You are on page 1of 16

Pembahasan

Guru Harus Mengenal Karakteristik Belajar Siswa


Seorang guru dituntut memiliki minimal dua kompetensi yang digunakan dalam
proses pembelajaran. Kompetensi tersebut adalah kompetensi yang bersifat
administrasi dan non administrasi. Kompetensi yang bersifat administrasi digunakan
untuk kontrol dalam proses pembelajaran, membantu guru pengganti dan menambah
nilai angka kredit. Sedangkan kompetensi yang bersifat non administrasi sebenarnya
yang lebih penting dalam menentukan keberhasilan proses pembelajaran dan lebih
dominan. Di antaranya adalah keterampilan mengetahui karakteristik belajar siswa.
Memang dalam sistem pembelajaran ada program remidial dan pengayaan untuk
perbaikan dan peningkatan prestasi siswa. Namun program tersebut tidak akan berjalan
lancar bila hanya semata-mata menjalankan program saja tanpa melihat keheterogenan
siswa.

Terkadang guru sering salah paham dengan siswa berkenaan dengan gaya
belajar mereka. Seorang guru terkadang marah bila ada seorang siswa yang kurang
memperhatikan pelajaran yang sedang disampaikan. Atau guru dengan mudahnya
memvonis seseorang siswa itu pandai atau bodoh. Atau siswa itu rajin atau malas
dalam belajarnya. Barangkali itu terjadi karena ketidaktahuan guru dengan
keheterogenan dari karakteristik belajar siswa. Barangkali kita kenal dengan Albert
Einstein, ia dicap oleh gurunya sebagai siswa yang idiot ternyata bersamaan waktu
berjalan beliau tercatat dalam sejarah sebagai seorangan fisikawan terbesar abad 20
.Dalam buku Quantum Learning atau Quantum Teaching (diterjemahkan oleh Penerbit
Kaifa Bandung) dijelaskan tentang karakteristik belajar seseorang atau gaya belajar
seseorang. Dalam buku tersebut diuraikan bahwa siswa memiliki tiga tipe belajar atau
kombinasi dari ketiganya yaitu tipe visual, tipe auditorial dan kinestetik. Ketiga tipe ini
memiliki ciri khas dan penanganan khusus pula.

Gaya belajar tipe visual adalah gaya belajar yang dominan mengandalkan visual. Ia
memiliki ciri seperti :

1. Berbicara dengan cepat

2. Pengeja yang baik

3. Teliti terhadap yang detail

4. Pembaca cepat dan tekun, lebih suka membaca ketimbang dibacakan

5. Mengingat apa yang dilihat daripada yang didengar

6. Pelupa dalam menyampaikan pesan verbal


7. Sering menjawab pertanyaan dengan jawaban singkat

8. Senang terhadap seni daripada musik

9. Sukar atau tidak pandai memilih kata-kata ketika berbicara

10. Senang memperhatikan melalui demonstrasi daripada ceramah.

11. Pembawaannya rapi dan teratur.

12. Suka mengantuk bila mendengarkan penjelasan yang panjang lebar

Penanganan belajarnya adalah dengan dibantu kombinasi peraga visual, gambar atau
simbol-simbol.

Gaya belajar tipe auditorial adalah gaya belajar yang dominan mengandalkan auditorial
atau pendengaran. Ia memiliki ciri seperti :

1. Berbicara dengan diri sendiri (Jw : gremengan) saat bekerja atau belajar

2. Menggerakkan bibir mereka ketika membaca dan mendengarkan.

3. Pandai dalam menyampaikan pesan verbal

4. Dapat mengulangi dan meniru nada, irama atau warna suara tertentu ketika
bercerita.

5. Memiliki kesulitan ketika menulis tapi pandai bercerita dan fasih ketika berbicara

6. Senang berdiskusi, berbicara dan menjelaskan sesuatu dengan panjang lebar


Lebih

Senang music dari pada seni yang melibatkan visual

Penanganan belajarnya adalah sering diajak diskusi atau menyampaikan sesuatu atau
pendapatnya mengenai pelajaran.

