You are on page 1of 19

Pengertian Hukum

Ada beberapa pendapat para pakar mengenai pengertian hukum


1. Mayers menjelaskan bahwa hukum itu adalah semua aturan yang menyangkut
kesusilaan dan ditujukan terhadap tingkah laku manusia dalam masyarakat serta
sebagai pedoman bagi penguasa Negara dalam melaksanakan tugasnya.
2. Utrecht berpendapat bahwa hukum adalah himpunan perintah dan larangan
untuk mencapai ketertiban dalam masyarakat dan oleh karenanya masyarakat
harus mematuhinya.
3. Simorangkir mengatakan bahwa hukum adalah peraturan yang bersifat memaksa
dan sebagai pedoman tingkah laku manusia dalam masyarakat yang dibuat oleh
lembaga berwenang serta bagi sapa saja yang melanggarnya akan mendapat
hukuman.
4. Sudikno Mertokusuro menyatakan bahwa hukum adalah sekumpulan peraturan-
peraturan atau kaidah-kaidah dalam suatu kehidupan bersama, keseluruhan
peraturan tentang tingkah laku yang berlaku dalam kehidupan bersama yang dapat
dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi.
5. Achmad Ali menyatakan hukum adalah seperangkat norma tentang apa yang
benar dan apa yang salah, yang dibuat dan diakui eksistensinya oleh pemerintah
yang dituangkan baik dalam aturan tertulis (peraturan) maupun yang tidak tertulis
yang mengikat dan sesuai dengan kebutuhan masyarakatnya secara keseluruhan
dan dengan ancaman sanksi bagi pelanggar aturan tersebut.

Judul tulisan ini adalah sebuah pertanyaan pembuka diskusi ketika memfasilitasi Pendidikan
Hukum Kritis (PHK) 28-30 Maret lalu di Tapin Bini Kab.Lamandau Kalteng. Pertanyaan singkat
dan kelihatan sederhana ini rupanya memiliki jawaban yang sangat beragam dan tajam dari
peserta training yang kebanyakan pengurus adat dan tokoh masyarakat.

Untuk mendapatkan input yang lebih beragam dan sejauhmana pemahaman peserta tentang
hukum,saya berujicoba menggunakan teknik pemetaan pikiran (mind map) sebagai sarananya.
Caranya peserta menuliskan saja pengertian hukum menurut mereka dengan tulisan HUKUM
dilingkaran tengahnya, dan lingkaran selanjutnya adalah pendalaman penertian hukum menurut
mereka. Yang menariknya saya menambahkan aturan tutup mulut bagi semua peserta, mereka
hanya menulis saja dalam kelompok yang sudah dibagi tiga.

Hasilnya, sebagai sebuah informasi dasar tentang pengertian hukum menurut peserta ternyata
memang beragam. Ada yang menyebut HUKUM sebagai adat, aturan, keadilan, tertulis dan tak
tertulis, tidak adil, dan banyak lagi. Dan memang tujuan saya ialah agar mereka bisa
menyebutkan pengertian hukum menurut pandangan peserta sendiri.

Membongkar pandangan masyarakat awam mengenai hukum bukanlah pekerjaan mudah, karena
selain kurangnya informasi mengenai hukum untuk mereka, disisi lain kuatnya dominasi negara
untuk menggiring definisi HUKUM=Tertulis atau Hukum adalah produk perundang-undangan
membuat peserta pelatihan inipun larut dalam definisi hukum menurut negara (pemerintah).
Menurut sejarahnya, Hukum diyakini sebagai sebuah norma sosial hasil kesepakatan masyarakat
untuk menjaga ketertiban (pergaulan) sosialnya. DR.Shidarta,pemikir hukum dari
Univ.Tarumanegara mengilustrasikan sejarah hukum dengan mengambil contoh seorang laki-
laki yang tinggal sendirian di sebuah pulau. Karena hanya seorang diri, lelaki ini tidak
berkomunikasi dan bertemu dengan orang lain otomatis tiada nilai atau aturan yang perlu dibuat
disana. Nah, pada suatu ketika datang sebuah kapal ke pulau itu dan lelaki ini berkenalan dengan
seorang gadis dan hidup bersama selanjutnya mulai ada hal yang perlu diatur disana. Semakin
hari semakin ramai orang datang kepulau itu dan beragam kepentingan dan persoalan kemudian
muncul. Nah, pada saat itulah diperlukan sebuah aturan,nilai ataupun apapun namanya untuk
menjaga keselarasan hubungan antar orang-orang dipulau itu. Dan aturan tersebut mereka sendiri
yang menyepakatinya dan itulah awal mula HUKUM.

Namun seiring munculnya organisasi negara, maka pengertian hukum mengalami perubahan.
Hukum yang hakikat dasarnya adalah lahir dari kesepakatan masyarakat untuk ketertiban
sosialnya sekarang berubah menjadi hanya perintah penguasa yang berupa undang-undang
tertulis. Hukum yang semestinya adalah tertib sosial kini menjadi tertib hukum tok seiring
menguatnya paham berpikir positivisme oleh kaum lege.

Sacipto Rahardjo dalam bukunya "Ilmu Hukum" mengatakan bahwa hampir mustahil
mendefinisikan hukum secara secara pasti atau bulat. Karena, hukum memang tidak berdiri
sendiri,hukum tidak murni, hukum itu dipengaruhi banyak elemen lain. Sehingga jika HUKUM
hanya didefinisikan sebagai produk perundangan atau perintah penguasa seperti saat ini,hal
tersebut tentunya menyalahi sejarah terbentuknya hukum itu sendiri.

Peserta pelatihan kali ini memang sempat terbengong-bengong ketika saya berbagi cerita soal
sejarah hukum itu ada. Malah tambah puyeng ketika saya lagi-lagi menjungkir-balikan
pandangan mereka soal pengertian hukum yang sama seperti banyak orang dinegeri ini yang
melihat hukum hanya Undang-undang.

