You are on page 1of 7

Upaya pengentasan masalah belajar melalui

Layanan Konseling
Posted on 28 Oktober 2010 by forumsejawat

1. PENGERTIAN BELAJAR

Pemahaman yang benar mengenai arti belajar dengan segala aspek, bentuk dan manifestasinya
mutlak diperlukan oleh para pendidik. Kekeliruan atau ketidaklengkapan persepsi terhadap
proses belajar dan hal-hal yang berkaitan dengan itu mungkin akan mengakibatkan kurang
bermutunya hasil pembelajran yang dicapai peserta didik.

Menurut beberapa ahli psikologi seperti Skinner ( Barlow, 1985) dalam bukunya Educational
Psycology : The Teaching-Learning Process, berpendapat bahwa belajar merupakan suatu proses
adaptasi (penyesuaian tingkah laku ) yang berlansung secara progresif jika diberi penguat
(reinforce).

Sedangkan Hintzment (1978) dalam bukunya The Psycology of Learning and Memory
berpendapat belajar adalah suatu perubahan yang terjadi dalam diri organisme disebabkan oleh
pengalaman yang dapat mempengaruhi tingkah laku organisme tersebut.

Biggs(1991) mendefinisikan belajar dalam tiga macam rumusan, yaitu secara kuantitatif yang di
tinjau dari  sudut berapa banyak materi yang dikuasai siswa. Secara institusional (tinjaan
kelembagaan) belajar dapat dipandang sebgaai proses validasi (pengabsahan) terhadap
penguasaan siswa atas materi-materi yang telah ia pelajari. Adapun pengertian belajar secara
kualitatif (tinjauan mutu) ialah proses tercapainya daya pikir dan tindakan yang berkualitas untuk
memecahkan masalah-masalah yang kini dan nanti dihadapi siswa.

Sejalan dengan itu ada yang mengelompokkan  teori-teori belajar dengan pendekatan-pendekatan
sebagai berikut :

1. teori behavioristik/ perubahan tingkah laku, seseorang dianggap telah belajar sesuatu bila
ia telah mampu menunjukan perubahan tingkah laku.
2. Teori kognitif , proses belajar akan berjalan baik bila mamteri pelajaran yang baru
beradaptasi secara klop dengan struktur kognitif yang telah dimiliki siswa.
3. Teori gestalt, organisme menambahkan sesuatu pada penghayatan yang tidak terdapat
didalam penginderaannya.
4. Teori humanistik, PBM dianggap berhasil jika pelajar telah memahami lingkungan dan
dirinya sendiri.
5. Teori belajar sosial, kemampuan individu untuk mngambil sari informasi dari tingkah
laku orang lain dan memutuskan tingkah laku mana yang akan diambil.
6. Teori konstruktivistik, pengetahuan dipandang sebagai suatu proyek pembentukan
(kontruksi) yang terus menerus, terus berkembang dan berubah.
7. Teori sibernetik, cara belajar ditentukan oleh sistem informasi.

Bertolak dari berbagai  defenisi yang telah diutarakan tadi, secara umum belajar dapat dipahami
sebagai tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil
pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif.

2. MENCAPAI HASIL BELAJAR YANG OPTIMAL

Belajar adalah istilah kunci yang paling vital dalam setiap usaha pendidikan, sehingga tanpa
bel;ajar sesungguhnya tak pernah ada pendidikan. Perubahan dan kemampuan untuk berubah
merupakan batasan dalam belajar. Disebabkan oleh kemampuan berubah karena belajarlah, maka
manusia dapat berkembang lebih baik dari makhluk lainnya, sehingga ia terbebas  dari
kemandegan fungsinya sebagai khalifah Tuhan di muka bumi.

Kualitas hasil proses perkembangan manusia banyak tergantung pada apa dan bagaimana ia
belajar. Selanjutnya , tinggi rendahnya kualitas perkembangan manusia (yang pada umumnya
merupakan hasil belajar) akan menentukan masa depan peradapan manusia itu sendiri.

Dalam pengertian sempit belajar merupakan kegiatan untuk menguasai materi pelajaran atau
perkuliahan dan berbagai tuntutannya. Hasil belajar (daya serap) siswa disekolah yang ideal
apabila mereka mampu menguasai sepenuhnya (90-100 %) materi pelajaran dengan berbagai
tuntutan yang meliputi unsur-unsur atau ranaha kognitif, afektif dan psikomotoriknya.

