You are on page 1of 55

DEPARTEMEN

PEKERJAAN
UMUM
Direktorat Jenderal Cipta Karya

MODUL KHUSUS FASILITATOR


F21
Pelatihan Dasar 3

Manajemen Konflik

PNPM Mandiri Perkotaan


Modul 1 Pengertian Konflik 1

Kegiatan 1 Memahami Konflik, Permainan Berebut Kursi 2

Kegiatan 2 Tukar Pengalaman, Penggolongan Konflik 3

Kegiatan 3 Diskusi Kelompok, Manfaat Konflik 4

Modul 2 Penyebab Konflik 15

Kegiatan 1 Analisa Kasus , Pengalaman Konflik dalam P2KP 16

Kegiatan 2 Penjelasan Beberapa Teori Penyebab Konflik 16

Modul 3 Strategi dan Pendekatan Penyelesaian Konflik 24

Kegiatan 1 Analisa Cerita : Kisah Penjual Kambing 25

Kegiatan 2 Memahami Strategi Menangani Konflik 26

Kegiatan 3 Diskusi Intervensi Penyelesaian Konflik 27

Kegiatan 4 Strategi Penyelesaian Konflik : Kasus Lapangan 27


Modul 1
Topik: Pengertian Konflik

1. Peserta memahami pengertian konflik dan penggolongannya


2. Peserta memahami adanya manfaat yang bisa diambil dari adanya suatu konflik

Kegiatan 1 : Memahami Konflik , Permainan berebut kursi


Kegiatan 2 : Tukar pengalaman penggolongan konflik
Kegiatan 3: Diskusi kelompok manfaat konflik

3 Jpl (135’)

1. Media bantu : gambar-gambar beberapa hal penting tentang pengelolaan konflik (1


s/d 4)
2. Bahan bacaan : Pengertian dan penggolongan konflik
3. Bahan bacaan : Sengketa: Pertanda bencana atau peluang?

• Kertas Plano, Kuda-kuda untuk Flip-chart


• LCD
• Metaplan, Spidol, selotip kertas dan jepitan besar
• Papan Tulis dengan perlengkapannya

1
Memahami Konflik : Permainan Berebut Kursi

1) Bukalah pertemuan ini dengan salam, dan kemudian sampaikan pembukaan bahwa modul/ sesi
ini diadakan karena berdasarkan pengalaman, dalam proses pendampingan tidak bisa dihindari
merebaknya konflik di masyarakat. Pembahasan materi manajemen konflik dimaksudkan
membantu fasilitator untuk bekerja dengan konflik atau sengketa.
2) Sebagai pembukaan, sampaikan kepada peserta tujuan dari sesi ini, yaitu agar peserta:
memahami apa pengertian konflik yang digunakan dalam modul ini, dan memahami manfaat
konflik
3) Ajak peserta berdiri membentuk lingkaran. Buatlah jarak antar mereka. Sampaikan kepada
peserta bahwa sesaat lagi pemandu akan membagikan instruksi yang harus dilaksanakan oleh
masing-masing peserta. Peserta diminta untuk membaca instruksi tersebut, dan tidak memberi
tahu siapapun. Begitu pemandu memberi aba-aba untuk mulai, peserta dipersilakan segera
melaksanakan instruksi tersebut hanya dalam waktu satu menit.

Sebelum sesi ini dimulai, pemandu harus sudah mempersiapkan kertas-kertas ukuran kecil yang
berisi instruksi seperti di bawah ini:
• Kumpulkan semua kursi membentuk lingkaran di dekat pintu masuk
• Kumpulkan semua kursi membentuk lingkaran di dekat jendela
• Kumpulkan semua kursi membentuk lingkaran di tengah ruangan
Setiap kertas berisi satu instruksi untuk satu peserta

4) Setelah satu menit, hentikan permainan. Kemudian ajak peserta untuk mendiskusikan pelajaran
dari permainan tersebut.

2
Permainan ini diciptakan untuk menciptakan konflik (perbedaan kepentingan). Peserta akan
terpecah ke dalam beberapa kelompok, dalam kekacauan karena merasa diburu-buru oleh suatu
keharusan. Bisa terjadi ketika salah satu pihak berusaha bekerjasama, sebagian lagi berusaha
mengumpulkan kursi dan mempertahankannya. Sehingga pihak yang berusaha bekerjasama
menjadi putus asa dan melupakan niat baik mereka. Beberapa pertanyaan yang bisa diajukan
antara lain:
• Apakah anda merasa kursi yang anda duduki adalah milik anda, sehingga anda boleh
melakukan apa saja sesuka hati?
• Bagaimana cara anda berhubungan dengan orang lain yang menginginkan sesuatu?
Apakah anda akan bekerjasama, membujuk, berargumentasi, melawan, atau
memberikannya?
• Apakah anda mengikuti perintah? Mengapa anda menginterprestasikan seperti itu?
• Bagaimana anda menangani persoalan ini jika dilakukan untuk kedua kalinya?
• Menurut anda, adakah jalan keluar yang menguntungkan buat semuanya?
Sumber:
Kumpulan Permainan untuk lokakarya/pelatihan “Demokratisasi Pengelolaan Sumber daya
Alam: Konsep dan tantangan PSABM” Studio driyamedia, WN dan KPMNT, 2005.

5) Tulislah point-point penting dari jawaban peserta. Kemudian berikan masukan kepada peserta
tentang pengertian konflik/sengketa berdasarkan bahan bacaan 1.

6) Tutup sesi ini dengan menyimpulkan pengertian konflik.

Tukar Pengalaman Penggolongan Konflik

1) Sebagai pembuka sesi ini, sampaikan bahwa selanjutnya peserta akan diajak untuk
mempelajari beberapa jenis dan penggolongan konflik. Sesi ini bertujuan untuk membantu
peserta memahami bahwa ada banyak macam konflik di masyarakat.
2) Tampilkan tabel penggolongan konflik yang terdapat pada bahan bacaan 1. kemudian jelaskan
tentang berbagai jenis konflik.
3) Sebagai refleksi, mintalah beberapa peserta untuk menyampaikan cerita sebagai refleksi,
tentang kejadian-kejadian yang ada di lapangan, untuk sharing pengalaman tentang jenis
konflik yang ada di wilayah kerjanya serta apa pengaruhnya terhadap kerja-kerja PNPMMP.
4) Catatlah hal-hal/temuan-temuan penting dari proses diskusi ini, dan bacakan sebagai
kesimpulan dari sesi ini setelah diskusi selesai. Berikan sedikit refleksi tentang pengelolaan
konflik dengan menggunakan media bantu gambar-gambar (1 s/d 4) yang telah disalin ke
dalam kertas plano, atau gunakan media powerpoint slide.

3
3

Diskusi Kelompok Manfaat Konflik

1) Bukalah sesi ini dengan penjelasan bahwa konflik, bagaikan pisau bermata dua: dia bisa
dimanfaatkan sebagai ’bahan bakar’ untuk memaksa para pihak agar mau bekerjasama, tetapi
juga bisa menjadi sumber petaka jika tidak dikelola.
2) Bagilah peserta menjadi dua kelompok besar. Kemudian tugaskan kepada kelompok pertama,
untuk mendiskusikan: ”hal-hal buruk yang diakibatkan oleh sebuah konflik”. Sedangkan kepada
kelompok kedua, mintalah mereka untuk mendiskusikan: ”Hal-hal baik yang diakibatkan oleh
sebuah konflik”. Beri waktu sekitar 5-10 menit untuk bekerja. Kemudian, persilakan perwakilan
dari setiap kelompok untuk mempresentasikan hasilnya, dan pandulah proses diskusi antar
kelompok
3) Catatlah hal-hal penting dari diskusi ini, dan bacakan sebagai kesimpulan di akhir sesi ini.

4
Beberapa hal penting tentang pengelolaan konflik (1)

Hal yang terpenting bukanlah terjadi atau tidaknya konflik,


tetapi bagaimana konflik tersebut dihadapi dan dikelola untuk
dapat diselesaikan

5
Beberapa hal penting tentang pengelolaan konflik (2)

Pendekatan kooperatif sangat membantu penyelesaian


harapan bersama, termasuk dalam penyelesaian konflik atau
masalah bersama

6
Beberapa hal penting tentang pengelolaan konflik (3)

Cara tawar-menawar seringkali tidak menghasilkan


penyelesaian konflik yang terbaik, karena berupa kompromi
(yang belum tentu mencerminkan penyelesaian yang
sesungguhnya)

7
Beberapa hal penting tentang pengelolaan konflik (4)

Parapihak yang berkonflik harus diajak melihat masalahnya


secara obyektif dan menghadapinya bersama

8
1. PENGERTIAN DAN PENGGOLONGAN KONFLIK
Kata konflik atau sengketa, seringkali membuat kita mengerutkan dahi. Terbayang terjadinya suatu
pertengkaran, kekerasan, bahkan peperangan. Seringkali kata konflik juga membuat pikiran kita
melayang ke sebuah ruang pengadilan.
Konflik sebetulnya tidak terbatas pada kejadian-kejadian ‘bermusuhan’ seperti di atas. Hal yang
dianggap positif semacam pembangunan pun bisa menimbulkan konflik. Mengapa? Sebab
pembangunan adalah usaha-usaha yang secara sistematis terarah pada pengadaan perubahan.
Nah, perubahan senantiasa membawa konflik. Karena pembangunan senantiasa menimbulkan
konflik, maka semestinya setiap usaha pembangunan mencakup pula pengelolaan konflik.
Jadi konflik sebenarnya adalah suatu situasi yang terjadi manakala terjadi perbedaan, tumpang
tindih kepentingan dan kehendak. Perbedaan yang terjadi bisa saja sangat bertolak
belakang/berlawanan sehingga menimbulkan bentrokan, atau sekedar perbedaan arah yang
membuat tidak ‘nyambung’ dan kesalahpahaman.
Beberapa wujud dari konflik yang dapat dilihat secara kasat mata antara lain: marah, memaki-maki,
berkelahi, pengaduan ke pengadilan, unjuk rasa, dll. Tetapi ada juga sikap seperti
pembiaran/apatisme, mendiamkan/boikot, dll. Sikap-sikap tersebut, kalau dalam dunia kedokteran,
disebut ‘gejala adanya penyakit konflik’.
Dengan fakta-fakta seperti itu, konflik sebetulnya sangat luas, dan bisa diklasifikasi ke dalam
beberapa jenis atau golongan. Berikut ini adalah tabel penggolongan konflik berdasarkan beberapa
faktor. Perlu disampaikan pula bahwa penggolongan ini hanyalah dimaksudkan agar kita bisa
memahami mengapa suatu konflik bisa terjadi, sehingga kita bisa lebih fokus dalam menanganinya.

Tabel Penggolongan Konflik/Sengketa1

No. Faktor Jenis

1. Menurut aspek/bidang/pokok • Konflik kebijakan pembangunan


konflik
• Konflik pengelolaan sumberdaya alam dan
lingkungan
• Konflik dunia usaha
• Konflik/sengketa hukum

2. Menurut pokok sengketa • Sengketa tentang tata nilai


(versi Chris Moore2)
• Sengketa struktural
• Sengketa tata-hubungan
• Sengketa tentang data/informasi
• Sengketa kepentingan

1
Disarikan dari Ilya Moeliono dkk, Memadukan Kepentingan Memenangkan Kehidupan, buku acuan
metodologi pengelolaan sengketa sumberdaya alam, Studio Driyamedia, Bandung, 2003

9
No. Faktor Jenis

3. Menurut parapihak yang • Konflik antar dinas pemerintahan


terlibat
• Konflik antar desa
• Konflik antar LSM
• Konflik antar kelompok masyarakat

4. Menurut jumlah yang terlibat • Konflik antara dua pihak


• Konflik antara multipihak

5. Menurut perimbangan • Konflik vertikal


kekuatan pihak-pihak yang
• Konflik horizontal
terlibat

6. Menurut tingkat • Konflik sederhana


kerumitannya
• Konflik yang rumit dan saling kait mengait

Menurut aspek/bidang/pokok konflik


Penggolongan ini berpedoman bahwa suatu konflik bisa dilihat dari bidang-bidang atau hal-hal yang
menjadi pokok persoalan. Konflik kebijakan pembangunan misalnya, adalah konflik yang terjadi
karena ketidakpuasan terhadap keputusan pengambil kebijakan (biasanya pemerintah). Contoh
paling aktual dari konflik ini adalah ketidakpuasan banyak pihak terhadap kenaikan harga BBM.
Konflik pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan, merupakan konflik yang biasanya
melibatkan banyak pihak. Misalnya dalam pengelolaan kawasan hutan. Disini ada banyak
kepentingan yang ‘bermain’ seperti:
• Masyarakat sekitar hutan membutuhkan hutan sebagai sumber matapencahariannya,
sumber kayu bakar, dll. Namun pada sisi lain, ada pula masyarakat adat, yang berupaya
keras mempertahankan kebijakan lokal dalam mengelola hutan.
• Pemerintah, cq departemen kehutanan memiliki banyak definisi tentang hutan: kawasan
hutan lindung (dimana tidak diperbolehkan adanya kegiatan ekstraksi sumberdaya hutan),
hutan produksi, atau cagar alam. Lebih rumit lagi, dalam era otonomi daerah, seringkali
terjadi tumpang tindih kekuasaan antara pemerintah pusat dan daerah. Pemerintah daerah
lebih cenderung untuk menetapkan hutan sebagai kawasan produksi (untuk kepentingan
PAD), sedangkan pemerintah pusat berkepentingan memperluas hutan lindung atau cagar
alam untuk memenuhi komitmen terhadap tekanan internasional misalnya.
• Pengusaha, misalnya pengusaha HPH. Jelas, mereka membutuhkan hutan sebagai sarana
produksi untuk dijual.
Konflik antara ketiga pihak itu biasanya akan menarik pihak lain, seperti: militer atau polisi,
perguruan tinggi, LSM.
Konflik dunia usaha biasanya akan menyeret para pihak yang bersengketa ke dalam pengadilan
kasus perdata. Tetapi tidak sedikit pula akan terbawa ke kasus pidana. Bisa terjadi sengketa antar
pengusaha dalam meperebutkan sesuatu produk, atau antara pengusaha dan kaum buruh.

