Ektoderma membentuk kulit dan sistem saraf.

2. Pembentukan Membran Embrio

Selama periode embrionik, membran embrio terbentuk. Membran-membran

ini berada di luar embrio dan berfungsi melindungi dan memberi makan

embrio. Membran-membran tersebut adalah kantong kuning telur, amnion,

korion, dan alantois.

a. Kantong kuning telur

Kantong ini adalah membran yang dibatasi endoderma. Pada beberapa

spesies, kantong kuning telur berfungsi menyediakan nutrisi utama bagi

embrio. Pada manusia, kantong ini berfungsi menyediakan tempat mula-

mula bagi pembentukan darah. Kantong kunning telur juga mengandung

sel-sel yang akan berkembang menjadi spermatogonium atau oogonium

setelah bayi dewasa.

b. Amnion

Amnion merupakan membran pelindung yang tebal. Saat embrio

tumbuh, amnion menyelubungi embrio dan membentuk ruang yang

berisi cairan amnion. Cairan amnion berfungsi melindungi embrio dari

gesekan dan membantu regulasi suhu tubuh embrio.

c. Korion

Korion merupakan derivat dari ektoderma dan mesoderma tropoblas.

Korion menjadi bagian utama plasenta. Korion ini meenyelubungi

amnion dan kantong kuning telur.


d. Alantois

Alantois berupa membran vascular kecil yang merupakan tempat mula-

mula pembentukan darah. Fungsi alantois adalah untuk respirasi, saluran

makanan, dan ekskresi.

3. Pembentukan Plasenta

Pada bulan ketiga, terjadi pembentukan plasenta (ari-ari attau tembuni).

Plasenta berbentuk pipih dan berkembangg dari korion dan sebagian

endometrium. Fungsi plasenta adalah sebagai berikut:

1. Memungkinkan oksigen dan makanan dari darah ibu berdifusi ke darah

janin.

2. Memungkinkan karbon dioksida dan sisa metabolisme janin berdifusi ke

darah ibu.

3. Mencegah mikroorganisme masuk ke tubuh janin.

4. Menyuplai makanan seperti karbohidrat, proteiry kalsium dan besi ke

tubuh janin.

5. Menghasilkan beberapa hormon yang dibutuhkan untuk memelihara

kehamilan.

Tali pusar

Selama pertumbuhan embrio, pada korion tumbuh struktur seperti jari-

jari yang disebut vili korion. Vili korion mengandung pembuluh darah janin

dari alantois. Vili korion tumbuh terus hingga terendam pada ruang darah ibu

yang disebut ruang intervili. Darah ibu dan janin akan berdekatan, namun
tidak bercampur. Fungsi vili korion adalah tempat pertukaran oksigen dan

makana dari darah ibu ke bayi.

Dari pembuluh darah pada vili, makanan akan disirkulasikan ke vena

umbilikus (tali pusar), dan sisa metabolisme dari janin akan meninggalkan

janin lewat arteri umbilikus dan berdifussi ke darah ibu. Tali pusar tersusun

atas lapisan terluar amnion yang mengandung arteri umbilikus dan vena

umbilikus serta diperkuat oleh jaringan ikat pipih dan alantois. Apabila bayi

telah lahir maka tali pusar akan tetap menempel di perut bayi hingga

beberapa hari. Setelah tali pusar tanggal, akan meninggalkan bekas di perut

yang sering disebut pusar (Marieb & Mallat 2001).

Perkembangan janin perbulan dapat dilihat pada Tabel 6.1

Bulan Panjang dan Berat Perkembangan Janin


1 0,6 cm Tulang belakang dan saluran tulang belakang terbentuk.
Calon tangan dan kaki muncul, jantung terbentuk dan
mulai berdetak
2 3 cm dan 1 g Mata muncul dan berjauhan letaknya, hidung pipih.
Penulangan mulai terjadi. Tubuh mulai ada, tangan
kaki, dan jari-jemari terbentuk sempurna. Pembuluh
darah utama terbentuk. Berbagai organ dalam
berkembang
3 7,5 cm dan 28 g Mata berkembang sempurna, tetapi kelopak mata masih
menyatu dengan mata, hidung membentuk jalur, dan
telinga luar muncul. Anggota gerak terbentuk sempurna
dan kuku mulai berkembang. Detak jantung sudah bisa
dideteksi.
4 18 cm dan 113 g Proporsi kepala lebih besar dari tubuh. Wajahnya mulai
berbentuk manusia dan rambut kepala tumbuh. Kulit
berwarna merah muda terang, beberapa tulang
mengeras dan sendi terbentuk.