Saya sekali lagi beruntung, karena 2 orang peserta training ini adalah mantan anggota DPRD
sehingga saya memiliki kesempatan untuk menggali pemahaman mereka tentang hukum
sehingga peserta lain mendapat gambaran apa itu hukum versi mantan pembuat hukum.

Selain menyoal definisi hukum, training ini melihat sumber hukum,bentuk hukum, klasifikasi
dan penegaknya. Dan tentu saja saya selalu mengkomparasi elemen diatas menurut Negara dan
Masyarakat Adat. Karena, jika meurujuk kepada hukum versi negara tidak akan ada Hukum adat
karena dianggap bukan hukum melainkan hanya sebuah kebiasaan.

Pelatihan ini tidak hanya membongkar pemahaman peserta tentang hukum, tetapi juga memberi
kesempatan agar masyarakat mampu membuat pilihan-pilihan hukum yang terbaik bagi nya.

Sebelumnya terima kasih kepada redaksi kabarindonesia yang mau mempublish


tulisan tentang opini saya yang lalu, sekarang saya akan coba membahas masalah
baru yang berbeda dari yang kemarin yaitu Hukum, kebanyakan orang mengatakan
bahwa Indonesia adalah Negara hukum, setiap rakyatnya diberi hak dan kebebasan
untuk memilih, sesuai dengan paham yang dianut oleh Negara ini yaitu
“demokrasi”.

Namun menurut saya hukum dan keadilan di Indonesia adalah milik orang-orang
yang mempunyai uang dan jabatan maaf bila kata-kata saya sedikit pedas .
Bukanya merasa benar lalu mengkritik tetapi saya melihat segala sesuatunya
berdasarkan kenyataan dan apa yang selama ini saya dengar dan saksikan, jujur
saya bukan orang yang terlalu paham tentang hukum beserta pasal-pasalnya
karena saya tidak mengambil jurusan hukum, tetapi saya mengerti betul hukum itu
sebenarnya dibuat untuk apa.

Hukum diciptakan untuk mengatur pola tigkah laku manusia, karena manusia
mempunyai kebebasan maka hukum mharus diciptakan untuk memberi batasan-
batasan kepada manusia apa yang boleh ia perbuat dan apa yang tidak boleh.
Hukum ada yang berasal dari manusia dan ada yang berasal dari Tuhan, hukum
yang berasal dari manusia adalah hukum yang dibuat oleh manusia itu sendiri,
hukum yang berasal dari tuhan adalah hukum yang menyangkut antara manusia
dan Tuhan yang maha esa, begitulah yang saya ketahui selama ini, saya memang
tidak keberatan bila Indonesia dikatakan sebagai Negara hukum, buktinya
Indonesia mempunyai undang-undang, pasal, KUHAP, dan sanksi bagi orang yang
melanggar hukum. Tetapi yang saya lihat sekarang ini hukum yang adil tidak
berjalan sebagaimana mestinya. Yang terjadi sekarang ini adalah hukum itu
memihak, keadilan itu hanyalah milik orang-orang yang mempunyai uang dan
jabatan

Telah banyak kasus yang muncul di berita maupun di media massa tentang jual beli
hukum, penyuapan kepada aparat penegak hukum, sampai ke hakim dan jaksa-
jaksa agung, semuanya terjadi semata-mata akibat mereka semua silau akan
kekayaan dan hasil yang akan ia dapatkan, akibatnya institusi penegak hukum
tercoreng namanya akibat segelintir orang yang tidak bertanggung jawab dan
tamak, terus terang saya ataupun mungkin orang lain pasti kecewa dan marah
akan apa yang terjadi akhir-akhir ini tentang penegakan hukum, “Keadilan sosial
bagi seluruh bangsa Indonesia” pada sila kelima sekarang menjadi “keadilan ada
bagi seluruh orang yang punya banyak harta”.

Keadilan selalu dipertanyakan bagi rakyat-rakyat kecil, saya pernah mendengar


lagu seperti ini “Maling kecil dihakimi maling-maling besar dilindungi” ini adalah
sedikit lirik lagu yang saya kutip karena mempunyai arti besar bagi saya dan kami
orang-orang kecil. Maling besar seperti koruptor di lindungi oleh pemerintah,
sedangkan para pencuri kecil yang dengan terpaksa mencuri uang demi ankanya
yang sedang sakit atau kelaparan meregang nyawa si tangan massa.

Dimana hati kalian wahai penegak hukum yang harusnya memberi kami
perlindungan dan keadilan, buktikan bahwa hukum itu ada, buktikan undang-
undang itu berlaku, buktikan kalau kalian tidak bisa dibeli atau disuap, buktikan
pancasila diciptakan tidak sia-sia, kembalikan citra nama baik kalian yang telah
tercoreng karena segelintir orang ditubuh kalian sendiri, atau apa benar bahwa
hukum hanya milik orang Ber-uang saja, apa benar rakyat kecil hanya mendapat
hukum rimba, Jangan pernah lupakan hukum juga ada yang berasal dari tuhan yang
maha esa.

Diktat PHI (Sejarah Hukum)

PENGANTAR HUKUM INDONESIA

A.

Hukum dalam Arti Tata Hukum

1.

