You are on page 1of 11

No.

Dokumen FO-UGM-BI-07-13
BORANG Berlaku sejak 07 Januari 2009
LAPORAN PRAKTIKUM Revisi 00
LABORATORIUM MIKROBIOLOGI Halaman 1 dari 12

Matakuliah : Mikrobiologi Industri

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR TAPIOKA SEBAGAI BAHAN


NATA DE CASSAVA

Nama : Nur Rohmah


NIM : 07/251815/BI/07914
Asisten : Abdul Rohman, S. Si.

LABORATORIUM MIKROBIOLOGI
FAKULTAS BIOLOGI
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2010
No. Dokumen FO-UGM-BI-07-13
BORANG Berlaku sejak 07 Januari 2009
LAPORAN PRAKTIKUM Revisi 00
LABORATORIUM MIKROBIOLOGI Halaman 2 dari 12

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara agraris yang kaya akan hasil alamnya,
terutama dalam bidang pangan. Dengan kekayaan alam yang melimpah ini,
maka alam Indonesia cocok untuk ditanami berbagai tanaman pangan,
diantaranya singkong. Indonesia saat ini merupakan salah satu negara
penghasil singkong terbesar ketiga didunia (13.300.000 ton/tahun) setelah
Brazil dan Thailand, sehingga banyak masyarakat Indonesia beralih dari
bertanam padi menjadi bertanam singkong. Singkong memiliki banyak
kandungan organik diantaranya kalori 146 kal, air 62.3 gram, phosphor 40
gram, karbohodrat 34 gram, kalsium 33 gram, vitamin C 30 gram, protein 1,2
gram, besi 0,7 gram, lemak 0,3 gram, vitamin B1 0,06 gram dan berat dapat
dimakan 75 gram.
Singkong dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan diantaranya
untuk komsumsi langsung manusia, bahan makanan ternak dan bahan baku
industri. Sebagai bahan baku industri singkong dapat diolah menjadi tepung
tapioka atau tepung singkong. Tapioka merupakan tepung dengan bahan baku
singkong (Manihot Utillisima L) dan mempunyai peranan dalam bahan
industri makanan, farmasi, tekstil, perekat dan lain-lainnya (Sumiyati, 2009).
Tapioka dapat diolah lebih lanjut menjadi dekstrin, glukosa, etanol dan
senyawa kimia lainnya. Tepung singkong mempunyai sifat-sifat yang lebih
mendekati tepung terigu dan dapat dimanfaatkan sebagai pengganti terigu
dalam pembuatan roti dan kue. Industri tapioka merupakan salah satu industri
yang menghasilkan limbah padat dan cair dalam jumlah melimpah yang
cukup bermasalah dalam pengelolaan limbah (padat dan cair).
Banyak industri pengolahan ketela pohon di Indonesia yang
mengolah limbah tidak dilakukan dengan baik bisa menimbulkan berbagai
permasalahan bagi lingkungan sekitar diantaranya limbah cair sisa
No. Dokumen FO-UGM-BI-07-13
BORANG Berlaku sejak 07 Januari 2009
LAPORAN PRAKTIKUM Revisi 00
LABORATORIUM MIKROBIOLOGI Halaman 3 dari 12

pengendapan pati dapat menyebabkan bau tidak sedap dan penyakit. Air sisa
pengendapan pati ini sebenarnya mempunyai potensi menjadi bahan baku
pada produksi nata dikarenakan kandungan karbohidrat tinggi dan zat-zat lain
yang ada didalamnya.
Nata adalah makanan hasil fermentasi oleh bakteri Acetobacter
xylinum, membentuk gel yang mengapung pada permukaan media atau
tempat yang mengandung gula dan asam. Selama ini masyarakat hanya
mengetahui nata hanya bisa dibuat dari air kelapa. Oleh karena itu perlu
dilakukan penelitian lebih lanjut dalam rangka memanfaatkan air sisa
pengendapan pati sebagai bahan baku media pembuatan Nata de Cassava
yang merupakan salah satu usaha diversivikasi produk hasil pertanian.

B. Tujuan
Tujuan praktikum ini adalah mempelajari cara pembuatan nata de
Cassava dalam upaya pemanfaatan limbah cair sisa pengendapan pati sebagai
bahan baku media pembuatan Nata de Cassava.
.