Gaya belajar tipe kinestetik adalah gaya belajar yang dominan praktek atau eksperimen
atau yang dapat diujicoba sendiri. Ia memiliki ciri seperti :

1. Berbicaranya dengan perlahan dan cermat

2. Ketika berbicara dengan seseorang biasanya ia menyentuh atau memegang orang


yang

Diajak berbicara atau tangannya sibuk dengan memainkan sesuatu umpama pena.
3. Berorientasi pada fisik dan banyak gerak

4. Mengahafal sambil berjalan dan melihat

5. Belajar melalui manipulasi atau praktik

6. Senang berkreasi

7. Banyak menggunakan isyarat tubuh

8. Tidak dapat duduk diam dalam waktu yang lama

9. Kemungkinan besar tulisannya jelek

10. Tertantang dengan suatu aktivitas yang menyibukkan dan selalu ingin mencoba
atau

Bereksperimen sendiri

11. Senang dengan aktivitas fisik, olahraga atau kerja praktik

Penanganan belajarnya adalah sering dibantu dengan melibatkan mereka dalam


belajar secara langsung atau praktik. Khusus untuk tipe ini biasanya prestasi mereka di
bawah rerata dan kompensasinya biasanya mereka agak sedikit sebagai pembuat
keributan tetapi mereka menonjol di bidang seni/art, olahraga atau ketrampilan.

Dengan mengetahui karakteristik belajar siswa ini guru akan dapat memberikan bekal
kepada siswanya untuk dapat menghadapi perubahan cara atau pola belajar di tiap
jenjang pendidikan. Siswa tidak akan mengalami shock study terhadap perubahan pola
pembelajaran tersebut. Dan yang jelas dapat menangani keheterogenan cara belajar
siswa.

Merumuskan Tujuan Pembelajaran


Tujuan Pembelajaran

Agar proses pembelajaran dapat terkonsepsikan dengan baik, maka seorang


guru dituntut untuk mampu menyusun dan merumuskan tujuan pembelajaran secara
jelas dan tegas. Oleh karena itu, melalui tulisan yang sederhana ini akan dikemukakan
secara singkat tentang apa dan bagaimana merumuskan tujuan pembelajaran. Dengan
harapan dapat memberikan pemahaman kepada para guru dan calon guru agar dapat
merumuskan tujuan pembelajaran secara tegas dan jelas dari mata pelajaran yang
menjadi tanggung jawabnya..

A. Apa Tujuan Pembelajaran itu?

Salah satu sumbangan terbesar dari aliran psikologi behaviorisme terhadap


pembelajaran bahwa pembelajaran seyogyanya memiliki tujuan. Gagasan perlunya
tujuan dalam pembelajaran pertama kali dikemukakan oleh B.F. Skinner pada tahun
1950. Kemudian diikuti oleh Robert Mager pada tahun 1962 yang dituangkan dalam
bukunya yang berjudul Preparing Instruction Objective. Sejak pada tahun 1970 hingga
sekarang penerapannya semakin meluas hampir di seluruh lembaga pendidikan di
dunia, termasuk di Indonesia.

Merujuk pada tulisan Hamzah B. Uno (2008) berikut ini dikemukakan beberapa
pengertian yang dikemukakan oleh para ahli. Robert F. Mager (1962) mengemukakan
bahwa tujuan pembelajaran adalah perilaku yang hendak dicapai atau yang dapat
dikerjakan oleh siswa pada kondisi dan tingkat kompetensi tertentu. Kemp (1977) dan
David E. Kapel (1981) menyebutkan bahwa tujuan pembelajaran adalah suatu
pernyataan yang spesifik yang dinyatakan dalam perilaku atau penampilan yang
diwujudkan dalam bentuk tulisan untuk menggambarkan hasil belajar yang diharapkan.
Henry Ellington (1984) bahwa tujuan pembelajaran adalah pernyataan yang diharapkan
dapat dicapai sebagai hasil belajar. Sementara itu, Oemar Hamalik (2005)
menyebutkan bahwa tujuan pembelajaran adalah suatu deskripsi mengenai tingkah
laku yang diharapkan tercapai oleh siswa setelah berlangsung pembelajaran .