2
Christopher W. Moore. The Mediation Process, Practical Strategies for Resolving Conflict (2nd edition),
Jossey-Bass Publisher, 1996.

10
Konflik/sengketa hukum bisa terjadi di semua sektor kehidupan masyarakat. Hal yang perlu diingat
dalam hal ini adalah bahwa pengadilan hanya bisa memenangkan salah satu pihak saja. Jadi akan
selalu ada pihak yang menang dan di sisi lain pihak yang kalah. Pertimbangan untuk maju ke
pengadilan harus matang, apalagi jika sebetulnya kita berniat mencari solusi yang memuaskan
semua pihak (win-win solution).

Menurut pokok konflik


Penggolongan menurut Chris Moore ini melihat bahwa konflik yang terjadi di masyarakat
kebanyakan adalah mengenai:
• Tata nilai. Perbedaan pandangan tentang hal-hal yang tabu, suci, seperti perbedaan
penafsiran agama, perbedaan ideologi, dll. Pertentangan antara kalangan pro RUU
pornoaksi dan anti pornoaksi, misalnya, menggambarkan konflik ini.
• Konflik struktural. Perbedaan akses dan kontrol terhadap sumberdaya, adalah contoh klasik
dari sengeketa macam ini. Sengketa antara pemerintah dan masyarakat sekitar hutan,
menurut Moore, bisa dimasukkan ke dalam kategori ini.
• Konflik tata-hubungan, adalah konflik yang banyak melibatkan stereotipe, sehingga
menimbulkan masalah dalam hubungan antar pihak. Misalnya pandangan yang
menganggap orang desa bodoh, tidak berpendidikan. Sementara pada pihak lain ada
pandangan yang melihat pemefrintah arogan, sok berkuasa.
• Konflik tentang data/informasi. Bisa jadi, konflik ini disebabkan oleh perbedaan penafsiran
atas data yang sama, atau perbedaan penafsiran karena memiliki data yang berbeda. Misal
perbedaan pandangan bahwa pemerintah berhasil mengurangi angka kemiskinan,
sebaliknya, DPR berpandangan data tersebut tidak valid, karena faktanya kemiskinan
semakin merebak di mana-mana.
• Konflik kepentingan, adalah konflik yang terjadi karena tabrakan berbagai kepentingan.
Kita tahu bahwa semua pihak pasti punya kepentingan sendiri-sendiri. Jika tidak terjadi
saling pemahaman, maka konfliklah yang terjadi.

Menurut parapihak yang terlibat


Penggolongan ini lebih menekankan untuk melihat berasal dari pihak manakah para pesengketa
tersebut., sehingga penggolongan lebih dilihat dari asal piahk-pihak tersebut
• Konflik antar dinas pemerintahan; misalnya dalam memperebutkan wewenang atas suatu bidang
pekerjaan, atau justru saling lempar tanggungjawab.
• Konflik antar desa; misalnya konflik dalam memperebutkan tapal batas desa.
• Konflik antar LSM; misalnya dalam mempermasalahkan pola pendekatan terhadap masyarakat.
Kadang-kadang pula dalam ’perebutan wilayah’ atau program yang saling bertumpuk sehingga
membingungkan masyarakat.
• Konflik antar kelompok masyarakat; sering kita dengar, bagaimana masalah sepele, seperti
pertengkaran antar pemuda karena bersenggolan di konser dangdut, bisa menyebabkan
kerusuhan masal.

Menurut jumlah yang terlibat


Konflik juga bisa digolongkan berdasarkan jumlah pihak yang terlibat. Misalnya konflik yang
terbatas antara pemenang pemilihan kepala desa dengan pihak yang kalah. Atau yang melibatkan

11
banyak/macam-macam pihak. Seperti contoh perebutan hak atas pengelolaan sumberdaya alam di
suatu wilayah.
Menurut perimbangan kekuatan pihak-pihak yang terlibat
Konflik horisontal adalah konflik antara pihak-pihak yang dianggap setara. Seperti contoh konflik
tata batas antar desa. Sedangkan konflik vertikal, melibatkan pihak-pihak yang dianggap memiliki
kekuatan berbeda. Misalnya saja konflik antara pemerintah (yang memiliki kekuasaan untuk
menetapkan sesuatu atas nama UU atau peraturan yang berlaku), dengan masyarakat (yang hanya
bisa mengandalkan pengerahan massa untuk memprotes keputusan pemerintah).

12
2. Sengketa: Pertanda Bencana Atau Peluang?
Oleh: Ilya Moeliono3

Kita sering mendengar bahwa suatu konflik adalah masalah yang sebisa-bisanya tidak terjadi.
Banyak orang membayangkan suatu masyarakat yang ideal tanpa konflik, yang hidup dan
berkembang tanpa terjadinya gangguan terhadap ketenangan masyarakat. Dan memang, konflik
yang merebak tidak terkendali bisa sangat merusak, manakala kelompok-kelompok masyarakat,
pemerintah dan lembaga-lembaga pelaksana pembangunan lainnya saling berhadapan sebagai
lawan. Sehingga bukan saja hubungan baik di antara mereka menjadi terancam, bahkan kekerasan
pun dapat dan seringkali memang terjadi.
Demikianlah, pada umumnya tidak ada seorangpun yang menyukai sengketa. Namun dengan
menyadari bahwa sengketa itu tidak bisa dihindarkan, maka yang lebih baik untuk kita pikirkan
adalah bagaimana menghadapi dan mengelola sengketa itu. Untuk itu yang harus kita lihat adalah
sisi baik dari sengketa yang dapat dihadapi dan dikelola.
Dengan cara pandang positif, kita bisa melihat adanya beberapa peluang untuk mendapatkan
manfaat dari sengketa:
Sengketa bisa merupakan penyadaran akan masalahnya
Seringkali merebaknya suatu konflik merupakan ‘gejala’ dari suatu ‘penyakit’ yang lebih serius, dan
dengan munculnya konflik, kita dapat menyadari adanya masalah yang lebih serius itu. Jika gejala-
gejala konfliknya tidak terlihat sehingga konfliknya tidak terkendali dan masalahnya diabaikan, bisa
jadi keadaan di masa depan akan berkembang menjadi lebih parah sehingga akan lebih sukar
‘disembuhkan’.
Sengketa merupakan peluang untuk mengembangkan hubungan yang konstruktif
antara berbagai pihak yang kepentingannya berbeda
Seringkali dalam suatu usaha pembangunan yang melibatkan banyak pihak, masing-masing pihak
itu bekerja sendiri tanpa hubungan komunikasi, koordinasi, ataupun kerjasama yang baik dengan
pihak-pihak lainnya. Kurangnya komunikasi dan koordinasi antara berbagai lembaga pelaku
pembangunan sudah menjadi masalah umum yang menahun, dan munculnya sengketa bisa
menjadi ajang dan kesempatan bagi semua pihak untuk menata kembali atau mengembangkan
hubungan kerjasama yang akan bermanfaat bagi semua pihak. Selain itu, dengan adanya sengketa,
maka semua pihak dapat mengetahui latar belakang, penyebab-penyebab dan akibat-akibat yang
merugikan dari sengeketa itu. Jika hal itu disadari bersama, maka barangkali sikap ‘a priori’ dan
sikap saling menyalahkan yang sering terjadi antara parapihak dapat diatasi dan dasar-dasar
kerjasama dapat dikembangkan.
Sengketa bisa membawa penyadaran akan keberadaan pihak lainnya
Dengan munculnya sengketa, kita bisa lebih mengenal pihak-pihak dengan siapa kita bersengketa,
dan semakin sadar pula akan kemungkinan dampak keputusan-keputusan kita pada pihak lainnya.
Pejabat penentu kebijakan akan semakin sadar akan dampak kebijakan yang ditetapkannya di
masyarakat, serta dukungan atau keberatan masyarakat terhadap kebijakan tersebut. Sebaliknya,

3
Dikutip dari: Ilya Moeliono, Memadukan Kepentingan Memenangkan Kehidupan, buku acuan metodologi
pengelolaan sengketa sumberdaya alam, Studio Driyamedia, Bandung, 2003

13
masyarakatpun akan makin memahami kebijakan pemerintah dan alasan-alasannya, walaupun
belum tentu menyetujuinya. Pemahaman akan pihak lainnya juga diharapkan bisa menjadi dasar
terbukanya komunikasi yang lebih baik antara semua pihak yang berkepentingan terhadap suatu
pokok sengketa.
Sengketa bisa membawa pemecahan masalah yang lebih baik
Suatu sengketa seringkali memicu terjadinya perdebatan antara berbagai pandangan yang berbeda
dan diskusi dengan berbagai pihak tentang berbagai hal yang patut dipertimbangkan serta berbagai
alternatif pemecahan masalah yang dapat memenuhi kepentingan berbagai kelompok. Perdebatan
dan diskusi seperti itu dapat menghasilkan analisa yang lebih dalam dan lebih luas, yang pada
akhirnya akan melahirkan pemecahan masalah yang lebih arif dan dapat diterima oleh kalangan
yang lebih luas.
Sengketa bisa meningkatkan produktivitas
Seringkali semangat dan produktivitas parapelaku suatu proyek yang dilatarbelakangi oleh suatu
sengketa yang mengendap di bawah permukaan sangat kendor. Produktivitas kerja buruh yang
mempunyai sengketa upah dengan majikannya tidak bisa diharapkan maksimal. Demikian pula
seorang petani yang tidak menyetujui penerapan suatu proyek dinas pertanian pada lahannya,
tidak akan bekerja sepenuh hati.
Sengketa bisa merangsang pengembangan kelembagaan
Munculnya konflik seringkali menantang tata hubungan di dalam dan di antara para pihak dan tata
kerja yang ada. Konflik itu dapat merangsang mereka untuk menata kembali atau mengembangkan
tata hubungan dan tata kerja baru yang lebih baik dan dengan memperbaiki dan mengembangkan
organisasi lembaganya. Konflik seringkali pula memunculkan lembaga-lembaga baru seperti panitia
irigasi untuk mengatur tata air dan mencegah sengketa atas air irigasi, atau Bapedal untuk
menangani masalah lingkungan dan mencegah konflik-konflik yang mungkin terjadi karena
pencemaran lingkungan.
Sengketa bisa menjadi ajang pemberdayaan
Melalui interaksi dalam usaha-usaha penyelesaian sengketa, semua pihak yang terlibat belajar dan
berkembang pengetahuan, daya-cipta, kemampuan, serta kedewasaannya. Perkembangan
pengetahuan, sikap, dan perilaku itu bermanfaat bukan saja untuk penyelesaian sengketa-
sengketa, tetapi juga dalam perencanaan dan pengambilan keputusan tentang berbagai hal lain.
Sengketa bisa membawa keuntungan sosial ekonomi
Dengan menyadari adanya sengketa dan menanganinya dengan baik, selain menghindarkan
kerugian sosial dan ekonomi yang mungkin dibawa sengketa itu, kerjasama yang lebih baik,
produktivitas yang lebih tinggi, dan lembaga-lembaga yang berfungsi dengan baik tentu akan
membawa keuntungan sosial-ekonomi bagi semua pihak di sekitar pokok permasalahan yang
bersangkutan.
Tentu saja manfaat-manfaat tersebut hanya bisa dipetik jika dalam perkembangannya, sengketa itu
tetap terkendali sehingga tidak merusak dan dapat diselesaikan dengan baik.

14
Modul 2
Topik: Penyebab Konflik

Peserta memahami teori-teori tentang penyebab-penyebab konflik

Kegiatan 1 : Analisa kasus, Pengalaman Konflik dalam P2KP


Kegiatan 2 : Penjelasan beberapa teori penyebab konflik

3 Jpl (135’)

Media Bantu : Tabel beberapa jenis konflik dan penyebabnya


Bahan Bacaan 1 : Kisah sang pencari keadilan
Bahan Bacaan 2 : Akhir dari penantian panjang

• Kertas Plano, Kuda-kuda untuk Flip-chart


• LCD
• Metaplan, Spidol, selotip kertas dan jepitan besar
• Papan Tulis dengan perlengkapannya

15
Analisa Kasus , Pengalaman Konflik di P2KP

1) Awali sesi ini dengan menjelaskan tujuan sesi ini, yaitu agar peserta memahami beberapa
faktor penyebab konflik. Dengan pemahaman tentang hal ini, diharapkan dapat membantu
peserta untuk memahami konflik macam apa yang sedang dihadapinya, dan pada akhirnya
akan memudahkan peserta untuk mengambil keputusan mengenai cara menanganinya.
2) Bagilah peserta menjadi dua kelompok, jelaskan bahwa kita akan mencoba menganalisa kasus
konflik yang ditemukan di lokasi P2KP dari bahan bacaan yang ada di website. Kemudian
bagikan bahan bacaan 1 : Kisah Sang Pencari Keadilan kepada salah satu kelompok, dan
bahan bacaan 2 : Akhir dari Penantian Panjang , pada kelompok lainnya. Mintalah masing-
masing kelompok untuk membacanya, dan mendiskusikan jawaban kelompok terhadap
pertanyaan-pertanyaan berikut ini:

• Menurut kelompok anda, apa jenis konflik yang terjadi?


• Siapa saja pihak/pelaku yang berkonflik dalam bacaan tersebut?
• Apa penyebab konflik tersebut? Mengapa kelompok anda berpendapat demikian?

3) Beri waktu kepada peserta untuk berdiskusi sekitar 30 menit. Kemudian mintalah salah seorang
perwakilan untuk menyampaikan hasil diskusi kelompok kepada kelompok lain.
4) Pandulah proses diskusi untuk mengomentari hasil diskusi tersebut. Tuliskan hal-hal penting
dari diskusi tersebut pada papan tulis/kertas plano untuk dibacakan kembali di akhir sesi
sebagai kesimpulan diskusi.