C. Tinjauan Pustaka
Industri tapioka merupakan salah satu industri yang menghasilkan
limbah padat dan cair dalam jumlah melimpah yang cukup bermasalah dalam
pengelolaan limbah (padat dan cair). Hasil limbah dari 2/3 pengolahan tepung
tapioka sebesar 75%, limbah ini berupa padat dan cair (Amri, 2008). Limbah
cair tapioka merupakan limbah yang dihasilkan dari proses pembuatan, baik
dari pencucian bahan baku sampai pada proses pemisahan pati dari airnya
atau proses pengendapan (Nurhasan dkk., 2008).
Menurut Sunaryo (2004), limbah tapioka dapat mengakibatkan
komunitas lingkungan air disungai terancam kepunahan, karena limbah
No. Dokumen FO-UGM-BI-07-13
BORANG Berlaku sejak 07 Januari 2009
LAPORAN PRAKTIKUM Revisi 00
LABORATORIUM MIKROBIOLOGI Halaman 4 dari 12

cair tapioka mengandung senyawa racun CN atau HCN yang sangat


tinggi. Dimana dalam pembuangan limbah kelingkungan air tidak
mengalami pengolahan terlebih dahulu. Dampak negatif dari limbah cair
mengakibatkan terjadinya pencemaran lingkungan, diantaranya bau yang
tidak sedap dan beberapa sumur warga yang tidak layak untuk
dikonsumsi. Salah satu jalan yang bisa ditempuh untuk mengatasi limbah
cair sebelum dimanfaatkan untuk pengairan sawah dan ladang adalah
perlu adanya pengolahan terlebih dahulu. Menurut Mukminim dkk.
(2008), salah satu cara pengolahan limbah cair adalah dengan UASB (Up-
flow Anaerobic Sludge Blanket) yang memiliki keuntungan, diantaranya
tidak membutuhkan energi untuk aerasi, pemanfaatan ruang secara
vertikal dan dihasilkan sludge lebih sedikit dari pada aerob. Limbah yang
diolah dimasukkan dari bagian bawah reaktor. Berdasarkan pada hasil
pengujian Laboratorium bahwa limbah cair tapioka memiliki kandungan
bahan organik diantaranya glukosa sebesar 21,067 mg %, karbohidrat
sebesar 18,900 % dan vitamin C sebesar 51,040 mg% (Hasil Observasi,
2009 dalam Arfiyanti dan Yulimartani, 2009).
Nata berasal dari Fhilipina untuk menyebut suatu pertumbuhan
menyerupai gel (agar-agar) yang terapung di permukaan, dimana gel
tersebut merupakan sellulosa yang dihasilkan oleh bakteri Acetobacter
Xylinum. Pertumbuhan Acetobacter Xylinum dalam medium yang cocok
menghasilkan massa berupa selaput tebal pada permukaan medium.
Selaput tebal tersebut mengandung 35-62 % sellulosa. Lapisan tebal
tersebut terbentuk pada permukaan medium, merupakan hasil akumulasi
polisakarida ekstraselluler (Nata) tersusun oleh jaringan mikrofibril atau
pelikel. Pelikel tersebut adalah tipe sellulosa yang mempunyai struktur
kimia seperti sellulosa yang dibentuk oleh tumbuhan tingkat tinggi.
(Gunsalus, et al.,1962; Collado, 1987 dan Moat, 1988).
No. Dokumen FO-UGM-BI-07-13
BORANG Berlaku sejak 07 Januari 2009
LAPORAN PRAKTIKUM Revisi 00
LABORATORIUM MIKROBIOLOGI Halaman 5 dari 12

Pembentukan nata (polisakarisa ekstraselluler) diperlukan senyawa


antara lain yaitu heksosa fosfat. Heksosa fosfat mengalami oksidasi
melalui lintasan pentosa fosfat menghasilkan senyawa NADPH (senyawa
penyimpan tenaga pereduksi) dan malepas CO2. Gas CO2 yang dilepas

