Professional Documents
Culture Documents
Bila membanding masalah lingkungan dengan masalah sosial, rasanya orang lebih tertarik untuk menelaah,
mengikuti sampai ikut-ikutan menganalisis masalah sosial dari pada masalah-masalah lingkungan hidup. Bila
dilihat unsur kedekatan, sebetulnya masalah lingkungan hidup itu lebih dekat dari pada masalah sosial semacam
kesenjangan sosial, kemiskinan atau kelaparan. Hal ini karena hampir kebanyakan titik masalah sosial sedikit
banyak berawal dari masalah lingkungan hidup.
Ambilah salah satu contohnya masalah sampah, masalah sampah berkaitan dengan masalah perilaku dan
kepedulian untuk menjaga kebersihan lingkungan sekitar. Dari masalah sampah ini bisa timbul masalah yang
lebih besar lagi semacam masalah banjir. Masalah air, akan berkaitan erat dengan kesenjangan sosial lalu
mengerucut pada masalah konservasi sumber daya air, lahan dan daerah resapan. Keterkaitan satu sama lain
dari masalah lingkungan ini dikarenakan masalah lingkungan adalah masalah bersama dalam satu lingkaran
ekologi, ketika salah satu komponen ekologi terganggu, maka dalam satu lingkaran tersebut akan terkena
dampaknya.
Banyaknya ruang terbuka hijau memungkinkan mahluk hidup dalam lingkaran ekologi untuk hidup dengan
kualitas lingkungan yang sehat. Sebaliknya sedikitnya ruang terbuka hijau akan menyebabkan mahluk hidup
berada dalam kondisi dengan kualitas lingkungan yang jelek.
Sejak tahun 1980-an agenda politik lingkungan hidup mulai dipusatkan pada paradigma pembangunan
berkelanjutan. mula pertama istilah ini muncul dalam World Conservation Strategydari Lester R Brown, The
International Union For The Conservation Of Nature (1980), lalu dipakai oleh dalam buku Building A Sustainable
Society (1981), istilah yang kemudian menjadi sangat populer melalui laporan Brundtland, Our Common
Future (1987). Paradigma pembangunan berkelanjutan diterima sebagai sebuah agenda politik pembangunan
untuk semua negara didunia pada tahun 1992 dalam konferensi tingkat tinggi (KTT) Bumi di Rio De Janeiro,
Brasil namun hingga kini paradigma tersebut tidak banyak diimplementasikan bahkan masih belum luas
dipahami dan diketahui, ini bukan saja terjadi di Indonesia melainkan juga ditingkat global.
Salah satu sebab dari kegagalan mengimplementasikan paradigma tersebut adalah paradigma tersebut kurang
dipahami sebagai prinsip - prinsip kerja yang menentukan dan menjiwai seluruh proses pembangunan.
paradigma ini tidak dipahami sebagai berisi prinsip pokok politik pembangunan itu sendiri. pada akhirnya cita -
cita yang dituju dan ingin diwujudkan dibalik paradigma tersebut tidak tercapai karena prinsip politik
pembangunan yang seharusnya menuntun pemerintah dan semua pihak lainnya dalam merancang dan
mengimplementasikan pembangunan tidak dapat dipenuhi.
Cita - cita dan agenda utama pembangunan berkelanjutan tidak lain adalah upaya untuk mensinkronkan,
mengintegrasikan dan memberi bobot yang sama bagi tiga aspek utama pembangunan yaitu aspek ekonomi,
aspek sosial budaya dan aspek lingkungan hidup. karena itulah gagasan dibalik itu bahwa pembangunan
ekonomi, sosial budaya dan lingkungan hidup harus dipandang sebagai terkait erat satu sama lain, sehingga
unsur - unsur dari kesatuan yang saling terkait ini tidak boleh dipisahkan atau dipertentangkan satu dengan yang
lainnya yang mau dicapai dengan pembangunan berkelanjutan adalah menggeser titik berat pembangunan dari
hanya pembangunan ekonomi menjadi juga mencakup pembangunan sosial budaya dan ekologi lingkungan
hidup.
Dengan kata lain yang ingin dicapai disini adalah sebuah integrasi pembangunan sosial budaya dan
pembangunan lingkungan hidup kedalam arus utama pembangunan nasional agar kedua aspek tersebut
mendapat perhatian yang sama berharga dengan aspek ekonomi. pembangunan aspek sosial budaya dan
lingkungan hidup tidak boleh dikorbankan demi dan atas nama pembangunan ekonomi.
Keberlanjutan Ekologi
Arus pembangunan berkelanjutan di Indonesia seiring juga dengan arus kerusakan lingkungan, ambilah salah
satu contohnya kasus Ladia Galaska yang menghancurkan ribuan hektar hutan di Leuseur serta terganggunya
habitat asli dan semakin maraknya illegal logging dari jalur bukaan hutan. ini tentunya juga bukan tanpa alasan
pembangunan jalan ini di bangun, akan tetapi laju kerusakan yang parah ini menjadi catatan tersendiri dari
dampak pembangunan itu.
Dalam hal ini kritik terhadap pembangunan berkelanjutan juga diungkapkan oleh Arne Naessseorang filsuf
Norwegia yang mengenalkan pemahaman etika lingkungan yang dikenal dengandeep ecology. Dia menawarkan
apa yang disebut sebagai keberlanjutan ekologi yang luas sebagai ganti dari pembangunan berkelanjutan.
keberlanjutan ekologi ini akan dicapai kalau benar- benar dilakukan perubahan mendasar dalam kebijakan politik
ekonomi menyangkut pertumbuhan ekonomi dan gaya hidup masyarakat yang konsumtif. bahkan keberlanjutan
ekologi ini akan dicapai pada level global kalau kebanyakan ditingkat global benar-benar melindungi kekayaan
dan keanekaragaman bentuk - bentuk kehidupan di planet ini.
Paradigma berkelanjutan ekologi menuntut sebuah perubahan mendasar dalam kebijakan nasional yang
memberi prioritas pada kelestarian bentuk-bentuk kehidupan di planet ini, demi mencapai keberlanjutan ekologi.
Jadi yang menjadi sasaran utama bukan pembangunan itu sendiri melainkan mempertahankan dan melestarikan
ekologi dan kekayaan bentuk-bentuk kehidupan didalamnya. ini harus menjadi komitmen politik pembangunan
nasional, kalau tidak kehancuran lingkungan dan ancaman bagi kehidupan manusia di planet ini semakin tidak
teratasi.
Penutup
Konteks pembangunan berkelanjutan maupun keberlanjutan ekologi adalah dua alternatif yang bisa dipilih untuk
diterapkan di Indonesia karena keduanya mempunyai sasaran yang sama, integrasi ketiga aspek yaitu aspek
pembangunan ekonomi, aspek sosial budaya dan aspek lingkungan hidup. bedanya, titik berat pembangunan
berkelanjutan memusatkan pada pembangunan ekonomi sambil memberi perhatian pada secara proporsional
pada kedua aspek lain sementara keberlanjutan ekologi mengutamakan peletarian ekologi dengan tetap
menjamin kualitas kehidupan ekonomi dan sosial budaya bagi masyarakat setempat dengan jaminan konsekuen
dilaksanakan sesuai komitmen untuk menjamin ketiga aspek tersebut secara proporsional keduanya tidak akan
menjadi masalah dalam paradigma pembangunan ini.
Untuk menghindari jebakan developmentalisme, paradigma berkelanjutan ekologi tentu lebih menarik karena
dengan ini kita bisa melestarikan ekologi dan sosial budaya masyarakat demi menjamin kualitas kehidupan
masyarakat yang lebih baik