Professional Documents
Culture Documents
Judul tulisan ini adalah sebuah pertanyaan pembuka diskusi ketika memfasilitasi Pendidikan
Hukum Kritis (PHK) 28-30 Maret lalu di Tapin Bini Kab.Lamandau Kalteng. Pertanyaan singkat
dan kelihatan sederhana ini rupanya memiliki jawaban yang sangat beragam dan tajam dari
peserta training yang kebanyakan pengurus adat dan tokoh masyarakat.
Untuk mendapatkan input yang lebih beragam dan sejauhmana pemahaman peserta tentang
hukum,saya berujicoba menggunakan teknik pemetaan pikiran (mind map) sebagai sarananya.
Caranya peserta menuliskan saja pengertian hukum menurut mereka dengan tulisan HUKUM
dilingkaran tengahnya, dan lingkaran selanjutnya adalah pendalaman penertian hukum menurut
mereka. Yang menariknya saya menambahkan aturan tutup mulut bagi semua peserta, mereka
hanya menulis saja dalam kelompok yang sudah dibagi tiga.
Hasilnya, sebagai sebuah informasi dasar tentang pengertian hukum menurut peserta ternyata
memang beragam. Ada yang menyebut HUKUM sebagai adat, aturan, keadilan, tertulis dan tak
tertulis, tidak adil, dan banyak lagi. Dan memang tujuan saya ialah agar mereka bisa
menyebutkan pengertian hukum menurut pandangan peserta sendiri.
Membongkar pandangan masyarakat awam mengenai hukum bukanlah pekerjaan mudah, karena
selain kurangnya informasi mengenai hukum untuk mereka, disisi lain kuatnya dominasi negara
untuk menggiring definisi HUKUM=Tertulis atau Hukum adalah produk perundang-undangan
membuat peserta pelatihan inipun larut dalam definisi hukum menurut negara (pemerintah).
Menurut sejarahnya, Hukum diyakini sebagai sebuah norma sosial hasil kesepakatan masyarakat
untuk menjaga ketertiban (pergaulan) sosialnya. DR.Shidarta,pemikir hukum dari
Univ.Tarumanegara mengilustrasikan sejarah hukum dengan mengambil contoh seorang laki-
laki yang tinggal sendirian di sebuah pulau. Karena hanya seorang diri, lelaki ini tidak
berkomunikasi dan bertemu dengan orang lain otomatis tiada nilai atau aturan yang perlu dibuat
disana. Nah, pada suatu ketika datang sebuah kapal ke pulau itu dan lelaki ini berkenalan dengan
seorang gadis dan hidup bersama selanjutnya mulai ada hal yang perlu diatur disana. Semakin
hari semakin ramai orang datang kepulau itu dan beragam kepentingan dan persoalan kemudian
muncul. Nah, pada saat itulah diperlukan sebuah aturan,nilai ataupun apapun namanya untuk
menjaga keselarasan hubungan antar orang-orang dipulau itu. Dan aturan tersebut mereka sendiri
yang menyepakatinya dan itulah awal mula HUKUM.
Namun seiring munculnya organisasi negara, maka pengertian hukum mengalami perubahan.
Hukum yang hakikat dasarnya adalah lahir dari kesepakatan masyarakat untuk ketertiban
sosialnya sekarang berubah menjadi hanya perintah penguasa yang berupa undang-undang
tertulis. Hukum yang semestinya adalah tertib sosial kini menjadi tertib hukum tok seiring
menguatnya paham berpikir positivisme oleh kaum lege.
Sacipto Rahardjo dalam bukunya "Ilmu Hukum" mengatakan bahwa hampir mustahil
mendefinisikan hukum secara secara pasti atau bulat. Karena, hukum memang tidak berdiri
sendiri,hukum tidak murni, hukum itu dipengaruhi banyak elemen lain. Sehingga jika HUKUM
hanya didefinisikan sebagai produk perundangan atau perintah penguasa seperti saat ini,hal
tersebut tentunya menyalahi sejarah terbentuknya hukum itu sendiri.
Peserta pelatihan kali ini memang sempat terbengong-bengong ketika saya berbagi cerita soal
sejarah hukum itu ada. Malah tambah puyeng ketika saya lagi-lagi menjungkir-balikan
pandangan mereka soal pengertian hukum yang sama seperti banyak orang dinegeri ini yang
melihat hukum hanya Undang-undang.