akan terhambat dan menempel pada mikrofibril sellulosa, sehingga


sellulosa naik kepermukaan cairan (Meyer, 1960). Fosfat anorganik perlu
ditambahkan kedalam medium karena bahan tersebut sangat diperlukan
untuk memecah sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa (Cuningham,
1978). Selulosa disintesis melalui reaksi bertahap UDPG dan Selodekstrin.
Selodekstrin dihasilkan dari penggabungan UDP glukosa dengan unit
Glukosa (Meyer, 1960).
Reaksi pembentukan Selodekstrin berlangsung terus sampai
terbentuk senyawa, yang terdiri dari 30 unit glukosa dengan ikatan β-1,4.
Selodekstrin bergabung dengan lemak dan protein. Proses tersebut
merupakan proses antara dari UDP glukosa yang melibatkan enzim
sellulosa sintesa (Moat, 1988). Pembentukan polisakarida ekstrasellular
(nata) dapat terjadi 24 jam setelah inkubasi dan meningkat dengan cepat 4
hari inkubasi, kemudian cenderung lambat pada hari berikutnya. Hal ini
dikarenakan keasaman medium bertambah serta gula dalam substrat
berkurang. ( Alaban, 1962).
Bakteri Acetobacter Xylinum tergolong famili Pseudomonadaceae
dan termasuk genus Acetobacter. Berbentuk bulat, panjang 2 mikron,
biasanya terdapat sel tunggal atau kadang-kadang mempunyai rantai
dengan sel yang lain (Stainer et al., 1963).
Fermentasi adalah salah satu bagian dari bioteknologi yang
menggunakan mikroorganisme sebagai pemeran utama dalam suatu
proses. Industri fermentasi di nagara-negara maju sudah berkembang
sedemikian pesatnya termasuk dalam produk hasil-hasil pemecahan atau
No. Dokumen FO-UGM-BI-07-13
BORANG Berlaku sejak 07 Januari 2009
LAPORAN PRAKTIKUM Revisi 00
LABORATORIUM MIKROBIOLOGI Halaman 6 dari 12

metabolit primer oleh mikroba (asam, asam amino, protein sel tunggal),
enzim dan sebagainya. Untuk mengembangkan industri fermentasi
tersebut diperlukan pengetahuan dasar bioteknologi yang kuat, yang
merupakan gabungan dari ilmu biokimia dan mikrobiologi, terutama
fisiologi dan genetika mikroba, serta ilmu keteknikan dalam fermentasi.
(Fardiaz, 1987).
Faktor-faktor yang mempengaruhi tahap fermentasi antara lain
suhu, nutrisi, kadar aw (aktivitas air), pH dan oksigen. Masing-masing jenis
mikrobia mempunyai suhu optimum untuk pertumbuhan. Air dan nutrien
digunakan oleh mikrobia untuk proses metabolismenya. Nutrisi
dibutuhkan sebagai sumber karbon, sumber nitrogen, sumber energi dan
faktor pertumbuhan (nutrien dan vitamin). Mutrien tersebut digunakan
untuk membenttuk energi dan menyusun komponen sel. pH medium
merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi aktivitas dari
mikrobia dan kematian dari mikroorganisme (Volk dan Wheeler, 1988).

II. METODE
A. Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum pembuatan nata de
Cassava antara lain nampan plastik, saringan kain, bejana pemanas, tungku
api, kertas koran, rak, pengaduk, botol inokulum dan botol formula (I dan
II).
Sedangkan bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum
Pembuatan nata de Cassava antara lain inokulum Acetobacter xylinum,
limbah cair tapioka, Z A, formula I dan Formula II.
No. Dokumen FO-UGM-BI-07-13
BORANG Berlaku sejak 07 Januari 2009
LAPORAN PRAKTIKUM Revisi 00
LABORATORIUM MIKROBIOLOGI Halaman 7 dari 12

B. Cara Kerja
Praktikum pengolahan limbah cair tapioka dilakukan ditempat
Bapak Triyoko, Jl. Parangtritis KM 16 Bantul pada hari kamis, 3
Desember 2010 pukul 13.00 WIB- selesai. Pembelajaran dilakukan dalam
2 tahap. Tahap pertama penjelasan mengenai usaha nata yang
dikembangkan dengan Bapak Triyoko sebagai narasumber, kemudian
tahap kedua adalah kunjungan langsung ke tempat pembuatan nata.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Hasil
Dibawah ini adalah tabel 1, yang merupakan hasil pengamatan praktikum
pembuatan nata de Cassava dari limbah tapioka.
Tabel 1. Tahapan pembuatan nata de Cassava dari limbah cair Tapioka.
Tahapan Gambar Keterangan
Preparasi starter Inokulum yang
digunakan adalah
bakteri pemfermentasi
nata de coco
Gambar 1. Inokulum nata
de cassava
Pemanasan Proses pemanasan,
tahap ini dilakukan 2x

Gambar 2. Tungku
perebusan bahan nata
No. Dokumen FO-UGM-BI-07-13
BORANG Berlaku sejak 07 Januari 2009
LAPORAN PRAKTIKUM Revisi 00
LABORATORIUM MIKROBIOLOGI Halaman 8 dari 12

