Professional Documents
Culture Documents
Terkadang guru sering salah paham dengan siswa berkenaan dengan gaya
belajar mereka. Seorang guru terkadang marah bila ada seorang siswa yang kurang
memperhatikan pelajaran yang sedang disampaikan. Atau guru dengan mudahnya
memvonis seseorang siswa itu pandai atau bodoh. Atau siswa itu rajin atau malas
dalam belajarnya. Barangkali itu terjadi karena ketidaktahuan guru dengan
keheterogenan dari karakteristik belajar siswa. Barangkali kita kenal dengan Albert
Einstein, ia dicap oleh gurunya sebagai siswa yang idiot ternyata bersamaan waktu
berjalan beliau tercatat dalam sejarah sebagai seorangan fisikawan terbesar abad 20
.Dalam buku Quantum Learning atau Quantum Teaching (diterjemahkan oleh Penerbit
Kaifa Bandung) dijelaskan tentang karakteristik belajar seseorang atau gaya belajar
seseorang. Dalam buku tersebut diuraikan bahwa siswa memiliki tiga tipe belajar atau
kombinasi dari ketiganya yaitu tipe visual, tipe auditorial dan kinestetik. Ketiga tipe ini
memiliki ciri khas dan penanganan khusus pula.
Gaya belajar tipe visual adalah gaya belajar yang dominan mengandalkan visual. Ia
memiliki ciri seperti :
Penanganan belajarnya adalah dengan dibantu kombinasi peraga visual, gambar atau
simbol-simbol.
Gaya belajar tipe auditorial adalah gaya belajar yang dominan mengandalkan auditorial
atau pendengaran. Ia memiliki ciri seperti :
1. Berbicara dengan diri sendiri (Jw : gremengan) saat bekerja atau belajar
4. Dapat mengulangi dan meniru nada, irama atau warna suara tertentu ketika
bercerita.
5. Memiliki kesulitan ketika menulis tapi pandai bercerita dan fasih ketika berbicara
Penanganan belajarnya adalah sering diajak diskusi atau menyampaikan sesuatu atau
pendapatnya mengenai pelajaran.
Gaya belajar tipe kinestetik adalah gaya belajar yang dominan praktek atau eksperimen
atau yang dapat diujicoba sendiri. Ia memiliki ciri seperti :
Diajak berbicara atau tangannya sibuk dengan memainkan sesuatu umpama pena.
3. Berorientasi pada fisik dan banyak gerak
6. Senang berkreasi
10. Tertantang dengan suatu aktivitas yang menyibukkan dan selalu ingin mencoba
atau
Bereksperimen sendiri
Dengan mengetahui karakteristik belajar siswa ini guru akan dapat memberikan bekal
kepada siswanya untuk dapat menghadapi perubahan cara atau pola belajar di tiap
jenjang pendidikan. Siswa tidak akan mengalami shock study terhadap perubahan pola
pembelajaran tersebut. Dan yang jelas dapat menangani keheterogenan cara belajar
siswa.
Merujuk pada tulisan Hamzah B. Uno (2008) berikut ini dikemukakan beberapa
pengertian yang dikemukakan oleh para ahli. Robert F. Mager (1962) mengemukakan
bahwa tujuan pembelajaran adalah perilaku yang hendak dicapai atau yang dapat
dikerjakan oleh siswa pada kondisi dan tingkat kompetensi tertentu. Kemp (1977) dan
David E. Kapel (1981) menyebutkan bahwa tujuan pembelajaran adalah suatu
pernyataan yang spesifik yang dinyatakan dalam perilaku atau penampilan yang
diwujudkan dalam bentuk tulisan untuk menggambarkan hasil belajar yang diharapkan.
Henry Ellington (1984) bahwa tujuan pembelajaran adalah pernyataan yang diharapkan
dapat dicapai sebagai hasil belajar. Sementara itu, Oemar Hamalik (2005)
menyebutkan bahwa tujuan pembelajaran adalah suatu deskripsi mengenai tingkah
laku yang diharapkan tercapai oleh siswa setelah berlangsung pembelajaran .