Meski para ahli memberikan rumusan tujuan pembelajaran yang beragam, tetapi
semuanya menunjuk pada esensi yang sama, bahwa : (1) tujuan pembelajaran adalah
tercapainya perubahan perilaku atau kompetensi pada siswa setelah mengikuti
kegiatan pembelajaran; (2) tujuan dirumuskan dalam bentuk pernyataan atau deskripsi
yang spesifik. Yang menarik untuk digarisbawahi yaitu dari pemikiran Kemp dan David
E. Kapel bahwa perumusan tujuan pembelajaran harus diwujudkan dalam bentuk
tertulis. Hal ini mengandung implikasi bahwa setiap perencanaan pembelajaran
seyogyanya dibuat secara tertulis (written plan).
Upaya merumuskan tujuan pembelajaran dapat memberikan manfaat tertentu,
baik bagi guru maupun siswa. Nana Syaodih Sukmadinata (2002) mengidentifikasi 4
(empat) manfaat dari tujuan pembelajaran, yaitu: (1) memudahkan dalam
mengkomunikasikan maksud kegiatan belajar mengajar kepada siswa, sehingga siswa
dapat melakukan perbuatan belajarnya secara lebih mandiri; (2) memudahkan guru
memilih dan menyusun bahan ajar; (3) membantu memudahkan guru menentukan
kegiatan belajar dan media pembelajaran; (4) memudahkan guru mengadakan
penilaian.

Dalam Permendiknas RI No. 52 Tahun 2008 tentang Standar Proses disebutkan


bahwa tujuan pembelajaran memberikan petunjuk untuk memilih isi mata pelajaran,
menata urutan topik-topik, mengalokasikan waktu, petunjuk dalam memilih alat-alat
bantu pengajaran dan prosedur pengajaran, serta menyediakan ukuran (standar) untuk
mengukur prestasi belajar siswa.

Manfaat tujuan intruksional (baik umum maupun khusus) adalah sebagai dasar
dalam:

1. Menyusun instrument tes (pretes dan pottes).

2. Merancang srategi intruksional.

3. Menyusun spesifikasi dan memilih media yang cocok.

4. Melaksanakan proses belajar.

B . Bagaimana Merumuskan Tujuan Pembelajaran?

Seiring dengan pergeseran teori dan cara pandang dalam pembelajaran, saat ini
telah terjadi pergeseran dalam perumusan tujuan pembelajaran. W. James Popham
dan Eva L. Baker (2005) mengemukakan pada masa lampau guru diharuskan
menuliskan tujuan pembelajarannya dalam bentuk bahan yang akan dibahas dalam
pelajaran, dengan menguraikan topik-topik atau konsep-konsep yang akan dibahas
selama berlangsungnya kegiatan pembelajaran. Tujuan pembelajaran pada masa lalu
ini tampak lebih mengutamakan pada pentingnya penguasaan bahan bagi siswa dan
pada umumnya yang dikembangkan melalui pendekatan pembelajaran yang berpusat
pada guru (teacher-centered). Namun seiring dengan pergeseran teori dan cara
pandang dalam pembelajaran, tujuan pembelajaran yang semula lebih memusatkan
pada penguasaan bahan, selanjutnya bergeser menjadi penguasaan kemampuan
siswa atau biasa dikenal dengan sebutan penguasaan kompetensi atau performansi.
Dalam praktik pendidikan di Indonesia, pergeseran tujuan pembelajaran ini terasa lebih
mengemuka sejalan dengan munculnya gagasan penerapan Kurikulum Berbasis
Kompetensi.
Selanjutnya, W. James Popham dan Eva L. Baker (2005) menegaskan bahwa
seorang guru profesional harus merumuskan tujuan pembelajarannya dalam bentuk
perilaku siswa yang dapat diukur yaitu menunjukkan apa yang dapat dilakukan oleh
siswa tersebut sesudah mengikuti pelajaran.