Penyaringan Tahap penyaringan


dilakukan setelah
perebusan pertama

Gambar 3. Penyaringan
ampas singkong
Fermentasi nata Formula I merupakan
Enzim amilase
sedangkan Formula II
merupakan koenzim

Gambar 4. Formula I dan


II
Bahan yang telah
direbus dan
ditambahkan formula
I dan II dituang ke
dalam rak plastik,
Gambar 5. Rak
ditutup kertas koran
penyimpanan nata
dan didiamkan
sampai terbentuk
lapisan nata
Nata yang berbentuk
lembaran siap
dipanen

Ga
mbar 6. Nata siap dipanen

C. PEMBAHASAN
No. Dokumen FO-UGM-BI-07-13
BORANG Berlaku sejak 07 Januari 2009
LAPORAN PRAKTIKUM Revisi 00
LABORATORIUM MIKROBIOLOGI Halaman 9 dari 12

Usaha pembuatan nata de Cassava merupakan tindak lanjut dari UPFMA


(Pemberdayaan masyarakat yang didanai Bank Dunia). Dana yang digunakan untuk
pembuatan nata de Cassava adalah alokasi dana anggaran tahun 2009. Program
UPFMA telah ada sejak tahun 2008, dana anggaran 2008 digunakan untuk pengolahan
keripik pisang, pembuatan pupuk bogasi (60 % berjalan) dan usaha pembenihan
gurami yang didukung dengan pengadaan induk pejantan. Sedangkan dana anggaran
2009 digunakan untuk pelatihan keripik aneka rasa dari ubi kayu dan pembuatan nata
de Cassava, yang disorot oleh masyarakat. Produk nata de Cassava telah menyebar di
Polres Ponorogo, Ngawi, Cilacap yang akan dikembangkan oleh pihak Universitas
Diponegoro, hingga akan dikembangkan ibu-ibu dari pengadilan militer.
Untuk mencapai SOP (Standar Operasional Prosedure) akan dibuatkan rumah
khusus produksi nata. Tempat yang selama ini digunakan adalah rumah sederhana
yang rusak akibat gempa. Selain nata, akan dikembangkan tepung Cassava sebagai
alternatif lain industri berbahan dasar singkong. Proses pembuatan nata masih
sederhana, menggunakan nampan plastik. Memang ada wacana penggunaan nampan
stainless yang dinilai lebih higienis, namun biaya yang dibutuhkan untuk pengadaan
nampan stainless relatif besar.
Pertama, untuk membuat nata de cassava dibutuhkan inokulum. Inokulum ini
digunakan untuk mempersingkat atau menghilangkan fase lag, diharapkan proses yang
terjadi adalah fase eksponensial sehingga waktu yang digunakan untuk produksi lebih
singkat. Starter ini dari inokulasi Acetobacter xylinum dalam medium air kelapa. Cara
pengolahan nata yang pertama adalah limbah cair tapioka direbus bersama dengan
ampas singkong. Rebusan tersebut disaring ditambah Formula I, didiamkan selama
satu malam. Selanjutnya didihkan kembali, sebelum mendidih ditambahkan formula
II, kemudian dituang ke nampan, dan diberi inokulum. Pemanasan I adalah proses
sakarifikasi, pada pemanasan II bertambah gulanya. Formula I adalah enzim amilase
yang akan mendegradasi amilum (pati) menjadi molekul gula yang lebih sederhana.
Sedangkan formula II adalah koenzim, yang akan mengaktifkan enzim agar dapat
No. Dokumen FO-UGM-BI-07-13
BORANG Berlaku sejak 07 Januari 2009
LAPORAN PRAKTIKUM Revisi 00
LABORATORIUM MIKROBIOLOGI Halaman 10 dari 12