Pengertian Tata Hukum Jika kita berbicara hukum, maka hukum dalam bahasa
Inggris

“Law”

, Belanda

“Recht”

, Jerman

“Recht”

, Italia

“Dirito”

, Perancis

“Droit”.
Hukum hidup dalam pergaulan hidup manusia, seperti kita lihat cerita Robinson
Croese yang terdampar di sebuah pulau dimana ia hidup sendiri dan ia dapat
berbuat sesuka hatinya tanpa ada yang menghalanginya. Ia tidak butuh hukum,
artinya hukum itu baru dibutuhkan dalam pergaulan hidup. Dimana fungsinya
adalah memperoleh ketertiban dalam hubungan antar manusia. Menjaga jangan
sampai seseorang dapat dipaksa oleh orang lain untuk melakukan sesuatu yang
tidak kehendaknya, dan lain-lain. Tetapi ada faktor lain selain tata tertib yang
terdapat pada hukum yaitu keadilan, suatu sifat khas pada hukum yang tidak
terdapat pada ketentuan-ketentuan lainnya yang bertujuan untuk mencapai tata
tertib. Jadi hukum itu berkenaan dengan kehidupan manusia, ialah manusia dalam
hubungan antar manusia untuk mencapai tata tertib didalamnya berdasarkan
keadilan. Dalam hubungan Hukum dan Negara, baik hukum maupun negara muncul
dari kehidupan manusia karena keinginan bathinnya untuk memperoleh tata tertib.
Sehubungan dengan hal itu mengingat tujuan negara adalah menjaga dan
memelihara tata tertib. Di Negara Indonesia seperti kita ketahui bahwa tata hukum
di Indonesia ialah hukum yang berlaku sekarang di Indonesia

(Ius Constitutum)

, berlaku disini berarti yang memberikan akibat hukum pada peristiwa-peristiwa


Diktat PHI (Sejarah Hukum)

dalam pergaulan hidup, sedangkan sekarang adalah menunjukkan kepada


pergaulan hidup yang ada pada saat ini dan bukan pergaulan hidup masa lampau,
di Indonesia menunjukkan kepada pergaulan hidup yang terdapat pada Republik
Indonesia dan bukan negara lain. Tata hukum disebut juga Hukum Positif

atau

Ius Constitutum,

sedang hukum yang dicita-citakan adalah

Ius constituendum.

2.

Sejarah Tata Hukum Indonesia Seperti diketahui, bahwa di Indonesia terdapat


beraneka ragam peraturan perundang-udangan yang dikeluarkan oleh
pemerintahan Indonesia sejak Proklamasi 17 Agusus 1945. Disamping peraturan
tersebut juga terdapat peraturan-peraturan zaman penjajahan Hindia Belanda dan
bala tentara jepang yang masih berlaku di Indonesia. Oleh karena itu dalam
pembahasan Tata Hukum Indonesia tidaklah dapat lepas dari pembahasan sejarah
Perkembngan Tata Hukum Indonesia sejak kekuasaan

Vereenigde Oost Indische Compagnie

(VOC), Penjajahan Hindia Belanda sampai dengan Penjajahan balatentara Jepang.


Berikut ini dibahas secara singkat sejarah perkembangan Tata Hukum Indonesia.
a.

Vereenigde Oost Indische Compagnie

(VOC) VOC yang didirikan oleh para pedagang orang Belanda tahun 1602
maksudnya supaya tidak terjadi persaingan antara para pedagang yang membeli
rempah-rempah dari orang pribumi dengan tujuan untuk mendapat keuntungan
yang besar di pasaran Eropa. Sebagai kompeni dagang oleh pemerintahan Belanda
diberikan hak-hak istimewa (

octrooi

) seperi hak monopoli pelayaran dan perdagangan, hak membentuk angkatan


perang, hak mendirikan benteng, mengumumkan perang, mengadakan perdamain
dan hak mencetak uang. Diktat PHI (Sejarah Hukum)

Pada tahun 1610 pengurus pusat VOC di belanda memberikan wewenang kepada
Gebernur Jederal Piere Bith untuk membuat peraturan dalam menyelesaikan
perkara Istimewa yang harus disesuaikan dengan kebutuhan para pegawai VOC di
daerah-daerah yang dikuasainya, disamping ia dapat memutuskan perkara perdata
dan pidana. Peraturan-

peraturan tersebut dibuat dan diumumkan berlakunya melalui “plakat”.

Pada tahun 1642 plakat-plakat tersebut disusun secara sistimatis dan diumumka

n dengan nama “

Statuta van Batavia

” (statuta batavia) dan pada tahun 1766 diperbaharui dengan nama “

Niewe Bataviase
Statuten

” (statuta

Batavia Baru). Peraturan statuta ini berlaku diseluruh daerah-daerah kekuasaan


VOC berdampigan berlakunya dengan aturan-aturan hukum lainnya sebagai satu
sistem hukum sendiri dari orang-orang Pribumi dan Orang-Orang pendatang dari
luar. b.

Penjajahan Pemerintahan Belanda 1800-1942 Sejak berakhirnya kekuasaan VOC


pada tanggal 31 Desember 1977 dan dimulainya Pemerintahan Hindia Belanda
pada Tanggal 1 Januari 1800, hingga masuk pemerintahan jepang, banyak
peraturan-peraturan perundang-undangan yang telah dikeluarkan oleh
pemerintahan Hindia Belanda. Yang menjadi pokok peraturan pada zaman Hindia
belanda adalah: 1)

Algemene Bepalingen van Wetgeving voor Indonesia

(A.B) Peraturan ini dikeluarkan pada tanggal 30 April 1847 termuat dalam Stb 1847
No. 23. Dalam masa berlakunya AB terdapat beberapa peraturan lain yang juga
diberlakukan antara lain: a)

Reglement of de Rechterlijke Organisatie

(RO) atau peraturan organisasi Pengadilan. b)

Burgerlijk Wetboek

(BW) atau Kitab Undang-Undang Hukum Sipil/Perdata (KUHS/KUHP) Diktat PHI


(Sejarah Hukum)

c)

Wetboek van Koophandel


(WvK) atau Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) d)

Reglement op de Burgerlijke Rechhtsvordering

(RV) atau peraturan tentang Acara Perdata. Semua peraturan itu diundangkan
berlaku di Hindia Belnda sejak tanggal 1 Mei 1845 melalui Stb 1847 No. 23. 2)

Regering Reglement

(R.R.), diundangkan pada tanggal 2 September 1854, yang termuat dalam Stb
1854 No. 2. Dalam masa berlakunya R.R. selain tetap memberlakukan peraturan
perundang-undangan yang ada juga memberlakukan

Wetboek van Strafrecht

atau Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. 3)

Indische Staatsregeling

(I.S.), atau peraturan ketatanegaraan Indonesia yang merupakan pengganti dari


R.R Sejak tanggal 23 Juli 1925 R.R. diubah menjadi I.S. yang termuat dalam Stb
1925 No. 415, yang mulai berlaku pada tanggal 1 Janiari 1926. c.