Berbicara tentang perilaku siswa sebagai tujuan belajar, saat ini para ahli pada
umumnya sepakat untuk menggunakan pemikiran dari Bloom (Gulo, 2005) sebagai
tujuan pembelajaran. Bloom mengklasifikasikan perilaku individu ke dalam tiga ranah
atau kawasan, yaitu: (1) kawasan kognitif yaitu kawasan yang berkaitan aspek-aspek
intelektual atau berfikir/nalar, di dakamnya mencakup: pengetahuan (knowledge),
pemahaman (comprehension), penerapan (application), penguraian (analysis),
memadukan (synthesis), dan penilaian (evaluation); (2) kawasan afektif yaitu kawasan
yang berkaitan aspek-aspek emosional, seperti perasaan, minat, sikap, kepatuhan
terhadap moral dan sebagainya, di dalamnya mencakup: penerimaan
(receiving/attending), sambutan (responding), penilaian (valuing), pengorganisasian
(organization), dan karakterisasi (characterization); dan (3) kawasan psikomotor yaitu
kawasan yang berkaitan dengan aspek-aspek keterampilan yang melibatkan fungsi
sistem syaraf dan otot (neuronmuscular system) dan fungsi psikis. Kawasan ini terdiri
dari : kesiapan (set), peniruan (imitation, membiasakan (habitual), menyesuaikan
(adaptation) dan menciptakan (origination). Taksonomi ini merupakan kriteria yang
dapat digunakan oleh guru untuk mengevaluasi mutu dan efektivitas pembelajarannya.

Dalam sebuah perencanaan pembelajaran tertulis (written plan/RPP), untuk


merumuskan tujuan pembelajaran tidak dapat dilakukan secara sembarangan, tetapi
harus memenuhi beberapa kaidah atau kriteria tertentu. W. James Popham dan Eva L.
Baker (2005) menyarankan dua kriteria yang harus dipenuhi dalam memilih tujuan
pembelajaran, yaitu: (1) preferensi nilai guru yaitu cara pandang dan keyakinan guru
mengenai apa yang penting dan seharusnya diajarkan kepada siswa serta bagaimana
cara membelajarkannya; dan (2) analisis taksonomi perilaku sebagaimana
dikemukakan oleh Bloom di atas. Dengan menganalisis taksonomi perilaku ini, guru
akan dapat menentukan dan menitikberatkan bentuk dan jenis pembelajaran yang akan
dikembangkan, apakah seorang guru hendak menitikberatkan pada pembelajaran
kognitif, afektif ataukah psikomotor.

Menurut Oemar Hamalik (2005) bahwa komponen-komponen yang harus


terkandung dalam tujuan pembelajaran, yaitu

(1) perilaku terminal,

(2) kondisi-kondisi dan

(3) standar ukuran.


Hal senada dikemukakan Mager (Hamzah B. Uno, 2008) bahwa tujuan pembelajaran
sebaiknya mencakup tiga komponen utama, yaitu:

(1) menyatakan apa yang seharusnya dapat dikerjakan siswa selama belajar dan
kemampuan apa yang sebaiknya dikuasainya pada akhir atau sesudah pelatihan

(2) perlu dinyatakan kondisi dan hambatan yang ada pada saat mendemonstrasikan
perilaku tersebut; dan

(3) perlu ada petunjuk yang jelas tentang standar penampilan minimum yang dapat
diterima.

