Professional Documents
Culture Documents
A. Pengertian
Hyaline membrane disease merupakan keadaan akut yang terutama ditemukan pada bayi
prematur saat lahir atau segera setelah lahir, lebih sering pada bayi dengan usia gestasi
dibawah 32 minggu yang mempunyai berat badan dibawah 1500 gram.
Hyaline membrane disease merupakan perkembangan yang imatur pada sistem pernapasan
atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru.
Hyaline Membrane Disease (HMD) merupakan sindrom gawat napas yang disebabkan
defisiensi surfaktan terutama pada bayi yang lahir dengan masa gestasi kurang.
Jadi, Hyaline membrane disease merupakan hal yang paling sering terjadi pada bayi premature
yang disebabkan karena defisiensi surfaktan akibat perkembangan imatur pada system
pernafasan.
Fungsi Paru-Paru
Paru-paru merupakan organ yang sangat vital
bagi kehidupan manusia karena tanpa paru-paru
manusia tidak dapat hidup. Dalam Sistem Ekskresi, paru-paru berfungsi untuk mengeluarkan
KARBONDIOKSIDA (CO2) dan UAP AIR (H2O).
Didalam paru-paru terjadi proses pertukaran antara gas oksigen dan karbondioksida.
Setelah membebaskan oksigen, sel-sel darah merah menangkap karbondioksida sebagai hasil
metabolisme tubuh yang akan dibawa ke paru-paru. Di paru-paru karbondioksida dan uap air
dilepaskan dan dikeluarkan dari paru-paru melalui hidung
Surfaktan
Surfaktan merupakan suatu bahan senyawa kimia yang memiliki sifat permukaan aktif ..
Surfaktan mengandung 90% fosfolipid dan 10% protein , lipoprotein ini berfungsi menurunkan
tegangan permukaan dan menjaga agar alveoli tetap mengembang. Surfaktan biasanya
didapatkan pada paru yang matur. Surfaktan dibuat oleh sel alveolus tipe II yang mulai tumbuh
pada gestasi 22-24 minggu dan mulai mengeluarkan keaktifan pada gestasi 24-26 minggu,yang
mulai berfungsi pada masa gestasi 32-36 minggu. Produksi surfaktan pada janin dikontrol oleh
kortisol melalui reseptor kortisol yang terdapat pada sel alveolus. Pada bayi premature, produksi
surfaktan seringkali tidak memadai guna mencegah alveolar collapse dan atelektasis sehingga
dapat terjadi Respitarory Distress Syndrome (RDS).
D. Patofisiologi
Faktor2 yang memudahkan terjadinya RDS pada bayi prematur disebabkan oleh alveoli
masih kecil sehingga sulit berkembang, pengembangan kurang sempurna karena dinding thorax
masih lemah, produksi surfaktan kurang sempurna. Kekurangan surfaktan mengakibatkan kolaps
pada alveolus sehingga paru-paru menjadi kaku. Hal tersebut menyebabkan perubahan fisiologi
paru sehingga daya pengembangan paru (compliance) menurun 25 % dari normal, pernafasan
menjadi berat, shunting intrapulmonal meningkat dan terjadi hipoksemia berat, hipoventilasi yang
menyebabkan asidosis respiratorik. Telah diketahui bahwa surfaktan mengandung 90% fosfolipid
dan 10% protein , lipoprotein ini berfungsi menurunkan tegangan permukaan dan menjaga agar
alveoli tetap mengembang.
Secara makroskopik, paru-paru tampak tidak berisi udara dan berwarna kemerahan
seperti hati. Oleh sebab itu paru-paru memerlukan tekanan pembukaan yang tinggi untuk
mengembang. Secara histologi, adanya atelektasis yang luas dari rongga udara bagian distal
menyebabkan edem interstisial dan kongesti dinding alveoli sehingga menyebabkan desquamasi
dari epithel sel alveoli type II. Dilatasi duktus alveoli, tetapi alveoli menjadi tertarik karena adanya
defisiensi surfaktan ini. Dengan adanya atelektasis yang progresif dengan barotrauma atau
volutrauma dan toksisitas oksigen, menyebabkan kerusakan pada endothelial dan epithelial sel
jalan napas bagian distal sehingga menyebabkan eksudasi matriks fibrin yang berasal dari darah.
Membran hyaline yang meliputi alveoli dibentuk dalam satu setengah jam setelah lahir.
Epithelium mulai membaik dan surfaktan mulai dibentuk pada 36-72 jam setelah lahir. Proses
penyembuhan ini adalah komplek; pada bayi yang12 immatur dan mengalami sakit yang berat
dan bayi yang dilahirkan dari ibu dengan chorioamnionitis sering berlanjut menjadi
Bronchopulmonal Displasia (BPD). Gambaran radiologi tampak adanya retikulogranular karena
atelektasis,dan air bronchogram.