Penjelasan Beberapa Teori Penyebab Konflik

1) Pada sesi ini (yang merupakan lanjutan dari sesi diskusi di atas), giliran pemandu
menyampaikan penjelasan tentang penyebab konflik.
2) Salinlah tabel beberapa jenis konflik dan penyebabnya, pada satu atau dua lembar kertas plano
( atau dipersiapakan dalam bentuk power point) , agar dapat dilihat jelas oleh semua peserta.
Kemudian tampilkan di depan peserta dan jelaskan. Kaitkan penjelasan ini dengan kasus-kasus

16
bacaan tersebut, ajukan pertanyaan: jadi, berdasarkan teori ini, apa penyebab konflik di bahan
bacaan 1 dan bahan bacaan 2?
3) Pandulah proses sharing pengalaman antara peserta (dan pemandu) tentang beberapa kasus
kejadian nyata di wilayah masing-masing yang sesuai dengan penyebab-penyebab yang
tertulis pada tabel yang sudah dibahas.
4) Tuliskan beberapa hal penting dari tanya-jawab ini, dan bacakan kembali di akhir sesi sebagai
kesimpulan diskusi.

17
Beberapa Jenis Konflik dan Penyebabnya4
Jenis Konflik Sumber Penyebab Konflik

Konflik hubungan antar • Emosi-emosi yang kuat


manusia
• Salah persepsi atau stereotipe (gambaran yang digeneralisir
dan tercipta karena prasangka terhadap suatu kelompok
tertentu terlalu disederhanakan, sehingga seseorang
memandang seluruh anggota kelompok itu memiliki sifat
tertentu yang biasanya negatif)
• Kurang/salah komunikasi
• Perilaku negatif yang berulang-ulang

Konflik data/informasi • Kurang/salah informasi


• Perbedaan pandangan tentang apa yang relevan
• Perbedaan interprestasi atas data
• Perbedaan prosedur penilaian

Konflik nilai • Perbedaan kriteria dalam mengevaluasi ide-ide/perilaku


• Perbedaan cara hidup, ideologi atau agama

Konflik kepentingan • Kompetisi yang dirasakan/nyata atas kepentingan substansi


(isi)
• Kepentingan tatacara/prosedur
• Kepentingan psikologis

Konflik struktural • Pola perilaku atau interaksi yang destruktif/merusak


• Kontrol, kepemilikan atau distribusi atas sumberdaya yang
timpang
• Kekuasaan dan kewenangan yang tidak setara
• Faktor-faktor geografi, fisik atau lingkungan yang
menghalangi kerjasama
• Kendala waktu

Catatan: Materi ini tidak dapat dipisahkan dengan materi pada bahan bacaan pengertian dan
penggolongan konflik

4
Dikutip dari: Ilya Moeliono, Memadukan Kepentingan Memenangkan Kehidupan, buku acuan metodologi
pengelolaan sengketa sumberdaya alam, Studio Driyamedia, Bandung, 2003

18
1. Kisah Sang Pencari Keadilan

Pengantar:
Tulisan ini diambil dari best practise pengaduan P2KP di website www.p2kp.org. Dengan judul yang
sama, dengan beberapa perubahan kecil pada kalimat-kalimat tertentu, termasuk menyamarkan
nama-nama orang dan wilayah kerja, dan meringkasnya. Isinya adalah sebuah surat dari seorang
mantan pelaku P2KP yang mengadukan adanya ketidakberesan di wilayah kerjanya dulu. Di akhir
tulisan, dijelaskan tindakan yang diambil untuk mengatasi masalah ini.

Saya adalah seorang mantan asisten di salah satu Korkot. Saya sebut mantan, karena saya pernah
tergusur dari posisi tersebut dengan adanya kebijakan yang terkait latar belakang pendidikan.
Dengan adanya kebijakan ini, ternyata pendidikan saya tidak memenuhi untuk menempati posisi
tersebut. Sebagai gantinya, saya diangkat menjadi Faskel di suatu tim, sebut saja Tim A.
Namun tiga bulan kemudian, saya terpaksa mengundurkan diri dari jabatan baru tersebut akibat
suatu kasus. Kasus itu secara rinci adalah sebagai berikut:
Saya bergabung dengan Tim A, yang ternyata sedang bermasalah karena senior fasilitator mereka
sebelumnya: Fulan, diduga telah melakukan penyimpangan etika program dengan melakukan
penarikan-penarikan dana BLM I dari delapan BKM (Sebut saja, kedelapan BKM tersebut bernama
BKM Ubi, BKM Singkong, BKM Mangga, BKM Nanas, BKM Bengkoang, BKM Salak, BKM Jambu dan
BKM Pepaya). Jumlahnya setelah saya hitung-hitung, mencapai puluhan juta rupiah.
Dalam masa tugas saya di Tim A, sering terjadi pertentangan saya dan anggota Tim A dan juga
dengan si Fulan. Karena, Fulan ternyata melanjutkan “pengkondisian” kepada BKM-BKM tersebut
untuk BLM Tahap II. Padahal, Fulan sudah ’naik pangkat’ menjadi askot di kabupaten lain.
Sedangkan kabupaten tempat Tim A bekerja, bukan lagi wilayah dampingannya.
Saya sempat berbantahan dengan Fulan, dan saya menyatakan akan melaporkan perbuatannya ke
Korkot dan KMW. Fulan menjawab, dirinya tidak takut, karena menurut dia, hal ini sudah biasa
dilakukan sebelumnya (ketika masih di KMW tempat Tim A bernaung). Dia juga menyatakan telah
“menyetorkan” jumlah tertentu kepada para pejabat. Awalnya saya tidak percaya dengan
pernyataan Fulan. Untuk itu, saya tetap menyampaikan perbuatan dan tindakan Fulan ini ke
Korkot dan KMW dalam bentuk pengaduan internal.
Tapi, tidak ada tanggapan dari Korkot dan KMW. Bahkan sepertinya laporan saya didiamkan saja.
Justru, Tim A semakin gencar mendapat tekanan dan ancaman dari Fulan. Saya berkesimpulan,
apa yang pernah dinyatakan Fulan kepada saya, mengenai setoran yang dilakukannya, tampaknya
memang benar. Sehingga dia mendapat ’perlindungan’ dari KMW berkat setoran-setoran yang
dilakukannya. Jika tidak ada dukungan dan perlindungan dari KMW, tentu dia tidak akan berani
melakukannya, karena ini menyangkut sejumlah uang yang begitu luar biasa banyaknya.

Catatan akhir: Penyelesaian oleh PPM


Usai menerima pengaduan tersebut, segera diturunkan Tim Investigasi yang terdiri dari Team
Leader KMW setempat, Manajemen, TA Monev KMW, TA Sarana dan Prasarana, guna melakukan
identifikasi lapang, khususnya kepada Tim Faskel yang bertugas di wilayah desa yang bermasalah.

19
Tujuannya, mengetahui sampai seberapa jauh permasalahan yang ada di lapang dan pengaruhnya
terhadap tim faskel baru. Sekaligus menggali permasalahan lapang yang berkembang selama
permasalahan belum selesai. Dalam kasus pengutipan dana BLM I yang dilakukan Fulan,
penanganan yang sudah dilakukan adalah melakukan monitoring evaluasi dan menurunkan Tim
Investigasi terhadap kasus ini.
Berdasarkan bukti-bukti yang berhasil didapat, baik berupa tulisan, rekaman wawancara,
tanggapan dan klarifikasi dari Korkot, hasil rekonfirmasi dari para pelaku lapang terkait kasus
dengan Fulan, maka Tim Investigasi memberikan rekomendasi kepada Kepala Satker Provinsi.
Yaitu, pertama, untuk melakukan pemutusan hubungan kerja/kontrak secara sepihak kepada Fulan
dari tanggung jawabnya selaku Askot, maupun sebagai personel KMW. Kedua, memohon kepada
Kepala Satker Provinsi agar Fulan harus mengembalikan dana yang diterimanya dari BKM Singkong,
sesuai bukti kuitansi sebesar Rp 1 juta secara tunai, dan dikembalikan kepada masyarakat BKM
Singkong. (PPM PMT 2008, PNPM Mandiri Perkotaan; Firstavina)

20
2. Akhir dari Penantian Panjang

Pengantar:
Tulisan ini diambil dari best practises pengaduan P2KP yang terdapat di website www.p2kp.org.
Hanya ada sedikit perubahan yang dilakukan, tapi sisanya sesuai aslinya.
Kisah ini ditulis oleh warga masyarakat di suatu tempat di wilayah Indonesia bagian timur, yang
mendambakan pencairan dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) setelah melalui proses siklus
program yang panjang, pada tahun 2003.

Masih terbayang di ingatanku, ketika dua orang fasilitator datang memperkenalkan P2KP di desa
kami, pada 18 Maret 2003, pukul 19.00 Wita. Kedua faskel itu masih sangat saya kenali, karena
mereka datang dengan wajah berseri-seri dan penuh semangat saat mensosialisasikan P2KP di
rumah kepala desa. Waktu itu, hadiri para tokoh masyarakat dan salah seorang anggota DPRD
Kabupaten ABC (begitulah tempat itu disebut).
Sungguh sangat menakjubkan, P2KP hadir dengan konsep yang jauh berbeda dibanding program-
program kemiskinan lainnya. Meski saat itu belum ada kepastian bahwa Desa Kembar (nama
samaran) akan mendapatkan BLM, tapi gaya bicara faskel sangat menyakinkan dan menumbuhkan
harapan besar di dalam dada warga masyarakat Desa Kembar. Kami pun merasa bersemangat,
apalagi memang Desa Kembar masih termasuk salah satu dalam daftar pemerintah Kabupaten ABC
sebagai desa terbelakang.
Hal yang paling menarik adalah saat itu saya bertanya tentang program yang ditawarkan P2KP.
Faskel menjawab dengan tegas bahwa P2KP berbeda dengan program lain, karena P2KP lebih
berorientasi pada proses belajar masyarakat, dimana masyarakat adalah pembuat program atau
konsepnya. Segala bentuk kegiatan P2KP akan dikembalikan pada hasil masyarakat warga,
terutama warga miskin.
Lebih jauh dijelaskan, pengurus P2KP dalam bentuk Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) akan
dipilih langsung oleh masyarkat mulai dari tingkat RT, dengan lebih mengutamakan nilai-nilai
kemanusiaan, yaitu jujur, adil, ikhlas, transparan, dan sebagainya, tanpa memandang strata sosial
dan strata pendidikannya.
Konsep inilah yang sangat menarik, hingga akhirnya saya turut antusias mengikuti tahapan siklus
P2KP. Apalagi proses belajarnya memang sangat menarik. Di sisi lain, Desa Kembar adalah desa
tertinggal dengan jumlah penduduk miskin mencapai 40%, yang selama ini tidak pernah dilibatkan
dalam program-program pemerintah sejenis.
Karena keinginan yang begitu kuat untuk membantu masyarakat lepas dari kemiskinan, akhirnya
atas bimbingan faskel dan dorongan warga, saya bersedia menjadi relawan P2KP Desa Kembar
bersama 24 teman lainnya.
Saat itu Desa Kembar sudah bisa dipastikan akan mendapatkan BLM sesuai informasi dari Faskel.
Semangatpun bertambah, apalagi saat itu tim RM, KMW, Korkot datang menjenguk kami dan
mereka berjanji akan terus memperjuangkan desa kami atas nama warga masyarakat Desa
Kembar, khususnya masyarakat miskin yg sangat membutuhkan bantuan. Saya ingat, waktu itu