5 25-30 cm, 227-254 g Proporsi kepala lebih besar dari tubuh. Rambut-rambut
halus (lanugo) menyelubungi tubuh. Kulit berwarna
merah muda terang.
6 27-35 cm, 567-871 g Kepala agak proporsional. Kulit keriput dan berwarna
merah muda. Kelopak mata terpisah dengan mata
7 32-42 cm, 1.135-1.362 g Kepala dan tubuh lebih proporsional. Kulit merah
keriput.
8 41-45 cm, 2.043-2.270 g Lemak subkutan mengendap, testis turun ke skrotum,
tulang kepala lunak, dan keriput kulit berkurang.
9 50 cm, 3.178-3.405 g Endapan lemak subkutan bertambah, lanugo
mengelupas, dan kuku tumbuh di ujung jari.

Tabel 6.1 perkembangan janin

Pada umumnya, bayi hanya memerlukan ASI sampai usia 3 bulan.

Biasanya tidak terdapat gangguan pertumbuhan dalam masa usia ini, kecuali

jika anak menderita penyakit atau karena hal-hal tertentu di luar faktor

makanan. Akan tetapi, setelah tiga bulan, jumlah ASI yang dihasilkan ibu

akan mulai berkurang, sehingga tidak dapat lagi memenuhi kebutuhan anak

akan kalori dan protein. Anak mulai memperlihatkan tanda-tanda awal

gangguan pertumbuhan, seperti kenaikan berat badan mulai lambag dan

sebagainya. Pengaturan makanan yang tepat dan benar merupakan kunci

pemecahan masalah ini. Khasiat ASI sebagai makanan untuk bayi tidak perlu

disangsikan lagi. Ahli kedokteran anak di seluruh dunia telah mengadakan

penelitian terhadap kebaikan ASI sebagai makanan bayi, dan menyimpulkan

sebagai berikut:

a. Air susu ibu mengandung hampir semua zat gizi yang diperlukan oleh

bayi dengan komposisi yang sesuai dengan kebutuhan bayi. ASI

mengandung kadar laktosa tinggi. Laktosa dalam usus akan mengalami


peragian hingga membentuk asam laktat. Asam laktat dalam susu bayi

bermanfaat untuk:

1. Menghambat pertumbuhan bakteri yang patogen

2. Merangsang pertumbuhan mikroorganisme yang dapat menghasilkan

berbagai asam organik dan mensintesis beberapa jenis vitamin dalam

usus.

3. Memudahkan terjadinya pengendapan calsium caseinate (protein

susu)

4. Memudahkan penyerapan berbagai jenis mineral, seperti kalsium,

fosfor dan magnesium.

b. ASI tidak mengandung bibit penyakit, justru mengandung zat penolak

untuk melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi. Zat kekebalan

yang terdapat dalam ASI antara lain laktoferin, dan antibodi yang dapat

melindungi anak dari bakteri, virus, dan jamur.

c. ASI lebih aman terhadap kontaminasi, karena ASI diberikan langsung,

maka kemungkinan tercemar zat yang berbahaya lebih kecil.

d. Resiko alergi pada bayi sangat kecil.

e. Temperatur ASI sesuai dengan temperatur tubuh bayi.

f. Pemberian ASI dapat mempererat hubungan kasih sayang antara ibu dan

bayinya.

g. Bayi yang menyusu pada ibunya, memiliki pertumbuhan geraham lebih

baik.

h. Bentuk payudara ibu memungkinkan bayi menyusui tanpa tersendak.


ASI yang dihasilkan pada hari pertama sampai hari ketiga atau

keempaat setelah persalinan disebut kolostrum. Setelah hari keempat sampai

kira-kira minggu kelima disebut air susu peralihan. Setelah minggu kelima

dan seterusnya, ASI yang diproduksi mempunyai komposisi zat gizi yang

tetap. Kolostrum berwarna lebih kuning dan lebih kental daripada ASI.