Berkenaan dengan perumusan tujuan performansi, Dick dan Carey (Hamzah


Uno, 2008) menyatakan bahwa tujuan pembelajaran terdiri atas:

(1) tujuan harus menguraikan apa yang akan dapat dikerjakan atau diperbuat oleh anak
didik; (2) menyebutkan tujuan, memberikan kondisi atau keadaan yang menjadi syarat
yang hadir pada waktu anak didik berbuat; dan

(3) menyebutkan kriteria yang digunakan untuk menilai unjuk perbuatan anak didik
yang dimaksudkan pada tujuan

Telah dikemukakan di atas bahwa tujuan pembelajaran harus dirumuskan secara


jelas. Dalam hal ini Hamzah B. Uno (2008) menekankan pentingnya penguasaan guru
tentang tata bahasa, karena dari rumusan tujuan pembelajaran itulah dapat
tergambarkan konsep dan proses berfikir guru yang bersangkutan dalam menuangkan
idenya tentang pembelajaran.

Pada bagian lain, Hamzah B. Uno (2008) mengemukakan tentang teknis


penyusunan tujuan pembelajaran dalam format ABCD yang artinya.

A = Audience (petatar, siswa, mahasiswa, murid dan sasaran didik lainnya),

B = Behavior (perilaku yang dapat diamati sebagai hasil belajar),

C = Condition (persyaratan yang perlu dipenuhi agar perilaku yang diharapkan dapat
tercapai, D=Degree (tingkat penampilan yang dapat diterima, sebagai ukuran hasil
belajar siswa.)

Menurut Bloom, Krathwool, Simpson jenis belajar atau taksonomi tujuan pendidikan
dapat dibedakan menjadi tiga domain yaitu domain kognitif, afektif dan psikomotorik
yang akan diuraikan sebagai berikut.

Domain Kognitif
yaitu yang berkenaan dengan kemampuan otak dan penalaran siswa,. Taksonomi
ranah tujuan kognitif menurut Bloom memiliki 6 tingkatan yaitu: 1) Pengetahuan, 2)
pemahaman, 3) penerapan, 4) analisis, 5) sintesis dan 6) evaluasi

Domain afektif

berkenaan dengan sikap dan nilai tampak pada berbagai tingkah laku. Taksonomi
ranah tujuan afektif menurut Bloom memiliki 5 tingkatan yaitu: 1) Kemampuan
menerima, 2) Kemampuan menanggapi, 3) Berkeyakinan, 4) Penerapan karya 5)
Ketekunan dan ketelitian.

Domain psikomotorik

berkenaan dengan keterampilan atau keaktifan pisik. Taksonomi ranah tujuan


psikomotorik menurut Bloom memiliki 5 tingkatan yaitu: 1) persepsi, 2) kesiapan, 3)
Respon Terarah, 4) Adaptasi, 5) Organisasi, penciptaan yang baru

Tujuan instruksional ini dapat dibedakan menjadi tujuan instruksional umum


(TIU) dan tujuan instruksional khusus (TIK). Menurut Grounlund dalam Harjanto (2008)

tujuan instruksional umum (TIU) adalah: hasil belajar yang diharapkan yang
dinyatakan secara umum dan berpedoman pada perubahan tingkah laku dalam kelas.
Tujuan instruksional umum (TIU) merupakan serangkaian hasil belajar yang bersifat
khusus

sedangkan tujuan instruksional khusus (TIK) adalah: hasil belajar yang dinyatakan
dalam istilah perubahan tingkah laku khusus. Tingkah laku khusus adalah kata kerja
yang dapat diamati dan diukur.

Kegunaan TIU/TPU dalam proses belajar mengajar menurut Harjanto (2008) adalah:

1. Memberikan kriteria yang pasti untuk mengukur kemajuan belajar peserta didik.

2. Memberikan kepastian mengenai kemampuan yang diharapkan dari peserta didik.

3. Memberikan dasar untuk mengembangkan alat evaluasi untuk mengukur efektifitas


pengajaran.