21
bulan Ramadhan tahun 2003. Tetapi, rasa lapar dan haus kami tahan untuk menunggu “sang
penolong” datang di desa kami. Yang jelas, saat itu kami membawa harapan yang begitu besar.
Siklus P2KP terus berjalan, proses demi proses kami lalui dengan penuh semangat. Saya sebagai
seorang relawan tanpa kenal lelah berjalan di sepanjang jalan guna mensosialisasikan P2KP agar
masyarakat paham dan mengerti konsep P2KP yang sebenarnya. Berbagai cercaan dan hujatan dari
kelompok masyarakat tertentu menghujam kami. Tapi, semua itu tak menyurutkan semangat
seorang relawan, karena kami sadar bahwa orang seperti itulah yang harus diberikan pemahaman.
Saya ikhlas membantu mereka lepas dari kemiskinan dan mengubah pola pikir “kurang menarik”
yang selama ini membelenggu mereka.
Sosialisasi, rembug warga, refleksi kemiskinan sampai pada pemetaan swadaya, kami lakukan
dengan penuh semangat. Bahkan, saat itu tidak terpikirkan lagi apakah ada kepastian akan adanya
BLM atau tidak. Karena, persoalan itu kami serahkan pada KMW, Korkot dan Faskel yang telah
berjanji kepada kami.
Berkat usaha keras, akhirnya masyarakat menerima konsep P2KP dan tinggal menunggu waktu
cairnya BLM. Sebagai pengurus BKM yang merupakan pilihan masyarakat, yang dianggap
memenuhi kriteria dengan prinsip-prinsip kemanusiaan. Salah satu diantara anggota BKM itu adalah
saya. Meski saya seorang anggota BKM, tidak berarti bahwa status saya sebagai relawan akan
lepas. Untuk saya, tugas sebagai anggota BKM adalah tugas relawan yang sebenarnya.
Dengan adanya “izin” untuk membentuk BKM, menambah keyakinan kami bahwa BLM akan
didapatkan oleh Desa Kembar dan semakin mantap disosialisasikan kepada masyarakat, harapan
demi harapan terus tertanam untuk keluar dari kemiskinan.
Konsep berpikir, berbuat, dan bertanggungjawab mulai dimengerti oleh masyarakat. Mereka belajar
menganalisis penyebab kemiskinannya, dan menganalisa kebutuhannya, yang akhirnya dituangkan
dalam bentuk Perencanaan Jangka Menengah program penanggulangan kemiskinan (PJM
Pronangkis).
Dengan PJM Pronangkis ini, masyarakat berharap akan menjadi pedoman dalam membantu mereka
keluar dari kemiskinan. Mungkinkah program itu terwujud tanpa dukungan dana? Yah, mungkin
saja, dalam mimpi! Namun, jangan kuatir, “KMW, Korkot dan Faskel akan terus memperjuangkan,
kita pasti dapat BLM!” Begitu kalimat yang sering berdering di telinga, ketika kami
mempertanyakan status kami. Makanya, dengan penuh semangat “berita gembira” itu saya
sampaikan kepada masyarakat.
Tapi, sayang sungguh sayang. Malang sungguh malang. Tatkala BLM cair, warga Desa Kembar
hanya menonton desa lain. BLM yang ditunggu-tunggu tidak kunjung datang. Ada apa ya? Mungkin
harus bersabar sedikit. Baiklah, kami bersabar. Untuk sementara belajar dulu dari desa lain,
mungkin ada hikmahnya.
Namun, ternyata sabar tak berbuah “durian”, karena sampai pada saat pencairan BLM tahap dua,
warga Desa Kembar kembali harus “menonton”, dan untuk sementara waktu, PJM “diparkir” dulu.
Tapi, di sisi lain proses belajar di P2KP memberikan pengalaman yang sangat berharga dan
mungkin tak akan ternilai dengan materi.
Kedatangan tim RM untuk kedua kalinya memberi semangat baru. Semangat yg mulai kendor,
bangkit lagi. Karena, setelah melihat kami, tim RM memberikan masukan dan berjanji akan
memperjuangkan jika semua kekurangan telah diperbaiki. Oke deh, akan kami laksanakan , dan
semuanya pun sudah beres, tinggal menunggu hasil perjuangan RM.
Ternyata, sabar, selain tak berbuah durian juga tak berbuah “rambutan”, karena setelah
pengusulan pencairan dana BLM tahap ketiga, Desa Kembar harus gigit jari. Dana BLM yg
ditunggu-tunggu tak kunjung datang, bahkan informasi terkini mengabarkan Desa Kembar tidak
bakalan dapat BLM. Sungguh malang, perjuangan begitu panjang ternyata harus berakhir dengan
kekecewaan dan celaan dari masyarakat. Rasa sabar yang selama ini tertanam, malah

22
mendapatkan celaan dari masyarakat. Sebagai seorang relawan, saya harus kehilangan
kepercayaan di tengah masyarakat. Kenyataan yg sangat menyakitkan!
Harapan masyarakat pun akhirnya harus pupus tanpa alasan jelas. Siapakah yang harus
disalahkan? Inikah yang dimaksud penanggulangan kemiskinan? Yang jelas, harapan itu sirna
sebelum bersinar.
Pada akhir Agustus 2006, saya berinisiatif mengirimkan masalah ini ke Pusat. Dalam surat itu saya
ceritakan dari awal sampai akhir mengenai kendala pencairan dana BLM di Desa Kembar.
Syukur alhamdulillah, gayung bersambut. Permasalahan kami ditanggapi. Pada 11 Januari 2007,
terbit surat dari Kepala SNVT P2KP Pusat, yang berisi pemanfaatan BLM tahap 1 dan tahap 2 untuk
BKM “I” di Desa Kembar. Penantian panjang dan sabar itu akhirnya berbuah “pepaya”. (PPM PMT
2008; Firstavina)

23
Modul 3
Topik: Strategi dan Pendekatan Penyelesaian Konflik

1. Peserta memahami beberapa strategi umum dalam manajemen konflik di


Indonesia
2. Peserta memahami beberapa teori tentang alternatif intervensi terhadap konflik

Kegiatan 1 : Analisa cerita ‘Kisah Penjual Kambing’


Kegiatan 2 : Penjelasan mengenai strategi mengelola konflik
Kegiatan 3 : Diskusi Intervensi Penyelesaian Konflik
Kegiatan 4 : Strategi Penyelesaian Konflik : Kasus Lapangan

5 Jpl (225’)

Media Bantu : 1. Kisah seorang Penjual kambing ; 2. Skema Strategi yang Biasa
Dilakukan di Indonesia Dalam Menghadapi Konflik; 3. Tabel
Rangkuman Berbagai Pendekatan Dalam Penyelesaian Sengketa di
Indonesia; 4.Tabel Jenis Konflik, Penyebab, dan Kemungkinan
Intervensinya
Bahan Bacaan : 1. Strategi umum penyelesaian konflik di Indonesia; 2.Mengelola
konflik dalam suatu organisasi; 3. Peranan manajemen konflik dalam
suatu organisasi

• Kertas Plano, Kuda-kuda untuk Flip-chart; Metaplan, Spidol, selotip kertas dan jepitan
besar
• LCD; Papan Tulis dengan perlengkapannya

24
Analisa Cerita: ‘Kisah Penjual Kambing’

1) Sebagai pembukaan, sampaikan kepada para peserta, bahwa setelah pada sesi-sesi
sebelumnya dijelaskan tentang pengertian konflik, jenis-jenisnya, manfaatnya, dan
penyebabnya, maka pada sesi ini peserta akan diajak untuk membahas strategi untuk
mengatasi konflik.
2) Awali sesi ini dengan meminta peserta untuk membentu beberapa kelompok. Kemudian
mintalah peserta untuk mendengarkan baik-baik sebuah cerita: ”Kisah penjual Kambing”, yang
akan dibacakan.
3) Setelah cerita tersebut tersampaikan, persilakan setiap kelompok untuk mendiskusikan
pertanyaan-pertanyaan berikut ini:

• Apakah yang dialami oleh si penjual kambing? Untung, rugi, atau impas?
• Apa alasan kelompok anda?

4) Beri waktu kepada peserta untuk bekerja. Kemudian persilakan perwakilan setiap kelompok
untuk menyampaikan kesepakatan kelompoknya. Pandulah proses penyepakatan pleno tentang
kesimpulan tersebut. Perhatikan apa yang dilakukan masing-masing kelompok:

Selama proses diskusi, pemandu harus memperhatikan:


• Apakah dasar yang digunakan untuk penghitungan kerugian/keuntungan sama di masing-
masing kelompok?
• Adakah kelompok yang mengalah/memilih untuk berkompromi?
• Adakah kelompok yang ngotot?
• Adakah yang mencoba bernegosiasi/mencarai jalan tengah?
• Atau adakah yang tidak peduli?
Gunakan kasus/hasil pengamatan pemandu untuk mengilustrasikan penjelasan mengenai strategi-
strategi umum menangani konflik.

5) Akhiri sesi ini ketika seluruh peserta telah berhasil mencapai kesepakatan, atau waktu habis.

25
6) Jelaskan bahwa tujuan dari diskusi ini adalah menciptakan suasana ’konflik’ antar peserta dan
menunjukkan bagaimana suatu kelompok berupaya mengatasi konflik tersebut (dalam kasus ini
adalah perbedaan pendapat).

Memahami Strategi Menangani Konflik

1) Tampilkan skema strategi umum pada media bantu 2 yang sudah disalin ke dalam satu atau
dua lembar kertas plano, agar bisa terlihat dari jarak jauh. Beri penjelasan kepada peserta,
bahwa salah satu pelajaran yang kita peroleh dari diskusi sebelumnya adalah ada banyak cara
yang digunakan suatu kelompok untuk menangani konflik.

Secara garis besar ada tiga pendekatan yang umum dalam penanganan konflik yaitu : kooperatif,
pengabaian, dan konfrontasi. Ketiga cara penyelesaian konflik tersebut masing – masing
mempunyai jenis penyelesaian yang bermacam – macam seperti yang tertera pada skema media
bantu 2. Dalam skema tersebut, semakin menuju arah panah, artinya semakin
kooperatif/konfrontatif/mengabaikan. Sabotase dan kekerasan adalah pengelolaan konflik yang
paling konfrontatif; reformasi politik dan pengorganosasian masyarakat adalah cara yang paling
kooperatif.

2) Hubungkan strategi-strategi tersebut, dengan fenomena hasil pengamatan pemandu terhadap


apa yang terjadi (dilakukan oleh kelompok-kelompok) dalam proses diskusi ” Kisah Penjual
Kambing” pada sesi sebelumnya.
3) Tambahkan penjelasan menggunakan tabel pada media bantu 3 yang juga sudah disalin ke
dalam dua lembar kertas plano (atau power point) . Jelaskan bahwa
ƒ Kolom sebelah kiri adalah strategi untuk mencegah konflik
ƒ Kolom kanan adalah strategi untuk menyelesaikan konflik yang sudah terlanjur
terjadi.
Kolom penggunaan pendekatan partisipatif diberi arsir, karena pendekatan partisipatif bisa
digunakan untuk mencegah terjadinya konflik atau bisa juga untuk menyelesaikan konflik yang
terjadi.
4) Persilahkan peserta untuk mengajukan pertanyaan. Pandulah proses sharing pendapat (ingat,
pemandu tidak harus selalu menjadi narasumber!). Catat beberapa hal penting dari diskusi.
5) Tutup sesi ini dengan membacakan beberapa temuan penting dari diskusi pleno ini.

26
3

Diskusi Intervensi Penyelesaian Konflik

1) Awali sesi ini dengan menampilkan kembali kertas plano yang berisi tabel: beberapa jenis
konflik dan penyebabnya, dari sesi sebelumnya. Kemudian ajak peserta untuk membuka
kembali bahan bacaan sesi sebelumnya tentang ’Kisah sang pencari keadilan’ dan ’Akhir dari
penantian panjang’.
2) Review kembali hasil analisa peserta terhadap kasus-kasus tersebut. Kemudian ajak mereka
mendiskusikan: Jika anda yang harus berurusan dengan kasus tersebut, solusi macam apa
yang akan anda tawarkan? Mengapa?
Gunakan tabel untuk mempermudah

Jenis Konflik Penyebab Kemungkinan Intervensi

3) Mintalah beberapa orang menyampaikan pendapatnya. Kemudian, tampilkan kolom


’kemungkinan intervensi’ sebagaimana tabel di media bantu 4: Beberapa jenis konflik,
penyebabnya, dan kemungkinan intervensinya. Kemudian jelaskan berdasarkan tabel tersebut.
4) Buka sesi tanya jawab dan sharing pengalaman, pandulah proses diskusi ini, dan tuliskan hal-
hal penting di papan tulis.
5) Pada akhir sesi, bacakan kembali catatan-catatan penting diskusi, beri masukan berdasarkan
bahan bacaan, dan tutup sesi.

Kegiatan 4
Strategi Penyelesaian Konflik : Kasus Lapangan

1) Ingatkan kembali peserta kepada hasil diskusi pada modul 1 kegiatan 2 (penggolongan konflik),
mengenai konflik yang dihadapi dalam pendampingan selama ini di lapangan. Jelaskan bahwa
kita akan mecoba untuk menyusun strategi penanganan konflik yang dihadapi tersebut di
lapangan.
2) Bagilah peserta ke dalam beberapa kelompok berdasarkan kepada Tim Fasilitator, kemudian
tugaskan kepada setiap kelompok untuk merumuskan :
ƒ Apa jenis konflik yang terjadi ?
ƒ Siapa para pihak yang berkonflik?
ƒ Upaya penyelesaian konflik yang sudah dilakukan? Bagaimana hasilnya
ƒ Rencana penyelesaian konflik yang akan dilakukan.

27
3) Setelah diskusi kelompok selesai, diskusikan dalam pleno kelas :
ƒ Tandai jenis konflik yang sama dari hasil diskusi setiap Tim, kemudian bahas bersama
upaya – upaya yang sudah masing – masing lakukan dan berhasil
ƒ Upaya – upaya ke depan yang harus dilakukan untuk konflik yang belum terselesaikan.
4) Berikan penegasan–penegasan yang diperlukan. Sebagai bahan pengayaan wawasan,
perkembangan ilmu manajemen konflik di kalangan perguruan tinggi di Indonesia, bagikanlah
bahan bacaan: Mengelola konflik dalam suatu organisasi; dan: Peranan manajemen konflik
dalam suatu organisasi.

28
1. Kisah Seorang Penjual Kambing
Seorang penjual kambing bermaksud menjual seekor kambingnya untuk memperoleh sejumlah
uang. Ia pergi ke pasar, dan menjajakan kambing tersebut. Karena tidak tahu harga pasaran untuk
kambing seperti yang dimilikinya, ia melepas kambing tersebut seharga Rp. 750.000,00. Dalam
perjalanan pulang, ia bertemu dengan seorang kawannya. Berikut potongan diskusi antara mereka:
”Hai, darimana kamu?”, tanya rekannya.
”Dari pasar, menjual kambing” jawabnya.
”Berapa kau jual kambing tersebut?”
”Tujuh ratus limapuluh ribu rupiah”
”Tujuh ratus limapuluh ribu rupiah? Murah sekali! Wah kau ini tertipu rupanya” kata sang rekan.
”Hah? Begitukah? Memangnya berapa harga yang tepat untuk kambing saya?”
”Minimal sembilanratus ribu rupiah.”
Mendengar hal tersebut, si penjual kambing tidak jadi pulang. Hatinya gundah. Akhirnya ia kembali
menuju pasar, dan membeli seekor kambing yang sedikit lebih kecil dari kambing miliknya seharga
enamratus ribu rupiah, dan rencananya akan ia jual seharga Rp. 900.000,00. Seharian ia
menjajakan kambing tersebut di pasar, namun tidak ada orang yang mau membeli. Uang yang
tersisa, habis dibelikan makanan dan minuman. Menjelang petang, seseorang tertarik untuk
menawar kambing miliknya.
”Berapa harga kambing ini pak?”
”Sembilan ratus ribu rupiah”
”Kambing sekecil ini harganya semahal itu?”
Karena sudah lelah menjajakan kambing seharian, si penjual mempersilakan orang tersebut untuk
menawar hingga tercapai kesepakatan pada harga Rp. 750.000,00.