Penjajahan Tentara Jepang Peraturan pemerintahan Jepang adalah Undang-Undang


No.1 tahun 1942 (

Osamu Sirei

) yang menyatakan berlakunya kembali semua peraturan perundang-undangan


Hindia Belanda selama tidak bertentangan dengan kekuasaan Jepang. 3.

Politik Hukum Berlakunya hukum dalam suatu negara ditentukan oleh Politik hukum
negara yang bersangkutan, disamping kesadaranan hukum masyarakat dalam
negara itu. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan politik hukum hendaknya
perlu diketahui terlebih dahulu arti Politik Hukum. Arti Politik Hukum adalah Suatu
jalan (kemungkinan) untuk memberikan wujud sebenarnya kepada yang dicita-
citakan

.
Dapat pula dilihat pendapat Padmo Diktat PHI (Sejarah Hukum)

Wahyono bahwa Politik Hukum adalah kebijakan dasar yang menentukan arah,
bentuk dan isi hukum yang akan dibentuk. Oleh karena itu berdasarkan pengertian
tersebut, suatu politik hukum memiliki tugasnya meneruskan perkembangan
hukum dengan berusaha membuat suatu

ius constituendum

menjadi

ius constitutum

atau sebagai penganti

ius constitutum

yang sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan masyarakat. Sedangkan politik
hukum berbeda artinya dengn ilmu politik, sebab ilmu politik memiliki pengertian
menyelidiki sampai seberapa jauh batas realisasi yang dapat melaksanakan cita-
cita sosial dan kemungkinan apa yang dapat dipakai untuk mancapai suatu
pelaksanaan yang baik dari cita-cita sosial itu. Politik hukum suatu negara biasanya
dicantumkan dalam Undang-Undang Dasarnya tetapi dapat pula diatur dalam
peraturan-peraturan lainnya. Politik Hukum dilaksanakan melalui dua segi, yaitu
dengan bentuk hukum dan corak hukum tertentu. Bentuk hukum itu dapat: (1)

Tertulis yaitu aturan-aturan hukum yang ditulis dalam suatu Undang-Undang dan
berlaku sebagai hukum positif. Dalam bentuk tertulis ada dua macam yaitu: (a)

Kodifikasi ialah disusunnya ketentuan-ketentuan hukum dalam sebuah kitab secara


sistematik dan teratur. (b)

Tidak dikodifikasikan ialah sebagai undang-undang saja. (2)

Tidak tertulis yaitu aturan-aturan hukum yang berlaku sebagai hukum yang semula
merupakan kebiasaan-kebiasaan dan hukum kebiasaan. Corak hukum dapat
ditempuh dengan: (1)
Unifikasi yaitu berlakunya satu sistem hukum bagi setiap orang dalam kesatuan
kelompok sosial atau suatu negara. Diktat PHI (Sejarah Hukum)

(2)

Dualistis yaitu berlakunya dua sistem hukum bagi dua kelompok sosial yang
berbeda didalam kesatuan kelompok sosial atau suatu negara. (3)

Pluralistis yaitu berlakunya bermacam-macam sistem hukum bagi kelompok-


kelompok sosial yang berbeda di dalam kesatuan kelompok sosial atau suatu
negara. Di atas telah dijelaskan arti, bentuk, dan corak politik hukum, berikut ini
dibahas Politik Hukum bangsa Indonesia. Keberadaan Hukum di Indonesia
sebagaimana telah dijelaskan diatas sangatlah dipengaruhi oleh keberadaan
sejarah hukum. Hal ini dapat dilihat masih banyaknya undang-undang yang dibuat
jaman Hindia Belanda sampai sekarang masih berlaku. Selain itu, masuknya hukum
Islam juga mempengaruhi hukum di Indonesia, sebagian permasalahan-
permasalahan perdata masih menggunakan hukum Islam. Oleh karen itu, perlu
diketahui terlebih dahulu bagaimana politik Hukum Hindia Belanda sehingga dapat
memahami bagaimana Politik Hukum Indonesia. Keberadaan Politik hukum Hindia
Belanda dapat dilihat berdasarkan berlakunya 3 pokok peraturan Belanda
(sebagaimana dijelaskan diatas) yaitu masa berlakunya AB, RR dan IS.

Masa

Algemene Bepalingen van Wetgeving voor Indonesia

(A.B) Pada masa berlakunya AB politik hukum Pemerinthan penjajahan Hindia


belanda dapat dilihat dalam pembagian golongan dan berlakunya hukum bagi
masing-masing golongan tersebut. Pemerintahan Hindia Belanda berdasarkan Pasal
5 AB membagi kedalam dua golongan, pasal ini menyatakan bahwa penduduk
Hindia Belanda di bedakan kedalam Golongan Eropa (berserta mereka yang
dipersamakan) dan Golongan Pribumi (berserta mereka yang dipersamakan
dengannya). Sedangkan hukum yang berlaku bagi masing-asing golongan tersebut
diatur didalam Pasal 9 AB dan Pasal 11 AB. Adapun yang diatur didalam Diktat PHI
(Sejarah Hukum)
7

kedua pasal tersebut adalah (dibawah ini bukan merupakan bunyi pasal melainkan
kesimpulan dari bunyi pasal tersebut): Pasal 9 AB