Saya sekali lagi beruntung, karena 2 orang peserta training ini adalah mantan anggota DPRD
sehingga saya memiliki kesempatan untuk menggali pemahaman mereka tentang hukum
sehingga peserta lain mendapat gambaran apa itu hukum versi mantan pembuat hukum.
Selain menyoal definisi hukum, training ini melihat sumber hukum,bentuk hukum, klasifikasi
dan penegaknya. Dan tentu saja saya selalu mengkomparasi elemen diatas menurut Negara dan
Masyarakat Adat. Karena, jika meurujuk kepada hukum versi negara tidak akan ada Hukum adat
karena dianggap bukan hukum melainkan hanya sebuah kebiasaan.
Pelatihan ini tidak hanya membongkar pemahaman peserta tentang hukum, tetapi juga memberi
kesempatan agar masyarakat mampu membuat pilihan-pilihan hukum yang terbaik bagi nya.
Namun menurut saya hukum dan keadilan di Indonesia adalah milik orang-orang
yang mempunyai uang dan jabatan maaf bila kata-kata saya sedikit pedas .
Bukanya merasa benar lalu mengkritik tetapi saya melihat segala sesuatunya
berdasarkan kenyataan dan apa yang selama ini saya dengar dan saksikan, jujur
saya bukan orang yang terlalu paham tentang hukum beserta pasal-pasalnya
karena saya tidak mengambil jurusan hukum, tetapi saya mengerti betul hukum itu
sebenarnya dibuat untuk apa.
Hukum diciptakan untuk mengatur pola tigkah laku manusia, karena manusia
mempunyai kebebasan maka hukum mharus diciptakan untuk memberi batasan-
batasan kepada manusia apa yang boleh ia perbuat dan apa yang tidak boleh.
Hukum ada yang berasal dari manusia dan ada yang berasal dari Tuhan, hukum
yang berasal dari manusia adalah hukum yang dibuat oleh manusia itu sendiri,
hukum yang berasal dari tuhan adalah hukum yang menyangkut antara manusia
dan Tuhan yang maha esa, begitulah yang saya ketahui selama ini, saya memang
tidak keberatan bila Indonesia dikatakan sebagai Negara hukum, buktinya
Indonesia mempunyai undang-undang, pasal, KUHAP, dan sanksi bagi orang yang
melanggar hukum. Tetapi yang saya lihat sekarang ini hukum yang adil tidak
berjalan sebagaimana mestinya. Yang terjadi sekarang ini adalah hukum itu
memihak, keadilan itu hanyalah milik orang-orang yang mempunyai uang dan
jabatan
Telah banyak kasus yang muncul di berita maupun di media massa tentang jual beli
hukum, penyuapan kepada aparat penegak hukum, sampai ke hakim dan jaksa-
jaksa agung, semuanya terjadi semata-mata akibat mereka semua silau akan
kekayaan dan hasil yang akan ia dapatkan, akibatnya institusi penegak hukum
tercoreng namanya akibat segelintir orang yang tidak bertanggung jawab dan
tamak, terus terang saya ataupun mungkin orang lain pasti kecewa dan marah
akan apa yang terjadi akhir-akhir ini tentang penegakan hukum, “Keadilan sosial
bagi seluruh bangsa Indonesia” pada sila kelima sekarang menjadi “keadilan ada
bagi seluruh orang yang punya banyak harta”.
Dimana hati kalian wahai penegak hukum yang harusnya memberi kami
perlindungan dan keadilan, buktikan bahwa hukum itu ada, buktikan undang-
undang itu berlaku, buktikan kalau kalian tidak bisa dibeli atau disuap, buktikan
pancasila diciptakan tidak sia-sia, kembalikan citra nama baik kalian yang telah
tercoreng karena segelintir orang ditubuh kalian sendiri, atau apa benar bahwa
hukum hanya milik orang Ber-uang saja, apa benar rakyat kecil hanya mendapat
hukum rimba, Jangan pernah lupakan hukum juga ada yang berasal dari tuhan yang
maha esa.
A.
1.
Pengertian Tata Hukum Jika kita berbicara hukum, maka hukum dalam bahasa
Inggris
“Law”
, Belanda
“Recht”
, Jerman
“Recht”
, Italia
“Dirito”
, Perancis
“Droit”.