Meski para ahli memberikan rumusan tujuan pembelajaran yang beragam, tetapi
semuanya menunjuk pada esensi yang sama, bahwa : (1) tujuan pembelajaran adalah
tercapainya perubahan perilaku atau kompetensi pada siswa setelah mengikuti
kegiatan pembelajaran; (2) tujuan dirumuskan dalam bentuk pernyataan atau deskripsi
yang spesifik. Yang menarik untuk digarisbawahi yaitu dari pemikiran Kemp dan David
E. Kapel bahwa perumusan tujuan pembelajaran harus diwujudkan dalam bentuk
tertulis. Hal ini mengandung implikasi bahwa setiap perencanaan pembelajaran
seyogyanya dibuat secara tertulis (written plan).
Upaya merumuskan tujuan pembelajaran dapat memberikan manfaat tertentu,
baik bagi guru maupun siswa. Nana Syaodih Sukmadinata (2002) mengidentifikasi 4
(empat) manfaat dari tujuan pembelajaran, yaitu: (1) memudahkan dalam
mengkomunikasikan maksud kegiatan belajar mengajar kepada siswa, sehingga siswa
dapat melakukan perbuatan belajarnya secara lebih mandiri; (2) memudahkan guru
memilih dan menyusun bahan ajar; (3) membantu memudahkan guru menentukan
kegiatan belajar dan media pembelajaran; (4) memudahkan guru mengadakan
penilaian.
Manfaat tujuan intruksional (baik umum maupun khusus) adalah sebagai dasar
dalam:
Seiring dengan pergeseran teori dan cara pandang dalam pembelajaran, saat ini
telah terjadi pergeseran dalam perumusan tujuan pembelajaran. W. James Popham
dan Eva L. Baker (2005) mengemukakan pada masa lampau guru diharuskan
menuliskan tujuan pembelajarannya dalam bentuk bahan yang akan dibahas dalam
pelajaran, dengan menguraikan topik-topik atau konsep-konsep yang akan dibahas
selama berlangsungnya kegiatan pembelajaran. Tujuan pembelajaran pada masa lalu
ini tampak lebih mengutamakan pada pentingnya penguasaan bahan bagi siswa dan
pada umumnya yang dikembangkan melalui pendekatan pembelajaran yang berpusat
pada guru (teacher-centered). Namun seiring dengan pergeseran teori dan cara
pandang dalam pembelajaran, tujuan pembelajaran yang semula lebih memusatkan
pada penguasaan bahan, selanjutnya bergeser menjadi penguasaan kemampuan
siswa atau biasa dikenal dengan sebutan penguasaan kompetensi atau performansi.
Dalam praktik pendidikan di Indonesia, pergeseran tujuan pembelajaran ini terasa lebih
mengemuka sejalan dengan munculnya gagasan penerapan Kurikulum Berbasis
Kompetensi.
Selanjutnya, W. James Popham dan Eva L. Baker (2005) menegaskan bahwa
seorang guru profesional harus merumuskan tujuan pembelajarannya dalam bentuk
perilaku siswa yang dapat diukur yaitu menunjukkan apa yang dapat dilakukan oleh
siswa tersebut sesudah mengikuti pelajaran.
Berbicara tentang perilaku siswa sebagai tujuan belajar, saat ini para ahli pada
umumnya sepakat untuk menggunakan pemikiran dari Bloom (Gulo, 2005) sebagai
tujuan pembelajaran. Bloom mengklasifikasikan perilaku individu ke dalam tiga ranah
atau kawasan, yaitu: (1) kawasan kognitif yaitu kawasan yang berkaitan aspek-aspek
intelektual atau berfikir/nalar, di dakamnya mencakup: pengetahuan (knowledge),
pemahaman (comprehension), penerapan (application), penguraian (analysis),
memadukan (synthesis), dan penilaian (evaluation); (2) kawasan afektif yaitu kawasan
yang berkaitan aspek-aspek emosional, seperti perasaan, minat, sikap, kepatuhan
terhadap moral dan sebagainya, di dalamnya mencakup: penerimaan
(receiving/attending), sambutan (responding), penilaian (valuing), pengorganisasian
(organization), dan karakterisasi (characterization); dan (3) kawasan psikomotor yaitu
kawasan yang berkaitan dengan aspek-aspek keterampilan yang melibatkan fungsi
sistem syaraf dan otot (neuronmuscular system) dan fungsi psikis. Kawasan ini terdiri
dari : kesiapan (set), peniruan (imitation, membiasakan (habitual), menyesuaikan
(adaptation) dan menciptakan (origination). Taksonomi ini merupakan kriteria yang
dapat digunakan oleh guru untuk mengevaluasi mutu dan efektivitas pembelajarannya.