Menyatakan bahwa Kitab Undang-Undang Hukum perdata dan Kitab Undang-


Undang Hukum dagang (yang diberlakukan di hindia belanda) hanya akan berlaku
untuk orang Eropa dan bagi mereka yang dipersamakan dengannya

. Pasal 11 AB

Menyatakan bahwa untuk golongan penduduk pribumi oleh hakim akan diterapkan
hukum agama, pranata-pranata dan kebiasaan orang-orang pribumi itu sendiri,
sejauh hukum, pranata dan kebiasaan itu tidak berlawanan dengan asas-asas
kepantasan dan keadilan yang diakui umum dan pula apabila terhadap orang-orang
pribumi itu sendiri ditetapkan berlakunya hukum eropa atau orang pribumi yang
bersangkutan telah menundukan diri pada hukum eropa

. Berdasarkan ketentuan pasal tersebut, maka pemerintah penjajahan Belanda


melaksanakan politik hukumnya dengan bentuk hukum tertulis dan tidak tertulis.
Bentuk hukum perdata tertulis ada yang dikodifikasikan dan terdapat di dalam

Burgerlijk Wetboek

(BW) dan

Wetboek van Koophandel

(WvK); yang tidak dikodifikasikan terdapat di dalam undang-undang dan peraturan


lainnya yang dibuat sengaja untuk itu. Sedangkan yang tidak tertulis, yaitu hukum
perdata Adat dan berlaku bagi setiap orang di luar golongan Eropa. Corak
hukumnya dilaksanakan dengan dualistis, yaitu satu sistem hukum perdata yang
berlaku bagi golongan Eropa dan satu sistem hukum perdata lain yang berlaku bagi
golongan Indonesia. Diktat PHI (Sejarah Hukum)

8
Membedakan golongan untuk memberlakukan hukum perda-taberdasarkan sistem
hukum dari masing-masing golongan menurut pasal 11 AB itu sangat sulit dalam
pelaksanaannya. Hal ini disebabkan tidak adanya asas pembedaan yang tegas
walaupun ada ketentuan pembagian golongan berdasarkan pasal 5. Dalam pasal 5
hanya menyatakan orang Eropa, orang Bumiputra, orang yang disamakan dengan
orang Eropa dan orang yang disamakan dengan orang Bumiputra. Pembagian
golongan menurut pasal 5 hanya berdasarkan kepada perbedaan agama, yaitu
yang beragama Kristen selain orang Eropa disamakan dengan orang Eropa dan
yang tidak beragama Kristen disamakan dengan orang Indonesia. Karena itu dapat
dikatakan bahwa bagi setiap orang yang beragama Kristen yang bukan orang Eropa
kedudukan golongannya sama dengan orang Eropa, berarti bagi orang Indonesia
Kristen termasuk orang yang disamakan dengan orang Eropa. Hal ini tentunya
berlaku juga bagi orang-orang Cina, Arab, India dan orang-orang lainnya yang
beragama Kristen disamakan dengan orang Eropa. Sedangkan bagi orang-orang
yang tidak beragama Kristen selain orang Indonesia dipersamakan kedudukannya
dengan orang bumiputra. Tetapi karena pasal 10 AB memberikan wewenang
kepada GubernurJenderal untuk menetapkan peraturan pengecualian bagi orang
Indonesia Kristen, maka melalui S. 1848: 10, pasal 3 nya Gubernur Jenderal

menetapkan bahwa “

orang Indonesia Kristen dalam lapangan hukum sipil dan hukurn dagang juga
mengenai perundang-undangan pidana dan peradilan pada umumnya tetap dal

am kedudukan hukumnya yang lama”

. Dengan demikian berarti bahwa bagi orang Indonesia Kristen tetap termasuk
golongan orang bumiputra dan tidak dipersamakan dengan orang Eropa. Diktat
PHI (Sejarah Hukum)

Masa

Regering Reglement

(R.R.) Politik hukum pemerintah jajahan yang mengatur tentang pelaksanaan tata
hukum pemerintah di Hindia Belanda itu dicantumkan dalam pasal 75 RR yang pada
asasnya seperti tertera dalam pasal 11 AB. Sedangkan pembagian penghuninya
tetap dalam dua golongan, hanya saja tidak berdasarkan perbedaan agama

lagi melainkan atas kedudukan “yang menjajah” dan “yang

d
ijajah”

Dan ketentuan terhadap pembagian golongan ini dicantumkan dalam pasal 109

Regerings Reglement

. Adapun yang diatur dalam kedua pasal tersebut adalah (dibawah ini bukan
merupakan bunyi pasal melainkan kesimpulan dari bunyi pasal tersebut): Pasal 109
RR

Pada pokoknya sama dengan Pasal 5 AB tetapi orang Pribumi yang beragama
Kristen tetap dianggap orang pribumi dan bagi orang Tionghoa, Arab serta India
dipersamakan dengan Bumi Putera

. Pasal 75 RR

Menyatakan tetap memberlakukan hukum eropa bagi orang eropa dan hukum adat
bagi golongan lainnya

. Pada tahun 1920 RR itu mengalami perubahan terhadap beberapa pasal tertentu
dan kemudian setelah diubah dikenal dengar sebutan RR (baru) dan berlaku sejak
tanggal 1 Januari 1920 sampai 1926. Karena itu selama berlakunya dari tahun 1855
sampai 1926 dinamakan Masa

Regerings Reglement

. Sedangkan politik hukum dalam pasal 75 RR (baru) mengalami perubahan asas


terha

dal penentuan penghuni menjadi “

endatang” dan “

yang didatangi

”.