Hukum hidup dalam pergaulan hidup manusia, seperti kita lihat cerita Robinson
Croese yang terdampar di sebuah pulau dimana ia hidup sendiri dan ia dapat
berbuat sesuka hatinya tanpa ada yang menghalanginya. Ia tidak butuh hukum,
artinya hukum itu baru dibutuhkan dalam pergaulan hidup. Dimana fungsinya
adalah memperoleh ketertiban dalam hubungan antar manusia. Menjaga jangan
sampai seseorang dapat dipaksa oleh orang lain untuk melakukan sesuatu yang
tidak kehendaknya, dan lain-lain. Tetapi ada faktor lain selain tata tertib yang
terdapat pada hukum yaitu keadilan, suatu sifat khas pada hukum yang tidak
terdapat pada ketentuan-ketentuan lainnya yang bertujuan untuk mencapai tata
tertib. Jadi hukum itu berkenaan dengan kehidupan manusia, ialah manusia dalam
hubungan antar manusia untuk mencapai tata tertib didalamnya berdasarkan
keadilan. Dalam hubungan Hukum dan Negara, baik hukum maupun negara muncul
dari kehidupan manusia karena keinginan bathinnya untuk memperoleh tata tertib.
Sehubungan dengan hal itu mengingat tujuan negara adalah menjaga dan
memelihara tata tertib. Di Negara Indonesia seperti kita ketahui bahwa tata hukum
di Indonesia ialah hukum yang berlaku sekarang di Indonesia
(Ius Constitutum)
atau
Ius Constitutum,
Ius constituendum.
2.
(VOC) VOC yang didirikan oleh para pedagang orang Belanda tahun 1602
maksudnya supaya tidak terjadi persaingan antara para pedagang yang membeli
rempah-rempah dari orang pribumi dengan tujuan untuk mendapat keuntungan
yang besar di pasaran Eropa. Sebagai kompeni dagang oleh pemerintahan Belanda
diberikan hak-hak istimewa (
octrooi
Pada tahun 1610 pengurus pusat VOC di belanda memberikan wewenang kepada
Gebernur Jederal Piere Bith untuk membuat peraturan dalam menyelesaikan
perkara Istimewa yang harus disesuaikan dengan kebutuhan para pegawai VOC di
daerah-daerah yang dikuasainya, disamping ia dapat memutuskan perkara perdata
dan pidana. Peraturan-
Pada tahun 1642 plakat-plakat tersebut disusun secara sistimatis dan diumumka
n dengan nama “
Niewe Bataviase
Statuten
” (statuta
(A.B) Peraturan ini dikeluarkan pada tanggal 30 April 1847 termuat dalam Stb 1847
No. 23. Dalam masa berlakunya AB terdapat beberapa peraturan lain yang juga
diberlakukan antara lain: a)
Burgerlijk Wetboek
c)
(RV) atau peraturan tentang Acara Perdata. Semua peraturan itu diundangkan
berlaku di Hindia Belnda sejak tanggal 1 Mei 1845 melalui Stb 1847 No. 23. 2)
Regering Reglement
(R.R.), diundangkan pada tanggal 2 September 1854, yang termuat dalam Stb
1854 No. 2. Dalam masa berlakunya R.R. selain tetap memberlakukan peraturan
perundang-undangan yang ada juga memberlakukan
Indische Staatsregeling
Osamu Sirei
Politik Hukum Berlakunya hukum dalam suatu negara ditentukan oleh Politik hukum
negara yang bersangkutan, disamping kesadaranan hukum masyarakat dalam
negara itu. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan politik hukum hendaknya
perlu diketahui terlebih dahulu arti Politik Hukum. Arti Politik Hukum adalah Suatu
jalan (kemungkinan) untuk memberikan wujud sebenarnya kepada yang dicita-
citakan
.