Bila siswa belajar, maka akan tejadi perubahan mental pada diri siswa. Contoh, siswa yang pada
semester satu SMP belum mampu berbahasa Inggris, setelah belajar Bahasa Inggris selama enam
semester, maka siswa tersebut dapat berbahasa Inggris  secara baik dan benar pada taraf
sederhana.

Dengan berakhirnya suatu proses belajar, maka siswa memperoleh suatu hasil belajar. Hasil
belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dampak
pengajaran adalah hasil yang dapat diukur, seperti tertuang dalam angka rapor, angka dalam
ijazah, atau kemampuan meloncat setelah latihan.

Dengan belajar, maka kemampuan mental semakin meningkat. Hal itu sesuai dengan
perkembangan siswa yang beremansipasi diri sehingga ia menjadi utuh dan mandiri (Winkel,
1991 ; Biggs & Telfer, 1987; Monks, Knoers& Siti Rahayu Haditono, 1989).

3. TIMBULNYA MASALAH- MASALAH DALAM BELAJAR


Setiap siswa pada prinsipnya tentu berhak memperoleh peluang untuk mencapai kinerja
akademik (academic performance) yang memuaskan. Namun, dari kenyataan sehari-hari tampak
jelas bahwa siswa itu memiliki perbedaan dalam hal kemampuan intelektual, kemampuan fisik,
latar belakang keluarga, kebiasaan dan pendekatan belajar yang terkadang sangat mencolok
antara seorang siswa dengan siswa lainnya.

Sementara itu, penyelenggaraan pendidikan di  sekolah-sekolah pada umumnya hanya ditujukan
kepada para siswa yang berkemampuan rata-rata, sehingga siswa yang berkemampuan lebih atau
yang berkemampuan kurang terabaiakan. Walaupun tidak bisa dinafikan siswa berkemampuan
rata-rata/normal juga mengalami kesulitan belajar.

Jadi, timbulnya kesulitan belajar seorang siswa biasanya tampak pada menurunnya kinerja
akademik atau prestasi belajar. Seperti nilai atau angka rapor banyak rendah, tidak naik kelas,
tidak lulus ujian akhir dan sebagainya. Selain itu muncul kelainan perilaku (misbehavior) siswa
seperti kesukaan berteriak-teriak dalam kelas, mengusik teman, berkelahi, sering tidak masuk
sekolah, dan sering minggat dari sekolah.

Prayitno (1994 : 90), mengemukakan bentuk-bentuk masalah belajar sebagai berikut ;

1. keterampilan akademik, yaitu keadaan siswa yang diperkirakan memiliki inteligensi yang
cukup tinggi, tetapi tidak dapat memanfaatkannya secara optimal.
2. Ketercepatan dalam belajar, yaitu keadaan siswa yang memiliki IQ 130 atau lebih tetapi
masih memerlukan tugas-tugas khusus untuk memenuhi kebutuhan dan kemampuan
belajar yang amat tinggi itu.
3. Sangat lambat dalam belajar
4. Kurang motivasi dalam belajar
5. Bersikap dan berkebiasaan buruk dalam belajar, seperti suka menunda-nunda tugas,
mengulur waktu, membenci guru, tidak mau bertanya

Menurut Modul Diagnostik Kesulitan Belajar dan pengajaran Remedial, beberapa ciri- ciri
tingkah laku yang merupakan manifestasi gejala kesulitan belajar anatara lain :

1. menunjukkan hasil belajar yang rendah dibawah rata-rata nilai yang dicapai oleh
kelompoknya atau dibawah potensi yang dimilikinya
2. hasil yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang dilakukan
3. lambat dalam melakukan tugas-tugas kegiatan belajar
4. menunjukkan sikap yang kurang wajar, seperti acuh tak acuh, menentang, pura-pura,
dusta dan lain-lain
5. menunjukkan tingkah laku yang berkelainan seperti membolos, datang terlambat, tidak
mengerjakan pekerjaan rumah, menganggu dalam atau  di luar kelas, tidak mau mencatat
pelajaran, tidak teratur dalam kegaiatan belajar, mengasingkan diri, tidak mau
bekerjasama dan lain- lain
6. menunjukkan gejala emosional yang kurang wajar, seperti pemurung, mudah
tersinggung, pemarah, tidak atau kurang bergembira dalam  menghadapi nilai rendah
tidak menunjukkan adanya perasaan sedih dan menyesal  dan sebagainya.
Secara gamblang, penyebab  timbulnya masalah-masalah dalam belajar disebabkan : 1). Faktor
yang bersumber dari diri pribadi, 2). Faktor yang bersumber dari lingkungan sekolah, 3). Faktor
yang bersumber dari lingkungan keluarga, 4) Faktor yang bersumber dari lingkungan
masyarakat.