mendegradasi dalam proses sakarifikasi. Koenzim merupakan molekul organik yang


spesifik, tahan terhadap panas, berat molekul rendah, mudah terdisiosiasi dan mudah
dipisahkan dari enzimnya dengan cara dialysis. Mekanisme kerja koenzim antara lain
dengan reaksi oksidoreduksi, reaksi pengalihan gugus dan isomerasi serta reaksi
membentuk ikatan kovalen. Kendala dalam produksi nata de Cassava adalah
ketergantungan terhadap formula I dan formula II, sehingga diupayakan pembuatan
formula I dan II sendiri untuk menekan biaya produksi. Kedua formula ini dapat
membuat limbah mengenmbang, lebih larut air. Komposisi formula I dan II diduga
adalah khamir (ragi). Oleh karena itu akan dilakukan percobaan penggunaan ragi roti
sebagai pengganti pengganti formula, dibuat dengan cara ragi roti disuspensikan
dalam air.
Penuangan medium ke nampan tidak terlalu tinggi, disesuaikan dengan alat
pemotong pabrik pemesan nata. Pembentukan polisakarida ekstraselular (nata) dapat
terjadi 24 jam setelah inkubasi dan meningkat dengan cepat 4 hari inkubasi, kemudian
cenderung lambat pada hari berikutnya. Hal ini dikarenakan keasaman medium
bertambah serta gula dalam substrat berkurang (Alaban, 1962). Pemanenan jangan
dilakukan lebih dari 7 hari agar kapang tidak membentuk sporulasi. Kapang yang
membentuk miselium berwarna putih sebaiknya dibiarkan, rasanya akan manis.
Kapang ini akan memakan sisa-sisa pati. Pada pembuatan nata, sebaiknya digunakan Z
A ini digunakan sebagai sumber N, yang merupakan nutrien untuk bakteri. Selain itu Z
A dapat menurunkan nilai pH (lebih asam). pH selama proses fermentasi dibuat asam
(pH 3-4), Acetobacter akan mensintesis selulosa disekeliling selnya. Jika ditumbuhkan
pada pH 7, maka yang terbentuk adalah asam cuka karena bakteri akan membentuk
biomassa. Pengecekan ph asam dapat dengan disentuh tangan, jika terasa gatal berarti
pH asam, atau dirasakan namun tidak aman. Jadi cara yang mudah dan lebih ekonomis
adalah dengan kertas lakmus. Warna biru yang berubah menjadi kuning jika kertas
lakmus dicelupkan dalam cairan bahan nata dapat digunakan sebagai indikator pH
berubah menjadi asam.
No. Dokumen FO-UGM-BI-07-13
BORANG Berlaku sejak 07 Januari 2009
LAPORAN PRAKTIKUM Revisi 00
LABORATORIUM MIKROBIOLOGI Halaman 11 dari 12

Bentuk dan tekstur nata de cassava mirip nata de coco.  Putih dan kenyal.
Perbedaannya, selain rasa nata de Cassava yang berasa singkong, makanan ini dibuat
dari hasil fermentasi air perasan sisa produksi tepung tapioka dengan mikroba
Acetobacter xylinum. Sementara nata de coco dibuat dari fermentasi air kelapa. Air
kelapa mengandung alkohol yang dapat mempercepat pertumbuhan. Nata yang tidak
jadi dapat di press dan dikeringkan sebagai bahan kanvas atau bahan pembuatan kertas
braille.

IV. SIMPULAN
Limbah cair tapioka dapat dimanfaatkan sebagai bahan dasar pembuatan nata
de cassava yang mempunyai nilai ekonomis lebih tinggi. Tahapan pembuatan nata
antara lain penyiapan inokulum, penyaringan, pemanasan 2x, pengeraman 1 malam,
dan tahap fermentasi nata di nampan.

V. DAFTAR PUSTAKA
Alaban, C.A. 1962. Studies on The Optimum Condition for Nata de Coco Bacterium
or Nata for Formation in Coconut Water. The Philipine Agriculturist volume
45.
Collado, L.S. 1987. Nata; Processing and Problems of the Industry in the Philipines
traditional Food and their Processing in Asia. Nodai Research Institute Tokyo
University of Agriculture, Japan.
Fardiaz Srikandi. 1987. Fisiologi Fermentasi. Institute Pertanian Bogor.
Hasil observasi. 2009. Dalam Arviyanti, E. dan Yulimartani, N. 2009. Pengaruh
penambahan air limbah tapioka pada proses pembuatan nata. Seminar tugas
akhir S1 Universitas Diponegoro. Semarang.
Meyer, L.H. 1960. Food Chemistry. Reinhold Publishing Co., NewYork.
Moat, A.G. 1988. Microbial Physiology. John Wiley and Sons, Inc, NewYork.
Stainer, Doudoroff, and Adelberg. 1963. The Microbial World. Published by Prentice
Hall, Inc.
Sumiyati. 2009. Kualitas nata de cassava limbah cair tapioka dengan penambahan
gula pasir dan lama fermentasi yang berbeda, Skripsi S1 Universitas
Muhammadiyah Surakarta. Surakarta.
Volk, W. A. Dan Wheeler, M. F.1988. Mikrobiologi Dasar. Erlangga. Jakarta.

You might also like