Dapat pula dilihat pendapat Padmo Diktat PHI (Sejarah Hukum)
Wahyono bahwa Politik Hukum adalah kebijakan dasar yang menentukan arah,
bentuk dan isi hukum yang akan dibentuk. Oleh karena itu berdasarkan pengertian
tersebut, suatu politik hukum memiliki tugasnya meneruskan perkembangan
hukum dengan berusaha membuat suatu
ius constituendum
menjadi
ius constitutum
ius constitutum
yang sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan masyarakat. Sedangkan politik
hukum berbeda artinya dengn ilmu politik, sebab ilmu politik memiliki pengertian
menyelidiki sampai seberapa jauh batas realisasi yang dapat melaksanakan cita-
cita sosial dan kemungkinan apa yang dapat dipakai untuk mancapai suatu
pelaksanaan yang baik dari cita-cita sosial itu. Politik hukum suatu negara biasanya
dicantumkan dalam Undang-Undang Dasarnya tetapi dapat pula diatur dalam
peraturan-peraturan lainnya. Politik Hukum dilaksanakan melalui dua segi, yaitu
dengan bentuk hukum dan corak hukum tertentu. Bentuk hukum itu dapat: (1)
Tertulis yaitu aturan-aturan hukum yang ditulis dalam suatu Undang-Undang dan
berlaku sebagai hukum positif. Dalam bentuk tertulis ada dua macam yaitu: (a)
Tidak tertulis yaitu aturan-aturan hukum yang berlaku sebagai hukum yang semula
merupakan kebiasaan-kebiasaan dan hukum kebiasaan. Corak hukum dapat
ditempuh dengan: (1)
Unifikasi yaitu berlakunya satu sistem hukum bagi setiap orang dalam kesatuan
kelompok sosial atau suatu negara. Diktat PHI (Sejarah Hukum)
(2)
Dualistis yaitu berlakunya dua sistem hukum bagi dua kelompok sosial yang
berbeda didalam kesatuan kelompok sosial atau suatu negara. (3)
Masa
kedua pasal tersebut adalah (dibawah ini bukan merupakan bunyi pasal melainkan
kesimpulan dari bunyi pasal tersebut): Pasal 9 AB
. Pasal 11 AB
Menyatakan bahwa untuk golongan penduduk pribumi oleh hakim akan diterapkan
hukum agama, pranata-pranata dan kebiasaan orang-orang pribumi itu sendiri,
sejauh hukum, pranata dan kebiasaan itu tidak berlawanan dengan asas-asas
kepantasan dan keadilan yang diakui umum dan pula apabila terhadap orang-orang
pribumi itu sendiri ditetapkan berlakunya hukum eropa atau orang pribumi yang
bersangkutan telah menundukan diri pada hukum eropa
Burgerlijk Wetboek
(BW) dan
8
Membedakan golongan untuk memberlakukan hukum perda-taberdasarkan sistem
hukum dari masing-masing golongan menurut pasal 11 AB itu sangat sulit dalam
pelaksanaannya. Hal ini disebabkan tidak adanya asas pembedaan yang tegas
walaupun ada ketentuan pembagian golongan berdasarkan pasal 5. Dalam pasal 5
hanya menyatakan orang Eropa, orang Bumiputra, orang yang disamakan dengan
orang Eropa dan orang yang disamakan dengan orang Bumiputra. Pembagian
golongan menurut pasal 5 hanya berdasarkan kepada perbedaan agama, yaitu
yang beragama Kristen selain orang Eropa disamakan dengan orang Eropa dan
yang tidak beragama Kristen disamakan dengan orang Indonesia. Karena itu dapat
dikatakan bahwa bagi setiap orang yang beragama Kristen yang bukan orang Eropa
kedudukan golongannya sama dengan orang Eropa, berarti bagi orang Indonesia
Kristen termasuk orang yang disamakan dengan orang Eropa. Hal ini tentunya
berlaku juga bagi orang-orang Cina, Arab, India dan orang-orang lainnya yang
beragama Kristen disamakan dengan orang Eropa. Sedangkan bagi orang-orang
yang tidak beragama Kristen selain orang Indonesia dipersamakan kedudukannya
dengan orang bumiputra. Tetapi karena pasal 10 AB memberikan wewenang
kepada GubernurJenderal untuk menetapkan peraturan pengecualian bagi orang
Indonesia Kristen, maka melalui S. 1848: 10, pasal 3 nya Gubernur Jenderal
menetapkan bahwa “
orang Indonesia Kristen dalam lapangan hukum sipil dan hukurn dagang juga