Sumber:
Kumpulan Permainan untuk lokakarya/pelatihan “Demokratisasi Pengelolaan Sumber daya Alam:
Konsep dan tantangan PSABM” Studio driyamedia, WN dan KPMNT, 2005.

29
2. Skema Strategi yang Biasa Dilakukan di Indonesia Dalam Menghadapi
Konflik

PENGABAIAN KONFRONTASI

Pengingkaran Sabotase

Putus asa/ Menggunakan Kekerasan


pasrah media
Mengancam
Menghindar
Litigasi
Demonstrasi/
protes
Tidak peduli

Advokasi

KONFLIK

Persuasi
Sogok/suap
Tawar – menawar
Arbitrasi
Musyawarah/ berunding
Fasilitasi
Penelitian/ pencarian fakta
Berunding dengan mediasi
Berjaringan & membangun
Pengorganisasian masy.
koalisi

Reformasi politik

KOOPERASI

30
3. Tabel Rangkuman Berbagai Pendekatan Dalam
Penyelesaian Sengketa di Indonesia

Usaha-usaha mencegah Usaha-usaha penyelesaian


konflik terbuka sengketa

Cara-cara Cara pasif/ Cara-cara Cara-cara Cara-cara konfrontatif


konvensional sepihak partisipatif kooperatif

• Penelitian • Menghindari • Perencanaan • Tawar • Advokasi


konflik partisipatif menawar
• Pengkajian • Demonstrasi
• Penerimaan • Pemecahan • Arbitrase
• Survei • Pengorganisasian
secara pasif masalah
• Perundingan masyarakat
• Dengar secara
• Pengabaian/
pendapat partisipatif • Perundingan • Sabotase
bersikap
umum dengan
masa- bodoh • Diskusi • Kekerasan
mediasi
• Temu kelompok
• Penyelesaian • Penggunaan media
wicara terfokus
sepihak massa
• Jajak • Perencanaan
• Litigasi
pendapat strategis
• Aksi legislatif
• Koordinasi
kebijakan

31
4. Tabel Jenis Konflik, Penyebab, dan Kemungkinan
Intervensinya

Jenis Konflik Sumber Penyebab Kemungkinan Intervensi


Konflik
Konflik hubungan antar • Emosi-emosi yang kuat • Mengendalikan emosi
manusia • Salah persepsi atau melalui prosedur, ’aturan
stereotipe main’, pertemuan-
• Kurang/salah komunikasi pertemuan kecil, dsb.
• Perilaku negatif yang • Mendukung aktualisasi
berulang-ulang emosi melalui legitimasi
perasaan dan penyediaan
suatu proses
• Mengklarifikasi persepsi dan
membangun persepsi yang
positif
• Memperbaiki kualitas dan
kuantitas komunikasi
• Mencegah perilaku negatif
yang berulang-ulang melalui
perubahan struktur
• Mendorong perilaku
penyelesaian masalah
secara positif
Konflik data/informasi • Kurang/salah informasi • Mencapai kesepakatan
• Perbedaan pandangan tentang data apa yang
tentang apa yang relevan penting
• Perbedaan interprestasi atas • Menyetujui tentang proses
data pengumpulan data
• Perbedaan prosedur • Mengembangkan kriteria
penilaian bersama untuk menilai data
• Menggunakan ahli dari
pihak ketiga untuk
mendapatkan opini dari luar
atau memecahkan
kemacetan
Konflik nilai • Perbedaan kriteria dalam • Menghindari pembatasan
mengevaluasi ide- problem dalam istilah-istilah
ide/perilaku nilai
• Tujuan yang paling intrinsik • Mengijinkan parapihak
paling bernilai dan bersifat untuk setuju dan tidak setuju
eksklusif • Menciptakan lingkungan
• Perbedaan cara hidup, yang mempengaruhi,
ideologi atau agama dimana satu perangkat nilai
mendominasi
• Mencari tujuan yang lebih
tinggi yang seluruh pihak
dapat berkontribusi

32
Jenis Konflik Sumber Penyebab Kemungkinan Intervensi
Konflik
Konflik kepentingan • Kompetisi yang • Memfokuskan pada
dirasakan/nyata atas kepentingan, bukan posisi
kepentingan substansi (isi) • Mencari kriteria yang
• Kepentingan tatacara obyektif
• Kepentingan psikologis • Mengembangkan solusi
yang integratif yang
memenuhi kebutuhan
seluruh pihak
• Mencari cara memperluas
pilihan-pilihan atau
sumberdaya
• Mengembangkan trade-off
untuk memuaskan
kepentingan yang berbeda
secara kuat
Konflik struktural • Pola perilaku atau interaksi • Memperjelas batasan dan
yang destruktif peran perubahan
• Kontrol, kepemilikan atau • Menggantikan pola-pola
distribusi atas sumberdaya perilaku destruktif
yang timpang • Mengalokasikan kembali
• Kekuasaan dan kewenangan kepemilikan atau kontrol
yang tidak setara terhadap sumberdaya
• Faktor-faktor geografi, fisik • Menetapkan proses
atau lingkungan yang pembuatan keputusan yang
menghalangi kerjasama dapat diterima secara adil
• Kendala waktu dan saling menguntungkan
• Mengubah proses negosiasi
dari tawar menawar
berdasarkan posisi pada
berdasarkan kepentingan
• Modifikasi cara-cara
mempengaruhi yang
digunakan oleh para pihak
(mengurangi
kekerasan/pemaksaan,
lebih persuasif)
• Mengubah hubungan fisik
dan lingkungan parapihak
(ketertutupan dan jarak)
• Memodifikasitekanan-
tekanan ekstrenal parapihak
• Mengubah kendala-kendala
waktu

33
Strategi Umum Penyelesaian Konflik di Indonesia
Hampir setiap hari kita mendengar munculnya konflik di tanah air ini. Ya, konflik bisa terjadi mulai
dari level keluarga (seperti kasus perceraian) sampai tingkat internasional (misalnya konflik Irak).
Konflik sudah bisa disebut menjadi bagian dari hidup manusia. Sehingga jika kita mengharapkan
adanya suatu ilmu yang bisa membuat kita ’bebas dari konflik’ rasanya hampir tidak ada. Sehingga
ada pihak yang lebih suka memperkenalkan ilmu mengelola konflik (conflict management) atau
hidup bersama konflik.
Perkembangan ilmu pengelolaan konflik bahkan sudah sampai pada taraf penemuan bahwa konflik
sendiri bermanfaat bagi kita. Konflik bisa membuat para pihak mau melakukan instropeksi, dan
memperbaharui pendekatannya. Kita juga sudah sering mendengar kisah-kisah romantis mengenai
bagaimana suatu pasangan bisa menjadi rukun, bahkan merasakan peningkatan kualitas kasih
sayang antar mereka, justru setelah terjadinya suatu konflik antar mereka.
Bagi seorang pelaku PNPMMP, bisa dipastikan konflikpun akan menjadi bagian yang harus dihadapi.
Konflik yang rumit seperti telah dicontohkan pada bahan-bahan bacaan dalam modul ini, hanyalah
sekelumit contoh. Intinya adalah jangan takut untuk hidup bersama konflik. Yang penting adalah
membekali diri dengan pengetahuan bagaimana baiknya kita mengelola konflik tersebut. Caranya
antara lain dengan belajar dari pengalaman-pengalaman yang sudah ada, termasuk pengalaman
bangsa ini dalam menghadapi konflik yang terjadi.
Secara umum, pengalaman bangsa ini dalam mengelola konflik dapat dilihat pada tabel ini.

Tabel Rangkuman Berbagai Pendekatan Dalam Penyelesaian Sengketa di Indonesia

Usaha-usaha mencegah Usaha-usaha penyelesaian


konflik terbuka sengketa

Cara-cara Cara pasif/ Cara-cara Cara-cara Cara-cara konfrontatif


konvensional sepihak partisipatif kooperatif

• Penelitian • Menghindari • Perencanaan • Tawar • Advokasi


konflik partisipatif menawar
• Pengkajian • Demonstrasi
• Penerimaan • Pemecahan • Arbitrase
• Survei • Pengorganisasian
secara pasif masalah
• Perundingan masyarakat
• Dengar secara
• Pengabaian/
pendapat partisipatif • Perundingan • Sabotase
bersikap
umum dengan
masa- bodoh • Diskusi • Kekerasan
mediasi
• Temu kelompok
• Penyelesaian • Penggunaan media
wicara terfokus
sepihak massa
• Jajak • Perencanaan
• Litigasi
pendapat strategis
• Aksi legislatif
• Koordinasi
kebijakan

34
Ada tiga golongan besar pengalaman, yakni pengalaman dalam mencegah konflik untuk membesar,
dan pengalaman dalam mengatasi konflik yang telah terjadi. Di tengah-tengah keduanya, bangsa
Indonesia juga telah memiliki pengalaman dalam mengelola konflik secara partisipatif.
Kemudian, jika dilihat dari ‘derajat’ strategi-strategi tersebut, maka berbagai pengalaman tersebut
dapat digambarkan sebagai berikut:

PENGABAIAN KONFRONTASI

Pengingkaran Sabotase

Putus asa/ Menggunakan Kekerasan


pasrah media
Mengancam
Menghindar
Litigasi
Demonstrasi/
protes
Tidak peduli

Advokasi

KONFLIK

Persuasi
Sogok/suap
Tawar – menawar
Arbitrasi
Musyawarah/ berunding
Fasilitasi
Penelitian/ pencarian fakta
Berunding dengan mediasi
Berjaringan & membangun
Pengorganisasian masy.
koalisi

Reformasi politik

KOOPERASI

35
Skema tersebut menggambarkan bahwa upaya-upaya yang telah dilakukan dapat digolongkan ke
dalam tiga kategori, yakni kooperatif, konfrontatif, dan pengabaian. Cara-cara pengabaian atau
apatisme, sebetulnya tidak bisa digolongkan ke dalam upaya mengatasi konflik. Tindakan-tindakan
seperti: Menghindari konflik, Penerimaan secara pasif, Pengabaian/ bersikap masa-bodoh, dan
Penyelesaian sepihak, bisa dibilang tidak mengandung unsur pengelolaan konflik.
Tindakan-tindakan ini tidak akan menghasilkan energi baru untuk menata hubungan antara pihak,
maupun penyelesaian. Sikap putus asa dan pasrah, adalah sikap yang paling apatis, dan justru
akan memelihara konflik tersebut agar terus tumbuh dan membesar untuk kemudian meledak di
suatu saat. Hal ini juga jelas tidak sesuai dengan nilai-nilai yang dianut para pelaku PNPMMP,
sebagai penyebar paradigma berpikir kritis di masyarakat.
Sedangkan upaya-upaya yang dianggap ‘konvensional’ di masyarakat kita, yang pada masa orde
baru didorong dengan semangat musyawarah untuk mufakat seperti melakukan penelitian,
Pengkajian, Survei, Dengar pendapat umum, Temu wicara, Jajak pendapat, Koordinasi kebijakan,
seharusnya memang bisa menghasilkan penyelesaian yang memuaskan semua pihak. Namun era
pasca orde baru baru membuka fakta kepada kita, bahwa pendekatan-pendekatan tersbut ternyata
tidak dilakukan dengan tulus. Faktor kekuasaan pemerintah yang begitu dominan di masa lalu,
membuat pihak-pihak lain sebetulnya pasrah dan putus asa untuk bisa berdiskusi secara setara
dengan pemerintah. Dampaknya bisa kita lihat pada era reformasi ini, dimana berbagai konflik
seperti kerusuhan Maluku, Kerusuhan Mei di Jakarta, dll, merupakan bom waktu peninggalan masa
lalu yang meledak.
Sebagai dampak dari ditekannya kehidupan demokrasi di masa lalu, ternyata banyak pihak yang
sudah habis kesabarannya dan memilih jalan konfrontasi. Berbagai bentuk konfrontasi yang nyaris
tidak pernah terdengar di era orde baru, mendadak begitu ramai dilakukan pada era sekarang ini.
Bahkan kita bisa lihat adanya penggunaan cara-cara yang paling konfrontatif seperti penggunaan
kekerasan dan sabotase, juga dilakukan oleh beberapa pihak. Penggunaan media-media, terutama
media massa, untuk berkonfrontasi pun sudah semakin biasa terjadi.
Namun, perlu diingat pula, bahwa upaya-upaya seperti penggunaan metode partisipatif untuk
mengatasi konflik sudah mulai dilakukan. Termasuk yang dilakukan oleh P2KP/PNPMMP dengan
siklusnya. Beberapa teknik yang digunakan, seperti pemetaan partisipatif dan analisa sejarah,
diagram Venn, misalnya, bisa digunakan untuk mengidentifikasi konflik-konflik yang terjadi di suatu
wilayah. Jika semua tahapan siklus dilakukan sesuai metodenya, maka PJM pronangkis yang
dihasilkan pun bisa diharapkan menghasilkan suatu solusi untuk mengatasi konflik yang terjadi di
masyarakat.
Akhirnya, sebagai bekal untuk bekerja bersama konflik di masyarakat, dalam tabel di bawah ini
diberikan beberapa alternatif jika kita harus melakukan intervensi terhadap suatu konflik. Tentu
saja keputusan untuk memilih salah satu intervensi harus didasari oleh pengkajian sebelumnya
dengan memanfaat kan berbagai informasi yang diperoleh dari siklus PNPMMP. Tabel ini hanya
menggambarkan alternatif yang selama ini sudah ada, dan belum tentu sesuai dengan kebutuhan
kita. Oleh karena itu, kreatifitas harus senantiasa kita kembangkan, didasari hasil kajian yang baik
pula.