Kolostrum berkhasiat membersihkan saluran pencernaan bayi dari

tnukoneutn (kotoran yang terdapat dalam saluran pencernaan janin). Selain

itu, kolostrum juga merangsangg kematangan mukosa usus sehingga saluran

pencernaan bayi siap untuk mencerna ASI. ASI memiliki kandungan gizi

lengkap, baik makronutrien seperti proteiry lemak, karbohidrat, maupun

mikronutrien, yaitu vitamin dan mineral. Mineral yang terdapat dalam ASI

sama dengan yang terkandung dalam kolostrum, hanya kadarnya lebih

rendah. Keuntungan lain dari pemberian ASI adalah praktis, karena dapat

diberikan kapan saja, dimana saja dalam keadaan segar dengan suhu yang

sesuai dengan suhu bayi, higienis dan ekonomis. Apakah ASI lebih baik

dibandingkan susu jenis lain untuk bayi? Apakah alasanmu?

Kadar zat gizi Kadar gizi Kadar gizi


Perbandingan
dalam tiap 100 ml dalam tiap 100 ml dalam tiap 100 ml
zat gizi
ASI susu sapi susu kerbau
Protein 12,0 g 3,3 g 4,8 g
Lemak 3,8 g 3,8 g 7,8 g
Laktosa 7,0 g 4,8 g 5,0 g
Kalori 75 kal 66 kal 67 kal
Kapur 30 mg 125 mg 180 mg
Besi 0,15 mg 0,10 mg 0,24 mg
Vitamin A 53 Kl 34 Kl -
Vitamin B 0,11 mg 0,42 mg 0,50 mg
Vitamin C 4,3 mg 1,8 mg 1,0 mg

Tabel 6.2 Perbandingan Zat Gizi dalam beberapa jenis Sussu

VI.5 PENGATURAN KELAHIRAN

Sejalan dengan perkembangan zaman, pertumbuhan penduduk pun

mengalami perkembangan pesat. Dengan lahan hidupyang tetap, maka

pertumbuhan penduduk yang tingggi dapat menimbulkan masalah diberbagai

bidang, seperti sandang, pangan, papan, dan kesehatan. Untuk mengatasi

masalah ini maka dilakukan upaya pengaturan kelahiran yang di Indonesia

disebut program Keluarga Berenccana (KB). Program KB dapat dilakukan

dengan menggunakan alat-alat buatan maupun dengan sistem kalender (tidak

melakukan hubungan seksual di saat subur). Selain itu, ada pula metode KB

yang sifatnya permanen, yaitu vasektomi dan tubektomi.

a. Vasektoni

Vasektomi adalah pemotongan vasa deferensia dan kemudian tiap ujung

potongan diikat.

b. Tubektomi

Tubektomi adalah pemotongan oviduk dan kemudian tiap ujung potongan

diikat.

Nama Alat Mekanisme Akibat


PIL Pil yang mengandung hormon Hipofisis anterior tidak
diminum tiap hari mengeluarkan FSH dan LH
Suntikan depoprovera Suntikan progesteron seperti steroid Hipofisis anterior tidak
dilakukan 4 kali setahun mengeluarkan FSH dan LH
Susuk KB Tabung Progestin (dibuat dari Hipofisis anterior tidak
progesterone) ditanam di bawah mengeluarkan FSH dan LH
kulit
IUD (spiral) Gulungan plastik dimasukkan Mencegah implantasi
dalam uterus
Spon Vagina Spon yang diberi spermasida Membunuh sperma yang
(pembunuh sperma) dimasukkan masuk
dalama vagina
Diafragma Cawan plastik dimasukkan pada Menghalangi sperma masuk
vagina untuk menutup serviks vagina
Karet KB (kondom) Dipakai untuk menyelubungi penis Mencegah sperma masuk
vagina
Alat dan Mekanisme Kerja Alat KB

VI.6 KELAINAN SISTEM REPRODUKSI

Kelainan pada sistem reproduksi dapat mengalami gangguan akibat

penyakit atau kelainan. Penyakit pada sistem reproduksi dapat disebabkan oleh

kuman penyakit, faktor genetik, atau hormon. Beberapa gangguan pada sistem

reproduksi adalah sebagai berikut:

a. Tumor Payudara

Tumor payudara dapat bersifat jinak seperti fobroadenoma, yaitu berupa

benjolan yang dapat dihilangkan melalui operasi. Tumor juga dapat bersifat

ganas,disebut kanker payudara. Kanker payudara dialami wanita setelah

menopaus dan jarang terdapat pada wanita di bawah usia 30 tahun.