Sedangkan penggolongannya dibagi menjadi tiga golongan, yaitu golongan Eropa,


Indonesia dan Timur Asing. Diktat PHI (Sejarah Hukum)
10

Masa

Indische Staatsregeling

(I.S.) Berlakunya IS dengan sendirinya telah menghapus berlakunya RR. Politik


Hukum Pemerintahan hindia belanda pasa saat berlakunya IS dapat dilihat dalam
Pasal 163 IS dan 131 IS. pada Pasal 163 IS mengatur pembagian golongan, yang
pada intinya seluruh isinya dikutip dari Pasal 109 RR (baru). Sedangakan Pasal 131
IS mengatur hukum yang berlaku bagi masing-masing golongan tersebut. Adapun
yang diatur dalam kedua pasal tersebut adalah (dibawah ini bukan merupakan
bunyi pasal melainkan kesimpulan dari bunyi pasal tersebut): Pasal 163 IS
Penduduk Hindia Belanda dibedakan atas tiga golongan, yakni : 1.

Golongan Eropa 2.

Golongan Bumi Putera 3.

Golongan Timur Asing. Pasal 131 IS meyatakan beberapa hal yakni : 1.

Menghendaki supaya hukum itu ditulis tetap di dalam ordonansi. 2.

Memberlakukan hukum belanda bagi warga negara belanda yang tinggal di hindia
belanda berdasarkan asas konkordansi. 3.

Membuka kemungkinan untuk unifikasi hukum yakni menghendaki penundukan


bagi golongan bumiputra dan timur asing untuk tunduk kepada hukum Eropa. 4.

Memberlakukan dan menghormati hukum adat bagi golongan bumi putera apabila
masyarakat menghendaki demikian. Pembagian golongan penghuni berdasarkan
Pasal 163 IS sebenarnya untuk menentukan sistem-sistem hukum yang berlaku
bagi masing-masing golongan sebagaimana tercantum dalam Pasal 131 IS. Diktat
PHI (Sejarah Hukum)

11

Diatas telah dijelaskan politik hukum pada masa penjajahan belanda, dibawah ini
akan dijelasakan politik hukum Indonesia setelah merdeka. Pada tanggal 17
Agustus 1945 Indonesia merdeka, setelah Indonesia merdeka bagaimanakah politik
Hukum Indonesia. Untuk mengetahui keberadaan politik hukum di Indonesia dapat
dianalisa berdasarkan berlakunya Undang-Undang Dasar di Indonesia. Setelah
Indonesia merdekan sebagai bangsa yang lepas dari penjajahan, maka sebagai
dasar negara dibentuklah UUD 1945 yang mengatur kehidupan bernegara dan
berbangsa Indonesia. Undang-Undang Dasar yang diberlakukan sampai sekarang ini
adalah Undang-Undang Dasar 1945 menurut Dekrit Presiden. Pada umumnya suatu
negara mencantumkan politik hukum negaranya di dalam Undang-Undang Dasar,
tetapi ada juga negara yang mencantumkan politik hukumnya di luar Undang-
Undang Dasar. Bagi negara yang tidak mencantumkan politik hukumnya di Undang-
Undang Dasar biasanya mencantumkan di dalam suatu bentuk ketentuan lain. UUD
1945 yang berbatang tubuh 37 pasal tidak mencantumkan tentang politik hukum
negara. Hal ini berbeda dengan UUDS 1950 yang mencantumkan politik hukumnya
di dalam Pasal 102, yang berbunyi:

Hukum perdata dan hukum dagang, hukum pidana sipil maupun militer, hukum
acara perdata maupun hukum acara pidana, susunan dan kekuasaan pengadilan
diatur dalam undang-undang dalam kitab hukum. Kecuali jika pengundang-undang
menggap perlu untuk mengatur beberapa hal dalm undang-undang sendiri

. Berdasarkan Pasal 102 UUDS 1950 arah politik hukum yang dikehendaki
membentuk suatu hukum tertulis yang dikodifikasi. Tetapi sebagaimana diketahui
dasar negara yang digunakan adalah UUD 1945, maka politik hukum sebagai mana
tercantum di dalam Pasal 102 tersebut tidaklah berlaku.

SUMBER-SUMBER TATA HUKUM DI INDONESIA


Pertanyaan :

Dengan ini kami mengajukan permohonan untuk mendapatkan sumber-sumber tata hukum di Republik
Indonesia, yang berkaitan dengan sistem pemerintahan, dalam hal ini terutama sistem pemerintahan
pusat. Bahan-bahan ataupun informasi-informasi tersebut sangat kami butuhkan dalam rangka
penyusunan paper bertema "Trias Politica". Untuk lebih rincinya, masih dalam tahap peninjauan lebih
dalam. Penyusunan ini dilatarbelakangi adanya hubungan sejarah yang tidak bisa dipisahkan antara
sistem hukum Belanda dengan sistem hukum Indonesia, tanpa mengurangi respek pada adanya
perubahan-perubahan pada sistem tersebut seiring perkembangan jaman. Sebagai penjelas, yang kami
maksudkan sebagai sumber antara lain adalah UUD 1945 yang terbaru, beserta semua penjelasan dan
Undang-Undang yang berhubungan dengannya (c.q. Sistem Pemerintahan Pusat).

dari Imam Nasima (Universiteit Utrecht, Nederland)

Jawaban :

Sumber-sumber Hukum Tata Negara Indonesia, antara lain :

- Undang-Undang Dasar 1945


UUD 1945 sebagai sumber hukum, yang merupakan hukum dasar tertulis yang mengatur masalah
kenegaraan dan merupakan dasar ketentuan-ketentuan lainnya.

- Ketetapan MPR
Dalam Pasal 3 UUD 1945 ditentukan bahwa Majelis Permusyawaratan Rakyat menetapkan Undang-
Undang Dasar dan Garis-Garis Besar Haluan Negara. Dengan istilah menetapkan tersebut maka orang
berkesimpulan, bahwa produk hukum yang dibentuk oleh MPR disebut Ketetapan MPR.