Faktor yang bersumber dari diri sendiri yaitu faktor psikologis seperti intelegensi, bakat, minat,
motivasi, kematangan. Faktor yang bersumber dari lingkungan sekolah yaitu : kurikulum,
metode mengajar, hubungan guru dengan guru, hubungan guru dengan murid, hubungan murid
dengan murid, sarana dan prasarana.

Faktor yang bersumber dari lingkungan keluarga, yaitu ekonomi keluarga , hubungan antar
sesama keluarga , tuntunan orangtua, pendidikan orang tua.

Faktor lingkungan masyarakat seperti mass media cetak seperti komik, buku-buku pornografi,
dan media elektronik, TV, VCD, Video, play station dan sebagainya.

4. LAYANAN KONSELING DI SEKOLAH

Bimbingan dan konseling adalah pelayanan bantuan untuk peserta didik, baik secara perorangan
maupun kelompok, agar mandiri dan berkembang secara optimal dalam bimbingan pribadi,
bimbingan sosial, bimbingan belajar dan bimbingan karir, melalui berbagai jenis layanan dan
kegiatan pendukung, berdasarkan norma-norma yang berlaku (SK Mendikbud No. 025 / D /
1995)

Dalam pengertian tersebut jelaslah bahwa Bimbingan dan Konseling merupakan pelayanan
bantuan, artinya kegiatan ini harus mampu memberikan hal-hal positif  kepada pesrta didik,
meringankan beban, mendorong semangat dan memberikan penguatan, memberikan alternatif
dan kesempatan, memberikan pencerahan dan kesejukan, serta mendorong dan membela
terwujudkannya hak dan kepentingan serta kewajiban peserta didik dan cara yang tepat.
Semuanya itu  diarahkan bagi terentaskannya permasalahan  dan terselenggarakannya
perkembangan peserta didik secara optimal.

Berdasarkan hal itu maka sangat tepat kesulitan belajar atau masalah belajar siswa di sekolah
dikonsultasikan kepada guru pembimbing atau disebut juga konselor disekolah sbagai pihak /
individu yang menyelenggaraakan bimbingan dan konseling di sekolah.

Selain faktor-faktor diatas, ada pula faktor-faktor khusus lain yang juga menimbulkan kesulitan
belajar sswa. Yaitu sindrom psikologis berupa learning disability (ketidakmampuan belajar).
Sindrom (syndrome) yang berarti satuan gejala yang muncul sebagai indikator adanya
keabnormalan psikis (Reger, 1998) yang menimbulkan kesulitan belajar terdiri atas :

1. Disleksia (dyslexia), yakni ketidakmampuan belajar membaca


2. Disgrafia (dysgraphia), yakni ketidakmampuan belajar menulis
3. Diskalkulia(dyscalculia), yakni  ketidakmampuan belajar matematika.
Namun demikian, siswa yang mengalami sindrom- sindrom diatas secara umum sebenarnya
memiliki potensi IQ yang normal bahkan dantaranya ada yang memilki kecerdasan diatas rata-
rata. Oleh karenanya, kesulitan belajar siswa yang menderita sindrom-sindrom itu mungkin
hanya disebabkan oleh adanya minimal brain dysfunction yaitu gangguan ringan pada otak
( Lask, 1985 ; Reger, 1988)

5. OPERASIONALISASI LAYANAN KONSELING DALAM MENGATASI


PERMASALAHAN BELAJAR SISWA

Guru pembimbing / konselor sekolah bertanggung jawab terhadap pengentasan masalah-masalah


belajar yang dialami siswa sesuai batas tugas dan kewenangannnya.