(1) menyatakan apa yang seharusnya dapat dikerjakan siswa selama belajar dan
kemampuan apa yang sebaiknya dikuasainya pada akhir atau sesudah pelatihan
(2) perlu dinyatakan kondisi dan hambatan yang ada pada saat mendemonstrasikan
perilaku tersebut; dan
(3) perlu ada petunjuk yang jelas tentang standar penampilan minimum yang dapat
diterima.
(1) tujuan harus menguraikan apa yang akan dapat dikerjakan atau diperbuat oleh anak
didik; (2) menyebutkan tujuan, memberikan kondisi atau keadaan yang menjadi syarat
yang hadir pada waktu anak didik berbuat; dan
(3) menyebutkan kriteria yang digunakan untuk menilai unjuk perbuatan anak didik
yang dimaksudkan pada tujuan
C = Condition (persyaratan yang perlu dipenuhi agar perilaku yang diharapkan dapat
tercapai, D=Degree (tingkat penampilan yang dapat diterima, sebagai ukuran hasil
belajar siswa.)
Menurut Bloom, Krathwool, Simpson jenis belajar atau taksonomi tujuan pendidikan
dapat dibedakan menjadi tiga domain yaitu domain kognitif, afektif dan psikomotorik
yang akan diuraikan sebagai berikut.
Domain Kognitif
yaitu yang berkenaan dengan kemampuan otak dan penalaran siswa,. Taksonomi
ranah tujuan kognitif menurut Bloom memiliki 6 tingkatan yaitu: 1) Pengetahuan, 2)
pemahaman, 3) penerapan, 4) analisis, 5) sintesis dan 6) evaluasi
Domain afektif
berkenaan dengan sikap dan nilai tampak pada berbagai tingkah laku. Taksonomi
ranah tujuan afektif menurut Bloom memiliki 5 tingkatan yaitu: 1) Kemampuan
menerima, 2) Kemampuan menanggapi, 3) Berkeyakinan, 4) Penerapan karya 5)
Ketekunan dan ketelitian.
Domain psikomotorik
tujuan instruksional umum (TIU) adalah: hasil belajar yang diharapkan yang
dinyatakan secara umum dan berpedoman pada perubahan tingkah laku dalam kelas.
Tujuan instruksional umum (TIU) merupakan serangkaian hasil belajar yang bersifat
khusus
sedangkan tujuan instruksional khusus (TIK) adalah: hasil belajar yang dinyatakan
dalam istilah perubahan tingkah laku khusus. Tingkah laku khusus adalah kata kerja
yang dapat diamati dan diukur.
Kegunaan TIU/TPU dalam proses belajar mengajar menurut Harjanto (2008) adalah:
1. Memberikan kriteria yang pasti untuk mengukur kemajuan belajar peserta didik.
5. Petunjuk bagi peserta didik tentang apa yang dipelajari dan apa yang akan dinilai
dalam mengikuti suatu pelajaran.
1. Mencakup tujuan yang diharapkan secara umum tentang apa yang dapat dicapai
dalam proses pengajaraan dalam satu waktu tertentu.
2. Tidak terlepas dari konteks tujuan-tujuan kurikuler maupun tujuan yang diatasnya.
4. Cukup realistis dengan keadaan kemampuan peserta didik waktu yang tersedia dan
fasilitas yang ada.
5. Mempunyai indikasi yang kuat bahwa hasil belajar adalah perubahan tingkah laku
peserta didik.
Adapun contoh tujuan instruksional umum (TIU) menurut Hernawan (2005) pada pokok
bahasan Pesawat Sederhana, mata pelajaran IPA kelas V SD adalah: “Siswa
memahami pengertian dan fungsi pesawat sederhana serta mampu menerapkannya
dalam pekerjaan sehari-hari”. Contoh tujuan instruksional umum (TIU) menurut Agung
(2009) pada pokok bahasan Fluida, mata pelajaran Fisika kelas XI SMA adalah: “Siswa
akan dapat menganalisis hukum-hukum yang berhubungan dengan fluida statik dan
dinamik serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari”.