4. Menentukan petunjuk dalam menentukan materi dan strategi instruksional.

5. Petunjuk bagi peserta didik tentang apa yang dipelajari dan apa yang akan dinilai
dalam mengikuti suatu pelajaran.

6. Peserta didik akan mengorganisasikan usaha dan kegiatannya untuk mencapai


tujuan instruksional yang telah ditentukan.
Masih menurut Gronlund dalam Harjanto (2008), dalam perumusan tujuan
umum instruksional (TIU) terlebih dahulu menyusun jenis hasil belajar yang diharapkan
dan jenis-jenis hasil belajar yang dapat digunakan sebagai sumber dalam perumusan
tujuan insrtruksional umum (TIU) yaitu harus memperhatikan hal-hal seperti berikut:

1. Mencakup tujuan yang diharapkan secara umum tentang apa yang dapat dicapai
dalam proses pengajaraan dalam satu waktu tertentu.

2. Tidak terlepas dari konteks tujuan-tujuan kurikuler maupun tujuan yang diatasnya.

3. Selaras dengan mempertimbangakan prinsip-prinsip belajar.

4. Cukup realistis dengan keadaan kemampuan peserta didik waktu yang tersedia dan
fasilitas yang ada.

5. Mempunyai indikasi yang kuat bahwa hasil belajar adalah perubahan tingkah laku
peserta didik.

Adapun contoh tujuan instruksional umum (TIU) menurut Hernawan (2005) pada pokok
bahasan Pesawat Sederhana, mata pelajaran IPA kelas V SD adalah: “Siswa
memahami pengertian dan fungsi pesawat sederhana serta mampu menerapkannya
dalam pekerjaan sehari-hari”. Contoh tujuan instruksional umum (TIU) menurut Agung
(2009) pada pokok bahasan Fluida, mata pelajaran Fisika kelas XI SMA adalah: “Siswa
akan dapat menganalisis hukum-hukum yang berhubungan dengan fluida statik dan
dinamik serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari”.

Tujuan instruksional yang kedua adalah tujuan instruksional khusus (TIK). TIK
merupakan penjabaran dari TIU. Menurut Bryl Shoemakar dalam harjanto (2008),
Tujuan instruksional khusus (TIK) adalah pernyataan yang menjelaskan rencana
perubahan dari seseorang yang belajar tentang apa yang diinginkan jika ia
menyelesaikan suatu pengalaman belajar. Dengan demikian dapat diartikan perumusan
tujuan instruksional khusus (TIK) adalah perumusan perubahan tingkah
laku/kemampuan yang diharapkan dimiliki peserta didik setelah mengikuti suatu
program pengajaran tertentu

Menurut Suparman (2004), merumuskan tujuan instruksional khusus (TIK)


merupakan:

(1) Dasar dan pedoman bagi seluruh proses pengembangan tujuan instruksional
selanjutnya (perumusan TIK merupakan titik permulaan sesungguhnya dari proses
pengembangan instruksional).

(2) Alat untuk menguji validitas isi tes (isi pelajaran yang akan diajarkan disesuaikan
dengan apa yang akan dicapai).
(3) Arah proses pengembangan instruksional karena di dalamnya tercantum rumusan
pengetahuan, keterampilan dan sikap yang akan dicapai peserta didik pada akhir
proses instruksional.

C. Kesimpulan

perumusan tujuan Instruksional dalam desain pembelajaran merupakan perumusan


yang jelas dimana memuat pernyataan tentang kemampuan dan tingkah laku peserta
didik setelah mengikuti suatu program pengajaran tertentu untuk satu topik atau
subtopik tertentu.

Dalam merumuskan tujuan instruksional, harus menetapkan jenis hasil belajar yang
dapat dibedakan menjadi tiga domain yaitu domain kognitif, afektif dan psikomotorik.

Tujuan instruksional ini dapat dibedakan menjadi tujuan instruksional umum (TIU) dan
tujuan instruksional khusus (TIK).

Dalam merumuskan tujuan instruksional khusus hendaknya harus mencakup unsur-


unsur/komponen yang dikenal dengan singkatan ABCD (Audience, Behavior, Condition,
Degree).

Langkah-langkah dalam merumuskan tujuan instruksional secara garis besar adalah:


(1) merumuskan tujuan instruksional umum yang merupakan hasil belajar yang
diharapkan (2) merinci tujuan-tujuan instruksional umum menjadi tujuan-tujuan
instruksional khusus (3) memeriksa tujuan-tujuan instruksional untuk kejelasan dan
kesesuaiannya.