E. Manifestasi klinis
Manifestasi dari RDS disebabkan adanya atelektasis alveoli, edema, dan kerusakan sel
dan selanjutnya menyebabkan bocornya serum protein ke dalam alveoli sehingga menghambat
fungsi surfaktan.
Berdasarkan foto thorak, menurut kriteria Bomsel ada 4 stadium RDS yaitu :
Stadium 1. Terdapat sedikit bercak retikulogranular dan sedikit bronchogram udara,
Stadium 2. Bercak retikulogranular homogen pada kedua lapangan paru dan gambaran
airbronchogram udara terlihat lebih jelas dan meluas sampai ke perifer menutupi bayangan
jantung dengan penurunan aerasi paru.
Stadium 3. Kumpulan alveoli yang kolaps bergabung sehingga kedua lapangan paru terlihat
lebih opaque dan bayangan jantung hampir tak terlihat, bronchogram udara lebih luas.
Stadium 4. Seluruh thorax sangat opaque ( white lung ) sehingga jantung tak dapat dilihat.
F. Komplikasi
Komplikasi jangka pendek ( akut ) dapat terjadi :
Komplikasi jangka panjang dapat disebabkan oleh toksisitas oksigen, tekanan yang tinggi
dalam paru, memberatnya penyakit dan kurangnya oksigen yang menuju ke otak dan organ lain.
Komplikasi jangka panjang yang sering terjadi :
G. Tes Diagnostik
Kajian foto toraks
Analisa Gas Darah
Imaturs lecithin-sphingomiolin
Darah lengkap
Elektrolit : Kalium,calsium,Natrium dan lain-lain.
Integumen
Pallor yang disebabkan oleh vasokontriksi periferal
Pitting edema pada tangan dan kaki
Mottling
Neurologis
Immobilitas, kelemahan, flaciditas
Penurunan suhu tubuh
Pulmonary
Takipnea (pernafasan lebih dari 60 x per menit, mungkin 80 – 100 x )
Nafas grunting
Nasal flaring
Retraksi intercostal, suprasternal, atau substernal
Cyanosis (sentral kemudian diikuti sirkumoral) berhubungan dengan persentase
desaturasi hemoglobin
Penurunan suara nafas, crakles, episode apnea
Data laboratorium
Profil paru, untuk menentukan maturitas paru, dengan bahan cairan amnion (untuk janin
yang mempunyai predisposisi RDS)
Lecitin/Sphingomielin (L/S) ratio
2 : 1 atau lebih mengindikasikan maturitas paru
Phospatidyglicerol : meningkat saat usia gestasi 35 minggu
Tingkat phosphatydylinositol
o Analisa Gas Darah, PaO2 kurang dari 50 mmHg, PaCO2 kurang dari 60 mmHg,
saturasi oksigen 92% - 94%, pH 7,31 – 7,45
o Level pottasium, meningkat sebagai hasil dari release potassium dari sel alveolar yang
rusak
Tujuan 1 : Tanda dan gejala disstres pernafasan, deviasi dari fungsi dan resiko infant terhadap
RDS dapat teridentifikasi
Intervensi Rasional
1. Kaji infant yang beresiko mengalami RDS yaitu : Pengkajian diperlukan untuk menentukan
Riwayat ibu dengan daibetes mellitus atau intervensi secepatnya bila bayi menunjukkan
perdarahan placenta adanya tanda disstres nafas dan terutama untuk
Prematuritas bayi memperbaiki prognosa
Hipoksia janin
Kelahiran melalui operasi caesar
2. Kaji perubahan status pernafasan termasuk : Perubahan tersebut mengindikasikan RDS telah
3. terjadi, panggil dokter untuk tindakan secepatnya
Takipnea (pernafasan diatas 60 x per menit, Pernafasan bayi meningkat karena peningkatan
mungkin 80 – 100 x) kebutuhan oksigen
Retraksi intercostal, suprasternal atau Retraksi mengindikasikan ekspansi paru yang tidak
nafas
Cyanosis Cyanosis terjadi sebagai tanda lanjut dengan PO2
dibawah 40 mmHg
Episode apnea, penurunan suara nafas dan Episode apneu dan penurunan suara nafas
adanya crakles menandakan distress nafas semakin berat
Kaji tanda yang terkait dengan RDS Tanda-tanda tersebut terjadi pada RDS
Pallor dan pitting edema pada tangan dan kaki Tanda ini terjadi karena vasokontriksi perifer dan
selama 24 jam penurunan permeabilitas vaskuler
Kelemahan otot Tanda ini terjadi karena ekshaution yang
disebabkan kehilangan energi selama kesulitan
nafas
Denyut jantung dibawah 100 x per menit pada Bradikardia terjadi karena hipoksemia berat
stadium lanjut
Nilai AGD dengan PO2 dibawah 40 mmHg, Tanda ini mengindikasikan acidosis respiratory
pco2 diatas 65 mmHg, dan pH dibawah 7,15 dan acidosis metabolik jika bayi hipoksik
Monitor PO2 trancutan atau nilai pulse oksimetri Nilai PO2 traskutan dan pulse oksimetri non invasif
secara kontinyu setiap jam menunjukkan prosentase oksigen saat inspirasi
udara.