Untuk mengungkapkan siswa belajar, bisa digunakan AUM PTSDL yang dikembangkan oleh
Jurusan Bimbingan dan Konseling FIP UNP yang memuat tentang aspek-aspek yang perlu
diperhatikan dalam belajar, yakni :

Prasyarat penguasaan belajar (P)

Keterampilan belajar (T)

Sarana belajar (S)

Keadaan diri pribadi (D)

Lingkngan belajar dan sosio-emosional  (L)

Pada AUM PTSDL ini terdapat isian / pernyataan yang harus diisi siswa  berkenaan dengan
kelima hal tadi. AUM PTSDL dimiliki oleh guru pembimbing untuk mengungkapkan masalah
siswa.

Dalam diagnosis kesulitan belajar, Burton(1962 ; 500-505) mengemukakan prosedur yang


ditempuh berdasarkan pada tekhnik dan instrumen yang digunakan dalam pelaksanaan :

1. general diagnosis, biasanya instrumen yang digunakan adalah tes baku seperti yang
digunakan untuk evaluasi dan pengukuran psikologis dan hasil belajar. Sasaran yang
hendak dicapai adalah menemukan siapakah siswa yang diduga mengalami kelemahan
tertentu.
2. Analitik diagnosis, instrumen yang digunakan adalah tes diagnostik. Tujuannya untuk
mengetahui dimana letak kelemahan tersebut.
3. Pscological dignosis through, tekhnik dan instrumen yang dgunakan antara lain adalah
observasi yang tercontrol, analisis karya tulis, analisis proses dan respon lisan,
wawancara, dan studi kasus. Tujuannya adalah memahami karakteristik dari faktor-faktor
yang menyebabkan terjadinya kesulitan.
Secara operasional langkah-lanngkah dan tekhnik yang digunakan dalam pelaksanaan kegiatan
diagnosis kesulitan belajar adalah sebagai berikut ( Depdikbud 1984/1985 : 40-60, daharnis,
1989 : 28-65 & 1995 : 38-50) :

1. identifikasi siswa yang mengalami kesulitan belajar dengan meneliti hasil ujian dan
menbandingkan dengan nilai rata-rata kelas, mengobservasi siswa sewaktu PBM
berlansung, memeriksa buku catatan, memeriksa hasil pekerjaan siswa dan memeriksa
catatan tentang pribadi siswa.
2. Melokalisasi bidang letak dan jenis kesulitan yang dialami, yakni pada bidang studia apa
kesulitan terjadi, pada ruang lingkup mana kesulitan terjadi dan dari segi proses belajar
yang mana kesulitan terjadi.
3. Melokalisasi faktor-faktor penyebab kesulitan
4. Merencanakan bantuan
5. Pelaksanaan pemberian bantuan, yakni menyelenggarakan konseling, menyelenggrakan
pengajaran perbaikan, meneyelenggarakan bantuan khusus lain seperti layanan
orientasi/informasi, pemberian nasehat, pengarahan dan lain-lain.
6. Evaluasi dan tindak lanjut

KESIMPULAN

Pembelajaran yang menimbulkan interaksi belajar mengajar antara guru dan siswa mendorong
perilaku belajar siswa. Siswa merupakan kunci terjadinya perilaku belajar dan ketercapaian
sasaran belajar. Perilaku belajar siswa merupakan proses belajar yang dialami dan dihayati serta
aktivitas mempelajari bahan dan sumber be;lajar dilingkungannya.

Pada kegiatan belajar tentulah diharapkan  setelah proses belajar dialami siswaakan memiliki
suatu hasil belajar yang baik. Guru dapat mengamati  dan menilai hasil belajar siswa tersebut
melalui berbagai hal seperti angka rapor, ijazah dan lain-lain. Semuaa itu dapat menimbulkan
masalah-masalah belajar.

Dalam upaya pengentasan masalah-masalah belajar tersebut guru dan siswa dapat memanfaatkan
layanan konseling di sekolah.

SARAN

Untuk memperluas wawasan pengetahuan mengenai alternatif-alternatif kiat pemecahan masalah


kesulitan belajar siswa, guru sangaat danjurkan mempelajari buku-buku khusus mengenai
bimbingan dan konseling.

Selain itu, guru juga dianjurkan untuk mempertimbangkan penggunaan model-model mengajar
tertentu yang dianggap sesuai dengan alternatif lain atau pendukung cara memecahkan masalah
kesulitan belajar siswa.
 

REFERENSI

Tim Penyusun, Bahan Ajar Belajar dan Pembelajaran, 2005. Padang : FIP UNP

Syah, Muhibbin, Psikologi Belajar, 1995, Bandung, Rosdakarya

Posted in: Bimbingan dan Konseling

You might also like