Pengembangan Materi Pembelajaran


Materi Pembelajaran

Materi Pembelajaran (Intructional Materials) adalah bahan yang diperlukan untuk


pembentukkan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang harus di kuasai peserta didik
dalam rangka memenuhi standar kopetensi yang ditetapkan.
Materi Pembelajaran menempati posisi yang sangat penting dari keseluruhan
kurikulum, yang harus dipersiapkan agar pelaksanaan pembelajaran dapat encapai
sasaran.
Materi yang dipilih untuk kegiatan pembelajaran hendaknya materi yang benar-benar
menunjang tercapainya Standar Kopetensi dan Kopetensi Dasar.
Jenis-jenis materi pembelajaran
1. Materi fakta : segala hal yang berwujud kenyataan dan kebenaran, meliputi
nama-nama objek, peristiwa sejarah, lambang, nama tempat, nama orang, nama
bagian atau komponen suatu benda. Contoh mata pelajaran sejarah: Ibu kota
Indonesia adalah Jakarta. Manusia berjalan dengan kaki.
2. Materi Konsep: Segala yang berwujud pengertian-pengertianbaru yang bisa
timbul sebagai hasil pemikiran, meliputi definisi, pengertian, ciri khusus, hakekat,
inti/isi dan sebagainya. Contoh : anak laki-laki. Anak perempuan
3. Materi Prinsip: berupa hal-hal utama, pokok dan memiliki posisi terpenting,
meliputi dalil rumus, paradigma, serta hubungan antar konsep yang
menggambarkan implikasi sebab akibat. Atau hubungan antara dua atau lebih,
konsep yang sudah teruji secara empiris di namakan generalisasi yang
selanjutnya di tarik kedalam prinsip. Contoh: hokum newton tentang gerak.
Hukum 1 Newton, Hukum 2 Newton, Hukum 3 Newton, gesekan statis dan
gesekan kinetis.

Prinsip-prinsip pengembangan materi pembelajaran


Prinsip Relevansi :
Materi pembelajaran hendaknya relevan dengan mencapai standar didik berupa
menghafal fakta, maka materi pembelajaran yang di ajarkan harus berupa fakta, bukan
konsep atau prinsip ataupun jenis materi lainnya
Prinsip konsisten :
Jika kompetensi dasar yang harus di kuasai peserta didik ada empat macam, maka
materi yang harus diajarkan juga harus meliputi empat macam.

Prinsip Kecukupan
Artinya materi yang diajarkan hendaknya cukup memadai dalam membantu peserta
didik menguasai kopetensi dasar yang diajarkan. Materi tidak boleh terlalu sedikit, dan
tidak boleh terlalu banyak.
Cakupan / Ruang Lingkup.
Dalam menentukan cakupan atau ruang lingkup materi pembelajaran harus
diperhatikan apakan materinya berupa aspek kognitif (fakta, konsep, prinsip, prosedur)
aspek afektif, ataukah aspek psikomotorik, serta memperhatikan keluasan dan
kedalaman materinya.
Pendekatan untuk menentukan urutan materi pembelajaran
Pendekatan Prosedural
Urutan materi pembelajaran secara prosedural menggambarkan langkah-langkah
secara urut sesuai dengan langkah-langkah melaksanakan suatu tugas. Misalnya
langkah-langkah menelpon, langkah-langkah mengoprasi, peralatan kamera video, cara
menginstalasi program computer dan sebagainya.
Pendekatan Hierarki
Urutan materi pembelajaran secara hierarki menggambarkan urutan yang bersifat
berjenjang dari bawah ke atas atau dari atas ke bawah. Materi sebelumnya harus
dipelajari dahulu sebagai prasyarat untuk mempelajari materi berikutnya.
Contoh urutan materi prosedural dan hierarki