Diagnosa keperawatan : Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan menghisap, penurunan motilitas usus.
Intervensi Rasional
Berikan infus D 10% W sekitar 65 – 80 ml/kg bb/ Untuk menggantikan kalori yang tidak didapat
hari secara oral
Pasang selang nasogastrik atau orogastrik untuk Pilihan ini dilakukan jika masukan sudah tidak
dapat memasukkan makanan jika diindikasikan mungkin dilakukan.
atau untuk mengevaluasi isi lambung
Cek lokasi selang NGT dengan cara : Untuk mencegah masuknya makanan ke saluran
Aspirasi isi lambung pernafasan
Injeksikan sejumlah udara dan auskultasi
masuknya udara pada lambung
Letakkan ujung selang di air, bila masuk lambung,
selang tidak akan memproduksi gelembung
Berikan makanan sesuai dengan prosedur berikut : Memberikan makanan tanpa menurunkan tingkat
Elevasikan kepala bayi energi bayi
Berikan ASI atau susu formula dengan prinsip
gravitasi dengan ketinggian 6 – 8 inchi dari kepala
bayi
Berikan makanan dengan suhu ruangan
Tengkurapkan bayi setelah makan sekitar 1 jam
Berikan TPN jika diindikasikan TPN merupakan metode alternatif untuk
mempertahankan nutrisi jika bowel sounds tidak
ada dan infants berada pada stadium akut.
Diagnosa keperawatan : Resiko tinggi deficit volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan
sensible dan insesible
Pertahankan tetesan infus secara stabil, gunakan Untuk mencegah kelebihan atau kekurangan
infusion pump cairan. Kelebihan cairan dapat menjadi keadaan
fatal.
Monitor intake cairan dan output dengan cara : Catatan intake dan output cairan penting untuk
Timbang berat badan bayi setiap 8 jam menentukan ketidak seimbangan cairan sebagai
Timbang popok bayi untuk menentukan urine dasar untuk penggantian cairan
output
Tentukan jumlah BAB
Monitor jumlah asupan cairan infus setiap hari
Lakukan pemeriksaan sodium dan potassium Peningkatan tingkat sodium dan potassium
setiap 12 atau 24 jam mengindikasikan terjadinya dehidrasi dan potensial
ketidakseimbangan elektrolit
Diagnosa keperawatan : Koping keluarga inefektif berhubungan dengan ansietas, perasaan bersalah,
dan perpisahan dengan bayi sebagai akibat situasi krisis
Tujuan : Meminimalkan kecemasan dan rasa bersalah, dan mendukung bounding antara orangtua dan
infant
Intervensi Rasional
Kaji respon verbal dan non verbal orangtua Hal ini akan membantu mengidentifikasi dan
terhadap kecemasan dan penggunaan koping membangun strategi koping yang efektif
mekanisme
Bantu orangtua mengungkapkan perasaannya Membuat orangtua bebas mengekpresikan
secara verbal tentang kondisi sakit anaknya, perasaannya sehingga membantu menjalin rasa
perawatan yang lama pada unit intensive, prosedur saling percaya, serta mengurangi tingkat
dan pengobatan infant kecemasan
Berikan informasi yang akurat dan konsisten Informasi dapat mengurangi kecemasan
tentang kondisi perkembangan infant
Bila mungkin, anjurkan orangtua untuk Memfasilitasi proses bounding
mengunjungi dan ikut terlibat dalam perawatan
anaknya
Rujuk pasien pada perawat keluarga atau Rujukan untuk mempertahankan informasi yang
komunitas adekuat, serta membantu orangtua menghadapi
keadaan sakit kronis pada anaknya.
Daftar Pustaka
Melson, A. Kathryn & Marie S. Jaffe, Maternal Infant Health Care Planning, Second Edition,
Springhouse Corporation, Pennsylvania, 1994
http://askep-askeb-kita.blogspot.com/
http://cup35.blogspot.com/2010/10/asuhan-keperawatan-anak-dengan_18.html