- Undang-undang/peraturan pemerintah pengganti undang-undang


Undang-undang mengandung dua pengertian, yaitu :
a. undang-undang dalam arti materiel : peraturan yang berlaku umum dan dibuat oleh penguasa, baik
pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
b. undang-undang dalam arti formal : keputusan tertulis yang dibentuk dalam arti formal sebagai sumber
hukum dapat dilihat pada Pasal 5 ayat (1) dan pasal 20 ayat (1) UUD 1945.

- Peraturan Pemerintah
Untuk melaksanakan undang-undang yang dibentuk oleh Presiden dengan DPR, oleh UUD 1945 kepada
presiden diberikan kewenangan untuk menetapkan Peraturan Pemerintah guna melaksanakan undang-
undang sebagaimana mestinya. Dalam hal ini berarti tidak mungkin bagi presiden menetapkan Peraturan
Pemerintah sebelum ada undang-undangnya, sebaliknya suatu undang-undang tidak berlaku efektif
tanpa adanya Peraturan Pemerintah.

- Keputusan Presiden
UUD 1945 menentukan Keputusan Presiden sebagai salah satu bentuk peraturan perundang-undangan.
Bentuk peraturan ini baru dikenal tahun 1959 berdasarkan surat presiden no. 2262/HK/1959 yang
ditujukan pada DPR, yakni sebagai peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh presiden untuk
melaksanakan Penetapan Presiden. Kemudian melalui Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966, Keputusan
Presiden resmi ditetapkan sebagai salah satu bentuk peraturan perundang-undangan menurut UUD
1945. Keputusan Presiden berisi keputusan yang bersifat khusus (einmalig) adalah untuk melaksanakan
UUD 1945, Ketetapan MPR yang memuat garis-garis besar dalam bidang eksekutif dan Peraturan
Pemerintah.
- Peraturan pelaksana lainnya
Yang dimaksud dengan peraturan pelaksana lainnya adalah seperti Peraturan Menteri, Instruksi Menteri
dan lain-lainnya yang harus dengan tegas berdasarkan dan bersumber pada peraturan perundang-
undangan yang lebih tinggi.

- Convention (Konvensi Ketatanegaraan)


Konvensi Ketatanegaraan adalah perbuatan kehidupan ketatanegaraan yang dilakukan berulang-ulang
sehingga ia diterima dan ditaati dalam praktek ketatanegaraan. Konvensi Ketatanegaraan mempunyai
kekuatan hukum yang sama dengan undang-undang, karena diterima dan dijalankan, bahkan sering
kebiasaan (konvensi) ketatanegaraan menggeser peraturan-peraturan hukum yang tertulis.

- Traktat
Traktat atau perjanjian yaitu perjanjian yang diadakan dua negara atau lebih. Kalau kita amati praktek
perjanjian internasional bebrapa negara ada yang dilakukan 3 (tiga) tahapan, yakni perundingan
(negotiation), penandatanganan (signature), dan pengesahan (ratification). Disamping itu ada pula yang
dilakukan hanya dua tahapan, yakni perundingan (negotiation) dan penandatanganan (signature).

Kelembagaan Negara Berdasarkan UUD 1945

1. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)


2. Presiden dan Wakil Presiden
3. Dewan Pertimbangan Agung (DPA)
4. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
5. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
6. Mahkamah Agung (MA)

HUBUNGAN ANTARA LEMBAGA-LEMBAGA NEGARA BERDASARKAN UUD 1945

Hubungan antara MPR - Presiden


MPR sebagai pemegang kekuasaan tertinggi mengangkat presiden. Dalam menjalankan tugas pokok
dalam bidang eksekutif (pasal 4(1)) presiden tidak hanya menyelenggarakan pemerintahan negara yang
garis-garis besarnya telah ditentukan oleh MPR saja, akan tetapi termasuk juga membuat rencana
penyelenggaraan pemerintahan negara. Demikian juga presiden dalam bidang legislatif dijalankan
bersama-sama dengan DPR (pasal 5)

Hubungan antara MPR - DPR

Melalui wewenang DPR, MPR mengemudikan pembuatan undang-undang serta peraturan-peraturan


lainnya agar undang-undang dan peraturan-peraturan itu sesuai dengan UUD. Melalui wewenang DPR ia
juga menilai dan mengawasi wewenang lembaga-lembaga lainnya.

Hubungan DPR - Presiden

Sesudah DPR bersama Presiden menetapkan UU dan RAP/RAB maka didalam pelaksanaan DPR
berfungsi sebagai pengawas terhadap pemerintah. Pengawasan DPR terhadap Presiden adalah suatu
konsekwensi yang wajar, yang mengandung arti bahwa presiden bertanggung jawab kepada DPR.
Bentuk kerjasama antara presiden dengan DPR diartikan bahwa Presiden tidak boleh mengingkari
partner legislatifnya.

Hubungan antara DPR - Menteri-menteri


Menteri tidak dapat dijatuhkan dan diberhentikan oleh DPR, tapi konsekuensi dari tugas dan
kedudukannya, Presiden harus memperhatikan sungguh-sungguh suara DPR, para Menteri juga dari
pada keberatan-keberatan DPR yang dapat mengakibatkan diberhentikannya Menteri.

Hubungan antara Presiden - Menteri-menteri

Mereka adalah pembantu presiden. Menteri mempunyai pengaruh yang besar terhadap Presiden dalam
menentukan politik negara yang menyangkut departemennya. Dalam praktek pemerintahan, Presiden
melimpahkan sebagian wewenang kepada menteri-menteri yang berbentuk presidium.

Hubungan antara MA - Lembaga Negara lainnya

Dalam Penjelasan UUD 45 Kekuasaan Kehakiman adalah kekuasaan yang merdeka, artinya terlepas
dari pengaruh kekuasaan pemerintah ataupun kekuasaan atau kekuatan lainnya.

