You are on page 1of 7

TUGAS

HUKUM ACARA PIDANA

“SEJARAH HUKUM ACARA PIDANA INDONESIA”

Mega Triana Juanda


0333.0000.89
KK.10/Semester.VI
I. Sejarah perkembangan Hukum Acara Pidana
di Indonesia

1. Sebelum masa kolonial(sebelum abad 16)

• Sebelum masuknya agama Islam;

Pada masa awal, penduduk nusantara tidak membedakan antara hukum


acara pidana dan hukum acara perdata. Penduduk nusantara
menggunakan hukum adat untuk menyelesaikan masalah pidana maupun
perdata di kalangan mereka. Cara pembuktian yang digunakan sering kali
menggunakan kekuatan kekuatan gaib.

Bentuk2 sanksi hukum pada masa itu ( dihimpun kemudian dalam


Pandecten van het Adatrecht bagian X) yakni sbb;

1. penggantian kerugian ”immaterieel” dalam berbagai rupa, misalnya


paksaan menikahi gadis yang telah dicemarkan,dsb.

2. Bayaran uang adat kepada orang yang terkena,yang berupa benda sakti
sebagai ganti kerugian rohani.

3. Selamatan untuk membersihkan masyarakat dari kotoran gaib (buang


sial, dsb).

4. Penutup malu/permintaan maaf.

5. Rupa2 hukuman badan s/d hukuman mati.


6. Pengasingan dari masyarakat/peletakan orang di luar tata hukum adat
(dibuang/tidak dianggap anak,dsb)

• Setelah masuknya agama Islam;


Setelah masuknya agama Islam, mulailah diberlakukannya hukum Islam,
disamping hukum Adat untuk menyelesaikan masalah hukum di antara
penduduk. Pada masa ini, mulai diadakan pembedaan antara masalah
pidana dan masalah perdata. Cara penyelesaian sengketa seringkali
berpedoman kepada Al Quran, hadits dan hasil ijtihad.

2. Masa kolonial /Penjajahan (abad 16 s/d 17 Agustus 1945)

• Belanda
Hukum yang berlaku di Indonesia tidak terlepas dari pengaruh Belanda yang
datang ke Indonesia di mana mulai diberlakukannya hukum tertulis di
Indonesia. Pada zaman VOC diatur mengenai undang2 tanah jawa pada
tahun 1747 (javasche wetten), kmudian Daendels dan Raffles meneruskan
usaha ini dengan terus mempelajari hukum adat.

• Prancis
Pada saat Belanda dijajah Perancis, diberlakukanlah hukum Perancis di
Belanda yang berdampak pada pemberlakuan hukum tersebut di Indonesia
sebagai negara jajahan Belanda.

• Belanda
Setelah lepas dari jajahan Perancis, dikeluarkanlah firman raja untuk
membentuk peraturan perundang-undangan baru yang diberlakukan di
Indonesia dengan adanya asas konkordansi. Hukum acara pidana saat itu
disebut hukum acara kriminil (HIR dan IR). Maka dibentuklah HIR
(Herziene Inland Reglement) yang diberlakukan di kota-kota besar dan IR
(Inlands Reglement) di kota-kota lainnya. Ada pembedaan peradilan bagi
kaum Eropa dan golongan Bumi Putera.

• Jepang
Tidak ada perubahan dalam peraturan perundang-undangan kecuali dalam
hal dihapusnya peradilan bagi golongan Eropa (Osamu Serei No:3/1942, 20
september 1942). Diatur bahwa;
Herziene Inlands Reglement berlaku untuk Pengadilan Negeri (tihoo hooin)
Reglement voor de Buitengeswesten berlaku untuk Pengadilan Tinggi
(kotoo hooin) dan Landgerechtsreglement berlaku untuk Pengadilan Agung
(saiko hooin).

3. Masa kemerdekaan (17 Agustus 1945-sekarang)

• orde lama

Pada masa ini, peraturan Belanda masih dipakai dengan berlakunya pasal II
aturan peralihan UUD 1945, dimana segala badan negara dan peraturan
perundangan yang ada masih berlaku selama belum ada yang baru yang
diatur menurut Undang-undang. Undang2 yang mengatur acara pidana yaitu
UU No:7/1947 tentang Kuasa Kejaksaan Agung dan Mahkamah Agung.

Zaman RIS dihasilkan beberapa ketentuan sebagai berikut;


UU No:1/ 1950 LN 1950 No:30  dibentuk Mahkamah Agung di Jakarta
dan Jogjakarta; menggantikan Hoogerechtshof.

UU No:18/1950 LN 1950 Nomer 27  landrechter di jakarta diganti


menjadi Pengadilan Negeri.

Appleraad di Jakarta diganti menjadi Pengadilan Tinggi.

Dengan UU darurat ini telah diadakan unifikasi hukum acara pidana, yaitu;

- acara pidana sipil untuk PN dan PT,dan berpedoman pada HIR.

- acara pidana ringan berlaku Landrechtsreglement Sbld 1914


No:317 jo sbld 1917 No:323.

- acara untuk banding diatur dalam pasal 7 s/d 20 UU darurat


No:1/1951.

• orde baru

Dalam sejarahnya,HIR buatan Belanda tidak memenuhi rasa keadilan bagi


masyarakat Indonesia maka mulai diadakanlah perancangan Hukum Acara
Pidana yang baru.
II. Sejarah pembentukan Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana Indonesia

Pada masa orde baru, terbukalah kesempatan untuk membuat peraturan


perundang-undangan. Oleh sebab itu, dibentuklah di departemen kehakiman
suatu panitia untuk menyusun RUU Hukum Acara Pidana. Ada 13 pokok
masalah yang dituangkan dalam materi undang-undang. Dalam
perancangannya, hukum acara pidana Indonesia didasarkan pada HIR.
Awalnya dibentuk panitia yang diketuai Oemar Seno Adji;1968 yang
berhasil menyusun Rencana UU Hukum Acara Pidana. Kemudian
disempurnakan oleh Mochtar Kusumaatmadja yang menggantikan Oemar
Seno adjie menjadi menteri kehakiman,1974. Lalu diteruskan oleh
Moedjono.
Tim Sinkronisasi kemudian menelorkan RUU KUHAP yang disetujui sidang
gabungan tim bersama-sama dengan DPR di gedung DPR Pusat pada
tanggal 9 september 1981.

Hal-hal signifikan yang perlu diperhatikan dalam RUU KUHAP tahap akhir,
ialah:
-hilangnya kewenangan Kejaksaan (seperti yang tercantum dalam HIR)
untuk menyidik.
-diadakannya perubahan KUHAP dalam kurun waktu dua tahun setelah
pengesahan KUHAP (pasal 284 ayat (2)).
RUU KUHAP disahkan oleh sidang paripurna DPR pada tanggal 23
September 1981, dan kemudian disahkan oleh presiden menjadi undang-
undang pada tanggal 31 Desember 1981. Sejak saat itulah kita memakai
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Undang-undang
No:8/1981,LN 1981 Nomor 76,TLN Nomor 3209) sebagai pedoman yang
mengatur acara peradilan pidana.

Daftar Pustaka:
Hamzah, Andy. 2005. Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika.
Harahap, Yahya. 2004. Pembahasan Permasalah dan Penerapan KUHAP: Penyidikan dan Penuntutan. Jakarta: Sinar
Grafika.
Prinst, Darwin. 1989. Hukum Acara Pidana: Suatu Pengantar. Jakarta: Djambatan.
Prodjodikoro, Wiryono. 1985. Hukum Acara Pidana di Indonesia. Jakarta: Sumur Bandung.

You might also like