36
Tabel Jenis Konflik, Penyebab, dan Kemungkinan Intervensinya
Jenis Konflik Sumber Penyebab Konflik Kemungkinan Intervensi
Konflik hubungan antar • Emosi-emosi yang kuat • Mengendalikan emosi
manusia • Salah persepsi atau melalui prosedur, ’aturan
stereotipe main’, pertemuan-
• Kurang/salah komunikasi pertemuan kecil, dsb.
• Perilaku negatif yang • Mendukung aktualisasi
berulang-ulang emosi melalui legitimasi
perasaan dan penyediaan
suatu proses
• Mengklarifikasi persepsi dan
membangun persepsi yang
positif
• Memperbaiki kualitas dan
kuantitas komunikasi
• Mencegah perilaku negatif
yang berulang-ulang melalui
perubahan struktur
• Mendorong perilaku
penyelesaian masalah
secara positif
Konflik data/informasi • Kurang/salah informasi • Mencapai kesepakatan
• Perbedaan pandangan tentang data apa yang
tentang apa yang relevan penting
• Perbedaan interprestasi atas • Menyetujui tentang proses
data pengumpulan data
• Perbedaan prosedur • Mengembangkan kriteria
penilaian bersama untuk menilai data
• Menggunakan ahli dari pihak
ketiga untuk mendapatkan
opini dari luar atau
memecahkan kemacetan
Konflik nilai • Perbedaan kriteria dalam • Menghindari pembatasan
mengevaluasi ide- problem dalam istilah-istilah
ide/perilaku nilai
• Tujuan yang paling intrinsik • Mengijinkan parapihak
paling bernilai dan bersifat untuk setuju dan tidak
eksklusif setuju
• Perbedaan cara hidup, • Menciptakan lingkungan
ideologi atau agama yang mempengaruhi,
dimana satu perangkat nilai
mendominasi
• Mencari tujuan yang lebih
tinggi yang seluruh pihak
dapat berkontribusi
Konflik kepentingan • Kompetisi yang • Memfokuskan pada
dirasakan/nyata atas kepentingan, bukan posisi
kepentingan substansi (isi) • Mencari kriteria yang
• Kepentingan tatacara obyektif
• Kepentingan psikologis • Mengembangkan solusi
yang integratif yang
memenuhi kebutuhan

37
Jenis Konflik Sumber Penyebab Konflik Kemungkinan Intervensi
seluruh pihak
• Mencari cara memperluas
pilihan-pilihan atau
sumberdaya
• Mengembangkan trade-off
untuk memuaskan
kepentingan yang berbeda
secara kuat
Konflik struktural • Pola perilaku atau interaksi • Memperjelas batasan dan
yang destruktif peran perubahan
• Kontrol, kepemilikan atau • Menggantikan pola-pola
distribusi atas sumberdaya perilaku destruktif
yang timpang • Mengalokasikan kembali
• Kekuasaan dan kewenangan kepemilikan atau kontrol
yang tidak setara terhadap sumberdaya
• Faktor-faktor geografi, fisik • Menetapkan proses
atau lingkungan yang pembuatan keputusan yang
menghalangi kerjasama dapat diterima secara adil
• Kendala waktu dan saling menguntungkan
• Mengubah proses negosiasi
dari tawar menawar
berdasarkan posisi pada
berdasarkan kepentingan
• Modifikasi cara-cara
mempengaruhi yang
digunakan oleh para pihak
(mengurangi
kekerasan/pemaksaan, lebih
persuasif)
• Mengubah hubungan fisik
dan lingkungan parapihak
(ketertutupan dan jarak)
• Memodifikasitekanan-
tekanan ekstrenal parapihak
• Mengubah kendala-kendala
waktu

38
MENGELOLA KONFLIK DALAM SUATU ORGANISASI
Oleh: JUANITA, SE, M.Kes.
Fakultas Kesehatan Masyarakat Jurusan Administrasi Dan Kebijakan Kesehatan Universitas
Sumatera Utara

Pendahuluan
Kemajuan-kemajuan di bidang teknologi dan sosial budaya mendorong perkembangan berbagai
aspek kehidupan manusia diantaranya dalam berkumpul dan hidup berkelompok. Sebagai suatu
bentuk kumpulan manusia dengan ikatanikatan tertentu atau syarat-syarat tertentu, maka
organisasi telah pula berkembang dalam berbagai aspek termasuk ukuran dan kompleksitas.
Semakin besar ukuran suatu organisasi semakin cenderung menjadi kompleks keadaannya.
Kompleksitas ini menyangkut berbagai hal seperti kompleksitas alur informasi, kompleksitas
komunikasi, kompleksitas pembuat keputusan, kompleksitas pendelegasian wewenang dan
sebagainya.
Kompleksitas lain adalah sehubungan dengan sumber daya manusia. Seperti kita ketahui bahwa
sehubungan dengan sumber daya manusia ini dapat diidentifikasi pula berbagai kompleksitas
seperti kompleksitas jabatan, kompleksitas tugas, kompleksitas kedudukan dan status, kompleksitas
hak dan wewenang dan lain-lain. Kompleksitas ini dapat merupakan sumber potensial untuk
timbulnya konflik dalam organisasi, terutama konflik yang berasal dari sumber daya manusia,
dimana dengan berbagai latar belakang yang berbeda tentu mempunyai tujuan yang berbeda pula
dalam tujuan dan motivasi mereka dalam bekerja.
Seorang pimpinan yang ingin memajukan organisasinya, harus memahami faktorfaktor apa saja
yang menyebabkan timbulnya konflik, baik konflik di dalam individu maupun konflik antar
perorangan dan konflik di dalam kelompok dan konflik antar kelompok. Pemahaman faktor-faktor
tersebut akan lebih memudahkan tugasnya dalam hal menyelesaikan konflik-konflik yang terjadi
dan menyalurkannya ke arah perkembangan yang positif.

Pengertian
Robbins (1996) dalam “Organization Behavior” menjelaskan bahwa konflik adalah suatu proses
interaksi yang terjadi akibat adanya ketidaksesuaian antara dua pendapat (sudut pandang) yang
berpengaruh atas pihak-pihak yang terlibat baik pengaruh positif maupun pengaruh negatif.
Sedang menurut Luthans (1981) konflik adalah kondisi yang ditimbulkan oleh adanya kekuatan
yang saling bertentengan. Kekuatan-kekuatan ini bersumber pada keinginan manusia. Istilah konflik
sendiri diterjemahkan dalam beberapa istilah yaitu perbedaan pendapat, persaingan dan
permusuhan.
Perbedaan pendapat tidak selalu berarti perbedaan keinginan. Oleh karena konflik bersumber pada
keinginan, maka perbedaan pendapat tidak selalu berarti konflik. Persaingan sangat erat
hubungannya denga konflik karena dalam persaingan beberapa pihak menginginkan hal yang sama
tetapi hanya satu yang mungkin mendapatkannya. Persaingan tidak sama dengan konflik namun
mudah menjurus kearah konflik, terutuma bila ada persaingan yang menggunakan cara-cara yang
bertentangan dengan aturan yang disepakati. Permusuhan bukanlah konflik karena orang yang

39
terlibat konflik bisa saja tidak memiliki rasa permusuhan. Sebaliknya orang yang saling bermusuhan
bisa saja tidak berada dalam keadaan konflik.
Konflik sendiri tidak selalu harus dihindari karena tidak selalu negatif akibatnya. Berbagai konflik
yang ringan dan dapat dikendalikan (dikenal dan ditanggulangi) dapat berakibat positif bagi mereka
yang terlibat maupun bagi organisasi.

Jenis-jenis Konflik
Menurut James A.F. Stoner dan Charles Wankel dikenal ada lima jenis konflik yaitu konflik
intrapersonal, konflik interpersonal, konflik antar individu dan kelompok, konflik antar kelompok
dan konflik antar organisasi.
Konflik Intrapersonal
Konflik intrapersonal adalah konflik seseorang dengan dirinya sendiri. Konflik terjadi bila pada
waktu yang sama seseorang memiliki dua keinginan yang tidak mungkin dipenuhi sekaligus.
Sebagaimana diketahui bahwa dalam diri seseorang itu biasanya terdapat hal-hal sebagai berikut:
• Sejumlah kebutuhan-kebutuhan dan peranan-peranan yang bersaing
• Beraneka macam cara yang berbeda yang mendorong peranan-peranan dan kebutuhan-
kebutuhan itu terlahirkan.
• Banyaknya bentuk halangan-halangan yang bisa terjadi di antara dorongan dan tujuan.
• Terdapatnya baik aspek yang positif maupun negatif yang menghalangi tujuan yang
diinginkan.
Hal-hal di atas dalam proses adaptasi seseorang terhadap lingkungannya acapkali menimbulkan
konflik. Kalau konflik dibiarkan maka akan menimbulkan keadaan yang tidak menyenangkan.
Ada tiga macam bentuk konflik intrapersonal yaitu :
• Konflik pendekatan-pendekatan, contohnya orang yang dihadapkan pada dua pilihan yang
sama-sama menarik
• Konflik pendekatan – penghindaran, contohnya orang yang dihadapkan pada dua pilihan
yang sama menyulitkan
• Konflik penghindaran-penghindaran, contohnya orang yang dihadapkan pada satu hal yang
mempunyai nilai positif dan negatif sekaligus
Konflik Interpersonal
Konflik Interpersonal adalah pertentangan antar seseorang dengan orang lain karena pertentangan
kepentingan atau keinginan. Hal ini sering terjadi antara dua orang yang berbeda status, jabatan,
bidang kerja dan lain-lain. Konflik interpersonal ini merupakan suatu dinamika yang amat penting
dalam perilaku organisasi. Karena konflik semacam ini akan melibatkan beberapa peranan dari
beberapa anggota organisasi yang tidak bisa tidak akan mempngaruhi proses pencapaian tujuan
organisasi tersebut.
Konflik antar individu-individu dan kelompok-kelompok
Hal ini seringkali berhubungan dengan cara individu menghadapi tekanan-tekanan untuk mencapai
konformitas, yang ditekankan kepada mereka oleh kelompok kerja mereka.
Sebagai contoh dapat dikatakan bahwa seseorang individu dapat dihukum oleh kelompok kerjanya
karena ia tidak dapat mencapai norma-norma produktivitas kelompok dimana ia berada.

40
Konflik antara kelompok dalam organisasi yang sama
Konflik ini merupakan tipe konflik yang banyak terjadi di dalam organisasiorganisasi. Konflik antar
lini dan staf, pekerja dan pekerja – manajemen merupakan dua macam bidang konflik antar
kelompok.
Konflik antar organisasi
Contoh seperti di bidang ekonomi dimana Amerika Serikat dan negara-negara lain dianggap
sebagai bentuk konflik, dan konflik ini biasanya disebut dengan persaingan.Konflik ini berdasarkan
pengalaman ternyata telah menyebabkan timbulnya pengembangan produk-produk baru, teknologi
baru dan servis baru, harga lebih rendah dan pemanfaatan sumber daya secara lebih efisien.

Peranan Konflik
Ada berbagai pandangan mengenai konflik dalam organisasi. Pandangan tradisional mengatakan
bahwa konflik hanyalah merupakan gejala abnormal yang mempunyai akibat-akibat negatif
sehingga perlu dilenyapkan. Pendapat tradisional ini dapat diuraikan sebagai berikut :
• Konflik hanya merugikan organisasi, karena itu harus dihindarkan dan ditiadakan
• Konflik ditimbulkan karena perbedaan kepribadian dan karena kegagalan dalam
kepemimpinan
• Konflik diselesaikan melalui pemisahan fisik atau dengan intervensi manajemen tingkat
yang lebih tinggi
Sedangkan pandangan yang lebih maju menganggap bahwa konflik dapat berakibat baik maupun
buruk. Usaha penanganannya harus berupaya untuk menarik hal-hal yang baik dan mengurangi
hal-hal yang buruk. Pandangan ini dapat diuraikan sebagai berikut :
• Konflik adalah suatu akibat yang tidak dapat dihindarkan dari interaksi organisasional dan
dapat diatasi dengan mengenali sumber-sumber konflik
• Konflik pada umumnya adalah hasil dari kemajemukan sistem organisasi
• Konflik diselesaikan dengan cara pengenalan sebab dan pemecahan masalah
• Konflik dapat merupakan kekuatan untuk pengubahan positif di dalam suatu organisasi
Dalam padangan modern ini konflik sebenarnya dapat memberikan manfaat yang banyak bagi
organisasi. Sebagai contoh pengembangan konflik yang positif dapat digunakan sebagai ajang adu
pendapat, sehingga organisasi bisa memperoleh pendapat-pendapat yang sudah tersaring.
Seorang pimpinan suatu organisasi pernah menerapkan apa yang disebutnya dengan “mitra tinju”
Pada saat ada suatu kebijakan yang hendak diterapkannya di organisasi yang dipimpinnya ia
mencoba untuk mencari “mitra yang beroposisi dengannya”. Kadang konflik pun terjadi. Apakah itu
menjadi persoalan bagi dirinya ?
“Bagi saya hal itu menjadi hal yang positif, karena saya dapat melihat kebijakan yang
dibuat tersebut dari sisi lain. Saya dapat mengidentifikasi kemungkinan kelemahan
yang ada dari situ. Selama kita masih bisa mentolerir dan dapat mengendalikan konflik
tersebut ke arah yang baik, hal itu tidak menjadi masalah”, ujarnya.
Hal ini sejalan dengan pendapat yang ditulis oleh Robbins (1996) yang membahas konflik dari segi
human relations and interactionist perspective. Dijelaskan bahwa konflik itu adalah hal yang
alamiah dan selalu akan terjadi. Konflik merupakan bagian dari pengalaman hubungan antar pribadi
(interpersonal experience). Karena itu bisa dihindari maka sebaiknya konflik dikelola dengan efektif,
sehingga dapat bermanfaat dan dapat menciptakan perbedaan serta pembaharuan ke arah yang
lebih baik dalam organisasi.