Sistem pemerintahan Negara yang ditegaskan dalam UUD 1945 beserta Penjelasannya yaitu :

a. Indonesia ialah Negara yang berdasarkan atas Hukum (rechtsstaat);


Negara Indonesia berdasarkan atas Hukum (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka
(Machtsstaat).
Mengandung arti bahwa negara, termasuk di dalamnya pemerintah dan lembaga-lembaga negara yang
lain dalam melaksanakan tindakan-tindakan apapun, harus dilandasi oleh hukum atau harus dapat
dipertanggungjawabkan secara hukum.

b. Sistem Konstitusional, yang berarti bahwa pemerintahan berdasar atas sistem Konstitusi
(Hukum Dasar); jadi tidak bersifat kekuasaan yang tidak terbatas (absolutismus);
Sistem ini memberikan ketegasan bahwa cara pengendalian pemerintahan dibatasi oleh ketentuan-
ketentuan konstitusi, yang dengan sendirinya juga oleh ketentuan-ketentuan dan hukum lain yang
merupakan produk konstitusional, seperti garis besar haluan negara, undang-undang dan sebagainya.

c. Kekuasaan Negara yang tertinggi berada di tangan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR);
Kedaulatan Rakyat dipegang oleh suatu badan, bernama Majelis Permusyawaratan Rakyat, sebagai
penjelmaan seluruh rakyat Indonesia.
Sebagai pemegang kekuasaan tertinggi, MPR mempunyai tugas dan wewenang yang sangat
menentukan jalnnya negara dan bangsa, yaitu berupa :

- menetapkan undang-undang dasar;


- menetapkan garis-garis besar dari haluan negara;
- mengangkat presiden dan wakil presiden

d. Presiden ialah Penyelenggara Pemerintah Negara yang tertinggi di bawah MPR;


Penjelasan UUD 1945 menyatakan :
"Di bawah Majelis Permusyawaratan Rakyat, presiden ialah penyelenggara pemerintah negara yang
tertinggi. Dalam menjalankan pemerintahan negara, kekuasaan dan tanggung jawab adalah di tangan
presiden (concentration of power and responsibility upon the President". Oleh karena itu presiden adalah
mandataris MPR, presidenlah yang memegang tanggung jawab atas jalnnya pemerintahan yang
dipercayakan kepadanya dan tanggung jawab itu adalah kepada MPR bukan kepada badan lain.

e. Presiden tidak bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR);


Menurut sistem pemerintahan, presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR tetapi presiden bekerja
sama dengan dewan. Dalam hal pembuatan undang-undang dan menetapkan Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara presiden harus mendapatkan persetujuan DPR.
f. Menteri Negara ialah pembantu Presiden; Menteri Negara tidak bertanggung jawab kepada DPR;
Pengangkatan dan pemberhentian menteri-menteri negara sepenuhnya wewenang presiden. Menteri-
menteri bertanggungjawab kepada presiden.

g. Kekuasaan Kepala Negara tidak tak terbatas, karena Kepala Negara harus bertanggung jawab
kepada MPR dan kecuali itu ia harus memperhatikan sungguh-sungguh suara DPR;
Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan :
"Meskipun kepala negara tidak bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat, ia bukan "diktator",
artinya kekuasaan tidak tak terbatas. Kunci sistem ini bahwa kekuasaan presiden tidak tak terbatas
ditekankan lagi dalam kunci sistem yang ke 2 sistem Pemerintahan Konstitusional, bukan bersifat absolut
dengan menunjukkan fungsi/peranan DPR dan fungsi/peranan para menteri, yang dapat mencegah
kemungkinan kemerosotan pemerintahan di tangan presiden ke arah kekuasaan mutlak (absolutisme).

Adapun yang dimaksud dengan UUD 1945 ialah Konstitusi Republik Indonesia yang pertama yang terdiri
dari :
a. Pembukaan, meliputi 4 alinea
b. Batang Tubuh atau Isi UUD 1945 meliputi: 16 Bab, 37 Pasal, 4 Pasal Aturan Peralihan dan 2 Aturan
Tambahan
c. Penjelasan resmi UUD 1945

KEKUASAAN PEMERINTAHAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA MENURUT UUD 1945

Adapun UUD 1945 RI antara lain memuat Bab III yang berjudul : Kekuasaan Pemerintahan Negara.
Bab III ini terdiri dari 12 pasal, yaitu pasal 4 sampai dengan pasal 15.
Pasal 4 berbunyi sebagai berikut : Presiden Republik Indonesia memegang Kekuasaan Pemerintahan
menurut Undang-undang Dasar; Dalam melakukan kewajibannya Presiden dibantu oleh satu orang Wakil
Presiden.
Pasal 5 menentukan : bahwa Presiden memegang kekuasaan membentuk Undang-undang dengan
Persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat, dan Presiden menetapkan Peraturan Pemeritah untuk
menjalankan Undang-undang sebagai mana semestinya. Kemudian menyusul pasal 6 sampai pasal 15.

Kemudian terdapat Bab V yang hanya mempunyai 1 pasal tentang Kementerian Negara. Selanjutnya
ada Bab VII dari pasal 19 sampai 22 tentang DPR. Kemudian ada Bab IX tentang Kekuasaan
Kehakiman terdiri dari 2 pasal yaitu pasal 24 dan 25.

Dari bab-bab diatas ternyata UUD 1945 tidak membedakan dengan tegas tugas antara kekuasaan
eksekutif, kekuasaan legislatif, dan kekuasaan yidikatif seperti Montesquieu dengan Trias Politicanya.

Malahan Bab III Kekuasaan Pemerintahan Negara meliputi kekuasaan legislatif dan kekuasaan eksekutif,
termasuk hak-hak prerogatif. Selanjutnya kekuasaan legislatif diatur juga dalam Bab VII mengenai DPR,
sedangkan kekuasaan eksekutif juga pada Bab V mengenai Kementerian Negara

You might also like