mengenai perundang-undangan pidana dan peradilan pada umumnya tetap dal
. Dengan demikian berarti bahwa bagi orang Indonesia Kristen tetap termasuk
golongan orang bumiputra dan tidak dipersamakan dengan orang Eropa. Diktat
PHI (Sejarah Hukum)
Masa
Regering Reglement
(R.R.) Politik hukum pemerintah jajahan yang mengatur tentang pelaksanaan tata
hukum pemerintah di Hindia Belanda itu dicantumkan dalam pasal 75 RR yang pada
asasnya seperti tertera dalam pasal 11 AB. Sedangkan pembagian penghuninya
tetap dalam dua golongan, hanya saja tidak berdasarkan perbedaan agama
d
ijajah”
Dan ketentuan terhadap pembagian golongan ini dicantumkan dalam pasal 109
Regerings Reglement
. Adapun yang diatur dalam kedua pasal tersebut adalah (dibawah ini bukan
merupakan bunyi pasal melainkan kesimpulan dari bunyi pasal tersebut): Pasal 109
RR
Pada pokoknya sama dengan Pasal 5 AB tetapi orang Pribumi yang beragama
Kristen tetap dianggap orang pribumi dan bagi orang Tionghoa, Arab serta India
dipersamakan dengan Bumi Putera
. Pasal 75 RR
Menyatakan tetap memberlakukan hukum eropa bagi orang eropa dan hukum adat
bagi golongan lainnya
. Pada tahun 1920 RR itu mengalami perubahan terhadap beberapa pasal tertentu
dan kemudian setelah diubah dikenal dengar sebutan RR (baru) dan berlaku sejak
tanggal 1 Januari 1920 sampai 1926. Karena itu selama berlakunya dari tahun 1855
sampai 1926 dinamakan Masa
Regerings Reglement
endatang” dan “
yang didatangi
”.
Masa
Indische Staatsregeling
Golongan Eropa 2.
Memberlakukan hukum belanda bagi warga negara belanda yang tinggal di hindia
belanda berdasarkan asas konkordansi. 3.
Memberlakukan dan menghormati hukum adat bagi golongan bumi putera apabila
masyarakat menghendaki demikian. Pembagian golongan penghuni berdasarkan
Pasal 163 IS sebenarnya untuk menentukan sistem-sistem hukum yang berlaku
bagi masing-masing golongan sebagaimana tercantum dalam Pasal 131 IS. Diktat
PHI (Sejarah Hukum)
11
Diatas telah dijelaskan politik hukum pada masa penjajahan belanda, dibawah ini
akan dijelasakan politik hukum Indonesia setelah merdeka. Pada tanggal 17
Agustus 1945 Indonesia merdeka, setelah Indonesia merdeka bagaimanakah politik
Hukum Indonesia. Untuk mengetahui keberadaan politik hukum di Indonesia dapat
dianalisa berdasarkan berlakunya Undang-Undang Dasar di Indonesia. Setelah
Indonesia merdekan sebagai bangsa yang lepas dari penjajahan, maka sebagai
dasar negara dibentuklah UUD 1945 yang mengatur kehidupan bernegara dan
berbangsa Indonesia. Undang-Undang Dasar yang diberlakukan sampai sekarang ini
adalah Undang-Undang Dasar 1945 menurut Dekrit Presiden. Pada umumnya suatu
negara mencantumkan politik hukum negaranya di dalam Undang-Undang Dasar,
tetapi ada juga negara yang mencantumkan politik hukumnya di luar Undang-
Undang Dasar. Bagi negara yang tidak mencantumkan politik hukumnya di Undang-
Undang Dasar biasanya mencantumkan di dalam suatu bentuk ketentuan lain. UUD
1945 yang berbatang tubuh 37 pasal tidak mencantumkan tentang politik hukum
negara. Hal ini berbeda dengan UUDS 1950 yang mencantumkan politik hukumnya
di dalam Pasal 102, yang berbunyi:
Hukum perdata dan hukum dagang, hukum pidana sipil maupun militer, hukum
acara perdata maupun hukum acara pidana, susunan dan kekuasaan pengadilan
diatur dalam undang-undang dalam kitab hukum. Kecuali jika pengundang-undang
menggap perlu untuk mengatur beberapa hal dalm undang-undang sendiri
. Berdasarkan Pasal 102 UUDS 1950 arah politik hukum yang dikehendaki
membentuk suatu hukum tertulis yang dikodifikasi. Tetapi sebagaimana diketahui
dasar negara yang digunakan adalah UUD 1945, maka politik hukum sebagai mana
tercantum di dalam Pasal 102 tersebut tidaklah berlaku.