Materi Pembelajaran Urutan Materi

melakuan setting peripheral pada # mengidentifikasi informasi tentang jenis


operating system (os) computer. dan fungsi masing-masing peripheral.
# jenis fungsi masing-masing peripheral.
# petunjuk pengoperasian peripheral
# fungsi driver
# Instalasi driver peripheral
# mempraktikan setting peripheral
(kecakapan hidup, identifikasi variable,
menghubungkan variable, merumuskan
hipotesis, mengambil keputusan)
Menghitung laba atau rugi dalam jual beli # konsep / pengertian laba, rugi, penjualan
# pembelian, modal dasar, rumus / dalil
menghitung laba dan rugi
# Penerapan dalil atau prinsip jual beli

Penentuan Sumber Belajar


Berbagai sumbe dapat kita gunakan untuk mendapatkan materi pembelajaran tertentu,
pilihan tersebut harus tetap mengacu pada setiap standar kopetensi dan kopetensi
dasar.
Sumber belajar adalah rujukan, artinya dari berbagai sumber belajar tersebut seorang
guru harus melakukan analisis dan mengumpulkan meteri yang sesuai untuk
dikembangkan dalam bentuk bahan ajar.
Jenis sumber Belajar
1. Buku
2. Laporan hasil penelitian
3. Jurnal (hasil penelitian dan pemikiran ilmiah)
4. Majalah ilmiah
5. Kajian pakar bidang studi
6. Karya professional
7. Dokumen kurikulum
8. Penerbitan berkala seperti harian, mingguan, dan bulanan
9. Internet
10. Multimedia (TV video, VCD, Kaset audio, dsb)
11. Lingkungan (alam, social, seni budaya, teknik, industry, ekonomi)

Implementasi Pengembangan Materi Pembelajaran


A. Urutan Materi Pembelajaran

1. Identifikasi standar kopentensi dan kompetensi dasar

Ranah Kognitif jika kompetensi yang ditetapkan meliputi pengetahhuan,


pemahaman, aplikasi, analisis, sistensis dan penilaian.

Ranah Psikomotorik jika kompetensi yang ditetapkan meliputi pemberian


respons, apresiasi, penilaian, dan internalisasi.
2. Identifikasi jenis-jenis materi pembelajaran

MATERI PEMBELAJARAN
MATERI PEMBELAJARAN
PRINSIP
Apakah kopetensi MATERi PEMBELAJARAN
FAKTA
dasar berupa fakta KONSEP
Contoh: jika permintaan
Contoh:
naik, jenis-jenis
sedangkan
Contoh: Bujur sangkar
Pilih kopetansi binatang
penawaran memanah
tetap, biar
maka
ada;lah persegi panjang
dasar yang akan tanaman
harga berbiji
akan naik. tunggal,
Apakah
Apakahkopetensi
kopetensidasar
dasar yang keempat sisinya
diajarkan nama-nama, bullan dalam
menjelaskan hubungan
berupa mengemukakan sama panjang
Kata kunci: Dalil, Rumus
setahun,
antara berbagai
definisi, konsep
menjelaskan, Postulat, Hubungan
Kata kunci: definisi, sebab
sebab akibat ?
Apakah kopetensi dasar MATERI PEMBELAJARAN
berupa menjelaskan PROSEDUR
langkah-langkah
mengerjakan suatu Contoh: cara mengukur suhu
prosedur tertentu? badan menggunakan
termometer

Kata Kunci: Langkah-langkah


mengerjakan tugas secara

B.URUTAN PENYAMPAIAN

1. Penyampaian Silmutan : Materi secara keseluruhan di sajikan secara serentak,


kemudian di perdalam satu demi satu.
2. Penyampaian Suksektif : Materi satu demi satu di sajikan secara mendalam baru
kemudian secara berurutan menyajikan materi beikutnya secara mendalam pula.

PENYAMPAIAN JENIS-JENIS MATERI PEMBELAJARAN

Penyampaian Fakta

Jika guru akan menyajikan materi pembelajaran jenis fakta

You might also like