41
Kesimpulannya konflik tidak selalu merugikan organisasi selama bisa ditangani dengan baik
sehingga dapat :
- mengarah ke inovasi dan perubahan
- memberi tenaga kepada orang bertindak
- menyumbangkan perlindungan untuk hal-hal dalam organisasi
- merupakan unsur penting dalam analisis sistem organisasi

Faktor-faktor yang mempengaruhi Konflik


Dapat dikelompokkan ke dalam dua kelompok besar yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Dalam
faktor intern dapat disebutkan beberapa hal :
1. Kemantapan organisasi
Organisasi yang telah mantap lebih mampu menyesuaikan diri sehingga tidak mudah terlibat konflik
dan mampu menyelesaikannya. Analoginya dalah seseorang yang matang mempunyai pandangan
hidup luas, mengenal dan menghargai perbedaan nilai dan lain-lain.
2. Sistem nilai
Sistem nilai suatu organisasi ialah sekumpulan batasan yang meliputi landasan maksud dan cara
berinteraksi suatu organisasi, apakah sesuatu itu baik, buruk, salah atau benar.
3. Tujuan
Tujuan suatu organisasi dapat menjadi dasar tingkah laku organisasi itu serta para anggotanya.
4. Sistem lain dalam organisasi
Seperti sistem komunikasi, sistem kepemimpinan, sistem pengambilan keputusan, sisitem imbalan
dan lain-lain. Dalam hal sistem komunikasi misalnya ternyata persepsi dan penyampaian pesan
bukanlah soal yang mudah.

Sedangkan faktor ekstern meliputi :


1. Keterbatasan sumber daya
Kelangkaan suatu hal yang dapat menumbuhkan persaingan dan seterusnya dapat berakhir
menjadi konflik.
2. Kekaburan aturan/norma di masyarakat
Hal ini memperbesar peluang perbedaan persepsi dan pola bertindak.
3. Derajat ketergantungan dengan pihak lain
Semakin tergantung satu pihak dengan pihak lain semakin mudah konflik terjadi.
4. Pola interaksi dengan pihak lain
Pola yang bebas memudahkan pemamparan dengan nilai-nilai lain sedangkan pola tertutup
menimbulkan sikap kabur dan kesulitan penyesuaian diri.

Penanganan Konflik
Untuk menangani konflik dengan efektif, kita harus mengetahui kemampuan diri sendiri dan juga
pihak-pihak yang mempunyai konflik. Ada beberapa cara untuk menangani konflik antara lain :

42
1. Introspeksi diri
Bagaimana kita biasanya menghadapi konflik ? Gaya pa yang biasanya digunakan? Apa saja yang
menjadi dasar dan persepsi kita. Hal ini penting untuk dilakukan sehingga kita dapat mengukur
kekuatan kita.
2. Mengevaluasi pihak-pihak yang terlibat
Sangat penting bagi kita untuk mengetahui pihak-pihak yang terlibat. Kita dapat mengidentifikasi
kepentingan apa saja yang mereka miliki, bagaimana nilai dan sikap mereka atas konflik tersebut
dan apa perasaan mereka atas terjadinya konflik. Kesempatan kita untuk sukses dalam menangani
konflik semakin besar jika kita meliha konflik yang terjadi dari semua sudut pandang.
3. Identifikasi sumber konflik
Seperti dituliskan di atas, konflik tidak muncul begitu saja. Sumber konflik sebaiknya dapat
teridentifikasi sehingga sasaran penanganannya lebih terarah kepada sebab konflik.
4. Mengetahui pilihan penyelesaian atau penanganan konflik yang ada dan memilih
yang tepat
Spiegel (1994) menjelaskan ada lima tindakan yang dapat kita lakukan dalam penanganan konflik :
a. Berkompetisi
Tindakan ini dilakukan jika kita mencoba memaksakan kepentingan sendiri di atas kepentingan
pihak lain. Pilihan tindakan ini bisa sukses dilakukan jika situasi saat itu membutuhkan
keputusan yang cepat, kepentingan salah satu pihak lebih utama dan pilihan kita sangat vital.
Hanya perlu diperhatikan situasi menang – kalah (win-win solution) akan terjadi disini. Pihak
yang kalah akan merasa dirugikan dan dapat menjadi konflik yang berkepanjangan. Tindakan
ini bisa dilakukan dalam hubungan atasan –bawahan, dimana atasan menempatkan
kepentingannya (kepentingan organisasi) di atas kepentingan bawahan.
b. Menghindari konflik
Tindakan ini dilakukan jika salah satu pihak menghindari dari situsasi tersebut secara fisik
ataupun psikologis. Sifat tindakan ini hanyalah menunda konflik yang terjadi. Situasi menang-
kalah terjadi lagi disini.
Menghindari konflik bisa dilakukan jika masing-masing pihak mencoba untuk mendinginkan
suasana, mebekukan konflik untuk sementara. Dampak kurang baik bisa terjadi jika pada saat
yang kurang tepat konflik meletus kembali, ditambah lagi jika salah satu pihak menjadi stres
karena merasa masih memiliki hutang menyelesaikan persoalan tersebut.
c. Akomodasi
Yaitu jika kita mengalah dan mengorbankan beberapa kepentingan sendiri agar pihak lain
mendapat keuntungan dari situasi konflik itu. Disebut juga sebagai self sacrifying behaviour.
Hal ini dilakukan jika kita merasa bahwa kepentingan pihak lain lebih utama atau kita ingin
tetap menjaga hubungan baik dengan pihak tersebut.
Pertimbangan antara kepentingan pribadi dan hubungan baik menjadi hal yang utama di sini.
d. Kompromi
Tindakan ini dapat dilakukan jika ke dua belah pihak merasa bahwa kedua hal tersebut sama –
sama penting dan hubungan baik menjadi yang utama. Masing-masing pihak akan
’mengorbankan’ sebagian kepentingannya untuk mendapatkan situasi menang-menang (win-
win solution)

43
e. Berkolaborasi
Menciptakan situasi menang-menag dengan saling bekerja sama. Pilihan tindakan ada pada diri
kita sendiri dengan konsekuensi dari masing-masing tindakan. Jika terjadi konflik pada
lingkungan kerja, kepentingan dan hubungan antar pribadi menjadi hal yang harus kita
pertimbangkan.

Penutup
Kemampuan menangani konflik tentang terutama yang menduduki jabatan pimpinan. Yang
terpenting adalah mengembangkan pengetahuan yang cukup dan sikap yang positif terhadap
konflik, karena peran konflik yang tidak selalu negatif terhadap organisasi.
Dengan pengembalian yang cukup senang, pimpinan dapat cepat mengenal, mengidentifikasi dan
mengukur besarnya konflik serta akibatnya dengan sikap positif dan kemampuan
kepemimpianannya, seorang pimpinan akan dapat mengendalikan konflik yang akan selalu ada,
dan bila mungkin menggunakannya untuk keterbukaan organisasi dan anggota organisasi yang
dipimpinnya. Tentu manfaatnya pun dapat dirasakan oleh dirinya sendiri.

Kepustakaan
• Luthans F. Organizational Behavior, Mc Graw Hill, Singapore, 1981.
• Miftah Thoha. Kepemimpinan dalam Manajemen. PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta,
1993.
• Munandar AS. Manajemen Konflik dalam Organisasi , dalam Seminar Strategi
Pengendalian Konflik dalam Organisasi, Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, Jakarta,
1987.
• Robbins, SP. Organizational Behaviour, Prentice Hall, Siding, 1979.
• Winardi. Manajemen Konflik (Konflik Perubahan & Pengembangan), Mandar Maju,
1994.
(Di-download dari: Universitas Sumatera Utara/USU Digital Library, 2002)

44
PERANAN MANAJEMEN KONFLIK PADA SUATU ORGANISASI
RITHA F. DALIMUNTHE, SE, Msi, CD
Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Sumatera Utara

PENDAHULUAN
Dalam sebuah organisasi, pekerjaan individual maupun sekelompok pekerja saling terkait dengan
pekerjaan pihak-pihak lain. Ketika suatu konflik muncul di dalam sebuah organisasi, penyebabnya
selalu diidentifikasikan sebagai komunikasi yang kurang baik. Demikian pula ketika suatu keputusan
yang buruk dihasilkan, komunikasi yang tidak efektif selalu menjadi kambing hitam.
Para manajer bergantung kepada ketrampilan berkomunikasi mereka dalam memperoleh informasi
yang diperlukan dalam proses perumusan keputusan, demikian pula untuk mensosialisasikan hasil
keputusan tersebut kepada pihak-pihak lain. Riset membuktikan bahwa manajer menghabiskan
waktu sebanyak 80 persen dari total waktu kerjanya untuk interaksi verbal dengan orang lain.
Ketrampilan memproses informasi yang dituntut dari seorang manajer termasuk kemampuan untuk
mengirim dan menerima informasi ketika bertindak sebagai monitor, juru bicara, maupun penyusun
strategi.
Sudah menjadi tuntutan alam dalam posisi dan kewajiban sebagai manajer untuk selalu dihadapkan
pada konflik. Salah satu titik penting dari tugas seorang manajer dalam melaksanakan komunikasi
yang efektif didalam organisasi bisnis yang ditanganinya adalah memastikan bahwa arti yang
dimaksud dalam instruksi yang diberikan akan sama dengan arti yang diterima oleh penerima
instruksi. Demikian pula sebaliknya. Hal ini harus menjadi tujuan seorang manajer dalam semua
komunikasi yag dilakukannya.
Dalam hal me-manage bawahannya, manajer selalu dihadapkan pada penentuan tuntutan
pekerjaan dari setiap jabatan yang dipegang dan ditangani oleh bawahannya dan konflik dapat
menimbulkan ketegangan yang akan berefleksi buruk kepada sikap kerja dan perilaku individual.
Manajer yang baik akan berusaha untuk meminimalisasi konsukensi negatif ini dengan cara
membuka dan mempertahankan komunikasi dua arah yang efektif kepada setiap anggota
bawahannya. Disinilah manajer dituntut untuk memenuhi sisi lain dari ketrampilan
interpersonalnya, yaitu kemampuan untuk menangani dan menyelesaikan konflik.
Manajer menghabiskan 20 persen dari waktu kerja mereka berhadapan dengan konflik. Dalam hal
ini, manajer bisa saja sebagai pihak pertama yang langsung terlibat dalam konflik tersebut, dan
bisa pula sebagai mediator atau pihak ketiga, yang perannya tidak lain dari menyelesaikan konflik
antar pihak lain yang mempengaruhi organisasi bisnis maupun individual yang terlibat di dalam
organisasi bisnis yang ditanganinya.
Paper ini akan membahas apa yang dimaksud dengan konflik itu sendiri, bagaimana konflik muncul
dalam suatu organisasi, dan yang paling penting, cara-cara untuk me-manage dan menyelesaikan
konflik yang disebut juga manajemen konflik.

45
KONFLIK DAN DEFINISINYA
Konflik dapat berupa perselisihan (disagreement), adanya ketegangan (the presence of tension),
atau munculnya kesulitan-kesulitan lain di antara dua pihak atau lebih. Konflik sering menimbulkan
sikap oposisi antara kedua belah pihak, sampai kepada tahap di mana pihak-pihak yang terlibat
memandang satu sama lain sebagai penghalang dan pengganggu tercapainya kebutuhan dan
tujuan masing-masing. Ada dua definisi konflik:
• Subtantive conflicts merupakan perselisihan yang berkaitan dengan tujuan kelompok,
pengalokasian sumber daya dalam suatu organisasi, distribusi kebijaksanaan dan prosedur,
dan pembagian jabatan pekerjaan
• Emotional conflicts terjadi akibat adanya perasaan marah, tidak percaya, tidak simpati,
takut dan penolakan, serta adanya pertentangan antar pribadi

TINGKAT KONFLIK
Konflik yang timbul dalam suatu lingkungan pekerjaan dapat dibagi dalam empat tingkatan:
Konflik dalam diri individu itu sendiri
Konflik dalam diri seseorang dapat timbul jika terjadi kasus overload , dimana ia dibebani dengan
tanggung jawab pekerjaan yang terlalu banyak, dan dapat pula terjadi ketika dihadapkan kepada
suatu titik dimana ia harus membuat keputusan yang melibatkan pemilihan alternatif yang terbaik.
Perspektif di bawah ini mengidentifikasikan empat episode konflik, dikutip dari tulisan Thomas V.
Banoma dan Gerald Zaltman dalam buku Psychology for Management:
1. Appriach-approach conflict, yaitu situasi dimana seseorang harus memilih salah satu di
antara beberapa alternatif yang sama baiknya.
2. Avoidance-avoidance conflict, yaitu keadaan dimana seseorang terpaksa memilih salah
satu di antara beberapa alternatif tujuan yang sama buruknya.
3. Approach-avoidance conflict, merupakan suatu situasi dimana seseorang terdorong
oleh keinginan yang kuat untuk mencapai satu tujuan, tetapi di sisi lain secara simultan
selalu terhalang dari tujuan tersebut oleh aspek-aspek tidak menguntungkan yang tidak
bisa lepas dari proses pencapaian tujuan itu sendiri.
4. Multiple aproach-avoidance conflict, yaitu suatu situasi dimana seseorang terpaksa
dihadapkan pada kasus kombinasi ganda dari approach-avoidance conflict.
Konflik interpersonal
Merupakan konflik antara satu individual dengan individual yang lain. Konflik interpersonal dapat
berbentuk substantive maupun emotional, bahkan merupakan kasus utama dari konflik yang
dihadapi oleh para manajer dalam hal hubungan interpersonal sebagai bagian dari tugas manajerial
itu sendiri.
Konflik intergrup
Konflik intergrup merupakan hal yang tidak asing lagi bagi organisasi manapun, dan konflik ini
menyebabkan sulitnya koordinasi dan integrasi dari kegiatan yang berkaitan dengan tugas-tugas
dan pekerjaan. Dalam setiap kasus, hubungan intergrup harus di-manage sebaik mungkin untuk
mempertahankan kolaborasi dan menghindari semua konsekuensi disfungsional dari setiap konflik
yang mungkin timbul.
Konflik interorganisasi
Konflik ini sering dikaitkan dengan persaingan yang timbul di antara perusahaan-perusahaan
swasta. Konflik interorganisasi sebenarnya berkaitan dengan isu yang lebih besar lagi, contohnya

46
perselisihan antara serikat buruh dengan perusahaan. Dalam setiap kasus, potensi terjadinya
konflik melibatkan individual yang mewakili organisasi secara keseluruhan, bukan hanya subunit
internal atau grup.