Dengan ini kami mengajukan permohonan untuk mendapatkan sumber-sumber tata hukum di Republik
Indonesia, yang berkaitan dengan sistem pemerintahan, dalam hal ini terutama sistem pemerintahan
pusat. Bahan-bahan ataupun informasi-informasi tersebut sangat kami butuhkan dalam rangka
penyusunan paper bertema "Trias Politica". Untuk lebih rincinya, masih dalam tahap peninjauan lebih
dalam. Penyusunan ini dilatarbelakangi adanya hubungan sejarah yang tidak bisa dipisahkan antara
sistem hukum Belanda dengan sistem hukum Indonesia, tanpa mengurangi respek pada adanya
perubahan-perubahan pada sistem tersebut seiring perkembangan jaman. Sebagai penjelas, yang kami
maksudkan sebagai sumber antara lain adalah UUD 1945 yang terbaru, beserta semua penjelasan dan
Undang-Undang yang berhubungan dengannya (c.q. Sistem Pemerintahan Pusat).
Jawaban :
- Ketetapan MPR
Dalam Pasal 3 UUD 1945 ditentukan bahwa Majelis Permusyawaratan Rakyat menetapkan Undang-
Undang Dasar dan Garis-Garis Besar Haluan Negara. Dengan istilah menetapkan tersebut maka orang
berkesimpulan, bahwa produk hukum yang dibentuk oleh MPR disebut Ketetapan MPR.
- Peraturan Pemerintah
Untuk melaksanakan undang-undang yang dibentuk oleh Presiden dengan DPR, oleh UUD 1945 kepada
presiden diberikan kewenangan untuk menetapkan Peraturan Pemerintah guna melaksanakan undang-
undang sebagaimana mestinya. Dalam hal ini berarti tidak mungkin bagi presiden menetapkan Peraturan
Pemerintah sebelum ada undang-undangnya, sebaliknya suatu undang-undang tidak berlaku efektif
tanpa adanya Peraturan Pemerintah.
- Keputusan Presiden
UUD 1945 menentukan Keputusan Presiden sebagai salah satu bentuk peraturan perundang-undangan.
Bentuk peraturan ini baru dikenal tahun 1959 berdasarkan surat presiden no. 2262/HK/1959 yang
ditujukan pada DPR, yakni sebagai peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh presiden untuk
melaksanakan Penetapan Presiden. Kemudian melalui Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966, Keputusan
Presiden resmi ditetapkan sebagai salah satu bentuk peraturan perundang-undangan menurut UUD
1945. Keputusan Presiden berisi keputusan yang bersifat khusus (einmalig) adalah untuk melaksanakan
UUD 1945, Ketetapan MPR yang memuat garis-garis besar dalam bidang eksekutif dan Peraturan
Pemerintah.
- Peraturan pelaksana lainnya
Yang dimaksud dengan peraturan pelaksana lainnya adalah seperti Peraturan Menteri, Instruksi Menteri
dan lain-lainnya yang harus dengan tegas berdasarkan dan bersumber pada peraturan perundang-
undangan yang lebih tinggi.
- Traktat
Traktat atau perjanjian yaitu perjanjian yang diadakan dua negara atau lebih. Kalau kita amati praktek
perjanjian internasional bebrapa negara ada yang dilakukan 3 (tiga) tahapan, yakni perundingan
(negotiation), penandatanganan (signature), dan pengesahan (ratification). Disamping itu ada pula yang
dilakukan hanya dua tahapan, yakni perundingan (negotiation) dan penandatanganan (signature).
Sesudah DPR bersama Presiden menetapkan UU dan RAP/RAB maka didalam pelaksanaan DPR
berfungsi sebagai pengawas terhadap pemerintah. Pengawasan DPR terhadap Presiden adalah suatu
konsekwensi yang wajar, yang mengandung arti bahwa presiden bertanggung jawab kepada DPR.
Bentuk kerjasama antara presiden dengan DPR diartikan bahwa Presiden tidak boleh mengingkari
partner legislatifnya.
Mereka adalah pembantu presiden. Menteri mempunyai pengaruh yang besar terhadap Presiden dalam
menentukan politik negara yang menyangkut departemennya. Dalam praktek pemerintahan, Presiden
melimpahkan sebagian wewenang kepada menteri-menteri yang berbentuk presidium.