Pengobatan bisa dengan operasi, sinar radioaktif, dan obat-obatan.

b. Vulvovaginitis

Vulvovaginitis adalah peradangan pada vulva dan vagina yang sering

menimbulkan gejala keputihan (flour albus) yaitu keluarnya cairan putih

kehijauan dari vagina. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Gardnerella


vaginalis. Dapat pula disebabkan oleh Protozoa, misalnya Trichomonas

vaginalis atau oleh jamur Candida albicans.

c. Impotensi

Impotensi adalah ketidakmampuan mempertahankan ereksi penis. Impotensi

dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain gangguan produksi

hormone testoteron, kelainan psikis, penyakit diabetes mellitus, kecanduan

alkohol, obat-obatan (misalnya obat anti tekanan darah tinggi) dan gangguan

sistem saraf.

d. Gonorea

Gonorea merupakan penyakit infeksi akut yang menyerang selaput lendir

pada uretra, serviks, rektum, sendi, tulang, faring, dan mata. Penyakit ini

disebabkan oleh bakteri Neisseria gonorrhoeae. Gonorea yang ditularkan

dari ibu ke anaknya saat kelahiran dapat menyebabkan kebutaan. Bakteri

Neisseria mudah bermutasi sehingga resisten terhadap antibiotik. Oleh

karena itu gonorea harus segera ditangani secara intensif. Gejalanya adalah

rasa sakit saat buang air kecil dan keluarnya nanah berwarna kuning

kehijauan dari uretra.

e. Hipertropik Prostat

Hipertropi prostat adalah pembesaran kelenjar prostat yang terjadi pada pria

berusia diatas 50 tahun. Penyakit ini diduga berhubungan dengan penuaan

dan proses perubahan hormon. Gejalanya adalah rasa ingin kencing terus

menerus dan kencing tidak lancar karena uretra tersumbat dan infeksi
kandung kemih. Penyumbatan kronis dapat menyebabkan ginjal rusak.

Penyakit ini dapat diobati dengan cara operasi.

f. Prostatitis

Prostatitis adalah peradangan pada prostat yang sering disertai dengan

peradangan pada uretra. Gejalanya berupa pembengkakan yang dapat

menyumbat uretra sehingga timbul rasa nyeri dan sulit buang air kecil.

Penyumbatan uretra yang kronis dapat menyebabkan pembendungan,

infeksi, dan kerusakan pada kandung kemih dan ginjal.

g. Infertilitas

Infertilitas adalah ketidakmampuan menghasillkan keturunan, infertilitas ini

dapat terjadi pada pria dan wanita.

h. Kanker Serviks

Kanker serviks (kanker leher rahim banyak dialami wanita berusia 40-55

tahun, kanker serviks diduga berhubungan erat dengan infeksi Virus Herpes

Simpleks tipe dua dan human papilloma virus. Pengobatannya dengan

operasi, sinar radioaktif dan obat-obatan.

i. Sifilis

Sifilis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri treponema

pallidun. Infeksi terjadi pada organ kelamin bagian luar. Sifilis dapat

berkembang ke tahap sekunder dan tersier yang sulit diamati. Sifilis

sekunder menular sedangkan sifilis tersier tidak menular. Meskipun


demikian sifilis tersier menimbulkan berbagai kerusakan pada tubuh selain

pada organ kelamin seperti otak, jantung, pembuluh darah, hati, dan lain-

lain. Sifilis yang ditularkan ibu kepada anaknya saat kelahiran, dapat

mengakibatkan kebutaan dan kematian. Sifilis dapat diobati penisilin dosis

tinggi, namun kerusakan jaringan yang terjadi selama infeksi tidak dapat

disembuhkan kembali.

j. Non-Gonococcal Urethritis (UGU)

Non-Gonococcal Urethritis merupakan peradangan pada uretra dan serviks

yang disebabkan oleh bakteri Chlamydia trachomatid dan Ureaplasm

aurealyticum.

k. Herpes Simpleks Genitalis

Herpes simpleks genitalis adalah penyakit yang disebabkan oleh Virus

Herpes Simpleks tipe 2 yang menyerang kulit di daerh genital luar, anus dan

vagina. Gejalanya adalah rasa gatal, pedih, dan kemerahan pada kulit di

daerah kelamin disertai gejala flu seperti sakit kepala dan demam. Kemudian

pada daerah tersebut timbul lepuh kecil-kecil, selanjutnya lepuh menjadi

keruh dan pecah, timbul luka yang sering disertai pembesaran kelenjar limfa.

l. Endometriosis

Endometriosis adalah terdapatnya jariangan endometrium di luar rahim.