KONFLIK SEBAGAI SUATU PROSES


Konflik merupakan proses yang dinamis, bukannya kondisi statis. Konflik memiliki awal, dan melalui
banyak tahap sebelum berakhir. Ada banyak pendekatan yang baik untuk menggambarkan proses
suatu konflik antara lain sebagai berikut :
1. Antecedent Conditions or latent Conflict
Merupakan kondisi yang berpotensi untuk menyebabkan, atau mengawali sebuah episode konflik.
Terkadang tindakan agresi dapat mengawali proses konflik. Atecedent conditions dapat tidak
terlihat, tidak begitu jelas di permukaan. Perlu diingat bahwa kondisi-kondisi ini belum tentu
mengawali proses suatu konflik.
Sebagai contoh, tekanan yang didapat departemen produksi suatu perusahaan untuk menekan
biaya bisa menjadi sumber frustasi ketika manager penjualan ingin agar produksi ditingkatkan
untuk memenuhi permintaan pasar yang mendesak. Namun demikian, konflik belum tentu muncul
karena kedua belah pihak tidak berkeras memenuhi keinginannya masing-masing. Disinilah
dikatakan konflik bersifat laten, yaitu berpotensi untuk muncul, tapi dalam kenyataannya tidak
terjadi.
2. Perceived Conflict
Agar konflik dapat berlanjut, kedua belah pihak harus menyadari bahwa mereka dalam keadaan
terancam dalam batas-batas tertentu. Tanpa rasa terancam ini, salah satu pihak dapat saja
melakukan sesuatu yang berakibat negatif bagi pihak lain, namun tidak disadari sebagai ancaman.
Seperti dalam kasus dia atas, bila manager penjualan dan manager produksi memiliki
kebijaksanaan bersama dalam mengatasi masalah permintaan pasar yang mendesak, bukanya
konflik yang akan muncul melainkan kerjasama yang baik. Tetapi jika perilaku keduanya
menimbulkan perselisihan, proses konflik itu akan cenderung berlanjut.
3. Felt Conflict
Persepsi berkaitan erat dengan perasaan. Karena itulah jika orang merasakan adanya perselisihan
baik secara aktual maupun potensial, ketegangan, frustasi, rasa marah, rasa takut, maupun
kegusaran akan bertambah. Di sinilah mulai diragukannya kepercayaan terhadap pihak lain,
sehingga segala sesuatu dianggap sebagai ancaman, dan orang mulai berpikir bagaimana untuk
mengatasi situasi dan ancaman tersebut.
4. Manifest Conflict
Persepsi dan perasaan menyebabkan orang untuk bereaksi terhadap situasi tersebut. Begitu banyak
bentuk reaksi yang mungkin muncul pada tahap ini; argumentasi, tindakan agresif, atau bahkan
munculnya niat baik yang menghasilkan penyelesaian masalah yang konstruktif.
5. Conflict Resolution or Suppression
Conflict resolution atau hasil suatu konflik dapat muncul dalam berbagai cara. Kedua belah pihak
mungkin mencapai persetujuan yang mengakhiri konflik tersebut. Mereka bahkan mungkin mulai
mengambil langkah-langkah untuk mencegah terulangnya konflik di masa yang akan datang. Tetapi
terkadang terjadi pengacuhan (suppression) dari konflik itu sendiri. Hal ini terjadi jika kedua beJah
pihak menghindari terjadintya reaksi yang keras, atau mencoba mengacuhkan begitu saja ketika
terjadi perselisihan. Konflik juga dapat dikatakan selesai jika satu pihak berhasil mengalahkan pihak
yang lain.

47
6. Conflict Alternative
Ketika konflik terselesaikan, tetap ada perasaan yang tertinggal. Terkadang perasaan lega dan
harmoni yang terjadi, seperti ketika kebijaksanaan baru yang dihasilkan dapat menjernihkan
persoalan di antara kedua belah pihak dan dapat meminimalisir konflik-konflik yang mungkin terjadi
di masa yang akan datang. Tetapi jika yang tertinggal adalah perasaan tidak enak dan
ketidakpuasan, hal ini dapat menjadi kondisi yang potensial untuk episode konflik yang selanjutnya.
Pertanyaan kunci adalah apakah pihak-pihak yang terlibat lebih dapat bekerjasama, atau malah
semakin jauh akibat terjadinya konflik.

PENYEBAB TERJADINYA KONFLlK


Penyelesaian efektif dari suatu konflik seringkali menuntut agar faktor-faktor penyebabnya diubah.
Penyebab terjadinya konflik dikelompokkan dalam tiga kategori besar, yaitu:
Karakterisitik individual
Berikut ini merupakan perbedaan individual antar orang-orang yang mungkin dapat melibatkan
seseorang dalam konflik:
• Nilai sikap dan Kepercayaan (Values, Attitude, and Beliefs)
Perasaan kita tentang apa yang benar dan apa yang salah, dan predisposisi untuk
bertindak positif maupun negatif terhadap suatu kejadian, dapat dengan mudah menjadi
sumber terjadinya konflik. Nilai-nilai yang dipegang dapat menciptakan ketegangan-
ketegangan di antara individual dan group dalam suatu organisasi. Sebagai contoh, ketua
serikat pekerja cenderung untuk memiliki nilai-nilai yang berbeda dengan para manajer. Di
satu sisi ketua serikat pekerja mengutamakan kesejahteraan tenaga kerja, sedangkan di
sisi yang lain manajer memandang maksimalisasi profit sebagai prioritas utama. Nilai juga
bisa menjadi alasan kenapa orang tertarik untuk bergabung dalam suatu struktur
organisasi tertentu.
Orang-orang yang bekerja dalam susunan organisasi yang birokrasi memiliki sikap yang
berbeda dengan orang yang bekerja dalam struktur organisasi yang dinamis. Dalam
organisasi birokrat, orang-orang cenderung memiliki toleransi yang rendah terhadap
keterbukaan interprestasi, individualisme, dan nilai-nilai profesional. Mereka cenderung
tidak suka berhadapan dengan informasi vang kompleks serta menilai otoritas hierarki dan
kekuasaan berdasarkan posisi dalam organisasi.
• Kebutuhan dan Kepribadian (Needs and Personality)
Konflik muncul karena adanya perbedaan yang sangat besar antara kebutuhan dan
kepribadian setiap orang, yang bahkan dapat berlanjut kepada perseteruan antar pribadi.
Sering muncul kasus di mana orang-orang yang memiliki kebutuhan kekuasaan dan
prestasi yang tinggi cenderung untuk tidak begitu suka bekerjasama dengan orang lain,
karena mereka menganggap prestasi pribadi lebih penting, sehingga hat ini tentu
mempengaruhi pihak-pihak lain dalam organisasi tersebut.
• Perbedaan Persepsi (Perceptual Differences)
Persepsi dan penilaian dapat menjadi penyebab terjadinya konflik. Misalnya saja, jika kita
menganggap seseorang sebagai ancaman, kita dapat berubah menjadi defensif terhadap
orang tersebut. Di satu sisi, ia juga menganggap kita tidak bersahabat, sehingga potensi
terjadinya konflik muncul dengan sendirinya.
Konflik juga dapat timbul jika orang memiliki persepsi yang salah, misalnya dengan men-
stereotype orang lain atau mengajukan tuduhan fundamental yang salah. Perbedaan
perseptual sering muncul di dalam situasi yang samar. Kurangnya informasi dan

48
pengetahuan mengenai suatu situasi mendorong persepsi untuk mengambil alih dalam
memberikan penilaian terhadap situasi tersebut.
Faktor situasi
• Kesempatan dan Kebutuhan Berinteraksi (Opportunity and Need to Interact)
Kemungkinan terjadinya konflik akan sangat kecil jika orang-orang terpisah secara fisik dan
jarang berinteraksi. Sejalan dengan meningkatnya assosiasi di antara pihak-pihak yang
terlibat, semakin meningkat pula terjadinya konflik. Dalam bentuk interaksi yang aktif dan
kompleks seperti pengambilan keputusan bersama (joint decision-making), potensi
terjadinya koflik bahkan semakin meningkat.
• Kebutuhan untuk Berkonsensus (Need for Consensus)
Ada banyak hal di mana para manager dari departemen yang berbeda harus memiliki
persetujuan bersama, hal ini menolong menekan konflik tingkat minimum. Tetapi banyak
pula hal dimana tiap-tiap departemen harus melakukan konsensus bersama. Karena
demikian banyak pihak yang terlibat dalam masalah-masalah seperti ini, proses menuju
tercapainya konsensus seringkali didahului dengan munculnya konflik. Sampai setiap
manager departemen yang terlibat setuju, banyak kesulitan yang akan muncul.
• Ketergantungan satu pihak kepada Pihak lain (Dependency of One Party to Another)
Dalam kasus seperti ini, jika satu pihak gagal melaksanakan tugasnya, pihak yang lain juga
terkena akibatnya, sehingga konflik lebih sering muncul.
• Perbedaan Status (Status Differences)
Apabila seseorang bertindak dalam cara-cara yang kongruen dengan statusnya, konflik
dapat muncul. Sebagai contoh dalam bisnis konstruksi, para insinyur secara tipikal sering
menolak ide-ide inovatif yang diajukan oleh diajukan oleh juru gambar (Draftsmen) karena
mereka menganggap juru gambar memiliki status yang lebih rendah, sehingga tidak
sepantasnya juru gambar menjadi sejajar dalam proses desain suatu konstruksi.
• Rintangan Komunikasi (Communication Barriers)
Komunikasi sebagai media interaksi diantara orang-orang dapat dengan mudah menjadi
basis terjadinya konflik. Bisa dikatakan komunikasi oleh pedang bermata dua: tidak adanya
komunikasi dapat menyebabkan terjadinya konflik, tetapi disisi lain, komunikasi yang
terjadi itu sendiri dapat menjadi potensi terjadinya konflik.
Sebagai contoh, informasi yang diterima mengenai pihak lain akan menyebabkan orang
dapat mengindentifikasi situasi perbedaan dalam hal nilai dan kebutuhan. Hal ini dapat
memulai konflik, sebenarnya dapat dihindari dengan komunikasi yang lebih sedikit.
• Batas-batas tanggung jawab dan Jurisdiksi yang tidak jelas (Ambiguous tesponsibilites and
Jurisdictions)
Orang-orang dengan jabatan dan tanggungjawab yang jelas dapat mengetahui apa yang
dituntut dari dirinya masing-masing. Ketika terjadi ketidakjelasan tanggung jawab dan
jurisdiksi, kemungkinan terjadinya konflik jadi semakin besar. Sebagai contoh, departemen
penjualan terkadang menemukan dan memesan material di saat departemen produksi
mengklaim bahwa hal tersebut tidak diperlukan. Bagian produksi kemudian akan menuduh
departemen penjualan melangkahi jurisdiksi mereka, sehingga konflik pun muncul tak
henti-hentinya. Hal ini dapat menyebabkan terlambatnya dipenuhi permintaan pasar,
hilangnya pelanggan, bahkan mogok kerja.

49
PENUTUP
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa manajer sudah seharusnya memiliki keterampilan
komunikasi dan penanganan konflik yang tentunya dapat membantu mereka mengimplementasikan
keputusan-keputusan untuk mendukung proses pencapaian tujuan suatu organsiasi.
Untuk dapat mencapai hal ini, manajer harus dapat mengenali hambatan-hambatan yang dapat
mengganggu efektivitas komunikasi yang dapat memacu terjadinya konflik. Keterampilan
komunikasi yang baik dapat mengklarifikasi konflik yang timbul serta dapat memperkecil
konsekuensi negatif dari konflik itu sendiri terhadap individual dan organisasi.
Seorang manajer dituntut untuk memahami akar dari sebuah konflik, mendiagnosis situasi konflik
untuk dapat menemukan substansi spesifik dan perbedaan emosional lainnya yang mendasari
terjadinya konflik tersebut sehingga dapat ditemukan sebab sebab dari perbedaan ini.
Orang menangani konflik dengan berbagai cara, tetapi hanya pendekatan penyelesaian masalah
yang dapat menghasilkan resolusi konflik yang murni. Berbagai strategi manajemen konflik harus
diketahui oleh seorang manajer, sehingga dapat diputuskan strategi mana yang cocok untuk
berbagai macam konflik yang dihadapi.
Pada akhirnya, hubungan interpersonal seorang manajer menghadirkan kesempatan untuk
meningkatkan atau malah mengurangi kesuksesannya dalam menangani konflik. Terlatihnya
seorang manajer dalam komunikasi dan proses konflik akan menempatkan posisinya sebagai salah
satu titik yang paling penting dalam kesuksesan suatu organisasi atau perusahaan.

DAFTAR PUSTAKA
• Schermerhom, Jr, John R., James G. Hunt and Richard N. Osborn, Managing Organizational
Behavior, John Wiley & Sons,lnc., New York, 1985.
• Tosi, Henry L. John R. Rizzo,and Stephen J. Carrol. Managing Organizational Behaviour,
Ballinger Publishing Company, Cambridge, Massachusetts, 1986.

(Di-download dari: Universitas Sumatera Utara/USU digital library, 2003)

50
DEPARTEMEN
PEKERJAAN
Perkotaan UMUM
Direktorat Jenderal Cipta Karya

You might also like