Dalam Penjelasan UUD 45 Kekuasaan Kehakiman adalah kekuasaan yang merdeka, artinya terlepas
dari pengaruh kekuasaan pemerintah ataupun kekuasaan atau kekuatan lainnya.
Sistem pemerintahan Negara yang ditegaskan dalam UUD 1945 beserta Penjelasannya yaitu :
b. Sistem Konstitusional, yang berarti bahwa pemerintahan berdasar atas sistem Konstitusi
(Hukum Dasar); jadi tidak bersifat kekuasaan yang tidak terbatas (absolutismus);
Sistem ini memberikan ketegasan bahwa cara pengendalian pemerintahan dibatasi oleh ketentuan-
ketentuan konstitusi, yang dengan sendirinya juga oleh ketentuan-ketentuan dan hukum lain yang
merupakan produk konstitusional, seperti garis besar haluan negara, undang-undang dan sebagainya.
c. Kekuasaan Negara yang tertinggi berada di tangan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR);
Kedaulatan Rakyat dipegang oleh suatu badan, bernama Majelis Permusyawaratan Rakyat, sebagai
penjelmaan seluruh rakyat Indonesia.
Sebagai pemegang kekuasaan tertinggi, MPR mempunyai tugas dan wewenang yang sangat
menentukan jalnnya negara dan bangsa, yaitu berupa :
g. Kekuasaan Kepala Negara tidak tak terbatas, karena Kepala Negara harus bertanggung jawab
kepada MPR dan kecuali itu ia harus memperhatikan sungguh-sungguh suara DPR;
Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan :
"Meskipun kepala negara tidak bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat, ia bukan "diktator",
artinya kekuasaan tidak tak terbatas. Kunci sistem ini bahwa kekuasaan presiden tidak tak terbatas
ditekankan lagi dalam kunci sistem yang ke 2 sistem Pemerintahan Konstitusional, bukan bersifat absolut
dengan menunjukkan fungsi/peranan DPR dan fungsi/peranan para menteri, yang dapat mencegah
kemungkinan kemerosotan pemerintahan di tangan presiden ke arah kekuasaan mutlak (absolutisme).
Adapun yang dimaksud dengan UUD 1945 ialah Konstitusi Republik Indonesia yang pertama yang terdiri
dari :
a. Pembukaan, meliputi 4 alinea
b. Batang Tubuh atau Isi UUD 1945 meliputi: 16 Bab, 37 Pasal, 4 Pasal Aturan Peralihan dan 2 Aturan
Tambahan
c. Penjelasan resmi UUD 1945
Adapun UUD 1945 RI antara lain memuat Bab III yang berjudul : Kekuasaan Pemerintahan Negara.
Bab III ini terdiri dari 12 pasal, yaitu pasal 4 sampai dengan pasal 15.
Pasal 4 berbunyi sebagai berikut : Presiden Republik Indonesia memegang Kekuasaan Pemerintahan
menurut Undang-undang Dasar; Dalam melakukan kewajibannya Presiden dibantu oleh satu orang Wakil
Presiden.
Pasal 5 menentukan : bahwa Presiden memegang kekuasaan membentuk Undang-undang dengan
Persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat, dan Presiden menetapkan Peraturan Pemeritah untuk
menjalankan Undang-undang sebagai mana semestinya. Kemudian menyusul pasal 6 sampai pasal 15.
Kemudian terdapat Bab V yang hanya mempunyai 1 pasal tentang Kementerian Negara. Selanjutnya
ada Bab VII dari pasal 19 sampai 22 tentang DPR. Kemudian ada Bab IX tentang Kekuasaan
Kehakiman terdiri dari 2 pasal yaitu pasal 24 dan 25.
Dari bab-bab diatas ternyata UUD 1945 tidak membedakan dengan tegas tugas antara kekuasaan
eksekutif, kekuasaan legislatif, dan kekuasaan yidikatif seperti Montesquieu dengan Trias Politicanya.
Malahan Bab III Kekuasaan Pemerintahan Negara meliputi kekuasaan legislatif dan kekuasaan eksekutif,
termasuk hak-hak prerogatif. Selanjutnya kekuasaan legislatif diatur juga dalam Bab VII mengenai DPR,
sedangkan kekuasaan eksekutif juga pada Bab V mengenai Kementerian Negara