Jaringan endometrium dapat ditemukan di ovarium, peritonium, usus besar,

dan kandung kemih, akibat pengaliran balik darah menstruasi melalui tuba

Fallopi sewaktu menstruasi. Gejalanya adalah rasa nyeri saat menstruasi


karena jaringan endometriosis luruh bersamaan dengan menstruasi.

Pengobatan dapat dilakukan dengan operasi atau peemberian hormone

progesterone.

m. Sindrom Premenstual

Sindrom premenstrual adalah keadaan dimana terjadi gangguan emosi, lesu,

sakit kepala, bengkak pada tungkai, rasa pedih, dan nyeri pada payudara

yang terjadi beberapa hari sebelum menstruasi. Penyebabnya diduga adalah

kadar estrorogen tinggi, progesteron rendah, gangguan metabolisme

karbohidrat, kadar prolaktin tinggi dan gangguan psikis yang berhubungan

dengan sindrom premenstruasi.

n. AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome)

Penyakit AIDS disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV)

yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia, sehingga penderita AIDS

menjadi rentan terhadap berbagai penyakit infeksi. Penyakit flu bisa

mematikan bagi penderita AIDS. Gejala AIDS sulit diamati karena mirip

gejala penyakit lain. Untuk memastikan seseorang terkena AIDS atau

terinfeksi HIV diperlukan tes khusus. AIDS ditularkan melalui hubungan

seksual, transfuse darah, penggunaan jarum suntik yang tidak steril, dan dari

ibu kepada bayi yang dikandungnya. Hingga kini belum ada obat untuk

AIDS (Marieb & Mallat 2001;Mareib 2004).


PENUTUP

KESIMPULAN

Sitogenetika: Merupakan ilmu yang berkembang dari ilmu pengetahuan


sitologi dan genetika. Ilmu ini mempelajari perilaku kromosom-kromosom selama
mitosis dan meiosis, hubungan kromosom dengan transmisi dan rekombinasi dari
gen-gen, dan mempelajari penyebab serta akibat dari perubahan struktur dan jumlah
kromosom
Hereditas Mendel: Percobaan hukum Mendel menggunakan kacang ercis
yaitu: mudah untuk dilakukan persilangan, cepat menghasilkan keturunan, memiliki
pasangan-pasangan yang mencolok (bersifat galur murni), menghasilkan banyak
keturunan, daur hidupnya pendek (cepat menghasilkan keturunan).
Aberasi Kromosom: Penyimpangan struktur atau jumlah kromosom dari
keadaan yang normal. Aberasi kromosom dapat terjadi secara spontan atau diinduksi
oleh mutagen kimiawi, radiasi dan sebagainya.
Probabilitas adalah ekspresi matematis dari kemungkinan (chance), yakni
merupakan rasio atau perbandingan dari jumlah kejadian dari suatu peristiwa dengan
jumlah dari semua kemungkinan yang dapat terjadi.
Sistem Reproduksi adalah suatu rangkaian dan interaksi organ dan zat dalam
organisme yang dipergunakan untuk berkembang biak.
DAFTAR PUSTAKA

Gardener, E.J.M.J.Simons, & D.P. Snustad.1991. Principles of Genetics. Eight


Edition. John Wiley & Sons, Inc. Published simultaneously in Canada.

Harty,F.J.1995.Kamus Kedokteran Gigi.Jakarta:Penerbit buku kedokteran EGC

Itjiningsih.1995.Anatomi Gigi.Jakarta:Penerbit buku kedokteran EGC

James, J., Colin, B., & Helen, S. 2008. Prinsip-prinsip sains Untuk Keperawatan.
Terjemahan dari: Principles of Science for Nurses. Oleh Indah, R.W. Penerbit
Erlangga, Jakarta.

Linda, J.H. & Danny, J.S. 2006. Sistem Reproduksi. Terjemahan dari: The
Reproductive System at a Glance. Oleh Vidhia, U. Penerbit Erlangga, Jakarta.

http://adulgopar.files.wordpress.com/2009/12/anodontia.pd

http://www.klikdokter.com/illness/detail/112

You might also like