Tujuan instruksional yang kedua adalah tujuan instruksional khusus (TIK). TIK
merupakan penjabaran dari TIU. Menurut Bryl Shoemakar dalam harjanto (2008),
Tujuan instruksional khusus (TIK) adalah pernyataan yang menjelaskan rencana
perubahan dari seseorang yang belajar tentang apa yang diinginkan jika ia
menyelesaikan suatu pengalaman belajar. Dengan demikian dapat diartikan perumusan
tujuan instruksional khusus (TIK) adalah perumusan perubahan tingkah
laku/kemampuan yang diharapkan dimiliki peserta didik setelah mengikuti suatu
program pengajaran tertentu
(1) Dasar dan pedoman bagi seluruh proses pengembangan tujuan instruksional
selanjutnya (perumusan TIK merupakan titik permulaan sesungguhnya dari proses
pengembangan instruksional).
(2) Alat untuk menguji validitas isi tes (isi pelajaran yang akan diajarkan disesuaikan
dengan apa yang akan dicapai).
(3) Arah proses pengembangan instruksional karena di dalamnya tercantum rumusan
pengetahuan, keterampilan dan sikap yang akan dicapai peserta didik pada akhir
proses instruksional.
C. Kesimpulan
Dalam merumuskan tujuan instruksional, harus menetapkan jenis hasil belajar yang
dapat dibedakan menjadi tiga domain yaitu domain kognitif, afektif dan psikomotorik.
Tujuan instruksional ini dapat dibedakan menjadi tujuan instruksional umum (TIU) dan
tujuan instruksional khusus (TIK).
Prinsip Kecukupan
Artinya materi yang diajarkan hendaknya cukup memadai dalam membantu peserta
didik menguasai kopetensi dasar yang diajarkan. Materi tidak boleh terlalu sedikit, dan
tidak boleh terlalu banyak.
Cakupan / Ruang Lingkup.
Dalam menentukan cakupan atau ruang lingkup materi pembelajaran harus
diperhatikan apakan materinya berupa aspek kognitif (fakta, konsep, prinsip, prosedur)
aspek afektif, ataukah aspek psikomotorik, serta memperhatikan keluasan dan
kedalaman materinya.
Pendekatan untuk menentukan urutan materi pembelajaran
Pendekatan Prosedural
Urutan materi pembelajaran secara prosedural menggambarkan langkah-langkah
secara urut sesuai dengan langkah-langkah melaksanakan suatu tugas. Misalnya
langkah-langkah menelpon, langkah-langkah mengoprasi, peralatan kamera video, cara
menginstalasi program computer dan sebagainya.
Pendekatan Hierarki
Urutan materi pembelajaran secara hierarki menggambarkan urutan yang bersifat
berjenjang dari bawah ke atas atau dari atas ke bawah. Materi sebelumnya harus
dipelajari dahulu sebagai prasyarat untuk mempelajari materi berikutnya.
Contoh urutan materi prosedural dan hierarki
MATERI PEMBELAJARAN
MATERI PEMBELAJARAN
PRINSIP
Apakah kopetensi MATERi PEMBELAJARAN
FAKTA
dasar berupa fakta KONSEP
Contoh: jika permintaan
Contoh:
naik, jenis-jenis
sedangkan
Contoh: Bujur sangkar
Pilih kopetansi binatang
penawaran memanah
tetap, biar
maka
ada;lah persegi panjang
dasar yang akan tanaman
harga berbiji
akan naik. tunggal,
Apakah
Apakahkopetensi
kopetensidasar
dasar yang keempat sisinya
diajarkan nama-nama, bullan dalam
menjelaskan hubungan
berupa mengemukakan sama panjang
Kata kunci: Dalil, Rumus
setahun,
antara berbagai
definisi, konsep
menjelaskan, Postulat, Hubungan
Kata kunci: definisi, sebab
sebab akibat ?
Apakah kopetensi dasar MATERI PEMBELAJARAN
berupa menjelaskan PROSEDUR
langkah-langkah
mengerjakan suatu Contoh: cara mengukur suhu
prosedur tertentu? badan menggunakan
termometer
B.URUTAN PENYAMPAIAN
Penyampaian Fakta